Bab III Perkembangan Industri
BAB III
PERKEMBANGAN INDUSTRI.
1. Meskipun selama beberapa tahun ini telah
dimulai pembuatan beberapa barang-barang jang
sebelumnja selalu diimpor serta perluasan dari
industri-industri jang telah ada, pada umumnja dapat
ditarik kesimpulan bahwa perkembangan dilapangan
ini belum memuaskan. Dibeberapa tjabang industri
terdapat kemadjuan, akan tetapi ditjabang-tjabang
lain harus diakui bahwa telah terdjadi kemunduran.
Hal ini terdjadi disebabkan oleh pelbagai faktor jang
menghalang kelantjaran produksi.
Selama beberapa tahun ini pendapatan devisen
negara kita telah merosot, jang menimbulkan
kesukaran pula dalam perbekalan dan persediaan
bahan-bahan
dan
mesin
untuk
industri
serta
menghambat perluasan pemakaian mesin-mesin luar
negeri. Selain dari pada ini terdapat pula kekurangan
modal, skilled labour dan management jang
berpengalaman. Dengan diambil alihnja perusahaanperusahaan Belanda kekurangan managerial skill ini
lebih njata tampaknja. Semua hal ini mau tak mau
mempengaruhi kelantjaran produksi serta ladjunja
persiapan-persiapan untuk mendirikan pabrik-pabrik
bare.
2. Kekurangan devisen disamping defisit anggaran
belandja telah menimbulkan kenaikan tingkat hargaharga. Dengan diadakannja peraturan-peraturan B.E.
dun T.P.I. harga-harga barang impor telah naik dengan
tidak sedikit.
Meskipun pada umumnja Indonesia dapat disebut
seller ' s market, jang berarti bahwa disini apa sadja
jang dibuat dapat didjual dengan mudah, daja
pembeli rakjat ada batasnja. Djadi meskipun biaja
B.E., T.P.I. dan lain-lain dapat dimasukkan dalam
ongkos-ongkos produksi namun ini belum berarti
bahwa produsen selain dapat. mengambil keuntungan
jang lajak.
47
3. Dengan terbatasnja devisen untuk keperluan
industri sukar sekali untuk mengalokasikan devisen
untuk impor barang-barang modal, bahkan alokasi
untuk spare-parts dan bahan-bahan sadja sudah
harus dikurangi. Maka dari itu dalam tahun-tahun
belakang-an ini telah dipergiat usaha untuk
mendapat pindjaman-pindjaman dari luar negeri.
Untuk keperluan ini telah disediakan kredit-kredit
dari Nederland (kredit B, jang dihentikan dalam
tahun 1958), Djerman Barat, Perantjis, Italia,
Swedia,
Denmark,
Polandia,
Canada
dan
Tjechoslowakia (kredit C), serta kredit Eximbank,
kredit Russia dan kredit Djepang. Beberapa dari
kredit ini baru tersedia dalam tahun 1958.
Pemakaian dalam sektor industri partikelir menurut
persetudjuan dan Panitya Kredit Luar Negeri ialah
sebagai berikut (dihitung dengan kurs resmi tanpa
B.E.):
1955 .................... Rp. 74.522.401,—
1956 ................... „ 43.838.348,36
1957 .................... „ 16.641.764,—
1958 .................... „ 13.413.204,—
Sebagian dari kredit-kredit ini dipergunakan untuk
complete units dan selebihnja untuk penggantian
(replacements), tambahan dan spare-parts. Djumlahdjumlah jang dipergunakan untuk partikelir hanja
merupakan
sebagian
ketjil
dari
kredit-kredit
seluruhnja. Selebihnja dipergunakan untuk pelbagai
projek Pemerintah, baik untuk industri maupun untuk
lapangan-lapangan lain.
Dari daftar diatas dapat dilihat bahwa penggunaan
kredit luar negeri oleh pihak industri partikelir telah
merosot. Ini terdjadi oleh karena kekurangan modal
disatu pihak (modal jang diperlukan untuk impor
mesin-mesin
dan
sebagainja,
harus
sekurang-
kurangnja enam kali kurs resmi berhubung dengan
B.E., T.P.I. dan bea masuk) dan dilain pihak karena
timbul kechawatiran bahwa harga B.E. akan naik
dikemudian han atau akan ditambah dengan beban
lain oleh karena pemindjam harus membajar kembali
(berikut bunga) dengan B.E. untuk transfer uang
keluar negeri.
48
KREDIT DARI BANK-BANK KEPADA
PERUSAHAANPERUSAHAAN INDUSTRI.
Tabel 38.
Bank
Indonesia,
Bank Negara
IndoRp. 366 djuta
„ 302 „
„ 354 „
„ 383 „
„ 371 „
Bank-bank
partikelir nasional
(jg. bukan bank
devisen)
Rp. 30 djuta
„ 47 „
„ 108 „
„ 241 „
„ 308 „
Desember 1954
„
1955„
1956„
1957„
1958
Sumber : Bank Indonesia.
Kenaikan kredit-kredit ini terutama terdjadi oleh
karena harga-harga dari bahan telah naik dengan
sangat.
Disamping ini Pemerintah memberikan kredit
melalui Kemen-terian Perindustrian, Dana Industri
Ketjil, dan sebagainja.
5. Untuk mengetahui kemadjuan dalam lapangan
industri tidak dapat didasarkan pada statistikstatistik jang lengkap, melainkan pada indicatorindicator sadja.
Suatu indicator jang dapat dipakai ialah djumlah
perusahaan-perusahaan jang ada dalam tiap tjabang
industri serta besarnja produksi perusahaanperusahaan bersangkutan. Oleh Biro Pusat Statistik
mulai dari tahun 1954 telah dikumpulkan angkaangka statistik mengenai hal ini, tetapi haruslah
diingat, bahwa angka-angka tersebut belum (tidak)
menggambarkan keadaan seluruhnja, karena ada
perusahaan-perusahaan jang tidak memasukkan
laporannja atau alama dari beberapa perusahaan
tidak
diketahui,
sehingga
ada
kemungkinan
perusahaan tersebut telah bekerdja sedjak tahun
1955 dan baru didaftarkan dalam tahun 1956,
misalnja.
6. Indicator lain ialah pertumbuhan besarnja
kapasitet menurut izin jang diberikan kepada
perusahaan-perusahaan industri jang termasuk
dalam lapangan perindustrian jang diawasi. Dalam
hal ini haruslah diadakan pembedaan antara
kapasitet
menurut
izinnja
dengan
produksi
sebenarnja. Izin tersebut berdasarkan Undang.
undang
Pembatasan
„Bedrijfsreglementeringsverordening 1934”, jang
diperluas sehingga seluruhnja meliputi 27 tjabang
perusahaan industri. Tabel 40 menundjukkan
kapasitet sepuluh tjabang industri menurut izin jang
dikeluarkan.
49
7. Djumlah impor bahan baku dan penolong ialah
suatu indicator lain, karena sebagian perusahaanperusahaan
industri
di
Indonesia
masih
membutuhkan bahan dan penolong dari luar negeri.
Tetapi dalam hal inipun harus diperhitungkan
adanja spekulasi bahan-bahan baku dan penolong
itu, sehingga banjaknja diimpor sesuatu djenis
bahan,
belumlah
berarti
bahwa
perusahaanperusahaan jang membutuhkannja terdjamin dalam
memperoleh bahan-bahan ter-sebut.
IMPOR BAHAN-BAHAN BAKU DAN PENOLONG
(berat kotor dalam 1.000 ton).
Tabel 39.
Tahun
1953
1954
1955
1956
1957
1958*)
Termasuk Minjak
Tanah
dan hasil-hasilnja.
3.294
3.191
4.096
4.386
5.371
2.513
Sumber: Biro Pusat Statistik
_________
*) Angka sementara.
Tidak termasuk
Minjak
Tanah dan hasil921
970
1.226
1.439
1.485
800
50
KAPASITET PERUSAHAAN-PERUSAHAAN JANG TUNDUK PADA PERATURAN
PEMBATASAN MENURUT LISENSINJA.
Tab el 40.
Sumber : Kementerian Perindustrian
___________
1) Kapasitet: ton beras/7 djam kerdja.
2) Banjaknja alat-alat (mesin).
3) Termasuk izin sementara, jakni 1.002 ton/7 djam kerdja.
51
Djumlah (berat) impor bahan baku dan penolong
(tidak termasuk minjak tanah) menundjukkan
kenaikan sampai tahun 1957 dan menurun dalam
tahun 1958. Penurunan ini tidak merata jang untuk
sebagian dapat dilihat dalam perintjian dalam label
41.
IMPOR BEBERAPA BAHAN JANG PENTING
(berat kotor dalam ton).
Tabel 41.
1953 1954
Tjengkeh
Tembakau
(lembaran dan
tangkai)
Kapas
(bukan kapas
Benang tenun:
dari kapas
lain
Kain-kain dari kapas:
Shirting, super,
sheeting, cambrics
Karung guni
Kertas koran
(tidak berwarna)
Kertas tulis
Kertas sigaret
Besi dan badja:
batangan
lembaran
barang-barang
konstruksi
1955 1956
1957
1958
*)
3.333 7.521 6.786 12.82
4
7.164
8.338
8.866 6.995 8.751 16.25
8
5.078 5.684 7.116 7.841
9.781
3.851
9.327
8.125
12.95 14.37 17.95 20.46
8.852 9.631 14.29 11.45
10.554 16.068
18.499 12.803
25.82 21.46 22.23 21.82
28.28 24.57 29.95 19.21
23.703 16.580
15.915
9.674
7.610 10.55 9.763 13.42
30.84 20.67 36.34 25.87
8 3.513
8 4.286
0 3.235
5
3.027
11.867 14.336
44.263 25.727
4.034
3.685
37.75 27.30 40.17 26.80 44.224 22.776
63.73 82.71 59.63 83.18 128.036 60.873
2.917
976 2.261 3.303
6.923
5.184
Sumber: Biro Pusat Statistik.
Nilai impor bahan-bahan baku dan penolong untuk
industri dalam tahun 1958 adalah Rp. 1.417 djuta
dan dari barang-barang modal adalah Rp. 757,5
djuta. Djumlah jang dibutuhkan sebetulnja lebih
kurang dua kali lipat. Dalam pembagian devisen
untuk keperluan ini industri dibagi dalam tiga
golongan prioriteit, jakni:
*) Angka-angka sementara.
52
a. industri jang sangat essensiil,
b. industri jang essensiil,
c. industri jang semi-essensiil.
8. Dari indicator-indicator jang ada dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebanjakan industri-industri besar
menundjukkan kenaikan hingga tahun 1957, sedang
dalam tahun 1958 produksi industri pada umumnja
telah turun dengan tidak sedikit. Tjabang-tjabang
industri (perusahaan besar) jang hingga tahun 1957
madju atau sekurang-kurangnja sama, diantaranja
ialah industri-industri aluminium, logam, pantji
email, plastik, ban mobil, truck dan speda, lampu
pidjar,
baterei,
semen,
rokok,
pemintalan,
peradjutan, pertenunan, bahan pembalut, karat busa,
margarine dan sebagainja.
Kemerosotan dikebanjakan industri dalam tahun
1958 terutama terdjadi oleh karena kekurangan
devisen. Pada umumnja industri-industri assembling
jang mula-mula timbul dimana-mana, dalam tahuntahun terachir mengalami kemerosotan disebabkan
karena mereka praktis seluruhnja bergantung dari
impor onderdeel dari luar negeri, oleh karena
industri-industri
dalam
negeri
belum
dapat
membikin barang-barang jang mereka butuhkan
sebagaimana telah diharapkan oleh Pemerintah.
Apakah perkembangan tersebut djuga terdjadi
dalam industri ketjil tidak diketahui dengan pasti,
oleh karena dibidang ini telah terdjadi banjak
pergeseran jang hanja dimungkinkan oleh fl exi bility dari alat-alat jang dipakai jang untuk sebagian
besar masih sederhana sekali sehingga dapat
dipakai untuk pembuatan bermatjam-matjam barang
sesuai dengan keadaan. Disamping ini industriindustri ketjil tidak begitu bergantung pada bahanbahan jang harus diimpor, bahkan mereka ada
kalanja terdesak oleh barang-barang impor atau
barang-barang basil industri besar.
Disini hanja diberi angka-angka statistik mengenai
perkembangan
industri-industri
triko
dan
pertenunan bestir (tabel 42 dan 43), jang djuga
dalam tahun 1958 menundjukkan kemadjuan,
meskipun disinjalir produksi dibawah kapasitet.
9. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan mengenai
persediaan
bahan-bahan
baku
dan
penolong
Pemerintah telah mengambil beberapa tindakan,
antara lain:
a. Kewadjiban mendaftarkan perusahaan-perusahaan
asing serta perusahaan-perusahaan jang termasuk
27 djenis perusahaan jang dibatasi pada Madjelis
Perniagaan dan Perindustrian, sesuai dengan
Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian
dan Menteri Perdagangan tertanggal 5 Djuli 1958
dengan maksud untuk mendjamin pembagian
bahan baku dan penolong jang di-
53
butuhkan
oleh
perusahaan-perusahaan
bersangkutan.
Perusahaan-perusahaan
jang
melanggar
peraturan
pendaftaran,
sehingga
memperoleh bahagian bahan jang melebihi
kebutuhannja dikenakan sanksi;
b. pembentukan „Panitya Kertas ” pada tanggal 5 Djuli
1958, dengan tugas menjelenggarakan hal-hal jang
berhubungan
dengan
impor,
pembagian
dan
pemakaian kertas;
c. penetapan 40% dari impor benang tenun dan
distribusinja semendjak tanggal 19 Agustus 1958
mendjadi
tugas
Jajasan
Persediaan
Bahan
Perindustrian (J.B.P.);
d. usaha untuk mengadakan stockpiling bahanbahan industri telah direntjanakan oleh Menteri
Perindustrian.
Selain dari tindakan-tindakan Pemerintah ini, djuga
usaha-usaha
Pemerintah
maupun
dari
pihak
pengusaha industri partikelir dalam mendirikan
perusahaan-perusahaan industri jang menghasilkan
bahan-bahan industri untuk pemakaian didalam
negeri, merupakan salah satu tindakan untuk tidak
semata-mata
menggantungkan
kontinuitet
produksinja pada kelantjaran impor bahan-bahan
tersebut dari luar negeri.
Dapat
disebut
umpamanja,
pendirian
pabrik
pemintalan benang oleh Pemerintah di Semarang
dan Tjilatjap dengan kapasitet masing-masing
30.000 mata pintal, dan pabrik pemintalan benang
rami di Pematang Siantar dengan kapasitet 6.000
mata pintal. Hingga sekarang pabrik-pabrik ini
masih mengolah bahan-bahan jang diimpor, akan
tetapi tudjuan terachir ialah penanaman kapas dan
rami didalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
pabrik-pabrik pemintalan tersebut.
Oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia telah
pula direntjanakan pendirian pabrik cambric di
Jogjakarta. Demikian pula Koperasi Batik „Batari”
telah merentjanakan pabrik cambric di Solo. Pada
triwulan kedua tahun 1958 telah diresmikan
pembukaan pabrik tekstil di Pekalongan dengan
kapasitet produksi cambric 54.000 yard sebulan.
10. Suatu persoalan jang timbul dalam beberapa
tahun terachir ini ialah terdjadinja pertentangan
antara kebutuhan konsumsi dalam negeri dengan
kepentingan ekspor, misalnja dalam hal kopra, minjak
kelapa, kulit hewan, gula, minjak tanah dan
sebagainja.
Persaingan
tersebut
menjebabkan
berkurangnja penerimaan devisen.
11. Dalam masa belakangan ini telah timbul pula
kesukaran dalam pengangkutan barang-barang, baik
pengangkutan laut maupun pengangkutan darat. Hal
ini
mengurangi
supply
dari
bahanbahan,
mempersukar pendjualan serta meninggikan hargaharga.
54
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN TRIKO. *)
Tabe l
42.
Tahun
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
Triwulan I
„
II
„
III
Banjaknja
Perusahaan2
jang memberi
laporan
Djumlah
pemakaian
benang
ton
1.000 lusin
10
15
19
21
27
27
554
762
1.217
1.591
2.030
2.782
171
304
639
724
1.033
824
54
56
68
179
290
458
114
159
160
129
123
298
27
27
27
561
535
820
108
148
224
112
102
137
74
66
119
P R O D U K S I TERPENTING
Singlet
Borstrok
Sport-poloshirt
1.000 lusin
1.000 lusin
Sumber: Biro Pusat Statistik.
*) Jang mempergunakan mesin-mesin listrik.
55
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PERTENUNAN BESAR. Tabel
43.
P R O DUKSI
Banjaknja Perusahaan *)
Masa
Jang
dikirim
pormulir
Jang
memberi
laporan
I
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
Triwulan I
„
II
„
III
Djumlah
pemakaian
benang
Barang tekstil
jang tidak dipotong2, tidak
memandang djenis
dan lebarnja
ton
1.000 lembar
72
76
72
72
70
65
61
67
65
68
64
61
6.056
8.600
9.195
10.318
10.296
10.660
29.118
42.829
46.144
50.027
52.959
56.336
64
64
64
61
63
62
2.727
2.312
2.868
14.075
12.307
15.007
Sumber: Biro Pusat Statistik.
Keterangan:
Perusahaan-perusahaan dengan Surat izin dan mempunjai kapasitet jang dapat
dipersamakan dengan
65 alat tenun mesin lebar satu kali.
*) Achir masa.
56
T E R P E N T I N G
2
sarong/
Kain pandjang
Selendang Handuk
1.000 meter
3.224
3.579
3.925
3.465
3.216
2.707
588
482
589
113
71
14
10
1
2
-
1.863
2.779
2.611
2.829
3.020
3.020
858
464
640
12. Sebuah panitya jakni Panitya Koordinasi
Pendaftaran Per-usahaan telah dibentuk dilingkungan
Kementerian Perindustrian didalam tahun 1958, jang
bertugas antara lain :
a. mengkoordinir
tjara-tjara
pemungutan
keterangan-keterangan
dari
perusahaanperusahaan industri diseluruh Indonesia jang
masuk kekuasaan Kementerian Perindustrian;
b. mempersiapkan bahan-bahan untuk pembentukan
Undang-undang
Pendirian
Perusahaan
serta
Undang-undang Pendaftaran.
Diharap bahwa dengan adanja pendaftaran akan
diketahui dengan lebih djelas keadaan industri
didalam negeri.
13. Dalam Undang-undang Penanaman Modal
Asing, jang ber-laku mulai tanggal 27 Oktober 1958,
ditentukan lapangan-lapangan jang disediakan untuk
Pemerintah, partikelir asing, dan tjampuran. Dengan
adanja undang-undang ini diperoleh dasar hukum
jang ditunggu-tunggu oleh pengusaha-pengusaha
asing sebelum mereka bersedia untuk menanam
modalnja di Indonesia.
14. Dalam membangun industri-industri dinegara
kita patut ditjatat peranan jang dipegang Bank
Industri Negara. Projek-projek ham telah banjak
diselenggarakan, tetapi disamping itu B.I.N. djuga
tidak melupakan memperbaiki atau memperluas
projek-projek jang telah ada, dengan tjara partisipasi
atau membeli perusahaan jang bersangkutan.
Usaha Bank Industri Negara dapat dibagi dalam :
a. 100% usaha B.I.N.;
b. bekerdja sama dengan pihak partikelir;
c. bekerdja sama dengan pihak Pemerintah.
a.
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN JANG 100%
USAHA B.I.N.
SERTA MODAL JANG TELAH DITANAM
(dalam Rp. 1.000,—).
Tabel 44.
(1) Pabrik teh Natar (peti
(2) Asbestos Semen (Semen)
(3) N.V. Tjemani (persh. tinta
(4) N.V. Gaja Motor (auto)
(5) N.V. Djantra (benang)
(6) Galangan kapal Djakarta
(kapal)
Sumber: B.I.N.
1956
1957
1958
3.897
12
6.032
3.307
710
—
5.063
9
3.623
8.300
1.023
—
4.54
6.74
491
—
231
4.25
0
57
Perusahaan No. 1 sampai dengan No. 3 diharapkan
dalam
tahun
1959
ini
mulai
bekerdja
dan
menghasilkan, sedang perusahaan-perusahaan No. 4
dan No. 5 adalah, perusahaan lama jang mengalami
perbaikan ataupun perluasan. Selandjutnja mengenai
pabrik botol Iglas di Surabaja dan pabrik-pabrik
kertas di Notog dan di Blabak diuraikan dalam
Bagian Kedua, Bab VII, Perindustrian.
b. PERUSAHAAN-PERUSAHAAN B.I.N. DAN PIHAK
PARTI-KELIR SERTA MODAL JANG TELAH
DITANAM
(dalam Rp. 1.000,—)
Tabel 45.
1956
1957
1958
1. N.V. Intirub (ban mobil)
3.000
2. N.V. Indorub
—
3. N.V. Seranite
6.931
4. (hardboard)
P.T. Lacta Murni (susu)
—
5. N.V. Blima Baru (logam) 3.393
6. N.V. Tarsi Martani
41
7. N.V. Perbedij (besi)
1.231
8. N.V. Perdana
5.861
9. N.V. Inaltu (alat-alat
1.958
10. tulis)
N.V. Grafika Indonesia
(Pertjetakan)
64
11. N.V. Indonesian Service
Corporation (auto)
14.021
12. N.V. Pabrik agar-agar
6.425
49.80
41.10
0
1.041
900
4.896
575
1.315
1.489
434
17.00
9.500
6
150
6.211
453
—
—
—
545
—
746
1.839
—
—
Sumber : B.I.N.
Perusahaan No. 1 sampai dengan No. 5 merupakan
perusahaan-perusahaan
jang
baru
didirikan.
Perusahaan-perusahaan itu sekarang sudah ada jang
berdjalan, ada jang baru dalam tingkat pembangunan dan selambat-lambatnja dalam tahun 1960
akan selesai. Perusahaan No. 6 sampai dengan No.
11
adalah
perusahaan-perusahaan
lama
jang
mengalami perbaikan ataupun perluasan.
58
c. PERUSAHAAN-PERUSAHAAN B.I.N. DAN PEMERINTAH
(dalam Rp. 1.000,—).
Ta b e l 4 6 .
1956
N.V.
(susu)
Saridele4.189
1957
195
1.313
416
Sumber : B.I.N.
Perusahaan-perusahaan lain, jakni pabrik pemintal
rami di Pematang Siantar, pabrik pemintal Tjilatjap,
pabrik semen Gresik dan penggergadjian kaju
Sampit Dajak diuraikan dalam Bagian Kedua, Bab
VII, Perindustrian.
Meskipun pada permulaannja modal B.I.N. didapat
dari anggaran Pemerintah, keuangan ini tidak
termasuk alokasi R.P.L.T., lagi pula perusahaanperusahaan
B.I.N.
bekerdjanja
sebagai
usaha
partikelir, sehingga perusahaan B.I.N. ini tidak
diuraikan dalam pelaksanaan R.P.L.T.
59
PERKEMBANGAN INDUSTRI.
1. Meskipun selama beberapa tahun ini telah
dimulai pembuatan beberapa barang-barang jang
sebelumnja selalu diimpor serta perluasan dari
industri-industri jang telah ada, pada umumnja dapat
ditarik kesimpulan bahwa perkembangan dilapangan
ini belum memuaskan. Dibeberapa tjabang industri
terdapat kemadjuan, akan tetapi ditjabang-tjabang
lain harus diakui bahwa telah terdjadi kemunduran.
Hal ini terdjadi disebabkan oleh pelbagai faktor jang
menghalang kelantjaran produksi.
Selama beberapa tahun ini pendapatan devisen
negara kita telah merosot, jang menimbulkan
kesukaran pula dalam perbekalan dan persediaan
bahan-bahan
dan
mesin
untuk
industri
serta
menghambat perluasan pemakaian mesin-mesin luar
negeri. Selain dari pada ini terdapat pula kekurangan
modal, skilled labour dan management jang
berpengalaman. Dengan diambil alihnja perusahaanperusahaan Belanda kekurangan managerial skill ini
lebih njata tampaknja. Semua hal ini mau tak mau
mempengaruhi kelantjaran produksi serta ladjunja
persiapan-persiapan untuk mendirikan pabrik-pabrik
bare.
2. Kekurangan devisen disamping defisit anggaran
belandja telah menimbulkan kenaikan tingkat hargaharga. Dengan diadakannja peraturan-peraturan B.E.
dun T.P.I. harga-harga barang impor telah naik dengan
tidak sedikit.
Meskipun pada umumnja Indonesia dapat disebut
seller ' s market, jang berarti bahwa disini apa sadja
jang dibuat dapat didjual dengan mudah, daja
pembeli rakjat ada batasnja. Djadi meskipun biaja
B.E., T.P.I. dan lain-lain dapat dimasukkan dalam
ongkos-ongkos produksi namun ini belum berarti
bahwa produsen selain dapat. mengambil keuntungan
jang lajak.
47
3. Dengan terbatasnja devisen untuk keperluan
industri sukar sekali untuk mengalokasikan devisen
untuk impor barang-barang modal, bahkan alokasi
untuk spare-parts dan bahan-bahan sadja sudah
harus dikurangi. Maka dari itu dalam tahun-tahun
belakang-an ini telah dipergiat usaha untuk
mendapat pindjaman-pindjaman dari luar negeri.
Untuk keperluan ini telah disediakan kredit-kredit
dari Nederland (kredit B, jang dihentikan dalam
tahun 1958), Djerman Barat, Perantjis, Italia,
Swedia,
Denmark,
Polandia,
Canada
dan
Tjechoslowakia (kredit C), serta kredit Eximbank,
kredit Russia dan kredit Djepang. Beberapa dari
kredit ini baru tersedia dalam tahun 1958.
Pemakaian dalam sektor industri partikelir menurut
persetudjuan dan Panitya Kredit Luar Negeri ialah
sebagai berikut (dihitung dengan kurs resmi tanpa
B.E.):
1955 .................... Rp. 74.522.401,—
1956 ................... „ 43.838.348,36
1957 .................... „ 16.641.764,—
1958 .................... „ 13.413.204,—
Sebagian dari kredit-kredit ini dipergunakan untuk
complete units dan selebihnja untuk penggantian
(replacements), tambahan dan spare-parts. Djumlahdjumlah jang dipergunakan untuk partikelir hanja
merupakan
sebagian
ketjil
dari
kredit-kredit
seluruhnja. Selebihnja dipergunakan untuk pelbagai
projek Pemerintah, baik untuk industri maupun untuk
lapangan-lapangan lain.
Dari daftar diatas dapat dilihat bahwa penggunaan
kredit luar negeri oleh pihak industri partikelir telah
merosot. Ini terdjadi oleh karena kekurangan modal
disatu pihak (modal jang diperlukan untuk impor
mesin-mesin
dan
sebagainja,
harus
sekurang-
kurangnja enam kali kurs resmi berhubung dengan
B.E., T.P.I. dan bea masuk) dan dilain pihak karena
timbul kechawatiran bahwa harga B.E. akan naik
dikemudian han atau akan ditambah dengan beban
lain oleh karena pemindjam harus membajar kembali
(berikut bunga) dengan B.E. untuk transfer uang
keluar negeri.
48
KREDIT DARI BANK-BANK KEPADA
PERUSAHAANPERUSAHAAN INDUSTRI.
Tabel 38.
Bank
Indonesia,
Bank Negara
IndoRp. 366 djuta
„ 302 „
„ 354 „
„ 383 „
„ 371 „
Bank-bank
partikelir nasional
(jg. bukan bank
devisen)
Rp. 30 djuta
„ 47 „
„ 108 „
„ 241 „
„ 308 „
Desember 1954
„
1955„
1956„
1957„
1958
Sumber : Bank Indonesia.
Kenaikan kredit-kredit ini terutama terdjadi oleh
karena harga-harga dari bahan telah naik dengan
sangat.
Disamping ini Pemerintah memberikan kredit
melalui Kemen-terian Perindustrian, Dana Industri
Ketjil, dan sebagainja.
5. Untuk mengetahui kemadjuan dalam lapangan
industri tidak dapat didasarkan pada statistikstatistik jang lengkap, melainkan pada indicatorindicator sadja.
Suatu indicator jang dapat dipakai ialah djumlah
perusahaan-perusahaan jang ada dalam tiap tjabang
industri serta besarnja produksi perusahaanperusahaan bersangkutan. Oleh Biro Pusat Statistik
mulai dari tahun 1954 telah dikumpulkan angkaangka statistik mengenai hal ini, tetapi haruslah
diingat, bahwa angka-angka tersebut belum (tidak)
menggambarkan keadaan seluruhnja, karena ada
perusahaan-perusahaan jang tidak memasukkan
laporannja atau alama dari beberapa perusahaan
tidak
diketahui,
sehingga
ada
kemungkinan
perusahaan tersebut telah bekerdja sedjak tahun
1955 dan baru didaftarkan dalam tahun 1956,
misalnja.
6. Indicator lain ialah pertumbuhan besarnja
kapasitet menurut izin jang diberikan kepada
perusahaan-perusahaan industri jang termasuk
dalam lapangan perindustrian jang diawasi. Dalam
hal ini haruslah diadakan pembedaan antara
kapasitet
menurut
izinnja
dengan
produksi
sebenarnja. Izin tersebut berdasarkan Undang.
undang
Pembatasan
„Bedrijfsreglementeringsverordening 1934”, jang
diperluas sehingga seluruhnja meliputi 27 tjabang
perusahaan industri. Tabel 40 menundjukkan
kapasitet sepuluh tjabang industri menurut izin jang
dikeluarkan.
49
7. Djumlah impor bahan baku dan penolong ialah
suatu indicator lain, karena sebagian perusahaanperusahaan
industri
di
Indonesia
masih
membutuhkan bahan dan penolong dari luar negeri.
Tetapi dalam hal inipun harus diperhitungkan
adanja spekulasi bahan-bahan baku dan penolong
itu, sehingga banjaknja diimpor sesuatu djenis
bahan,
belumlah
berarti
bahwa
perusahaanperusahaan jang membutuhkannja terdjamin dalam
memperoleh bahan-bahan ter-sebut.
IMPOR BAHAN-BAHAN BAKU DAN PENOLONG
(berat kotor dalam 1.000 ton).
Tabel 39.
Tahun
1953
1954
1955
1956
1957
1958*)
Termasuk Minjak
Tanah
dan hasil-hasilnja.
3.294
3.191
4.096
4.386
5.371
2.513
Sumber: Biro Pusat Statistik
_________
*) Angka sementara.
Tidak termasuk
Minjak
Tanah dan hasil921
970
1.226
1.439
1.485
800
50
KAPASITET PERUSAHAAN-PERUSAHAAN JANG TUNDUK PADA PERATURAN
PEMBATASAN MENURUT LISENSINJA.
Tab el 40.
Sumber : Kementerian Perindustrian
___________
1) Kapasitet: ton beras/7 djam kerdja.
2) Banjaknja alat-alat (mesin).
3) Termasuk izin sementara, jakni 1.002 ton/7 djam kerdja.
51
Djumlah (berat) impor bahan baku dan penolong
(tidak termasuk minjak tanah) menundjukkan
kenaikan sampai tahun 1957 dan menurun dalam
tahun 1958. Penurunan ini tidak merata jang untuk
sebagian dapat dilihat dalam perintjian dalam label
41.
IMPOR BEBERAPA BAHAN JANG PENTING
(berat kotor dalam ton).
Tabel 41.
1953 1954
Tjengkeh
Tembakau
(lembaran dan
tangkai)
Kapas
(bukan kapas
Benang tenun:
dari kapas
lain
Kain-kain dari kapas:
Shirting, super,
sheeting, cambrics
Karung guni
Kertas koran
(tidak berwarna)
Kertas tulis
Kertas sigaret
Besi dan badja:
batangan
lembaran
barang-barang
konstruksi
1955 1956
1957
1958
*)
3.333 7.521 6.786 12.82
4
7.164
8.338
8.866 6.995 8.751 16.25
8
5.078 5.684 7.116 7.841
9.781
3.851
9.327
8.125
12.95 14.37 17.95 20.46
8.852 9.631 14.29 11.45
10.554 16.068
18.499 12.803
25.82 21.46 22.23 21.82
28.28 24.57 29.95 19.21
23.703 16.580
15.915
9.674
7.610 10.55 9.763 13.42
30.84 20.67 36.34 25.87
8 3.513
8 4.286
0 3.235
5
3.027
11.867 14.336
44.263 25.727
4.034
3.685
37.75 27.30 40.17 26.80 44.224 22.776
63.73 82.71 59.63 83.18 128.036 60.873
2.917
976 2.261 3.303
6.923
5.184
Sumber: Biro Pusat Statistik.
Nilai impor bahan-bahan baku dan penolong untuk
industri dalam tahun 1958 adalah Rp. 1.417 djuta
dan dari barang-barang modal adalah Rp. 757,5
djuta. Djumlah jang dibutuhkan sebetulnja lebih
kurang dua kali lipat. Dalam pembagian devisen
untuk keperluan ini industri dibagi dalam tiga
golongan prioriteit, jakni:
*) Angka-angka sementara.
52
a. industri jang sangat essensiil,
b. industri jang essensiil,
c. industri jang semi-essensiil.
8. Dari indicator-indicator jang ada dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebanjakan industri-industri besar
menundjukkan kenaikan hingga tahun 1957, sedang
dalam tahun 1958 produksi industri pada umumnja
telah turun dengan tidak sedikit. Tjabang-tjabang
industri (perusahaan besar) jang hingga tahun 1957
madju atau sekurang-kurangnja sama, diantaranja
ialah industri-industri aluminium, logam, pantji
email, plastik, ban mobil, truck dan speda, lampu
pidjar,
baterei,
semen,
rokok,
pemintalan,
peradjutan, pertenunan, bahan pembalut, karat busa,
margarine dan sebagainja.
Kemerosotan dikebanjakan industri dalam tahun
1958 terutama terdjadi oleh karena kekurangan
devisen. Pada umumnja industri-industri assembling
jang mula-mula timbul dimana-mana, dalam tahuntahun terachir mengalami kemerosotan disebabkan
karena mereka praktis seluruhnja bergantung dari
impor onderdeel dari luar negeri, oleh karena
industri-industri
dalam
negeri
belum
dapat
membikin barang-barang jang mereka butuhkan
sebagaimana telah diharapkan oleh Pemerintah.
Apakah perkembangan tersebut djuga terdjadi
dalam industri ketjil tidak diketahui dengan pasti,
oleh karena dibidang ini telah terdjadi banjak
pergeseran jang hanja dimungkinkan oleh fl exi bility dari alat-alat jang dipakai jang untuk sebagian
besar masih sederhana sekali sehingga dapat
dipakai untuk pembuatan bermatjam-matjam barang
sesuai dengan keadaan. Disamping ini industriindustri ketjil tidak begitu bergantung pada bahanbahan jang harus diimpor, bahkan mereka ada
kalanja terdesak oleh barang-barang impor atau
barang-barang basil industri besar.
Disini hanja diberi angka-angka statistik mengenai
perkembangan
industri-industri
triko
dan
pertenunan bestir (tabel 42 dan 43), jang djuga
dalam tahun 1958 menundjukkan kemadjuan,
meskipun disinjalir produksi dibawah kapasitet.
9. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan mengenai
persediaan
bahan-bahan
baku
dan
penolong
Pemerintah telah mengambil beberapa tindakan,
antara lain:
a. Kewadjiban mendaftarkan perusahaan-perusahaan
asing serta perusahaan-perusahaan jang termasuk
27 djenis perusahaan jang dibatasi pada Madjelis
Perniagaan dan Perindustrian, sesuai dengan
Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian
dan Menteri Perdagangan tertanggal 5 Djuli 1958
dengan maksud untuk mendjamin pembagian
bahan baku dan penolong jang di-
53
butuhkan
oleh
perusahaan-perusahaan
bersangkutan.
Perusahaan-perusahaan
jang
melanggar
peraturan
pendaftaran,
sehingga
memperoleh bahagian bahan jang melebihi
kebutuhannja dikenakan sanksi;
b. pembentukan „Panitya Kertas ” pada tanggal 5 Djuli
1958, dengan tugas menjelenggarakan hal-hal jang
berhubungan
dengan
impor,
pembagian
dan
pemakaian kertas;
c. penetapan 40% dari impor benang tenun dan
distribusinja semendjak tanggal 19 Agustus 1958
mendjadi
tugas
Jajasan
Persediaan
Bahan
Perindustrian (J.B.P.);
d. usaha untuk mengadakan stockpiling bahanbahan industri telah direntjanakan oleh Menteri
Perindustrian.
Selain dari tindakan-tindakan Pemerintah ini, djuga
usaha-usaha
Pemerintah
maupun
dari
pihak
pengusaha industri partikelir dalam mendirikan
perusahaan-perusahaan industri jang menghasilkan
bahan-bahan industri untuk pemakaian didalam
negeri, merupakan salah satu tindakan untuk tidak
semata-mata
menggantungkan
kontinuitet
produksinja pada kelantjaran impor bahan-bahan
tersebut dari luar negeri.
Dapat
disebut
umpamanja,
pendirian
pabrik
pemintalan benang oleh Pemerintah di Semarang
dan Tjilatjap dengan kapasitet masing-masing
30.000 mata pintal, dan pabrik pemintalan benang
rami di Pematang Siantar dengan kapasitet 6.000
mata pintal. Hingga sekarang pabrik-pabrik ini
masih mengolah bahan-bahan jang diimpor, akan
tetapi tudjuan terachir ialah penanaman kapas dan
rami didalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
pabrik-pabrik pemintalan tersebut.
Oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia telah
pula direntjanakan pendirian pabrik cambric di
Jogjakarta. Demikian pula Koperasi Batik „Batari”
telah merentjanakan pabrik cambric di Solo. Pada
triwulan kedua tahun 1958 telah diresmikan
pembukaan pabrik tekstil di Pekalongan dengan
kapasitet produksi cambric 54.000 yard sebulan.
10. Suatu persoalan jang timbul dalam beberapa
tahun terachir ini ialah terdjadinja pertentangan
antara kebutuhan konsumsi dalam negeri dengan
kepentingan ekspor, misalnja dalam hal kopra, minjak
kelapa, kulit hewan, gula, minjak tanah dan
sebagainja.
Persaingan
tersebut
menjebabkan
berkurangnja penerimaan devisen.
11. Dalam masa belakangan ini telah timbul pula
kesukaran dalam pengangkutan barang-barang, baik
pengangkutan laut maupun pengangkutan darat. Hal
ini
mengurangi
supply
dari
bahanbahan,
mempersukar pendjualan serta meninggikan hargaharga.
54
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN TRIKO. *)
Tabe l
42.
Tahun
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
Triwulan I
„
II
„
III
Banjaknja
Perusahaan2
jang memberi
laporan
Djumlah
pemakaian
benang
ton
1.000 lusin
10
15
19
21
27
27
554
762
1.217
1.591
2.030
2.782
171
304
639
724
1.033
824
54
56
68
179
290
458
114
159
160
129
123
298
27
27
27
561
535
820
108
148
224
112
102
137
74
66
119
P R O D U K S I TERPENTING
Singlet
Borstrok
Sport-poloshirt
1.000 lusin
1.000 lusin
Sumber: Biro Pusat Statistik.
*) Jang mempergunakan mesin-mesin listrik.
55
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PERTENUNAN BESAR. Tabel
43.
P R O DUKSI
Banjaknja Perusahaan *)
Masa
Jang
dikirim
pormulir
Jang
memberi
laporan
I
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
Triwulan I
„
II
„
III
Djumlah
pemakaian
benang
Barang tekstil
jang tidak dipotong2, tidak
memandang djenis
dan lebarnja
ton
1.000 lembar
72
76
72
72
70
65
61
67
65
68
64
61
6.056
8.600
9.195
10.318
10.296
10.660
29.118
42.829
46.144
50.027
52.959
56.336
64
64
64
61
63
62
2.727
2.312
2.868
14.075
12.307
15.007
Sumber: Biro Pusat Statistik.
Keterangan:
Perusahaan-perusahaan dengan Surat izin dan mempunjai kapasitet jang dapat
dipersamakan dengan
65 alat tenun mesin lebar satu kali.
*) Achir masa.
56
T E R P E N T I N G
2
sarong/
Kain pandjang
Selendang Handuk
1.000 meter
3.224
3.579
3.925
3.465
3.216
2.707
588
482
589
113
71
14
10
1
2
-
1.863
2.779
2.611
2.829
3.020
3.020
858
464
640
12. Sebuah panitya jakni Panitya Koordinasi
Pendaftaran Per-usahaan telah dibentuk dilingkungan
Kementerian Perindustrian didalam tahun 1958, jang
bertugas antara lain :
a. mengkoordinir
tjara-tjara
pemungutan
keterangan-keterangan
dari
perusahaanperusahaan industri diseluruh Indonesia jang
masuk kekuasaan Kementerian Perindustrian;
b. mempersiapkan bahan-bahan untuk pembentukan
Undang-undang
Pendirian
Perusahaan
serta
Undang-undang Pendaftaran.
Diharap bahwa dengan adanja pendaftaran akan
diketahui dengan lebih djelas keadaan industri
didalam negeri.
13. Dalam Undang-undang Penanaman Modal
Asing, jang ber-laku mulai tanggal 27 Oktober 1958,
ditentukan lapangan-lapangan jang disediakan untuk
Pemerintah, partikelir asing, dan tjampuran. Dengan
adanja undang-undang ini diperoleh dasar hukum
jang ditunggu-tunggu oleh pengusaha-pengusaha
asing sebelum mereka bersedia untuk menanam
modalnja di Indonesia.
14. Dalam membangun industri-industri dinegara
kita patut ditjatat peranan jang dipegang Bank
Industri Negara. Projek-projek ham telah banjak
diselenggarakan, tetapi disamping itu B.I.N. djuga
tidak melupakan memperbaiki atau memperluas
projek-projek jang telah ada, dengan tjara partisipasi
atau membeli perusahaan jang bersangkutan.
Usaha Bank Industri Negara dapat dibagi dalam :
a. 100% usaha B.I.N.;
b. bekerdja sama dengan pihak partikelir;
c. bekerdja sama dengan pihak Pemerintah.
a.
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN JANG 100%
USAHA B.I.N.
SERTA MODAL JANG TELAH DITANAM
(dalam Rp. 1.000,—).
Tabel 44.
(1) Pabrik teh Natar (peti
(2) Asbestos Semen (Semen)
(3) N.V. Tjemani (persh. tinta
(4) N.V. Gaja Motor (auto)
(5) N.V. Djantra (benang)
(6) Galangan kapal Djakarta
(kapal)
Sumber: B.I.N.
1956
1957
1958
3.897
12
6.032
3.307
710
—
5.063
9
3.623
8.300
1.023
—
4.54
6.74
491
—
231
4.25
0
57
Perusahaan No. 1 sampai dengan No. 3 diharapkan
dalam
tahun
1959
ini
mulai
bekerdja
dan
menghasilkan, sedang perusahaan-perusahaan No. 4
dan No. 5 adalah, perusahaan lama jang mengalami
perbaikan ataupun perluasan. Selandjutnja mengenai
pabrik botol Iglas di Surabaja dan pabrik-pabrik
kertas di Notog dan di Blabak diuraikan dalam
Bagian Kedua, Bab VII, Perindustrian.
b. PERUSAHAAN-PERUSAHAAN B.I.N. DAN PIHAK
PARTI-KELIR SERTA MODAL JANG TELAH
DITANAM
(dalam Rp. 1.000,—)
Tabel 45.
1956
1957
1958
1. N.V. Intirub (ban mobil)
3.000
2. N.V. Indorub
—
3. N.V. Seranite
6.931
4. (hardboard)
P.T. Lacta Murni (susu)
—
5. N.V. Blima Baru (logam) 3.393
6. N.V. Tarsi Martani
41
7. N.V. Perbedij (besi)
1.231
8. N.V. Perdana
5.861
9. N.V. Inaltu (alat-alat
1.958
10. tulis)
N.V. Grafika Indonesia
(Pertjetakan)
64
11. N.V. Indonesian Service
Corporation (auto)
14.021
12. N.V. Pabrik agar-agar
6.425
49.80
41.10
0
1.041
900
4.896
575
1.315
1.489
434
17.00
9.500
6
150
6.211
453
—
—
—
545
—
746
1.839
—
—
Sumber : B.I.N.
Perusahaan No. 1 sampai dengan No. 5 merupakan
perusahaan-perusahaan
jang
baru
didirikan.
Perusahaan-perusahaan itu sekarang sudah ada jang
berdjalan, ada jang baru dalam tingkat pembangunan dan selambat-lambatnja dalam tahun 1960
akan selesai. Perusahaan No. 6 sampai dengan No.
11
adalah
perusahaan-perusahaan
lama
jang
mengalami perbaikan ataupun perluasan.
58
c. PERUSAHAAN-PERUSAHAAN B.I.N. DAN PEMERINTAH
(dalam Rp. 1.000,—).
Ta b e l 4 6 .
1956
N.V.
(susu)
Saridele4.189
1957
195
1.313
416
Sumber : B.I.N.
Perusahaan-perusahaan lain, jakni pabrik pemintal
rami di Pematang Siantar, pabrik pemintal Tjilatjap,
pabrik semen Gresik dan penggergadjian kaju
Sampit Dajak diuraikan dalam Bagian Kedua, Bab
VII, Perindustrian.
Meskipun pada permulaannja modal B.I.N. didapat
dari anggaran Pemerintah, keuangan ini tidak
termasuk alokasi R.P.L.T., lagi pula perusahaanperusahaan
B.I.N.
bekerdjanja
sebagai
usaha
partikelir, sehingga perusahaan B.I.N. ini tidak
diuraikan dalam pelaksanaan R.P.L.T.
59