ASAS ASAS HUKUM ACARA PERDATA

ASAS-ASAS HUKUM ACARA
PERDATA

PENGERTIAN
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum

yang mengatur dapat dilaksanakannya dan
ditaatinya hukum perdata materiil
Pengajuan tuntutan dalam hukum acara perdata
dibedakan menjadi:
1. Tuntutan yang didasarkan atas sengketa yang

terjadi  tuntutan ini didasarkan pada gugatan
pihak yang dirugikan kepada pihak yang
merugikan
2. Tuntutan yang didasarkan adanya peristiwa
hukum tertentu  tuntutan yang didasarkan
pada peristiwa hukum tertentu kepada pemohon

ASAS-ASAS HUKUM ACARA
PERDATA

Hakim bersifat menunggu  pengajuan tuntutan hak

adalah para pihak yang berkepentingan, sedangkan
hakim bersikap menunggu adanya pengajuan
tuntutan hak (iudex bo procedat ex officio)  inisiatif
untuk mengajukan tuntutan hak sepenuhnya ada di
tangan para pihak
Hakim bersifat pasif  Peran hakim dalam kasus
perdata adalah pasif, artinya bahwa ini
mengisyaratkan adanya batasan pada hakim untuk
tidak dapat mencegah jika para pihak mencabut
gugatan atau menggunakan jalan perdamaian 
hakim tidak dibenarkan menambah atau mengurangi
pokok perkara yang diajukan oleh para pihak  batas
ruang lingkup pokok perkara tidak ditentukan hakim,
melainkan para pihak

 Persidangan bersifat terbuka  ini diwajibkan agar dapat

diketahui oleh masyarakat bahwa persidangan berjalan

dengan fair, obyektif, tidak memihak dan berkeadilan
 Hakim mengadili kedua belah pihak  audi et alteram
partem, bahwa hakim harus adil dalam memeriksa
perkara tanpa adanya diskriminasi  para pihak harus
diberikan kesempatan yang sama dalam memberikan
pendapat atau keterangan
 Putusan hakim harus disertai alasan  penyertaan alasan
ini adalah sebagai pertanggungjawaban hakim atas
putusannya yang obyektif dan memberikan pemahaman
kepada para pihak bagaimana alur berfikir hakim dalam
menghasilkan sebuah putusan
 Berperkara dikenai biaya  para pihak dikenai biaya
dengan tujuan untuk menunjang penyelenggaraan
peradilan, kecuali tidak mampu membayar biaya perkara
 Tidak ada keharusan mewakilkan  tidak perlu seorang
kuasa untuk menyelesaikan sengketa perdata, artinya
para pihak dapat menyelesaikan sendiri secara langsung

ALAT BUKTI DALAM ACARA
PERDATA

 Pasal 1865 KUH Perdata bahwa “barangsiapa yang

mendalilkan mempunyai sesuatu hak, atau guna
meneguhkan haknya sendiri maupun untuk
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada
suatu peristiwa, maka diwajibkan untuk
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”
 Pembuktian harus dilakukan dengan alat bukti
yang sah, seperti:
1. Bukti tertulis (surat)
2. Bukti saksi
3. Bukti persangkaan  kesimpulan yang diambil

berdasarkan peristiwa tertentu
4. Bukti pengakuan
5. Bukti sumpah

JENIS-JENIS PUTUSAN
 Pasal 185 (1) HIR:


Putusan akhir
a. Putusan yang sifatnya menghukum (condemnatoir)  putusan
yang menghukum atau membebani pihak yang kalah
b. Putusan yang sifatnya menciptakan (konstitutif)  putusan yang
meniadakan atau menciptakan keadaan hukum baru, seperti
perkawinan
c. Putusan yang sifatnya menerangkan atau menyatakan
(deklaratif)  putusan yang isinya bersifat menerangkan atau
menyatakan yang sah
2. Putusan yang bukan putusan akhir (putusan sela atau antara) 
putusan yang berfungsi untuk memperlancar jalannya sidang atau
pemeriksaan perkara
3. Putusan gugur  apabila pemohon/penggugat tidak hadir pada
persidangan
4. Putusan verstek  apabila termohon/tergugat tidak hadir pada
persidangan
1.

UPAYA HUKUM
Upaya hukum disediakan bagi pihak-pihak


yang tidak puas dengan putusan hakim,
yaitu berupa perlawanan (jika
putusannyaadalah putusan verstek),
banding dan kasasi