Baca Proposal Tugas Akhir docx

Baca
Klasik


 

Kartu Lipat


 

Majalah


 

Mozaik


 


Bilah Sisi


 

Cuplikan


 


Kronologis

1.
MAR

19

Proposal Tugas Akhir
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perikanan merupakan salah satu unggulan yang dimiliki Indonesia dalam hal
mendukung perekonomian negara, karena sektor perikanan adalah sumber devisa negara yang
sangat potensial dari ekspor non migas. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara bahari dan
kepulauan terbesar di dunia. Dalam wilayah laut yang luas tersebut terdapat pulau-pulau yang
sangat banyak dan dikelilingi garis pantai yang panjang, yang mana merupakan garis pantai
terpanjang di dunia setelah Kanada. Kondisi seperti ini menjadikan Indonesia memiliki kekayaan
komoditas perikanan yang melimpah (DKP, 2009).

Amri (2003) mengatakan bahwa, dari panjang pantai yang dimiliki Indonesia tersebut,
yang berpotensi sebagai lahan tambak hanya ±1,2 juta Ha (hektar), dan yang berpotensi sebagai
lahan tambak untuk udang, yakni mencapai 866.550 Ha, sementara luas tambak yang dibangun
baru mencapai 344.759 Ha. Sisanya masih belum dimanfaatkan sama sekali. Hal ini tentu bisa
menjadi peluang untuk membuka dan meningkatkan lahan baru untuk kegiatan budidaya tambak.
Udang merupakan salah satu hasil perikanan yang menunjang perekonomian negara.
Hal ini disebabkan harga pasarannya yang tergolong tinggi, pemasarannya yang luas dan
tingginya kebutuhan dan permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Ini terlihat dari data
yang telah masuk ke Badan Pusat Statistik, dimana Amerika Serikat menjadi negara pengimpor
udang Indonesia yang dominan. Pada periode tahun 2014, Amerika Serikat menyerap udang

Indonesia sebanyak 85.838.700 kg. dengan nilai US$ 1.027.223.500. Suatu peningkatan yang
sangat berarti dari tahun sebelumnya, yaitu 64.520.600 kg. dengan nilai US$ 686.703.500.
Terpaut sangat jauh dari Jepang yang berada di urutan kedua, pada tahun yang sama Jepang
menyerap udang Indonesia sebanyak 27.597.800 kg. dengan nilai US$ 370.568.900 (BPS, 2015).

Haris (1988) hal tersebut menunjukan bahwa budidaya udang telah memberikan
keyakinan kepada petani ataupun pengusaha sebagai suatu kegiatan usaha yang secara ekonomis
sangat menguntungkan dan secara teknis dapat dengan mudah dilakukan. Salah satu komoditas
udang yang memiliki permintaan yang tinggi dan pangsa pasar yang sangat luas baik di dalam
negeri maupu di luar negeri adalah udang windu (penaeus monodon). Akan tetapi jumlah
produksi udang windu masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah produksi udang vanname
di Indonesia.
Kamsari (2015) tingginya nilai dan jumlah ekspor udang ke Amerika Serikat atau
negara lainnya disebabkan negara pesaing produsen udang yang mengalami penurunan produksi
karena ancaman penyakit EMS (early mortality syndrome), seperti Thailand dan Vietnam.
Sebaliknya Indonesia mengalami peningkatan jumlah produksi udang yang mana didominasi
oleh komoditas udang vaname, sementara produksi udang windu masih sedikit. Pada tahun 2014
produksi udang Indonesia mencapai 623.000 ton, akan tetapi produksi udang windu baru
mencapai sekitar 30% dari total produksi udang nasional, Sementara udang vaname
berkontribusi sebesar 60% dan sisanya dari komoditas udang lainnya.

Data tersebut menunjukan bahwa peluang untuk meningkatkan produksi udang windu
sangat besar. Hal ini juga didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (DKP) yang
menekankan pentingnya pengembangan udang windu untuk tahun-tahun selanjutnya, caranya
adalah dengan menerapkan strategi ekstensifikasi (perluasan lahan), sistem intensifikasi dan
mewajibkan kepada para pembudidaya menggunakan bibit atau benih yang dikembangkan
oleh breeding center (Pusat pembenihan). Pemanfaatan bibit yang berasal dari tambak tidak
direkomendasikan karena tidak terseleksi dengan baik, sehingga dikhawatirkan akan membawa
dan menyebarkan penyakit (Antaranews, 2015).

Budidaya udang windu ( Penaeus monodon) sudah lama di kenal oleh masyarakat
Indonesia, sejak tahun 1970, pada awal tahun 1970 – 1990 produksi udang windu yang
dihasilkan dari budidaya meningkat dengan pesat, namun seiring berjalannya waktu hingga pada
tahun 2009 budidaya udang windu mengalami kemunduran. Salah satu faktor penyebab
kegagalan budidaya udang di tambak adalah kurangnya pemahaman para pelaku budidaya akan
teknik budidaya yang baik dan benar dalam suatu sistem budidaya, tidak jarang berujung pada
munculnya serangan penyakit pada udang dan akhirnya gagal produksi, dan ini biasanya sering
terjadi pada budidaya sistem tradisional (ekstensif), akan tetapi sistem intensif juga sangat rentan
terkena penyakit. Oleh karena itu perlunya mengetahui konsep dasar pemeliharaan dari budidaya
sebelum diterapkan (Suyanto dan Takarina, 2009).
1.2 Kerangka Pemikiran

Usaha pembesaran merupakan langkah akhir dalam suatu sistem budidaya udang windu
(penaeus monodon). Faktor penentu keberhasilan suatu usaha pembesaran udang windu intensif
adalah manajemen pemeliharaan yang terjaga dan terkontrol dengan baik, oleh sebab itu
diperlukan upaya yang sangat maksimal dalam penerapannya. Proses pembesaran udang windu
intensif sendiri terkadang menemui beberapa kendala seperti parameter kualitas air yang tidak
terkontrol dengan baik, serta pengelolaan air dan pakan yang buruk. Jika kendala tersebut tidak
ditangani dengan tepat, maka usaha pembesaran udang windu tersebut bisa mengalami kegagalan
produksi (panen). Salah satu hal yang paling dihindari oleh pembudidaya adalah infeksi
penyakit.
Infeksi penyakit itu sendiri salah satunya bisa diakibatkan oleh manajemen
pemeliharaan yang tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu sangat perlu memperhatikan
manajemen pemeliharaan. Apabila manajemen pemeliharaan pada pembesaran udang windu
telah dilaksanakan dan terkontrol dengan baik, maka tingkat produktivitas udang windu yang
dibudidayakan pun akan meningkat. Tingkat produktivitas juga akan berpengaruh langsung pada
pendapatan yang akan diterima.
Penerapan manajemen pemeliharaan yang baik akan meningkatkan pertambahan
produktivitas udang windu. Selain tingkat produktivas yang tinggi ada beberapa faktor lain juga
yang akan mempengaruhi pendapatan yang akan diterima dalam kegiatan pemeliharaan udang
windu, yaitu tingkat harga dan permintaan. Semakin tinggi tingkatan harga dan permintaan yang
ada maka akan semakin besar pula pendapatan yang akan diterima. Kegiatan manajemen

pemeliharaan udang windu yang dilakukan memiliki biaya yang harus dikeluarkan untuk
menunjang kegiatan pemeliharaan tersebut. Adapun biaya produksi yang harus dikeluarkan yaitu
biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Jika total biaya produksi dan
pendapatan sudah diketahui, maka akan bisa terlihat apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk
dilaksanakan
(laba/rugi).

Pembesaran Udang Windu Sistem Intensif
Manajemen Pemeliharaan
Pengelolaan Air
Parameter Kualitas Air
Pakan
Produktivitas
Analisis Finansial
Harga
Biaya
Permintaan
Pendapatan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
1.3 Tujuan

Tujuan dari kegiatan praktik kerja lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui teknik dan
cara manajemen pemeliharaan pembesaran udang windu sistem intensif dengan baik, serta
menganalisa secara ekonomi dari kegiatan pembesaran udang windu tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Udang Windu
Suyanto dan Takarina (2009) mengatakan bahwa sebagai anggota dari
golongan crustacea, semua bagian tubuh udang dan kepiting terdiri dari ruas-ruas yang tertutup
oleh kulit keras yang mengandung zat chitin. Selang waktu tertentu, kulit keras tersebut dapat
terlepas (moulting) dan berganti dengan kulit baru yang lembek. Seiring dengan mengerasnya
kulit tersebut selama beberapa hari, tubuh udang tersebut pun akan berkesempatan untuk dapat
tumbuh besar dengan cepat. Pada udang muda, pergantian kulit terjadi lebih sering ketimbang
udang yang sudah tua. Oleh karena itu, ketika masih muda udang akan tumbuh lebih cepat
dibanding yang sudah tua atau besar.

Udang windu (Penaeus monodon) memiliki sifat-sifat dan ciri khas yang dapat
membedakannya dengan udang-udang yang lain. Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara
alami bisa hidup diperairan yang berkadar garam yang tinggi, yakni 5-45 ppt (part per
thousand). Kadar garam yang ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah 19-35 ppt. Sifat lain

yang juga menguntungkan adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu atau temperatur yang
dikenal sebagai eurythemal (Suyanto dan Mujiman, 2004).
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Agung (2007) dalam dunia internasional, udang windu (Penaeus Monodon) dikenal
dengan nama black tiger, tiger shrimp atau tiger prawn. Adapun udang windu dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phyillum
: Arthropoda
Class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Family
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Species
: Penaeus monodon Fabricus

Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu kepala dan dada (cephalothorax) dan perut
(abdomen). Pada bagian cephalothorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas kepala dan 8 ruas dada.
Bagian kepala terdiri dari antenna, antenulle,mandibulla dan 2 pasang maxillae. Kepala
dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki jalan (peripoda). Bagian perut
atau abdomen terdiri dari 6 ruas yang tersusun seperti genting (atap). Pada bagian abdomen
terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk
kipas bersama-samatelson yang berfungsi sebagai alat kemudi (Tricahyo, 1995).
Gambar 2. Morfologi udang windu terlihat dari samping (Suwignyo, 1990).
2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku
Benih udang yang biasanya masih kecil tidak menyukai cahaya yang terang, suka
sembunyi dilumpur pada siang hari akan tetapi ia mengarahkan gerakannya ke arah cahaya yang
lemah (Cholik, 1998).
Ahmad dan Dahril (1988) Udang windu merupakan hewan perairan yang
bersifat nocturnal dankanibalisme. Sifat kanibal udang sering terjadi atau muncul sejak udang
dalam fase mysis. Udang pada umumnya akan mencari makan atau melakukan kegiatan lainnya
pada waktu malam hari dan membenamkan dirinya di lumpur atau menempel pada suatu benda
dalam air pada waktu siang hari. Selain itu dalam keadaan normal, yaitu keadaan lingkungan
yang cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada waktu siang hari dan apabila ini
terjadi berarti ada sesuatu masalah pada lingkungan tambak atau pada udang itu sendiri (Suyanto
dan Mujiman, 1989).


Masalah itu terjadi bisa disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam
meningkat, temperatur meningkat, kadar oksigen menurun, atau pun karena timbulnya senyawasenyawa beracun. Udang windu juga memiliki kebiasaan menyukai berenang melawan arus,
sering berkerumun pada saluran air masuk, sedang bagian kepalanya dibenamkan atau
ditenggelamkan pada air yang datangnya berlawanan arah (Suyanto dan Mujiman, 1989).
2.1.3 Habitat dan Kebiasaan Makan
Udang windu umumnya menyukai kondisi tekstur dasar perairan yang lempung atau
lumpur berpasir. Selama daur hidupnya, udang windu memiliki fase hidup yang berbeda yaitu,
fase hidup di laut, fase hidup diperairan muara sungai dan fase hidup di pantai. Fase hidup udang
di laut yaitu pada saat stadia menuju dewasa, telur, nauplius, zoea, mysis hingga pasca larva.
Sedangkan pada stadia awal, pasca larva akan hidup diperairan muara sungai dan pantai
(Ghufran dan Kordi, 2010).
Suyanto dan Takarina (2009) mengatakan bahwa berdasarkan pada kebiasaan makan,
udang dapat dikelompokkan kedalam golongan hewan pemakan segala (omnivora). Pada awal
fase kehidupannya, udang mulai mencari pakan alami berupa plankton nabati seperti ganggang
(diatomae). Selain dari makanan tersebut udang juga mulai makan plankton hewani dari
jenis rotifera, protozoa, dan copepoda. Sedangkan apabila udang telah mencapai ukuran dewasa,
maka mulai makan daging hewan lunak seperti moluska dan krustasea (jenis kerang-kerangan
dan udang kecil). Namun, udang windu lebih cepat tumbuh bila makanannya mengandung kadar
protein tinggi sekitar 35-40% dan cenderung menyukai makanan asal hewan (protein hewani).

Selain pakan alami udang juga membutuhkan pakan buatan berupa pelet sebagai pakan tambahan
untuk menunjang pertumbuhannya biasanya diberikan pada pembesaran udang semi intensif dan
intensif.

Masih menurut Suyanto dan Takarina (2009) udang windu termasuk hewan yang
memakan makanannya dengan lambat karena menguyahnya sedikit demi sedikit dengan
menggunakan capitnya lalu dimasukkan kedalam mulut, tidak bisa sekaligus. Sifat lain yang juga
perlu diperhatikan adalah caranya menemukan makanannya melalui penciumannya
(chemosensory) dan bukan melalui penglihatannya (Cholik, 1998).
2.2 Pengelolaan Air
Penggantian air secara berulang-ulang dan teratur sangat perlu untuk menjaga agar
kualitas air tetap baik. Kegiatan ini juga perlu dilakukan agar merangsang pergantian kulit udang
(moulting) dan akan mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Pergantian air bisa dilakukan
dengan gerakan pasang surut atau pun menggunakan pompa air mekanis (Kungvankij et al,
1987).
Untuk menjamin agar kualitas air tambak tetap baik, maka pergantian air harus
diusahakan sesering mungkin. Penggantian air tambak baik sebagian maupun seluruhnya, selain

dimaksudkan untuk membuang muatan bahan-bahan yang menyebabkan penurunan pada
kualitas air, juga dimaksudkan untuk mengurangi kepekatan kadar kimia yang ada didalam air
(Cholik, 1988).
Haris (1988) mengatakan bahwa upaya peningkatan oksigen pada umumnya dilakukan
dengan aerasi. Peralatan untuk meningkatkan oksigen pada budidaya udang semi intensif yang
umumnya ditemui adalah kincir. Cara kerja aerasi terjadi karena kontak air yang mengandung
oksigen relatif lebih rendah dengan udara yang mengandung oksigen jauh lebih tinggi, sehingga
terjadilah proses difusi.
Wardoyo dan Djokosetyanto (1988) dengan kata lain yang menjadi tujuan adanya aerasi
adalah mentransfer oksigen dari udara agar terlarut di dalam air. Secara menyeluruh tujuan dari
adanya pemberian aerasi adalah :
a. Meningkatkan konsentrasi oksigen yang yang terkandung dalam air.
b. Menguapkan senyawa atau bahan yang bisa menimbulkan bau dan rasa yang tidak diinginkan
dari dalam air.
c. Menghilangkan gas methana, ammonia dan hidrogen sulfida dari dalam dan dasar perairan yang
sifatnya sangat berbahaya.
Semakin besar udang yang telah dipelihara, maka akan semakin banyak oksigen yang
dibutuhkan untuk proses pernafasan. Dalam hal ini, tambak dengan padat tebar udang yang
tinggi sebaiknya harus memasang kincir untuk menambah kelarutan udara dalam air (Suyanto
dan Mujiman, 1989).
2.3 Kualitas Air
Sumeru dan Anna (1992) mengatakan bahwa kualitas air merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan dalam kegiatan budidaya udang windu. Pengelolaan kualitas air dalam
kegiatan budidaya udang windu harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, karena kualitas air
yang tidak terjaga bisa berakibat buruk terhadap keberlangsungan hidup udang yang
dibudidayakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan kualitas air
diantaranya adalah salinitas, suhu, pH (potensial of hidrogen), dan oksigen terlarut.
2.3.1 Salinitas
Sumeru dan Anna (1992) salinitas adalah tingkat atau jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan. Berdasarkan toleransinya terhadap salinitas, maka udang windu termaasuk
kedalam golongan euryhalinelaut, yaitu hewan laut yang mampu hidup pada air tawar. Akan
tetapi tidak jarang juga ditemukan di beberapa tempat udang windu mampu hidup pada salinitas
40 permil, namun terbukti mengalami pertumbuhan yang lambat. Nilai salinitas yang optimal
bagi udang windu adalah 15-25 permil.
Sumeru dan Anna (1992) juga mengatakan bahwa pada tingkat salinitas yang tinggi,
hewan air termasuk udang windu, dalam adaptasinya akan kehilangan air melalui difusi yang
keluar dari tubuhnya. Dalam kaitan ini, udang akan lebih banyak meminum air dan menghindari
kelebihan kadar garam dengan mekanisme tertentu. Kegiatan ini tentu saja memerlukan energi
yang cukup banyak sehingga sebagian energi udang yang diperoleh dari makanan akan habis

terkuras untuk keperluan tersebut. Dalam usahanya menghindari kelebihan kadar garam di dalam
tubuhnya, maka akan terjadi pengerasan eksoskeleton yang dapat mengakibatkan gagal ganti
kulit (moulting). Satu-satunya cara untuk mengatasi salinitas yang terlalu tinggi adalah
melakukan pengenceran dengan menggunakan air tawar.

2.3.2 Derajat Keasaman (pH)
Keadaan pH (potential of hydrogen) air laut yang akan digunakan di tambak dapat
menunjukan tingkat kesuburan (daya produktivitasnya). Kisaran pH 7,5-9,0 dikategorikan baik
atau optimal untuk kehidupan udang windu. Pertumbuhan udang akan terhambat apabila pH
terlalu tinggi (diatas 9,5) atau terlalu rendah (dibawah 5,0) bahkan dapat mengakibatkan
kematian (Kungvankij et al, 1987).
Cholik (1988) mengatakan bahwa selama periode 24 jam pH air dapat berubah-ubah,
sehubungan dengan kadar CO2 dalam air meningkat yang diiringi dengan turunnya tingkat pH.
Pada siang hari kadar CO2 digunakan tumbuhan untuk proses fotosintesis, sehingga pH pun
menjadi naik. Nilai pH air terendah biasanya ditemukan pada jam 04.00 dan pH mengalami titik
tertinggi pada jam 16.00. Nilai pH dapat menurun karena adnya proses respirasi dan
pembusukan zat-zat organik. Nilai pH rendah itu dapat menurunkan pH darah udang yang
disebut denganacidosis sehingga fungsi darah untuk mengangkut oksigen juga menurun sehingga
terjadi kesulitan pernafasan pada udang.
2.3.3 Suhu
Cholik (1998) suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme. Suhu air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan udang. Kisaran
suhu yang dianggap bagi pertumbuhan udang windu adalah 28º C-30º C.
Ahmad (1991) Pengaruh suhu secara langsung adalah pada suhu di bawah 25-18º C
udang masih mampu bertahan hidup akan tetapi nafsu makannya mulai menurun. Suhu air 1218º C mulai berbahaya dan pada suhu di bawah 12º C udang windu akan mati kedinginan. Selain
pengaruh langsung yang dapat mematikan, suhu juga secara tidak langsung mempengaruhi
metabolisme, daya larut gas-gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia dalam air.
Semakin tinggi suhu air, maka akan semakin tinggi pula laju metabolisme udang yang berarti
semakin besar pula konsumsi oksigennya, padahal kenaikan suhu tersebut bahkan mengurangi
daya larut oksigen di dalam air.
2.3.4 Oksigen Terlarut
Sumeru dan Anna (1992) dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu jenis gas
terlarut dalam air pada urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari kepentingannya
bagi kehidupan ikan dan udang, oksigen menempati urutan paling atas. Oksigen yang sangat
diperlukan udang untuk pernafasannya harus dalam bentuk terlarut dalam air, karena udang tidak
dapat memanfaatkan oksigen langsung dari udara. Sumber utama oksigen dalam perairan adalah

hasil difusi dari udara, terbawa melalui air hujan (presipitasi) dan hasil fotosintesisfitoplankton.
Sebaliknya, kandungan oksigen terlarut dalam air dapat berkurang karena dimanfaatkan oleh
aktivitas respirasi dan perombakan bahan organik. Kekurangan oksigen dapat pula dialami akibat
terhalangnya difusi karena stratifikasi salinitas yang dapat terjadi setelah hujan lebat.
Difusi oksigen hanya terjadi dengan cepat pada lapisan permukaan air, sedangkan pada
lapisan di bawahnya, justru ditempat hidup udang, difusi berjalan sangat lambat. Untuk
membantu distribusi oksigen ke lapisan bawah, diperlukan alat aerasi yang dapat berupa blower,
atau pun kincir air (paddle wheel). Fungsi alat-alat aerasi tersebut selain dapat mempercepat
difusi oksigen dan distribusinya ke lapisan bawah atau dasar air pada tambak, dapat juga
membantu melepaskan oksigen ke atmosfir pada keadaan yang terlalu jenuh (Sumeru dan
Anna,1992).
Boyd (1990) jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung
spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan,aktivitas, suhu, dan lain-lain. Konsentrasi oksigen
yang rendah dapat menimbulkan gangguan makan (anorexia), stress, dan kematian. Apabila
dalam suatu kolam terdapat kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5
mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan atau udang akan berjalan dengan baik
(Boyd, 1982).

2.4 Pakan
Cholik (1988) udang windu memiliki sifat dapat memakan pakan alami seperti udangudang kecil, cumi-cumi dan sebagainya, tetapi dapat juga menggunakan pakan buatan. Oleh
karena itu dalam kegiatan pembesaran dengan teknologi semi intensif atau intensif, udang harus
diberi pakan buatan (tambahan) agar udang dapat tumbuh dengan baik dan maksimal. Dalam
setiap kegiatan budidaya, pakan selalu diberikan dalam jumlah yang banyak sehingga mengambil
bagian yang paling besar dalam hal pengeluaran biaya.
Wedjatmiko (1989) dalam melakukan suatu kegiatan usaha budidaya udang secara semi
intensif selain faktor mutu pakan yang harus terpenuhi, faktor teknik pemberian pakan juga harus
diperhatikan untuk menunjang keberhasilan budidaya
2.4.1 Cara Pemberian Pakan
Cara pemberian pakan hendaknya dilakukan uji pakan tersebut tenggelam atau tidak,
selain itu juga perlu memperhatikan mutu dan masa berlaku pakan tersebut (Wedjatmiko, 1989)
Syarat mutlak untuk terpenuhinya cara pemberian pakan yang baik adalah merata,
dalam arti diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan
yang lainnya. Pada awal penebaran, umur PL (post larva) yang ditebar biasanya sama, sehingga
dengan pemberian pakan yang merata pertumbuhannya diharapkan akan merata atau seragam
(Nurdjana, Sumeru, dan Arifin, 1989).
Pemberian pakan dengan cara disebarkan secara merata pada tambak akan mendapatkan
hasil yang lebih baik dengan waktu panen yang lebih cepat. Sedangkan cara pemberian pakan

dengan hanya melakukan pemberian dari pematang akan memerlukan waktu panen yang lebih
lama (Wedjatmiko, 1989)

2.4.2 Waktu dan Frekuensi
Dalam pemberian pakan hendaknya disesuaikan dengan tingkah laku dan efektivitas
udang yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya, sehingga dalam pemberian pakan lebih efisien
dan efektif dilakukan pada saat intensitas cahaya rendah atau gelap. Pada udang dewasa
dilakukan lebih sering karena kemampuan metabolic rate dan kecepatan makan yang lebih
dibanding ikan yang lebih muda (Nurdjana, Sumeru dan Arifin, 1989).
Sedangkan pada frekuensi pakan akan ditentukan oleh umur atau stadia udang, tingkat
kesuburan tambak dan stabilitas pakan yang rendah hendaknya dilakukan lebih sering karena
pakan yang hancur akan sulit dimakan oleh udang. Selain itu frekuensi pemberian pakan juga
bisa dikatakan sangat bervariasi dan sangat tergantung daya tampung makan udang tersebut,
makin kecil daya pakan yang ditampung maka akan semakin sering pula pakan akan diberikan
(Wedjatmiko, 1989).
2.4.3 Jumlah
Kegunaan Pakan akan berperan secara efisien apabila diberikan dalam jumlah yang
cukup, dalam arti tidak berlebihan. Jumlah pakan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal
akan berbeda pada setiap stadia perkembangan udang. Udang yang lebih muda membutuhkan
persentase jumlah pakan yang lebih banyak dibandingkan dengan bobot tubuhnya (Nurdjana,
Sumeru dan Arifin, 1989).
Ukuran atau dosis pakan yang diberikan tergantung dari bobot udang, pengukuran bobot
udang dilakukan seminggu sekali dengan cara sampling pertumbuhan. Selain itu juga, jenis dan
mutu daripada pakan yang digunakan akan sangat mempengaruhi dengan dosis pakan yang
diberikan (Wedjatmiko, 1989).
2.4.4 Kontrol Pakan
Nurdjana, Sumeru, dan Arifin (1989) mengatakan bahwa dalam pemberian pakan perlu
untuk memasang anco (feeding tray) yang mana tujuannya adalah sebagai alat kontrol. Dengan
pemasangan anco tersebut akan dapat diketahui apakah pakan yang diberikan sudah tepat.
Maksudnya dosis dan frekuensi pakan yang diberikan dapat diatur dan disesuaikan dengan
pemberian pakan yang selanjutnya. Apabila pada anco masih terdapat sisa pakan yang diberikan
sebelumnya, maka jumlah pakan yang akan diberikan pada pemberian pakan yang selanjutnya
bisa dikurangi dosisnya.
2.5 Hama dan Penyakit
Suyanto dan Takarina (2009) dalam setiap usaha atau kegiatan pembesaran udang di
tambak, kita akan menghadapi bahaya berupa hama dan penyakit. Hama tambak dapat

dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu golongan pemangsa (predator), golongan penyaing
(kompetitor), dan golongan pengganggu. Contoh dari golongan predator antara lain, ular, burung,
katak, dan lain-lain. Sedangkan dari golongan kompetitor antara lain ikan nila, ikan belanak,
kepiting liar, atau udang-udang liar. Untuk hama pengganggu biasanya dari hewan-hewan liar
yang bisa menularkan suatu penyakit, karena hewan liar yang ada di tambak merupakan
pembawa (carrier) penyakit bagi udang meskipun hewan liar itu sendiri tidak menderita sakit.
Misalnya, udang putih atau udang api-api.
Pada dasarnya penyakit pada udang windu timbul dan mewabah dapat dijelaskan dari
hubungan keterkaitan antara inang, patogen (penyebab penyakit), dan lingkungan. Penurunan
kualitas lingkungan akibat penumpukan bahan organik, dan sebagai dampak dari kegiatan
intensifikasi tambak menyebabkan udang stress dan akhirnya rentan terhadap penyakit. Penyakit
timbul pada udang disebabkan oleh patogen penyebab penyakit, diantaranya virus, bakteri,
protozoa, dan lain-lain. Contoh penyakit yang disebabkan oleh virus salah satunya yaitu,
penyakit bercak putih. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya didominasi oleh vibrio
sp. Sedangkan pada protozoa (parasit) yang mana bersifat menempel pada tubuh udang yang
dijangkiti, misalnya penyakit insang hitam (Herlina, 2004).

BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
3.1 Tempat danWaktu
Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) akan dilaksanakan di Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang. Waktu kegiatan Praktik Kerja Lapang akan
dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016.
BLUPPB Karawang terletak di Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Km 7 Kota
Karawang, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Letak BLUPPB itu sendiri berbatasan
langsung dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pantai Utara Jawa.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Cimunclak.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan sungai Ciwadas.
Lahan komplek BLUPPB Karawang memiliki topografi yang relatif cukup baik dengan
luas kawasan BLUPPB ±390 Ha, yang terdiri dari lahan berupa tambak/kolam inti, kawasan
penyangga, fasilitas perumahan dan kantor serta lahan plasma. BLUPPB Karawang bersuhu ratarata 26-35ºC, sumber untuk mengairi kolam yang berada di BLUPPB berasal dari Sungai Buntu
dengan rata-rata debit air 50-150 liter/detik.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan dalam kegiatan praktik pemeliharaan pembesaran udang
windu antara lain :
a. Ember plastik

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Timbangan
Jala atau jaring
Refraktometer
Thermometer
pH meter
Kincir air
Pompa
Generator set
Sedangkan untuk bahan yang akan digunakan dalam kegiatan praktik pemeliharaan
pembesaran udang windu antara lain
Kapur
Desinfektan
Pupuk
Benih udang windu atau benur
Pakan
Probiotik
3.3 Metode Kerja Praktik
Metode yang digunakan pada Praktik Kerja Lapang ini adalah dengan partisipasi aktif
dalam kegiatan pemeliharaan pembesaran udang windu di Balai Layanan Usaha produksi
Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode atau cara untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam penyusunan
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Data Primer
Data ini diperoleh dengan cara mahasiswa ikut terlibat langsung dalam kegiatan
pembesaran udang windu mulai dari persiapan lahan hingga panen. Selain itu mahasiswa juga
akan melakukan wawancara dengan pimpinan, karyawan dan staf serta pihak-pihak lain yang
bersangkutan untuk mendapatkan informasi secara lengkap yang terdapat di lapangan mengenai
kegiatan pembesaran udang windu untuk kesempurnaan penulisan Tugas Akhir (TA).
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan literatur, membaca dari berbagai
sumber buku, internet serta media cetak atau media elektronik yang ada kaitannya dengan
masalah pengumpulan data.

3.5 Analisa Data

Menganalisa data yang diperoleh dari kegiatan teknis pemeliharaan pembesaran udang
windu. Data yang harus di analisa adalah, data pertumbuhan, data kualitas air dan lain-lain.
Untuk memperoleh data tersebut harus mengikuti dan sesuai dengan rencana kerja yang telah
direncanakan. Adapun rencana kerja dari pemeliharaan pembesaran udang windu adalah sebagai
berikut:
a. Pengeringan
Air yang ada di dalam tambak dibuang menggunakan pompa, pastikan tambak benarbenar kering dengan sempurna. Pengeringan secara sempurna berfungsi untuk membunuh
bakteri penyebab penyakit (patogen) yang ada di dalam tambak.
b. Pengapuran
Pengapuran bertujuan untuk menunjang perbaikan kualitas tanah dan air dengan
menggunakan kapur zeolit dan dolomit dengan dosis masing-masing biasanya 1 ton/ha.
c. Pemupukan
Kemudian lakukan pemupukan yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
luas tambak, dengan tujuan mempercepat pertumbuhan plankton (pakan alami) dan menetralkan
senyawa beracun.
d. Pengisian Air
Setelah dibiarkan selama 3 hari, masukkan air kedalam tambak. Isi air setinggi 10-25 cm
dan biarkan selama beberapa hari lagi, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh
secara merata. Setelah itu masukkan lagi air hingga mencapai ketinggian 80 cm. Untuk
menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur lagi menggunakan dolomit atau zeolit
dan biarkan selama 7-10 hari. Untuk pemberian probiotik diberikan seminggu sekali dengan
dosis disesuaikan juga dengan kebutuhan dan luas tambak.

e. Penebaran Benur
Penebaran benur dilakukan setelah plankton tumbuh dengan baik. Penebaran benur harus
dilakukan secara hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan baru.
Oleh karena itu pada saat penebaran, benur harus dilakukan adaptasi suhu, adaptasi udara, dan
adaptasi salinitas (aklimatisasi) terhadap benur, dengan cara merendam kantong plastik ke dalam
kolam selama 15 menit, lalu buka plastik dan lipat pada bagian ujungnya dan biarkan selama 15
menit. Untuk adaptasi salinitas dilakukan dengan cara memasukkan air tambak ke dalam kantong
plastik secara perlahan-lahan, setelah itu biarkan benur keluar dengan sendirinya.
f. Pengelolaan Pakan
Pengelolaan pakan melipuiti dosis, ukuran, jumlah, waktu dan frekuensi pemberian pakan
yang disesuaikan dengan kondisi udang di tambak. Pemberian pakan tambahan (pelet) mulai
diberikan sejak penebaran benur hingga waktu panen dengan ukuran dan jumlah pakan yang

disesuaikan dengan ukuran udang yang diukur (sampling). Pengamatan nafsu makan dilakukan
disetiap pemberian pakan melalui kontrol pada anco (feeding tray).
g. Pengelolaan Kualitas Air
Pengamatan kualitas air yang harus dilakukan adalah : suhu, salinitas, oksigen terlarut,
pH dan lain-lain. Dilakukan setiap hari untuk menghindari terjadinya fluktuasi pada parameter
kualitas air tersebut.
h. Pergantian Air
Pergantian air dilakukan sesuai kebutuhan, jika dirasa air yang ada di tambak atau kolam
sudah mulai menurun tingkat kecerahannya, yang mana artinya air yang ada di tambak sudah
kotor oleh sisa pakan dan kotoran udang. Maka bisa dilakukan dengan cara penyiponan
(membuang kotoran) menggunakan selang atau pompa air. Setelah itu air yang terbuang bisa
diganti dengan air yang baru.
i. Monitoring Hama dan Penyakit
Dilakukan setiap hari untuk memastikan udang tidak terganggu atau terserang hama dan
penyakit, agar tumbuh kembang udang sesuai dengan yang diharapkan.
j. Sampling
Kegiatan yang dilakukan pada sampling antara lain, Pengamatan, pengukuran laju
pertumbuhan udang, dan perhitungan pakan yang dilakukan 7-10 hari sekali. Pengambilan
contoh sampel udang menggunakan jala tebar dengan teknik diambil beberapa tititk sampel yang
dianggap mewakili.
k. Panen
Pemanenan dilakukan apabila target umur pemeliharaan sudah cukup dan udang sudah
mencapai ukuran pasar yang bernilai ekonomis. Namun pada umumnya udang windu dapat
dipanen setelah mencapai ukuran berat rata-rata minimal 20-30 gram per ekor (>3 bulan).
3.5 Analisa Usaha
Analisa usaha merupakan suatu analisa untuk mengetahui biaya yang telah dikeluarkan
pada pembesaran udang windu agar diketahui tingkat kelayakan usahanya. Analisa usaha yang
digunakan dalam mengolah data yang dilaksanakan pada praktik kerja lapang, antara lain :
a. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk memproduksi
suatu produk. Adapun rumus untuk mencari total biaya produksi, yaitu :
Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel

b. Pendapatan

Pendapatan adalah hasil dari nilai penjualan dan produksi selama satu siklus atau periode.
Adapun rumus untuk mencari nilai pendapatan adalah sebagai berikut :
Pendapatan = Jumlah Produksi x Harga Jual

c. Laba/Rugi
Laba atau rugi merupakan selisih antara penerimaan atau pendapatan dan total biaya produksi.
Laba diperoleh jika selisih antara pendapatan dan total biya produksi bernilai positif, sebaliknya
jika selisih antara pendapatan dan total biaya produksi bernilai negatif, maka bisa dikatakan rugi.
Rumus untuk mencari nilai laba/rugi adalah sebagai berikut :
Laba/Rugi = Pendapatan – Total Biaya Produksi

                                 

d. Break Event Point (BEP)
Rumus untuk mencari nilai titik impas (BEP) unit adalah sebagai berikut :
BEP Unit = Total Biaya
Harga/ekor - Biaya Variabel
Jumlah produksi

Sedangkan untuk mencari nilai titik impas (BEP) harga adalah sebagai berikut :
BEP Harga = Biaya Tetap
1- Biaya Variabel

Pendapatan

e. Return Cost Ratio (R/C)
R/C ratio merupakan perbandingan antara Total Pendapatan dengan Total Biaya. Suatu
usaha dikatakan layak jika R/C ratio lebih dari 1. Semakin tinggi nilai R/C ratio, maka akan
semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Adapun rumus untuk mencari nilai R/C ratio
adalah sebagai berikut :
R/C = Total Pendapatan
Total Biaya

DAFTAR PUSTAKA
Agung. M.U.K. 2007. Penelusuran Efektifitas Beberapa Bahan Alam Sebagai Kandidat Antibakteri Dalam
Mengatasi Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu. Makalah Kajian Kepustakaan UNPAD.
Jatinangor.
Ahmad. M. dan T. Dahril. 1988. Biologi Udang Yang Dibudiyakan Dalam Tambak. Seminar Aquabisnis
Bengkalis. Riau.
Ahmad. T. 1991. Pengelolaan Mutu Air Yang Penting Dalam Tambak Udang Intensif, Balai Penelitian
Perikanan Budidaya, Maros.
Amri. K. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Antaranews. 2015. KKP Bangkitkan Udang Windu Untuk Kemandirian Pangan. Kementerian Kelautan Dan
Perikanan. Jakarta.
Boyd. C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University Agricultural Experimenta
Satation. Auburn Alabama.
Boyd. C.E. 1990. Water Quality in Pond For Aquaculture. Binningham Publishing Co.
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2015. Ekspor Udang Menurut Negara Dan Tujuan Utama.
Cholik. F. 1988. Pengaruh Mutu Air Terhadap Produksi Udang Tambak. Makalah seminar sehari pentingnya
pengelolaan mutu air dalam meningkatkan produktivitas tambak udang. Semarang.
Cholik. F. 1998. Pemilihan Lokasi Dan Rancang Bangun Panti Benur Windu Untuk Budidaya Tambak. Balai
Penelitian Budidaya Pantai. Maros.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya. Jakarta
Ghufran. M. dan K. Kordi. 2010. Budidaya Udang Laut. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Haris. E. 1988. Aspek Teknis Pembesaran Udang. Makalah untuk seminar memacu keberhasilan dan
pengembangan usaha pertambakan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Herlina. N. Editor, 2004. Pengendalian Hama Dan Penyakit Pada Pembesaran Udang. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kamsari. 2015. Menuju Produsen Udang Nomor Satu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.
Bogor.
Kungvankij. F. Pudadera, B.J. Tiro, L.B. Potesta, I.O and Chua, T.E. 1987. Budidaya udang : Desain Kolam,
Pengopersian Dan Pengelolaannya. Diterjemahkan oleh Suyanto dan Harjono. Direktoral
Jendral Perikanan. Jakarta
Nurdjana M.L, Sumeru S.U, dan Arifin Z. 1989. Efisiensi Penggunaan Pakan Pada Budidaya Udang
Intensif Dan Semi Intensif. Makalah untuk Lokakarya Efisiensi Penggunaan Pakan Udang.
Jakarta.
Sumeru. S.U. dan S. Anna. 1992. Pakan Udang Windu (penaeus monodon). Kanisius. Bandung.
Suyanto. R. dan A. Mujiman. 1989. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suyanto. R. dan A. Mujiman. 2004. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suyanto. R. dan E.P. Takarina. 2009. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suwignyo. S. 1990. Avertebrata Air. Lembaga Sumber Daya Informasi. Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Tricahyo. E. 1995. Biologi Dan Kultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab). Akademika Pressindo.
Jakarta.
Wardoyo. S.T.H. dan D. Djokosetyanto. 1988. Pengelolaan Kualitas Air Di Tambak Udang.
Makalah untuk seminar memacu keberhasilan dan pengembangan usaha
pertambakan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Wedjatmiko. 1989. Teknik Pemberian Pakan Pada Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Temu Karya
Ilmiah Penelitian Menuju Program Swasembada Pakan Ikan Budidaya. Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1
Ekspor udang menurut negara dan tujuan utama (Berat Bersih), 2009-2014
NO

Negara
2010
32.669,4
4.237,7
5.958,8
2.238,7
2.895,6
220,3
43.560,9

1
2
3
4
5
6
7

Berat Bersih (Ton)
2011
2012
2013
31.000,2 32.497,6 32.943,7
3.466,5
2.777,9
2.665,4
5.843,4
6.315,4
5.600,1
2.280,6
2.979,9
3.137,2
2.801,3
2.593,7
2.959,1
562,7
752,7
895,8
55.007 59.137,9 64.520,6

2014
27.597,8
2.464
5.531,1
3.433,8
4.071,2
780,7
85.838,7

Jepang
Hongkong
Tiongkok
Singapura
Malaysia
Australia
Amerika
Serikat
8 Inggris
5.024,3
3.234,2
1.783,2
2.779
2.145
9 Belanda
891,9
593,9
614,6
530,2
1.095,2
10 Perancis
1.841,7
1.080,1
995
1.097,6
762,4
11 Jerman
557,8
475,9
277,2
145
380,9
12 Belgia
2.828,4
2.786
1.013,7
687
885
13 Italia
1.336,4
1.279,4
947
926,8
1.268,6
14 Lainnya
9.675,1
9.417,2
10.213
8.099,4
12.265
15 Jumlah
113.937 119.828,4 122.898,8 126.986,9 148.519,4
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2015

Lampiran 2.
Ekspor udang menurut negara dan tujuan utama (Nilai), 2009-2014
NO
1
2
3
4

Negara
Jepang
Hongkong
Tiongkok
Singapura

2010
332.615,1
21.738,6
11.812,2
5.931,8

Nilai (Ribu US$)
2011
2012
2013
409.638,7
368.991,3
364.968,8
23.032,1
21.207,6
20.412,6
58.643,7
25.206,7
39.711,9
11.475,7
8.345,6
9.645,5

2014
370.568,9
23.324,3
52.117
17.408,3

5
6
7

Malaysia
4.829,8
4.106,2
Australia
1.993,3
6.507
Amerika
350.614,1
493.272,3
Serikat
8 Inggris
40.251,8
30.860,5
9 Belanda
5.477,9
4.384,9
10 Perancis
13.838,3
8.749,4
11 Jerman
4.687,1
4.219,3
12 Belgia
21.867,3
26.975,8
13 Italia
3.989
4.277,5
14 Lainnya
42.156,5
58.901,1
15 Jumlah
861.802,8 1.066.005,2
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2015

6.790,1
7.809,6
482.264,1

9.460,4
11.858,1
686.703,5

14.029,6
11.727,8
102.7223,5

16.383,9
5.002,9
8.744,4
3.162,1
9.372,6
3.060,2
87.931,5
1.065.260,2

34.529,1
5.346,9
11.204,7
1.806,1
6.300,8
3.431,7
72.920,2
1.346.351,7

32.224,7
12.552,7
9.204,4
5.503,2
9.492,5
5.780,9
115.626,6
1.706.784,4

Lampiran 3

Kuesioner Tugas Akhir
1. Tentang Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
a. Kapan didirikan Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang?
b. Apa yang melatarbelakangi didirikannya Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
karawang?
c. Apa Visi dan Misi Balai Layanan Uasaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang?
d. Bagaimana keadaan geografis serta batas wilayah Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan
Budidaya Karawang?
e. Bagaimana Struktur organisasi di balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
Karawang?
f. Fasilitas apa saja yang di miliki oleh Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
Karawang sebagai penunjang produksi perikanan ataupun kinerja pegawai?
g. Komoditas apa saja yang di produksi di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
Karawang?
2. Sarana Produksi
a. Berapa banyak kolam yang dimiliki Balai layanan Usaha Perikanan Budidaya Karawang untuk
proses produksi pembesaran udang windu sistem intensif?
b. Berapa ukuran masing-masing kolam udang windu?
c. Berapa kapasitas kolam dalam sekali produksi?
d. Berapa lama usia ketahanan kolam yang digunakan?
e. Apa saja sarana pendukung untuk budidaya pembesaran udang windu sistem intensif

3.
A.
a.
b.
c.

Bahan Baku Produksi
Benih
Darimana sumber benur udang windu yang digunakan untuk pembesaran?
Bagaimana ciri-ciri benur udang windu yang baik?
Bagaimana cara penangan benur udang windu yang baik sebelum dilakukan pembesaran?

B.
a.
b.
c.

Pakan
Jenis pakan apa yang di gunakan untuk pembesaran udang windu secara intensif?
Darimana pakan itu didapat?
Berapa persentase pemberian pakan yang digunakan?

C. Bahan Lain
a. Bahan pendukung apa saja yang digunakan dalam pembesaran udang windu sistem intensif?
b. Berapa jumlah dosis dari setiap bahan pendukung?
4.
A.
a.
b.
c.

Teknik Pembesaran udang vaname secara intensif
Persiapan media
Apa saja alat yang dibutuhkan dalam persiapan media pembesaran udang windu sistem intensif?
Bagaimana mekanisme dalam penyiapan media?
Berapa waktu yang dibutuhkan dalam persiapan media?

B.
a.
b.
c.

Proses Pembesaran
Berapa jumlah udang windu yang diproduksi dengan menggunakan sistem intensif?
Berapa padat tebar yang digunakan dalam satu kolam budidaya?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pembesaran udang windu dengan
menggunakan sistem intensif?
Apa saja faktor penetu keberhasilan pembesaran udang windu dengan menggunakan sistem
intensif?
Bagaimana cara manajemen pakan yang baik?
Bagaimana cara manajemen kualitas air yang baik?
Bagaimana cara manajemen hama penyakit, dan cara pengendaliannya apabila ikan terserang
penyakit?
Bagaimana teknik pemanenan yang dilakukan?
Kapan waktu yang baik untuk pemanenan?

d.
e.
f.
g.
h.
i.

Lampiran 4
Tabel Pemberian Pakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Umur Udang

Jenis Pakan

Dosis

Frekuensi
(Kali/Hari)

27
28
29
30

Lampiran 5
Tabel Manajemen Kualitas Air
No

Minggu

Oksigen Terlarut

Jenis Parameter
pH
Salinitas

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lampiran 6
Tabel Pertumbuhan
No
1
2
3

Tanggal

Jumlah Sampel

Rata-Rata

Suhu

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Lampiran 7
Jadwal Praktik Kerja Lapang (PKL)
No

KEGIATAN
I

1
2
3
5
6
7
8
9

Perbaikan tambak
Pengeringan tambak
Pengapuran
Pemupukan
Pengisian air
Penebaran benih
Pengelolaan pakan
Manajemen Kualitas
air

Maret
II III
X
X

IV

I

BULAN
April
II III IV

I

Mei
II III

IV

X

X

X

X
X
X
X
X

X

X

X

X

X

X

X

X

10
11
12

Pergantian air
Monitoring Hama dan
Penyakit
Sampling

X
X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X X

X

X

X

X

X

X

Diposting 19th March 2016 oleh alfian nur
Lokasi: Sukamandijaya, Ciasem, Subang Regency, West Java, Indonesia
  


Tambahkan komentar

Memuat