Pemikiran Politik Islam Tjokroaminoto da (2)

Makalah Politik Islam
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM TJOKROAMINOTO DAN SOEKARNO
Ditulis dalam rangka tugas mata kuliah Politik Islam

Oleh :
Nama :

Dendy Harmadi

NIM :

1111015000089

Kelas :

Pendidikan IPS 7A

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, sekaligus shalawat serta salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, juga kepada para keluarga, sahabat, serta
pengikutnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah atas izin dan ridho-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemikiran Politik Islam TJokrominoto dan Soekarno”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Islam pada semester tujuh ini.
Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam

penyusunan

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi keinginan dan motivasi baik, selalu menjadi
bekal bagi saya. Kekurangan, kekhilafan merupakan proses untuk perbaikan dalam
pembelajaran. Oleh sebab itu, saya mohon masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat membawa manfaat dan menambah wawasan
tidak hanya bagi saya, melainkan juga bagi pembaca.


Tangerang Selatan , 5 November 2014

Penyusun

I

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
I
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
II
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang……………………………………………………………..
1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….
1
C. Tujuan………………………………………………………………………
2
BAB II : Pembahasan

A. Biografi Cokrominoto…………………………………………………. 3
B. Pemikiran Politik Islam Tjokroaminoto……………………………………
7
C. Biografi Soekarno……………………………………………………….9
D. Pemikiran Politik Islam Soekarno…………………………………….. 10
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
18

II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang terletak di benua Asia Tenggara. Indonesia di kanca
dunia terkenal sebagai negara khatulistiwa, yang memiliki kekayaan alam yang begitu banyak.
Masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan agama. Namun demikian, agama Islam-lah yang

paling mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia. Islam di era sejarah, merupakan hal yang
begitu dipegang oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti pada saat Indonesia dijajah oleh
bangsa barat, para tokoh pejuang Indonesia mengatakasnamakan jihad sebagai dasar perjuangan
mereka. Begitu banyak toko-tokoh bangsa yang berjuang pada saat itu, termasuk H.O.S
Cokroaminoto dan Soekarno
Tjokroaminoto tak cuma seorang guru bagi Soekarno. Ia juga menjadi “ayah” bagi Sang
Proklamator. Tak cuma ilmu politik dan agama yang didapat Soekarno, ia juga mendapatkan
anak gadis Tjokroaminoto yang bernama Utari. Tjokroaminoto mengikhlaskan anaknya untuk
mendampingi Soekarno, karena saking sayang dan dekatnya ia kepada Soekarno.
Dari yang dikenang kembali oleh Soekarno dari masa hidupnya bersama Tjokroaminoto
dan keluarganya, saya tak mendapatkan kesan di sana ia telah mendalami ajaran Islam.
Tjokroaminoto sendiri, keturunan priyayi dari Madiun dan lulusan OSVIA (sekolah untuk para
calon pamong praja) ini tampaknya tak bertolak dari pendalaman ilmu agama. Sebagaimana
ketika ia dilahirkan, SI, dalam hal ini Tjokroamnioto, lebih “menggunakan simbol Islam, sebagai
gerakan kebangsaan”, dan baru kemudian timbul gagasan pada Tjokro untuk mempelajari Islam
lebih lanjut. Selain kursus tentang teori politik dan sosiologi, di dalam SI diadakan juga kursus
tentang agama, misalnya oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Atas dasar itulah makalah ini dibuat untuk mengkaji dan mengkomparasi pemikiran politik
Islam kedua tokoh besar tersebut.


B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah dan memberikan batasan pada pembahasan pada makalah ini penyusun
memberikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Bagaimana biografi singkat Tjokroaminoto ?
Apa saja pemikiran politik Islam Tjokroaminoto ?
Bagaimana biografi singkat Soekarno ?
Apa saja pemikiran politik Islam Soekarno ?

C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai pada makalah ini adalah ini adalah:
1. Pemenuhan penilaian tugas pada mata kuliah Politik Islam
2. Mengetahui biografi singkat dan pemikiran politik Islam Tcokroaminoto dan Soekarno
3. Menambah wawasan mahasiswa yang notebenenya calon pendidik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Tjokroaminoto
Dalam tahapan proses kehidupan seseorang, sebelum ia mencapai suatu tingkat
kematangannya, baik itu berpikir atau berperilaku, maupun peranannya di dalam masyarakat
sebagai pedagang, ulama, atau politikus tentunya ia dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupannya baik itu menyangkut kehidupan masa kecilnya maupun latar belakang kehidupan
keluarganya. Besar atau kecil, pengaruh dari variabel yang seperti itu pasti ada.
Demikian pula halnya dengan H.O.S Tjokroaminoto, seorang pahlawan nasional yang
dalam perjalanan hidupnya telah meraih kehormatan dan apresiasi dari berbagai golongan
terutama golongan Islam Nasionalis, dimana karakter dan cara berpikirnya sangat dipengaruhi
oleh latar belakang kehidupan keluarga dan kehidupan masa kecilnya. Maka, merupakan sesuatu
yang layak untuk mengulas dan mentelaah kembali biografinya sebelum memahami
pemikirannya secara lebih mendalam.
Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto, dilahirkan di Bakur, sebuah desa yang sepi pada
tanggal 16 Agustus 1982 bertepatan dengan tahun meletusnya gunung Krakatau di Banten.
Peristiwa ini sering dikiaskan oleh orang Jawa bahwa gunung meletus itu akan banyak
menimbulkan perubahan terhadap alam di sekelilingnya. Peristiwa ini pula yang nanti dikaitkan
dengan meledaknya tuntutan H.O.S Tjokroaminoto terhadap pemerintah kolonial Belanda ketika
ia menjadi pemimpin Sarekat Islam.1

Ia terlahir dengan nama kecil Oemar Said. Sesudah menunaikan ibadah haji ia
meninggalkan gelar keningratannya dan lebih suka memperkenalkan diri dengan nama Haji
Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal H.O.S Tjokroaminoto. Gelar ’Raden Mas’ baginya
adalah merupakan hak yang dapat dipergunakannya, sebagaimana ningrat-ningrat lainnya, sebab
dalam dirinya mengalir darah ningrat, bangsawan dari Surakarta, cucu Susuhunan. Demikian
pula halnya dengan gelar ’haji’ merupakan lambang dari kealiman, ketaatan seseorang dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, bagi Tjokroaminoto bukanlah merupakan sesuatu yang
asing karena dirinya adalah keturunan kyai ternama yaitu Kyai Bagoes Kesan Besari. Seorang
ulama yang memiliki pondok pesantren di Desa Tegal Sari, Kabupaten Ponorogo, Karesidenan
Madiun, Jawa Timur yang kemudian memperistri seorang putri dari Susuhunan II. Dengan
perkawinannya itu, dia menjadi keluarga Keraton Surakarta.2
Dari perkawinannya dengan putri Susuhunan tersebut Kyai Bagoes Kesan Besari
dikaruniai seorang putra, yaitu Raden Mas Adipati Tjokronegoro. Dalam menjalani
kehidupannya, Tjokronegoro tidak mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang kyai terkenal atau
menjadi pemimpin pondok pesantren. Tjokronegoro menerjuni pekerjaan di bidang kepamong
prajaan sebagai pegawai pemerintah. Selama menjalani kariernya itu, Tjokronegoro pernah
1 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952,
hal.50
2 Anhar Gonggong, H.O.S Tjokroaminoto, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1985, hal.7


menduduki jabatan-jabatan penting diantaranya sebagai bupati di Ponorogo. Oleh karena jasanya
pada negeri, ia dianugrahi bintang jasa Ridder der Nederlansche Leeuw. Tjokronegoro kemudian
dianugrahi seorang putra bernama Raden Mas Tjokroamiseno. Tjokroamiseno mengikuti jejak
ayahnya dengan menekuni pekerjaan sebagai pegawai pamong praja pula. Tjokroamiseno juga
pernah menduduki jabatan-jabatan penting pemerintahan, antara lain sebagai wedana di
Kewedanan Kletjo, Madiun. Raden Mas Tjokroamiseno inilah ayah Tjokroaminoto.3
1. Raden Mas Oemar Djaman Tjokroprawiro, seorang pensiunan Wedana; Beliau mempunyai
dua belas orang anak, berturut-turut;
2. Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto;
3. Raden Ayu Tjokrodisoerjo, seorang istri almarhum mantan Bupati Purwokerto;
4. Raden Mas Poerwadi Tjokrosoedirjo, seorang bupati yang diperbantukan kepada Residen
Bojonegoro;
5. Raden Mas Oemar Sabib Tjokrosoeprodjo, seorang pensiunan Wedana yang kemudian masuk
PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Masyumi yang kemudian meninggal di Madiun di
zaman yang terkenal dengan istilah ’Madiun Affair’;
6. Raden Ajeng Adiati;
7. Raden Ayu Mamowinoto, seorang istri pensiunan pegawai tinggi;
8. Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang arsitek terkenal yang juga politikus ulung yang
pernah menjadi ketua PSII dan sempat menjabat sebagai menteri di Kabinet Republik Indonesia;

9. Raden Ajeng Istingatin;
10. Raden Mas Poewoto;
11. Raden Adjeng Istidjah Tjokrosoedarmo seorang pegawai tinggi kehutanan;
12. Raden Aju Istirah Mohammad Soebari, seorang pegawai tinggi Kementrian Perhubungan.4
Tjokroaminoto adalah seorang anak yang nakal dan pemberani. Karena kenakalan dan
keberaniannya pulalah maka semasa di bangku sekolah ia sering dikeluarkan dari sekolah yang
satu ke sekolah yang lain. Walaupun demikian, karena kecerdasan otaknya, beliau dapat juga
masuk ke sekolah OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang dan
pada tahun 1902 ia berhasil menyelesaikan studinya disana. Tidak begitu mengherankan
sebenarnya beliau dapat masuk ke sekolah OSVIA tersebut, karena sudah menjadi tradisi anak-

3 Ibid, hal. 8
4 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, op.cit, hal.48

anak priyayi B.B. (Binnenland Bestuur) disekolahkan oleh orang tuanya di Sekolah Ambtenar.
Tentu saja dengan harapan dapat menjadi seorang pejabat dalam dunia priyayi.
Sebagai seorang anak priyayi, Tjokroaminoto tentu saja dijodohkan oleh orangtuanya
dengan anak priyayi pula yaitu Raden Ajeng Soeharsikin, puteri seorang patih wakil bupati
Ponorogo yang bernama Raden Mas Mangoensomo. Raden Ajeng Soeharsikin, yang setelah
menikah menjadi Raden Ayu Tjokroaminoto, dikenal sebagai seorang wanita yang sangat halus

budi pekertinya, baik perangainya, besar sifat pengampunannya dan cekatan. Walaupun tidak
tinggi pendidikan sekolahnya, namun ia sangat menyukai pengajaran dan pengajian agama.
Menurut asal-usulnya, ia keturunan Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir di Madiun.
Keteguhan dan kecintaan Soeharsikin kepada suaminya dibuktikan sejak awal masa
pernikahan yang ketika itu dirinya dipaksa untuk memilih antara berpisah dengan orang tuanya
atau dengan Tjokroaminoto. Hal ini terjadi ketika Tjokroaminoto berselisih dengan mertuanya.
Perselisihan ini bermula dari perbedaan pandangan di antara keduanya. Tjokroaminoto tidak
berhasrat menjadi seorang birokrat sedangkan mertuanya menginginkan tjokroaminoto menjadi
birokrat sebab mertuanya masih bersifat kolot dan cenderung elitis. Pada waktu itu,
Tjokroaminoto sudah masuk dunia BB, dunia kaum priyayi. Selama tiga tahun ia menjadi juru
tulis patih di Ngawi. Perbedaan antara mertua dan menantu ini semakin hari semakin tajam.
Sadar akan kenyataan yang dihadapinya, Tjokroaminoto pun mengambil tindakan nekat. Dia
meninggalkan rumah kediaman mertuanya tersebut walaupun istrinya sedang mengandung anak
pertamanya.
Tindakan nekat Tjokroaminoto ini menimbulkan kemarahan bahkan kebencian
mertuanya. Mangoensoemo memaksa anaknya untuk bercerai dengan Tjokroaminoto sebab
kepergiannya telah mencoreng martabat dan kehormatan keluarganya. Dihadapkan dengan
situasi sulit ini, Soeharsikin secara tegas tetap memilih suaminya, Tjokroaminoto. Jawaban
Soeharsikin itu membuat kedua orang tuanya tertegun dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika
Soeharsikin telah melahirkan anak sulungnya, ia bersama anaknya meninggalkan rumah untuk

menyusul Tjokroaminoto. Namun, ia berhasil ditemukan oleh pesuruh ayahnya yang
menyusulnya.
Dalam pengembaraannya, Tjokroaminoto sampai di kota Semarang. Waktu itu, tahun
1905, beliau sudah meninggalkan pekerjaannya sebagai sebagai juru tulis patih di Ngawi. Untuk
menyambung hidupnya, ia tidak segan-segan menjadi kuli pelabuhan disana. Malah, pengalaman
yang tak terlupakan ini mendorongnya untuk memperhatikan kehidupan kaum buruh baik di
perkebunan, kereta api, pengadilan, pelabuhan dan sebagainya ketika ia nantinya berkecimpung
didunia pergerakan. Dia-lah yang mempelopori berdirinya ’sarekat sekerja’ yang bertujuan
mengangkat harkat kaum buruh.5 Diantara banyak pekerjaan yang dilakoninya, pekerjaan sebagai
jurnalistik lah yang paling disukainya. Beliau mengembangkan bakatnya dalam bidang itu
5 M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, hal. 8

dengan memasukkan tulisan-tulisannya dalam berbagai surat kabar pada masa itu serta pernah
menjadi pembantu pada sebuah surat kabar di kota Surabaya, yaitu
Merasa sulit berkembang di kota Semarang, ia kemudian memutuskan pindah ke
Surabaya. Di kota Surabaya ini ia bekerja pada sebuah firma yang bernama Kooy & Co.
Disamping bekerja beliau juga tidak lupa meluangkan waktu untuk menambah ilmu
pengetahuan. Pada tahun 1907-1910, dia mengikuti pendidikan di sekolah B.A.S (Burgerlijke
Avond School).
Setelah menamatkan sekolahnya di B.A.S, agaknya Tjokroaminoto sudah tidak tertarik
lagi untuk meneruskan pekerjaannya di perusahaan dagang tersebut. Kemudian ia berhenti dan
bekerja sebagai leerling machinist selama satu tahun lamanya yaitu dari tahun 1911 sampai 1912.
Kemudian ia pindah bekerja lagi ke sebuah pabrik gula, Rogojampi Surabaya di dekat kota
Surabaya sebagai seorang chemiker. Suara Surabaya. Bakatnya ini semakin tampak jelas semasa
ia menjadi pemimpin Sarekat Islam dan PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dimana ia mampu
menerbitkan beberapa surat kabar harian dan mingguan serta majalah, yaitu surat kabar Oetoesan
Hindia, surat kabar Fajar Asia, dan majalah Al-Jihad. Pada semua penerbitan itu ia selalu
menjadi pemimpin redaksi. Ia memang menyadari fungsi surat kabar dan majalah sebagai salah
satu alat perjuangan.6 Untuk membantu ekonomi keluarga, Soeharsikin membuka rumahnya
untuk indekos para pelajar di Surabaya. Pelajar yang mondok di rumah Tjokroaminoto sekitar 20
orang. Kebanyakan dari mereka bersekolah di M.U.L.O (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs),
atau H.B.S (Hollands Binnenlands School).
Di antara siswa yang mondok tersebut adalah Soekarno, Kartosoewiryo, Sampoerno, dan
Abikoesno, Alimin dan Moesso. Mereka tidak hanya makan dan tidur di rumah Tjokroaminoto,
tetapi juga berdiskusi baik dengan sesama teman maupun dengan Tjokroaminoto. Sehingga
rumah Tjokroaminoto adalah ibarat Akhirnya, setelah cukup lama merantau, Tjokroaminoto
memutuskan menetap di Surabaya dan membawa serta istri dan anak-anaknya yaitu Siti Oetari,
Oetarjo alias Anwar, Harsono alias Moestafa Kamil, Siti Islamijah, dan Soejoet Ahmad.
Walaupun dalam suasana sederhana, keluarga ini sangat harmonis dan berbahagia.
Soeharsikin memberikan dukungan moral yang sangat besar kepada suaminya. Jika
Tjokroaminoto bepergian, istri yang sederhana dan setia ini mengiringi kepergian suaminya
dengan sembahyang tahajud, puasa dan berdoa untuk suaminya. Banyak orang mengakui bahwa
ketinggian derajat yang diperoleh Tjokroaminto sebagian besar berkat bantuan istrinya. Dalam
mendidik anak-anaknya maupun mengatur para pelajar yang indekos, Soeharsikin dan
Tjokroaminoto sangat disiplin meskipun tetap akrab. Anak-anaknya diberi pendidikan dengan
sebaik-baiknya.
Tidak hanya pendidikan duniawi tetapi juga pendidikan agama sangat diperhatikannya
seperti mendatangkan guru untuk mengajar membaca Al-Qur’an ke rumahnya. Sedangkan
6 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, op.cit, hal.50-51

disiplin yang diterapkan pada pelajar adalah seperti yang digambarkan Soekarno : ”Bu Tjokro
sendiri yang mengumpulkan uang makan kami setiap minggu. Dia membuat peraturan seperti
makan malam jam sembilan dan yang terlambat tidak akan dapat makan, anak sekolah sudah
harus ada di kamarnya jam 10 malam, anak sekolah harus bangun jam 4 pagi untuk belajar, dan
main-main dengan anak gadis dilarang..”7 Tetapi tidaklah lama Raden Ayu Soeharsikin dapat
menyumbangkan darma baktinya kepada cita-cita suaminya, pada tahun 1921, beliau akhirya
Pada usia 35 tahun, Tjokroaminoto mencapai puncak karirnya sebagai pemimpin Sarekat Islam
selama beberapa periode.
Tetapi semua gerak langkahnya tidak akan berhasil, jika tidak mendapat dukungan dari
istri tercintanya. Dengan ketaatan seorang istri pejuang yang juga ikut membanting tulang
mencari nafkah dengan tiada rasa jerih payah. Hidup sang istri yang didorong oleh hati ikhlas
dan jujur itu, akhirnya merupakan faktor yang terpenting pula, sehingga Tjokroaminoto menjadi
manusia besar di Indonesia yang amat disegani oleh kawan maupun lawannya.

B. Pemikiran Politik Islam Tjokroaminoto
Di Surabaya ia mulai aktif berorganisasi dan menjadi ketua perkumpulan Panti Harsoyo
sebelum masuk Sarekat Islam (selanjutnya disebut SI) yang berada dibawah pimpinan H.
Samanhoedi. Melalui H. Hasan Ali Surati, seorang saudagar kaya dari India yang menjadi ketua
Perkumpulan Manikem, Tjokroaminoto diperkenalkan dengan empat pengurus SI yang sedang
menjajaki pembukaan cabang disana. Sejak itulah Tjokroaminoto menunjukkan ketertarikannya
dan resmi menjadi anggota SI untuk kemudian menjadi ketua cabang di Surabaya. Oleh
Tjokroaminoto, SI menjadi organisasi pergerakan pertama yang mampu mengadakan mobilisasi
massa dalam sebuah vergadering (rapat terbuka) yang diadakan pada 26 Januari 1913 di
Surabaya. Rapat terbuka tersebut dihadiri 12 afdeling (cabang) dari 15 afdeling yang ada dan
berhasil menyedot atensi massa sebanyak 80.000 orang. Namun, menurut Schippers 64.000
peserta rapat di Surabaya ini berasal dari Surakarta. Selanjutnya, pada kongres pertama yang
diadakan di Surakarta pada 23 Maret 1913 yang diikuti oleh 48 afdeling Tjokroaminoto ditunjuk
sebagai wakil ketua SI dan redaktur pelaksana Oetoesan Hindia.8
Pada Kongres Kedua SI yang diadakan di Yogyakarta, April 1914, merupakan momen
yang sangat bersejarah bagi Tjokroaminoto, SI, dan bagi rakyat Indonesia saat itu dimana
Tjokroaminoto menjadi pemimpin tertinggi SI menggantikan H. Samanhoedi. Kongres kedua
tersebut dihadiri 147 delegasi yang mewakili 440.000 anggota. Pada pembukaan kongres
tersebut permintaan Samanhoedi agar tidak ada perubahan kepengurusan ditolak oleh peserta
kongres. Mereka menginginkan Samanhoedi untuk menyerahkan kepengurusan kepada generasi
7 M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, op.cit,
hal.13-15
8 Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, Jakarta:
Yayasan Kebangkitan Insan Cendekia, 2008, hal.59-6

muda yang lebih pandai dan memiliki kapasitas. Untuk meredakan suasana dan memberikan
apresiasi kepada Samanhoedi Hasan Djajadiningrat mengusulkan agar Samanhoedi ditetapkan
sebagai Ketua Kehormatan CSI (Central Sarekat Islam), sebuah posisi tanpa kekuasaan.9
Tjokroaminoto yang telah mengonsolidasikan kekuatannya diangkat sebagai ketua. Di
Jawa Tengah misalnya, Tjokroaminoto yang sebelumnya wakil ketua SI mulai menandingi
Samanhoedi dan turun ke cabang-cabang. Sementara di Jawa Timur, SI jelas berada di bawah
kendali Tjokroaminoto. Ia orang yang paling berpengaruh di Surabaya. Ia mengontrol Oetoesan
Hindia dan menjadi ’rajanya’ vergadering. Pada Agustus Tjokroaminoto semakin kuat
menancapkan pengaruhnya dengan mengalahkan Hasan Ali Soerati, orang yang mendirikan Setia
Oesaha dan toko-tokonya, dan mengambil alih jabatan Soerati sebagai direktur Setia Oesaha.
Untuk memperluas pengaruh SI di bawah kendalinya, ia mengumpulkan kawan-kawannya dan
mendistribusikan jabatan pada mereka. Rumah Tjokroaminoto sendiri secara de facto menjadi
kantor SI Surabaya dan kemudian menjadi kantornya CSI.10
Selain itu kepiawaian Tjokroaminoto sebagai negosiator ulung tidak perlu diragukan lagi.
Melalui lobi-lobinya kepada pemerintah Belanda, SI berhasil memperoleh status hukum dan
mengubah afdeling-afdeling menjadi SI lokal. Selain itu, SI juga berhasil mendapat ijin untuk
membentuk kepengurusan pusat yang kemudian dinamai Central Sarekat Islam (CSI). Sampai
Kongres kedua sudah 60 afdeling yang berhasil diubah menjadi SI lokal dan nantinya terus
bertambah. Maka, amat wajar pengaruh Tjokroaminoto semakin besar dan banyak cabangcabang yang meliriknya untuk menjadi suksesor Samanhoedi.11
Di tangan Tjokroaminoto-lah SI mengubah konsep pergerakannya dari pergerakan di
bidang ekonomi menjadi organisasi pergerakan nasional yang berorientasi sosial politik dan
kepemimpinannya beralih dari kelompok borjuis pribumi ke kaum intelektual yang terdidik
secara Barat. Bersama Agus Salim dan Abdul Moeis, Tjokroaminoto saling bahu membahu
membesarkan Sarekat Islam hingga menjadi organisasi pergerakan pertama yang ’benar-benar’
berskala nasional yang mampu menarik anggota sebanyak 2,5 juta orang. Hal ini dapat dilihat
dari latar belakang daerah ketiga tokoh tersebut yang berbeda-beda. Tjokroaminoto merupakan
keturunan ningrat Jawa, sementara Agus Salim adalah keturunan santri bangsawan di Padang,
dan Abdul Moeis juga berasal dari keturunan bangsawan di Padang namun dibesarkan di
Palembang. Ketiganya menjadi ’Tiga Serangkai’ pejuang muslim yang amat disegani.12
Bersama Abdul Moeis, Tjokroaminoto duduk sebagai wakil dari Sarekat Islam di
Volksraad atau ’Dewan Rakyat’. Volksraad sendiri dibentuk setelah adanya tuntutan dari SI
9Ibid, hal.76
10 Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: Graffiti,
1977, hal.73-7
11 Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit,
hal.73
12 Ibid, hal.79

untuk mengadakan sebuah parlemen. Namun lembaga ini hanyalah bagian dari akal-akalan
pemerintah kolonial untuk sekadar formalitas dalam memenuhi program Politik Etis yang saat itu
sedang digiatkan. Karena pada saat itu jumlah wakil rakyat pribumi lebih sedikit dari pihak
penjajah dan bangsa Timur Asing yaitu hanya sebanyak 25 orang sementara wakil dari Belanda
sebanyak 30 orang dan dari Timur Asing sebanyak 5 orang. Sehingga Tjokroaminoto dan Abdul
Moeis pada waktu itu memposisikan diri mereka sebagai oposisi.
Sedangkan khusus Salim, dia-lah yang memberikan muatan lebih nilai-nilai Islam atau
ideologisasi Islam pada SI. Islam-lah yang seharusnya menjadi nilai dan bukan konsep Ratu Adil
seperti yang sempat disematkan kepada Tjokroaminoto yang menurutnya berbau animis, mistik
dan tidak rasional.13
Pada awal kepemimpinannya di SI, Tjokroaminoto cenderung masih bersikap kooperatif
dan lunak terhadap pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dapat dilihat dalam pidato-pidatonya
pada Kongres Nasional Pertama SI, tanggal 17-24 Juni di Bandung. Dalam pidatonya mengenai
Zelf Bestuur (pemerintahan sendiri) dan Dewan Rakyat tersebut Tjokroaminoto dianggap
belumlah terlalu radikal. Ia masih merupakan ’satria di bawah perlindungan pemerintah’.
Nadanya masih berbau seperti yang sering diucapkan kaum etisi. Di pikirannya, Tjokroaminoto
belum melihat Zelf Bestuur seradikal kemerdekaan, melainkan kebebasan untuk memerintah dan
mengurus negerinya sendiri seperti halnya pemerintahan serikat yang tetap bernaung kepada
negeri induknya yaitu Belanda.14
Namun, pernyataannya tersebut juga merupakan sebuah taktik untuk mengamankan
penilaian pemerintah pada SI, sambil memberikan keyakinan pada masyarakat bahwa pribumi
bisa memerintah dirinya sendiri. Apa yang dinyatakan Tjokroaminoto jelas sangat
menggembirakan kaum liberal di Belanda. Di Hindia, politik asosiasi yang menyatukan negeri
Belanda dan Hindia dalam satu ikatan yang lebih sederajat telah berkembang. Mungkin di antara
perkumpulan- perkumpulan lain di Hindia, perkumpulan Theosofi-lah yang paling jauh Hal ini
dapat dilihat dari kata-katanya ”..bersama-sama pemerintah dan menyokong pemerintah menuju
arah yang betul. Tujuan kita adalah mempersatukan Hindia dengan Nederland, dan untuk
menjadi rakyat ’Negara Hindia’ yang berpemerintahan sendiri.”
Sikap radikal Tjokroaminoto sendiri tumbuh seiring dengan semakin radikalnya kaum
pergerakan pada saat itu. Ada dua hal yang memicu tumbuhnya keradikalan dalam diri
Tjokroaminoto. Pertama, penangkapan terhadap dirinya dengan tuduhan keterlibatan dalam
kasus SI Seksi B dan peristiwa Garut tahun 1919. SI Seksi B adalah unit dari Sarekat Islam yang
bersifat revolusioner dengan orientasinya yang terlihat kejam yaitu membunuh semua orang
Eropa dan Cina, dan dengan cara ini mengambil alih pemerintahan. Anggota-anggota dari SI
Seksi B inilah yang diduga menimbulkan kerusuhan dalam peristiwa Garut. Tjokroaminoto
13 Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942, op.cit,
hal.80
14 Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, op.cit, hal.10

dianggap telah memberikan persetujuan secara diam-diam terhadap organisasi tersebut namun
tidak secara aktif mendorongnya.15
Walaupun sebenarnya ada indikasi bahwa kerusuhan tersebut merupakan rekayasa yang
sebenarnya dibuat oleh residen, kontrolir, bupati, wedana, camat, serta polisi yang masih
mempertahankan Tanam Paksa untuk Jawa Barat. Kerusuhan ini sendiri dipicu oleh perintah
residen agar menembak Haji Hasan. Tjokroaminoto pun dipermalukan dengan penahanan selama
sembilan bulan dan kemudian dibebaskan karena tidak ada bukti-bukti yang kuat. Bahkan pers
Belanda dan anggota Volkskraad yang radikal pun berpendapat bahwa Tjokroaminoto sama
sekali tidak terlibat dalam gerakan SI Seksi B.16
Akibat dari penahanan ini Tjokroaminoto merasa tidak perlu untuk melanjutkan sikap
politiknya yang kooperatifnya kepada pemerintah kolonial. Kedua, pasca dibebaskan pada bulan
April, Tjokroaminoto mendapati SI sedang berada di ambang perpecahan. Hal ini tidak lain
merupakan ekses dari adanya konflik dengan kubu komunis yang menyusup ke dalam SI hingga
memunculkan dua faksi yaitu SI Putih yang diwakili oleh Salim dan SI Merah yang dipunggawai
oleh Semaoen. Tjokroaminoto yang awalnya bersikap lebih toleran terhadap orang-orang
komunis pada akhirnya memilih untuk bersikap lebih tegas dari sebelumnya. Sebagai pemimpin
besar SI/PSII tak terasa Tjokroaminoto di tahun 1934 telah berusia 52 tahun. Pada saat itu beliau
sudah mulai sakit-sakitan. Walaupun demikian Tjokroaminoto sampai saat-saat terakhir hidupnya
masih terus berjuang bersama SI, dan di kongres XX di Banjarnegara yang diadakan 20-26 Mei
1934 ia masih turut hadir dan inilah kongres SI terakhir yang dihadirinya setelah berjuang lebih
dari 22 tahun lamanya di SI/PSII. Di kongres ini Tjokroaminoto memberikan wasiat tertulis
’Program Wasiat’ yang merupakan suatu rencana ’Pedoman Umat Islam’ dan disahkan oleh
kongres. Sebelumnya oleh kongres XIX Batavia Maret 1933, ia diserahi tugas penting yang
nampaknya hanya dipercayakan padanya untuk menyusun ’Reglement Umum Bagi Umat Islam’.
Oleh Tjokroaminoto konsep ini diserahkan pada kaum PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia) pada
tanggal 4 Februari 1934 dan disahkan oleh kongres Banjarnegara 1934. Kesehatan
Tjokroaminoto sendiri sebenarnya telah menurun sejak kepulangannya dari Sulawesi akhir 1933,
namun ia terus memaksakan diri untuk bekerja. Sesudah kongres Banjarnegara tersebut rekanrekan separtainya terus menasehatinya agar beristirahat dan mengurangi aktivitasnya, namun
tidak juga diindahkan oleh Tjokroaminoto. Tanggal 30 Agustus-2 September 1934 di Pare
sewaktu berlangsung konferensi wilayah PSII Jawa Timur, ia terlihat pucat dan lemah. Tak lama
kemudian anaknya, Anwar Tjokroaminoto yang selama ini tinggal di Jakarta mendapat kabar dari
keluarga di Yogyakarta yang mengatakan kondisi Tjokroaminoto mulai melemah. Ia mulai tidak
bisa berjalan dan badannya mengalami kelumpuhan sebelah sehingga praktis ia hanya bisa
terbaring di tempat tidur. Akhirnya pada hari Senin Kliwon, 10 Ramadhan 1353 H, atau tepatnya
pada tanggal 17 Desember 1934 H.O.S Tjokroaminoto menghembuskan nafas terakhirnya.
Beliau dimakamkan di Kuntjen, Yogyakarta.17
15 Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 2009, hal.212
16 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, op.cit, hal.408
17 Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942 op.cit,

C. Biografi Soekarno
Ir. Soekarno, inilah presiden pertama
Indonesia, Sang Proklamator Kemerdekaan
Indonesia bersama Bung Hatta pada 17 Agustus 1945. Soekarno merupakan seorang siswa
yang mendapat pendidikan barat sekuler yang kemudian aktif dalam kegiatan politik ketika
usianya memasuki dewasa. Soekarno lahir ketika pada masa permulaan era kebangkitan dan
pergerakan nasional. Bagi bangsa Indonesia abad ke-19 merupakan zaman yang gelap.
Sebaliknya zaman itu bagi mereka di belahan bumi lain adalah zaman penuh semangat di dalam
pasang naiknya revolusi kemanusiaan.18 Ibunya bernama Idayu Nyoman Ray dan ayahnya
bernama R. Soekemi Sosrodihardjo, kemudian kakaknya bernama Soekarmini. “Aku adalah anak
dari seorang ibu kelahiran Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idayu, merupakan keturunan
bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir adalah paman ibuku”, ujar Soekarno.19 Soekarno
mempunyai kakek yang ahli dalam ilmu gaib dan ahli kebatinan yang bernama Raden
Hardjodikromo, dengan berhubungan terhadap kakeknya ini secara tidak langsung Soekarno
mendapat ilmu kebatinan dalam menjalani karir politiknya kelak.
Presiden pertama Indoensia ini diberi nama Kusno oleh Bapak-Ibunya, Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Nama Kusno akhirnya dirubah menjadi Soekarno oleh
orang tuanya karena sejak kelahirannya pada 6 Juni 1901 di Blitar Soekarno kecil sering sakitsakitan, kepercayaan jawa mengubah nama adalah usaha untuk menghilangkan seringnya
Soekarno kecil mengalami sakit-sakitan.
Selepas Sekolah Dasar Bung Karno sudah hidup mandiri, beliau melanjutkan sekolah di
Surabaya yaitu HIS dan HBS. Selama di Surabaya beliau tinggal di rumah Haji Oemar Said
Tjokroaminoto, yang pada akhirnya Bung Karno memperistri putri dari tokoh Syarikat Islam
tersebut. Kemudian Bung Karno melanjutkan sekolah di THS, atau ITB sekarang ini. Sambil
kuliah di THS Bung Karno aktif di kegiatan- kegiatan politik yang menyuarakan kemerdekaan
Indonesia, akibat dari kegiatannya itu sejak muda Bung Karno telah akrab dengan penjara, tentu
penangkapan- penangkapan itu atas perintah pemerintah kolonial Belanda.
Soekarno
muda tumbuh menjadi pemuda yang revolusioner. Ketika
mengambil kuliah di THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang
menjadi ITB) di Bandung ia telah aktif dalam pergerakan-pergerakan politik. Tiada pilihan
lain baginya selain berjuang untuk secara politis menentang kolonialisme dan imperialisme,
bahkan hal itu menggelisahkan profesornya. Pada suatu pagi di awal tahun 1923, sebagai seorang
mahasiswa Soekarno dipanggil untuk menghadap Rektor Technische Hoge School (THS), yakni
Profesor Klopper. Kepada mahasiswanya itu, sang profesor mengatakan, “Kamu harus berjanji
bahwa sejak sekarang kamu tak akan lagi ikut-ikutan dengan gerakan politik.” “Tuan,” jawab
hal.244
18 Cindy Adams, Bung Karno penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Jakarta: Media Pressindo, 2007), h.21.
19 Ibid., h. 23.

Soekarno, “Saya berjanji untuk tidak akan mengabaikan kuliah-kuliah yang Tuan berikan di
sekolah.” “Bukan itu yang sama minta,” sanggah si profesor. “Tetapi hanya itu yang bisa saya
janjikan, Profesor,” jawab Soekarno lagi.
Setelah lulus pada 1926 dari bangku kuliah Ir. Soekarno mendirikan PNI bersama temantemanya Pandangan Soekarno muda ini sangat menonjol, cita-citanya yang besar untuk
Indonesia Merdeka adalah obor yang menyala-nyala dalam sanubarinya. Pada tahun 1926
pandangannya itu diwujudkan dalam tulisannya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan
Marxisme. Dimana-mana Bung Karno selalu mengatakan bahwa dirinya adalah Nasionalis,
tentu yang menjadi pertanyaan mengapa ia mengakomodasi Islamisme dan Marxisme? Bagi
Bung Karno membebaskan Bangsa Indonesia dari penjajahan kolonial adalah harga mati.
Kedaulatan Bangsa Indonesia adalah kemerdekaan dari Sabang hingga Merauke. Pada masa
perjuangan fisik inilah Bung Karno tumbuh dan berkembang dan pada masa itu tidak hanya
Indonesia yang berada pada cengkeraman kolonial tetapi juga negara-negara di Asia dan Afrika.
Bung Karno melihat di semua negri terjajah, termasuk di indonesia, perjuangan melawan
kolonial ini ada dua warna yang dominan yaitu dengan bendera Islam ataupun bendera
Sosialis (Marxis). Bung Karno mengakui bahwa Islamisme dan Marxisme adalah ideologi yang
lintas bangsa tetapi benang merah yang diambil oleh Bung Karno adalah semua perjuangan yang
ada di berbagai negeri adalah sama yaitu untuk memerdekakan negrinya dari kolonialisme dan
imperialisme. Maka dari itu Bung Karno selalu menekankan bahwa segala macam warna
perjuangan yang ada di Indonesia adalah untuk Tanah Air Indonesia, semua harus bersatu, bahumembahu demi Tanah Air tempat dimana Bangsa Indonesia hidup.

D. Pemikiran Politik Islam Soekarno
Masih dalam tulisan yang sama Bung Karno mengatakan, ”Bukankah, sebagai yang
sudah kita terangkan, Islam yang sejati mewajibkan pada pemeluknya mencintai dan
bekerja untuk negeri yang ia diami, mencintai dan bekerja untuk rakyat dianatara mana ia hidup,
selama negeri dan rakyat itu masuk Darul-Islam.” Bung Karno menegaskan kembali, ”...dimanamana orang Islam bertempat disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk keperluan negeri itu
dan rakyatnya.”20
Bung Karno mengatakan bahwa dalam Islam juga terkandung tabiat-tabiat yang
sosialistis maka dari itu seyogyanyalah kaum Islam harusnya mampu bekerja sama dengan
kelompok Marxis, meski sosialisme dalam Islam memiliki asas yang berbeda yaitu spiritualisme
sedangkan sosialisme dalam Marxis berdasar pada asas perbendaan, atau materialisme. Bung
Karno juga mengingatkan, ”Kaum Islamis tidak boleh lupa, bahwa kapitalisme, musuh
Marxisme itu ialah musuh Islamisme pula! Sebab meerwaarde sepanjang paham Marxisme,
dalam hakikatnya tidak lainlah dari pada riba sepanjang paham Islam. Meerwaarde ialah teori:
20 Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jakarta, 1964, hal. 7.

memakan pekerjaan lain orang, tidak memberikan bagian keuntungan yang seharusnya menjadi
bagian kaum buruh yang bekerja mengeluarkan untung tersebut ... Untuk Islamis sejati tak
layaklah jika memusuhi paham Marxisme yang melawan peraturan meerwaarde tersebut, sebab
Islam yang sejati juga memerangi peraturan itu, bahwa Islam yang sejati melarang keras akan
perbuatan memakan riba ... bahwa riba ini pada hakikatnya tiada lain daripada meerwaardenya paham Marxisme itu.”21
“tidak ada agama yang lebih rasional dan simplicity daripada Islam,” demikian dikatakan
Soekarno, dalam sebuah suratnya kepada A. Hassan.
Soekarno sangat terkesan dengan ajaran yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad ini. Selain itu, beliau juga sangat terkesan dengan pencapaian Islam yang pernah
menguasai hampir sepertiga luas dunia, yang dikenal dengan masa kegemilangan Islam, The
Glory of Islam. Namun, masa keemasan ini dapat dikatakan hanya berusia pendek yang
kemudian membawa umat Islam terjerumus kedalam lubang kemunduran, kekolotan. Lebihlebih krisis tersebut terjadi secara total, artinya bukan hanya dalam lapangan dan keagamaan
saja, tetapi juga diiringi dengan kemunduran pada ilmu pengetahuan, kebudayaan, kesenian
maupun kesusastraan. Selain itu, umat Islam juga banyak mengalami kekalahan-kekalahan dalam
bidang politik maupun ekonomi akibat pukulan dan tekanan dari pihak kolonialisme dan
imperialism. menurut Soekarno, factor-faktor yang membuat kemunduran pada umat Islam
adalah:
1. Berubahnya demokrasi menjadi aristokrasi, dan republik menjadi dinasti.
Berikut pendapat Soekarno tentang berubahnya system dalam Islam, yang mengutip pendapat
Tjokroaminoto, “Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh Islam itu sendiri.
Rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi pekerti orang-orang yang menjalankannya.
Sesudah Amir Muawiyah mengutamakan asas dinasti keduniawian untuk aturan khalifah,
sesudah khalifah-khalifah itu menjadi raja, maka padamlah tabiat Islam yang sebenarnya. Amir
Muawiyahlah yang harus memikul tanggung jawab atas rusaknya tabiat Islam yang nyata bersifat
sosialistis dengan sebenarnya.
Penyelewengan Muawiyah ini bukan hanya mengakibatkan kerusakan pada system
politik umat Islam, tetapi telah menyebabkan perubahan di segala bidang, khususnya bidangbidang social hingga mengakibatkan lunturnya keimanan dari umat Islam. Padahal iman adalah
benteng yang memberi keteguhan kepada umat Islam.
2. Taqlid yang mematikan kehidupan berpikir dalam Islam.
Ulama-ulama dan cendekiawan Islam yang terus melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW,
dengan terus menjabarkan ajaran agama Islam dan membentuk hokum Islam yang lazim disebut
syari’at atau fiqh. Cendekiawan-cendekiawan tersbut berusaha menyimpulkan hokum Islam
21 Ibid, hal 12.

tersebut sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Soekarno, sangat sadar bahwa hokum
yang ditetapkan, terutama yang berkaitan dengan masyarakat, haruslah bersifat supel, cukup
“karet”, cukup elastic, agar dapat tetap bertahan di kemudian hari, karena ajaran agama yang
dibawa bersifat universal.
Namun dalam perjalanan syari’at, karena memang ulama Islam tidaklah hanya satu, maka
menimbulkan banyak penafsiran hingga muncul beberapa mazhab dalam Islam. Pada akhirnya,
ada empat mazhab yang diakui kebenarannya dan umat Islam harus bertaqlid saja kepada kyai
atau ulama dari satu mazhab imam yang empat itu. dari hal ini, menurut Soekarno,
mengakibatkan pintu-pintu ijtihad telah tertutup, karena terlalu terpaku oleh mazhab tersebut dan
menjadi mengenyampingkan Al-Qur’an, yang menurut Soekarno pula hal ini sudah tidak sesuai
dengan roh/jiwa Islam. Mengutip pendapat Snouck Hurgronye, Soekarno menyebutkan:
…ulama-ulama dari segala waktu adalah terikat pada ucapan-ucapan ulama yang terdahulu dari
mereka, masing-masing di kalangan mazhabnya sendiri-sendiri. Mereka hanya memilih
pendapat-pendapatnya autoriteit-autoriteit yang terdahulu dari mereka. Maka syari’at itu
seumumnya, akhirnya tergantung pada ijma’ dan tidak kepada meksud-maksudnya firman yang
asli.
Tertutupnya pintu ijtihad karena sikap taqlid di kalangan umat Islam. Namun, mazhabmazhab ini hanyalah salah satu factor yang menimbulkan sikap taqlid. Factor lain seperti
munculnya aliran-aliran dalam bidang teologi, yang pada akhirnya melahirkan satu aliran yang
paling dominan karena adanya sokongan dari penguasa pada zamannya. Seperti aliran
Asy’ariyah, Mu’tazilah, Maturidiyah, Jbariyah, Qodariyah, dan Murji’ah.
1. Berpedoman pada hadist-hadist Dhaif (lemah).
Hadist baru dikumpulkan dan dibukukan seabad setelah Nabi wafat. Dari pengumpulan
Hadist ini, kemudian dibagi menjadi beberapa bagian menurut kuat dan lemahnya Hadist
tersebut.
Dalam sebuah suratnya kepada A. Hassan, Soekarno mengatakan: Saya perlu kepada “Bukhari
atau Muslim” itu, karena distulah dihimpun hadist-hadist yang dinamakan shahih. Padahal saya
membaca keterangan dari salah seorang pengamat Islam bangsa Inggris, Bukhari pun masih
terselip hadist-hadist yang lemah. Dia pun menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan
Islam, kemesuman Islam, ketakhayulan orang Islam banyaklah karena hadist-hadist lemah itu,
yang sering lebih laku daripada ayat-ayat Al-Qur’an. Saya kira anggapan ini adalah benar.
Berapa besarkah kebencanaan yang telah datang kepada umat Islam dari misalnya “hadist” yang
menyatakan, bahwa dunia bagi orang Serani dan akherat bagi orang “Muslim”.
2. Aristokrasi dalam masyarakat Islam.
Soekarno menyebutkan:

… Menurut keyakinan saya, salah satu kecelakaan Islam zaman sekarang ini ialah, pengeramatan
manusia yang menghampiri kemusyrikan itu. Alasan-alasan kaum sayid misalnya, mereka punya
brosur “bukti kebenaran” saya sudah baca, tetapi tidak bsia meyakinkan saya. Tersesatlah orang
yang mengira, bahwa Islam mengenal “aristokrasi Islam”. Pengeramatran manusia ini adalah
salah satu sebab mematahkan jiwanya sesuatu agama dan umat. Oleh karena pengeramatan
manusia itu, melanggar tauhid, kalau tauhid rapuh, datanglah kebencanaan.
3. Kurangnya kesadaran sejarah.
Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya perhatian ulama-ulama serta umat Islam
terhadap sejarah, membuat umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran yang
telah lama mereka derita. Dalam hal ini Soekarno berkata:
Umumnya kita punya kyai-kyai dan kita punya ulama-ulama tak ada sedikitpun “feeling”
kepada sejarah, ya boleh saya katakana kebanyakan tak mengetahui sedikitpun dari sejarah itu.
Mereka hanya menuju kepada “agama khususi” saja, dan dari agama khususi ini, terutama sekali
bagian fiqh. Sejarah, apalagi bagian lebih dalam, yakni yang mempelajari “kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuan dan kemunduran suatu bangsa. Padahal, di sinilah
padang penyelidikan yang maha penting. Apa sebab mundur? Apa sebab bangsa ini di zaman ini
begitu? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting yang harus berputar terus menerus di dalam kita
punya ingatan, kalau kita mempelajari naik turunnya sejarah itu.”
Rasional, simplistic dan kesamarataan dalam ajaran Islam, di samping jiwa Islam itu
sendiri, merupakan modal dasar untuk membawa umatnya mencapai kemajuan dan untuk
mengejar zaman. Tidak taqlid dan terus melakukan ijtihad hingga melahirkan kemaslahatan.
Ijtihad harus mengedepankan keadilan dan kesejahteraan, selain itu, ijtihad harus berusaha
mencapai kebenaran yang tidak memihak bagi seluruh umat.
Menurut pandangan Soekarno, Islam memang bersesuaian dengan paham rasionalisme.
Beliau berkata:
Marilah kita, kalau kita tidak mau mendurhakai zaman, marilah kita mengangkat
rasionalisme itu menjadi kita punya bintang petunjuk di dalam mengartikan Islam. Kita tidak
akan rugi, kita akan untung. Sebab Tuhan sendiri di dalam Al-Qur’an berulang-ulang
memerintahkan kita berbuat demikian itu.
Rasionalismelah, menurut Soekarno, yang mampu merombak kekolotan, menghapuskan taqlid
dan mampu menyesuaikan pengertian Islam dan Fiqh dengan peredaran zaman serta memberikan
kebebasan berpikir bagi umat Islam untuk terus survive dan maju di setiap zamannya selama
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Selain itu, rasional juga akan membawa kemujuan bagi
umat Islam. Dalam hal ini Soekarno berkata: Islam is progress, Islam itu kemajuan, begitu telah
saya tuliskan dalam salah satu surat saya yang terdahulu. Kemajuan karena fadhu, kemajuan

karena Sunnah, tetapi juga karena kemajuan, karena diluaskan dan dilapangkan oleh aturan jaiz,
atau mubah yang lebarnya melampaui batas-batas zaman.
Tetapi, dengan perubahan zaman yang menuntut perubahan hukum tersebut, tidak berarti
bahwa jiwa agama ikut berubah, bahkan sumber pokok ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tidak
ikut berubah. Soekarno berkata:
Panta rei, kata Heraclitus, segala hal mengalir, segala hal selalu berubah, segala
mendapat pembaruan. Di dalam pengertian tentang ajaran-ajaran agama pun Panta rei, di dalam
hal-hal inipun selalu ada perubahan. Pokok tidak berubah, agama tidak berubah, Islam sejati
tidak berubah, firman Allah dan sunnah Nabi tidak berubah, tetapi pengertian tentang hal-hal
inilah yang berubah. Pengoreksian itulah hakikat semua ijtihad, pengoreksian itulah hakikatnya
semua penyelidikan yang membawa ke lapangan kemajuan.
Mencontoh Barat tentunya dalam hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan sifatnya
tidaklah merupakan hal yang bertentangan dan dilarang oleh Islam. Soekarno mengetahui Nabi
sendiri pernah bersabda bahwa “kamu lebih tehu urusan-urusan duniamu”. Soekarno berkata:
Alangkah baiknya, ia (muslim) ingat, bahwa di dalam urusan dunia, di dalam urusan
statesmanship, boleh berqiyas, boleh membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru,
boleh berradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh ber hyper-hyper
modern, asal tidak nyata dihukum haram atau makruh oleh Allah atau Rasul.
Soekarno sering mengatakan bahwa yang terpenting adalah bagaimana umat Islam harus
mengetahui dan menghayati jiwa Islam. Sebab bisa saja orang menjalankan hokum Islam sesuai
dengan syari’at atau fiqh, namun pada dasarnya berlawanan dengan jiwa Islam. Sebagai
contohnya beliau menyebutkan kasus-kasus tertentu dalam tulisannya yang berjudul “Islam
sontoloyo”. oleh karena itu, Islam sesuai dengan jiwanya, karena mereka hanya memahami
sesuai dengan teksnya dan kurang menyesuaikan dengan realita yang sebenarnya. Soekarno pun
mengatakan, “marilah saya bawa tuan turun dari awan-awan yang tinggi itu, ke atas tanahnya
bumi yang nyata, dan kita bercakap-cakap di atas bumi dengan cara yang riil.” jadi, apabila Islam
ingin maju, maka harus terus mengikuti arus peradaban sekalipun itu bukan peradaban Islam.
Yang terpenting adalah eksistensi nilai-nilai Islam yang harus menjadi pedoman tiap-tiap umat
Muslim. Barat tidaklah buruk, apabila umat Islam mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai
Islam. Asalkan kita tidak terus-menerus terjebak pada ketaqlidan namun terus menjunjung tinggi
nilai-nilai kesopanan, keadilan dan kesejahteraan umat. Soekarno memiliki cita-cita agar Islam
dapat beradaptasi dengan berbagai paradigm yang ada tanpa mengusik kemurnian Islam itu
sendiri dan eksistensi peradaban dunia dapat terus diwarnai oleh ajaran Islam. Sebagai salah satu
bentuk realisasinya, umat Islam juga perlu mempelajari Islam dan Politik. Mengapa demikian?
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwasannya semangat yang dijiwai oleh ajaran Islam telah
membawa kejayaan. Telah lahir dari masyarakat Islam ahli bidang filsafat, kedokteran,
perbintangan, matematika, sastra dan lain sebagainya. Dalam bidang politik, Negara Islam

termasuk Negara yang disegani di dunia, dan masa-masa itu disebut dengan the glory of Islam.
Berbarengan dengan lahirnya ilmuan-ilmuan muslim, lahir pula para cendekiawan-cendekiawan
muslim yang mencoba merumuskan pemikiran politik dan ketatanegaraan dalam dunia Islam.
Pemikiran-pemikiran cendekiawan ini dibagi menjadi dua, yaitu; pertama, idealisasi dalam
pemikiran politik, dan kedua, terbatas kepada pemahaman terhadap situasi dan kondisi politik
dan kemudian mencoba merumuskan gagasan tentang bagaimana memperbaiki situasi dan
kondisi tersebut.
Soekarno, sempat mengamati gerakan yang dipimpin oleh Jmaludin Al-Afghani dengan
Pan-Islamismenya. Menurut Soekarno, gerakan ini adalah gerakan internasionalisme. Oleh
karena itu tidak terbatas pada suatu bangsa saja. Beliau menyebutkan bahwa pergerakan
Islamisme pada hakikatnya tiada bangsa. Soekarno pun mengakui adanya konsepsi territorial
politik dalam agama Islam: Darul Islam dan Darul Harb. Soekarno mengatakan:
Islam yang sejati adalah satu religious democratie, satu kerakyatan yang bersandar
kepada persatuan agama. Islam yang sejati mencantumkan kepada soal khalifah itu beberapa
syarat, yang dua diantaranya maha penting, maha riil. Khalifah harus dipilih oleh umat Islam dan
khalifah harus berkuasa sungguh-sungguh buat menegakkan dan melindungi Islam di seluruh
kalangan umat.
Tetapi konsep khilafah tersebut, termasuk dengan syarat-syaratnya, telah berakhir dengan
naiknya Muawiyah sebagai khalifah setelah Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini Soekarno
mengatakan, “Padamlah tabiat Islam yang sebenarnya.”
Oleh sebab itu, Soekarno mencari alternative lain untuk jalan menuju Islam yang bisa
lebih ideal di tiap-tiap jamannya. Dalam hal ini Soekarno banyak dipengaruhi oleh gerakan
politik Islam di Turki yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Attaturk, bahkan Soekarno dianggap
sebagai orang yang mempropagandakan ide-idenya di Indonesia. Berikut alasan-alasan Soekarno
tentang Islam ala Kemal:
1. Bahwa pada masa khalifah-khalifah Usmaniah di Turki, sudah terdapat dualism hokum, yang
pertama hokum Islam yang kedua yang difirmankan oleh Sultan atau khalifah, dan parlemen.
2. Dualism hokum ini membawa kemunduran, karena pengaruh Syaikhul Islam tetap dominan,
sementara mereka berpandangan kolot dan tidak menjamin kemajuan umat Islam, bahkan justru
menghambat.
3. Hal ini disebabkan, karena Islam yang dianut oleh masyarakat Turki bukan lagi Islam yang
sejati, tetapi menurutnya adalah Islam yang berwajah tiga: Yunani, Iran dan Arab.
4. Oleh kaerna itu, bila hal ini dilanjutkan dan manakala agama dipakai buat memerintah, ia
selalu dipakai sebagai alat penghukum di tangan raja-raja, orang-orang zalim dan orang-orang
bertangan besi.

5. Oleh karena itu, persatuan agama dan Negara tidak menjamin kemajuan, terutama kemajuan
ekonomi, bahkan justru menghambat.
6. Agama Islam sendiri, dengan persatuan tersebut, justru terhambat dan terkungkung.
7. Karenanya, tindakan pemisahan ini mempunyai manfaat ganda yang keduanya mendatangkan
keuntungan. Yang pertama memerdekakakn agama dari Negara dan yang kedua memerdekakan
Negara dari agama.
8. Kemerdekaan agama dan Negara itu, memungkinkan keduanya untuk bergerak maju.
Dari sini dapat dikatakan bahwa cita-cita Soekarno yang paling besar adalah menyatukan
seluruh elemen masyarakat yang terkotak-kotak karena perbedaan-perbedaan faham. Walaupun,
lagi-lagi perilaku politis Soekarno pastilah dibentuk dari pemikirannya yang cenderung realistis.
Yang terpenting baginya adalah bersatu melawan musuh yang jelas-jelas ada di depan mata, yaitu
Imperialisme Barat.
Soekarno, Islam dan Nasionalisme Indonesia
Dalam hal ini, ide Soekarno yang paling jelas untuk menyatukan Nasionalism dan Islam
adalah dengan merumuskan Pa