Hubungan Motivasi Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas

(1)

HUBUNGAN MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN AMPLAS

TESIS

Oleh

HENNY ARWINA.B 087023005/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN AMPLAS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENNY ARWINA BANGUN 087023005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN AMPLAS

Nama Mahasiswa : Henny Arwina Bangun Nomor Induk Mahasiswa : 087023005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) Ketua

(Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Tanggal : 20 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN AMPLAS

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

Henny Arwina Bangun 087023005


(6)

ABSTRAK

Rerata cakupan D/S pada balita di wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas pada Tahun 2007 sekitar 38,42%, Tahun 2008 sekitar 50,85% dan Tahun 2009 sekitar 54,23%. Meskipun rerata cakupan D/S pada balita di posyandu mengalami peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya, tetapi peningkatan tersebut masih jauh bila dibandingkan target yang telah ditetapkan secara nasional yaitu diatas 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kinerja kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Tahun 2011. Metode yang digunakan yaitu explanatory survey. Populasi penelitian adalah kader posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas. Sampel dikumpulkan secara sistematic random sampling yang berjumlah 162 orang kader. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat, kemampuan, pelatihan dan pembinaan berhubungan dengan kinerja kader posyandu, sedangkan fasilitas posyandu, insentif, penghargaan dan dukungan dari masyarakat tidak berhubungan dengan kinerja kader posyandu.

Disarankan kepada pihak kecamatan dan kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Amplas agar membina dan memotivasi kader posyandu agar minatnya meningkat dalam membantu upaya peningkatan kesehatan di masyarakat, serta bekerjasama dengan instansi terkait dalam meningkatkan kualitas sumber daya kader posyandu. Bagi petugas puskesmas diharapkan memberikan pelatihan minimal setahun sekali bagi kader guna meningkatkan kinerja kader dalam membantu melaksanakan program-program kerja posyandu.


(7)

ABSTRACT

The mean D/S coverage in the children under five-years old in the working area of Medan Amplas health centre in 2007 was around 38.42%, in 2008 was about 50.85%, and in 2009 was about 54.23%. Even though the mean D/S coverage in the children under five-years old in the Posyandu (Integrated Service Post) increased compared to that of the previous year, the increase was still far lower than the target nationally set which is above 80%.

The purpose of this explanatory survey study was analyze the relationship between intrinsic and extrinsic motivation with the performance of cadres of Posyandu in the working area of Medan Amplas health centre in 2011. The population of this study were the cadres of Posyandu in the working of Medan Amplas health centre. The sample were 162 cadres selected through systematic random sampling technique. The data obtained were analyze through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that interest, ability, training and guidance had relationship with the performance of the cadres of Posyandu, while the facilities of Posyandu, incentive, rewards and community support did not have any relationship with the performance of the cadres of Posyandu.

The Head of Subdistrict and Kelurahan (Urban Village) in the working area of Medan Amplas Subdistrict are suggested to develop and motivate the cadres of Posyandu to improve their interest in helping the attempt to improve community health, and to cooperate with related agencies in improving the quality of human resources of the cadres of Posyandu. The staff of health centre is expected to provide training at least once a year to improve the performance of the cadres in helping implement the work programs of Posyandu.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dorongan. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan FKM Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

5. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet M.P.H selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulisan tesis ini, yang selalu menyediakan waktu di tengah kesibukannya serta membimbing penulis dengan penuh kesabaran.

6. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulisan tesis ini dan menyediakan waktu dalam memberikan bimbingan.


(9)

7. dr. Edwin Effendi, M.sc selaku Kepala Dinas Kesehatan Medan dan dr. Hj. Emilia selaku Kepala Puskesmas Medan Amplas memberikan bantuan dalam pelaksanaan di lapangan.

8. Seluruh kader kesehatan dan teman sejawat yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di mana telah banyak membantu dalam melakukan penyelesaian tesis ini.

9. Seluruh teman-teman yang juga tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan dan semangat yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.

10. Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan, ayahanda S.Bangun dan ibunda D.Barus, suami tercinta M.Surbakti S.H dan putriku tersayang Nikita Silvia Oktarina Surbakti dan Elisha Stacia Janrika Surbakti, serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan, menghibur, mendampingi dan memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Desember 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Henny Arwina Bangun, lahir di Medan Sumatera Utara pada tanggal 2 September 1975, anak ke 1 dari 3 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Kota Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1982 di SD Swasta Brigjen Katamso Medan, selanjutnya di SMP Swasta Immanuel Medan tahun 1988. Kemudian melanjutkan sekolah di SMU Negeri 4 Medan tahun 1991. Setelah tamat SMU tahun 1994 langsung melanjutkan studi di Akademi Kesehatan Lingkungan Depkes Kabanjahe. Selanjutnya Tahun 2001 melanjutkan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan tamat tahun 2004.

Penulis menikah pada tahun 2002 dan dikarunia dua orang anak perempuan. Penulis bekerja sebagai PNS pada Puskesmas Pembantu Tanjung Sari Medan hingga saat ini.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara dengan Minat Sttudi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Permasalahan ... ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 11

1.4. Hipotesis ... ... ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kader Posyandu ... ... 13

2.1.1. Pengertian ... ... 13

2.1.2. Tujuan Pembentukan Kader ... ... 14

2.1.3. Tugas Kader Posyandu ... ... 16

2.1.4. Kegiatan Kader Posyandu... 17

2.1.5. Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu... 19

2.2 . Motivasi ... ... 21

2.2.1. Motivasi Intrinsik... 22

2.2.2. Motivasi Ekstrinsik... 34

2.3. Kinerja Kader Posyandu…... 42

2.4. Penilaian Kinerja Kader Posyandu... 45

2.5. Landasan Teori ... ... 46

2.6. Kerangka Konsep Penelitian... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... ... 48

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 48

3.3. Populasi dan Sampel ... ... 48

3.3.1 Populasi………... 48

3.3.2. Sampel………... 49

3.4. Metode Pengumpulan Data ... ... 50


(12)

3.4.2. Uji Reliabilitas... 50

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 51

3.6. Metode Pengukuran... 55

3.7. Metode Analisis Data . ... ... 58

3.7.1. Analisis Univariat... 58

3.7.2. Analisis Bivariat... 58

3.7.3. Analisis Multivariat... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden ... 60

4.2. Analisis Univariat... 62

4.3. Analisis Bivariat... 85

4.4. Analisis Multivariat... 88

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Kader Posyandu... 93

5.2. Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Kader Posyandu.... 99

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 111

6.2. Saran... 111

DAFTAR PUSTAKA... 113


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1.1. Cakupan Kegiatan Pelayanan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas

Amplas tahun 2007 - 2009 ... 9 3.1 Hasil Uji Validitas ... 51 4.1. Distribusi Kader Posyandu Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 60 4.2. Distribusi Kader Posyandu Berdasarkan Lama Menjadi Kader di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011... 61 4.3. Distribusi Kader Posyandu Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 61 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Minat Kader

Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 62 4.5. Distribusi Kategori Minat Kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Amplas Tahun 2011 ... 64 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kemampuan Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 64 4.7. Distribusi Motivasi Intrinsik Kader Berdasarkan Kader Posyandu

Berdasarkan Kemampuan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas

Tahun 2011 ... 66 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Fasilitas di Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 67 4.9. Distribusi Frekuensi Kategori Mengenai Fasilitas di Posyandu di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 67 4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Jawaban Mengenai Pelatihan Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 68 4.11. Distribusi Frekuensi Kategori Pelatihan Kader Posyandu di Wilayah


(14)

4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Pembinaan Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 70 4.13. Distribusi Kategori Jawaban Mengenai Pembinaan Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 71 4.14. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Insentif Bagi Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 71 4.15. Distribusi Kategori Mengenai Insentif Bagi Kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 72 4.16. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Penghargaan Bagi Kader Posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 73 4.17. Distribusi Kategori Penghargaan Bagi Kader Posyandu di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 74 4.18. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Dukungan dari Masyarakat di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 74 4.19. Distribusi Kategori Dukungan dari Masyarakat di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 75 4.20. Distribusi Frekuensi Jawaban Mengenai Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 76 4.21. Distribusi Frekuensi Kategori Mengenai Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 79 4.22. Hubungan Umur dengan Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 79 4.23. Hubungan Lama Menjadi Kader dengan Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 80 4.24. Hubungan Pendidikan Kader dengan Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 80 4.25. Hubungan Minat dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 81 4.26. Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah di


(15)

4.27. Hubungan Fasilitas Dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 82 4.28. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah di

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 82 4.29. Hubungan Insentif dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah di

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 83 4.30. Hubungan Pembinaan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah di

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 83 4.31. Hubungan Penghargaan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah di

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 84 4.32. Hubungan Dukungan dengan Kinerja Kader Posyandu di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 84 4.33. Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Kader Kader Posyandu di

Wilayah di Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 85 4.34. Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Kader Posyandu di

Wilayah di Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011 ... 86 4.35. Hasil Uji Regresi Variabel Bebas Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik

dengan Kinerja Kader Posyandu ... 90 4.36. Hasil Uji Determinasi dengan Variabel Bebas (Minat, Kemampuan, Fasilitas,

Pelatihan, Pembinaan, Insentif, Penghargaan dan Dukungan ) dengan Kinerja Kader Posyandu ... 91 4.37. Hasil Uji Kelineran Variabel Bebas Motivasi Instrinsik (Minat dan,

Kemampuan) dan Motivasi Ekstrinsik (Fasilitas, Pelatihan, Pembinaan, Insentif, Penghargaan dan Dukungan), dengan Variabel Terikat (Kinerja


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 47


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 121

2. Master Tabel... 130

3. Hasil Uji validitas dan Reliabilitas Kuesioner... 142

4. Output Hasil Uji Statistik... 151

5. Surat Permohonan Uji Kuesioner... 181

6 Surat Uji Kuesioner ... 182

6 Surat Izin Penelitian... 183

7. Surat Penelitian Uji Kuesioner... 184


(18)

ABSTRAK

Rerata cakupan D/S pada balita di wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas pada Tahun 2007 sekitar 38,42%, Tahun 2008 sekitar 50,85% dan Tahun 2009 sekitar 54,23%. Meskipun rerata cakupan D/S pada balita di posyandu mengalami peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya, tetapi peningkatan tersebut masih jauh bila dibandingkan target yang telah ditetapkan secara nasional yaitu diatas 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kinerja kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Tahun 2011. Metode yang digunakan yaitu explanatory survey. Populasi penelitian adalah kader posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas. Sampel dikumpulkan secara sistematic random sampling yang berjumlah 162 orang kader. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat, kemampuan, pelatihan dan pembinaan berhubungan dengan kinerja kader posyandu, sedangkan fasilitas posyandu, insentif, penghargaan dan dukungan dari masyarakat tidak berhubungan dengan kinerja kader posyandu.

Disarankan kepada pihak kecamatan dan kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Amplas agar membina dan memotivasi kader posyandu agar minatnya meningkat dalam membantu upaya peningkatan kesehatan di masyarakat, serta bekerjasama dengan instansi terkait dalam meningkatkan kualitas sumber daya kader posyandu. Bagi petugas puskesmas diharapkan memberikan pelatihan minimal setahun sekali bagi kader guna meningkatkan kinerja kader dalam membantu melaksanakan program-program kerja posyandu.


(19)

ABSTRACT

The mean D/S coverage in the children under five-years old in the working area of Medan Amplas health centre in 2007 was around 38.42%, in 2008 was about 50.85%, and in 2009 was about 54.23%. Even though the mean D/S coverage in the children under five-years old in the Posyandu (Integrated Service Post) increased compared to that of the previous year, the increase was still far lower than the target nationally set which is above 80%.

The purpose of this explanatory survey study was analyze the relationship between intrinsic and extrinsic motivation with the performance of cadres of Posyandu in the working area of Medan Amplas health centre in 2011. The population of this study were the cadres of Posyandu in the working of Medan Amplas health centre. The sample were 162 cadres selected through systematic random sampling technique. The data obtained were analyze through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that interest, ability, training and guidance had relationship with the performance of the cadres of Posyandu, while the facilities of Posyandu, incentive, rewards and community support did not have any relationship with the performance of the cadres of Posyandu.

The Head of Subdistrict and Kelurahan (Urban Village) in the working area of Medan Amplas Subdistrict are suggested to develop and motivate the cadres of Posyandu to improve their interest in helping the attempt to improve community health, and to cooperate with related agencies in improving the quality of human resources of the cadres of Posyandu. The staff of health centre is expected to provide training at least once a year to improve the performance of the cadres in helping implement the work programs of Posyandu.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Guna mewujudkan hal tersebut berbagai upaya telah dilakukan, yang salah satunya melalui pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007).

Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia masih tergolong tertinggi yaitu 35 per seribu kelahiran hidup, jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu Singapura (3 per seribu kelahiran hidup), Brunei Darussalam (8 per seribu kelahiran hidup), Malaysia (10 per seribu kelahiran hidup), Vietnam (18 per seribu kelahiran hidup) dan Thailand (20 per seribu kelahiran hidup). AKBA (Angka Kematian Balita) di Indonesia juga masih tergolong tertinggi yaitu jumlahnya 44 kematian per seribu kelahiran hidup. Menurut Riskesdas 2007, penyebab kematian utama bayi adalah ganguan pernapasan (35,9%) dan berat lahir rendah (32,4%), sedangkan kematian pada balita paling banyak diakibatkan oleh diare, pneumonia dan hal yang berlatar pada kekurangan gizi.

Menurut BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Jawa Barat (2006) yang dikutip dari Octaviani,dkk (2008) bahwa pada tahun 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak balita. Namun,


(21)

saat ini dari 250.000 posyandu di Indonesia, hanya 40% yang masih aktif. Sehingga hanya sekitar 43% anak balita yang terpantau status gizinya.

Pelayanan posyandu mencakup pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pemberantasan penyakit menular dengan imunisasi, penanggulangan diare dan gizi serta adanya penimbangan balita. Sasaran penduduk posyandu adalah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur dan balita. Program posyandu merupakan strategi jangka panjang untuk menurunkan angka kematian bayi (infant mortality rate), angka kelahiran bayi (birth rate), dan angka kematian ibu (maternal mortality rate) turunnya (Infant mortality rate, birth rate, maternal mortality rate) di suatu daerah merupakan standart keberhasilan pelaksanaan program terpadu di suatu wilayah tersebut. Untuk mempercepat penurunan angka tersebut diperlukan peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan posyandu karena posyandu adalah milik masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (Koto, 2007).

Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas untuk menekan kasus gizi buruk. Menurut BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Jawa Barat (2006) yang dikutip dari Octaviani,dkk (2008) bahwa pada tahun 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak balita. Namun, saat ini dari 250.000 posyandu di Indonesia, hanya 40% yang masih aktif. Sehingga hanya sekitar 43% anak balita yang terpantau status gizinya.


(22)

Menurut Gesman dkk (2008) menyimpulkan bahwa pemantauan pertumbuhan balita di posyandu belum dimanfaatkan untuk memonitoring kemungkinan terjadinya peningkatan gizi buruk. Hal ini berarti bahwa kedatangan ibu yang memiliki balita ke posyandu sangatlah penting untuk mencegah ketidakmampuan (Disability Limitation) masyarakat dalam menghadapi gizi buruk di rumah tangga.

Keterbatasan petugas yang mempunyai fungsi rangkap dalam melakukan tugasnya di puskesmas mengakibatkan tidak semuanya pelacakan kasus gizi buruk dapat di deteksi sedini mungkin, sehingga balita ditemukan sudah dalam kondisi yang tidak baik. Untuk itu puskesmas sangat memerlukan partisipasi para kader dalam membantu saat kegiatan posyandu dan juga diluar kegiatan posyandu. Para kader dapat membantu petugas puskesmas dalam mendeteksi secara dini balita yang berat badannya tidak naik setiap bulannya dan tidak datang ke posyandu.

Revitalisasi posyandu sedang giat-giatnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan banyak posyandu di Indonesia yang mulai tidak aktif. Ketidakaktifan ini disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar posyandu. Faktor yang berasal dari luar posyandu diantaranya tingkat pendidikan masyarakat sekitar, keadaan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar serta jumlah balita di daerah sekitar. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam posyandu itu sendiri diantaranya dana, kader dan sarana prasarana (Suwandono, 2006).

Menurut Dijen Binakesmas Depkes RI (2009) bahwa kinerja posyandu mengalami penurunan, hal tersebut diketahui dari cakupan balita yang datang ke posyandu turun dari 60% menjadi 43% sehingga, banyak ditemukan balita yang tidak


(23)

ditimbang dan tidak mendapat immunisasi yang mengakibatkan semakin meningkatnya prevalensi gizi kurang yang dapat berlanjut menjadi gizi buruk.

Menurut Hemas (2005), kenyataan beberapa tahun terakhir ini, di beberapa daerah kinerja dan partisipasi kader posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau mungkin jarang dikunjungi petugas. Sedangkan posyandu merupakan institusi strategis, karena melalui posyandu berbagai permasalahan kesehatan seperti gizi dan KB dapat diketahui sejak dini, termasuk jika ada anak balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang.

Penelitian atau informasi mengenai penyelenggaraan posyandu diantaranya laporan hasil lokakarya nasional posyandu di Yogyakarta, hasil penelitian Hadju (2000) tentang peran dan kinerja posyandu di tiga propinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi selatan menemukan 70% posyandu tidak memiliki kader terlatih dalam kegiatan posyandu dan 85% kader posyandu tidak aktif, kelengkapan alat/sarana yang dibutuhkan posyandu kurang mencukupi. Selama tiga bulan terakhir lebih 75% ibu-ibu berkunjung ke posyandu, tetapi cuma 35% yang berkunjung ke posyandu setiap bulannya, sedangkan kunjungan anak ke posyandu setiap bulannya hanya 40% dari total kunjungan anak di posyandu.

Kondisi ini diperkirakan karena kurangnya kemampuan kader baik pengetahuan maupun keterampilan kader mengelola posyandu. Banyaknya kader yang drop out atau rendahnya kinerja kader dalam kegiatan posyandu yang menyebabkan semua


(24)

tugas-tugas yang dilaksanakan kader tidak optimal, serta sumber daya posyandu yang tidak memadai.

Banyaknya hal yang mempengaruhi kinerja kader yang salah satunya adalah peran kader dalam melakukan penimbangan balita. Kegiatan penimbangan di posyandu dimaksudkan untuk memantau status gizi balita. Berdasarkan Susenas (Survei Kesehatan Nasional) tahun 2001 diperoleh cakupan penimbangan balita D (Ditimbang) dan S(Sasaran) atau (D/S) di posyandu secara nasional sebesar 45%, sedangkan target D/S secara nasional lebih dari 80.%. Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2007 cakupan penimbangan balita lebih kurang empat kali selama enam bulan terakhir di propinsi Sumatera Utara sebesar 45,4%.

Menurut Timple (1992) bahwa kinerja yang optimal didorong oleh kuatnya motivasi seseorang. Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektifitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standard dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh motivasi. Menurut Terry (1977) bahwa motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Selain itu menurut Hurigck (1978) bahwa motivasi merupakan minat seseorang melakukan sesuatu. Minat merupakan suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik baginya.

Menurut Timple (1992) kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, sasaran/kriteria yang


(25)

telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas Faktor-faktor instrinsik individu atau SDM (Sumber Daya Manusia) dan ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim dan situasional. Menurut Timple (1992) terdapat dua kategori dasar atribusi yang bersifat internal atau disposisional dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat mempengaruhi kinerja. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak berusaha untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor Eksternal (situasional) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan.

Kinerja kader posyandu mengalami penurunan hal ini dibuktikan dengan penelitian Mastuti (2003) terhadap kader posyandu di Di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Bulan Maret Tahun 2003, bahwa persentase kader aktif nasional adalah 69,2% dan persentase kader drop out sebesar 30,8%. Menurut Syafridah (2003) bahwa kader yang drop out adalah sebagai tulang punggung keluarga, dan Berdasarkan studi terdahulunya bahwa angka drop out


(26)

kader sangat tinggi atau rata-rata 50%, penyebab utamanya karena tidak adanya sistim penghargaan bagi kader. Sedangkan menurut Monteiro,dkk (2009) menyatakan bahwa kader muda yang masih dalam usia pencari kerja lebih tinggi drop outnya dibanding kader yang sudah tua.

Penelitian yang dilakukan oleh Satoto, et.al tahun 2002 pada 72 Posyandu di Jawa Barat dan Jawa Tengah, menyatakan bahwa terjadinya krisis ekonomi menyebabkan kegiatan pemantauan pertumbuhan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan dasar di posyandu mengalami penurunan sampai 28%. (Depkes RI, 2000).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarifah et al (1991) yang ditulis dalam “Health Service Research” hasil studinya tentang peranan kader kesehatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat perkotaan di Kotamadya Medan menyimpulkan bahwa 60% kader berperan tinggi dalam pembangunan kesehatan perkotaan, 24% sedang, dan 16% rendah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya peran kader terhadap pembangunan kesehatan perkotaan adalah motivasi kerja kader, pengakuan, dan kemampuan kader melaksanakan tugas. Selain itu penelitian lain yang dilakukan Sibuea (1992), menyatakan bahwa sebagian besar kader memerlukan imbalan (upah/insentif) dan hal yang dirasakan oleh para pembina kader di Kecamatan Cipayung tahun 2001 bahwa kader merasa bangga dengan adanya pengakuan baik dari kelompok, masyarakat dan pemerintah, dan adanya upayan untuk melestarikan kader dengan melakukan berbagai bentuk penghargaan.

Menurut Basyir, dkk (2008) bahwa faktor ekstrinsik merupakan faktor pendukung dalam meningkatkan keaktifan kader posyandu. Faktor ekstrinsik dalam


(27)

kegiatan posyandu yang berupa fasilitas posyandu dan sarana pendukung dapat meningkatkan keaktifan kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu. Pemberdayaan kader melalui pelatihan, penyegaran, dan cerdas cermat, serta pengadaan alat masak dan kebutuhan operasional, supaya kader posyandu dapat meningkatkan kinerja dan fungsi sehingga mampu mengemban tugasnya untuk meningkatkan gizi keluarga. Insentif yang diberikan kepada kader, adanya kemudahan bagi kader dalam pegobatan di puskesmas dan pengurusan KTP (Kartu Tanda Penduduk) juga memberikan motivasi tersendiri bagi keaktifan kader posyandu.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Medan (2008) di wilayah kerja puskesmas Amplas ditemukan kasus gizi buruk paling banyak (43 orang balita). Cakupan penimbangan balita sebesar 50,85% (7.021 balita yang ditimbang dari 13.811 balita). Rendahnya penimbangan balita ke posyandu merupakan salah satu indikator outcome posyandu yang rendahnya. Balita yang tidak melakukan penimbangan setiap bulannya di wilayah kerja posyandunya tidak dapat dipantau pertumbuhannya, dengan kondisi tersebut sangat diperlukan keaktifan kader dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah dan melakukan penimbangan balita, agar dapat memantau tanda awal untuk mendeteksi secara dini berat badan balita setiap bulannya. Balita yang mempunyai KMS (Kartu Menuju Sehat) di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebanyak 7.021 (49,16%) dari 13.811 balita, sehingga tidak sesuai dengan pencapaian target 100%, hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian KMS menjadi sangat rendah. Balita yang seharusnya mempunyai KMS karena masih dalam fase pertumbuhan, telah


(28)

kehilangan kesempatan di posyandu untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang terdapat dalam KMS tersebut.

Kegiatan pelayanan posyandu wilayah kerja puskesmas Amplas dari tahun 2007 – 2009 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1. Cakupan Kegiatan Pelayanan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Tahun 2007-2009

No Kegiatan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

1. Frekuensi penimbangan 12 kali 12 kali 12 kali 2. Rerata kader tugas 3 orang 2 orang 2 orang

3. Rerata cakupan D/S 38,42% 50,85% 54,23%

4. Cakupan Kumulatif KIA 64,7% 57,3% 38,9%

5. Cakupan Kumulatif KB 60,4% 64,6% 67,8%

6. Cakupan Immunisasi 67,3% 65,5% 61,3%

7. Program Tambahan - - -

8. Cakupan dana sehat - - -

Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun pada tahun 2007 sampai tahun 2009 rerata cakupan D/S pada balita yang melakukan penimbangan, frekuensi penimbangan di posyandu mengalami peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya, tetapi peningkatan tersebut masih jauh bila dibandingkan target yang telah ditetapkan secara nasional yaitu diatas 80%. Hasil dari wawancara yang dilakukan dengan petugas posyandu, setiap bulan kegiatan posyandu selalu berjalan, tetapi cakupan penimbangan balita masih rendah, kemungkinan ini disebabkan karena rendahnya kunjungan ibu ke posyandu untuk memantau pertumbuhan balitanya, selain itu masih kurang aktifnya kader mengunjungi sasaran sebelum dan sesudah hari pelaksanaan posyandu.

Di wilayah kerja Puskesmas Amplas memiliki posyandu yang paling banyak diantara posyandu wilayah kerja puskesmas se-Kota Medan yaitu 69 posyandu, yang


(29)

memiliki 5 orang kader tiap posyandu (sebanyak 345 orang kader), dan setelah dilakukan penelusuran bahwa pada tahun 2007 – 2009 strata posyandu tersebut masih dalam kategori madya.

Berdasarkan informasi yang diterima pada bagian Promosi Kesehatan Sub Dinas PKPL (Penyuluhan Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan) Dinas Kesehatan Kota Medan, bahwa kader posyandu hanya mendapatkan imbalan yang minim setiap bulan dalam kegiatan posyandu. Hal ini menyebabkan menurunnya aktivitas kader dalam meningkatkan pemberdayaannya di masyarakat, khususnya dalam membantu tenaga kesehatan dalam melaksanakan program-program kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Berdasarkan data yang diterima dari petugas posyandu di Puskesmas Amplas, hanya 2 atau 3 orang kader posyandu saja yang aktif setiap bulannya sewaktu kegiatan posyandu dilakukan (66,9%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan turunnya kinerja kader untuk membantu pelayanan di posyandu, maka cakupan program yang ditetapkan tidak akan berhasil secara maksimal, khususnya dalam menekan kasus gizi kurang dan gizi buruk.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan adalah “Bagaimana hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kinerja kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Tahun 2011”.


(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian , maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan motivasi intrinsik (minat dan kemampuan) dan motivasi ekstrinsik (fasilitas posyandu, pelatihan, pembinaan, insentif, penghargaan dan dukungan dari masyarakat) dengan kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Amplas Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian adalah :

1. Ada hubungan motivasi intrinsik (minat dan kemampuan) dengan kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2011.

2. Ada hubungan motivasi ekstrinsik (fasilitas posyandu, pelatihan, pembinaan, insentif, penghargaan dan dukungan dari masyarakat) dengan kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Amplas Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Memberikan masukan bagi instansi terkait yaitu puskesmas, pihak kecamatan serta kelurahan dalam rangka peningkatan, pembinaan yang efektif dan efesien terhadap kinerja kader posyandu diwilayahnya.

b. Secara teoritis dapat mendukung pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, serta dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu kesehatan khususnya tentang pemberdayaan kader-kader kesehatan masyarakat


(31)

dengan peningkatan motivasi dan kinerjanya, guna membantu peningkatkan kesehatan masyarakat dalam melakukan pemantauan pertumbuhan balita di wilayah setempat.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kader Posyandu

2.1.1. Pengertian

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI, 1993).

Sebagian besar kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar (Depkes RI, 1995).

Syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI, (1996) adalah; dapat membaca dan menuulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa, sanggup membina paling sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan

Menurut Bagus yang dikutip dari pendapat Zulkifli (2003) bahwa pendapat lain mengenai persaratan bagi seorang kader antara lain; berasal dari masyarakat setempat, tinggal di desa tersebut, tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, dan masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain. Persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain,


(33)

sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masayrakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di posyandu.

Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1990 ada dua kategori kader yaitu:

1. Kader Pembangunan Desa (KPD) yaitu orang yang mempunyai kemampuan bekerja secara sukarela untuk kepentingan pembangunan desanya yang mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak pembangunan di desa keseluruhan. KPD merupakan kader yang bersifat umum yang memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar melalui latihan kader pembangunan desa.

2. Kader teknis yaitu kader pembangunan desa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis tertentu dari sektor pembangunan, yang merupakan “tenaga spesialis” dan dibina oleh suatu instansi atau lembaga kemasyarakatan.

2.1.2. Tujuan Pembentukan Kader

Pada hakekatnya pelayanan kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan dana didalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian dilibat- aktifkannya masyarakat


(34)

akan memanfaatkan sumber daya yang ada dimasyarakat seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan (Zulkifli, 2004).

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif, untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan. Disamping itu pula diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat tersebut, maka dilakukan latihan dalam upaya memberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan disesuaikan dengan tugas yang diembannya.

Para ahli mengemukakan bahwa untuk menimbulkan partisipasi dan menggerakkan masyarakat perlu di bentuk wakilnya dalam bidang kesehatan yang nantinya akan membantu program pelayanan guna mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Haryuni, dkk, 1997). Pola pikir pembentukan kader kesehatan berdasarkan prinsip:

Pertama, dari segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti itu diaplikasikan dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah dikenal dengan nama Posyandu. Adapun kegiatan berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pelayanan yang murah dapat dijangkau oleh setiap penduduk.

Kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku kesehatan tidak terlepas daripada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat


(35)

harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan instruktif. Akan tetapi lebih berhasil bila proses pendekatan dengan edukatif yaitu berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.

Dengan terbentuk kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader maka pesan-pesan yang diterima tidak akan terjadi penyimpangan. Sehinga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 2000).

2.1.3. Tugas Kader Posyandu

Mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan untuk itu pula perlu adanya pembatasan tugas yang diemban baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Adapun yang menjadi tugas kader pada kegiatan Posyandu adalah; Pertama, sebelum hari pelaksanaan Posyandu meliputi kegiatan pencatatan sasaran yaitu pada bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS, pemberitahuan sasaran kegiatan Posyandu pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS. Kedua, kegiatan pada hari Posyandu meliputi kegiatan pendaftaran pada pengunjung,


(36)

penimbangan terhadap bayi dan balita, pencatatan KMS bayi dan balita, penyuluhan pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui dan PUS, pemberian alat kontrasepsi, pemberian vitamin. Ketiga, kegiatan sesudah hari Posyandu meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan, mendatangi sasaran yang tidak hadir, mendatangi sasaran yang mempunyai masalah untuk diberikan penyuluhan, menentukan tidak lanjut kasus (rujukan) yang mempunyai masalah setelah diperiksa dan tidak bisa ditangani oleh kader (Depkes,2001).

2.1.4. Kegiatan kader Posyandu

Kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara lain yaitu:

Pertama, kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah; melaksanakan pendaftaran, melaksanakan penimbangan bayi dan balita, melaksanakan pencatatan hasil penimbangan, memberikan penyuluhan, memberi dan membantu pelayanan. dan merujuk.

Kedua, kegiatan yang dapat dilakukan kader diluar Posyandu KB-kesehatan adalah; bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.


(37)

Keempat, Kegiatan yang menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada yaitu ; pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah, pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pembuatan sarana pembuangan air limbah, pemberian pertolongan pertama pada penyakit dan P3K, dana sehat dan kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

Selain itu peranan kader diluar posyandu KB-kesehatan; yaitu Pertama, merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan survei mawas diri, membahas hasil survei, menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja. Kedua, melakukan komunikasi, informasi dan motivasi tatap muka (kunjungan), alat peraga dan percontohan. Tiga, menggerakkan masyarakat dengan mendorong masyarakat untuk gotong royong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain. Keempat, memberikan pelayanan yaitu; membagi obat, membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor, memberikan pertolongan pemantauan penyakit, memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya, melakukan pencatatan, yaitu; KB atau jumlah PUS, jumlah peserta aktif dsb, KIA :jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan, Imunisasi untuk mengetahui jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita yang diimunisasikan, gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang ditimbang dan yang naik timbangan, diare: jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan


(38)

dan dirujuk, melakukan pembinaan mengenai laima program keterpaduan KB-kesehatan dan upanya kesehatan lainnya.

Selain itu adanya keluarga binaan yang untuk masing-masing untuk berjumlah 10-20KK atau diserahkan dengan kader setempat hal ini dilakukan dengan memberikan informasi tentang upanya kesehatan dilaksanakan, melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan, melakukan pertemuan kelompok.

2.1.5. Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu

Menurut Terry (1982) bahwa partisipasi didasarkan atas prinsip psikologis yang menyatakan bahwa orang lebih dimotivasi kearah tujuan-tujuan untuk membantu dan menetapkannya serta adanya perhatian dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Selain itu menurut pendapat Winardi (2006) bahwa partisipasi secara formal dapat didefenisikan sebagai turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbagsih pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan terdapat dan yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut.

Menurut Depkes RI (1989) yang dikutip dari pendapat Widiastuti (2006) bahwa partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok, masyarakat atau Pemerintah. Peran kader secara umum yaitu melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan bersama dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sedangkan peran kader secara khusus terdapat beberapa tahap yang meliputi:


(39)

Pertama, tahap persiapan, yaitu memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan bersama-sama masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan ditingkat desa.

Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu melaksanakan penyuluhan kesehatan secara terpadu, mengelola kegiatan UKBM 3).Tahap pembinaan, yaitu menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan dasawisma untuk membahas perkembangan program dan masalah yang dihadapi keluarga, melakukan kunjungan ke rumah pada keluarga binaannya, membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader.

Partisipasi kader didalam suatu kegiatan posyandu dapat dibagi dalam beberapa tingkat yaitu; Pertama, adanya kesempatan untuk berperan serta kesediaan berpartisipasi juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berpartisipasi dan kader melihat bahwa memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan itu. Kedua, memiliki keterampilan tertentu yang bisa disumbangkan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan membuktikan orang-orang dengan memiliki ketrampilan tertentu, maka hal ini akan menarik bagi orang-orang yang memiliki ketrampilan tersebut, untuk ikut berpartisipasi. Ketiga, rasa memiliki yaitu suatu kegiatan akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikutsertakan. Jika rasa memiliki bisa ditumbuhkan dengan baik, maka partisipasi kader dalam kegiatan di desa akan dapat dilestarikan. Keempat, faktor tokoh masyarakat dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi. Kelima, faktor petugas, yaitu memiliki sikap yang baik seperti akrab


(40)

dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat untuk berpartisipasi.

2.2. Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai defenisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, kebutuhan, tujuan, sasaran dan dorongan. Menurut Siagian (1997) bahwa motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan.

Menurut Bernard Berndoom dan Gary A.stainer yang mengutip pendapat Soedarmayanti (2001) bahwa motivasi merupakan kondisi mental yang mendorong aktifitas dan member energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Selain itu menurut Terry (1997) bahwa motivasi yang berasal dari luar diri seseorang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi, karena adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda maupun bukan benda.

Ada beberapa motivasi instrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja kader posyandu yaitu :


(41)

2.2.1. Motivasi Instrinsik

Motivasi instrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri individu. Motivasi instrinsik kader posyandu meliputi faktor umur, tingkat pendidikan, lama pekerjaan, lama menjadi kader, minat dan kemampuan)

a. Umur

Umumnya umur sangat mempengaruhi di dalam bermasyarakat, karena hal tersebut merupakan suatu ukuran untuk menilai tanggung jawab seseorang dalam melakukan suatu kegiatan ataupun aktivitas. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1980) pembagian masa dewasa diantaranya :

1) Masa dewasa dini

Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai dan berkurangnya kemampuan reproduktif.

2) Masa dewasa madya

Masa dewasa madya masa dimulai pada umur 41 tahun sampai pada umur 60 tahun, yaitu saat menurunnya kemampuan fisik maupun psikologis yang jelas nampak pada setiap orang.

3) Masa dewasa lanjut (usia lanjut)

Masa dewasa lanjut – senescence, atau usia lanjut dimulai umur 61 tahun sampai kematian. Kemampuan fisik maupun psikologis menurun.

Menurut Widayatun (1999) tahapan perkembangan masa dewasa tengah yaitu pada usia 36 – 45 tahun mengalami perkembangan di dalam mencapai tanggung jawab


(42)

sosial sebagai warga negara, mengembangan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa, mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir dan pekerjaan.

Menurut Bahri (1981), Sumardilah (1985) menyatakan ciri-ciri kader yang aktif sebaiknya berumur antara 25-35 tahun, karena pada masa muda kader mempunyai motivasi yang positif, merasa lebih bertanggung jawab dan inovatif.

Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang yang berarti kedewasaan teknis dalam arti ketrampilan melaksanakan tugas maupun kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku ialah bahwa makin lama seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat. Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus menerus untuk waktu yang lama

b. Tingkat Pendidikan

biasanya meningkatkan kedewasaan teknisnya (Widiastuti, 2006).

Pendidikan adalah segala cara yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003) Pendidikan dalam arti formal adalah proses penyampaian materi pada pendidikan oleh pendidik kepada sasaran guna mencapai perubahan perilaku atau tindakan. Pendidikan tidak terlepas dari proses belajar, kadang-kadang antara proses belajar dengan pengajaran disamakan dengan pendidikan, memang kedua pengertian itu identik, bahwa proses belajar berada dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.


(43)

Menurut konsep Amerika, pengajaran diperlukan untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Belajar pada hakekatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungannya dengan manusia luar.

Menurut Azwar (2007) bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memperoleh hasil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang. Menurut L.W .Green (1980) menyatakan bahwa gangguan terhadap penyakit juga disebabkan oleh manusia itu sendiri, terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang menjaga kesehatan, sehingga mempunyai kesadaran tinggi terhadap kesehatan, baik kesehatan pribadi maupun keluarga. Begitu juga dalam mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi dan cukup kalori sehingga dapat menjaga kesehatan balitanya.

Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseoarang akan lebih mudah memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam menjaga kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi dan balita, mengatur gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan rendah sangat sulit menterjemahkan informasi yang didapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari media-media lain.

Menurut Grant (1984) yang mengutip dari pendapat Kardjati (2000) pada pendidikan di 11 negara oleh pusat Demografi Amerika Latin menunjukkan pengaruh pendidikan ibu terhadap kesempatan hidup anak ternyata lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh tingkat pendapatan di rumah tangga. Pengamatan di Kenya mencatat


(44)

adanya penurunan tingkat kematian bayi sebesar 86% setelah dilaksanakan program peningkatan pendidikan bagi kaum wanita.

Menurut kajian pelaksanaan revitalisasi posyandu pada masyarakat nelayan dan petani di Proponsi Jawa Barat, bahwa kader yang diikutsertakan dalam kegiatan posyandu haruslah berpendidikan SLTA, agar dapat lebih mudah memahami dan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan posyandu (Ira, 2002).

Menurut Hartono (1978) dan Sumardilah (1985) di Kebayoran Lama Jakarta menemukan ciri-ciri kader yang aktif adalah berumur 25-34 tahun, ibu rumah tangga, tidak bekerja, pendidikan tamat SLTP dan sederajaat, mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, dapat mengikuti kegiatan sosial masyarakat, inovatif, tinggal di RW/RT posyandu berada, mempunyai motivasi yang positif.

c. Pekerjaan

Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman yang didapat di tempat kerjanya. Apabila seorang kader bekerja, maka ia tidak akan mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan kegiatan posyandu. Menurut Depkes RI (1996), bahwa salah satu syarat calon kader adalah wanita yang mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan semua tugas kader yang telah ditetapkan, dimana kegiatan posyandu biasanya dilaksanakan pada hari dan jam kerja.

Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan kader karena kesibukan membuat seseorang terabaikan akan kesehatannya, termasuk kader posyandu. Kesibukan akan pekerjaan terkadang seorang ibu lupa terhadap tugas dan tanggungjawab yang diemban padanya. Sebaiknya kader posyandu tidak mempunyai pekerjaan yang tetap,


(45)

dan mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan, dan tidak ada pergantian kader dalam satu tahun, serta jumlah kader setiap posyandu lima orang (Benny, 2005).

Hubungan antara jenis pekerjaan dengan keaktifan kader dicontohkan dengan seorang ibu yang dengan kesibukan tertentu akan mempengaruhi keaktifan posyandu sesuai dengan jadwal yang ditentukan setiap bulannya (Notoadmodjo,2005).

d. Lamanya menjadi kader

Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil seseorang, semakin lama ia bekerja maka semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya sehingga senioritas dalam bekerja akan lebih terfokus jika dibandingkan dengan orang yang baru bekerja (Robbins, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Purnomowati (1993) menyatakan bahwa ada pengaruh yang jelas antara masa kerja seseorang dengan kinerjanya.

Studi yang dilakukan di Kabupaten Garut jawa Barat menunjukkan gambaran lamanya menjadi kader dikategorikan kurang dari 1 tahun, 1 sampai 5 tahun, 5 sampai 10 tahun, 10 sampai 15 tahun, 15 sampai 20 tahun dan lebih 20 tahun. Dari studi tersebut didapatkan 60% kader bekerja lebih dari 5 tahun adalah hasil yang menggambarkan lama kerja dengan kinerja kader (Depkes RI, 1997).

Menurut Widiastuti (2006) yang mengutip pendapat Sondang (2004) bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja. Begitu juga dengan kader posyandu, semakin lama seseorang bekerja menjadi kader posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada saat kegiatan


(46)

posyandu akan semakin meningkat sehingga nantinya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan semakin baik.

Berdasarkan penelitian Anies dan Irawati (2000) di Sukabumi dan Kerawang yang meneliti masyarakat nelayan dan petani sebanyak 67 posyandu, 170 kader, 50 pembina dan 1.234 pengguna posyandu menemukan bahwa ciri-ciri kader yang aktif sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader sekurangnya 60 bulan, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun, dan jumlah kader setiap posyandu 5 orang. Layanan yang diharapkan pengguna posyandu agar mendapatkan PMT untuk balita, kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader yang bekerja secara sukarela, pendidikan kader harus SLTA ke atas.

Menurut Razak (2006) dalam penelitiannya di Makasar menemukan bahwa kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan. jumlah kader sedikitnya 5 orang, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun.

e. Minat

Minat menurut JP Chaplin (1995) dalam Dictionary of Psychology bahwa minat (interest) adalah sebuah perasaan yang menilai suatu aktivitas, pekerjaan atau objek berharga atau berarti bagi dirinya. Menurut Greenleaf dalam bukunya Occupations, A Basic Source for Counselor yang dikutip oleh Efriyani Djuwita (2003), mengatakan bahwa minat merupakan motivasi yang kuat dalam bekerja, sedangkan Winkell (1984), membatasi minat sebagai kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.


(47)

Macam-macam minat menurut Dewa Ketut (1988), adalah : (1) Expressed Interest (minat yang diekspresikan), yaitu minat yang diungkapkan dengan kata-kata tertentu atau diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukan seseorang lebih menyukai sesuatu hal dari pada hal lain; (2) Manifest Interest (minat yang diwujudkan), yaitu minat yang diwujudkan dengan tindakan, perbuatan dan ikut serta berperan aktif dalam aktivitas tertentu; (3) Inventoried Interest (minat yang diinventarisasikan), yaitu minat yang dapat diukur dan dinilai melalui kegiatan menjawab sejumlah pernyataan tertentu atau urutan pilihannya untuk kelompok aktivitas tertentu.

Seseorang dapat mempunyai banyak alasan berminat pada suatu pekerjaan, tetapi dapat juga hanya karena alasan tertentu. Setiap orang memiliki perbedaan dalam menjelaskan alasan berminat pada suatu pekerjaan. Mengetahui minat sama pentingnya dengan mengetahui bakat. Menurut Greenleef, minat dapat diketahui lewat hobi seorang yang dimiliki. Sebagai contoh, jika seorang hobi menggambar kemungkinan besar akan berminat dengan bentuk pekerjaan yang ada kaitannya dengan hobinya itu. Seseorang dapat memiliki dua jenis minat , yaitu minat yang disadari, seperti hobi dan minat latent (minat yang tidak disadari). Minat latent ini hanya akan muncul jika kita memberi kesempatan diri kita untuk mencoba banyak hal atau aktivitas baru. Seseorang dapat memiliki banyak minat, tetapi sedikit yang menyadari minatnya.

Menurut Hurigck (1978) dalam Gunarso (1985) bahwa minat merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku seseorang. Minat merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang melakukan sesuatu, yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan obyek


(48)

yang menarik baginya. Oleh karena itu minat dikatakan sebagai suatu dorongan untuk berhubungan dengan lingkungannya, kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan suatu aktivitas yang menarik baginya. Apabila individu menaruh minat terhadap sesuatu, hal ini disebabkan obyek itu berguna untuk menenuhi kebutuhannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku terhadap obyek yang menarik perhatian disertai dengan perasaan senang.

Dalam hal intensitasnya, menurut Chaplin (1995) minat merupakan suatu sikap yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam memilih obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat juga merupakan suatu keadaan dari motivasi yang mengarahkan tingkah laku pada tujuan tertentu. Apabila sudah terbentuk pada diri seseorang maka sesuatu minat cenderung menetap sepanjang obyek minat tersebut efektif baginya, sehingga apabila obyek minat tersebut tidak efektif lagi maka minatnya pun cenderung berubah.

Seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu maka akan menampilkan suatu perhatian, perasaan dan sikap positif terhadap sesuatu hal tersebut. Eysenck, dkk (Ratnawati, 1992) mengemukakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan untuk bertingkah laku yang berorientasi pada obyek, kegiatan dan pengalaman tertentu, selanjutnya menjelaskan bahwa intensitas kecenderungan yang dimiliki seseorang berbeda dengan yang lainnya, mungkin lebih besar intensitasnya atau lebih kecil tergantung pada masing-masing orangnya.


(49)

Minat Menurut Holland (1985) yang mengutip pendapat Sudjani (2008) bahwa untuk mengukur minat seseorang berdasarkan pandangan psikologis, tentunya pemilihan terhadap minat dalam tradisi psikologis dan kepribadian yang mempelajari tipe-tipe kepribadian yang mengasumsikan bahwa orang yang memiliki minat yang berbeda-beda dan bekerja dalam lingkungan yang berlainan sebenarnya adalah orang yang berkepribadian lain-lain dan mempunyai sejarah hidup yang berbeda-beda.

Para ahli mengelompokkan jenis minat berdasarkan aspeknya. Blum dan Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua, yaitu minat subyektif dan obyektif. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman. Minat obyektif adalah suatu reaksi menerima atau menolak suatu obyek disekitarnya.

Menurut Jones yang mengutip pendapat Handayani (2000) membagi minat menjadi minat instrinsik dan ekstrinsik. Minat instrinsik yaitu minat yang berhubungan dengan aktivitas itu sendiri dan merupakan minat yang tampak nyata. Minat ekstrinsik yaitu minat yang disertai dengan perasaan senang yang berhubungan dengan tujuan aktivitas. Antara kedua minat tersebut seringkali sulit dipisahkan pada minat intrinsik kesenangan itu akan terus berlangsung dan dianjurkan meskipun tujuan sudah tercapai, sedangkan pada minat ekstrinsik kemungkinan bila tujuan tercapai, maka minat akan hilang.

Syamsudin yang mengutip pendapat Lidyawati (1998) menyatakan bahwa minat terbagi menjadi dua jenis, yaitu minat spontan dan minat dengan sengaja. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul dengan sendirinya. Minat dengan


(50)

sengaja, yaitu minat yang timbul karena sengaja dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja dipergunakan untuk membangkitkannya.

f. Kemampuan

Kemampuan berkaitan dengan tingkat kemampuan individu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. menurut Robbins (1996), Ability is an individual's capacity to perform the various task in a job. " Kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam mengerjakan berbagai macam tugas dalam pekerjaannya" dengan kemampuan yang ada diharapkan kegiatan individu tidak akan menyimpang jauh dari kegiatan badan usaha, sehingga bukan hal yang aneh apabila badan usaha memberi harapan kepada individu agar tujuan dapat tercapai. Kinerja akan sangat tergantung pada faktor kemampuan individu itu sendiri seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Dengan demikian tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman yang rendah akan berdampak negatif pada kinerja.

Kemampuan dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik yang harus disesuaikan dengan pekerjaannya. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas mental, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk suatu tugas yang membutuhkan stamina kekuatan, dan ketrampilan-ketrampilan yang serupa. Pendapat Fremont yang disadur oleh Moh. Yasin (1986) mengemukakan bahwa kemampuan digambarkan oleh kapasitas manusia dan teknik. Seberapa jauh kemampuan dapat


(51)

diciptakan tergantung pada tingkat dimana individu dan atau kelompok dapat dimotivasikan untuk menghasilkan kemampuan."

Menurut Baron dan Greenberg (1990), kemampuan seseorang akan mempengaruh kinerja. Seseorang yang mempunyai kemampuan yang rendah, akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah dan seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Thoha (2000) bahwa kemampuan adalah suatu kondisi yang menunjukkan unsur kematangan yang berkaitan pula dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat di peroleh dari pendidikan, latihan dan pengetahuan”. Kemampuan dalam bekerja disuatu bidang tertentu dapat dijadikan tombak untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan organisasi (Hartoyo, 2009).

g. Lamanya menjadi kader

Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil seseorang, semakin lama ia bekerja maka semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya sehingga senioritas dalam bekerja akan lebih terfokus jika dibandingkan dengan orang yang baru bekerja (Robbins, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Purnomowati (1993) menyatakan bahwa ada pengaruh yang jelas antara masa kerja seseorang dengan kinerjanya.

Studi yang dilakukan di Kabupaten Garut jawa Barat menunjukkan gambaran lamanya menjadi kader dikategorikan kurang dari 1 tahun, 1 sampai 5 tahun, 5 sampai 10 tahun, 10 sampai 15 tahun, 15 sampai 20 tahun dan lebih 20 tahun. Dari studi tersebut didapatkan 60% kader bekerja lebih dari 5 tahun adalah hasil yang menggambarkan lama kerja dengan kinerja kader (Depkes RI, 1997).


(52)

Menurut Widiastuti (2006) yang mengutip pendapat Sondang (2004) bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja. Begitu juga dengan kader posyandu, semakin lama seseorang bekerja menjadi kader posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan tugas pada saat kegiatan posyandu akan semakin meningkat sehingga nantinya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan semakin baik.

Berdasarkan penelitian Anies dan Irawati (2000) di Sukabumi dan Kerawang yang meneliti masyarakat nelayan dan petani sebanyak 67 posyandu, 170 kader, 50 pembina dan 1.234 pengguna posyandu menemukan bahwa ciri-ciri kader yang aktif sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader sekurangnya 60 bulan, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun, dan jumlah kader setiap posyandu 5 orang. Layanan yang diharapkan pengguna posyandu agar mendapatkan PMT untuk balita, kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader yang bekerja secara sukarela, pendidikan kader harus SLTA ke atas.

Menurut Razak (2006) dalam penelitiannya di Makasar menemukan bahwa kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan. jumlah kader sedikitnya 5 orang, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun.


(53)

2.2.2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan yang berasal dari luar diri individu berpengaruh terhadap kinerja kader, yang meliputi fasilitas posyandu, pelatihan kader, pembinaan kader, insentif dan dukungan masyarakat yang diberikan kepada kader.

a. Fasilitas

Untuk memotivasi pekerjaan hendaknya dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk digunakan dalam melaksanakan tugas. Seperti yang dikeluhkan oleh pembina kader tingkat Kecamatan Cipayung, bahwa sarana dan prasarana kurang memadai seperti meja, kursi, timbangan, alat tulis dan terutama tempat posyandu akan menghambat kinerja kader posyandu (Syahmasa, 2003).

Menurut Siagian (1998), kegiatan-kegiatan posyandu tidak akan dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh adanya fasilitas yang memadai. Penyediaan fasilitas kerja adalah bahwa fasilitas kerja yang disediakan harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi dan harus dilaksanakan serta tersedia pada waktu dan tempat yang tepat

Fasilitas posyandu yaitu segala sesuatu yang dapat menunjang penyelenggaraan kegiatan Posyandu seperti tempat atau lokasi yang tetap, dana rutin untuk pemberian makanan tambahan (PMT), alat-alat yang diperlukan misalnya : dacin, KMS, meja, kursi, buku register dan lain-lain.

Keaktifan seorang kader dalam melakukan kegiatan di Posyandu dipengaruhi oleh adanya sarana, fasilitas Posyandu yang memadai, bentuk penghargaan kepada


(54)

kader, sikap petugas kesehatan dan adanya pembinaan, pelatihan yang diberikan kepada kader (Warta Posyandu, 1999).

b. Pelatihan

Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader (Depkes, 2005). Pengetahuan akan bertambah berkat kemauan dokter dan staf puskesmas untuk memberikan tambahan pada waktu mereka datang melakukan supervisi. Pengetahuan dan keterampilan juga didapat dari teman sekerja. (Junadi, 1990).

Menurut Frank Sherwood dan Wallas Best dalam (Moekijat, 1981), pelatihan adalah; Training is the process of aiding employes to gain effectiviness in their present of future work through the development habits of thought and action, skill, knowlwdge, and attitudes (pelatihan adalah proses membantu pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui penggembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran, tindakan dan keterampilan.

Materi pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan teknis menyusun rencana kegiatan di posyandu, cara yang benar dalam melakukan penimbangan balita, menilai pertumbuhan anak baik fisik maupun mental, cara menyiapkan kegiatan pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan beragam cara pemberian makanan tambahan (PMT), makanan pendamping ASI untuk yang pertumbuhannya tidak sesuai, membantu pemeriksaan ibu hamil dan menyusui serta membuat laporan.

Pelatihan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas sebagai kader


(55)

posyandu dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun saat melakukan kunjungan rumah (Depdagri & Otda, 2001). Menurut Martoyo (2000) mengutip pendapat Moekijat (1981) tujuan utama pelatihan adalah: Pertama, untuk mengembangkan keahlian seseorang sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif. Kedua, untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. Ketiga, mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemajuan kerja sama dengan sesama teman sekerja dan diluar kerja serta dengan pemimpin.

Pilippo dalam Moekijat (1981) membedakan antara pelatihan (training) dengan pendidikan adalah “training is concerrned with increasing knowledge and skill in doing a particular job, education is concerned with increasing general knowledge and understanding our total environment”. (pelatihan berhubungan dengan menambah pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, pendidikan berhubungan dengan penambahan pengetahuan umum dan pengertian tentang seluruh lingkungan kita).

Pelatihan bagi kader sangat diperlukan dari petugas kesehatan yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengetahuan itu bertambah berkat kemauan dokter dan staf puskesmas untuk memberikan tambahan pada waktu mereka datang melakukan supervisi. Pengetahuan dan keterampilan juga didapat dari teman sekerja (Junadi, 1990). Kurangnya kemampuan kader dalam memberikan penyuluhan kemungkinan menyebabkan ibu balita kurang berminat untuk mengunjungi posyandu. Ibu balita yang


(56)

mampu, lebih memilih untuk mengunjungi dokter untuk memantau pertumbuhan balitanya (Basyir, dkk 2008). Agar pelatihan kader berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih kader yang mampu berdedikasi dalam memberikan pelatihan secara efektif dan berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman pada modul (Nilawati, 2008).

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tegal Sari II Sumatera utara menemukan bahwa ciri-ciri kader aktif adalah: sudah menikah, berpenghasilan, ada sarana dan fasilitas posyandu, adanya pelatihan dan pembinaan dari tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terkait (Nurhayati, 1997).

c. Pembinaan

Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap serta keterampilan terhadap kegiatan yang telah berjalan, juga untuk memberikan motivasi kepada kader supaya keaktifan kader dapat lestari.

Pembinaan sangat penting artinya untuk kelangsungan kegiatan yang telah dijalankan, karena pada tahap awal latihan kader hanya sekedar memperoleh informasi sehubungan dengan peningkatan pengetahuan. Dengan adanya pembinaan-pembinaan yang dilakukan diharapkan kader berperan aktif dalam kegiatan posyandu (Junadi, 1990).

d. Insentif

Pemberian insentif merupakan bayaran pokok untuk memotivasi para pegawai agar lebih maju dalam pekerjaan dengan keterampilan dan tanggung jawab yang lebih besar


(57)

(Davis, 1995). Insentif adalah salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja (Mutiara, 2002)

Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa diperlakukan secara tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai suatu hal yang merugikan. Dalam kehidupan bekerja persepsi itu dikaitkan dengan berbagai hal yaitu mengenai insentif dan jumlah jam kerja (Sondang, 2004).

Sebagai imbalan dari pekerjaanya, kebanyakan para kader tidak menerima pembayaran tunai untuk pelayanan mereka tetapi mereka mendapat upah dalam bentuk lain seperti seragam sebagai tanda penghargaan, sertifikat sebagai tanda jasa, dan peralatan rumah tangga kecil-kecilan. Akan tetapi salah satu faktor penting dalam keuntungan yang diperoleh para kader adalah setatusnya. Untuk para kader Posyandu, status ini tidak diperoleh karena partisipasi mereka dalam program kemasyarakatan yang berprioritas tinggi tersebut tetapi juga karena penghargaan tinggi yang diberkan oleh pihak pemerintah.

Alasan utama penggunaan insentif upah adalah jelas, insentif hampir selamanya meningkatkan produktifitas. Agar berhasil, insentif hendaknya cukup sederhana, sehingga mereka yakin prestasi kerja yang akan menghasilkan imbalan. Insentif yang berhasil dapat menimbulkan imbalan psikologis dan juga imbalan ekonomi, ada perasaan puas yang timbul dari penyelesaian pekerjaan yang dilakukan dengan baik.

Insentif yang diberikan kepada kader sangat memotivasi keaktifannya. Menurut Aprillia (2009) bahwa rendahnya jumlah insentif yang diterima kader posyandu, dirasakan masih kurang untuk memotivasi kinerja dan partisipasi aktif kader dalam


(58)

kegiatan posyandu sehingga tanggung jawab terhadap suksesnya program, cakupan dan kegiatan posyandu menjadi kurang maksimal.

Menurut Merry Judd (1997), bentuk insentif yang menurut para kader membawa dampak positif bagi prestasi mereka adalah: Pertama, seragam, yang membuat mereka merasa memiliki wewenang dan pembenaran untuk berbicara serta memberikan instruksi pada penduduk desa untuk melakukan suatu tugas tertentu. Kedua, penggantian biaya transport. Ketiga, pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Keempat, lencana dan sertifikat seperti seragam, lencana menambah sifat resmi pada pekerjaan mereka. Kelima, honorarium bagi kader yang agak kaya hanya akan diterima kalau ditawarkan. Keenam, pasokan peralatan untuk Posyandu seperti alat timbangan, meja, kursi, kertas, buku laporan, alat tulis, peralatan untuk pemberian makanan tambahan seperti sendok, mangkok, piring dll. Ketujuh, supervisi teratur dari puskesmas yang dirasakan oleh para kader sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan rasa percaya diri mereka dalam menjalankan tugas-tugasnya.

e. Penghargaan

Keberadaan kader hendaknya mendapat pengakuan dan penghargaan yang wajar dan tulus. Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaannya dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status seseorang tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang (Siagian, 1955). Pengakuan terhadap keberadaan kader dari Pembina kader di kecamatan perlu diwujudkan dengan prioritas pelayanan kesehatan gratis, dan adanya pakaian seragam kader (Depkes, 1997).


(59)

Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow (1996) diawali dari kebutuhan primer (kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman) akan dominan sampai kebutuhan tersebut dirasakan cukup terpenuhi. Setelah itu barulah individu termotivasi untuk mencapai kebutuhan yang bersifat skunder seperti kebutuhan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi. Kebutuhan akan penghargaan dicerminkan oleh kebutuhan akan respek terhadap diri sendiri, prestasi, dan pengakuan oleh pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan merupakan kebutuhan dasar manusia tingkat keempat. Menurut Ranupandojo dan Husnan (1993) penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankan, merupakan keinginan dari kebutuhan egoistis, yang diwujudkan dalam pujian, hadiah (dalam bentuk uang ataupun tidak), diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya.

Menurut Suryatim (2001) pemberian penghargaan terhadap loyalitas kader akan sangat membantu untuk mempertahankan keaktifan kader posyandu, pemberian tugas yang tidak membosankan disertai pujian, melengkapi atribut saat bertugas akan membuat kinerja kader semakin meningkat.

f. Dukungan Masyarakat

Dukungan masyarakat dapat dilihat pada partisipasi masyarakat yang didefinisikan sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Partisipasi juga diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dalam hal ini, menggerakkan partisipasi masyarakat merupakan usaha untuk mendapatkan dukungan masyarakat dalam rangka mensukseskan program-program pemerintah.


(1)

Hubungan Pembinaan dengan Kinerja Kader Posyandu

Crosstab

kinerja

Total Kurang Cukup Baik

Pembinaan Kurang Count 35 9 4 48

Expected Count 22.2 15.4 10.4 48.0 % within Pembinaan 72.9% 18.8% 8.3% 100.0%

Cukup Count 25 27 5 57

Expected Count 26.4 18.3 12.3 57.0 % within Pembinaan 43.9% 47.4% 8.8% 100.0%

Baik Count 15 16 26 57

Expected Count 26.4 18.3 12.3 57.0 % within Pembinaan 26.3% 28.1% 45.6% 100.0%

Total Count 75 52 35 162

Expected Count 75.0 52.0 35.0 162.0 % within Pembinaan 46.3% 32.1% 21.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 42.895a 4 .000

Likelihood Ratio 41.417 4 .000

Linear-by-Linear Association 30.092 1 .000 N of Valid Cases 162

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.37.


(2)

Hubungan Insentif dengan Kinerja Kader Posyandu

Crosstab

kinerja

Total Kurang Cukup Baik

Insentif Kurang Count 26 4 3 33

Expected Count 15.3 10.6 7.1 33.0 % within Insentif 78.8% 12.1% 9.1% 100.0%

Cukup Count 31 29 4 64

Expected Count 29.6 20.5 13.8 64.0 % within Insentif 48.4% 45.3% 6.2% 100.0%

Baik Count 18 19 28 65

Expected Count 30.1 20.9 14.0 65.0 % within Insentif 27.7% 29.2% 43.1% 100.0%

Total Count 75 52 35 162

Expected Count 75.0 52.0 35.0 162.0 % within Insentif 46.3% 32.1% 21.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 43.446a 4 .000

Likelihood Ratio 44.127 4 .000

Linear-by-Linear Association 29.342 1 .000 N of Valid Cases 162

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.13.


(3)

Hubungan Penghargaan dengan Kinerja Kader Posyandu

Crosstab

Kinerja

Total Kurang Cukup Baik

Penghargaan Kurang Count 40 9 7 56

Expected Count 25.9 18.0 12.1 56.0 % within penghargaan 71.4% 16.1% 12.5% 100.0%

Cukup Count 19 28 10 57

Expected Count 26.4 18.3 12.3 57.0 % within penghargaan 33.3% 49.1% 17.5% 100.0%

Baik Count 16 15 18 49

Expected Count 22.7 15.7 10.6 49.0 % within penghargaan 32.7% 30.6% 36.7% 100.0%

Total Count 75 52 35 162

Expected Count 75.0 52.0 35.0 162.0 % within penghargaan 46.3% 32.1% 21.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 29.116a 4 .000

Likelihood Ratio 28.273 4 .000

Linear-by-Linear Association 17.002 1 .000 N of Valid Cases 162

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.59.


(4)

Hubungan Dukungan dengan Kinerja Kader Posyandu

Crosstab

kinerja

Total Kurang Cukup Baik

dukungan Kurang Count 47 18 8 73

Expected Count 33.8 23.4 15.8 73.0 % within dukungan 64.4% 24.7% 11.0% 100.0%

Cukup Count 22 24 9 55

Expected Count 25.5 17.7 11.9 55.0 % within dukungan 40.0% 43.6% 16.4% 100.0%

Baik Count 6 10 18 34

Expected Count 15.7 10.9 7.3 34.0 % within dukungan 17.6% 29.4% 52.9% 100.0%

Total Count 75 52 35 162

Expected Count 75.0 52.0 35.0 162.0 % within dukungan 46.3% 32.1% 21.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 35.256a 4 .000

Likelihood Ratio 32.895 4 .000

Linear-by-Linear Association 28.195 1 .000 N of Valid Cases 162

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.35.


(5)

HASIL BIVARIAT

Correlations

Correlations

Minat Kemampuan Kinerja Minat Pearson Correlation 1 .258** .476**

Sig. (2-tailed) .001 .000

N 162 162 162

Kemampuan Pearson Correlation .258** 1 .377**

Sig. (2-tailed) .001 .000

N 162 162 162

Kinerja Pearson Correlation .476** .377** 1 Sig. (2-tailed) .000 .000

N 162 162 162

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(6)

Correlations

Fasilitas Pelatihan Pembinaan Insentif Penghargaan Dukungan Kinerja Fasilitas Pearson

Correlation

1 .022 .000 .044 .025 -.003 .004

Sig. (2-tailed)

.783 .993 .578 .753 .965 .959

N 162 162 162 162 162 162 162

Pelatihan Pearson Correlation

.022 1 .302** .269** .252** .340** .383**

Sig. (2-tailed)

.783 .000 .001 .001 .000 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

Pembinaan Pearson Correlation

.000 .302** 1 .600** .137 .353** .447**

Sig. (2-tailed)

.993 .000 .000 .082 .000 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

Insentif Pearson Correlation

.044 .269** .600** 1 .190* .258** .357**

Sig. (2-tailed)

.578 .001 .000 .016 .001 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

Penghargaan Pearson Correlation

.025 .252** .137 .190* 1 .237** .313**

Sig. (2-tailed)

.753 .001 .082 .016 .002 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

Dukungan Pearson Correlation

-.003 .340** .353** .258** .237** 1 .359**

Sig. (2-tailed)

.965 .000 .000 .001 .002 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

Kinerja Pearson Correlation

.004 .383** .447** .357** .313** .359** 1

Sig. (2-tailed)

.959 .000 .000 .000 .000 .000

N 162 162 162 162 162 162 162

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).