Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

BAB II
SISTEM PEMASYARAKATAN DAN PENGATURAN HAK-HAK
NARAPIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12
TAHUN 1995 TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A.Sejarah Berdirinya Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Berbicara masalah hukum pidana selalu terbentuk pada suatu titik
pertentangan yang paradoksal, yaitu bahwa pidana disatu pihak diadakan untuk
melindungi kepentingan seseorang akan tetapi dipihak lain ternyata memperkosa
kepentingan orang lain dengan memberikan hukuman berupa penderitaan kepada
orang lain.18
Hukuman berupa penderitaan kepada mereka yang melakukan kejahatan
yang terkenal dengan sistem penjara baru dikenal pada zaman penjajahan yang
dimulai dengan sistem diskriminatif, yaitu dengan dikeluarkannya peraturan
umum untuk golongan Indonesia (golongan bumi putera ) yang dipidana dengan
kerja paksa sedangkan untuk golongan eropa belanda berlaku penjara. 19 Pada
tahun 1917 lahirlah reglemen penjara yang tercantum dalam staatsblad 1919 No.
708, tanggal 1 januari 1918. Reglemen penjara tersebut menjadi dasar peraturan
perlakuan narapidana dan cara pengelolaan penjara.20
Sejak tahun 1917, baru pada tahun 1963 indonesia melahirkan apa yang
dinamakan sistem pemasyarakatan sebagaimana yang dikemukakan Saharjo
dalam pidato pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa di Universitas

Indonesiayang

membuat

suatu

sejarah

baru

dalam

dunia

kepenjaraan

18

Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan,
Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 103.

19
Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidaaan Di Indonesia , Akademika
Presindo, Jakarta, 1983, hlm. 91-92.
20
Ibid., hlm. 93.

25
Universitas Sumatera Utara

26

Indonesia. 21 Pada saat itu inti pidana penjara di Indonesia yang sebelumnya
mengutamakan faktor pembalasan mulai beralih untuk mengutamakan faktor
Pembinaan.22
Menurut Sahardjo, lembaga pemasyarakatan bukan tempat yang sematamata untuk menghukum dan menderitakan orang, tetapi suatu tempat untuk
membina atau mendidik orang-orang yang telah berkelakuan menyimpang
(narapidana) agar setelah menjalani pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan
dapat menjadi orang-orang yang baik dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
masyarakat.23Hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara
pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara. Konsep pemasyarakatan tersebut

kemudian disempurnakan oleh Keputusan Konfrensi Dinas para pimpinan
Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan
pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem Pemasyarakatan, dimana
selain sebagai arah dan tujuan pidana penjara juga menjadi cara dan membina
narapidana.24
Amanat Presiden RI dalam Konfrensi Dinas menyampaikan arti penting
terhadap pembaharuan pidana penjara di Indonesia yaitu merubah nama
Kepenjaraan menjadi Pemasyarakatan. Berdasarkan pertimbangan ini maka
disusunlah suatu pernyataan tentang hari lahir Pemasyarakatan RI pada hari Senin

21

Petrus.Dkk. Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana , cet.
ke-1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 49.
22
Bachtiar Agus Salim, Pidana Penjara Dalam Stelsel Pidana Di Indonesia, Usu Pers,
Medan, 2009, hlm. 90.
23
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm. 38.

24
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Rafika Aditama,
Bandung, 2013, hlm. 97.

Universitas Sumatera Utara

27

tanggal 27 April 1964. 25 Salah satu sarana yang diperlukan adalah Lembaga
Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan inilah yang memberi jiwa, bentuk
serta kegiatan-kegiatan baru terhadap pembinaan narapidana.
Dalam lembaga pemayarakatan para narapidana dibina secara teratur dan
terencana dengan tujuan agar dapat kembali di tengah-tengah kehidupan
bermasyakat. Mereka dibina agar menjadi anggota masyarakat yang tidak akan
melanggar hukum kembali, dibimbing agar berguna aktif dan produktif dan
menjadi manusia seutuhnya. Kiranya dapat diumpamakan penjara itu sebagai
sangkar dan lembaga pemasyarakatan sebagai sanggar. Suatu sangkar dikuasai
oleh ciri-ciri retributive, opresif dan punitif sedangkan sanggar diisi dengan ciriciri rehabilitative, korektif dan edukatif.26
Dengan lahirnya sistem pemasyarakatan kita telah memasuki era baru
dalam proses pembinaan narapidana dan narapidana anak. Dalam era baru ini,

narapidana dan narapidana anak mendapat pengayoman dan pembinaan agar
dapat menjadi warga masyarakat yang berguna. Berkaitan dengan hal itu, maka
terdapat beberapa prinsip dalam bimbingan dan pembinaan terhadap narapidana
sebagaimana telah disepakati dalamsuatu Konferensi Dinas Direktur- Direktur
Penjara seluruh Indonesia yang diadakan di Lembang, “Treatment System of
Offenders”.27 Prinsip-prinsip yangtelah disepakti bersama tersebut meliputi :
1. Ayom dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranan
sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna;

25

Ibid., hal. 98.
Bachtiar Agus Salim. Op.,Cit. hlm. 91.
27
A. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia , Bina
Cipta, Bandung, 1979, hlm. 15.
26

Universitas Sumatera Utara


28

2. Menjatuhkan pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Maka tidak
boleh ada penyiksaan terhadap narapidana, satu-satunya derita yang
dialami narapidana hendaknya hanya dihilangkan kemerdekaannya;
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan;
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat dari
sebelum dijatuhi pidana. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak,
mereka harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan;
5. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan
Negara sewaktu saja. Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat
dan ditujukan kepada pembangunan nasional;
6. Bimbingan dan penyuluhan harus berdasarkan Pancasila;
7. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia,
meskipun ia telah tersesat. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan
kemerdekaan;
8. Disediakan sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitative, korektif
dan edukatif dalam system pemasyarakatan.

Prinsip yang tertera diatas sudah cukup untuk menunjukkan penjurupenjuru mana yang harus dituju dengan sistem pemasyarakatan , maka perlakuan
terhadap narapidana dan narapidana anak tidak dapat terpisah dari pada
pembinaan.28

28

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:kLNHkEnXkdUJ:onlinehukum.blogspot.com/2011/01/prinsip-prinsip pokok sistem pemasyarakatan, Pada tanggal 07
januari 2017 pukul 10.30 Wib.

Universitas Sumatera Utara

29

Berkaitan dengan hal itu, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum
maka ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan anak. Hal tersebut didasarkan
terhadap proses tumbuh dan berkembang anak.Namun dalam perkembangannya
terjadi perubahan dimana dalam pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa “ Anak
yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA”. Kemudia dipertegas kembali
di dalam pasal 104 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan

Pidana

Anak

yang

menyebutkan

bahwa

“Setiap

lembaga

pemasyarakatan anak harus melakukan perubahan sistem menjadi LPKA sesuai
dengan Undang-Undang ini paling lama 3 (tiga) tahun.
Dengan adanya aturan tersebut maka perubahan nama dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak direalisasikan

oleh Kementerian Hukum dan Ham RI Sesuai dengan keputusan surat
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkuham) RI No : SEK/R.01.01-88.
Perubahan yang mendasar terhadap perubahan dari Lapas menjadi LPKA yaitu
pemenuhan pendidikan formal terhdap narapidana anak dan pengembangan bakat
sesuai dengan minat narapidana anak.
B.Fungsi dan Tugas Pokok Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Lembaga Pembinaan Khusus Anak merupakan inovasi terbaru dari
lembaga pemasyarakatan sebagai tempat khusus terhadap anak-anak yang terlibat
dengan kenakalan anak yang berujung dengan tindak pidana. Munculnya
Lembaga Pembinaan Khusus Anak merupakan terobosan akan perubahan dalam
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang memisahkan anak dari

Universitas Sumatera Utara

30

narapidana dewasa. Lembaga Pembinaan Khusus anak termasuk bagian dari
pemasyarakatan yang khusus menangani proses pembinaan anak.
Berkaitan dengan pembinaan narapidana anak, lembaga pembinaan khusus
anak memiliki tugas sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 tahun 2015 tentang Organisasi
danTata Kerja LembagaPembinaan Khusus Anak yang menyatakan bahwa LPKA
mempunyai tugas melaksanakan pembinaan anak didik pemasyarakatan. Adapun
klasifikasi dari pembinaan yang dimaksud dalam peraturan pemerintah ini adalah
melakukan pendidikan, pengasuhan,pengentasan, dan pelatihan keterampilan,
serta layanan informasi.
Dalam menjalankan tugas tersebut, lembaga pembinaan khusus anak
berdasarkan pasal 4 peraturan pemerintah yang sama menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut:
a. Registrasi dan klasifikasi yang dimulai dari penerimaan, pencatatan baik secara
manual maupun elektronik, penilaian, pengklasifikasian, dan perencanaan
program;
b. Pembinaan yang meliputi pendidikan, pengasuhan, pengentasan dan pelatihan
keterampilan, serta layanan informasi;
c. Perawatan yang meliputi pelayanan makanan, minuman danpendistribusian
perlengkapan dan pelayanan kesehatan;
d. Pengawasan dan penegakan disiplin yang meliputi administrasi pengawasan,
pencegahan dan penegakan disiplin serta pengelolaan pengaduan; dan

Universitas Sumatera Utara


31

e. Pengelolaan urusan umum yang meliputi urusan kepegawaian, tatausaha,
penyusunan rencana anggaran, pengelolaan urusan keuangan serta perlengkapan
dan rumah tangga.
C.Sistem Pemasyarakatan dan Asas-Asas Dalam Sistem Pembinaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Sistem Pemasyarakatan yang diterapkan di Indonesia terkandung suatu
cita-cita besar. Dalam mewujudkan sistem pemasyarakatan tersebut, pemerintah
berusaha mengganti secara keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang
masih mendasarkan pada sistem kepenjaraan dengan peraturan yang terdasarkan
nilai Pancasila dan UUD 1945, maka dibentuklah undang-undang nomor 12 tahun
1995 tentang pemasyarakatan yang terdiri dari 8 bab dan 54 pasal.29
Dalam Pasal 1 ayat(2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, ditentukan bahwa:
“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. 30
Dari rumusan pasal 1 ayat (2) tersebut, terlihat bahwa sistem
pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu
29
30

Marlina, Hukum Penitensier,Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 127-126.
Ibid., hlm. 125.

Universitas Sumatera Utara

32

antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk mewujudkan suatu
peningkatan narapidana agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat.
Pernyataan

tersebut

menggambarkan

bahwa

unsur-unsur

sistem

pemasyarakatan adalah Pembina, yang dibina dan masyarakat.
Kemudian dalan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan ditegaskan bahwa: “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan
dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab”.31
Dalam proses Pembinaan terhadap narapidana maupun narapidana anak,
setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, pembinaan narapidana maupun narapidana anak diatur melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 yang berdasarkan pasal 7 ayat (2)
bahwa pembinaan terdiri atas 3 tahap yaitu :
a. Tahap Awal;
b. Tahap Lanjutan, dan
c. Tahap Akhir.32
Selanjutnya berdasarkan pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan menyebutkan bahwa :
31
32

Ibid., hlm. 126.
Marlina, Loc.cit.

Universitas Sumatera Utara

33

1.Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 aya(1) meliputi :
a.Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1
(satu) bulan;
b.Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
c.Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan
d.Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal .
2.Pembinaan tahap lanjutan meliputi:
a.Perencanaan program pembinaan lanjutan;
b.Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c.Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan dan;
d.Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
3.Pembinaan tahap akhir, meliputi :
a.Perencanaan program integrasi;
b.Pelaksanaan program integrasi dan;
c.Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.33
Sehubungan dengan itu dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 31/1999
disebutkan bahwa:
1)Pembinaan tahap awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di lembaga
pemasyarakatan.
2)Pembinaan tahap akhir dilaksanakandi luar LAPAS oleh BAPAS.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah telah
memberikan sebuah upaya yang signifikan untuk melakukan perubahan terhadap

33

Ibid., hlm. 129-130.

Universitas Sumatera Utara

34

kondisi terpidana melalui proses pembinaan, pendidikan dan memperlakukan
narapidana dengan sangat manusiawi, melalui hak-hak narapidana.
Dalam penjelasan pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ agar menjadi manusia seutuhnya
adalah upaya untuk memulikan narapidana kepada fitrahnya dalam hubungan
manusia dengan tuhannya, manusia dengan pribadinya, manusia dengan
sesamanya manusia dan manusia dengan lingkungannya. Untuk menjadi manusia
seutuhnya sebagaimana dipaparkan diatas, maka harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Menjadi anggota masyarakat yang berguna aktif dan produktif
Maksudnya

adalah

setelah

kembalinya

narapidana

kekehidupan

bermasyarakat maka narapidana tersebut dapat berguna bagi masayarakat
dimana iya tinggal.
b. Berbahagia dunia akhirat
Maksudnya

adalah

setelah

keluarnya

narapidana

dari

lembaga

pemasyarakatan narapidana tersebut dapat menemukan dan melanjutkan
kehidupannya kembali.34
Pelaksanaan pidana penjara dengan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia
saat ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Dwidja Priyatno menyatakan bahwa Penjelasan umum UndangUndang Pemasyarakatan yang merupakan dasar yuridis filosofis tentang
pelaksanaan sistem Pemasyarakatan di indonesia dinyatakan bahwa:

34

ibid., hlm. 124.

Universitas Sumatera Utara

35

1. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru
mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan registrasi sosial warga binaan
pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang lebih dari 30
tahun yang dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan;
2. Walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan (stelsel)
pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHAP), pelepasan
bersyarat (Pasal 15 KUHAP) , dan pranata khusus penentuan serta penghukuman
terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47 KUHAP), namun pada dasarnya sifat
pemidanaan masih berrtolak dari asas dan sistem pemenjaraan. Sistem
pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan,
sehingga institusi yang dipergunakan sebagai temapat pembinaan adalah rumah
penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah;
3.Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan
penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur-angsur
dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep
rehabilitasi dan registrasi sosial,agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak
lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga
masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya. 35
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sejak Tahun 1964 sistem
pembinaan narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem
kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan.

35

Dwidja Priyatno, op.,cit. hlm. 102.

Universitas Sumatera Utara

36

Sistem pemasyrakatan yang dimuat dalam ketentuan pasal 1 ayat (2)
tersebut dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana didasarkan pada
beberapa hal, yaitu sebagaimana yang termaktub dalam pasal 5 undang-undang
pemasyarakatan

yang menyatakan bahwa Sistem pembinaan pemasyarakatan

dilaksanakan berdasarkan asas :
1. Pengayoman;
2. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
3. Pendidikan;
4. Pembimbingan;
5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan;
7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan oangorang tertentu.36
Dalam penjelasan Undang-undang nomor 12 than 1995, ketentuan pasal 5
dijelaskan sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan pengayoman adalah Perlakuan terhadap warga
binaan pemasyarakatan adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari
kemungkinan

diulanginya

tindak

pidana

oleh

warga

binaan

pemasyarakatan, juga memberi bekal kepada kehidupan warga binaan
pemasyarakatan menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.
2. Yang dimaksud dengan persamaan perlakuan dan pelayanan adalah
pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan
pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.

36

Ibid., hlm.106.

Universitas Sumatera Utara

37

3. Yang dimaksud dengan pendidikan adalah Di dalam lapas warga binaan
pemasyarakatan mendapat pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan
pancasila.

Antara

lain

dengan

menanamkan

jiwa

kekeluargaan,

keterampilan, pendidikan kerohaniandan kesempatan menunaikan ibadah
sesuai dengan agamanya masing-masing.
4. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah Warga binaan pemasyarakatan
di Lapas juga mendapat pembinaan yang diselenggarakan berdasarkan
pancasila

dengan

menanamkan

jiwa

kekeluargaan,

keterampilan,

pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah agama.
5. Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia
adalah sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus
tetap diperlakukan sebagai manusia.
6. Yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya
penderitaan adalah Warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam
Lapas untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan keputusan/penetapan
hakim. Maksud penempatan itu adalah untuk memberi kesempatan kepada
negara untuk memperbaikinya, melaui pendidikan dan pembinaan. Selama
dalam Lapas warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya
yang lain sebagaimana layaknya manusia. Atau dengan kata lain hak-hak
perdatanya tetap dilindungi. Warga binaan pemasyarakatan tidak boleh
diperlakukan diluar ketentuan undang-undang, seperti dianiaya, disiksa,
dan sebagainya.
7. Yang dimaksud dengan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu adalah Warga binaan pemasyarakatan

Universitas Sumatera Utara

38

harus tetap didekatkan dan dikenalakan dengan masyarakat serta tidak
boleh diasingkan dari masyarakat. Untuk itu , ia tetap harus dapat
berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke
dalam Lapasdari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan
berkumpul dengan bersama sahabat dan keluaraga seperti program cuti
mengunjungi keluarga.37
Asas-asas pembinaan tersebut pada prinsipnya mencakup 3 pikiran
pemasyarakatan yaitu sebagai tujuan, proses dan motode.38
a.Sebagai tujuan
Berarti dengan pembimbingan pemasyarakatan diharapkan narapidana
dapat menyadari perbuatannya dan kembali menjadi warga yang patuh dan taat
pada hukum yang berlaku;
b.Sebagai proses
Berarti berbagai kegiatan yang harus dilakukan selama pembinaan dan
pembimbingan berlangsung; dan
c.Sebagai metode
Merupakan cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan pembinaan
dan pembimbingan dengan sistem pemasyarakatan.
Seluruh proses pembinaan narapidana dengan sistem pemasyarakatan
merupakan suatu kesaturan yang integral untuk mengembalikan narapidana
kepada masyarakatan dengan bekal kemampuan (mental, phisik, keahlian,

37

Ibid., hlm. 107.
Romli Atmasasmita, Beberapa Catatan Isi Naskah RUPemasyarakatan, Rineka,
Bandung, 1996, hlm.12.
38

Universitas Sumatera Utara

39

keterpaduan, sedapat mungkin pula financial dan material) yang dibutuhkan untuk
menjadi warga yang baik dan berguna. 39
D.Hak-Hak Narapidana dan Syarat-Syarat pelaksanannya
Sebagai seorang yang sedang menjalani pidana, bukan berarti narapidana
kehilangan semua hak-haknya sebagai manusia atau bahkan tidak mempunyai hak
apapun. Dalam menjalani pidananya, hak narapidana telah diatur dalam Sistem
Pemasyarakatan, yaitu suatu sistem pemidanaan baru yang menggantikan sistem
kepenjaraan.
Indonesia sebagai negara hukum sudah seharusnya mengayomi hak-hak
narapidana walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu juga ada
ketidakadilan perilaku bagi narapidana, misalnya tidak mendapatkan pendidikan
yang layak, penyiksaan, tidak mendapatfasilitas yang wajar, dan tidak adanya
kesempatan untuk mendapat remisi serta bebas bersayarat. Hak-hak narapidana
diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan yaitu :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b.Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c.Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d.Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e.Menyampaikan keluhan;
f.Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massalainnya yang
tidak dilarang;
39

Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pembinaan Narapidana di
Indonesia , Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm.13.

Universitas Sumatera Utara

40

g.Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orangtertentu lainnya;
i.Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j.Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungikeluarg;
k.Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l.Mendapatkan cuti menjelang bebas dan;
m.Mendapatkan hak-hak lainsesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.40

Hak-hak narapidana secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1.Hak-hak umum, yaitu hak yang secara langsung dapat diberikan kepada
narapidana di LPKA tanpa syarat-syarat tertentu yang bersifat khusus.
2.Hak-hak khusus, yaitu hak yang hanya diberikan kepada narapidana di
LPKA yang telah memenuhi persyaratan tertentu yang bersifat khusus yakni
persyaratan substantif dan administratif.41
Adapun hak-hak yang bersifat umum tersebut adalah :

a. Hak melakukan ibadah;
b. Hak mendapatkan perawatan rohani dan jasmani;
c. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Hak menyampaikan keluhan;
f. Hak mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa;
g. Hak mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
40

Dwidja Priyatno, op.,cit. hlm. 111.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1402145f85d2e21c7dbd33a2204e0acf.pdf Pada
Tanggal 11 Januari 2016 Pukul 11.00 Wib.
41

Universitas Sumatera Utara

41

h. Hak menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu.
Hak-hak khusus, adalah :

a. Hak mendapatkan pengurangan masa pidana atau remisi;
b. Hak mendapatkan kesempatan mendapakan asimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga;
c. Hak mendapatkan pembebasan bersyarat;
d. Hak mendapatkan cuti menjelang bebas.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hak-hak
yang bersifat khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
ialah sebagai berikut :
a. Hak mendapatkan pengurangan masa pidana atau remisi
Berdasarkan pasal 34 Peratauran Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
syarat-syarat yang dipenuhi untuk mendapatkan remisi yaitu :

(1)Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.
(2)Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapa tdiberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi syarat:
a.Berkelakuan baik; dan
b.Telah menjalani masa pidana lebih dari6 (enam) bulan.
(3)Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dibuktikan dengan:
a.Tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; dan

Universitas Sumatera Utara

42

b.Telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS
dengan predikat baik.
Untuk Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena
melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi
manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain
harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar
perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b.Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana
korupsi; dan
c.Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS
dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,serta menyatakan ikrar:
1)Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis
bagi Narapidana Warga Negara Indonesia; dan
2)Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis
bagi Narapidana Warga Negara Asing yang dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme.
b. Hak mendapatkan kesempatan mendapakan asimilasi
Berdasarkan pasal 36 Peratauran Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
syarat-syarat yang dipenuhi untuk mendapatkan asimilasi yaitu :

Universitas Sumatera Utara

43

(1)Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan
Asimilasi.
(2)Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a.Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi persyaratan:
1.Berkelakuan baik;
2.Aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3.Telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.
b.Anak Negara dan Anak Sipil, setelah menjalani masa pendidikan di LAPAS
Anak selama6 (enam) bulan pertama.
c.Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1), setelah memenuhi persyaratan:
1.Berkelakuan baik;
2.Aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3.Telah menjalani2/3 (dua per tiga) masa pidana.
c. Hak mendapatkan pembebasan bersyarat
Berdasarkan pasal 43 Peratauran Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
syarat-syarat yang dipenuhi untuk mendapatkan asimilasi yaitu :
(1)Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak
mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
(2)Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
syarat:
a.Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dengan
ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9
(sembilan) bulan;

Universitas Sumatera Utara

44

b.Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9
(sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal2/3 (dua per tiga) masa
pidana;
c.Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan
bersemangat; dan
d.Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana .
Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana
yang tertuang pula dalam pasal 34A ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam Pembinaan Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung Gusta Medan.

30 283 119

PEMBINAAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) DALAM Pembinaan Terhadap Anak Didik Pemasyarakatan Di LembagaPembinaan Khusus Anak (LPKA) Dalam Mewujudkan Tujuan Pemidanaan(Studi Kasus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak

0 11 17

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 10

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 1

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 24

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan ) Chapter III V

0 0 45

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 5

Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( Studi Kasus Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan )

0 0 21

BEGAL ANAK; PEMENUHAN HAK DAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

0 0 18

PERAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK DALAM PROSES PEMBINAAN ANAK PIDANA (Studi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung)

1 21 14