KONSEP DASAR ADMINISTRASI PENDIDIKAN docx

PROFESI KEPENDIDIKAN

KONSEP DASAR ADMINISTRASI PENDIDIKAN

OLEH

KELOMPOK 7
FITRI AYU (1204955)
NUR HAMIDAH (1204975)
RM 10

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UPP IV BUKITTINGGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014

1

ADMINISTRASI PENDIDIKAN
A. Latar Belakang Perlunya Administrasi Pendidikan

Administrasi pendidikan merupakan sub sistem dari sistem pendidikan di sekolah
yang bertujuan menunjang pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Komponen utama dalam sistem pendidikan yang memegang peranan penting dalam
pencapaian tujuan pendidikan adalah guru. oleh karena itu, guru juga mempunyai
peranan penting dalam administrasi pendidikan untuk melaksanakan fungsi pokok
administrasi.
Dengan diberlakukannya UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standarisasi nasional,
maka pelaksanaan pendidikan memperhatikan dan didasari kepada standarisasi yang
telah ditetapkan. Juga UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang memuat,
semua aturan dan ketentuan yang sangat menentukan dan mewarnai pelaksanaan
administrasi pendidikan di tingkat lembaga pendidikan.
B. Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang administrator.
Administrator adalah orang yang mengatur dan memimpin suatu organisasi.
Sesangkan organisasi secara sederhana adalah proses kerjasama antara dua orang atau
lebih yang diatur oleh aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Menurut
Prajudi Admosudirdjo (1982), bentuk pekerjaan seorang administrator dalam suatu
organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu aminister dan administro. Administer berarti
membantu, menolong dan melayani orang-orang yang terkait dengan pelaksanaan

tugas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Sedangkan administro adalah pekerjaan menata dan mengatur organisasi dan hal-hal
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Kedua bentuk pekerjaan
inilah yang dinamakan administrasi. Gie (1992) mengemukakan secara etimologis
bahwa administrasi berasal dari bahasa Latin ad dan ministrare yang artinya
melayani, membantu, menunjang, pencapaian tujuan sehingga benar-benar tercapai.
Agar kegiatan administrasi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kegiatan
administrare (menyelenggarakan tata usaha: registrasi, inventarisasi, pembukuan,
dokumentasi, korespondensi dan kearsipan) ynag dikerjakan sesuai dengan sistem,
prosedur dan aturan-aturan yang berlaku.
Pengertian administrasi secara lengkap menurut Gie adalah segenap rangkaian
kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang
dalam

kerjasama

mencapai

tujuan
2


tertentu.

Selanjutnya

Siagian

(1986)

mendefenisikan administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang
atau lebih yang didasarkan atas rasional tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Nurhadi (1983) mengartikan administrasi sebagai suatu
kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama
sekelompok manuia yang tergabung dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien.
Dari definisi yang dikemukakan di atas makna administrasi dapat diuraikan
menjadi lima pengertian pokok yaitu:
1. Administrasi merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan manusia
2. Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses dan bersifat dinamis
3. Proses itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung

dalam suatu organisasi
4. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya
5. Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuan dicapai secara efektif dan
efisien.
Menurut Siagian (1986) unsur pokok administrasi adalah: (a) adanya
sekelompok manusia (sedikitnya 2 orang), (b) adanya tujuan yang akan dicapai
bersama, (c) adanya tugas/fungsi yang harus dilaksanakan (kegiatan kerjasama), dan
(d) adanya peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.
Menurut Sutjipto & Raflis (1994) administrasi pendidikan dapat dilihat dari
berbagai aspek:
1. segi kerjasama, administrasi pendidikan adalah kerjasama di antara
orang-orang/ personil sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien.
2. segi proses, merupakan proses pencapaian tujuan pendidikan yang
dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemantauan dan evaluasi dalam menpai tujuan pendidikan.
3. segi kerangka berfikir sistem, adalah sistem dalam mencapai mutu
lulusan sekolah yang baik dengan memperhatikan semua komponen
sistem.

4. segi manajemen, administrasi tertuju pada usaha pemanfaatan sumbersumber yang ada dalam proses pendidikan.
5. segi kepemimpinan, yaitu proses mempengaruhi dan menggerakkan
orang lain untuk bekerja lebih giat ke arah pencapaian tujuan.
6. segi proses pengambilan keputusan, adalah kemampuan dalam
mengambil keputusan yaitu kemampuan memilih tindakan yang terbaik
dari sejumlah kemungkinan yang dapat dilakukan.
3

7. segi komunikasi, adalah proses penyampaian pesan dari si pengirim
(sumber) kepada si penerima baik secara verbal maupun secara non
verbal.
Purwanto (1999) mengemukakan administrasi pendidikan merupakan segenap
proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual maupun
material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Menurut
Depdikbud, administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan kegiatan
bersama dalam bidang pendidikan.
Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan, perlu ditekankan bahwa:
1. Administrasi pendidikan bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha.
2. Administrasi pendidikan mencakup kegiatan-kegiatan yang luas.
3. Administrasi pendidikan merupakan proses keseluruhan dari kegiatan

kerjasama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat di dalam
tugas-tugas pendidikan.
C. Fungsi Administrasi Pendidikan
Dalam proses pelaksanaannya, administrasi mempunyai tugas-tugas tertentu yang
harus dilaksanakan dan biasanya disebut sebagai fungsi-fungsi administrasi. Begitu
juga dengan administrasi pendidikan, juga mempunyai fungsi yang tidak berbeda
dengan fungsi administrasi pada umumnya.
Fungsi dari administrasi pendidikan itu adalah:
1. Perencanaan
Proses perencanaan sekolah harus dilaksanakan secara kalaboratif,
artinya mengikutsertakan semua personil sekolah dalam penyusunannya
sehingga menimbulkan perasaan ikut memiliki (Sense of Belonging) yang
dapat memberikan dorongan kepada guru dan personil lainnya agar
rencana tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Perencanaan pendidikan berdasarkan jangka

waktunya

dapat


dibedakan atas perencanaan jangka pendek (1-2 tahun), jangkauan
menengah (3-7 tahun), dan jangka panjang (8-25 tahun).
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat difenisikan sebagai keseluruhan
proses pengaturan kekuasaan, wewenang pekerjaan, tanggung jawab dari
personil sekolah yang mempunyai tata hubungan satu sama lain, sehingga
setiap

guru/personil

sekolah
4

mengetahui

kedudukannya,

tanggungjawabnya, tugas, wewenang dan cara berhubungan satu sama
lain sehingga dapat menjamin tercapainya tujuan sekolah.
3. Pengarahan

Pengarahan menurut Nurhadi (1983) adalah usaha memberikan
bimbingan dan pengarahan yang diberikan sebelum suatu kegiatan
pelaksanaan dilakukan untuk memelihara, menjaga dan memajukan
organisasi melalui orang-orang yang terlibat baik struktural maupun
fungsional, agar setiap kegiatan yang dilakukan nantinya tidak terlepas
dari usaha pencapaian tujuan pendidikan.
4. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk mengatur
pendidikan kegiatan dari berbagai individu atau unit kerja sekolah agar
pelakasanaan kegiatan berjalan selaras dengan kebutuhan anggota/unit
kerja di sekolah dan anggota/unit kerja lainnya dalam usaha mencapai
tujuan sekolah.
5. Pengawasan (Controlling)
Menurut Nurhadi (1983) pengawasan adalah kegiatan mengukur
tingkat efektivitas kegiatan kerja yang sudah dilaksanakan dan tingkat
efisiensi penggunaan komponen pendidikan lain dalan usaha mencapai
tujuan pendidikan. Untuk mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi, perlu
dilakukan evaluasi untuk mengukur sampai dimana pelaksanaan
pendidikan yang dilakukan mencapai tujuan yang telah direncanakan serta
memiliki kekuatan dan kelemahan program yang dijalankan.

D. Bidang Garapan Administrasi Pendidikan
Hal-hal yang menjadi bidang garapan

administrasi

pendidikan

dapat

dikelompokkan atas: (a) bidang kurikulum, (b) bidang kesiswaan, (c) bidang
personalia pendidikan, (d) bidang sarana dan prasarana, (e) bidang keuangan
pendidikan, (f) bidang ketatausahaan, (g) bidang hubungan sekolah dan masyarakat,
dan (h) bidang layanan khusus.
Bidang garapan tersebut bila dikaitkan dengan dimensi pengajaran dan dimensi
pengelolaan akan tampak bahwa ada bidang kaitan yang berhubungan langsung
dengan pengajaran dan pengelolaan dan ada pula yang berhubungan secara tidak
langsung dengan pengajaran tetapi berhubungan langsung dengan pengelolaan.
E. Landasan Penyelenggaraan Manajemen Sekolah

5


MBS sebagai bentuk upaya alternatif dalam pendidikan akan berjalan dengan baik
jika lingkungan mendukung untuk diadakannya reformasi. Akar reformasi merupakan
landasan filosofis yang tak lain bersumber dari cara hidup(way of life) masyarakatnya. Oleh
karena itu, untuk suksesnya reformasi pendidikan harus berakar pada cara dan kebiasaan
hidup warganya. Tanpa mempedulikan cara dan kebiasaan hidup warganya maka reformasi
pendidikan tidak akan mendapat sambutan apalagi dukungan dari segenap lapisan
masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut
harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli
terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari
segenap lapisan masyarakat.
Unsur lain dari reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua siswa dan
keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan bernilai
bagi masyarakat setempat. Segala keputusan yang diambil oleh pihak sekolah harus
melibatkan atau memusyawarahkan keputusan tersebut kepada orang tua siswa atau
masyarakat. Hal ini dikarenakan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang ditetapkan dan
dapat merespon dengan tepat dan cepat keinginan masyarakat, baik yang menyangkut
pengembangan dan pengayaan kognitif siswa, keterampilan maupun sikap sesuai dengan
aspirasi yang berkembang dilingkungannya. Dalam mewujudkan hal itu maka sekolah harus
diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengambil keputusan yang didukung oleh

masyarakat(diantaranya orang tua murid). Pemberian kewenangan kepada sekolah didalam
pengambilan keputusan itulah yang merupakan hakikat MBS.
Oleh karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan masyarakat
dan memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan halhal yang menjadi landasan MBS sebagai berikut:
1. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pemerintah mengupayakan
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini
diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun
mikro.
Aspek makro erat kaitannya dengan desentralisasi kewenangan dari pemerintah
pusat ke daerah, aspek meso berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai
tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor
dan lembaga pendidikan yang paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
6

2. Undang-undang Pasal 51 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional yang mengatur secara murni dan konsekuen.
Landasan MBS dalam buku Depdiknas 2007 :
1. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 ”
pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
2. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada
bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran
terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan
pendidikan dan komite sekolah.
4. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya
tentang manajemen berbasis sekolah.
5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
Landasan Filosofis MBS
Landasan MBS Menurut Drs. Nurkolis, MM dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Berbasis Sekolah:
Landasan filosofis
Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin
reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan
kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan
warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan
masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa
dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut
praktisnya merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tanggungjawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.
Artinya,

pelayanan

pendidakan

tidak

dapat

dihindarkan

dari

batas-batas

tanggungjawab mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga
dalam arti biologis merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak),mempunyai tugas dan
wewenang untuk melakukan pendidikan kepada anak –anaknya dirumah tangga, dari mulai
hal yang bersifat sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat.
Tugas dan wewenang ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang
7

bertanggung jawab. Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam
pelayanan pendidikan yang bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan
maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan
pendidikan anak nya, maka orang tua memperca yakan kepada sekolah baik yang
diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
Konsekkuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai
dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan
pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari
berbagai sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber
daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan
dan kemanusiaan.

Landasan MBS Menurut Modul UT:
1. Landasan yang Bersifat Filosofis
a. Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di
lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
b. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain
maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar
semuanya lancar sesuai harapan.
2. Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan
a. UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
b. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah:
Kepmendiknas No 044/U/2002
PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom. Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa landasan MBS adalah sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Melibatkan semua pihak secara optimal yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah
dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Landasan Yuridis atau Undang- Undang:
a. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1
“pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
8

menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/ madrasah”
b. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004
pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan
khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada
sekolah dan masyarakat.
c. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan
pendidikan dan komite sekolah.
d. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah,
khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
e. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
f. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, tampaknya sangat berpengaruh terhadap
penyelanggaraan tatanan pemerintahan termasuk dalam pelayanan pendidikan yang dikenal
dengan pendekatan ke arah desentralisasi. Secara, politis, kebijakan desentralisasi ini dimulai
pada januari 2001, diawali dengan pelimpahan sebagian besar kewenangan pemerintah
kepada pemerintah daerah kebupaten dan kota yang membawa konsekuensi adanya
restruktur-isasi kelembagaan pemerintahan, termasuk di bidang pendidikan.
Desentralisasi pendidikan diharapkan akan mendorong meningkatkan pelayanan
dibidang pendidikan kepada masyarakat, yang bermuara pada upaya peningkatan kualitas
pengelolaan pendidikan dalam tataran yang paling bawah (at the bottom) yaitu sekolah
melalui penerapan manajemen berbasis sekolah.
MBS sebagai suatu model implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan
merupakan suatu konsep inovatif, yang bukan hanya dikaji sebagai wacana baru dalam
pengelolaan pendidikan tetapi sebaiknya juga dipertimbangkan sebagai langkah inovatif dan
strategi ke arah peningkatan pendidikan melalui pendekatan manajemen yang bercirikan
“akar rumput”.
Salah satu wujud konkrit dari konteks ini adalah adanya keterlibatan stakeholders
dalam membantu peningkatan pemerataan, relavansi, kualitas efektifitas dan efesiensi
penyelenggaraan pendidikan.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya jalur sekolah,
diatur dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional: PP. No. 39 tahun
9

1992 tentang peran serta masyrakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan UU
No. 22 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pertimbangan yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan rambu-rambu dalam
memposisikan Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah. Dengan
demikian posisi dewan pendidikan dan dinas pendidikan mengacu pada wewenang
(otonomi), yang mengarah kepada landasan hukum yang berlaku pada setiap daerah.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bagian ketiga, pasal 56, mengisyaratkan bahwa :
1. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan
pendidikan dan komite sekolah.
2. Dewan pendidikan sebagai lembaga mendiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu, dukungan, dan pengawasan pendidikan di tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten atau kota yang tidak mempunyai hubungan hieraksis.
3. Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk untuk memberikan arahan,
dukungan dan pengawasan pada tingkat satuan pendidikan.
4. Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah
sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Sebelum ada peraturan pemerintah lebih lanjut, yang dapat dijadikan landasan hukum
pembentukan dewan pendidikan dapat ditetapkan berdasarkan:
a.

Peraturan daerah (perda).

b.

SK wali kota atau bupati.

c. Akta notaris.

10

DAFTAR PUSTAKA
Syahril & Asmidir Ilyas, dkk. 2009. Pofesi Kependidikan. Padang: UNP Press.
Atmosudirdjo, Prajudi. 1982. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Gie, The, Liang. 1992. Ilmu Admnistrasi. Yogyakarta: Liberti.
Nurhadi, A., Mulyani. 1983. Administrasi Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta. Andi Offset.
Purwanto, M., Ngalim. 1999. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja
Casdakarya.
Siagian, P. Sondang.1986. Filsafat Administrasi. Yogyakarta: Gunung Agung.
Sutjipto & Raflis Kosasih. 1994. Profesi Keguruan. Jakarta: P3TK: Depdkbud.

11