Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Mas

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM)
TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS IV
TAMPAKSIRING TAHUN PELAJARAN 2013/2014
I Nyoman Triyana1, I.B. Surya Manuaba2, Md. Putra3
1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail : nyomantriyana@ymail.com1, Ibsm.co.id @gmail.com2 ,
putra_made@13yahoo.com3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan
siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional kelas V SD Gugus IV
Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis
penelitian ini adalah quasy

eksperimen,menggunakan desain penelitian nonequipalent control group desigen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berada di Gugus IV
Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014, yang berjumlah 5 kelas. Tehnik sampel
yang digunakan random sampling. Hasil sampel didapat kelas VSD No 1 Pejeng Kelod
sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 31 siswa, dan siswa kelas V SD No 3
Pejeng Kangin sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 32 siswa. Data hasil belajar
siswa dikumpulkan melalui metode tes dengan instrumen tes objektif pilihan ganda.
Data yang terkumpul dianalisis dengan uji t.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui
model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar
melalui
pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t sebesar 2,47. Pada taraf
signifikansi 5% ( = 0,05) atau tingkat kepercayaan 95% dengan dk 31 + 32 - 2 = 61
diperoleh ttabel 2,000. Jadi thitunglebih besar dari ttabelyakni 2,47 > 2,000. Karena thitung>
ttabel maka H0 ditolak. Yang berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa
yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Nilairata-ratayang diperoleh antara
siswa yang belajar melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu sebesar 77,48
dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional yaitu sebesar
69,78.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model

pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus IV
Tampaksiring tahun pelajaran 2013/2014
Kata kunci : model pembelajaran berbasis masalah, hasil belajar IPA.

Abstract
This study aims to determine significant differences in learning outcomes between
students who are learning science through problem -based learning model in which
students learn through conventional teaching fifth grade elementary Cluster IV
Tampaksiring Academic Year 2013/2014 This type of research is Quasy experiment ,
using a control group design study nonequipalent desigen . The population in this study
were all fifth grade students who are in Cluster IV Tampaksiring academic year
2013/2014 , which amounts to 5 classes . Sampling techniques used random sampling
.Results obtained samples fifth grade elementary school No. 1 Pejeng kelod as the
experimental group numbering 31 students , and fifth grade students of elementary
school No. 3 Pejeng Kangin as a control group numbering 32 students . Student

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
learning outcomes data were collected through a test method with multiple-choice
objective test instrument . The data were analyzed with t.Hasil test showed that there

are significant differences between the learning outcomes of students learning science
through problem -based learning model with students who learn through conventional
learning . It is shown from the results of the t test of 2.47 . At the 5% significance level (
α = 0.05 ) or 95 % confidence level with a dk 31 + 32-2 = 61 obtained ttable 2,000 . So
tcount larger than the ttable 2.47 >2.000 . Because of t > t table then H0 is rejected and
Ha accepted . Which means there is a significant difference between the learning
outcomes of students studying science through problem -based learning model with
students who learn through conventional learning . The mean value obtained between
students who learn through problem -based learning model that is equal to 77.48 and
students who learn through conventional teaching that is equal to 69.78 . Thus it can be
concluded that there are significant model of problem-based learning on learning
outcomes of students grade science Cluster IV V SD Tampaksiring academic year
2013/2014
Keywords: problem-based learning model, students learn science results.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu bentuk
perwujudan kebudayaan manusia yang
dinamis dan sarat perkembangan. Oleh
karena itu,perubahan atau perkembangan

pendidikan adalah hal yang memang
seharusnya
terjadi
sejalan
dengan
perubahan budaya kehidupan. Perubahan
dalam arti perbaikan pendidikan pada
semua
tingkat
perlu
terus–menerus
dilakukan sebagai antisipasi kepentingan
masa depan. Pendidikan yang mampu
mendukung
pembangunan
dimasa
mendatang adalah pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi siswa, sehingga
mampu menghadapi dan memecahakan
problema kehidupan yang

dihadapi.
Pendidikan harus menyentuh potensi nurani
maupun kompotensi siswa, hal tersebut
terasa semakin penting ketika siswa harus
memasuki kehidupan dimasyarakat dan
dunia
kerja.
Siswa
harus
mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah
untuk
menghadapi
problema
dalam
kehidupan sehari-hari maupun yang akan
datang. Sesuai dengan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003,
menyatakan bahwa: Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak, serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, madiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan
senantiasa
menjadi
sorotan bagi masyarakat, khususnya
pendidikan di sekolah dasar yang terus
mengadakan

pembaharuan.Untuk
itu
diperlukan keprofesionalan guru yang
mampu menciptakan pendidikan yang
berkualitas agar dunia pendidikan di
Indonesia semakin maju khususnya
pendidikan di sekolah dasar.Guru adalah
ujung tombak dalam dunia pendidikan dan
mempunyai peran penting dalam proses
pembelajaran, dimana nantinya mampu
menciptakan siswa yang mempunyai
kemampuan
kognitif,
afektif
dan
psikomotor. Guru dalam memajukan
pendidikan tidak dapat melaksanakan
sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dari
masyarakat
dan

pemerintah,
agar
pendidikan dapat berjalan dengan lancar.
Pendidikan secara tidak langsung akan
dapat meningkatkan kualitas siswa di
sekolah, khususnya pada sekolah dasar.
Ada beberapa usaha untuk meningkatkan
kualitas siswa, salah satunya adalah
dengan meningkatkan kemampuan pada
bidang pendidikan IPA. Sesuai dengan
Peraturan menteri pendidikan nasional
Nomor 22 Tahun 2006, tujuan mata
pelajaran IPA atau Sains di Sekolah Dasar
(Soedojo: 2004) sebagai berikut: (1)
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa
berdasarakan

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

keberadaan, keindahan dan keteraturan
alam ciptaan-Nya,(2) Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari(3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat,(4)
Mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar,
memecahkan
masalah
dan
membuat
keputusan(5)
Meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan

lingkungan
alam,(6)
Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan. (7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai
dasar
untuk
melanjutkan
pendidikan ke SMP.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan, terdapat perbedaan antara
harapan dengan kenyataan, bahwa di SD
Gugus IV Tampaksiring
siswa belum
sepenuhnya mencerminkan tujuan dari
pendidikan IPA. Salah satu faktanya
adalah, masih rendahnya hasil belajar IPA

yang diperoleh siswa kelas V Sekolah
Dasar Gugus IV Tampaksiring, khususnya
pada mata pelajaran IPA. Yang dibuktikan
dengan perolehan nilai rata-rata siswa pada
mata pelajaran IPA hanya mencapai 60.
Setelah melakukan pengamatan saat
proses
pembelajaran,
teridentifikasi
beberapa menyebab rendahnya hasil
belajar siswa diantaranya:(1) guru kurang
memanfaatkan media yang sesuai dengan
materi yang diajarkan, (2) guru hanya
menggunakan metode ceramah dalam
peroses pembelajaran,(3) guru kurang
mengawasi siswa pada saat pemberian
tugas,(4) siswa kurang aktif untuk bertanya
mengenai materi yang diajarkan guru,(5)
siswa terlihat sulit memahami materi, dan
mudah lupa terhadap pembelajaran yang
telah diajarkan.
Hal tersebut menjadi permasalahan
yang perlu dipecahkan untuk meningkatkan
hasil belajar IPA, agar tujuan yang telah
ditetapkan bisa tercapai. Untuk itu, perlu
adanya perbaikan atau pembenahan
terhadap proses pembelajaran, khususnya

pada mata pelajaran IPA, yang bertujuan
meningkatkan hasil belajar siswa. Guru
dituntut untuk dapat memilih model
pembelajaran
yang
dapat
memacu
semangat setiap siswa untuk secara aktif
ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya.
Salah satu alternative model pembelajaran
yang memungkinkan siswa untuk terlibat
dalam
pengalaman
belajar
yang
berpengaruh terhadap hasil belajar IPA
adalah Pembelajaran Berbasis Masalah.
Alasan penggunaan model pembelajaran ini
yaitu: (1) Melalui Model Pembelajaran
Berbasis Masalah, siswa dapat belajar,
mengingat, menerapkan, dan melanjutkan
proses belajar secara mandiri,(2) Melalui
Model Pembelajaran Berbasis Masalah,
siswa diperlakukan sebagai pribadi yang
dewasa, dimana perlakuan ini memberikan
kebebasan
kepada
siswa
untuk
mengimplementasikan pengetahuan atau
pengalaman
yang
dimiliki
untuk
memecahkan masalah. Menurut Tan
(dalam Rusman: 2011) Pembelajaran
Berbasis masalah merupakan inovasi
dalam pembelajaran, karena kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim
yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan. Sesuai dengan
alasan yang telah diungkapkan mengenai
model pembelajaran berbasis masalah
(PBM), dimana memiliki langkah-langkah
yang berbeda serta memiliki kelebihan dan
kekurangan yang akan mempengaruhi hasil
belajar siswa, maka dipandang perlu
diadakan penelitian lebih seksama tentang
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Masalah. Yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
yang
signifikan
model
pembelajaran berbasis masalah (PBM)
terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas V
SD Gugus IV Tampaksiring Tahun
pelajaran 2013/2014.
METODE
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan
untuk
mengetahui
perbedaan
yang
signifikan hasil belajar IPA antara siswa
yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah (PBM) dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
kelas V SD gugus IV Tampaksiring tahun
pelajaran
2013/2014.
Dengan
memanipulasi variabel bebas yaitu model
pembelajaran berbasis masalah, dan
variabel terikat yaitu hasil belajar IPA, yang
tidak dapat dikontrol secara ketat. Sehingga
jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian eksperimen
semu (quasy eksperimen), mengingat tidak
semua variabel atau gejala yang muncul
dan kondisi eksperimen dapat diatur dan
dikontrol secara ketat (full randomize).
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Nonequivalent
Control Group Design. Desain diawali
dengan pemilihan kelompok subjek atau
kelas yang sudah terbentuk tanpa campur
tangan peneliti. Langkah selanjutnya
penelitimemberikan pelakuan eksperimental
kepada salah satu kelompok subjek atau
kelas (kelas eksperimen), kemudian
diberikan post-test kepada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Pada prosedur penelitian langkahlangkah yang ditempuh dalam penelitian ini
terdiri dari tiga tahapan, baik padakelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol yaitu
tahap
persiapan
penelitian,
tahap
pelaksanaan penelitian dan tahap akhir
penelitian.
Dalam penelitian ini populasi yang
digunakan adalah seluruh siswa kelas V
SD yang berada pada Gugus IV
Tampaksiring Tahun Pelajaran 2013/2014.
Untuk meyakinkan populasi benar-banar
setara maka
dapat
dicari
dengan
menggunakan rumus anava 1 jalur.“Anava
1 jalur adalah teknik statistik parametrik
yang digunakan untuk menguji perbedaan
antara tiga atau lebih kelompok data
bersekala interval atau rasio yang berasal
dari satu variabel bebas” (Winarsunu,
2010:103). Ketentuan untuk uji signifikansi
adalah jika Fhitung < Ftabel maka dapat
diinterpretasikan kelima kelompok setara.
Sebaliknya Fhitung> Ftabel maka dapat
diinterpretasikan terdapat perbedaan yang
signifikan
antara
kelima
kelompok.Pengujian dilakukan pada taraf
signifikan 5% dengan menggunakan
sebagai
pembilang
dan
sebagai
penyebut.
Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa yang ada di kelas V SD No. 1

Pejeng kelod yang berjumlah 31 siswa
sebagai kelompok eksperimen, dan kelas V
SD No. 3 Pejeng kangin yang berjumlah 32
siswa sebagai kelompok kontrol. Untuk
pengambilan sampel menggunakan teknik
random sampling dengan mengacak kelas.
Dalam penelitian ini menggunakan
dua variabel. Variabel bebas yang sering
disebut
variabel
independen
adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab berubahnya atau timbulnya
variable
dependen/terikat”(Sugiyono,
2011:39). Variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran berbasis masalah ( PBM )
pada
kelompok
eksperimen
dan
pembelajaran konvensional pada kelompok
kontrol. Variabel terikat adalah variabel
yang dipengaruhi atau variabel yang
menjadi akibat karena adanya variabel
bebas” (Sugiyono, 2011:39). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah hasil
belajar IPA.
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan metode
tes. Data yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah hasil belajar siswa
melalui post-test setelah dilakukan treatmen
pada mata pelajaran IPA. Metode tes
dilakukan dengan membagikan sejumlah
tes untuk mengukur hasil belajar IPA siswa
dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah (PBM) kepada kelompok
eksperimen
dan
pembelajaran
konvensional kepada kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini data yang
diperlukan adalah data tentang hasil belajar
IPA. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data tentang hasil belajar
IPA adalah tes hasil belajar pada ranah
kognitif. Untuk mengetahui kesalahankesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam
mengerjakan soal, maka bentuk tes yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
bentuk tes objektif dalam bentuk pilihan
ganda. Dengan banyak jumlah soal 50 butir
soal, menggunakan soal pilihan ganda
karena teknik terbaik untuk menilai hasil
belajar.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian pada kelompok eksperimen yaitu
hasil belajar IPA siswa kelas V SD No 1
Pejeng Kelod yang berjumlah 31 siswa.
Dimana, pada kelompok ini
diberi
perlakuan berupa model pembelajaran
berbasis masalah ,melalui post-tes yang
berjumlah 30 soal. Hasil perhitungan
setelah melaksanakan penelitian pada
kelompok eksperimen yaitu diperoleh nilai
rata-rata post-test adalah 77,48 dengan
deviasi 9,5, varian 90,86, median 80,
modus 80, nilai minimum 60, nilai
maksimum 96, rentangan 36, banyak kelas
6 dan panjang kelas 6 kelas. Sedangkan
data yang dikumpulkan dalam penelitian
pada kelompok kontrol yaitu hasil belajar
IPA siswa kelas V SD No 3 Pejeng Kangin
yang berjumlah 32 siswa dimana pada
kelompok ini
diberi perlakuan berupa
pembelajaran konvensional melalui posttes yang berjumlah 30 soal. Hasil
perhitungan
setelah
melaksanakan
penelitian yaitu diperoleh nilai rata-rata post
test adalah 69,78, standar deviasi 12,46,
varian 155,40, median 73, modus 66 dan
73, nilai minimum 50, nilai maksimum 90,
rentang skor 40, banyak kelas 6, panjang
kelas 6. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa
kelompok
eksperimen
yang
dibelajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (PBM)
mendapatkan nilai yang lebih tinggi, dari
pada kelompok kontrol yang dibelajarkan
dengan
menggunakan
pembelajaran
konvensional.
Frekuensi skor hasil belajar siswa
kelas V SD No 1 Pejeng Kelod yang
diberikan
perlakuan
berupa
model
pembelajaran berbasis masalah dapat
digambarkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 1. Histogram distribusi frekuensi
kelompok eksperimen
Distribusi frekuensi skor hasil belajar
IPA siswa kelas VSD No 3 Pejeng Kangin
yang diberi perlakuan berupa pembelajaran
konvensional dapat digambarkan pada
histogram berikut ini:

Gambar 2. Histogram distribusi frekuensi
kelompok kontrol
Untuk
memenuhi
uji
prasyarat
sebelum dinalisis dengan uji (t) maka
terlebih dahulu harus memenuhi beberapa
asumsi statistik yaitu Uji Normalitas dan Uji
Homogenitas.
Uji
normalitas
dilakukan
untuk
mengetahui data berdistribusi normal atau
tidak melalui skor akhir hasil belajarIPA
dengan
materi
pernafasan
makhluk
hiduppada saat post test, dengan
menggunakan rumus Chi-Kuadrat (X2) pada
taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan
db = k-1. Untuk hasil perhitungan ChiKuadrat (X2) dengan bantuan microsoft
excel 2007 adalah sebesar7,5606 pada
taraf signifikansi 5% dan dk = 6-1 = 5
diketahui 2tabel= 11,07, ini berarti bahwa
2
2
hit< tabel=11,07,maka data hasil post-test

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
siswa kelompok ekperimen berdistribusi
normal. Sedangkan chi kuadrat data hasil
post test kelompok kontrol ( 2hitung) adalah
4,5546 pada taraf signifikansi 5% dan dk =
6-1 = 5 diketahui 2tabel = 11,07, ini berarti
bahwa 2hitung< 2tabel maka data hasil post
test kelompok kontrol berdistribusi normal.
Berdasarkan data hasil post-test terbukti
kedua kelompok berasal dari data yang
berdistribusi normal maka dapat dilanjutkan
dengan uji homogenitas.
Uji homogenitas dilakukan pada
kelompok eksperimen dan kontrol dengan
menggunakan rumus uji-F dengan kriteria
data homogen jika Fhitung < Ftabel.Hasil uji-F
diperoleh Fhitung = 1,27 sedangkan Ftabel
pada taraf signifikansi 5% serta dk
pembilang 32 - 1 dan dk penyebut 31 - 1
adalah 1,28.ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga
data homogen.
Dari hasil uji prasyarat yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas diperoleh
bahwa data dari kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol berdistribusi normal dan
homogen. Pengujian hipotesis tersebut
dilakukan dengan uji t dengan ketentuan
hipotesis, jika thitung> ttabel makaH0 ditolak,
dan jika thitung< ttabel maka H0 diterima.
Rangkuman hasil analisis uji t ditunjukkan
pada tabel 1 berikut ini:

nilai rata-rata yaitu 69,78. Dengan demikian
dapat
disimpulkan, bahwa terdapat
pengaruh
yang
signifikan
model
pembelajaran berbasis masalah (PBM)
terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD
Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran
2013/2014
Dalam
pembelajaran
berbasis
masalah, siswa dipandang sebagai pribadi
yang utuh
yang memiliki sejumlah
pengetahuan sebagai bekal awal dalam
pembelajaran. Berikut beberapa ahli yang
menjelaskan
mengenai
pembelajaran
berbasis masalah :
Barrows dan Kelson (dalam Rianto
2009), Pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu model pembelajaran yang
menuntut siswa untuk berpikir kritis,
memecahkan masalah, belajar secara
mandiri, dan menuntut keterampilan
berpartisifasi dalam tim. Proses pemecahan
masalah
dilakukan
secara
secara
kolaborasi
dan
disesuaikan
dengan
kehidupan.

Tabel 1. Analisis Uji-t
Kelompok Penelitian
SDN 1 Pejeng Kelod dan SDN 3 Pejeng Kangin
Dari hasil uji-t diproleh thitung = 2,47
dan didapat ttabel = 2,000 untuk dk 61 pada
signifikansi 5%. Hal ini berarti thitung> ttabel.
Berdasarkan kriteria pengujian maka H0
ditolak. Yang berbunyi terdapat perbedaan
hasil belajar IPA yang signifikan antara
siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran berbasis masalah (PBM)
dengan siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
Adapun
siswa
pada
kelompok
eksperimen yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran berbasis masalah nilai
rata-rata yaitu 77,48. Sedangkan siswa
pada kelompok kontrol yang dibelajarkan
dengan pembelajaran konvensional dengan

thitung
2, 47

ttabel
2,000

Siburian (dalam Trianto 2009: 174)
Pembelajaran berbasis masalah artinya,
siswa dihadapkan pada suatu masalah,
yang kemudian
melalui pemecahan
masalah siswa belajar keterampilan –
keterampilan yang lebih mendasar.
Ibrahim (dalam Trianto 2009: 7),
Pembelajaran berbasis masalah yaitu,
untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah,
dan keterampilan intelektual, belajar
berbagai peranan orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Nurhadi (dalam Rianto 2009: 109),
Pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
bagi siswa untuk belajar tentang cara
berfikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah,
serta
untuk
memperoleh
pengetahuan dan konsep dari materi
pelajaran. Dewey (dalam Rianto 2009: 19)
belajar berdasarkan masalah, adalah
interaksi antara stimulus dengan respons,
merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Arends (dalam
Trianto: 2009: 68), pengajaran berdasarkan
masalah
merupakan
suatu
model
pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inquiri,
dan keterampilan berpikir tingkat lebih
tinggi, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri.
Mengacu pada berbagai definisi
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah,
suatu model pembelajaran yang dirancang
dan dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan siswa memecahkan masalah.
Trianto (2009), pembelajaran berbasis
masalah memiliki kelebihan yaitu : (1)
Realistik dengan kehidupan siswa, (2)
Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa,
(3) Memupuk sifat inquiri siswa, (4) Retensi
konsep jadi kuat, (5) Memupuk kemampuan
problem solving.
Sedangkan yang dimaksud dengan
pembelajaran
konvensional,
adalah
pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh
para guru. Pembelajaran konvensional
(tradisional)
pada
umumya
memiliki
kekhasan
tertentu,
biasanya
lebih
mengutamakan
hapalan
dari
pada
pengertian, dan mengutamakan hasil dari
pada proses, dan pengajaran berpusat
pada guru. Kegiatan utama model
pembelajaran konvensional adalah guru
menjelaskan dan siswa mendengarkan atau
mencatat apa yang disampaikan guru.
Pembelajaran secara biasa (konvensional)
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(1) pembelajaran secara klasikal, dan (2)
para siswa tidak mengetahui apa tujuan
mereka belajar pada saat itu. Memang,
model pembelajaran konvensional ini tidak
harus kita tinggal, dan guru mesti
melakukan model konvensional pada setiap
pertemuan, setidak-tidaknya pada awal
proses pembelajaran dilakukan. Atau kita

memberikan kepada anak didik sebelum
kita menggunakan model pembelajaran
yang akan dipergunakan.
Dari uraian di atas, dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pembelajaran
konvensional
adalah, suatu kegiatan belajar mengajar
yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh
guru. Dimana guru mengajar secara
klasikal yang di dalamnya aktivitas guru
mendominasi kelas dengan pembelajaran
konvensional. Dari hal tersebut dapat
diketahui, hasil belajar yang diperoleh siswa
pada kelompok eksperimen lebih signifikan
dibandingkan hasil belajar yang diperoleh
pada kelompok kontrol. Hal ini dibuktikan
dengan hasil perolehan nilai rata-rata pada
kelompok eksperimen yaitu sebesar 77,48
dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol
yaitu sebesar 69,78 melalui pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji-t
diperoleh thitung = 2,47 sedangkan ttabel =
2,000 untuk dk 61 pada taraf signifikansi
5%. Dari hasil perhitungan tersebut pada
taraf signifikansi 5% diketahui thitung > ttabel,
maka hipotesis nol (H0) ditolak. yang
berbunyi
terdapat
perbedaan
yang
signifikan hasil belajar IPA antara siswa
yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah (PBM) dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional
kelas V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun
Pelajaran 2013/ 2014.
Ilmu
pengetahuan
alam
(IPA)
merupakan bagian kehidupan manusia dari
sejak manusia itu mengenal diri dan alam
sekitarnya. Manusia dan lingkungan
merupakan sumber, obyek dan subyek
sains. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa IPA tidak bisa lepas dari
pengamatan dan pemahaman manusia
dalam kehidupannya. Akan tetapi, dalam
kenyataannya
manusia
sangat
sulit
memahami hal-hal yang berkaitan dengan
sains (IPA) yang pada dasarnya merupakan
bagian dari diri siswa. Hal ini sangat mudah
sekali dibuktikan dengan rendahnya
kualitas tingkat pemahaman manusia
khususnya siswa terhadap konsep, teori
maupun praktik dari IPA itu sendiri.
Sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006, tujuan pelajaran Sains (IPA) di SD
(Soedojo: 2004) sebagai berikut: (1)

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan
alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bemanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat,
(4)
Mengembangkan
kterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar,
memecahkan
masalah
dan
membuat keputusan, (5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam
memlihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan
alam,
(6)
Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai
dasar
untuk
melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
Pembelajaran IPA di SD yang
berpedoman pada kurikulum 2013 pada
hakikatnya meliputi empat unsur utama
yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang
benda, fenomena alam, makhluk hidup,
serta hubungan sebab akibat yang
menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
(2) proses: prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah; metode ilmiah
meliputi
penyusunan
hipotesis,
perancangan eksperimen atau percobaan,
evaluasi, pengukuran, dan penarikan
kesimpulan. (3) produk: berupa fakta,
prinsip, teori, dan hokum. (4) aplikasi:
penerapan metode ilmiah dan konsep IPA
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
IPA sebaiknya menggunakan metode
discovery, metode pembelajaran yang
menekankan pola dasar: melakukan
pengamatan,
menginferensi,
dan
mengomunikasikan/menyajikan. Pola dasar
ini dapat dirinci dengan melakukan
pengamatan
lanjutan
(mengumpulkan
data), menganalisis data, dan menarik
kesimpulan. Di dalam pembelajaran IPA,
siswa didorong untuk menemukan sendiri
dan
mentransformasikan
informasi
kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama di dalam

pikirannya, dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai. Pengetahuan
yang ada di benaknya bersifat dinamis,
berkembang dari sederhana menuju
kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di
sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih
luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju
abstrak.
Kegiatan
pengamatan
dan
percobaan memegang peran penting dalam
pembelajaran IPA, agar pembelajaran IPA
tidak sekedar pembelajaran hafalan. Peran
guru
dalam
pembelajaran
adalah
memberikan tugas menantang berupa
permasalahan yang harus dipecahkan
siswa. Pada saat tugas itu diberikan, siswa
belum menguasai cara pemecahannya,
namun
dengan
berdiskusi
dengan
temannya dan bantuan guru, tugas tersebut
dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan
tugas tersebut, kemampuan-kemampuan
dasar untuk menyelesaikan tugas itu akan
dikuasai siswa. Guru harus memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi
dan berbagai bentuk kerja sama lainnya
untuk menyelesaikan tugas itu. Selain itu,
guru memberikan sejumlah besar bantuan
kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran. Guru mendorong siswa
untuk mendapatkan pengalaman dengan
melakukan kegiatan yang memungkinkan
mereka menemukan konsep dan prinsipprinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan
kata lain, pembelajaran terjadi apabila
siswa
terlibat
secara
aktif
dalam
menggunakan proses mentalnya agar
mereka
memperoleh
pengalaman,
sehingga memungkinkan mereka untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip
tersebut. Proses-proses mental itu misalnya
mengamati, menanya dan merumuskan
masalah,
merumuskan
hipotesis,
merancang eksperimen, melaksanakan
eksperimen,
mengumpulkan
dan
menganalisis data, menarik kesimpulan,
serta menyajikan hasil kerjanya.
Dari
hasil
penelitian
yang
dilaksanakan, diperkuat oleh penelitian
yang dilaksanakan oleh Yuni Astuti (2007)
yang
berjudul,
Penerapan
Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan hasil Belajar IPS Siswa
Kelas IV SDN 8 Kecamatan Makmur,
Kabupaten Bireuen. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa model pembelajaran

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
berbasis masalah dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Pada siklus I belum
menunjukan hasil yang optimal dalam
meningkatkan hasil belajar, maka dilakukan
siklus II, yang menunjukan adanya
peningkatan antara lain : Pada siklus I yang
tuntas belajar sebanyak 32 siswa dengan
prosentase ketuntasan klasikal 76,19%
dengan nilai rata-rata kelasnya 76,36. Dan
pada siklus II banyak siswa yang tuntas
belajar sebanyak 35 siswa dengan
prosentase ketuntasan klasikal 88,1%
dengan nilai rata-rata kelasnya 81,7%.
Aktivitas siswa selama pembelajaran
mengalami peningkatan setiap siklusnya,
dari 61,1% pada siklus I, menjadi 72,2%
pada siklus II. Hipotesis tindakan dan
indikator kinerja telah tercapai sehingga
tidak perlu dilaksanakan siklus selanjutnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
hasil belajar IPA antara siswa yang
mengikuti model pembelajaran berbasis
masalah dengan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional kelas V SD
Gugus IV Tampaksiring Tahun Pelajaran
2013/2014.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara siswa
yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah dengan siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional siswa
kelas V SD gugus IV Tampaksiring Tahun
Pelajaran 2013/ 2014. Hal tersebut dapat
terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh
kelompok eksperimen adalah 77,48 dan
rata-rata yang diperoleh kelompok kontrol
adalah 69,78. Demikian pula Berdasarkan
hasil perhitungan dengan uji t diperoleh
thitung 2,47 > ttabel 2,000. Karena thitung > ttabel
maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA antara
siswa yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah dengan siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional Kelas
V SD Gugus IV Tampaksiring Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Bertolak
dari
hasil
penelitian,
pembahasan dan kesimpulan, maka dapat
diajukan beberapa saran sebagai berikut:

(1) Model pembelajaran berbasis masalah
sebaiknya dikembangkan dan dilaksanakan
dalam pembelajaran di sekolah agar proses
pembelajaran berkualitas dan hasil belajar
siswa optimal. (2) Dalam pembelajaran di
kelas khususnya pembelajaran IPA,
hendaknya
dikembangkan
model
pembelajaran berbasis masalah. Karena
model pembelajaran berbasis masalah
mempunyai keunggulan yaitu, realistik
dengan kehidupan siswa, konsep sesuai
dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat
inquiri siwa, retensi konsep jadi kuat,
mengembangkan
kemandirian,
dan
meningkatkan percaya diri. (3) Sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah
dalam meningkatkan profesionalisme guru
terkait
pengembangan
pembelajaran,
pembekalan, dan pelatihan penerapan
model pembelajaran berbasis masalah.
Yang telah terbukti memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap hasil belajar siswa,
akan menambah wawasan guru terkait
model pembelajaran inovatif. (4) Sekolah
sebaiknya menyediakan fasilitas penunjang
pembelajaran, yang dapat membantu
terlaksananya pembelajaran yang inovatif.
Sehingga mampu memberikandampak
positif bagi hasil belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Setia
Anderson dan Krathwohl.2001. Taksonomi
For
Learning
Teaching,
And
Assessing. Now York: Addison
Wesley Longman
Jeperis.Wordpress.com/2013/11/13.
Pembelajaran IPA Pada Kurikulum
2013
Rianto,Yatim. 2009. Paradigma Baru
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran
Problem Based Learning. Bogor:
Ghalia Indonesia
Sugiono. 2011. Statiska Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Soedojo, Peter. 2004. Sejarah Dan Filsafat
Ilmu
Pengetahuan
Alam.
Yogyakarta
:
gadjah
Mada
University Press.
Trianto.
2009.
Mendesain
Model
Pembelajaran Inovatif- Progesif.
Jakarta : Kencana Prenada Media
Group
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Tentang
Pendidikan Nasional

Wahidmurni,dkk.
2010.
Evaluasi
Pembelajaran
Kompetensi
dan
Praktik. Yogyakarta: Nuha Litera
Winarsunu.
2010.
Statistika
dalam
Penelitian Psikologi dan Pendidikan.
Malang: Universitas Negeri Malang
Yadnyawati. 2011. Evaluasi Pendidikan.
Surabaya: Paramita.