Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011) Chapter III V

BAB III
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA
PEMBAGIAN WARIS POLIGAMI

A. Tipologi Mediator dan Proses Pelaksanaan Mediasi
1.

Tipologi Mediator
Beraneka ragam tipologi mediator yang dikemukakan oleh para ahli

Christopher W. Moore82 diantaranya, yang menyebutkan ada tiga tipe tipologi
mediator, yaitu:
1. Mediator sosial (social network mediator);
2. Mediator otoritatif (authoritative mediator); dan
3. Mediator mandiri (independent mediator).
1.

Tipologi Pertama
Mediator berperan dalam sebuah sengketa atas dasar adanya hubungan sosial
antara mediator dan para pihak yang bersangkutan. Mediator dalam tipologi ini
sebagai bagian sebuah jalinan atau hubungan sosial yang ada atau tengah

berlangsung. Seseorang yang membantu menyelesaikan sengketa, misalnya
antara dua tetangganya, rekan sekerjanya, teman usahanya, atau antara
kerabatannya digolongkan dalam tipologi pertama ini. Begitu pula jika seorang
tokoh masyarakat atau agama yang dikenal oleh pihak-pihak yang bertikai

82

Christopher W. Moore, The Mediation Process; Practical Strategies for Resolving Conflict
San Fransisco: Jossey Bass Publisher, 1996, hal 41-45 dalam Rachmadi Usman, SH, M.H. Pilihan
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 113.

53

Universitas Sumatera Utara

54

membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi, dapat digolongkan ke dalam
mediator hubungan sosial.
2. Tipologi Kedua83

Mediator

berusaha

membantuk

pihak-pihak

yang

bersangkutan

untuk

menyelesaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka dan memiliki posisi kuat
atau berpengaruh sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk
mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi. Akan tetapi, seorang
mediator otoritatif selama menjalankan perannya tidak menggunakan kewenangan
atau pengaruh itu karena didasarkan pada keyakinan atau pandangannya bahwa
pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus bukanlah ditentukan oleh dirinya

selaku pihak yang berpengaruh atau berwenang, melainkan harus dihasilkan oleh
upaya pihak-pihak yang bersengketa sendiri.Namun dalam situasi-situasi tertentu,
mediator otoritatif mungkin akan memberikan batsan-batasan kepada para pihak
dalam upaya mereka mencari pemecahan masalah. Selain itu, mediator otoritatif
mungkin juga memberikan semacam ancaman kepada para pihak bahwa jika para
pihak sendiri tidak dapat mencari pemecahan masalah melalui pendekatan
kolaboratif atau kooperatif, mediator otoritatiflah yang akhirnya membuat
keputusan untuk penyelesaian yang harus diterima oleh para mediator tipologi ini
dapat dibedakan lagi antara lain:
a. Mediator benevolent (benevolent mediator)
Mediator benevolent mempunyai ciri-ciri :
83

Ibid, hal. 115.

Universitas Sumatera Utara

55

1) Dapat atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak.

2) Mencari penyelesaian terbaik bagi para pihak.
3) Tidak berpihak dalam hal hasil substantif.
4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan
implementasi kesepakatan.
b. Mediator administratif manajerial (administrative manajerial mediators)
Mediator administratif manajerial mempunyai ciri-ciri :
1) Memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak sebelum dan sesudah
sengketa berakhir.
2) Mencari penyelesaian yang diupayakan bersama-sama dengan para pihak
dalam ruang lingkup ukuran manfaat atau kewenangannya.
3) Berwenang untuk member nasihat, saran dan jika para pihak tidak berhasil
mencapai kesepakatan, ia juga berwenang memutuskan.
4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan
implementasi kesepakatan.
c. Mediator vested interest (vested interest mediators)
Mediator vested interest (vested interest mediators) mempunyai ciri-ciri :
1) Memiliki hubungan dengan para pihak atau diharapkan memiliki
hubungan masa depan dengan para pihak.
2) Memiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir.
3) Mencari penyelesaian yang dapat memenuhi kepentingan mediator atau

kepentingan pihak yang disukai.

Universitas Sumatera Utara

56

4) Kemungkinan memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan
implementasi kesepakatan.
5) Kemungkinan dapat menggunakan tekanan agar para pihak mencapai
kesepakatan.
3. Tipologi Ketiga84
Mediator mandiri adalah mediator yang menjaga jarak baik antara pihak maupun
dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak.Mediator tipologi ini
lebih

banyak

ditemukan

dalam


masyarakat

atau

budaya

yang

telah

mengembangkan tradisi kemandirian dan menghasilkan mediator-mediator
professional. Anggota-anggota dalam masyarakat seperti ini cenderung lebih
menyukai permintaan bantuan kepada “orang luar” yang tidak memiliki
kepentingan sosial sebelumnya dengan para pihak atau terhadap masalah yang
timbul. Anggota-anggota masyarakat itu lebih mengandalkan para professional
speasialis dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.Keadaan ini
dapat dilihat atau dibuktikan dengan telah lahir dan berkembangnya profesi
mediator seperti halnya profesi pengacara, akuntansi dan dokter.Model mediasi
ini dipraktikkan atau berkembang di Amerika Utara. Di Amerika Serikat sendiri

telah berdiri kantor-kantor professional mediator, misalnya Collaborative
Decision Resources (CDR) di Boulder, The Institute of Envoronmental Mediation
di Seattle, JAMSen Dispute di Seattle, Confluence North West di Portliand
Oregon dan Community DisputeResolution Center di Ithaca. Dengan telah
84

Ibid, hal. 117

Universitas Sumatera Utara

57

lahirnya asosiasi mediator professional di Amerika Serikat tersebut maka lahirlah
yang disebut Society in Professional Dispute Resolution (SPIDER).
2.

Proses Pelaksanaan Mediasi
Proses pelaksanaan mediasi yang dilakukan oleh mediator beberapa tahapan.

Masing-masing ahli membagi penahapan proses pelaksanan mediasi tersebut berbeda.

Sesungguhnya penahapan proses ini dimaksudkan memberikan kemudahan kepada
para pihak yang bersengketa dengan bantuan mediator untuk mencapai kesepakatan
bersama yang merupakan akhir dari penyelesaian konflik melalui mediasi pembagian
penahapan proses pelaksanaan mediasi menurut para ahli tersebut sebagai berikut:85
a. Christopher W. Moore
Pernyataan (statement) Pembuka oleh mediator.
Statement pembuka adalah pidato atau monolog singkat yang dibuat oleh
mediator dan/atau pihak-pihak yang bersengketa yang menggambarkan secara
garis besar alasan-alasan pokok yang mendasari terjadinya negosiasi.
Kerangka garis besar berikut ini tujukan untuk menolong mediator dan pihakpihak terlibat untuk menjadi lebih efektif dalam negosiasi.
Tujuan :86
1) Membuka pengantar tatap muka.
2) Menciptakan suasana positif.

85

Rachmadi Usman, SH, M.H. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal 118.
86
Ibid. Hal. 120.


Universitas Sumatera Utara

58

3) Memberitahukan kepada pihak-pihak terlibat mengenai proses negosiasi /
mediasi.
4) Mencapai kesepakatan mengenai patokan perilaku (tata cara).
5) Mendapatkan komitmen untuk memulai proses.
Prosedur :87
1) Memperkenalkan diri sendiri sebagai mediator.
2) Ucapkan selamat datang kepada semua pihak dan perkokoh kesediaan
mereka untuk membahas masalah atau menegosiasikan penyelesaian
masalah.
3) Ulas kembali alasang mengapa pihak-pihak terlibat harus datang
berkumpul dengan penjelasan yang bersifat netral.
4) Jelaskan bahwa proses mediasi adalah :
(a) Suatu upaya oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai
kesepakatan mereka sendiri melalui diskusi atau negosiasi.
(b) Bersifat sukarela, tanpa paksaan.

5) Jelaskan peran anda :
(a) Sebagai pihak netral/tidak memihak siapapun.
(b) Sebagai pembantu untuk memperlancar prsoes.
(c) Bahwa anda bukanlah seorang pembuat keputusan.
6) Jelaskan proses pemecahan masalah :
(a) Setiap orang akan berbicara dan menjelaskan situasi.
87

Ibid. Hal. 121.

Universitas Sumatera Utara

59

(b) Pada peserta negosiasi akan melakukan kesepakatan terhadap topiktopik tertentu untuk pembahasan.
(c) Para peserta akan membuat agenda.
(d) Para peserta akan saling menjelaskan kepada semua pihak mengenai
kepentingan dan kebutuhan mereka.
(e) Peran serta akan mendiskusikan butir-butir agenda satu persatu.
(f) Para peserta akan mencari pemecahan masalah yang memuaskan

semua pihak.
(g) Kesepakatan akan ditulis dan diformalisasikan menurut keinginan para
pihak bersengketa.
7) Jelaskan batas-batas kerahasiaan ancaman-ancaman fisik yang akan segera
terjadi atau kejadian yang sedang terjadi dalam bentuk kerugian fisik
terhadap para negosiasi atau pihak yang berhubungan dengan negosiasi.
8) Jelaskan proses dan keinginan untuk mendapatkan bimbingan hukum dan
peninjauan ulang sebelum, selama, dan pada akhir negosiasi.
9) Jelaskan kegunaan pertemuan-pertemuan tertutup.
10) Identifikasi dengan pihak-pihak terlibat, panduan prosedural yang bias
menolong mereka untuk bernegosiasi dengan cara yang efektif.
11) Mintalah peserta untuk mengajukan pertanyaan dan jawablah pertanyaan
yang ditanyakan oleh pihak-pihak yang bersengketa.
12) Dapatkan komitmen dari masing-masing pihak untuk memulai negosiasi,
baik secara lisan maupun tulis.

Universitas Sumatera Utara

60

Selanjutnya, oleh Christopher W. Moore88 dikemukakan pula sejumlah
kondisi yang harus menyertai mediasi agar menjadi sangat efektif.Kondisi yang harus
menyertai mediasi agar menjadi sangat efektif.Ketiadaan kondisi-kondisi dimaksud
bukan berarti bahwa keberhasilan mediasi tidak mungkin lagi dicapai.Hal ini berarti
persengketaan tanpa ciri-ciri tersebut kurang dapat diselesaikan dengan merumuskan
dibandingkan jika kondisi-kondisi tersebut dipenuhi. Adapun kondisi-kondisi
dimaksud, seperti dibawah ini :
1) Pihak-pihak yang terlibat pernah bekerja sama dan berhasil dalam
menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal.
2) Pihak-pihak yang terlibat tidak mempunyai sejarah panjang hubungan
adversarial atau litigasi sebelum melakukan proses mediasi.
3) Jumlah

pihak

yang

terlibat

dalam

persengketaan

terbatas

dan

pengangkatan tersebut tidak menyebar luas sampai ke pribadi-pribadi atau
kelompok-kelompok yang berada di luar masalah.
4) Masalah-masalah yang menimbulkan sengketa tidak terlalu banyak
jumlahnya dan pihak-pihak yang terlibat telah sepakat untuk membahas
beberapa masalah saja.
5) Kemarahan dan kekasaran dari satu pihak ke pihak lain tidak besar atau
dalam tingkat rendah.
6) Pihak-pihak yang terlibat mempunyai atau mungkin baru menjalin suatu
hubungan yang telah dan sedang berlangsung.
88

Ibid., hal 122.

Universitas Sumatera Utara

61

7) Pihak-pihak yang berkeinginan tinggi untuk mencari jalan keluar dari
persengketaan.
8) Pihak-pihak yang terlibat menerima campur tangan dan bantuan pihak
ketiga.
9) Terdapat tekanan dari luar untuk menyelesaikan sengketa (waktu,
keuntungan-keuntungan yang semakin mengecil akibat sengketa, akibatakibat sengketa yang terkirakan).
10) Pihak-pihak yang bersengketa mempunyai keterikatan psikologis kecil,
termasuk keakraban yang bersifat negatif baik antara satu dan yang
lainnya maupun persengketaan itu sendiri.
11) Terdapat sumber-sumber daya yang memadai untuk mempengaruhi
sebuah kompromi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas cenderung
menciptakan hubungan yang kompetitif dan membuat orang untuk
memperjuangkan jalan keluar yang memenangkan pihak tertentu saja
(win/lose outcomes).
12) Pihak-pihak yang mempunyai kemampuan untuk mengangkat pihak lain
(kemampuan) untuk memberikan penghargaan atau menimbulkan
kerugian).
a. Gary Goodpaster
Senada dengan itu Gary Goodpaster

89

menyatakan mediasi tidak selalu tepat

untuk diterapkan terhadap semua sengketa atau tidak selalu diperlukan untuk

89

Gary Goodpaster, Tinjauan terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Seri Dasar-Dasar
Hukum Ekonomi 2. Arbitrase di Indonesia. (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal 17

Universitas Sumatera Utara

62

menyelesaikan semua persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi akan berfungsi
dengan baik bilamana sesuai dengan beberapa syarat berikut:
1) Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding.
2) Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan.
3) Terdapat banyak persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran
(trade offs).
4) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.
5) Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan
mendalam.
6) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut mereka tidak
memiliki penghargaan yang banyak tetapi dapat dikendalikan.
7) Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting
dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak.
8) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan
pelaku lainnya, seperti para pengacara dan penjamin tidak akan
diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi.
Gary Goodpaster,90 membagi proses pelaksanaan mediasi berlangsung melalui
empat jenjang atau penahapan, yaitu :
1) Tahap pertama : menciptakan forum.

90

Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Sebuah Pedoman Negosiasi dan
Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1983), hal 246-256

Universitas Sumatera Utara

63

Dalam tahap pertama ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan mediator
adalah:
(a) Mengadakan pertemuan bersama.
(b) Menyampaikan pernyataan pembukaan.
(c) Membimbing para pihak.
(d) Menetapkan aturan dasar perundingan.
(e) Mengembangkan hubungan dan kepercayaan di antara para pihak.
(f) Mendengarkan pernyataan-pernyataan para pihak.
(g) Mengadakan atau melakukan “hearing” dengan para pihak.
(h) Mengembangkan atau menyampaikan dan melakukan klarifikasi
informasi.
(i) Menciptakan interaksi model dan disiplin.
2) Tahap kedua : pengumpulan dan pembagian informasi.
Dalam tahap ini, mediator akan mengadakan pertemuan-pertemuan secara
terpisah atau dinamakan dengan kaukus-kaukus terpisah guna:
(a) Mengembangkan informasi lanjutan.
(b) Melakukan eksploitasi yang mendalam mengenai keinginan atau
kepentingan para pihak.
(c) Membantu para pihak dalam menafsir dan menilai kepentingan.
(d) Membimbing para pihak dalam tawar-menawar penyelasaian masalah.
3) Tahap ketiga: penyelesaian masalah.

Universitas Sumatera Utara

64

Dalam tahap ketiga ini, mediator dapat mengadakan pertemuan bersama
atau “kaukus-kaukus” terpisah sebagai tambahan atau kelanjutan dari
sebelumnya dengan maksud untuk:
(a) Menyusun dan menetapkan agenda.
(b) Merumuskan kegiatan-kegiatan penyelesaian masalah.
(c) Meningkatkan kerja sama.
(d) Melakukan identifikasi dan klasifikasi isu dan masalah.
(e) Mengadakan pilihan penyelesaian masalah.
(f) Membantu melakukan pilihan penafsiran.
(g) Membantu para pihak dalam menafsir, menilai dan membuat prioritas
kepentingan-kepentingan mereka.
4) Tahap keempat: pengambilan keputusan :
(a) Mengadakan kaukus-kaukus dan pertemuan-pertemuan bersama.
(b) Melakukan peraturan, mengambil sikap dan membantu para pihak.
(c) Mengevaluasi paket-paket pemecahan masalah.
(d) Membantu para pihak untuk memperkecil perbedaan-perbedaan.
(e) Mengonfirmasi dan mengklarifikasi perjanjian.
(f) Membantu para pihak untuk membandingkan propsosal penyelesaian
masalah dengan pilihan di luar perjanjian.
(g) Mendorong atau mendesak para pihak untuk menghasilkan dan
menerima pemecahan masalah.

Universitas Sumatera Utara

65

(h) Memikirkan formula pemecahan masalah yang win-win solution dan
tidak hilang muka, membantu para pihak melakukan mufakat dengan
pemberi kuasa mereka.
(i) Membantu para pihak membuat pertanda perjanjian.
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami oleh
Mediator
Salah satu sumber obyek sengketa dalam kehidupan sehari-hari antar manusia
satu dengan manusia yang lain, terutama dalam suatu keluarga yang dulunya bersatu
kemudian bercerai-berai adalah persoalan pembagian warisan yang tidak proporsional
sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa warisan
merupakan bentuk harta yang dapat saja membuat orang menjadi kaya raya karena
hal tersebut.Sebaliknya juga orang atau setiap manusia dapat menjadi miskin karena
tidak mendapatkan harta warisan tersebut, bahkan dapat saja membuat setiap orang
menjadi gila sampai meninggal dunia akibat tidak mendapatkan harta warisan.
Berdasarkan kompetensi atau tugas dan kewenangan mengadili dari badan
peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung sebagaimana ketentuan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, badan
peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili persengketaan atau
perkara perdata adalah peradilan umum dan peradilan agama (terhadap perkara
perdata tertentu khusus bagi yang beragama islam). Terkait itu pengadilan itu adalah
peradilan umum yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi serta peradilan agama
yaitu pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama dan pengadilan tertinggi yaitu

Universitas Sumatera Utara

66

Mahkamah Agung, sedangkan proses perkara akan difokuskan pada proses
penyelesaian perkara di pengadilan negeri dan pengadilan agama. Perkara yang
ditangani oleh pengadilan agama adalah perkara tertentu seperti gugat cerai, gugat
waris bagi mereka yang beragama Islam.91
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, ahli waris dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan sengketa
pembagian harta waris. Selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa
juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) yang lazim dinamakan
dengan Alternatif Dispute Resolution (ADR).
Pengunaan mediasi dalam sistem hukum Indonesia selain didasarkan pada
kerangka

peraturan

perundang-undangan

negara,

juga

dipraktikkan

dalam

penyelesaian sengketa dalam lingkup masyarakat adat atau sengketa-sengketa dalam
masyarakat pada umumnya seperti sengketa keluarga, waris, batas tanah, dan
masalah-masalah pidana seperti perkelahian dan pencurian barang dengan nilai-nilai
relative kecil.
Mediasi dapat ditempuh oleh para pihak yang terdiri dari atas dua pihak yang
bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat
dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima
penyelesaian itu. Ada kalanya karena berbagai faktor para pihak tidak mampu
91

I Made Sukadana, Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia
Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana,Cepat, Dan Biaya Ringan. (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2012), hal.55

Universitas Sumatera Utara

67

mencapai penyelesaian sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu (deadlock
stalemate). Situasi ini yang membedakan mediasi dari litigasi. Litigasi pasti berakhir
dengan sebuah penyelesaian hukum, berupa putusan hakim, meskipun penyelesaian
hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa karena ketegangan diantara para
pihak masih berlangsung dan pihak yang kalah selalu tidak puas.92
Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak
mungkin diwujudkan dalam kenyataan. Modal utama penyelesaian sengketa adalah
keinginan dan itikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka.
Keinginan dan itikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga
dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa
yang

melibatkan

pihak

ketiga.

Mediasi

dapat

memberikan

sejumlah

keunggulan/kelebihan, antara lain:93
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif
murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan.
2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka
secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga
mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

92

Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010),hal.13.
93
Ibid

Universitas Sumatera Utara

68

4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya.
5. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi sulit diprediksi dengan
suatu kepastian melalui suatu konsensus.
6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa
karena mereka sendiri yang memutuskannya.
7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu
mengiringi setiapputusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan olehhakim
di pengadilan.
Kelebihan mediasi sangat jauh berbeda dengan penyelesaian sengketa yang
dilakukan dalam proses litigasi. Penyelesaian sengketa secara non litigasi banyak
memberikan keuntungan bagi ahli waris dalam menyelesaikan sengketa pembagian
harta waris. Para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris lebih tepat apabila
memilih jalur non litigasi, yakni dengan mediasi sebagai salah satu alternatif
penyelesaian sengketa pembagian harta waris. Penyelesaian sengketa melalui jalur
litigasi tidak memberikan suatu manfaat dalam sengketa pembagian sengketa waris
ini karena sengketa ini menyangkut hubungan kekeluargaan. Pada sengketa ini ahli
waris tidak hanya menyelesaikan sengketa pembagian harta waris tersebut tetapi juga
mempertahankan tali silatuhrahmi dan menjaga harmonisasi dengan Ahli waris
lainnya. Pada hukum waris Islam menekankan bahwa suatu sengketa waris harus
diselesaikan secara musyawarah dan tidak merusak hubungan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

69

Penyelesaian secara damai merupakan jalan yang terbaik bagi semua pihak,
penggunaan jalur litigasi yang panjang dan berbelit-belit pada akhirnya hanya sebagai
sarana untuk menunjukkan sikap egois semata. Para pihak yang tetap berkeras
menginginkan

agar

penyelesaiannya

diputuskan

oleh

pengadilan

biasanya

mengandung konflik non hukum di luar pokok sengketanya, misalnya diantara para
pihak terlibat konflik emosional, dendam dan sentiment pribadi. Hal inilah yang
sering mengemuka menjadi dinding penghalang terjadinya perdamaian diantara para
pihak.94
Tidak ditempuhnya proses mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tersebut merupakan
suatu pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154RBg sehingga
mengakibatkan putusan atas perkara yang bersangkutan menjadi batal demi hukum.
Hal ini juga berkaitan dengan kewajiban hakim agar dalam pertimbangannya
putusannya menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan
perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang
bersangkutan.
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif Penyelesaian Sengketa
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Secara khusus pengertian dijelaskan
94

D.Y. Witanto,Op.cit, hal.69

Universitas Sumatera Utara

70

dalan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pasal 1 butir 7 yang
berbunyi: "Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator."
Tahap-tahap proses mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dalam Pasal 13 dijelaskan:95
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk
mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.
(2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih
mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada
hakim mediator yang ditunjuk.
(3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak
mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6).
(4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediator dapat diperpanjang
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh)
hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.
(6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan
secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

95

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

Pasal 13.

Universitas Sumatera Utara

71

Dalam kasus yang diangkat kali ini, para pihak sebelumnya telah menempuh
jalur hukum sampai telah mendapatkan keputusan Pengadilan Tingkat Tinggi dan
sedang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung, namun tidak mencapai kepuasan
masing-masing pihak dan akhirnya kedua pihak yang bersengketa memutuskan untuk
melakukan mediasi di luar pengadilan.
Mediasi yang dilakukan oleh para ahli waris akan menghasilkan suatu
kesepakatan atas sengketa yang dialami oleh ahli waris. Ahli waris yang bersengketa
akan mengukuhkan hasil dari kesepakatan yang telah disepakati dalam proses mediasi
untuk mendapatkan kekuatan hukum dan dapat mengikat bagi para ahli waris. Hal ini
diatur dalam Pasal 17 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang menyatakan bahwa:96
1. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai
dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak
wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
3. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan mediator memeriksa materi
kesepakatan

perdamaian

untuk

menghindari

ada

kesepakatan

yang

bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang
memuat itikad tidak baik.

96

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan Pasal 17.

Universitas Sumatera Utara

72

4. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang
telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
5. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
Peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara tersebut secara damai
adalah sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat baik bagi
masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi orang yang mencari keadilan.
Apabila mediator berhasil untuk mendamaikan kedua belah pihak maka dibuat akta
perdamaian dan kedua belah pihak dihukum untuk menaati isi dari akta perdamaian
tersebut. Akta otentik terutama memuat keterangan dari seseorang pejabat yang
menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat dihadapannya. Terkait itu akta
perdamaian merupakan bukti bagi para pihak bahwa sengketa antara para pihak sudah
selesai sama sekali dengan jalan damai.97
Adapun persyaratan formal suatu putusan perdamaian menurut Rachmadi
Usman, sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya98, dijelaskan sebagai berikut:
1.

Persetujuan Untuk Mengakhiri Persengketaan.
Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara jelas mensyaratkan

bahwa persetujuan perdamaian dimaksudkan untuk mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan ataupun untuk mencegah timbulnya suatu perkara. Intinya

97

Victor M.Situmorang, Perdamaian dan Perwasitandalam Hukum Acara Perdata. Jakarta:
Rineka Cipta,1993, hal.34.
98
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 267.

Universitas Sumatera Utara

73

persetujuan perdamaian harus mengakhiri suatu perkara yang dituangkan dalam suatu
akta perdamaian.
Persetujuan perdamaian tersebut harus mengakhiri perkara secara tuntas dan
keseluruhan, tidak boleh ada yang tertinggal. Perdamaian harus membawa para pihak
terlepas dari seluruh sengketa. Tidak ada lagi yang disengketakan karena semuanya
telah diatur dan dirumuskan penyelesaiannya dalam perjanjian. Selama masih ada
yang belum diselesaikan dalam kesepakatan, putusan perdamaian yang dikukuhkan
dalam bentuk penetapan akta perdamaian mengandung cacat formal karena
bertentangan dengan persyaratan yang ditentukan dalam pasal 1851 Kitab UndangUndang Hukum Perdata.99
2.

Putusan Perdamaian Dibuat Secara Tertulis
Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 130 HIR

mensyaratkan putusan perdamaian dibuat secara tertulis, tidak dibenarkan dibuat
secara lisan (oral), artinya dituangkan dalam suatu akta. Pengertian tertulis di sini
tidak hanya dituangkan dalam bentuk akta otentik, dapat saja putusan atau
kesepakatan perdamaian tersebut dituangkan dengan akta di bawah tangan. 100
3.

Dilakukan Para Pihak yang Mempunyai Kekuasaan.
Syarat ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1852 ayat (1) KUH Perdata,

yang mensyaratkan bahwa untuk mengadakan suatu perdamaian haruslah seorang
yang mempunyai kekuasaan atau kewenangan (authorized). Untuk itu, jika tidak
99

M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta : CV. Sinar Grafika, 2008. Hal. 275.
100
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 268.

Universitas Sumatera Utara

74

mempunyai kekuasaan atau kewenangan, ia akan melepaskan haknya atas hal-hal
yang termaktub dalam perdamaian itu. Jadi, pihak yang membuat persetujuan
perdamaian haruslah orang yang mempunyai kewenangan dalam melakukan
perbuatan hukum untuk mengadakan perdamaian.
4.

Para Pihak Menyetujui Perdamaian.
Seperti halnya perjanjian, persetujuan perdamaian dipersyaratkan pula harus

disepakati

para

pihak

yang

bersengketa.

Kesepakatan

perdamaian

harus

dilakukan/dibuat oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan pokok persengketaan. Hal
ini dapat ditafsirkan dalam ketentuan Pasal 1851 ayat (1) KUH Perdata yang, antara
lain, menyatakan : "Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah
pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang,....."101
Jadi, baik, penggugat, tergugat, penggugat dan tergugat, maupun pihak
lainnya yang terlibat, maupun pihak lainnya yang terlibat dalam perkara perdamaian,
harus diikutsertakan pula dalam membuat kesepakatan damai. Pihak yang berdamai
harus memberikan persetujuan atas kesepakatan damai yang telah dicapai tersebut.
Membuat kesepakatan perdamaian yang tidak mengikutsertakan seluruh pihak
penggugat dan tergugat dianggap mengandung cacat plurium litis consortium, yaitu
tidak lengkap pihak yang berdamai.102
5.

Menyelesaikan Persengketaan yang Telah Ada atau Berjalan.
Syarat ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1851 ayat (1) KUH Perdata,

yang mensyaratkan bahwa kesepakatan perdamaian dimaksudkan untuk mengakhiri

101
102

Ibid, hal 270.
M. Yahya Harahap, Op.cit. Hal. 277.

Universitas Sumatera Utara

75

atau menyelesaikan persengketaan yang sedang berlangsung ataupun untuk mencegah
timbulnya suatu perkara.103
Dari ketentuan ini, syarat untuk dapat digunakan dasar putusan perdamaian itu
hendaklah persengketaan para pihak yang sudah terjadi, baik, yang sudah terwujud
maupun yang sudah nyata terwujud, tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga
perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya perkara di sidang
pengadilan.104
Dengan adanya akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian tersebut
memperoleh kepastian hukum. Bahkan dengan dikuatkan kesepakatan damai dalam
akta perdamaian maka kesepakatan perdamaian itu memiliki kekuatan eksekutorial
atau memiliki kekuatan hukum sama dengan putusan pengadilan.105 Setelah
kesepakatan perdamaian yang telah dibuat oleh para ahli waris dikukuhkan menjadi
akta perdamaian maka akta perdamaian tersebut mengikat terhadap ahli waris. Ahli
waris wajib menaati akta perdamaian yang telah dikukuhkan oleh hakim. Akta
perdamaian tersebut berisikan kesepakatan diantara para ahli waris mengenai
sengketa pembagian harta waris,dengan kata lain, sengketa pembagian harta waris
tersebut telah berakhir karena munculnya akta perdamaian merupakan akhir dari
sengketa pembagian harta waris.

103

Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 271.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal. 156.
105
Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan: dalam teori dan praktek, Jakarta: Sinar Grafika,
2012,hal.206
104

Universitas Sumatera Utara

76

C. Contoh Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami
Adapun kasus yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah Putusan
Pengadilan

Negri

Medan

Nomor:

124/Pdt.G/2009/PN-Mdn

juncto

Putusan

Pengadilan Tingi Medan Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, yang pada akhirnya
diselesaikan melalui jalur mediasi (luar pengadilan) yang dilakukan oleh seorang
mediator yang ditunjuk sendiri oleh kedua belah pihak yang juga merupakan seorang
notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Sumatera Utara. Putusan mediator tersebut
dituangkan dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal 23 Juni 2011.
Berdasarkan

Salinan

Putusan

Pengadilan

Negeri

Medan

Nomor

124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, diatas, dijelaskan Almarhum semasa hidupnya telah
melangsungkan perkawinan dengan 5 (lima) orang perempuan (istri) dan dari
perkawinan tersebut dikarunaikan 13 (tiga belas) orang anak.106 Pada saat Almarhum
meninggal, istri pertama sampai dengan istri ketiga sudah meninggal terlebih dahulu
dari Almarhum. Jadi, ahli waris Almarhum terdiri dari 13 (tiga belas) orang anak dari
5 (lima) orang istri yang pernah dinikahinya tersebut, dan 2 (dua) orang istri yang
masih hidup, yaitu istri keempat dan istri kelima.
Almarhum semasa hidupnya ada mendirikan perusahaan yang bergerak di
bidang Pemborongan Bangunan Niaga dan Industri sebut saja PT. ABCD. Para pihak
yang bersengketa yaitu ahli waris Almarhum memperebutkan 20 lembar saham yang
ditinggalkan untuk mereka.

106

Salinan Putusan Perkara Pengadilan Nomor 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, Pengadilan Negeri
Medan, Halaman 4 dari 80.

Universitas Sumatera Utara

77

Perkara tersebut timbul akibat adanya gugatan ahli waris dari istri pertama dan
kedua yaitu 4 (empat) orang anak dari istri pertama dan seorang anak dari istri kedua
sebagai penggugat, terhadap ahli waris lainnya yaitu 4 (empat) orang anak dari istri
ketiga, dua anak dari istri keempat dan dua anak dari istri kelima sebagai tergugat.
Dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal tanggal 23 Juni 2011 yang dibuat
dihadapan Notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Dana Barus, SH, dijelaskan:
Bahwa antara pihak pertama (penggugat) dengan pihak kedua (tergugat) telah
terjadi perselisihan hukum yang menyangkut saham-saham dan asset-asset
perusahaan PT. ABCD tersebut berkedudukan di Medan.
Bahwa pihak pertama (penggugat) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri Medan pada tanggal 18 Maret 2009 yang putusannya diberikan/dikeluarkan
pada tanggal 9 Oktober 2009 sebagaimana tersebut dalam perkara Nomor:
124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, untuk kemenangan Pihak Pertama.
Bahwa pihak kedua (tergugat) telah mengajukan banding Pengadilan Tinggi
Medan, dan atas banding tersebut telah pula dikeluarkan putusan oleh Pengadilan
Tinggi pada tanggal 20 Januari 2010 sebagaimana tersebut dalam putusan perkara
Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, juga untuk kemenangan pihak pertama (terbanding)
yang mana perkara tersebut saat akta ini dibuat sedang dalam proses Kasasi padan
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Setelah mencapai kesepakatan dari semua pihak melalui jalur mediasi ini,
akhirnya dicapai kesepakatan dengan perhitungan masing masing ahli waris:

Universitas Sumatera Utara

78

- Ahli waris anak perempuan dari istri pertama sampai isteri kelima yaitu sebanyak
7 (tujuh) orang ahli waris masing-masing mendapatkan 0,95 lembar saham.
- Sementara masing-masing ahli waris anak laki-laki (semua anak laki-laki dari
semua istri) yaitu sebanyak 6 (enam) orang ahli waris masing-masing
mendapatkan 2,22 lembar saham.
Dalam pembagian bagian warisan tersebut di atas, yang berhak menjadi ahli
waris hanyalah 13 (tiga belas) orang anaknya dari istri pertama sampai istri kelima itu
saja, sebagaimana yang dinyatakan dalam Akte Wasiat Nomor 25 tertanggal 22
November 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Syahril Sofyan, SH. Akte wasiat
tersebut dinyatakan sah dan mengikat dalam amar putusan Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi tersebut.
Hasil dari perhitungan pembagian waris tersebut diatas, dimana anak
perempuan masing-masing mendapatkan 0.95 lembar saham, dan anak laki-laki
mendapatkan masing-masing 2.22 lembar saham, dengan total keseluruhan jika
dijumlahkan berjumlah 19,97 lembar saham. Hasil pembagian tersebut merupakan
hasil pembagian yang diperoleh dari kesepakatan para pihak yang bersengketa yaitu
13 orang anak-anak almarhum tersebut.
Dalam penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi ini, mediator bersifat
mendengarkan para pihak dan memberikan solusi hingga tercapainya kesepakatan
bersama. Dengan adanya akta perdamaian yang dikeluarkan oleh mediator sendiri
yang juga merupakan seorang notaris, dalam Pasal 1 akta perdamaian tersebut
disebutkan "Pihak Pertama (ahli waris yaitu anak-anak dari istri pertama dan kedua)

Universitas Sumatera Utara

79

dan Pihak Kedua (ahli waris yaitu anak-anak dari istri ketiga sampai kelima) dengan
akte ini saling menyetujui dan menerima baik diantara para penghadap untuk
mengakhiri perkara perdata maupun pidana yang sudah berlangsung diantara para
penghadap dan tidak akan melaksanakan isi putusan Pengadilan khusus perkara
perdata

Nomor

124/Pdt.G/2009/PN-Mdn

juncto

(jo)

perkara

Nomor:

423/PDT/2009/PT-Mdn, yang sekarang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung,
sehingga diantara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak ada lagi gugatan
perdata/pidana maupun Tata Usaha Negara apapun juga belakang hari prihal hak atas
saham-saham dan asset-asset perseroan yang disebutkan di atas."
Perdamaian yang dicapai menurut akte ini meliputi pula persetujuan dari para
penghadap untuk tidak mengajukan tuntutan pidana kepada para pihak yang
bersengketa dengan dalih apapun juga berdasarkan hal-hal dan materi pokok yang
sudah didamaikan dan diselesaikan menurut akte ini.
Melalui mediasi ini, para pihak berkomunikasi secara bermusyawarah hingga
akhirnya tercapainya kesepakatan diantara mereka yang bersengketa sehingga
mengakhiri perkara diantara mereka yang sedang berlangsung dan menghapuskan
putusan Pengadian Tinggi yang sudah diputuskan sebelumnya, seperti yang
dijelaskan pada Pasal 3 akte perdamaian tersebut yang berbunyi:
Para penghadap yang bersengketa menyatakan dan menyetujui, bahwa apa yang
disengketakan tersebut oleh karena ada terjadi kesalah pahaman dan kurang
komunikasi antar sesama pihak dan sekarang setelah diadakan pertemuan dan
penjelasan tentang permasalahan maka masing-masing pihak telah dapat
memahami, menerima dan menyetujui apa yang dipermasalahkan dalam
gugatan perkara Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN.Mdn, juncto putusan perkara

Universitas Sumatera Utara

80

pengadilan tinggi tanggal duapuluh Januari dua ribu sepuluh (20-01-2010),
Nomor: 423/PDT/2009/PT.Mdn yang sekarang dalam proses kasasi di
Mahkamah Agung Republik Indonesia diakhiri dan perkara tersebut dicabut
atau dianggap selesai.
Berdasarkan kasus di atas, maka mediator dalam hal menjalankan perannya
untuk menyelesaikan sengketa pembagian waris poligami, sudah melakukan perannya
sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan. Meski mediasi di luar pengadilan tidak diatur secara khusus dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tersebut, ada beberapa pasal yang
menyinggung tentang mediasi di luar pengadilan.
Seperti yang disebutkan di atas, kasus tersebut sebelumnya sudah memiliki
keputusan hakim yang tetap pada tingkat Pengadilan Tinggi dan sedang diproses pada
tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sebelum akhirnya para pihak memutuskan untuk
melakukan mediasi di luar pengadilan. Hal tersebut diperbolehkan dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
dengan prosedur sebagai berikut:
Pertama, para pihak wajib menyampaikan keinginan berdamai secara tertulis
kepada Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili. Kedua, Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama yang bersangkutan segera memberi tahu Ketua Pengadilan Tingkat
Banding, atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak. Ketiga, jika
perkara itu sedang diperiksa, pada tingkat banding atau kasasi atau peninjauan
kembali, hakim majelis pemeriksa perkara itu wajib menunda pemeriksaan perkara
selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak

Universitas Sumatera Utara

81

para pihak untuk berdamai. Keempat, jika berkas atau memore banding, kasasi,
peninjauan kembali belum dikirim, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang
bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi dan
peninjauan kembali untuk memberikan kesempatan kepada para pihak mengupayakan
perdamaian.107
Lebih lanjut dijelaskan mengenai kesepakatan di luar pengadilan:108
(1) Para pihak dengan bantuan mediator yang bersertifikat yang berhasil
menyelesaikan sengketa di luar pengadian, dengan kesepakatan perdamaian
dapat mengajukan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau
dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang
membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan dalam bentuk
akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syaratsyarat sebagai berikut :
a. Sesuai kehendak para pihak;
b. tidak bertentangan dengan hukum;
c. tidak merugikan pihak ketiga;
d. tidak dieksekusi;
107

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Pasal 21 ayat(2), (3),(4) dan (5) serta Pasal 22 ayat (1).
108
Ibid, pasal 23.

Universitas Sumatera Utara

82

e. dengan itikad baik.
Dalam kasus ini, mediator yang juga seorang notaris, membuat langsung
kesepakatan perdamaian yang dituangkan ke dalam akte perdamaian setelah
tercapainya kesepakatan para pihak. Mediator yang juga merupakan seorang notaris
memiliki wewenang dalam membuat akta perdamaian otentik secara langsung.
Akta perdamaian yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan
hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut mempunyai beberapa
kekuatan hukum, sepanjang telah memenuhi persyaratan formal sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya di atas. Kekuatan hukum dari akta perdamaian
dimaksud selengkapnya akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini.109
1.

Mempunyai Kekuatan seperti Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan
Hukum Tetap.
Kekuatan hukum yang demikian disebutkan dalam ketentuan Pasal 1858 ayat

(1) KUH Perdata yang menentukan bahwa: "Segala perdamaian di antara para pihak
mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang
penghabisan atau final."
Hal yang sama dikemukakan pula pada Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat
(2) RBg dengan bunyi : "Akta perdamaian itu berkekuatan sebagaimana putusan yang
biasa."
Artinya, akta perdamaian tersebut disamakan dengan kekuatan hukumnya
seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht
van gewijsde).
109

Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 271.

Universitas Sumatera Utara

83

Sifat kekuatan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan
konvensional. Secara umum suatu putusan baru memiliki kekuatan hukum tetap
apabila terhadapnya sudah tertutup upaya hukum. Biasanya suatu putusan memiliki
kekuatan hukum tetap apabila telah ditempuh upaya banding dan kasasi. Namun,
terhadap putusan akta perdamaian, undang-undang sendiri melekatkan kekuatan itu
secara langsung kepadanya. Segera setelah putusan diucapkan, langsung secara
inheren pada dirinya berkekuatan hukum tetap sehingga akta perdamaian itu
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap.110
2.

Akta Perdamaian Mempunyai Kekuatan Eksekutorial.
Karena disamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, dengan sendirinya akta perdamaian yang telah mempunyai
kekuatan hukum mengikat, juga mempunyai kekuatan eksekutorial.
Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat (2)
RBg dengan bunyi : "akta perdamaian itu dijalankan sebagai putusan biasa."
Kata-kata "dijelaskan" di sini berarti bahwa akta perdamaian itu selain
mempunyai kekuatan hukum mengikat, juga dapat dieksekusi. Karenanya, akta
perdamaian mempunyai kekuatan eksekutorial.111
Dikatakan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena putusan perdamaian
itu mengikat para pihak yang membuatnya, juga mengikat pihak luar atau orang110

Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan, sebagaimana dikutip dari M. Yahya Harahap, Op.Cit. Hal 279-280.
111
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 273.

Universitas Sumatera Utara

84

orang yang mendapat hak dan manfaat dari padanya. Putusan perdamaian juga
mempunyai kekuatan eksekusi apabila pihak-pihak yang membuat persetujuan
perdamaian itu tidak mau melaksanakan persetujuan yang disepakati secara sukarela.
Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan karena tidak ditaati persetujuan perdamaian
itu dapat meminta pengadilan yang membuat putusan perdamaian untuk
melaksanakan eksekusi.112
Eksekusi atas akta perdamaian ini sejalan dengan amar putusannya yang
menghukum para pihak untuk menaati perjanjian perdamaian yang mereka sepakati.
Dalam putusan akta perdamaian tercantum amar kondemnasi (condemnation)
sehingga apabila putusan tidak ditaati dan dipenuhi secara sukarela, dapat
dilaksanakan pemenuhannya melalui eksekusi oleh pengadilan.113
3.

Akta Perdamaian Tidak Dapat Dimintakan Banding.
Berhubung akta perdamaian mempunyai kekuatan sama seperti putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan sendirinya tidak
dapat dilakukan upaya hukum atas akta perdamaian. Artinya, akta perdamaian tidak
dapat dibanding atau bahkan dikasasikan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan
adanya akta perdamaian tersebut. Penegasan ini dapat ditemukan dalam Pasal 130
ayat (3) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg yang menyatakan bahwa: "Terhadap putusan
sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding."

112
113

Abdul Manan. Op.Cit. Hal. 162.
M. Yahya Harahap. Op.Cit. Hal. 280.

Universitas Sumatera Utara

85

Jadi, berdasarkan ketentuan ini jelas bahwa akta perdamaian tidak dapat
dimintakan banding karena akta perdamaian merupakan putusan terakhir atau final.
Sebaliknya, karena tidak dapat dimintakan banding, dengan sendirinya putusan
perdamaian dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap layaknya sebagai suatu
putusan pengadilan yang dapat dieksekusi.114
Satu-satunya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang merasa
dirugikan dengan adanya putusan perdamaian itu adalah dengan mengadakan
perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan itu bisa berbentuk derden verset
atau bisa berbentuk partai verset. Apabila yang menjadi objek putusan perdamaian
itu bukan menjadi milik para pihak yang membuat persetujuan perdamaian,
melainkan milik orang lain, dalam hal seperti itu bagi pihak yang merasa dirugikan
dapat mengajukan derden verset karena barang yang dicantumkan dalam putusan
perdamaian itu miliknya. Mengajukan derden verset ini dapat juga dilaksanakan
dengan alasan barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah digunakan
kepadanya oleh salah satu pihak atau juga atas alasan di atas barang yang menjadi
objek putusan perdamaian telah diletakkan conservatoir beslag atau sita eksekusi
untuk kepentingan pelawan.115

114
115

Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa..... Op.Cit. Hal 274.
Abdul Manan. Op.Cit. Hal. 161.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA PEMBAGIAN WARIS POLIGAMI
A. Faktor-faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris
Poligami yang Dihadapi oleh Mediator
Mediasi dalam literatur islam disamakan dengan Tahkim. Tahkim dalam
terminolgi fiqh ialah adanya dua orang atau lebih yang meminta orang lain agar
diputuskan perselisihan yang terjadi diantara mereka dengan hukum syar’i.116
Konsep penyelesaian sengketa win-win solution seperti dalam mediasi, juga
dikenal dalam sistem Hukum Islam. Walaupun disebut dengan mediasi, namun
penyelesaian sengketa yang digunakan menyerupai pola yang digunakan dalam
mediasi. Dalam sistem hukum Islam dikenal apa yang disebut istilah islah dan
hakam.
Tahkim yakni berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang
mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya untuk meyelesaiakan
persengketaan mereka, berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang
mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan/menyelesaikan perselisihan
yang terjadi di antara mereka.117
Lembaga Tahkim telah dikenal sejak sebelum masa islam. Orang-orang
Nasrani apabila mengalami perselisihan di antara mereka mengajukan perselisihan
116

Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam (Jakarta:Khalifa,
2004), hal 328
117
Enksiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), 1750

86

Universitas Sumatera Utara

87

kepada Paus untuk diselesaikan secara damai. Hakam atau juru damai dalam tahkim
dapat terdiri dari satu oarng atau lebih. Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang
mengankat dan mengutus hakam atau mediator dalam sengketa syiqoq. Mazhab
Hanafi, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa berdasarkan zhahir ayat 35 surat anNisa’ bahwa hakam atau mediator diangkat oleh pihak keluarga suami atau istri, dan
bukan suami atau istri secara langsung.118Pandangan ini berbeda dengan dengan
pandangan Wahbah Zuhaili dan Sayyid Sabiq bahwa hakam dapat diangkat oleh
suami istri yang disetujui oleh mereka.
Islah adalah ajaran Islam yang bermakna lebih menonjolkan metode
penyelesaian atau konflik secara damai dengan mengesampingkan perbedaanperbedaan yang menjadi akar perselisihan. Intinya bahwa para pihak yang berselisih
d

Dokumen yang terkait

Peranan Notaris Dalam Penyelesaian Sengketa Akibat Tuntutan Pembatalan Akta Perjanjian Bangun Bagi (Suatu Penelitian Pada Praktek Notaris Di Kota Banda Aceh)

4 57 147

Pemberdayaan Notaris Sebagai Mediator Dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Di Kota Medan)

1 22 156

MEDIASI DAN KONSUMEN “Studi Tentang Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Mediasi Dan Konsumen Studi Tentang Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Semarang.

0 2 19

PERAN NOTARIS SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTAR PARA PIHAK DI DENPASAR.

7 31 47

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

0 0 13

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

0 0 2

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

0 0 26

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

0 0 26

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

0 0 5

Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Negeri Medan (Studi Terhadap Efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016) Chapter III V

0 0 56