Kepatuhan Ibu Terhadap Kunjungan Imunisasi Dasar di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah Kata dasar dari patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.
2. Kunjungan Imunisasi Dasar
Kunjungan Adalah kata dasarnya kunjung yang artinya perihal (perbuatan, proses, hasil) mengunjungi atau berkunjung (KBBI)
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantaranya terdapat tingginyakadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergandung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak (Hidayat, 2005).
B. Imunisasi
1. Defenisi Imunisasi
Selama dalam proses tumbuh-kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat, penanaman nilai agama dan budaya, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan
(2)
penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada anak sehat dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit, khususnya pada kasus tuberkolosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis ( PD3I)
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyait-penyakit tersebut bisa dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itu, untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dan balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal (Dewi, 2010).
Imunisasi adalah sediaan organisme yang mati atau dilemahkan. Ketika imunisasi memasuki sistem anak, ini menghasilkan imunitas terhadap penyakit spesifik dengan menyebabkan tubuh membangun antibodi dan pertahanan terhadap organisme. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang kelak terpajan pada anak. Selain itu, bayi dapat menjalani uji tuberkolosis-diberikan ebagai injeksi kulit-jika terdapat risiko pemajanan terhadap penyakit ini. ( kelly,2010).
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga negara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.(Rukiyah,2010).
(3)
Imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pda sekelompok masyarakat atau populasi atau menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi cacar (Vasra, 2013)
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergandung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak (Hidayat, 2005).
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh (Muslihatun, 2010).
Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap
suatu penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan imunitas
aktif tubuh membentuk kekebalan sendiri. Pentingnya pemberian imunisasi
didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalan sendiri ( humoral), hanya imunoglobulin G yang didapatnya dari ibu (yupi, 2004).
(4)
2. Jenis Vaksin dan Sifatnya
Vaksin adalah suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti Vaksin polio (Hidayat, 2006)
Vaksinasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar terbentuk zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (mubarak,2011)
Vaksin life attenuated diproduksi di laboratorium dengan memodifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan bereplikasi dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Vaksin ini berkembang biak dalam tubuh resepien, supaya dapat menimbulkan respon imun (Muslihatun, 2010).
Sifat vaksin dapat digolongkan berdasarkan kepekaan / sensifitasya terhadap suhu yaitu :
1. Vaksin yang sensitif terhadap beku yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar / terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Jenis vaksin yang sensitif beku adalah hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
2. Vaksin yang sensitif terhadap panas yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar / terkena suhu panas yang berlebihan. Jenis vaksin yang sensitif terhadap panas adalah polio, BCG, dan Campak.
(5)
3. Jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar pada bayi di Indonesia diwajibkan terhadap tujuh macam penyakit yaitu TBC, Difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak (measles, morbili) dan hepatitis B. Sedangkan imunisasi terhadap penyakit lain seperti gondongan (mumps), campak jerman (rubella), tifus, radang selaput otak (meningitis) Hib (Haemophilus influenczae tipe B), hepatitis A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan.
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang diwajibkan diberikan pada anak :
1. Vaksin Bacillus Clamete-Guerin (BCG)
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkan vaksin BCG yang bertujuan untuk memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dengan cara menghambat penyebaran kuman. Respons imunitas seluler terjadi
beberapa minggu (2-12 minggu) setelah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin.
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksi hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga
didapat basil yang yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensivitas terhadap tuberkulin yang kaitannya dengan timbulnya imunitas.
(6)
Kemasan vaksin BCG terdiri dari kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin ; dan setiap ampul vaksin dengan 4 ml pelarut. Kontraindikasi yang terjadi pada vaksin BCG yaitu :
a. Adanya penyakit kulit yang berat atau menahun seperti :eksim, furunkulosis, dan sebagainya
b. Mereka sedang menderita TBC
Penyuntikan BCG secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus lokal suferfisial di 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul semakin besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik kedalam (retracted.)
Vaksin BCG diberikan secara intradermal/intrakutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan pada deltoid kanan(lengan kanan atas), sehingga bila terjadi limfadenitis( pada aksila ) akan lebih mudah terdeteksi . Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak bole beku, dan harus disimpan pada suhu 2- 8 ĚŠ C.
2.Vaksin DPT (diptheria, pertusis, tetanus)
Pemberian imuniasi ini yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan
(7)
organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melauli intramuskular. Pemberian DPT dapat berefek saming ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensofalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan balita.
Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkan bahwa jumlah kasus difteri rawat jalan di Indonesia selama 3 tahun paling banyak dari golongan usia 15-44 tahun (37,42%). Pasien pertusis yang dirawat inap paling banyak dari kalangan bayi dan anak-anak (60,28% dari seluruh pasien rawat inap). Hal ini mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan golongan usia yang rentan terhadap penyakit pertusis. Pasien tetanus yang dirawat inap paling banyak dari golongan usia diatas 45 tahun (44,16%) .
Ini adalah vaksin kombinasi untuk mengatasi penyakit difteria, batuk rejak/ pertusis dan tetanus-tiga penyakit yang cukup perlu dipertimbangkan karena akibat yang ditimbulkannya- menyebabkan kesehatan dan kematian anak-anak dinegara berkembang.
Pemberian vaksinasi DPT dilakukan bersamaan dengan pemberian dengan vaksin polio. Pada umur di atas 5 tahun, komponen pertusis pada vaksin itu dihilangkan. Jangan berikan bayi anda vaksin DPT jika bayi anda menderita
(8)
epilepsi dan selam demam. Diare ringan atau hidung ingusan bukanlah kontraindikasi pemberian vaksin ini.
3.Vaksin polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan imunisasi polio diberikan melalui oral. Di indonesia, program eradikasi polio dilaksanakan sesuai kesepakatan pada WHO ke-41 (1988) yang sebenarnya mengharapkan eradikasi polio didunia sebelum tahun 2000. Ada empat strategi untuk pencapaian tujuan tersebut yaitu imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengah cakupan tinggi, imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium, serta mop-up untuk memutus rantai penularan terakhir.
Pada umumnya, pusat-pusat kesehatan memberikan 3 dosis pda interval 4 sampai 6 minggu. Mengenai dosis vaksinasi kedua ini diberikan pada umur 12 sampai 18 bulan setelah dosis terakhir suatu vaksi selesai diberikan. Merupakan suatu keuntungan bila menerima dosis vaksinasi kedua lainnya pada umur 5 tahun.
Satu hal penting lainnya: seorang anak yang sebelumnya pernah mengalami poliomyelitis juga merupakan kandidat untuk menerima imunisasi penuh vaksin polio .
(9)
4.Vaksin campak (morbili)
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.imuniasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
Penyakit ini biasanya disertai sekresi saluran pernafasan, malaise, dan demam. Pada hari ke empat, mulai timbul bercak makolopapular merah yang dimulai dari belakang telinga dan menyebar kebatang tubuh: manifestasi klinis yang lebih jarang misalnya kejang demam dan epistaktis. Bercak koplik merupakan bercak keputihan berukuran kecil (seukuran jarum pentul) pada mukosa bagian dalam pipi dan bibir bawah.
Komplikasi yang umum terjadi adalah otitis media dan brokonpnemonia : ensepalitis jarang terjadi namun berbahaya. Tanpa komplikasi,antibiotika tidak diindikasikan.
5. Vaksin hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebnayak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian balita.
(10)
Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkkan bahwa jumlah pasien hepatitis yang dirawat jalan dan rawat inap paling banyak dari golongan usia 15-44 tahun (50,54%).
4.Jadwal Imunisasi di Indonesia
Dalam menggunakan bagan jadwal imunisasi IDAI edisi 2000 untuk keperluan praktik sehari-hari diperlukan penjelasan sebagai berikut. Penyusunan jadwal imunisasi edisi 2000 dibuat dengan memperhatikan range (tenggang) waktu imunisasi yang dianjurkan, dengan maksud agar teman sejawat dapat menetapkan waktu yang lebih tepat dan leluasa kepada pasien, tentang kapan imunisasi sebaiknya diberikan sesuai dengan kedatangan / kebutuhan anak.
Jadwal imunisasi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Depkes tetap dapat gunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi IDAI setiap tahun akan dievaluasi untuk penyempurnaan berdasarkan perubaha pola penyakit, kebijakan Depkes / WHO, dan pengadaan vaksin di Indonesia. (Rochmah, 2012).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
1. Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinansi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan efek kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA sektoris (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilanan vaksinasi polio
(11)
yang diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberpa bulan. Berdasarkan penelitian Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA FKUI / RSCM Jakarta, kadar sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berusia 5 tahun. Kadar sIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum. Oleh karena itu bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum (usia 0-3 hari), hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Fungsi makrofag pada neonatus masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen. Pembetukan antibodi pesifik terhadap antigen tertentu masih kurang, sehingga imunisasi yang diberikan sebelum bayi berumur 2 tahun jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.
2. Faktor Genetik Penjamu
Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Seorang individu dapat memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respo imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai 100%.
3. Kualitas dan Kuantitas Vaksin
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal dan sistemik, sedangkan vaksi polio
(12)
parenteral hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin yang tidak tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat respon imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari haji uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi dan jarak pemberian juga mempengaruhi respon imun. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka natigen yang masuk akan segera dinetralkan, sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal. Pemberian vaksin ulang (booster) sebaiknya mengikuti anjuran sesuai hasil uji klinis.
4. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
Di dalam pelaksanaan kegiatan imunisasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. penyuluhan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi
penyuluhan yang diberikan berisikan tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan akibatnya, serta manfaat imunisasi, kejadian ikut pasca imunisasi (KIPI), dan cara penanggulangannya serta kapan dan dimana pelayanan imunisasi berikutnya akan diadakan.
(13)
2. Skrining dan pemeriksaan sasaran
a. Skrining
Setiap petugas yang melaksanakan imunisasi, harus melaksanakan skrining pada setiap sasaran untuk melihat apakah ada kontraindikasi dan precaution sebelum pemberin tiap dosis vaksin.
b. Pemeriksaan sasaran
Setiap sasaran yang mengunjungi tempat pelayanan imunisasi, mereka sebaiknya diperiksa dan diberi semua vaksin yang layak untuk diterima. Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin maa yang akan diberikan.
Pemeriksaan bayi dilakukan dengan cara :
1) Menentukan usia bayi, dengan melihat kartu imunisasi bayi untuk
menentukan usia bayi, atau menanyakan kepada ibu berapa usia bayinya.
2) Menentukan vaksin-vaksin mna yang telah diterima oleh bayi
3) Menentukan semua vaksin yang cocok untuk bayi
4) Kontraindikasi bayi terhadap imunisasi
c. Pengisian buku register
Pencatatan buku register membantu para pelaksana imunisasi memantau pelayanan imunisasi yang telah mereka berikan kepada sasaran.
(14)
3. Memberikan vaksin yang tepat secara aman
a. Mencampur vaksin dengan pelarut
b. Menggunakan alat suntik auto-disable (AD)
Alat suntik auto disable adalah alat suntik yang sekali pakai, setelah digunakan sekali secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat lagi digunakan.
c. Memberikan vaksin kepada bayi
Pemberian vaksin kepada bayi sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan dan cara penyuntikan serta dosis vaksin misalnya vaksin BCG tempat suntikan di lengan kanan atas luar, cara penyuntikan intraderml 0,05 cc (Ranuh,2005)
(1)
4.Vaksin campak (morbili)
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.imuniasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
Penyakit ini biasanya disertai sekresi saluran pernafasan, malaise, dan demam. Pada hari ke empat, mulai timbul bercak makolopapular merah yang dimulai dari belakang telinga dan menyebar kebatang tubuh: manifestasi klinis yang lebih jarang misalnya kejang demam dan epistaktis. Bercak koplik merupakan bercak keputihan berukuran kecil (seukuran jarum pentul) pada mukosa bagian dalam pipi dan bibir bawah.
Komplikasi yang umum terjadi adalah otitis media dan brokonpnemonia : ensepalitis jarang terjadi namun berbahaya. Tanpa komplikasi,antibiotika tidak diindikasikan.
5. Vaksin hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebnayak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian balita.
(2)
Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkkan bahwa jumlah pasien hepatitis yang dirawat jalan dan rawat inap paling banyak dari golongan usia 15-44 tahun (50,54%).
4.Jadwal Imunisasi di Indonesia
Dalam menggunakan bagan jadwal imunisasi IDAI edisi 2000 untuk keperluan praktik sehari-hari diperlukan penjelasan sebagai berikut. Penyusunan jadwal imunisasi edisi 2000 dibuat dengan memperhatikan range (tenggang) waktu imunisasi yang dianjurkan, dengan maksud agar teman sejawat dapat menetapkan waktu yang lebih tepat dan leluasa kepada pasien, tentang kapan imunisasi sebaiknya diberikan sesuai dengan kedatangan / kebutuhan anak.
Jadwal imunisasi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Depkes tetap dapat gunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi IDAI setiap tahun akan dievaluasi untuk penyempurnaan berdasarkan perubaha pola penyakit, kebijakan Depkes / WHO, dan pengadaan vaksin di Indonesia. (Rochmah, 2012).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
1. Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinansi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan efek kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA sektoris (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilanan vaksinasi polio
(3)
yang diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberpa bulan. Berdasarkan penelitian Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA FKUI / RSCM Jakarta, kadar sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berusia 5 tahun. Kadar sIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum. Oleh karena itu bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum (usia 0-3 hari), hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Fungsi makrofag pada neonatus masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen. Pembetukan antibodi pesifik terhadap antigen tertentu masih kurang, sehingga imunisasi yang diberikan sebelum bayi berumur 2 tahun jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.
2. Faktor Genetik Penjamu
Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Seorang individu dapat memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respo imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai 100%.
3. Kualitas dan Kuantitas Vaksin
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal dan sistemik, sedangkan vaksi polio
(4)
parenteral hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin yang tidak tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat respon imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari haji uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi dan jarak pemberian juga mempengaruhi respon imun. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka natigen yang masuk akan segera dinetralkan, sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal. Pemberian vaksin ulang (booster) sebaiknya mengikuti anjuran sesuai hasil uji klinis.
4. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
Di dalam pelaksanaan kegiatan imunisasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. penyuluhan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi
penyuluhan yang diberikan berisikan tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan akibatnya, serta manfaat imunisasi, kejadian ikut pasca imunisasi (KIPI), dan cara penanggulangannya serta kapan dan dimana pelayanan imunisasi berikutnya akan diadakan.
(5)
2. Skrining dan pemeriksaan sasaran a. Skrining
Setiap petugas yang melaksanakan imunisasi, harus melaksanakan skrining pada setiap sasaran untuk melihat apakah ada kontraindikasi dan precaution sebelum pemberin tiap dosis vaksin.
b. Pemeriksaan sasaran
Setiap sasaran yang mengunjungi tempat pelayanan imunisasi, mereka sebaiknya diperiksa dan diberi semua vaksin yang layak untuk diterima. Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin maa yang akan diberikan.
Pemeriksaan bayi dilakukan dengan cara :
1) Menentukan usia bayi, dengan melihat kartu imunisasi bayi untuk menentukan usia bayi, atau menanyakan kepada ibu berapa usia bayinya. 2) Menentukan vaksin-vaksin mna yang telah diterima oleh bayi 3) Menentukan semua vaksin yang cocok untuk bayi
4) Kontraindikasi bayi terhadap imunisasi
c. Pengisian buku register
Pencatatan buku register membantu para pelaksana imunisasi memantau pelayanan imunisasi yang telah mereka berikan kepada sasaran.
(6)
3. Memberikan vaksin yang tepat secara aman a. Mencampur vaksin dengan pelarut
b. Menggunakan alat suntik auto-disable (AD)
Alat suntik auto disable adalah alat suntik yang sekali pakai, setelah digunakan sekali secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat lagi digunakan.
c. Memberikan vaksin kepada bayi
Pemberian vaksin kepada bayi sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan dan cara penyuntikan serta dosis vaksin misalnya vaksin BCG tempat suntikan di lengan kanan atas luar, cara penyuntikan intraderml 0,05 cc (Ranuh,2005)