Hubungan Motivasi Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Kecemasan Ibu Dalam Menghadapi Sindrom Menopause Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Kecemasan
2.1.1. Definisi Kecemasan
Cemas (anxiety) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman takut dan memiliki
firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi (Videbeck, 2008). Kecemasan adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai
dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000).
Kecemasan timbul sebagai akibat seringnya kekhawatiran yang menghantui
dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Kecemasan
biasanya relatif, artinya bisa dihilangkan dan ditenangkan. Namun pada sebagian
orang kondisi ini tidak mampu dilakukan (Lumongga, 2013).
Stuart (2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak
memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda
dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang
berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Cemas
(anxiety) adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah
disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui

oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal

13

14

peringatan akan adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil
langkah untuk menghadapinya.
Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti
menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan
terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya.
Banyak hal yang harus dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan, yaitu pada saat
dirawat di rumah sakit. Misalnya pada saat anak sakit dan harus dirawat di rumah
sakit akan menimbulkan dampak bagi orang tua maupun anak tersebut. Hal yang
paling umum yang dirasakan orang tua adalah kecemasan. Suatu hal yang normal,
bahkan adaptif untuk sedikit cemas mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut.
Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan
dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman
(Nevid, 2005).
2.1.2. Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh
individu tersebut (Hawari, 2013). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
saat mengalami kecemasan secara umum antara lain:
a. Gejala psikologis: pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan
mudah terkejut.
b. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

15

c. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
d. Gejala somatik: rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin,
lembab dan sebagainya.
Menurut Maramis (2004), tanda dan gejala kecemasan yaitu was-was, tegang
terus-menerus dan tidak mampu berlaku santai, bicara cepat tetapi terputus-putus/nadi
lebih cepat, kaki dan tangan dingin, dan memar pada jari-jari tangan. Kecemasan
bervariasi tergantung tingkat kecemasan yang dialami seseorang yang memanifestasi
gejalanya terdiri atas kategori fisiologi, emosional dan kognitif.

Berikut adalah berbagai fungsi yang dapat dipengaruhi oleh gangguan
kecemasan:
Suasana hati

: kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang.

Pikiran

: khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan
ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak
berdaya.

Motivasi

: menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri.

Perilaku

: gelisah, gugup kewaspadaan yang berlebihan.


Gejala biologi : gerakan otomatis meningkat : misalnya, berkeringat, gemetaran,
pusing, berdebar-debar, mual, dan mulut kering (Blackburn dan
Davidson, 1994)

16

2.1.3. Etiologi Kecemasan
Penyebab timbulnya kecemasan dapat ditinjau dari 2 faktor yaitu : 1) faktor
internal yaitu tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri 2) faktor eksternal dari
lingkungan seperti ketidaknyamanan akan kemampuan diri, threat (ancaman), conflic
(pertentangan), fear (ketakutan), unfulled need (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
(Videbeck, 2008).
2.1.4. Tingkat Kecemasan dan Pengukurannya
Stuart (2001), mengidentifikasi kecemasan dalam empat tingkatan dan
menggambarkan efek dari tiap tingkatan:
1. Cemas Ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan
gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti penglihatan,
pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.

17

3. Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
4. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah
dari proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut

mengalami

kehilangan

kendali,

terjadi

peningkatan

aktivitas

motorik,

menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat
berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

Menurut

Hawari

(2013),

tingkat

kecemasan

dapat

diukur

dengan

menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah
sebagai berikut :


18

1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah
tersinggung.
2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah
terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar,
pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang
menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat
buruk.
6. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang
hari.
7. Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi
gemerutuk dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/fisik (sensorik) : tinitus (telinga berdenging), penglihatan kabur,
muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut jantung
cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas
seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/berhenti sekejap.

19

10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik,
sering menarik nafas dan nafas pendek/sesak.
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa
penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB
(konstipasi) dan kehilangan berat badan.
12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak dapat
menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid berlebihan,
darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek,
haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini, ereksi
melemah, ereksi hilang dan impotensi.
13. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing
kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku/sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/dahi berkerut,

wajah tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek serta wajah merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0-4,
dengan penilaian sebagai berikut (Hawari, 2013) :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
Nilai 1 = gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik.

20

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau
orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung.
Masing-masing nilai angka (skor) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan
dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang.
2.1.5. Teori Kecemasan
Menurut Laraia dan Stuart (1998) dalam Suliswati (2005) ada empat teori
kecemasan yaitu:
1. Teori Psikoanalitik
Pandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah
mengalami perkembangan kecemasan yang berat. Kecemasan yang berhubungan
dengan ketakutan ini dapat terjadi pada orag tua atau dapat juga pada anak itu sendiri
yang mengalami tindakan pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan

21

menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat
nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut dapat
membuat orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang
dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau
nyeri.
3. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh
kepuasan dan kenyamanan. Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di
rumah sakit dan dipasang infus akibat adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya, seperti bermain dan berkumpul bersama keluarganya (Supartini,
2004).
4. Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Kecemasan ini terkait dengan tugas perkembangan
individu dalam keluarga. Anak yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas
perkembangannya dalam keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan
kecemasan.
5. Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat

22

asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2.1.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Menurut Thaliss (1992) faktor yang memengaruhi kecemasan dibagi menjadi
dua yaitu;
a. Faktor individu yang meliputi rasa kurang percaya diri pada individu, merasa
memiliki masa depan tanpa tujuan dan perasaan tidak mampu bekerja.
b. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan dukungan emosional yang rendah dari
orang lain sehingga individu merasa tidak dicintai orang lain, tidak memiliki
kasih sayang, tidak memiliki dukungan dan motivasi.
Menurut Nadesul (2008) kecemasan yang timbul saat menghadapi menopause
biasanya meliputi perasaan gelisah dan khawatir akibat adanya :
a. Perubahan fisik, antara lain: berat badan bertambah, hot flushes, perubahan kulit
yang meliputi kulit kering dan pengerutan, kerontokan rambut, osteoporosis
(pengeroposan tulang) inkontinensia urin, perubahan pada mulut (gangguan gusi
dan gigi menjadi lebih mudah tanggal), nyeri otot dan payudara mengendor.
b. Perubahan sosial, antara lain: rasa sepi karena ditinggal keluarga, ketakutan
kehilangan pasangan dan juga ketakutan perubahan fungsi dalam lingkungan
masyarakat.

23

c. Perubahan seksual, antara lain : penurunan libido dikarenakan penurunan
hormon membuat jaringan vagina kering dan tipis sehingga mengurangi
dorongan seks, keringat pada malam hari dapat menganggu tidur dan kekurangan
tidur mengurangi energi untuk yang lain, terutama aktivitas seks.

2.2. Sindrom Menopause
2.2.1. Definisi Menopause
Menopause merupakan salah satu tahap dari klimakterium. Klimakterium
adalah fase transisi dimana fungsi ovarium dan produksi hormon menurun. Fase ini
terdiri dari tiga tahap, pertama adalah tahap premenopause yaitu masa sebelum
berlangsungnya menopause, yaitu sejak fungsi reproduksinya mulai menurun, sampai
timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Kedua adalah tahap menopause yaitu
periode dengan keluhan memuncak, rentang 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun
sesudah menopause. Ketiga adalah tahap postmenopause yaitu masa setelah
menopause sampai senium (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).
Sindrom menopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi pada
masa menopause. Kurang lebih 70% wanita usia pre dan pascamenopause mengalami
keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi, dan keluhan lainnya dengan derajat
berat-ringan yang berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan tersebut akan
mencapai puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemudian
berangsur-angsur berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan tercapainya
keseimbangan hormon pada masa senium (William, 2007).

24

2.2.2. Etiologi Menopause
Sejak lahir wanita sudah memiliki folikel-folikel (sel telur) sebanyak ± 770
ribu, akan tetapi belum berkembang dan berfungsi secara optimal. Pada fase pra
pubertas yaitu sekitar usia 8-12 tahun baru mulai timbul aktifitas ringan dari fungsi
endokrin organ reproduksi. Selanjutnya pada usia sekitar 12-13 tahun yaitu pada fase
pubertas umumnya seorang wanita akan mendapatkan haid pertama kalinya dimana
organ reproduksi mulai berfungsi optimal secara bertahap. Pada masa ini ovariumnya
mulai mengeluarkan folikel-folikel yang siap untuk dibuahi dan apabila folikel-folikel
itu tidak dibuahi maka folikel-folikel itu akan luruh bersama dinding endometrium
dan menjadi haid setiap bulannya. Demikianlah seterusnya sel-sel telur ini akan habis
atau menurun jumlahnya seiring dengan bertambahnya usia seorang wanita. Proses
ini akan berlangsung terus menerus selama kehidupan wanita hingga sekitar usia 4550 tahun karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan akhirnya berhenti
bereproduksi sama sekali (Kasdu, 2004).
2.2.3. Tanda dan Gejala Menopause
Bila seseorang wanita tidak lagi mengalami datangnya bulan. Atau
berhentinya datang bulan secara mendadak atau berlahan-lahan selama 1-2 tahun.
Sebagian besar wanita pengalami perubahan dengan tanda-tanda yaitu:
a. Perubahan datang bulan. Bisa berhenti secara mendadak atau bisa lebih sering
mengalami perdarahan atau mengalami perdarahan selama berbulan-bulan
kemudian datang bulan lagi.

25

b. Kadang-kadang terasa sangat panas atau berkeringat (yang dijuga disebut kilatkilat panas/hot flasher). Hal ini menyebabkan wanita terbangun di malam hari.
c. Vagina terasa lebih kering dan lebih kecil.
d. Perubahan emosi yang mendadak (Burn, 2005).
Menurut Rahmi (2009) tanda dan gejala menopause antara lain:
a. Menstruasi tidak teratur
Intervalnya dapat memanjang atau memendek, sedikit dan berlimpah, bahkan
mungkin akan melewatkan beberapa periode menstruasi. Ovulasi menjadi tidak
teratur, rendahnya kadar progesteron dapat membuat Anda mengalami periode
menstruasi yang lebih panjang.
b. Gangguan tidur dan hot flashes
Sekitar 75-85 persen wanita mengalami hot flashes selama premenopause. Hot
flashes adalah gelombang panas tubuh yang datang tiba-tiba, akibat perubahan
kadar estrogen yang menyerang tubuh bagian atas dan muka. Serangan ini
ditandai dengan munculnya kulit yang memerah di sekitar muka, leher dan dada
bagian atas, detak jantung yang kencang, badan bagian atas berkeringat, termasuk
gangguan tidur.
c. Perubahan Psikologis
Beberapa wanita mengalami depresi, tetapi perubahan psikologis ini akibat
terjadinya gangguan tidur.

26

d. Organ intim mengering
Vagina mulai mengalami kekurangan cairan dan elastisitas, sehingga hubungan
intim dapat menyakitkan.
e. Kesuburan berkurang
Ovulasi atau pelepasan sel telur menjadi tidak teratur, sehingga kemungkinan
bertemunya sel telur dengan sperma menjadi lebih rendah walau masih mungkin
untuk hamil.
f. Perubahan fungsi seksual
Selama premenopause, keinginan untuk berhubungan intim dapat berubah, tetapi
pada banyak wanita akan mengalami masa-masa menyenangkan sebelum masa
premenopause tiba dan biasanya berlanjut sampai melewati masa premenopause.
g. Osteoporosis
Pengeroposan tulang ini terjadi sebagai akibat berkurangnya hormon estrogen.
h. Perubahan kadar kolesterol
Berkurangnya estrogen akan merubah kadar kolesterol dalam darah dan
meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) yang mengakibatkan risiko terkena
penyakit jantung. Sedangkan HDL atau kolesterol baik, menurun sesuai
pertambahan usia.
American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita usia
di atas 50 tahun, terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya
kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat
osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai

27

tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang
memerlukan pengobatan, 80% adalah wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami
osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan
risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang penderita osteoporosis kurang
lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000 orang meninggal tiap
tahunnya akibat komplikasinya (Proverawati, 2010).
2.2.4. Perubahan-perubahan pada Sindrom Menopause
Berkurangnya produksi ovarium akan berdampak pada penurunan hormon
estrogen yang akan diikuti dengan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik
yang terjadi dapat berupa haid tidak teratur, cairan haid menjadi sedikit atau semakin
banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan insomnia, palpitasi, pening,
dan rasa lemah. Gangguan seksual (penurunan libido dan disparenia). Gejala-gejala
saluran kemih seperti urgensi, frekuensi, nyeri saat berkemih, infeksi saluran kemih,
dan inkontinensia, serta timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung,
osteoporosis dan kanker (Glasier & Gebbie, 2006).
Perubahan psikologis juga mempengaruhi kualitas seorang wanita dalam
menjalani menopause. Perubahan yang terjadi adalah perubahan mood, mudah
tersinggung, ansietas, depresi, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya
ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga
(Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).
Beberapa perubahan psikologis lain yang dapat terjadi pada wanita
menopause adalah post power syndrome, emptynes syndrome dan loneliness. Post-

28

power syndrome adalah masalah psikologis dengan gejala penderita hidup dalam
bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, kecerdasannya dll).
Post-power syndrome hampir selalu dialami oleh orang yang sudah menopause,
lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja beberapa orang dapat berhasil
melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan yang ada, ditambah
tuntutan hidup yang terus mendesak, resiko terjadinya post-power syndrome yang
berat semakin besar. Kemampuan seseorang menemukan aktualisasi diri yang baru,
dukungan lingkungan terdekat dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi
seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya post-power syndrome ini (Caroline,
2001).
Pada akhirnya seiring bertambahnya usia, wanita menopause dapat mengalami
keterasingan (loneliness). Terjadi penurunan kemampuan pada individu dalam
mendengar, melihat atau aktivitas lainnya sehingga merasa kehilangan perhatian dan
dukungan dari lingkungan sosialnya (Baziad, 2003).
2.2.5. Faktor Resiko Mempercepat Mengalami Sindrom Menopause
Sebagian wanita takut menghadapi menopause karena akan mengurangi peran
atau kesempatan untuk berprestasi. Bila sudah demikian umumnya beban stres
semakin bertambah, karena terbaginya pikiran untuk pekerjaan dan keluarga. Wanita
dihadapkan pada berbagai perubahan dalam diri maupun kehidupan rumah tangga.
Faktor resiko yang dapat mempercepat wanita mengalami menopause antara lain:

29

1. Pengetahuan
Pengetahuan seorang wanita menopause juga sangat berpengaruh terutama
pengetahuan mengenai penyakit pada masa menopause dan asupan kalsium untuk
mencegahnya di masa menopause. Wanita menopause akan lebih mudah mengurangi
kecemasan dan mampu melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila
mereka mendapatkan pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis
dan asupan kalsium
2. Pola makan
Pola makan wanita Eropa dan Amerika dapat lebih meningkatkan kadar
estrogen di dalam tubuh dibandingkan dengan wanita Asia, sehingga ketika masa
menopause tiba jumlah estrogen drastis menurun menyebabkan tingginya sindrom
menopause (Liza, 2009).
Hasil penelitian Hery Winarsi (mahasiswa doktor pangan di IPB) tentang
khasiat minuman tradisional berbahan baku kedelai terhadap perlambatan menopause
pada wanita telah terbukti hasilnya, walaupun masih perlu dikembangkan lebih lanjut,
setidaknya telah memberikan harapan cerah bagi wanita (Siswono, 2009)
3. Pernah menjalani histerektomi
Jika ovarium diambil pada pembedahan maka menopause terjadi dengan
segera dan tidak terelakkan. Setelah ooferoktomi, maka akan mulai merasakan gejalagejala menopause dalam beberapa hari sesudahnya. Jika menjalani histerektomi di
mana ovarium masih dibiarkan lengkap, maka ovarium masih akan berfungsi normal
dan akan menjadi tidak berfungsi menjelang usia 51 tahun (Pakasi, 2005).

30

4. Perokok atau minum alkohol
Ada penelitian bahwa merokok atau minum alkohol dapat meningkatkan
resiko mengalami menopause dini. Semakin lama menjadi perokok atau minum
alkohol terlebih jika perokok berat, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap kapan
akan mengalami menopause (Burn, 2005).
5. Ada riwayat keluarga mengalami menopause dini
Jika salah satu keluarga mengalami menopause dini, maka resiko tinggi
mengalami menopause juga. Akan tetapi, perlu diketahui hasil penelitian melaporkan
hanya satu dari 20 wanita yang mengalami menopause dini yang benar-benar
memiliki riwayat tersebut dalam keluarganya (Pakasi, 2005).
6. Mengalami pengobatan dengan radioterapi atau kemoterapi.
Pengobatan ini sebenarnya ditujukan untuk membunuh sel-sel kanker, tetapi
sayangnya juga dapat merusak ovarium. Hal ini adalah suatu penyebab dari
premature ovarian failure. Pada beberapa kasus, menstruasi akan berhenti untuk
sementara waktu dan akan kembali normal ketika pengobatan dihentikan, tetapi pada
kasus lainnya bisa juga perubahan itu bersifat permanen, sehingga menimbulkan
menopause. Bahkan jika menstruasi telah pulih kembali, wanita yang telah
mengalami radioterapi atau kemoterapi sering menjadi tidak subur (mandul). Sebagai
pencegahan, banyak wanita memilih untuk membekukan beberapa sel telurnya
sebelum menjalani pengobatan tersebut (Pakasi, 2005).

31

2.2.6. Cara Mempersiapkan Diri Menghadapi Sindrom Menopause
Gangguan yang terjadi pada menopause jika tidak bisa diatasi, maka wanita
dapat mengalami perubahan perilaku yang lebih parah. Untuk itu perlunya setiap
wanita mempersiapkan diri menghadapi masa menopause, yaitu: hadapi dengan
tenang, kenali gejala menopause, kuatkan hati bahwa menopause adalah proses
alamiah dan menjadi tua adalah hal yang harus dilewati, tidak perlu takut, bersikaplah
optimis bahwa semua akan baik-baik saja, pertahankan hubungan suami istri, lakukan
hobi dan berolahraga, dan merawat tubuh serta berdandan sesuai usia (Proverawati,
2010).
Salah satu cara untuk memperlambat penuaan yang terjadi akibat masa
menopause ialah dengan mengkonsumsi suplemen yang banyak mengandung
antioksidan. Zat antioksidan sangat berperan dalam membersihkan radikal bebas
yaitu partikel yang bisa merusak sel dan memicu berbagai penyakit seperti kanker.
Dengan cukup mengkonsumsi antioksidan, maka tubuh tidak akan mudah sakit
karena regenerasi sel berjalan baik, selain itu kesehatan kulit akan tetap terjaga.
Antioksidan bisa banyak diperoleh dari teh hijau, bunga rosella, bee pollen, temu
putih, mahkota dewa dan lainnya (Proverawati, 2010).
Menurut Noor (2005) beberapa cara mengatasi gangguan psikologis
menopause, antara lain:
a. Olahraga teratur
Olahraga teratur akan menyehatkan jantung dan tulang, mengatur berat badan,
menyegarkan tubuh, dan memperbaiki suasana hati. Jarang berolahraga

32

menyebabkan peredaran darah kurang lancar, otot lemah, napas pendek, masa
tulang cepat berkurang. Hal ini menyebabkan rentan terhadap gangguan
kardiovaskuler, darah tinggi, kegemukan, diabetes, nyeri tulang, osteoporosis dan
depresi.
b. Melakukan hobi
Hidup tanpa sesuatu yang menyenangkan rasanya hambar, maka terlibat dengan
aktivitas yang merupakan hobi dapat mengusir kebosanan dan mengatasi
ketegangan-ketegangan dalam hidup termasuk krisis pada menopause.
c. Tetaplah berkarya
Tetap berkarya dan berusaha untuk dapat memberikan manfaat bagi orang lain,
datangnya menopause tidak perlu dipandang sebagai penderitaan. Banyak peluang
atau usaha yang dapat dijalani, yang dapat memberi pekerjaan bagi orang lain.
Upaya ini dapat meningkatkan perasaan bahwa diri kita masih mampu memberi
manfaat bagi orang lain
d. Berpikir positif
Berpikir bahwa menopause itu sesuatu yang wajar. Jutaan wanita telah
mengalami, dan mereka tidak merasa terganggu. Bahkan sampai sekarang
perempuan di desa tidak pernah merasa ada gangguan saat menopause.
Disamping itu berpikirlah secara

positif, apapun peristiwa yang dialami

(termasuk menopause) bila dilihat dengan “kaca mata” positif maka tidak akan
berdampak negatif bagi kehidupan.

33

e. Mengikuti aktivitas-aktivitas keagamaan-sosial
Terlibat dengan memberikan apa yang dimiliki baik itu pengetahuan atau
ketrampilan pada orang lain, akan dapat mengurangi perasaan-perasaan negatif
yang mungkin muncul. Keterlibatan dalam berbagai aktivitas juga dapat
mempertebal kepercayaan diri dan meningkatkan citra diri yang mulai menurun.
f. Bersilaturahmi atau bertemu dengan keluarga atau teman yang mungkin
mempunyai masalah yang sama, dapat berfungsi sebagai obat. Pertemuan yang
memungkinkan untuk saling “berbagi rasa berbagi duka” sehingga beban itu tidak
hanya dirasakan sendiri.
h. Tingkatkan dan dekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa

yang akan

memperkaya kehidupan rohani.

2.3. Motivasi
2.3.1. Pengertian Motivasi
Menurut Uno (2014), motivasi menjelaskan mengapa ada orang berperilaku
tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan. Menurut Mc. Donal, motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan
didahului dengan tanggapan adanya tujuan (Sardiman, 2007).
Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia
pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi
unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus
menerus dan adanya tujuan (Wibowo, 2011).

34

Pendapat Sedarmayanti (2009), motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan
tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan
upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Pendekatan motivasi adalah bahwa
pemimpin menciptakan iklim yang dapat membuat anggota merasa termotivasi
kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dalam
kebanyakan hal motivasi seorang individu akan timbul karena pengaruh pemimpin
yang efektif. Jadi efektivitas kepemimpinan akan tampak bagaimana dapat
memotivasi anggotanya secara efektif.
2.3.2. Jenis Motivasi
Menurut Djamarah (2008), motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.

Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati
sanubari umumnya karena kesadaran, misalnya ibu mau melakukan mobilisasi
dini karena ibu tersebut sadar bahwa dengan melakukan mobilisasi dini maka
akan membantu mempercepat proses penyembuhan ibu pasca operasi.

b.

Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

35

perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu
(Uno, 2014).
2.3.3. Tujuan Motivasi
Menurut Siagian (2004), tujuan dilakukan motivasi antara lain sebagai
berikut: 1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 2) Meningkatkan
produktivitas kerja karyawan; 3) Mempertahankan kestabilan karyawan;
4)Meningkatkan kedisiplinan karyawan; 5) Mengaktifkan pengadaan karyawan;
6)Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; 7) Meningkatkan loyalitas,
kreatifitas, dan partisipasi karyawan; 8) Meningkatkan kesejahteraan karyawan; dan
9)Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
2.3.4. Teori Motivasi Kesehatan
Menurut Frederick Herzberg dalam Hasibuan (2008) mengemukakan teori
motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Herzberg
menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua
faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1. Maintenance Factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan
dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.
Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus,
karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
2. Motivation Factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.

36

Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang
berkaitan langsung dengan pekerjaan.
2.3.5. Fungsi Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2010), motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan yang
sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi
karena sudah melakukan proses penyeleksian.
2.3.6. Faktor Motivasi yang Memengaruhi Kecemasan Ibu Menopause
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Menurut Taufik (2007) faktor-faktor yang memengaruhi motivasi
intrinsik yaitu:
1. Faktor Instrinsik
a.

Kebutuhan (need)

37

Menurut Maslow pemenuhan berbagai kebutuhan didorong oleh dua kekuatan
(motivasi) yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi
pertumbuhan atau perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan
bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan
yang ada. Misalnya, lapar akan mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi; haus untuk memenuhi kekurangan cairan dan elektrolit tubuh; sesak nafas
untuk memenuhi kekurangan memenuhi oksigen di tubuh; takut dan cemas
merupakan kebutuhan untuk memenuhi kekurangan rasa aman; dan sebagainya.
(Asmadi, 2008).
Teori kebutuhan ke dalam suatu bentuk hirarki yang dikenal dengan hirarki
kebutuhan Maslow yang memandang motivasi manusia sebagai hirarki lima macam
kebutuhan. Kelima macam kebutuhan itu (Snyder, 2000):
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
Kebutuhan yang paling mendasar dari setiap manusia adalah kebutuhan
fisiologis (physiological needs), termasuk di dalamnya adalah makanan, air, oksigen,
mempertahanan suhu tubuh dan lain sebagainya (Feist & Feist, 2009). Kebutuhan
makanan bagi wanita menopause yang mengandung kalsium tinggi seperti juga
sangat penting untuk penyerapan kalsium dan pembentukan tulang seperti yogurt,
keju, susu dan produk susu lainnya, tiram, sarden, salmon dan sayuran berdaun hijau
gelap seperti bayam dan brokoli. Makanan tersebut dapat mengurangi terjadinya
patah tulang belakang. Tetapi kebutuhan vitamin D yang berlebih akan menyebabkan
gangguan kesehatan seperti batu ginjal, sembelit, atau sakit perut. Faktor ini sangat

38

terkait terhadap tingkat sosial ekonomi keluarga dalam memenuhi kebutuhan tersebut
(Mulyani, 2013).
Kebutuhan seks wanita menopause akan mengalami penurunan seiring terjadi
perubahan fisik atau bertambah tua. Adanya mitos tentang wanita menopause akan
mengalami penurunan gairah seks yang dapat berdampak terhadap pasangannya
sehingga dapat menimbulkan stres karena takut pasangan akan menikah lagi (Pakasi,
2005).
2) Kebutuhan keamanan (safety needs)
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis, mereka menjadi
termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan (safety needs), yang termasuk di
dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan
kebebasan dari ketakutan-ketakutan yang mengancam, seperti penyakit, rasa takut,
kecemasan, dan bahaya (Feist & Feist, 2009).
Kebutuhan keamanan bagi ibu menopause dapat diartikan sebagai upaya
menghindari, pencegahan atau mengurangi berbagai gejala penyakit degeneratif.
Wanita menopause sering disertai dengan penyakit degeneratif seperti penyakit
kanker disebabkan imun dalam tubuh mengalami penurunan sesuai bertambahnya
usia. Untuk mengurangi gejala-gejala degeneratif yang dapat menimbulkan depresi
dan cemas. Sebaiknya wanita menopause mengatur pola makan, berolah raga atau
melakukan aktivitas rutin serta memeriksanakan diri ke tenaga kesehatan secara rutin
untuk memantau kesehatan (Pakasi, 2005).

39

Menurut Arisman (2004) upaya pencegahan dan mempertahankan kesehatan
dan vitalitas secara proaktif adalah:
a)

Olah raga secara teratur disertai dengan kegiatan harian yang sederhana seperti
mengangkat barang.

b) Mengurangi kafein, garam dan gula. Kafein yang berlebihan dapat merangsang
gejolak panas, poliuri dan defisiensi massa tulang.
c)

Melaksanakan anjuran dalam mengkonsumsi makanan.

d) Pola makan sehat.
e)

Memeriksa kesehatan secara rutin.
Beberapa upaya untuk mencegah dampak dari perubahan fisik pada

menopause tersebut adalah pemeriksaan ginekologi secara rutin, pemeriksaan
kesehatan umum secara rutin, misalnya tensi, timbang berat badan, rekam jantung,
pemeriksaan Bone Mass Densitometri, pemeriksaan laboratorium (gula darah,
kolesterol), pemeriksaan pap smear secara rutin, dan perabaan payudara (sadari)
(Varney, 2009).
3) Kebutuhan sosial (social needs)
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi
termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness
needs), seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan
anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, mengikuti perkumpulan
di lingkungan dan masyarakat (Feist & Feist, 2009).

40

Dalam beberapa kasus wanita yang mengalami menopause mulai menarik diri
dari pergaulan sosial karena merasa dirinya tidak berharga dan merasa tidak berguna
lagi. Seperti membatasi untuk berinteraksi sosial dengan teman maupun dengan
keluarga. Mereka lebih suka menyendiri jauh dari keramaian. Wanita yang
mengalami menopause akan membutuhkan keluarga dan teman-teman terdekat
sebagai dukungan agar tidak minder dalam beradaptasi dengan lingkungan. Adanya
motivasi dari dirinya untuk menjalani hidupnya dengan penuh semangat dan
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik (Ghozally, 2005).
3) Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs)
Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua
potensial diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin, dan melakukan apa
yang paling cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri (Feist & Feist, 2009).
Kematangan emosi pada tiga fase usia yang berbeda didapatkan bahwa pada usia
lebih tua memang menampakkan adanya penyesuaian perilaku dan kendali diri dari
emosi yang datang, namun sebenarnya sangat besar kemungkinan adanya kondisi
emosi yang tetap bergejolak karena pada bertambahnya usia, bertambah pula stimulus
seperti kondisi pekerjaan, kehidupan sosial, dan lain-lain. Hal tersebut yang kemudian
akan menyebabkan seorang gelisah, cemas, dan depresi (Tomar, 2009).
Wanita di fase menopause menunjukkan bahwa gejala fisik yang dialami turut
memengaruhi kondisi psikis seperti suasana hati yang berubah-ubah yang
memengaruhi hubungan sosial. Kebanyakan dialami wanita pada negara-negara Asia,
karena faktor budaya, dimana wanita menopause melakukan upaya preventif dari

41

gejala fisik yang dialami dengan menggunakan obat-obatan tradisional untuk
mempertahankan kecantikannya (Tomar, 2009).
b.

Harapan (expentancy)
Harapan adalah keadaan termotivasi yang positif didasarkan pada hubungan

interaktif antara agency atau energi yang mengarah pada tujuan dan pathway atau
rencana untuk mencapai tujuan. Harapan akan menjadi lebih kuat jika harapan ini
disertai dengan adanya tujuan yang bernilai yang memiliki kemungkinan untuk dapat
dicapai, bukan sesuatu yang mustahil dicapai (Snyder, 2000).
Teori harapan juga menekankan peran dari hambatan, stressor, dan emosi.
Ketika menjumpai hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan, individu menilai
kondisi tersebut sebagai sumber stres. Berdasarkan postulat teori harapan, emosi
positif dihasilkan dari persepsi mengenai keberhasilan pencapaian tujuan. Sebaliknya
emosi negatif mencerminkan kegagalan pencapaian tujuan, baik yang mengalami
hambatan ataupun tidak mengalami hambatan. Oleh karena itu, persepsi mengenai
keberhasilan pencapaian tujuan akan mendorong munculnya emosi positif dan negatif
Kemudian emosi ini bertindak sebagai reinforcing feedback (Snyder, 2000).
Keinginan wanita menopause yang merasa dirinya tidak cantik lagi dapat
mempersiapkan dirinya untuk tetap cantik dengan berdandan atau berpakaian sesuai
usia. Gaya berpakaian wanita dapat menunjukkan karakter atau pribadi dirinya
(Smart, 2010).
Menopause merupakan hal yang tidak diinginkan oleh sebagian besar wanita
karena penurunan fungsi reproduksi dan fungsi seksual. Kualitas seksual seorang

42

wanita dapat terganggu. Gangguan ini tentunya berdampak terhadap pemenuhan
kebutuhan seksual pasangannya. Penelitian Suliyani (2007) melaporkan perubahan
seksualitas yang terjadi pada masa menopause cukup menjadi kendala bagi wanita
menopause di Bandung dalam memenuhi kebutuhan seksual pada pasangannya.
Gangguan seksual yang muncul berupa respon seksual, frekuensi seksual dan
menurunnya libido. Wanita pada usia menopause berharap dapat memberikan
kebutuhan seks kepada pasangan karena seks merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi, bentuk kasih sayang, kewajiban seorang istri, dan dapat menciptakan
hubungan menjadi lebih intim.
Wanita menopause ingin mengurangi tingkat cemas menghadapi sindrom
menopause antara lain melakukan hobi yang positif tanpa harus mengganggu
aktivitas sehari-hari, berolahraga, mediasi, terapi atau berobat ke tenaga kesehatan
(terapi hormonal) dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Keinginan untuk
mengatasi rasa cemas tersebut dipengaruhi faktor pengetahuan, sumber informasi dan
pengalaman dari orang lain (Suliyani, 2007).
c.

Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan

apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih yang berhubungan erat dengan
pikiran dan perasaan. Minat sebagai kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu,
tertarik, perhatian, gairah dan keinginan. Minat merupakan kesadaran seseorang
bahwa suatu obyek, seseorang, suatu soal maupun situasi yang mengandung sangkut
paut dengan dirinya (Sardiman, 2007).

43

Faktor-faktor yang mendasari minat menurut Kasijan (2001) yaitu faktor
dorongan dari dalam, faktor dorongan yang bersifat sosial dan faktor yang
berhubungan dengan emosional. Faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang
berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. Timbulnya minat dari diri seseorang juga
dapat didorong oleh adanya motivasi sosial yaitu mendapatkan pengakuan dan
penghargaan dari lingkungan masyarakat dimana seseorang berada sedangkan faktor
emosional memperlihatkan ukuran intensitas seseorang dalam menanamkan perhatian
terhadap suatu kegiatan atau obyek tertentu.
Sikap wanita menopause terhadap citra diri yang kurang baik disebabkan
merasa dirinya sudah tidak menarik lagi sehingga penampilan kurang diperhatikan.
Ada wanita menopause bergaya dengan model anak remaja putri dapat dikatakan
tidak menunjukkan keserasian atau keanggunan seorang wanita separuh baya dan
dapat menjadi bahan perkunjingan teman sebayanya (Luftiwai, 2012).

.

Gejala menopause merupakan suatu gejala yang alami akan dilalui seorang
wanita dan dapat mengalami gangguan emosi. Wanita menopause yang sabar dan
berpikir jernih menghadapi sindrom menopause biasanya memiliki keinginan yang
baik dalam menjalani masa menopause dan akan mempersiapkan dirinya menghadapi
gejala-gejala menopause yang mungkin muncul. Wanita memasuki masa menopause
mempunyai pendirian kuat berusaha memenerima keadaan dirinya dan tidak ingin
membebani keluarganya dalam menghadapi berbagai gejala menopause (Zasri, 2012).
2. Faktor Ekstrinsik
a.

Dukungan keluarga

44

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti
dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa
dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya,
hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010). Pendapat
Zasri (2012) menyatakan bahwa semakin rendah tingkat kecemasan memasuki masa
menopause peran keluarga sangat diperlukan oleh seorang wanita yang akan
menginjak ke masa menopause agar tidak mempunyai sikap yang negatif.
House dan Kahn dalam Friedman (2010) menerangkan bahwa keluarga
memiliki empat fungsi dukungan diantaranya:
1). Dukungan emosional
Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat
memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi putus
asa, rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik
(penurunan kesehatan dan kelainan yang dialaminya).
2) Dukungan informasi
Keluarga berfungsi sebagai sebuah pengumpul dan penyebar informasi.
Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti, informasi yang dapat digunakan
untuk mengungkapkan tentang suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah
dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat

45

menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada anggota keluarga. Aspek aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
3). Dukungan instrumental
Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan
penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun
meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan keluhan
penyakit dalam menyampaikan perasaannya serta dukungan instrumental keluarga
terhadap anggota keluarga yang sakit.
4). Dukungan penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat (penghargaan)
serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya adalah
memberikan penghargaan dan perhatian saat ada keluarga yang sakit. Dukungan
tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan
kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah,
karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota
keluarganya.
Dukungan yang dapat dilakukan oleh suami dalam memahami dan
memberikan ketenangan kepada istri yang menopause antara lain adalah :
1) Memahami bahwa suatu saat istri akan berhenti haid dan tidak bisa hamil lagi.
2) Ketika penampilan fisik istri akan menurun karena mengalami menopause,
misalnya kulit menjadi lebih kasar dan berkerut, maka suami harus membantu

46

istri agar tidak kehilangan kepercayaan dirinya. Suami harus meyakinkan istri
bahwa ia tetap menyayangi istrinya, sehingga istri merasa diterima.
3) Suami harus memberikan perhatian lebih pada kondisi kesehatan istri di saat
mengalami ketidaknyamanan fisik, seperti rasa panas, tegang, pegal-pegal,
jantung berdebar-debar dan lain sebagainya.
4) Mengajak istri untuk berolah raga dan memperbaiki pola makan karena berat
badan istri akan bertambah pada saat mulai menopause.
5) Akibat dari menurunnya fungsi sel telur, mungkin akan terjadi penonjolan pada
persendian terutama pada jari dan akan terasa sakit. Suami harus menenangkan
istri bahwa hal tersebut merupakan hal yang wajar terjadi ketika menopause.
6) Istri akan mudah tersinggung, marah-marah, kecewa dan sebagainya. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya sikap yang tidak menyenangkan bagi suami dan
anak-anaknya, untuk itu para suami harus bersikap sabar (Rahmi, 2010).
Tingkat kecemasan yang berlebihan yang dialami wanita menopause
memungkinkan untuk memiliki pemikiran yang keliru sehingga menimbulkan sikap
negatif terhadap menopause. Dengan adanya dukungan dan pengertian dari keluarga
terutama suami dapat menurunkan kecemasan ibu-ibu dalam menghadapi menopause
sehingga lebih siap menerima datangnya menopause (Zasri, 2012).
b. Lingkungan
Pengaruh lingkungan sudah dibuktikan sangat memengaruhi perempuan untuk
dapat atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fase menopasue. Lingkungan adalah
tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat memengaruhi seseorang

47

sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, teman (famili)
juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi ibu dalam merubah tingkah
lakunya menghadapi menopause. Dalam sebuah keluarga yang hangat dan terbuka,
akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks pemanfaatan
sarana kesehatan, maka orang-orang di sekitar lingkungan ibu akan mengajak,
mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada ibu tentang pemanfaatan
pelayanan kesehatan tersebut.
Tenaga kesehatan mampu menjelaskan kepada wanita menopause tentang
risiko dan manfaat berbagai pilihan terapi untuk wanita menopause, mampu
mengarahkan wanita menopause untuk menerima saran dari tenaga kesehatan seputar
keluhan yang dialami oleh wanita menopause. Tenaga kesehatan harus dapat
membantu wanita menopause dalam membuat keputusan tentang pengobatan,
memantau terapi, memeriksa efek samping dari pengobatan. Petugas sebagai sebagai
motivator dalam menangani wanita menopause dapat berupa penawaran dukungan
berupa mengidentifikasi masalah keluhan perubahan tubuh, masalah makanan,
masalah gaya hidup, masalah osteoporosis dan lain-lain. Tenaga kesehatan berfungsi
sebagai konselor harus mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat. Sebagai konselor tenaga harus
mampu menyakinkan wanita menopause bahwa ia berada dalam asuhan orang yang
tepat sehingga mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan yang dialaminya
dan mau menerima asuhan yang diberikan agar kecemasan yang dirasakan dapat
berkurang (Chair dkk, 2005).

48

Manfaat dukungan sosial terhadap kesehatan dan kondisi mental seseorang
tidak peduli besar kecilnya pengalaman stress yang dimiliki. Dukungan sosial jika
dilihat dari istilah sosial secara luas maka teori direct yang berlaku. Karena teori
direct berkaitan dengan aspek struktural seperti jumlah orang yang diidentifikasikan
sebagai teman dan keanggotaan pada suatu organisasi. Dukungan sosial seperti teman
dekat atau teman di lingkungan pekerjaan dapat memberikan informasi atau nasehat
verbal dan non verbal seputar kecemasan pada masa menopause. Misalnya seorang
istri yang mulai menopause dan merasa takut ditinggal atau menyeleweng suami akan
menceritakan permasalahannya dan meminta saran kepada teman sesama perempuan
untuk dapat mengurangi beban atau pikiran stres dalam dirinya (Sarafino, 2002).
Aspek psikologis yang terjadi pada wanita menopause amatlah penting
peranannya dalam kehidupan sosialnya (lingkungan) terutama dalam menghadapi
masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabata