Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengakui dan
menjunjung tinggi Hak asasi manusia. Hak asasi manusia bukan hanya di peroleh
oleh orang dewasa namun anak-anak juga berhak untuk memperolehnya.
Anak

merupakan

salah

satu

aset

pembagunan

nasional,


patut

dipertimbangkan dan diperhitungkan dari segi kualitas dan masa depannya. Tanpa
kualitas yang handal dan masa depan yang jelas bagi anak, pembangunan nasional
akan sulit dilaksanakan dan nasib bangsa akan sulit pula dibayangkan.

2

Sehubungan dengan konteks ini, anak sebagai aset pembangunan nasional sudah
selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah dalam rangka
pemenuhan pendidikan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
dan berkarakter.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

potensi

keagamaan, pengendalian


dirinya
diri,

untuk

kepribadian,

memiliki

kekuatan

kecerdasan,

akhlak

spiritual
mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam hal ini pendidikan di bagi atas pendidikan formal , informal dan

pendidikan non formal.

2

Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, PT Alumni, Bandung, 2010, hlm.

1.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Berkaitan dengan pemenuhan hak atas pendidikan dan pembinaan anak,
diperlukan sarana dan prasarana Hukum yang mengantisipasi segala permasalahan
yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud berhubungan dengan
kepentingan anak, maupun yang berhubungan dengan penyimpangan sikap dan
perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan kemuka Pengadilan.
Mengenai pemahaman arti penting hak anak atas pendidikan harus
dikembalikan pada prinsip-prinsip dasar pemenuhan hak anak yaitu non

diskriminasi, hidup, tumbuh dan berkembang, kepentingan terbaik bagi anak dan
turut berpartisipasi. 3 Hal ini sejalan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia pasal 26 ayat 1 yaitu setiap orang berhak memperoleh pendidikan.
Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidaknya pada tingkatan sekolah rendah
dan pendidikan dasar.4 Pada pasal 26 ayat 2 Pendidikan hendaknya diarahkan
pada pengembangan kepribadian manusia secara penuh dan untuk memperkuat
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan-kebebasan dasarnya.5
Di Indonesia telah dibuat berbagai peraturan-peraturan yang pada dasarnya
sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan Hak Asasi Manusia khususnya hakhak dari anak yaitu diratifikasinya Konvensi Hak Anak dengan Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peraturan Perundangan-Undangan lain yang
telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia antara lain, Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

3

Har Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan SuatuTinjauan dari Perspektif Studi Kultural,
Indonesiatera, Magelang, 2003, hlm. 260.
4

Pasal 26 Ayat 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
5
Ibid., Pasal 26 ayat 2.

Universitas Sumatera Utara

3

Pidana Anak, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Secara
Subtansi peraturan perundang-undangan tersebut mengatur hak-hak anak yang
berupa hak hidup, hak atas nama, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dasar,
hak untuk beribadah menurut agamanya, berekspresi, bermain, berfikir, berkreasi,
beristirahat, bergaul, dan hak jaminan sosial.
Hal tersebut pada dasarnya sudah dipertegas dalam Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 khususnya Hak atas Pendidikan, dimana dalam Pasal 31 menyatakan
bahwa :
1)Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;
2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya;

3)Pemerintah

mengusahakan

dan

menyelenggarakan

satu

sistem

pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dalam undang –undang;
4)Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang - kurangnya dua
puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan
Penyelenggaraan Pendidikan Nasional; dan
5)Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai –nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.6

6

Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Universitas Sumatera Utara

4

Hak untuk mendapatkan pendidikan tetap berlaku walaupun seorang anak
sedang menjalani masa pemidanaan yang diputuskan oleh Keputusan Pengadilan
karena pada dasarnya hak atas Pendidikan merupakan hak dasar setiap manusia
yang harus dipenuhi dalam keadaan apapun. Ketentuan itu dijelaskan pada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dalam konteks
pemenuhan hak pendidikan dinyatakan dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan
bahwa :
“anak pidana memperoleh hak-hak sebagai mana dimaksud dalam Pasal 14
tentang hak-hak narapidana kecuali huruf g”, dan salah satu hak anak

pidana adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran”.
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal
1 ayat (3) menyatakan bahwa:
“Pendidikan dan pengajaran adalah usaha sadar untuk menyiapakan warga
binaan pemasyarakatan melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang”.
Landasan-landasan tersebut di atas merupakan sebuah acuan dasar bagi
Pemerintah untuk wajib melaksanakan program pendidikan yang merupakan hak
narapidana anak yang berhadapan dengan Hukum dan telah mendapatkan
kekuatan Hukum yang tetap. Dengan adanya landasan tersebut, maka pelaksanaan
pembinaan di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( LPKA ) merupakan hal
yang wajib di penuhi untuk menunjang kualitas, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana.

Universitas Sumatera Utara

5

Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum

dan HAM I Wayan Kusmianta Dusak mengatakan

, ada perbedaan antara anak

yang berkonflik hukum dan anak pada umumnya. Dusak menjelaskan,
meningkatnya jumlah anak yang terjerat kasus hukum, disinyalir membuat
semakin banyak anak yang terpaksa putus sekolah. Dari catatan Ditjen PAS,
terdapat 2.361 anak menjalani hukuman pidana. Namun, hanya sedikit dari jumlah
tersebut yang mengikuti pendidikan formal dan nonformal di LPKA, Lapas, dan
Rutan di Indonesia yaitu hanya sekitar 39 %.7
Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan penulis pada tanggal 18
apri 2017 di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas 1 Medan menunjukkan
kondisi dimana :
Tabel.01
Data Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan
Narapidana

Narapidana

Jumlah


Anak

Dewasa

Penghuni

78

502

580

Kapasitas

Jumlah
Pegawai

419


83

Sumber :Registrasi LPKA Kelas I Medan tgl 18/04/2017

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan yang berkapasitas 419
orang namun dihuni hingga 580 orang. Dari 580 orang tersebut hanya 78 orang
yang berstatus anak dan sisanya 502 lainnya adalah pemuda dengan jumlah
petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang tidak berimbang yaitu hanya 83
orang. Dengan keadaan tersebut mengakibatkan kurang efektivnya dalam proses
pemenuhan hak-hak narapidana anak khususnya dalam hal pendidikan.
7

http://news.liputan6.com/read/2567069/dirjen-pas-baru-39-persen-anak-di-penjara-yangdapat-pendidikan, Pada tanggal 15 Oktober 2016 pukul 16.00Wib.

Universitas Sumatera Utara

6

Adapun jenis-jenis tindak pidana yang dilakukan

narapidana anak di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan yaitu :
Tabel.02
Jenis-Jenis Tindak Pidana Narapidana Anak di LPKA Kelas I Medan
No

Jenis Tindak Pidana

Jumlah

1

Narkotika

24

2

Perlindungan Anak

21

3

Penganiayaan

3

4

Kekerasan

1

5

Pembunuhan

4

6

Pencurian

25

Jumlah

78

Sumber :Registrasi LPKA Kelas I Medan tgl 18/04/2017

Tabel 02 menunjukkan tindak pidana yang dilakukan narapidana anak di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan didominasi oleh jenis
kejahatan penyalahgunaan Narkotika dan pencurian. Selain itu dapat dilihat
bervariasinya jenis kejahatan yang dilakukan oleh narapidana anak seperti
penganiayaan, kekerasan, perlindungan anak, pencurian hingga pembunuhan.
Dengan kenyataan yang seperti ini maka sudah sewajarnya dilakukan pembinaan
yang efektif dan berkesinambungan terhadap narapidana anak seperti pemenuhan
hak-hak narapidana anak selama menjalani hukumannya.
Pemerintah harus lebih teliti dalam melihat kondisi ini. Dari keseluruhan
hak-hak narapidana anak, hak yang sangat berkaitan erat dengan perbaikan mental

Universitas Sumatera Utara

7

dan tumbuh berkembangnya anak adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Seperti yang telah ditekankan dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar RI Tahun 1945 bahwa salah satu cita-cita negara Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat dipastikan bahwa anak-anak yang
tersangkut masalah hukum yang seringnya berujung pada Lembaga Pembinaan
Khusus Anak kurang mendapatkan pendidikan yang layak.
Seorang anak tetaplah seorang anak yang membutuhkan pendidikan dan
pengajaran untuk masa depannya 8 . Pada dasarnya sistem pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Dari uraian tersebut maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan
judul “Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap
Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak( Studi Kasus
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka
rumusan masalah yang diangkat oleh penulis pada skripsi ini adalah sebagai
berikut:

8

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=355173&val=5650&title=Pemenuh
an Hak Narapidana Anak dalam Mendapatkan Pendidikan dan Pelatihan, Pada tanggal 16 Oktober
2016 pukul 17.30 Wib

Universitas Sumatera Utara

8

1. Bagaimanakah Pengaturan Hak Atas Pendidikan Terhadap Narapidana
Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan ?
2. Bagaimanakah Pemenuhan Hak Narapidana Anak dalam hal mendapatkan
Pendidikan Dalam Proses Pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak Kelas 1 Kota Medan?
3. Apakah Faktor Pendukung dan Penghambat Yang Dihadapi Lembaga
Pembinaan Khusus Anak Kelas 1 Kota Medan Dalam Upaya Melakukan
Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Narapidana
Anak ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak atas pendidikan terhadap
narapidana anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui bagaimana Pemenuhan Hak Narapidana Anak dalam
hal mendapatkan Pendidikan Dalam Proses Pembinaan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak Kelas 1 Kota Medan.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan Fenghambat Yang Dihadapi
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas 1 Kota Medan Dalam Upaya
Melakukan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan
Narapidana Anak.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Manfaat Penulisan
Di dalam penulisan ini sangat diharapkan adanya kegunaan karena nilai
suatu penulisan ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari
penulisan. Adapun manfaat yang diharapakan penulis dari penulisan ini antara lain
:
1. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan

dapat

memberikan

sumbangan

pemikiran

bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum
pidana pada khususnya.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di
bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di
masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
1.Hasil

Penelitian

ini

diharapkan

dapat

meningkatkan

dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai
bekal untuk masa depan dalam instansi penegak hukum maupun untuk
praktisi hukum dalam penegakan hukum.
2.Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara lengkap
mengenai pemenuhan hak narapidana anak untuk mendapatkan
pendidikan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas 1 Kota Medan.
D. Keaslian Penulisan
Penelusuran yang telah dilakukan pada perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara tidak ditemukan judul yang sama. Skripsi yang ditulis
oleh penulis ini adalah merupakan hasil buah pikiran penulis ditambah dengan

Universitas Sumatera Utara

10

literatur-literatur lain, baik berupa buku-buku maupun sumber-sumber lainnya
yang mendukung penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini murni dikerjakan oleh penulis sendiri dengan judul
yang penulis bahas dalam skripsi ini belum pernah dibahas oleh orang lain yang
dapat dibuktikan berdasarkan data yang ada di Sekretaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bila ternyata terdapat judul
yang sama sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis bertanggung jawab
sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Hak
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang
benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena
telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Maulana Hassan Wadong memberikan beberapa pengertian hak menurut
beberapa ahli hukum sebagai bahan perbandingan, seperti :
a.Bernard Winscheid
Hak ialah suatau kehendak yang dilengkapi dengan kekeuatan dan yang
diberikan oleh tertib hukum atau sistem hukum kepada yang bersangkutan.
b.Van Apeldoorn
Hak adalah sesuatu kekuatan yang diatur oleh hukum.

Universitas Sumatera Utara

11

c.Lamaire
Hak adalah sesuatu izin bagi yang bersangkutan untuk berbuat sesuatu.9
Pengertian hak-hak tersebut sebagai suatu pengantar untuk memahami
makna dari hak yang sebenarnya tentang anak.
2. Pengertian Pendidikan dan Pembinaan
Istilah pendidikan berasal dari kata paedagogie. Istilah tersebut berasal
dari bahasa Yunani, yaitu paedos dan agogeyang yang berarti “saya membimbing,
memimpin anak”. Maka berdasarkan kata tersebut, pendidikan memiliki
pengertian sebagai seorang yang tugasnya membimbing anak di dalam
pertumbuhannya kepada arah berdiri sendiri serta bertanggung jawab.
Tholib Kasan menjabarkan beberapa pendapat ahli tentang pendidikan,
diantaranya:
a.Lodge dalam buku Philosophy of Education
Menyatakan bahwa perkataan pendidikan dipakai kadang-kadang dalam
arti yang lebih sempit. Sebuah pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan.
Seorang anak dididik orang tuanya, seperti pula halnya seorang murid dididik
gurunya, bahkan seekor anjing dididik tuannya. Segala sesuatu yang kita katakan,
pikirkan atau kerjakan mendidik kita, tidak berbeda dengan apa yang dikatakan
atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda hidup ataupun benda
mati.

9

Maulana Hassan Wadong,Pengantar Advokasi dan PerlindunganAnak , PT.Gramedia,
Jakarta, 2000, hlm. 29.

Universitas Sumatera Utara

12

b.Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang
diberikan kepada pendewasaan anak atau membantu agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari dan sebagainya dan ditujukan
kepada orang yang belum dewasa.
c.Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani yang dididik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.
d.Godfrey Thompson
Menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu
untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap (permanen) di dalam
kebiasaan tingkah lakunya, pikiran dan sikapnya.10
Pendidikan terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Pendidikan Formal, meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi;
2. Pendidikan Informal, meliputi pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
dan pendidikan lain yang bertujuan mengembangkan kemampuan narapidana
anak; dan
3. Pendidikan Nonformal, meliputi yaitu meliputi pendidikan yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar.

10

Tholib Kasan, Dasar-Dasar Pendidkan Cetakan I , studi press, Jakarta, 2005 hlm. 3-4.

Universitas Sumatera Utara

13

Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Didalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak dirumuskan mengenai Pendidikan yang tertuang didalam pasal 85
ayat 3 yaitu “ LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan,
pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentaun peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka narapidana anak akan
tetap mendapat pendidikan dan pengajaran walaupun berada di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak.
Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana

yang mendukung

keberhasilan negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak berperan dalam pembinaan narapidana, yang
memperlakukan narapidana agar menjadi lebih baik, yang perlu di bina adalah
pribadi narapidana, membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa
tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan
sejahterah dalam masyarakat, sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi
dan bermoral tinggi.
Menururt Maidin Gultom, jenis-jenis pembinaan narapidana dapat
digolongkan atas 3, yaitu:
a.Pembinaan mental
Pembinaan mental dilakukan mengingat terpidana mempunyai problem
seperti perasaan bersalah, merasa di atur, kurang bisa mengontrol emosi, merasa
rendah diri yang diharapkan secara bertahap mempunyai keseimbangan emosi.
Pembinaan mental yang dilakukan adalah :

Universitas Sumatera Utara

14

1. Memberikan pengertian-pengertiaan agar dapat menerima dan menangani
rasa frustasi dengan wajar, melalui ceramah; dan
2. Merangsang dan menggugah semangat narapidana untuk mengembangkan
keahliannya.
b.Pembinaan Sosial
Pembinaan

sosial

adalah

mengembangkan

pribadi

dan

hidup

kemasyarakatan narapidana. Aktifitas yang dilakukan adalah :
1. Memberikan bimbingan tentang hidup bermasyarakat yang baik dan
memberitahukan norma-norma agama, kesusilaan, etika pergaulan, dan
pertemuan dengan keluarga korban;
2. Mengadakan surat-menyurat untuk memelihara hubungan batin dengan
keluarga dan relasinya;
c.Pembinaan keterampilan
Pembinaan keterampilan bertujuan untuk memupuk dan mengembangkan
yang dimiliki narapidana, sehingga memperoleh keahlian dan keterampilan.
Aktifitas yang dilakukan adalah:
1. Menyelenggarakan kursus pengetahuan (pemberantasan buta huruf),
kursus persamaan sekolah dasar;
2. Latihan kejuruan seperti kerajinan tangan membuat kursi, sapu, dan
mengukir.11
Dengan adanya jenis pembinaan yang telah diterangkan tersebut, maka
narapidana anak diharapkan akan menemukan kembali jati dirinya sebagai

11

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di
Indonesia, PT. Rafika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 137-138.

Universitas Sumatera Utara

15

manusia yang hidup dan mempunyai tujuan hidup yang lebih baik serta
diharapakan dapat menyadari dirinya sebagai makhluk sosial yang berinteraksi
dengan orang lain dan mempunyai keterampilan dalam menjalani kehidupannya.
Dalam tahapan ini dibutuhkan peranan dari Petugas Lembaga Pembinaan Khusus
Anak untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada para narapidana anak
agar mereka merasa nyaman dalam menerima pendidikan serta pembinaan yang
diberikan.
Sumardi Suryabrata, menyatakan bahwa “Suatu keharusan bagi setiap
pendidik yang bertanggungjawab, bahwa dia dalam menjalankan tugasnya harus
berbuat dengan cara yang sesuai dengan keadaan anak didik. Hal ini berhubungan
dengan psikologi anak didik dalam menerima pembelajaran. Psikologi adalah
ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, dengan tujuan
untuk dapat memperlakukan dengan lebih tepat. Karena itu pengetahuan psikologi
mengenai anak didik dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting
bagi setiap pendidik, sehingga seharusnya adalah kebutuhan setiap pendidik untuk
memiliki pengetahuan tentang psikologi pendidikan. Mengingat seseorang pada
suatu saat tertentu melakukan perbuatan mendidik, maka pada hakikatnya
psikologi pendidikan itu dibutuhkan oleh setiap orang. Kenyataan bahwa pada
dewasa ini hanya para pendidik profesional saja yang mempelajari psikologi
pendidikan tidaklah dapat dipandang sebagai hal yang memang sudah
selayaknya”.12 Dengan demikian seperti yang dikatakan oleh Bambang Poernomo,
bahwa antara narapidana dan Petugas Negara dalam hal ini Petugas Lembaga

12

Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,

hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

16

Pembinaan Khusus Anak yang bersangkutan merupakan hubungan antara orang
berhadapan dengan orang dalam sifat-sifartnya sebagai manusia.13
Narapidana sebagai manusia yang harus dihormati hak-hak dan
kewajibannya disamping memikul tanggung jawab dalam masyarakat yang
hendak kita bangkitkan selama masa pembinaan dan pendidikannya. Petugas
Negara sebagai manusia yang memiliki kekuasaan tertentu berdasarkan undangundang dan sekaligus bertindak untuk melindungi kepentingan yang sah dari
masyarakat beserta anggota-anggotanya.
3. Pengertian Narapidana
Secara Etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narapidana
adalah orang tahanan, orang bui, atau orang yang menjalani hukuman karena
tindak pidana. Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah menyatakan
bahwa narapidana adalah orang hukuman; orang buian. Selanjutnya berdasarkan
kamus hukum dijelaskan bahwa narapidana adalah orang yang menjalani pidana
dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana
adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa narapidana adalah orang atau terpidana yang sedang menjalani masa

13

Bambang
Poernomo,
Pelaksanaan
pidana
pemasyarakatan,Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1986, hlm. 180.

penjara

dengan

sistem

Universitas Sumatera Utara

17

hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dimana sebagian kemerdekaannya
hilang.
4. Pengertian Anak
Secara umum Peraturan Perundang-Undangan di berbagai negara
khususnya Indonesia memiliki perbedaan terhadap pendekatan penentuan usia
anak. Tidak ada keseragaman perumusan tentang anak dan batasan usianya. Di
Indonesia terdapat beberapa peraturan Perundang-Undangan yang mengatur
tentang anak, misalnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak, Undang-UndangNomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan berbagai peraturan lain
yang berkaitan dengan masalah anak.
Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut:
“Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas)
tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila
hal tersebut demi kepentingannya”.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang

Perubahan

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2002

Tentang

Perlindungan Anak dirumuskan sebagai berikut:
"Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang
masih dalam kandungan".

Universitas Sumatera Utara

18

Maidin Gultom menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang
-Undang Nomor 12 Tahun 1995 jo.Pasal 13 PP No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, dikenal 3 (tiga) golongan anak didik
pemasyarakatan, yaitu :
1.Anak Pidana
Yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di
Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Apabila anak
yang bersangkutan telah berumur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum selesai
menjalani pidananya di Lapas Anak, berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, harus dipindahkan ke Lapas
dewasa. Bagi anak pidana yang ditempatkan di Lapas dewasa karena umurnya
sudah mencapai 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai 21 (dua puluh
satu) tahun, maka tempatnya dipisahkan dari narapidana yang telah berumur 21
(dua puluh satu) tahun. Pihak Lapas wajib menyediakan blok tertentu untuk
mereka yang telah mencapai 21 (dua puluh satu) tahun.
2. Anak Negara
Adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada
negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur
18 (delapan belas) tahun. Status sebagai Anak Negara sampai berumur 18
(delapan belas) tahun. Walaupun umurnya telah melewati batasan tersebut, Anak
Negara tidak di pindahkan ke Lapas (untuk orang dewasa), karena anak tersebut
tidak dijatuhi pidana penjara. Anak Negara tetap berada di Lapas Anak. Bila Anak
Negara telah menjalani masa pendidikannya paling sedikit selama satu tahun yang
dinilai berkelakuan baik sehingga dianggap tidak perlu lagi dididik di Lapas

Universitas Sumatera Utara

19

Anak, maka petugas lapas anak tersebut dapat mengajukan izin kepada Menteri
Kehakiman, agar anak tersebut dikeluarkan dari Lapas Anak dengan atau tanpa
syarat yang ditetapkan oleh Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4) UU. No.3 Tahun 1997.
3. Anak Sipil
Adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh
penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak. Penetapan Anak Sipil di
Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Anak Sipil
yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tidak
dikenal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 maupun Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) tidak mengatur tentang Anak Sipil, hal ini hanya
dikenal dalam persidangan perkara perdata. Karena anak sipil berkaitan dengan
Lapas Anak, maka kedudukan anak tersebut berkaitan dengan lingkup hukum
pidana. Tidak mungkin permohonan penetapan Anak Sipil diajukan pada
peradilan perdata, sedangkan dilain pihak perkara pidana tidak mengenal acara
sidang untuk menetapkan Anak Sipil. Ketentuan mengenai Anak Sipil ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 masih tergolong idealis, karena
belum ada peraturan yang mengatur tentang prosedurpenetapan Anak Sipil.14
5. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan berasal dari dua kata yaitu lembaga dan
pemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian lembaga dan
pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
1. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu penyelidikan
atau usaha.

14

Maidin Gultom. Op.,Cit. hlm. 127-138.

Universitas Sumatera Utara

20

2. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang
keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Hukum dan
HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tutuntan kepada
hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang dalam tindak
pidana diajukan kedepan pengadilan dan dinyatakan ikut terlibat, untuk
kembali kemasyarakat.
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah/menampung kegiatan
pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan
secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali di tengah masyarakat.
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman
Sahardjo pada Tahun1962, di mana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan
bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah
mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Lembaga
Pemasyarakatan lahir dari suatu realitas yang kedengarannya sangat angker yaitu
penjara. Perkataan pemasyarakatan itu sendiri untuk pertama kalinya diucapkan
oleh sahardjo didalam pidato penerimaan gelar doctor honoris causanya dalam
ilmu hukum dari Universitas Indonesia pada tanggal 5 Juli 1963.15
Menururt R.A Koesnan, berdasarkan asal-usul (etimologi) kata penjara
berasal dari kata penjoro (bahasa jawa) yang artinya tobat, atau jera di penjara
dibuat tobat atau di buat jera.16Sedangakan SuharjoWidiada, mengatakan bahwa
Lembaga Pemasyarakatan adalah gagasan konsepsi sebagai kebijaksanaan yang

15

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012, hlm. 32.
16
R.A.Koesnan, Politik Penjara Nasional, Sumur Bandung, Bandung, 1961, hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

21

bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan dan segaligus pula
mengayomi warga binaan itu sendiri yang dianggap telah salah jalan hidupnya,
sehingga telah menjalani masa pidananya ia akan menjadi anggota masyarakat
yang dapat menyesuaikan dirinya dalam lingkungan pergaulan sosialnya secara
wajar.17
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum
empiris, yaitu penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian
yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum
di masyarakat. Penelitian ini memerlukan bahan hukum primer sebagai data
utama. Penelitian hukum empiris disebut juga sebagai penelitian hukum sosiologis
dikarenakan penelitain ini berkaitan dengan masyarakat.
2. Sumber Data
Data pendukung dalam penelitian ilmiah yang penulis lakukan terdiri atas
(dua) jenis data, yaitu :
a. Data Primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung
melalui wawancara dengan pihak yang terkait di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak Kelas 1 Medan.
b. Data Skunder, yaitu data yang diperoleh penulis melalui studi kepustakaan
dengan cara membaca, mengutip dan mempelajari bahan bahan yang ada.

17

Suharjo Widiada, Negara Tanpa Penjara (sebuah renungan), Montas, Jakarta, 1988,

hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

22

3. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini , penulis menggunakan teknik pengumpulan data
berdasarkan metode penelitian lapangan ( field research ) dan penelitian
kepustakaan ( library research ). Penelitian lapangan ( field research ) yaitu
penelitian yang dilakukan dilapangan dengan melakukan pengambilan data
langsung melalui wawancara dengan petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Kelas 1 Medan. Selain itu pula penulis akan melakukan wawancara dengan
beberapa narapidana anak yang ada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas 1
Medan. Sedangkan penelitian kepustakaan ( library research ) yaitu penelitian
yang dilakukan untuk memperoleh data skunder yang berhubungan dengan
penelitian penulis.
4. Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif dengan berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis adalah
dengan mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan yang berlaku dan menghubungkannya dengan data dilapangan sesuai
dengan permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dilapangan diolah dan
dianalisis secara deskriptif, normatif logis dan sistematis dengan menggunakan
metode deduktif dan induktif.
Deskriptif artinya data yang diperoleh dari lapangan digambarkan sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya. Normatif digambarkan untuk menganalisis
data dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia khususnya
yang berhubungan dengan permasalahan logis yang artinya dalam melakukan
analisis tidak boleh bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara

23

Metode deduktif artinya peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
berhubungan dengan permasalahan yang bersifat umum dan dijadikan sebagai
acuan pada data yang diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan.
Metode induktif artinya data yang bersifat khusus yang diperoleh dari penelitian
dan ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah ruang lingkup yang dibahas didalamnya, maka
penulis terlebih dahulu akan membuat gambaran isi dari materi yang dibahas.
Gambaran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar penulisan skripsi
ini agar lebih terarah dan terkonsentrasi serta tersusun secara sistematis yang
dapat memberikan gambaran secara singkat namun menyeluruh mengenai isi
pembahasannya.
BAB I

: PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan ( pengertian hak,
pendidikan dan pembinaan, narapidana, anak, dan lembaga
pemasyarakatan ), metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

:PENGATURAN

SISTEM

PEMASYARAKATAN

DAN

PENGATURAN HAK-HAK NARAPIDANA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG
PEMASYARAKATAN
Dalam Bab II ini akan dibahas mengenai sejarah berdirinya
Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Fungsi dan Tugas Pokok

Universitas Sumatera Utara

24

Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Sistem Pemasyarakatan dan
Asas-Asas Dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan Di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak, dan Hak-Hak Narapidana dan SyaratSyarat Pelaksanaannya.
BAB III

:PELAKSANAAN
PEMBINAAN

PENDIDIKAN

TERHADAP

DALAM

NARAPIDANA

PROSES

ANAK

DI

LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS I MEDAN
Dalam Bab III ini akan dibahas mengenai
Lembaga Pembinaan Khusus

Anak

Gambaran

Umum

Kelas I Medan dan

Pelaksanaan Pendidikan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Kelas I Medan.
BAB IV

:FAKTOR

PENDUKUNG

DAN

PENGHAMBAT

PEMENUHAN PENDIDIKAN DALAM PROSES PEMBINAAN
TERHADAP

NARAPIDANA

ANAK

DI

LEMBAGA

PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS I MEDAN
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai faktor pendukung dan
penghambat pemenuhan pendidikan dalam proses pembinaan
terhadap narapidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Kelas I Medan.
BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari
keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang
disertai dengan saran-saran penulis.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam Pembinaan Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung Gusta Medan.

30 283 119

PEMBINAAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) DALAM Pembinaan Terhadap Anak Didik Pemasyarakatan Di LembagaPembinaan Khusus Anak (LPKA) Dalam Mewujudkan Tujuan Pemidanaan(Studi Kasus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak

0 11 17

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 10

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 1

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 20

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan ) Chapter III V

0 0 45

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 5

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 21

BEGAL ANAK; PEMENUHAN HAK DAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

0 0 18

PERAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK DALAM PROSES PEMBINAAN ANAK PIDANA (Studi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung)

1 21 14