Pengaruh Penyajian Teknik Historis terha (1)

Pengaruh Penyajian Teknik Historis terhadap Pemahaman dan Retensi Siswa (Studi Kasus Pembelajaran
Hereditas di Kelas 3 MTs Cimahi),Metamorfosa, 1(2), Oktober 2006. Hlm 57-66. ISSN 1907-9-168

PENGARUH PENYAJIAN TEKNIK HISTORIS TERHADAP
PEMAHAMAN DAN RETENSI SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Hereditas di Kelas 3 MTs Cimahi)
Oleh
Yanti Herlanti
(Staf Pengajar Pendidikan Biologi,
FTIK UIN Syarif Hidaytulloh Jakarta,
Penerima beasiswa IISEP 2003-2006)

Nuryani Y. Rustaman
(Staf pengajar Program Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia )

Wawan Setiawan
(Staf pengajar Jurusan Ilmu Komputer,
Universitas PendidikanIndonesia)

Abstract

This study due to measure accessiable of subject matter
(Adventure with Mendel). This subject matter was arrangged by
histories technique. About 42 students of MTs Cimahi were
involved in this study. They were separated in two groups i.e.
Group of non histories technique (n= 16) and group histories
technique (n= 26). The result of mastery learning (80,77%)
proved that historical technique is enough accessible for
students. Historical technique is good for student retention, so it
can use in activity learning.
Key words:
Histories Technique, Understanding of Consepts, Retention.

Pendahuluan
Bahar et al1 mengemukakan bahwa genetika merupakan materi yang sulit
dimengerti oleh sebagian besar siswa sekolah menengah.

Kesulitan tidak hanya

diungkapkan oleh siswa tetapi juga oleh para guru. Guru mengalami kesulitan dalam
mengajarkan materi ini. Hal itu terungkap dari hasil angket yang disebarkan Pridi 2

1

C.Y. Tsui & D.F. Treagust, Learning Genetics with Computer Dragon, Journal of Biological
Education, 2003, 2(37), p.96-98.
2
L.H. Pridi, Kajian atas Wacana Penurunan Sifat pada Modul Penataran Tertulis Guru SLTP
Bidang Studi IPA di Pusat Pengembangan Penataran Tertulis Bandung. Tesis Magister , (Bandung: PPS
UPI). h.4

2
kepada para guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai peserta Penataran Tertulis
Pendidikan dan Latihan Jarak Jauh di Kota/Kabupaten Bandung angkatan tahun 1999 dan
2000. Para peneliti internasional yang telah melakukan penelitian selama lebih dari dua
dekade, menyimpulkan hal yang sama, yaitu genetika sebagai materi yang sulit dipelajari
siswa dan diajarkan guru3.
Upaya guru agar siswa mampu memahami konsep-konsep genetika harus terus
dilakukan, sebab materi genetika merupakan materi yang esensial, dilihat dari
perkembangan sains dan kontinuitas konsep. Abad 21 dilihat dari perkembangan sains
merupakan abad rekayasa genetika. Dunia kedokteran dan pertanian mengalami suatu
revolusi dengan adanya rekayasa genetika4. Konsep genetika merupakan konsep yang

secara berkelanjutan diberikan mulai sekolah menengah pertama sampai dengan
perguruan tinggi terutama untuk bidang sains murni (biologi) dan sains terapan seperti
bidang kedokteran, pertanian, kehutanan, dan peternakan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan pengajar untuk memudahkan siswa
memahami konsep genetika adalah penggunaan teknik penyajian materi subyek. Hasil
kajian teoritis pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah teknik dalam menyajikan
materi subyek, yang disebut dengan teknik historis.

Teknik historis adalah

teknik

penyajian materi yang menggunakan urutan dan tahapan yang sesuai dengan waktu
penemuan konsep. Pada topik genetika untuk kelas 3 SMP/MTs, materi subyek yang
telah diolah dengan menggunakan teknik historis ini disebut “Berpetualang Bersama
Mendel”. Secara teoritis materi “Berpetualang Bersama Mendel” yang disajikan dengan
menggunakan teknik historis, memenuhi kriteria teachable dan accessible, tetapi secara
teknis belum dapat dibuktikan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ke-accessible-an
materi “Berpetualang Bersama Mendel”.


3

C.Y. Tsui, C.Y. & D.F. Treagust, Teaching and Learning Reasoning in Genetics with Multiple
External Representations. Paper presented at the Australian Association of Research in Education [On
line], 2001, tersedia: http:\\www.aare.edu.au\01pap\tsu01462.htm, [9 Oktober 2003].
4
N.A. Campbell et al, Biologi (terjemahan), Jakarta: PT Erlangga, 1999, h.242.

3
Pustaka
A. Bentuk Wacana “Berpetualang Bersama Mendel”
Teknik historis menggambarkan jalan pikiran Mendel yang hidup pada abad ke19, dan bagaimana para ahli genetika mengambil peran untuk lebih mempermudah
memahami penemuan-penemuan Mendel.

Penggunaan teknik historis ini, mengajak

siswa berpetualang memahami penemuan-penemuan Mendel. Oleh karena itu
pembelajaran hereditas dengan menggunakan teknik historis ini disebut dengan
“Berpetualang Bersama Mendel”.
Alur


yang

digunakan

dalam

“Berpetualang

Bersama

Mendel”

adalah

perkembangan sejarah ilmu genetika. Untuk mempertahankan rangkaian historis, maka
apersepsi yang digunakan adalah kejadian yang terjadi sebelum Mendel (Pra Mendel).
Materi “Berpetualang Bersama Mendel” disusun dalam tiga bagian, yaitu peristiwa pra
Mendel, penemuan Mendel pada abad 19, dan pasca Mendel.
Peristiwa pra Mendel berkaitan dengan sebuah teka-teki genetika yang tidak dapat

dipecahkan sampai dengan pertengahan abad ke 19. Kisah Nabi Yakub dan kambingkambingnya yang diabadikan dalam kitab suci

menjadi bukti otentik dari sebuah

permasalahan genetika. Kisah yang terjadi pada masa sebelum Masehi dijadikan
pembuka untuk memberikan sebuah apersepsi bagi siswa.

Apersepsi memberikan

gambaran pada siswa bahwa teka-teki hereditas menjadi pertanyaan yang menarik sejak
zaman dahulu. Gambaran kisahnya adalah sebagai berikut:

Pernahkah kalian mendengar kisah Nabi Yakub dan Kambing-kambingnya?
Ceritanya seperti ini….
La’ban Bapak Mertua Yakub mempunyai sejumlah kambing. Warna kulit
kambing-kambingnya ada dua kelompok yaitu hitam legam dan ada yang
belang bertotol. Jumlah kambing yang hitam legam lebih banyak dari pada
jumlah kambing belang bertotol.
Nabi Yakub diminta menggembalakan kawanan ternak Laban. Sebagai
bayaran, Yakub berhak atas semua anak kambing yang lahir dengan warna

belang bertotol. Sedangkan Laban memperoleh semua anak kambing
yang lahir dengan warna hitam legam. La’ban tidak memperbolehkan
kedua kelompok kambing itu saling dikawin-kawinkan.
Aneh bin ajaib. Kambing-kambing yang hitam legam melahirkan juga anakanak yang belang dan totol, maka kambing Yakub pun bertambah banyak.

4

Untuk memperoleh kejelasan fenomena yang terjadi digunakan gambar-gambar berikut:
Belang
bertotol
lahir dari
orang tua
hitam
legam

Kambing
yakub
bertambah
banyak


Gambar 1. Misteri Kambing Yakub: Induk Kambing Berkulit Hitam
Melahirkan Anak Kambing Berkulit Belang Bertotol
Mendel adalah bapak genetika modern, yang hidup pada abad ke 19 masehi.
Mendel adalah peneliti yang akan mengungkap pertanyaan, “Mengapa kambing berkulit
hitam dapat melahirkan anak belang bertotol?”. Pada tahapan ini siswa dibawa pada
pola berpikir Mendel pada abad itu, sehingga Mendel menemukan prinsip-prinsip
Mendel. Pada tahapan ini istilah-istilah genetika diperkenalkan dengan bahasa Mendel
pada masa tersebut. Pada abad 19, ketika kata gen dan alela belum dikenalkan, Mendel
menggunakan kata “sesuatu” untuk menyatakan gen, dan kata “faktor” untuk menyatakan
alela. Contoh materi ketika memperkenalkan istilah gen dan alela ada pada Gambar 2.

Hereditas

Konsep

aplikasi

Home

Istilah aneh


Stop

Kembali

Lanjutkan

Monohibrid
Dominasi
Gen dan Alel
Penggunaan
huruf dalam
Genetika
Prinsif
Mendel I
Resume

Dihibrid
Intermediet


Setiap serbuk sari dan putik
punya “SESUATU”, dan dalam
sesuatu itu senantiasa ada DUA
FAKTOR
Sesuatu itu yang kita kenal
sekarang dengan GEN. Faktorfaktor yang ada pada gen disebut
alela.

Ayo kita, ganti sesuatu
= gen, Faktor = alela!
Bagaimana bunyi
penemuan keduaku ini?

Gambar 2. Tampilan Teks Multimedia dalam Membahasakan Temuan
Mendel ke Dalam Bahasa Ilmiah yang Saat Ini Digunakan.

5

Pasca Mendel berkaitan dengan peranan para ahli genetika pada abad 20. Para
ahli genetika memperjelas rumusan Mendel dengan menggunakan huruf besar dan kecil

untuk menyatakan dominan dan resesif.

Penggunaan huruf-huruf ini merupakan upaya

para ahli genetika untuk mempermudah memahami prinsip-prinsip Mendel dengan
menggunakan simbol. Penggunaan simbol merupakan salah satu cara reduksi dan salah
satu upaya memberikan eksplanasi pedagogis. Gambaran materi “berpetualang Bersama
Mendel” untuk siswa SMP dapat dilihat pada Gambar 3.

HEREDITAS

43 2

1

Kejadian Yakub
Mengapa kambing berkulit
belang bertotol dapat lahir
dari induk kambing yang
dua-duanya berwarna
hitam ?
Penelitian Mendel pada
monohibrid

• Mendel memilih kacang
ercis

• Mendel melakukan
Hibridisasi

• Mendel Menemukan

Penelitian Mendel
pada dihibrid





Mendel
mengawinkan dua
sifat beda
Mendel
mengemukakan
dugaan-dugaannya
Mendel
menemukan prinsip
pengelompokan
bebas
(asortasi=Prinsif
Mendel II )

“DOMINASI”

• Mendel menemukan
Gen dan Alela

• Penggunaan huruf oleh
ahli genetika akan
mempermudah
memahami temuan
Mendel
• Fenotip
• Genotip
• Alela pada saat
pembentukan gamet
• Mendel menemukan
pemisahan alela dari
pasangannya
(Segregasi=Prinsif
Mendel I)

Penerapan penelitian Mendel
Monohibrid

•Pada bentuk panca indra
manusia
•Pada penyakit turunan
Dihibrid

•Pada bentuk panca indera

manusia
•Contoh sifat unggul pada padi
Intermediat

Jawaban kejadian
Yakub

• Peristiwa dominan tidak penuh
pada tanaman snapdragon

4 3 2

Gambar 3. Outline materi Berpetualang Bersama
Mendel untuk siswa SMP

6
Gambar 3 merupakan outline materi yang menggunakan teknik historis,
sedangkan penyajian materi yang tidak menggunakan teknik historis dapat dilihat pada
Gambar 4. Perbedaan kedua outline ini adalah dalam hal penyajian materi, Gambar 4.
menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah informasi, berbeda dengan outline pada
Gambar 3 yang menyajikan konsep hereditas sebagai sebuah proses. Pada Gambar 3
tampak bahwa istilah-istilah gen, dominan, resesesif, genotip, dan fenotip disajikan
sebagai sebuah informasi, begitu pula percobaan Mendel yang menghasilkan prinsip
segregasi dan asortasi disajikan sebatas informasi. Berbeda dengan Gambar 4 istilah gen,
dominan, genotip, dan fenotip, merupakan istilah yang muncul dari sebuah proses
penelitian Mendel pada Monohibrid. Pada Gambar 4 prinsip Mendel tentang segregasi
dan asortasi dikemukan sebagai informasi, sedangkan pada Gambar 3 prinsip-prinsip ini
ditemukan lewat sebuah proses. Pada Gambar 4 untuk sub konsep percobaan Mendel,
hukum I dan II Mendel seakan-akan muncul begitu saja setelah dugaan-dugaan yang
dikemukakan Mendel. Berbeda dengan Gambar 3 prinsip Mendel I dan II digambarkan
sebagai sebuah proses, Mendel menemukan Prinsip Mendel I pada saat
persilangan dengan satu sifat beda (monohibrid).

meneliti

Prinsip Mendel II ditemukan pada

penelitian persilangan dua sifat beda (dihibrid).
Metodologi
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen. Empat puluh dua orang siswa
MTs Cimahi dilibatkan dalam penelitian ini. Siswa-siswa tersebut dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok siswa yang proses belajar mengajarnya menggunakan teknik
historis (n=26) dan yang tidak menggunakan teknik historis (n=16).
Pemahaman siswa dan retensi siswa diukur dengan menggunakan 18 buah soal
pilihan ganda yang sudah tervalidasi, dan mempunyai reliabilitas yang tinggi (0.727).
Soal mempunyai tingkat kesukaran 30% mudah, 35% sedang,dan 25% sukar.

Tes

pemahaman (post test) dilakukan pascapembelajaran selesai, sedangkan retest dilakukan
setelah dua minggu pembelajaran berhenti. Skor retensi dihitung dengan cara membagi
skor retest dengan post test, kemudian dikalikan dengan 1005. Pemahaman konsep yang
diukur adalah kemampuan interpretasi dan inferensi, soal dibuat dengan berpedoman

5

J. Deese,

Psychology of Learning, ( New York: Addison Wesley Longman, 1959), p. 239

7

HEREDITAS
Satu keluarga tidak ada yang sama persis
Pendahuluan








Ada persamaan dan perbedaan pada makhluk hidup yang
terjadi pada sifat-sifat yang tampak dan tidak tampak.
Ada sifat menurun pada makhluk hidup yang diwariskan
dari induk ke keturunannya.
Ilmu genetika mempelajari bagaimana sifat atau ciri induk
diwarikan pada keturunannya.
Mendel adalah ilmuwan peletak prinsip-prinsip hereditas.

Kromosom dan Gen sebagai Faktor Pembawa Sifat
Dominan, Resesif, dan Dominan Parsial (Intermediat)
Genotip dan Fenotip
Percobaan Mendel













Alasan Mendel memilih kacang ercis.
Pengamatan mendel sebelum ekperimen menemukan tujuh sifat
beda yang mencolok.
Sebelum melakukan percobaan Mendel mencoba mendapatkan
galur murni dengan cara penyerbukan sendiri secara berulangulang.
Mendel menyilangkan tanaman berbatang panjang dan pendek.
Keturunan pertama (F1) semua berbatang panjang.
Mendel menyilangkan antar keturunan pertama (F1) untuk
mengetahui mengapa ada sifat yang tidak muncul.
Sifat resesif muncul kembali pada keturunan kedua (F2).
Mendel menyusun lima buah hipotesis.
Berdasarkan hipotesis Mendel mengemukakan hukum Mendel
I (segregasi) dan Hukum Mendel II (asortasi).

Contoh soal
 Persilangan dua individu dengan satu sifat beda
(Monohibrid)
 Persilangan monohibrid dominan penuh
 Persilangan monohibrid dominan parsial
 Persilangan dua individu dengan tiga sifat beda (Trihibrid)
 Persilangan dua individu dengan dua sifat beda (dihibrid)

Gambar 4. Outline Materi Hereditas untuk Siswa SMP 6
6

Saktiyono, IPA: Biologi untuk Kelas 3 SLTP, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.93-107

8

pada Bloom yang telah direvisi7. Pemahaman siswa selain dipengaruhi oleh aktifitas
yang dilakukan selama proses belajar mengajar (teknik penyajian materi), juga
dipengaruhi oleh faktor internal siswa. Pada penelitian ini faktor internal siswa, yaitu IQ
diukur dengan menggunakan skala Wechsler.
Data hasil pre test, post test, dan retest bersifat normal tetapi tidak homogen, oleh
karena itu diguna uji statistik Mann Whitney untuk melihat ada tidaknya perbedaan
antara kedua kelompok perlakuan. Uji regresi digunakan untuk melihat seberapa besar
variabel IQ dan teknik penyajian mempengaruhi pemahaman konsep dan retensi siswa.
Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara IQ dan teknik
penyajian dengan pemahaman konsep dan retensi siswa. Semua uji statistik dilakukan
dengan bantuan program SPSS 11.0 Versi Windows.
Hasil dan Pembahasan
Rata-rata pre test, post test, dan retest siswa pada kelompok historis lebih tinggi
daripada kelompok non historis, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1
terlihat bahwa kelompok non historis mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari pre
test ke post test. Hanya saja peningkatan ini sangat kecil jika menggunakan gain yang

sudah ternormalisasi8 (Meltzer, 2002).

Rata-rata normal gain pada kelompok non

historis 0,7 dan pada kelompok historis 0,6, hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan
bahwa perbedaannya tidak signifikan (U=187,5 dan Asymp. Sig=0,595). Peningkatan
pemahaman siswa dari pre test ke post test lebih banyak dipengaruhi oleh IQ (92,2%),
dibandingkan oleh teknik penyajian materi (66,3%).

7

L.W. Anderson & D.R. Krathwohl, A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing, a revision
of Bloom’s taxonomy of educational objective, (New York: Longman, 2001), p.70-74.
8
Meltzer, The relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in
Physics: A Posible “Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”, American Journal Physics. 2002,
70(12), 1259-1268.

9

90
78.63
74.3

rata-rata berdasarkan persentasi

80

76.71

70
kelompok non historis

60
48.96

50

kelompok historis

40

31.62

30
20

16.67

10
0
pre test

post test

retest

Gambar 1. Rata-rata Pre test, Post Test, dan Retest pada Kelompok non
Historis dan Historis
Pada Gambar 1 terlihat bahwa hasil post test kelompok historis lebih tinggi dari
pada kelompok non historis, hanya saja perbedaan ini tidak signifikan (U=208 dan
Asymp. Sig=1,00). Hasil post test lebih banyak dipengaruhi oleh IQ (97,6%) dari pada
oleh teknik penyajian materi (47,7%). Berdasarkan uji korelasi Spearman pun diketahui
bahwa hasil post test berhubungan erat dengan IQ (0,306) dan tidak berhubungan dengan
teknik penyajian (0,047).
Pada Gambar 1 terlihat hasil retest pada kelompok historis lebih tinggi dari pada
kelompok non historis, hasil uji beda Mann Whitney pun memperlihatkan perbedaan
yang signifikan (U=85,5, Asymp. Sig=0,001). Pada kelompok non historis penurunan
dari post test ke retest tampak lebih besar dari pada penurunan yang dialami oleh
kelompok historis. Skor retensi menunjukkan rata-rata retensi kelompok non historis
lebih kecil (67,14%) dibandingkan kelompok historis (97,13%). Retensi pada siswa lebih
banyak dipengaruhi oleh teknik penyajian materi (100%) daripada IQ (78,6%). Hasil uji
korelasi Spearman pun menunjukkan hubungan yang erat antara teknik penyajian dan
retensi yang diperoleh siswa (0,584), sedangkan retensi dengan IQ tidak memiliki
hubungan yang erat (0,195).
Ketuntasan belajar menunjukkan kemampuan para siswa menyerap materi yang
diberikan selama proses belajar mengajar. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar,
jika ia mampu menjawab dengan benar soal post test sebanyak sama atau lebih dari 70%.

10
Pada kelompok historis 80,77% siswa telah mengalami ketuntasan belajar, sedangkan
sebanyak 19,23% siswa yang tidak tuntas belajar, semuanya memiliki IQ rata-rata.
Sedangkan pada kelompok non historis angka yang tidak tuntas belajar lebih besar
(31,25%), yang mana 6,25% memiliki IQ di atas rata-rata. Ketuntasan pada masingmasing kelompok tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Ketuntasan Belajar pada Kelompok Non Historis dan Historis
(Depdikbud, 1994)
Ketuntasan
Kelompok Non Historis
Kelompok Historis
n= 16
n=26
n
%
n
%
Tuntas
11
68,75
21
80,77
(≥70%)
Tidak tuntas
5
31,25
5
19,23
(