Hubungan Motivasi Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Kecemasan Ibu Dalam Menghadapi Sindrom Menopause Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menjadi tua merupakan suatu proses bagian dari kehidupan seseorang, dan
sudah terjadi sejak konsepsi dalam kandungan hingga berlangsung terus sepanjang
kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan, yang bersifat umum dan
irreversible. Sudah merupakan hukum alam, bahwa dalam kehidupan manusia tidak
dapat melepaskan diri dari peristiwa hidup yang pada dasarnya akan dialami oleh
semua manusia, sebagai resiko dari perkembangan manusia, seperti krisis identitas
pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita
Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah
menopause. Menopause adalah periode menstruasi terakhir yang dialami oleh wanita
berumur 40-60 tahun. Saat memasuki menopause, hormon yang mengatur siklus
menstruasi yaitu estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium turun
dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon Follicle Stimulating Hormone
dan Luteinizing Hormone yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak
(Rebecca, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO),
pada tahun 2000, total populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia
1
2
mencapai 645 juta orang, tahun 2010 mencapai 894 juta orang dan diperkirakan pada
tahun 2030 mendatang jumlah perempuan di dunia yang memasuki masa menopause
akan mencapai 1,2 milyar orang. Artinya sebanyak 1,2 milyar perempuan akan
memasuki usia lebih 50 tahun, dan angka itu merupakan tiga kali lipat dari angka
sensus tahun 1990 jumlah perempuan menopause (Mulyani, 2013).
Jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk tahun 2000 mencapai
205,1 juta dan terjadi peningkatan menjadi 248,4 juta pada tahun 2014. Menurut
proyeksi penduduk Indonesia tahun 2013 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah
perempuan berusia di atas 40 sampai 59 tahun adalah 26,1 juta orang (Kemenkes RI,
2014). Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah perempuan yang hidup dalam usia
menopause di Indonesia 30,3 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS)
diperkirakan akan ada 60 juta wanita menopause pada tahun 2025 (Baziad, 2010).
Data Provinsi Sumatera Utara sendiri disebutkan jumlah wanita adalah 6,4
juta jiwa tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,6 juta jiwa tahun 2013. Kondisi ini
disebabkan usia harapan hidup wanita semakin meningkat. Jumlah wanita menopasue
berumur 40-60 tahun pada tahun 2013 sebesar 1,4 juta jiwa. (Dinkes Sumatera Utara,
2014). Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan tahun
2013 jumlah wanita yang tergolong menopause berumur 40 sampai dengan 60 tahun
yaitu 25.817 jiwa dari 191. 554 jiwa.
Perubahan memasuki menopause biasanya diikuti dengan berbagai gejolak
atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat
memengaruhi berbagai aspek kehidupan wanita. Aspek fisik seperti: ketidakteraturan
3
siklus haid, rasa panas pada vagina, kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat di
malam hari, sulit tidur, badan menjadi gemuk, dan timbul penyakit. Aspek psikologis
seperti: ingatan menurun, cemas, mudah tersinggung, stres, dan depresi (Proverawati,
2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson dalam Christiani, (2000) di
Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3% pasien
mengalami depresi dan kecemasan. Glasier (2006) menyatakan wanita Indonesia
yang memasuki masa menopause saat ini sebanyak 7,4% dari populasi. Jumlah
tersebut diperkirakan menjadi 11% pada 2005, kemudian naik lagi sebesar 14% pada
2015. Sedangkan yang mengalami perubahan psikologis seperti mudah tersinggung,
merasa takut, gelisah, lekas marah sebanyak 90%, gangguan tidur 50%, dan
depresi 70%.
Hasil penelitian Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara dalam Hardians (2005), keluhan masalah kesehatan yang dihadapi
oleh perempuan menopause dengan sindrom menopause seperti gejala fisik antara
lain keluhan nyeri senggama 93,33%, perdarahan pasca senggama 84,44%, vagina
kering 93,33%, dan keputihan 75,55%, gatal pada vagina 88,88%, perasaan panas
pada vagina 84,44%, nyeri berkemih 77,77%, inkontenensia urin 68,88%.
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya sindrom menopause pada wanita
bukan hanya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal dan perubahan estrogen,
tetapi juga dikaitkan dengan pola diet, gaya hidup, dan faktor keturunan. Sikap positif
wanita dalam menjalani menopouse turut dipengaruhi oleh pengetahuan dan latar
4
belakang masing-masing wanita. Disisi lain, lingkungan keluarga yang memberikan
dukungan kepada wanita menopause untuk berperilaku hidup sehat dapat mengurangi
ketidaknyaman dalam menjalani menopause (Kasdu, 2004).
Munculnya perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita menopause inilah
individu harus berusaha untuk tetap berpikir positif. Sudah menjadi kodrat alam
bahwa dengan bertambahnya usia wanita akan menimbulkan berbagai perubahan
mental. Perubahan dalam kehidupan wanita ini dapat mengganggu kestabilan emosi
seperti cemas atau depresi (Proverawati, 2010).
Masalah kecemasan ini merupakan salah satu hal yang sangat mengganggu
kesehatan jiwa seorang ibu yang sedang menjalani menopause yang ditandai dengan
perasaan takut, khawatir, stres, depresi dan adanya penolakan terhadap menopause.
Kecemasan merupakan faktor fisiologis pada wanita menopause yang paling sering
terjadi, terutama kecemasan yang menyertai perubahan-perubahan kondisi fisiknya.
Perubahan seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan fisik
maupun psikisnya tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan.
Kecemasan akan semakin menjadi-jadi ketika wanita menopause mengembangkan
perasaan negatif tentang masalah-masalah menopause yang ada (Papalia, 2008).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability RTA, masih baik),
kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Gejala
5
kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen
utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan. Secara klinis gejala kecemasan dibagi
dalam beberapa kelompok yaitu, gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik,
gangguan phobik, dan gangguan obsesif-kompulsif. Diperkirakan jumlah orang yang
menderita kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk,
dengan perbandingan antara wanita dan pria yaitu 2 banding 1. Tingkat kecemasan
seseorang dapat diukur berdasarkan model Hamilton Rating Scale for Anxiate (HRSA) (Hawari, 2013).
Kecemasan terhadap sindrom menopause yang muncul pada wanita sering
dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang
sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Umumnya mereka tidak mendapat informasi
yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setelah
memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang
berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi
tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan
fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya
sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya
dengan suami maupun lingkungan sosialnya seperti gangguan pekerjaan. Selain itu,
usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang
sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua (Rostina, 2009).
Beberapa wanita yang mengalami menopause mengeluhkan depresi dan
peningkatan sensitivitas diri serta tingkat kecemasan sedang, tetapi pada beberapa
6
kasus perasaan ini dihubungkan dengan keadaan yang lain dalam kehidupan wanita
seperti kasus perceraian, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Wanita mengalami
kecemasan dapat disebabkan oleh faktor keluarga, media dan lingkungan sosial
(Lestari, 2010).
Salah faktor yang memengaruhi perilaku ibu menopause dalam menghadapi
kecemasan adalah motivasi. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri untuk terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan. Sikap mental
yang pro dan positif terhadap situasi itulah yang memperkuat motivasi. Sikap mental
seseorang haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikologis (siap
secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, seseorang secara mental siap, fisik
sehat, memahami situasi dan kondisi (Prabu, 2012).
Motivasi terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrensik. Motivasi intrinsik yaitu
hal dan keadaan yang datang dari dalam diri dan merupakan pendorong untuk
melakukan kegiatan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang
datang dari luar individu dan merupakan pengaruh dari orang tua atau lingkungan,
keluarga dan orang lainnya, misalnya seorang suami yang memberikan perhatian
kepada istrinya dapat membuat istrinya merasa nyaman (Purwanto, 1999). Faktorfaktor yang memengaruhi motivasi intrinsik adalah kebutuhan (need), harapan
(expectancy) dan minat. Sedangkan faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh dorongan
keluarga, lingkungan sosial dan media informasi (Taufik, 2007).
Ibu mempunyai motivasi yang kuat dalam dirinya (intrinsik) tentunya
memiliki keinginan atau minat yang besar untuk mengatasi kecemasan akibat
7
sindrom menopause yang dirasakannya atau mempersiapkan diri untuk menghadapi
gejala tersebut. Namun bila ibu mempunyai motivasi rendah merasa kurang peduli
dalam mengatasi gejala tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami tingkat
stress atau depresi yang lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit seperti
hipertensi yang mengganggu aktivitas sehari-hari (Julita, 2012).
Faktor intrinsik yang paling utama untuk mendorong ibu menopause
mengurangi kecemasan adalah mempersiapkan diri dengan pengetahuan yang
memadai sebelum datangnya menopause. Ibu dapat menyikapi menopause yang
dialami dengan mempersiapkan dirinya sebelum serta sesudah menopause (Lestari,
2010).
Mengingat
menopause merupakan
masalah
fisiologis,
tetapi
dapat
menyebabkan penerimaan yang berbeda-beda, maka alangkah baiknya jika masalah
menopause diketahui secara jelas oleh setiap wanita. Meskipun tujuan reproduksi
tidak menjadi hal utama di usia ini, perlu adanya pendidikan kesehatan yang
menunjang kesiapan wanita pra menopause dalam menghadapi menopause (Mulyani,
2013).
Perlunya sumber informasi kesehatan tentang sindrom menopause yang
disampaikan oleh petugas kesehatan agar ibu lebih mengerti dan dapat mendorong/
memotivasi dirinya untuk berbuat atau menerapkan perilaku hidup sehat seperti
menjaga kesehatan dengan selalu memeriksakan diri ke sarana kesehatan,
mengkonsumsi makanan sedikit lemak, menghindari kebiasaan merokok, berolahraga
dan istirahat yang cukup (Sibagariang, 2010).
8
Untuk mengurangi perubahan kecemasan menghadapi sindrom menopause
berdasarkan faktor eksternal seperti keharmonisan keluarga dan saling pengertian
antara suami istri dan anggota keluarga lainnya (anak). Pada keluarga yang harmonis
kesiapan menerima proses penuaan makin besar dalam menghadapi kecemasan
disebabkan dukungan, perhatian keluarga yang sangat berarti bagi ibu menopause
(Manuaba, 2009).
Penelitian Sugiarti (2010) meneliti tentang pengaruh faktor internal berupa
kepercayaan diri dan faktor eksternal berupa dukungan keluarga terhadap kecemasan
dalam menghadapi menopause pada ibu menunjukkan hasil bahwa tidak ada
hubungan faktor kepercayaan diri ibu terhadap kecemasan yang dialami saat ini.
Namun ada hubungan negatif faktor dukungan keluarga dengan kecemasan ibu
menjalani menopause. Keluarga merupakan lingkungan yang dapat menjadikan
wanita merasa aman. Oleh karenanya, seorang wanita yang mendapat dukungan
keluarga terutama pada saat menghadapi masa pra menopause, akan merasa mendapat
perhatian, kepedulian, perlindungan serta rasa aman dari orang-orang di sekitarnya.
Ketidaksiapan seorang wanita dalam menghadapi perubahan pada masa
menopause juga disebabkan oleh kurangnya informasi yang benar tentang menopause
dapat memperberat sindrom menopause terutama gejala kecemasan. Sebagian besar
wanita mendapatkan pengetahuan tentang menopause dari pengalaman orang lain saja
(teman), sehingga mereka kurang mendapatkan informasi yang konkret tentang hal
tersebut. Akibatnya mereka juga belum siap mental menghadapi perubahan yang
terjadi baik fisik maupun psikologis. Sebagaimana penelitian Fonna (2012)
9
menyimpulkan bahwa 54,7% ibu yang tidak siap mental menghadapi menopause di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen. Ketidaksiapan mental tersebut
disebabkan ibu kurang pengetahuan dan minimnya informasi yang diperoleh dari
petugas kesehatan karena petugas kesehatan belum menjalankan perannya sebagai
motivator, edukator, dan fasilitator dengan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara terdiri dari 13 desa dengan jumlah wanita
sebanyak 14.016 jiwa dengan ibu berusia 40-60 tahun yaitu orang 2.917 jiwa. Hasil
wawancara dengan 10 orang dari jumlah tersebut tentang motivasi yang datang dari
dalam dirinya untuk berusaha menghadapi menopause menyatakan belum
mempersiapkan dengan baik atau mengatasi keluhan menopause seperti rendahnya
minat atau keinginan mencari informasi tentang sindrom menopause yang mungkin
terjadi dan cara mengatasinya. Ibu juga menyatakan informasi tentang keluhan
tersebut diperoleh dari teman yang kebenarannya belum dapat terjamin. Media
informasi sangat penting untuk mengatasi berbagai keluhan yang dialami supaya
dapat menjadi pedoman dalam mengurangi kecemasan yang terjadi.
Demikian juga hasil wawancara ibu terhadap faktor ekstrinsik seperti peran
atau dukungan suami sebagai pendorong dalam menghadapi keluhan kecemasan yang
dirasakan, dimana suami atau keluarga kurang memberikan pengertian dan perhatian
disebabkan kesibukan pekerjaan. Suami juga kurang memperhatikan perkembangan
psikologis yang dialami ibu saat ini disebabkan komunikasi dalam membicarakan
tentang
kondisi
ibu
jarang
terkondisikan.
Teman-teman
ibu
juga
jarang
10
membicarakan bagaimana menghadapi kecemasan akibat menopause. Justru mitos
yang timbul dari teman-temannya tentang menopause dapat membuat ibu mengalami
kecemasan seperti memasuki menopause menyebabkan hilangnya kecantikan yang
selama ini dibanggakan sehingga khawatir suami mengganti yang lebih muda dan
anak yang sudah dewasa tidak lagi membutuhkan ibunya. Ada juga ibu menopause
harus berjuang sendiri untuk mencari nafkah keluarga agar kebutuhan sehari-hari
terpenuhi sehingga kondisi ini dapat mempercepat ibu mengalami kecemasan. Dari
10 orang ibu yang diwawancarai dengan terlebih dahulu penulis menyebutkan
sindrom yang akan dialami pada masa menopause diantaranya 6 orang (60%) merasa
cemas dengan 3 orang (30%) akan berusaha mengatasinya dan 1 orang (10%) kurang
memperdulikan gejala tersebut.
Upaya tenaga kesehatan di Puskesmas Pijorkoling dalam melakukan
konseling khususnya bagi ibu yang mengalami kecemasan karena sindrom
menopause belum berjalan dengan baik, disebabkan banyaknya pasien dan kurangnya
waktu menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas mereka secara
maksimal, dengan kata lain peran tenaga kesehatan sering tidak dapat dijalankan
secara bersamaan.
Berdasarkan fenomena tersebut yang melatarbelakangi penulis meneliti
tentang Hubungan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Kecemasan Ibu dalam
Menghadapi Sindrom Menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
11
1.2. Permasalahan
Apakah ada hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kecemasan
ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis hubungan
motivasi
intrinsik
(kebutuhan, harapan,
minat) dan ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media informasi) dengan
kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas
Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan motivasi intrinsik (kebutuhan, harapan, minat) dengan kecemasan
ibu dalam menghadapi sindrom menopause.
2. Ada hubungan motivasi ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media
informasi) dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini nantinya adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan
Bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi berkaitan dengan motivasi ibu
memasuki usia menopause dalam menghadapi sindrom menopause sehingga dapat
12
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Daerah Kota
Padangsidimpuan dalam program kesehatan ibu.
2. Bagi Masyarakat
Bermanfaat untuk memberikan informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang
memasuki usia menopause sehingga dapat mengurangi kecemasan disebabkan
sindrom menopause.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Bermanfaat
sebagai
sumber
informasi
dan
bahan
pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan ibu.
kepustakaan
dalam
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menjadi tua merupakan suatu proses bagian dari kehidupan seseorang, dan
sudah terjadi sejak konsepsi dalam kandungan hingga berlangsung terus sepanjang
kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan, yang bersifat umum dan
irreversible. Sudah merupakan hukum alam, bahwa dalam kehidupan manusia tidak
dapat melepaskan diri dari peristiwa hidup yang pada dasarnya akan dialami oleh
semua manusia, sebagai resiko dari perkembangan manusia, seperti krisis identitas
pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita
Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap wanita adalah
menopause. Menopause adalah periode menstruasi terakhir yang dialami oleh wanita
berumur 40-60 tahun. Saat memasuki menopause, hormon yang mengatur siklus
menstruasi yaitu estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium turun
dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon Follicle Stimulating Hormone
dan Luteinizing Hormone yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak
(Rebecca, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO),
pada tahun 2000, total populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia
1
2
mencapai 645 juta orang, tahun 2010 mencapai 894 juta orang dan diperkirakan pada
tahun 2030 mendatang jumlah perempuan di dunia yang memasuki masa menopause
akan mencapai 1,2 milyar orang. Artinya sebanyak 1,2 milyar perempuan akan
memasuki usia lebih 50 tahun, dan angka itu merupakan tiga kali lipat dari angka
sensus tahun 1990 jumlah perempuan menopause (Mulyani, 2013).
Jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk tahun 2000 mencapai
205,1 juta dan terjadi peningkatan menjadi 248,4 juta pada tahun 2014. Menurut
proyeksi penduduk Indonesia tahun 2013 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah
perempuan berusia di atas 40 sampai 59 tahun adalah 26,1 juta orang (Kemenkes RI,
2014). Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah perempuan yang hidup dalam usia
menopause di Indonesia 30,3 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS)
diperkirakan akan ada 60 juta wanita menopause pada tahun 2025 (Baziad, 2010).
Data Provinsi Sumatera Utara sendiri disebutkan jumlah wanita adalah 6,4
juta jiwa tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,6 juta jiwa tahun 2013. Kondisi ini
disebabkan usia harapan hidup wanita semakin meningkat. Jumlah wanita menopasue
berumur 40-60 tahun pada tahun 2013 sebesar 1,4 juta jiwa. (Dinkes Sumatera Utara,
2014). Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan tahun
2013 jumlah wanita yang tergolong menopause berumur 40 sampai dengan 60 tahun
yaitu 25.817 jiwa dari 191. 554 jiwa.
Perubahan memasuki menopause biasanya diikuti dengan berbagai gejolak
atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat
memengaruhi berbagai aspek kehidupan wanita. Aspek fisik seperti: ketidakteraturan
3
siklus haid, rasa panas pada vagina, kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat di
malam hari, sulit tidur, badan menjadi gemuk, dan timbul penyakit. Aspek psikologis
seperti: ingatan menurun, cemas, mudah tersinggung, stres, dan depresi (Proverawati,
2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson dalam Christiani, (2000) di
Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3% pasien
mengalami depresi dan kecemasan. Glasier (2006) menyatakan wanita Indonesia
yang memasuki masa menopause saat ini sebanyak 7,4% dari populasi. Jumlah
tersebut diperkirakan menjadi 11% pada 2005, kemudian naik lagi sebesar 14% pada
2015. Sedangkan yang mengalami perubahan psikologis seperti mudah tersinggung,
merasa takut, gelisah, lekas marah sebanyak 90%, gangguan tidur 50%, dan
depresi 70%.
Hasil penelitian Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara dalam Hardians (2005), keluhan masalah kesehatan yang dihadapi
oleh perempuan menopause dengan sindrom menopause seperti gejala fisik antara
lain keluhan nyeri senggama 93,33%, perdarahan pasca senggama 84,44%, vagina
kering 93,33%, dan keputihan 75,55%, gatal pada vagina 88,88%, perasaan panas
pada vagina 84,44%, nyeri berkemih 77,77%, inkontenensia urin 68,88%.
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya sindrom menopause pada wanita
bukan hanya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal dan perubahan estrogen,
tetapi juga dikaitkan dengan pola diet, gaya hidup, dan faktor keturunan. Sikap positif
wanita dalam menjalani menopouse turut dipengaruhi oleh pengetahuan dan latar
4
belakang masing-masing wanita. Disisi lain, lingkungan keluarga yang memberikan
dukungan kepada wanita menopause untuk berperilaku hidup sehat dapat mengurangi
ketidaknyaman dalam menjalani menopause (Kasdu, 2004).
Munculnya perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita menopause inilah
individu harus berusaha untuk tetap berpikir positif. Sudah menjadi kodrat alam
bahwa dengan bertambahnya usia wanita akan menimbulkan berbagai perubahan
mental. Perubahan dalam kehidupan wanita ini dapat mengganggu kestabilan emosi
seperti cemas atau depresi (Proverawati, 2010).
Masalah kecemasan ini merupakan salah satu hal yang sangat mengganggu
kesehatan jiwa seorang ibu yang sedang menjalani menopause yang ditandai dengan
perasaan takut, khawatir, stres, depresi dan adanya penolakan terhadap menopause.
Kecemasan merupakan faktor fisiologis pada wanita menopause yang paling sering
terjadi, terutama kecemasan yang menyertai perubahan-perubahan kondisi fisiknya.
Perubahan seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan fisik
maupun psikisnya tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan.
Kecemasan akan semakin menjadi-jadi ketika wanita menopause mengembangkan
perasaan negatif tentang masalah-masalah menopause yang ada (Papalia, 2008).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability RTA, masih baik),
kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of
personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Gejala
5
kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen
utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan. Secara klinis gejala kecemasan dibagi
dalam beberapa kelompok yaitu, gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik,
gangguan phobik, dan gangguan obsesif-kompulsif. Diperkirakan jumlah orang yang
menderita kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk,
dengan perbandingan antara wanita dan pria yaitu 2 banding 1. Tingkat kecemasan
seseorang dapat diukur berdasarkan model Hamilton Rating Scale for Anxiate (HRSA) (Hawari, 2013).
Kecemasan terhadap sindrom menopause yang muncul pada wanita sering
dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang
sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Umumnya mereka tidak mendapat informasi
yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setelah
memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang
berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi
tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan
fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya
sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya
dengan suami maupun lingkungan sosialnya seperti gangguan pekerjaan. Selain itu,
usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang
sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua (Rostina, 2009).
Beberapa wanita yang mengalami menopause mengeluhkan depresi dan
peningkatan sensitivitas diri serta tingkat kecemasan sedang, tetapi pada beberapa
6
kasus perasaan ini dihubungkan dengan keadaan yang lain dalam kehidupan wanita
seperti kasus perceraian, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Wanita mengalami
kecemasan dapat disebabkan oleh faktor keluarga, media dan lingkungan sosial
(Lestari, 2010).
Salah faktor yang memengaruhi perilaku ibu menopause dalam menghadapi
kecemasan adalah motivasi. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri untuk terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan. Sikap mental
yang pro dan positif terhadap situasi itulah yang memperkuat motivasi. Sikap mental
seseorang haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikologis (siap
secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, seseorang secara mental siap, fisik
sehat, memahami situasi dan kondisi (Prabu, 2012).
Motivasi terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrensik. Motivasi intrinsik yaitu
hal dan keadaan yang datang dari dalam diri dan merupakan pendorong untuk
melakukan kegiatan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang
datang dari luar individu dan merupakan pengaruh dari orang tua atau lingkungan,
keluarga dan orang lainnya, misalnya seorang suami yang memberikan perhatian
kepada istrinya dapat membuat istrinya merasa nyaman (Purwanto, 1999). Faktorfaktor yang memengaruhi motivasi intrinsik adalah kebutuhan (need), harapan
(expectancy) dan minat. Sedangkan faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh dorongan
keluarga, lingkungan sosial dan media informasi (Taufik, 2007).
Ibu mempunyai motivasi yang kuat dalam dirinya (intrinsik) tentunya
memiliki keinginan atau minat yang besar untuk mengatasi kecemasan akibat
7
sindrom menopause yang dirasakannya atau mempersiapkan diri untuk menghadapi
gejala tersebut. Namun bila ibu mempunyai motivasi rendah merasa kurang peduli
dalam mengatasi gejala tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ibu mengalami tingkat
stress atau depresi yang lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit seperti
hipertensi yang mengganggu aktivitas sehari-hari (Julita, 2012).
Faktor intrinsik yang paling utama untuk mendorong ibu menopause
mengurangi kecemasan adalah mempersiapkan diri dengan pengetahuan yang
memadai sebelum datangnya menopause. Ibu dapat menyikapi menopause yang
dialami dengan mempersiapkan dirinya sebelum serta sesudah menopause (Lestari,
2010).
Mengingat
menopause merupakan
masalah
fisiologis,
tetapi
dapat
menyebabkan penerimaan yang berbeda-beda, maka alangkah baiknya jika masalah
menopause diketahui secara jelas oleh setiap wanita. Meskipun tujuan reproduksi
tidak menjadi hal utama di usia ini, perlu adanya pendidikan kesehatan yang
menunjang kesiapan wanita pra menopause dalam menghadapi menopause (Mulyani,
2013).
Perlunya sumber informasi kesehatan tentang sindrom menopause yang
disampaikan oleh petugas kesehatan agar ibu lebih mengerti dan dapat mendorong/
memotivasi dirinya untuk berbuat atau menerapkan perilaku hidup sehat seperti
menjaga kesehatan dengan selalu memeriksakan diri ke sarana kesehatan,
mengkonsumsi makanan sedikit lemak, menghindari kebiasaan merokok, berolahraga
dan istirahat yang cukup (Sibagariang, 2010).
8
Untuk mengurangi perubahan kecemasan menghadapi sindrom menopause
berdasarkan faktor eksternal seperti keharmonisan keluarga dan saling pengertian
antara suami istri dan anggota keluarga lainnya (anak). Pada keluarga yang harmonis
kesiapan menerima proses penuaan makin besar dalam menghadapi kecemasan
disebabkan dukungan, perhatian keluarga yang sangat berarti bagi ibu menopause
(Manuaba, 2009).
Penelitian Sugiarti (2010) meneliti tentang pengaruh faktor internal berupa
kepercayaan diri dan faktor eksternal berupa dukungan keluarga terhadap kecemasan
dalam menghadapi menopause pada ibu menunjukkan hasil bahwa tidak ada
hubungan faktor kepercayaan diri ibu terhadap kecemasan yang dialami saat ini.
Namun ada hubungan negatif faktor dukungan keluarga dengan kecemasan ibu
menjalani menopause. Keluarga merupakan lingkungan yang dapat menjadikan
wanita merasa aman. Oleh karenanya, seorang wanita yang mendapat dukungan
keluarga terutama pada saat menghadapi masa pra menopause, akan merasa mendapat
perhatian, kepedulian, perlindungan serta rasa aman dari orang-orang di sekitarnya.
Ketidaksiapan seorang wanita dalam menghadapi perubahan pada masa
menopause juga disebabkan oleh kurangnya informasi yang benar tentang menopause
dapat memperberat sindrom menopause terutama gejala kecemasan. Sebagian besar
wanita mendapatkan pengetahuan tentang menopause dari pengalaman orang lain saja
(teman), sehingga mereka kurang mendapatkan informasi yang konkret tentang hal
tersebut. Akibatnya mereka juga belum siap mental menghadapi perubahan yang
terjadi baik fisik maupun psikologis. Sebagaimana penelitian Fonna (2012)
9
menyimpulkan bahwa 54,7% ibu yang tidak siap mental menghadapi menopause di
Puskesmas Kota Juang Kabupaten Bireuen. Ketidaksiapan mental tersebut
disebabkan ibu kurang pengetahuan dan minimnya informasi yang diperoleh dari
petugas kesehatan karena petugas kesehatan belum menjalankan perannya sebagai
motivator, edukator, dan fasilitator dengan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara terdiri dari 13 desa dengan jumlah wanita
sebanyak 14.016 jiwa dengan ibu berusia 40-60 tahun yaitu orang 2.917 jiwa. Hasil
wawancara dengan 10 orang dari jumlah tersebut tentang motivasi yang datang dari
dalam dirinya untuk berusaha menghadapi menopause menyatakan belum
mempersiapkan dengan baik atau mengatasi keluhan menopause seperti rendahnya
minat atau keinginan mencari informasi tentang sindrom menopause yang mungkin
terjadi dan cara mengatasinya. Ibu juga menyatakan informasi tentang keluhan
tersebut diperoleh dari teman yang kebenarannya belum dapat terjamin. Media
informasi sangat penting untuk mengatasi berbagai keluhan yang dialami supaya
dapat menjadi pedoman dalam mengurangi kecemasan yang terjadi.
Demikian juga hasil wawancara ibu terhadap faktor ekstrinsik seperti peran
atau dukungan suami sebagai pendorong dalam menghadapi keluhan kecemasan yang
dirasakan, dimana suami atau keluarga kurang memberikan pengertian dan perhatian
disebabkan kesibukan pekerjaan. Suami juga kurang memperhatikan perkembangan
psikologis yang dialami ibu saat ini disebabkan komunikasi dalam membicarakan
tentang
kondisi
ibu
jarang
terkondisikan.
Teman-teman
ibu
juga
jarang
10
membicarakan bagaimana menghadapi kecemasan akibat menopause. Justru mitos
yang timbul dari teman-temannya tentang menopause dapat membuat ibu mengalami
kecemasan seperti memasuki menopause menyebabkan hilangnya kecantikan yang
selama ini dibanggakan sehingga khawatir suami mengganti yang lebih muda dan
anak yang sudah dewasa tidak lagi membutuhkan ibunya. Ada juga ibu menopause
harus berjuang sendiri untuk mencari nafkah keluarga agar kebutuhan sehari-hari
terpenuhi sehingga kondisi ini dapat mempercepat ibu mengalami kecemasan. Dari
10 orang ibu yang diwawancarai dengan terlebih dahulu penulis menyebutkan
sindrom yang akan dialami pada masa menopause diantaranya 6 orang (60%) merasa
cemas dengan 3 orang (30%) akan berusaha mengatasinya dan 1 orang (10%) kurang
memperdulikan gejala tersebut.
Upaya tenaga kesehatan di Puskesmas Pijorkoling dalam melakukan
konseling khususnya bagi ibu yang mengalami kecemasan karena sindrom
menopause belum berjalan dengan baik, disebabkan banyaknya pasien dan kurangnya
waktu menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas mereka secara
maksimal, dengan kata lain peran tenaga kesehatan sering tidak dapat dijalankan
secara bersamaan.
Berdasarkan fenomena tersebut yang melatarbelakangi penulis meneliti
tentang Hubungan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Kecemasan Ibu dalam
Menghadapi Sindrom Menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
11
1.2. Permasalahan
Apakah ada hubungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan kecemasan
ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling
Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis hubungan
motivasi
intrinsik
(kebutuhan, harapan,
minat) dan ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media informasi) dengan
kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause di Wilayah Kerja Puskesmas
Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2015.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan motivasi intrinsik (kebutuhan, harapan, minat) dengan kecemasan
ibu dalam menghadapi sindrom menopause.
2. Ada hubungan motivasi ekstrinsik (dukungan keluarga, lingkungan, media
informasi) dengan kecemasan ibu dalam menghadapi sindrom menopause.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini nantinya adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan
Bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi berkaitan dengan motivasi ibu
memasuki usia menopause dalam menghadapi sindrom menopause sehingga dapat
12
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Daerah Kota
Padangsidimpuan dalam program kesehatan ibu.
2. Bagi Masyarakat
Bermanfaat untuk memberikan informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang
memasuki usia menopause sehingga dapat mengurangi kecemasan disebabkan
sindrom menopause.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Bermanfaat
sebagai
sumber
informasi
dan
bahan
pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan ibu.
kepustakaan
dalam