Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Negeri Medan (Studi Terhadap Efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016) Chapter III V

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI
PENGADILAN
A.

Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan
Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang

pesat di berbagai belahan dunia. Mediasi di luar pengadilan biasa digunakan oleh
masyarakat sehari-hari dimana pihak ketiganya adalah pemimpin agaman, tetua
adat maupun tokok-tokoh yang lainnya. Mediasi sangat sesuai dengan kebudayaan
masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan hubungan silaturahmi antar
keluarga daripada keuntungan sesaat yang hanya menimbulkan benci dan dendam.
Bahwa keberadaan mediasi ini sangatlah penting melihat banyaknya
perkara yang masuk ke pengadilan. Proses litigasi mempunyai formalitas yang
ketat karena prosesnya sudah diatur dalam undang-undang yang bertujuan
memberikan kepastian hukum sehingga prosesnya lebih lambat dan memakan
biaya perkara yang lebih mahal.
Pelaksanaan mediasi dilakukan dengan dua cara yaitu mediasi di luar
pengadilan dan mediasi di pengadilan. Mediasi di luar pengadilan dilakukan
dengan cara sederhana yaitu dengan menghadirkan pihak ketiga dalam

penyelesaiannya yang dimana nantinya keputusan yang dihasilkan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang bersengketa. Bahwa mediasi ini sangat sesuai
dengan budaya Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat, dimana mediator
pada waktu dulu adalah ketua adat, tokoh masyarakat yang berpengalaman dan
bijak dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi.

55
Universitas Sumatera Utara

Bahwa mediasi di luar pengadilan memiliki beberapa lembaga mediasi
seperti Pusat Mediasi Nasional (PMN) yaitu badan penyelesaian alternatif
masalah yang dibuat untuk menyelesaiakan masalah bisnis dan ekonomi.
Lembaga ini mengembangkan tentang mediasi dalam masyarakat dan pemerintah.
PMN ini juga melakukan pelatihan mediasi guna menghasilkan mediator yang
kompeten. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah memberikan pelayanan bagi
masyarakat yang akan menyelesaikan sengketa mereka dengan jalur mediasi.
Indonesian Institute for Conflict Transformation (IITC) merupakan
lembaga yang memfokuskan kegiatannya pada mediasi. IITC didirikan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2002. Lembaga ini bergerak dalam bidang transformasi dan
manajemen konflik. IITC didirikan atas dasar pemikiran bahwa konflik sebagai

gejala sosial tidak seluruhnya buruk, dan baru menjadi buruk bila konflik
menimbulkan tindakan negatif. Dalam masyarakat Indonesia yang tengah berada
dalam masa transisi memerlukan pengelolaan konflik secara serius, agar tidak
melahirkan kekerasan, tetapi justru melahirkan perubahan. Penyelesaian konflik
atau sengketa efektif semakin diperlukan sekarang ini menuju kea rah kemajuan,
demokratis dan keadilan. 40
Lembaga mediasi pada bank Indonesia, mediasi perbankan adalah mediasi
yang diselenggarakan oleh lembaga mediasi independen yang dibentuk oleh
asosiasi perbankan. Kehadiran mediasi perbankan merupakan suatu kebutuhan
mendesak mengingat sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak
terpenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank, semakin hari semakin
meningkat. 41
40
41

Syahrizal Abbas, Op.Cit., hal.342-343.
Ibid, hal.361-362.

56
Universitas Sumatera Utara


Mediasi di pengadilan dilatar belakangi dengan penumpukan perkara di
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sehingga menjadi faktor utama bagi
Mahkamah Agung untuk mengeluarkan peraturan tentang perdamaian di
lingkungan peradilan dan dimana dipandang juga bahwa perlunya perluasan
mengenai ruang lingkup tentang perdamaian dalam pasal 130 HIR/154 Rbg
dengan kehadiran pihak ketiga yang memiliki kemampuan khusus dalam proses
penyelesaian sengketa. Adapun untuk mengisi kekosongan hukum maka
dikeluarkanlah produk hukum yaitu SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai.
Pada kenyataannya SEMA No. 1 Tahun 2002 ini hanya berisi himbauan
atau petunjuk saja, sehingga dalam pelaksanaannya belum mampu memberikan
solusi yang memuaskan. Sehingga pada tahun 2003 dikeluarkanlah PERMA No. 2
Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun, keberadaan Perma
ini masih dianggap kurang maksimal sehingga dikeluarkanlah Perma No. 1 Tahun
2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kemudian pada tahun 2016 Perma
ini disempurnakan lagi dengan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
Penerbitan SEMA dan PERMA tentang hukum acara mediasi bertujuan
untuk mengoptimalkan sistem penyelesaian sengketa secara damai, ada beberapa

alasan yang melatarbelakangi upaya optimalisasi lembaga perdamaian di
pengadilan antara lain : 42
1. Untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan dan Mahkamah
Agung;

42

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.56.

57
Universitas Sumatera Utara

2. Untuk lebih memberikan akses keadilan bagi para pihak dengan proses
yang cepat sederhana dan biaya murah;
3. Untuk memberikan penyelesaian yang benar-benar tuntas dalam arti tidak
hanya tuntas secara hukum, namun juga bisa tuntas secara moral dan
sosial;
4. Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak atas kesepakatan
damai yang telah dilakukan.
Pemberlakuan mediasi ini diharapkan memberikan akses bagi para pihak

dalam memperoleh keadilan. Tidak hanya prosesnya yang lebih cepat dan murah
tetapi juga memberikan keuntungan bagi para pihak yang dimana mereka dapat
menerima hasil akhir yang mencerminkan kesepakatan bersama. Diberlakukannya
mediasi di pengadilan ini juga dapat mengubah cara pandang masyarakat bahwa
pengadilan tidak hanya memutus melainkan juga mendamaikan yang dimana
prosedurnya diatur dengan produk hukum yang dikeluarkan Mahkamah Agung
yang terbaru yaitu Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
Keberadaan PERMA ini diharapkan dapat menyempurnakan aturan yang
sebelumnya yang dimana masih terdapat beberapa kelemahan, sehingga dengan
hadirnya Perma ini dapat meningkatkan efektivitas lembaga perdamaian dalam
menyelesaikan berbagai perkara perdata. Perma tentang prosedur mediasi ini
memberikan pengaturan yang lebih luas terkait dengan masalah perdamaian yang
dimana dasar hukum Perma ini adalah Pasal 130 HIR/154 Rbg, oleh karena itu isi
dari Perma ini tidak boleh bertentangan dengan isi dari Pasal 130 HIR/154 Rbg.
Isi dari Perma ini merupakan penjabaran dari HIR dan Rbg.

58
Universitas Sumatera Utara


Mediasi dalam konteks institusionalisasi di pengadilan merupakan
negosiasi yang melibatkan pihak ketiga, yang unsur-unsurnya meliputi : 43
1. Suatu proses penyelesaian sengketa melalui perundingan atau perdamaian
diantara pihak yang bersengketa;
2. Perundingan tersebut dilakukan pihak yang bersengketa, dengan dibantu
pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak, yang disebut dengan
“mediator” (penengah);
3. Mediator disini berfungsi membantu para pihak yang bersengketa untuk
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh
para pihak;
4. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa;
5. Perundingan dimaksud bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
dapat diterima dan menguntungkan para pihak yang bersengketa guna
mengakhiri persengketaan.
Salah satu tujuan mediasi di pengadilan ini yaitu mengurangi penumpukan
perkara. Jika proses perdamaian ini berhasil maka perkara yang harus diperiksa
oleh hakim pun dapat berkurang dan para pihak yang bersengketa pun tidak perlu
menempuh upaya hukum lagi karena keputusan yang dihasilkan adalah atas dasar
kesepakatan mereka bersama. Mediasi ini harus diselesaikan secara kekeluargaan

yaitu dengan musyawarah mufakat, dimana mediator berperan menyatukan
perbedaan pendapat para pihak agar menghasilkan suatu keputusan. Jadi, mediasi

43

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.65-66.

59
Universitas Sumatera Utara

ini tidak hanya memenuhi keadilan bagi para pihak tetapi dapat memberi
keputusan yang memuaskan bagi mereka yang bersengketa.
Mediasi sebagai salah satu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa baik
di luar pengadilan maupun di pengadilan. Bahwa mediasi dianggap sebagai suatu
konsep yang paling cocok dalam melaksanakan perdamaian. Bahwa sangat
dirasakan keberadaan mediasi ini merupakan cara penyelesaian yang baik karena
dalam hal ini keinginan para pihak terpenuhi, karena mereka sama-sama menang
dalam hal ini. Sehingga semakin banyak perkara yang berhasil dengan mediasi
semakin berkurang pula lah perkara yang harus ditangani pengadilan begitu pula
upaya hukum banding, kasasi maupun upaya hukum lainnya.

Ada beberapa perbedaan antara mediasi yang dilakukan di luar pengadilan
dengan mediasi yang dilakukan dalam proses berperkara di pengadilan antara
lain: 44
1. Jika dalam proses mediasi di luar pengadilan, para pihak tidak terikat
dengan aturan-aturan formil, maka dalam mediasi di pengadilan mediator
dan para pihak harus tunduk pada hukum acara mediasi yang diatur dalam
pasal 130 HIR/ 154 Rbg jo PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan;
2. Mediasi di luar pengadilan (kecuali mengenai yang diatur dalam pasal 23
PERMA

Mediasi)

tidak

memiliki

kekuatan

eksekutorial


yang

pelaksanaannya bisa dipaksakan melalui bantuan perangkat dan aparatur
negara ketika kesepakatan damai itu tidak dilaksanakan secara sukarela,
sedangkan pada proses mediasi di pengadilan hasil kesepakatan akan

44

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.67-68.

60
Universitas Sumatera Utara

dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian yang memiliki kekuatan
eksekutorial sebagaimana sebuah putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, karena akta perdamaian mengandung irah-irah “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
3. Pada proses mediasi di pengadilan, para pihak dapat memilih untuk
menggunakan jasa seorang mediator dari kalangan hakim pengadilan,

sehingga para pihak tidak dibebani untuk membayar jasa pelayanan
mediator, sedangkan dalam proses mediasi di luar pengadilan para pihak
yang menggunakan mediator professional akan dibebani untuk membayar
biaya honorarium mediator.
4. Pada proses mediasi di pengadilan, jika proses mediasinya gagal, maka
secara otomatis perkaranya akan dilanjutkan dengan proses persidangan,
sedangkan pada proses mediasi di luar pengadilan, jika proses mediasinya
gagal dan ingin melanjutkan pada proses litigasi, maka para pihak harus
mengajukan gugatan terlebih dahulu di kepaniteraan pengadilan.
Meskipun memiliki beberapa perbedaan, secara prinsip antara proses
mediasi di luar pengadilan dan proses mediasi di dalam pengadilan memiliki
beberapa bentuk kesamaan antara lain : 45
1. Sama-sama menggunakan pendekatan win-win solution;
2. Sama-sama menggunakan peran pihak ketiga sebagai mediator yang
sifatnya netral;
3. Butir-butir kesepakatan sama-sama ditentukan oleh para pihak sendiri;
4. Sama-sama tidak terikat dengan pembuktian.
45

Ibid, hal.68-69.


61
Universitas Sumatera Utara

B.

Esensi Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan
Bahwa tugas pokok hakim atau pengadilan adalah menerima, memeriksa,

dan mengadili setiap perkara yang datang kepadanya. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa hakim bersifat pasif dalam menunggu setiap perkara yang datang
kepadanya dimana hakim tidak aktif dalam mencari suatu perkara. Hakim tidak
boleh menolak setiap perkara yang diajukan kepadanya, sebagaimana dalam pasal
22 AB dijelaskan bahwa :
“Hakim yang menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara,
dengan dalih undang-undang tidak mengaturnya, terdapat kegelapan atau
ketidaklengkapan dalam undang-undang, dapat dituntut karena menolak
mengadili perkara.”
Dijelaskan lagi dalam pasal 16 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman bahwa :
“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.”
Dalam hal penjatuhan putusan, hakim harus berusaha secara maksimal
agar putusan yang dijatuhkannya itu dapat mengakhiri persengketaan kedua belah
pihak secara baik dan benar sehingga dapat diterima oleh para pihak yang
bersengketa. Putusan hakim bersifat yang bersifat kalah menang memang
membebani ataupun menyakiti salah satu pihak. Oleh karena itu, pada hari sidang
pertama hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak dimana dalam hal ini
62
Universitas Sumatera Utara

hakim bersifat aktif. Keberadaan mediasi di pengadilan adalah untuk membantu
para pihak dalam menghadapi segala rintangan demi tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan yaitu melalui musyawarah demi tercapainya
perdamaian sebagaimana yang dikehendaki para pihak.
Bagir Manan mengemukakan, penegakan hukum sebagai bentuk konkrit
penerapan hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, kepuasan
hukum, manfaat hukum, atau keadilan hukum secara individu atau sosial. Tetapi
karena penegakan hukum tidak mungkin terlepas dari aturan hukum, pelaku
hukum, termasuk aparat hukum, lingkungan tempat Terjadinya proses penegakan
hukum, maka tidak mungkin ada pemecahan persoalan penegakan hukum apabila
hanya melihat pada proses penegakan hukum saja, apalagi lebih terbatas lagi pada
penyelenggaraan peradilan. 46

Bahwa pemberdayaan mediasi di pengadilan tidak terlepas pada dasar
negara kita, yaitu : Pancasila, khususnya sila keempat yang bunyinya “Kerakyatan
yang

Dipimpin

oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

dalam

Permusyawaratan/

Perwakilan”. Sila keempat ini menghendaki bahwa upaya penyelesaian sengketa
harus

melalui

musyawarah untuk

mencapai

mufakat

yang

didasarkan

kekeluargaan. Bahwa proses perdamaian antara para pihak adalah untuk mencapai
kesepakatan bersama. Mediasi yang merupakan pengembangan atas lembaga
perdamaian yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg.
Keberadaan mediasi dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan
dimaksudkan untuk mengatasi penumpukan perkara, dimana diharapkan adanya
instrumen yang efektif dalam meminimalisir setiap perkara yang diajukan ke
pengadilan, termasuk juga penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Adapun
alasan mediasi dikatakan lebih efektif karena prosesnya yang lebih cepat dan juga
murah sehingga dapat memberikan akses kepada para pihak untuk memperoleh
46

Bagir Manan dalam buku I Made Sukadana, Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata
Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan, ( Jakarta : Prestasi Pustaka,2012), hal.99.

63
Universitas Sumatera Utara

keadilan dan hasil yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi para pihak.
Proses penyelesaian sengketa dengan mediasi memang lebih cepat dan murah
dibandingkan dengan proses litigasi.
Terdapat berbagai keuntungan dalam penyelesaian perkara dengan mediasi
ini diantaranya adalah bahwa sengketa itu diselesaikan sendiri oleh para pihak,
dimana mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam proses penyelesaian ini.
Mediator dalam hal ini hanya bertindak sebagai penengah dan tidak berwenang
dalam pengambilan keputusan. Dalam mediasi ini tidak diperlukan pembuktian
sehingga para pihak tidak saling menjatuhkan. Penyelesaian dengan mediasi ini
bertujuan mendapatkan hasil yang sama-sama menang sehingga mencegah rasa
benci dan dendam antara para pihak yang berperkara. Terkait hasil mediasi, hakim
juga mempunyai peranan yang penting dimana para pihak yang telah mencapai
kesepakatan selanjutnya meminta kepada hakim agar hasil tersebut dibuat dalam
bentuk akta perdamaian yang mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Hasil
putusan ini mempunyai kekuatan hukum final dan mengikat sehingga terhadap
putusan ini tidak dapat dimintakan banding.

1. Ruang Lingkup Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perdata di
Pengadilan
Pengembangan mediasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor budaya,
karena mediasi merupakan bagian dari tradisi yang berkembang di masyarakat.
Adanya Perma No. 1 Tahun 2016 yang merupakan revisi dari Perma No. 1 Tahun
2008 diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menghadapi
berbagai perkara yang menumpuk di pengadilan, juga mengurangi penumpukan

64
Universitas Sumatera Utara

perkara kasasi di Mahkamah Agung. Keberadaan mediasi dalam proses acara ke
pengadilan diharapkan dapat memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam
menyelesaikan sengketa.
Pemberlakuan PERMA No. 1 Tahun 2016 dimaksudkan untuk
memaksimalkan proses penyelesaian sengketa dengan cara damai agar dapat
dihasilkan putusan yang imbang bagi pihak-pihak yang bersengketa. Bahwa
mediasi merupakan salah satu hal yang penting yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan perkara di pengadilan. Hakim wajib menunda persidangan untuk
memberi waktu kepada mediator dalam melaksanakan mediasi dengan para pihak.
Bahwa upaya mediasi harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, bukan hanya
formalitas belaka. Motivasi dari mediasi ini adalah agar para pihak tidak
melanjutkan perkaranya tersebut ke pengadilan, dimana dalam hal ini diharapkan
proses mediasi itu berhasil. Mediasi adalah upaya para pihak untuk mencapai
perdamaian demi terpenuhinya kepentingan hak-hak para pihak itu. Hakim juga
dapat menjadi mediator dalam penyelesaian perkara dengan mediasi ini.
Sifat mediasi di pengadilan adalah wajib karena proses mediasi harus
terlebih dahulu dilakukan yaitu melalui perdamaian. Sebagaimana dalam pasal 4
ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di pengadilan
dijelaskan bahwa :
“ Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara
perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak yang
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih
dahulu diupayakan penyelesaian melaui mediasi, kecuali ditentukan lain
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.”
Dalam Pasal 130 HIR/ 150 Rbg sifat mediasi ini tidak memaksa,
melainkan bersifat sukarela dan formalitas saja dimana pada prakteknya hakim

65
Universitas Sumatera Utara

hanya sebatas menyuruh para pihak untuk melaksanakan perdamaian tanpa
adanya keterlibatan hakim dalam pertemuan yang dilakukan antara para pihak.
Dalam Perma hakim diwajibkan untuk memerintahkan para pihak menempuh
proses mediasi. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 ayat (3) Perma No. 1
Tahun 2016 yaitu “Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para
pihak untuk menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi
telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai mediasi di pengadilan.”
Ada empat model mediasi, yaitu : 47
a. Model penyelesaian
− Biasanya mediator adalah orang yang ahli dalam bidang yang
didiskusikan/dipersengketakan, tetapi tidak memiliki keahlian
teknik mediasi atau teknik mediation skills.
− Yang diutamakan adalah keahlian pada bidang yang sedang
disengketakan.
− Berfokus pada penyelesaian bukan pada kepentingan.
− Penyelesaiannya menjadi lebih cepat.
− Kelemahannya para pihak akan merasa tidak memiliki hasil
kesepakatan tersebut.
b. Model fasilitasi
− Yang diutamakan adalah teknik mediasi tanpa harus ahli pada
bidang yang sedang disengketakan.

47

Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal.85-87.

66
Universitas Sumatera Utara

− Kelebihannya adalah para pihak ketika selesai sengketa akan
merasa puas, karena yang diangkat adalah kepentingannya dan
bukan sekedar hal yang dipersengketakan.
− Kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama.
− Fokusnya pada kepentingan.
c. Therapeutic
− Yang diharapkan adalah selesainya sengketa dan juga para pihak
benar-benar menjadi baik/tetap berhubungan baik.
− Biasanya digunakan dalam family dispute (kasus keluarga).
d. Evaluative
− Lebih berfokus pada hak dan kewajiban.
− Mediator biasanya ahli pada bidangnya atau ahli dalam bidang
hukum karena pendekatan yang difokuskan adalah pada hak dan
standar penyelesaian atas kasus yang serupa.
− Kelemahannya adalah para pihak akan merasa tidak memiliki hasil
kesepakatan yang ditandatangani bersama.
Mengenai proses mediasi di pengadilan dilakukan secara rahasia atau
tertutup. Dalam hal ini berarti hanya para pihak, kuasa hukum, dan mediator
sajalah yang boleh menghadiri acara mediasi kecuali jika para pihak menentukan
lain. Sifat kerahasiaan dalam mediasi inilah yang menjadi alasan para pihak
khususnya pelaku bisnis, agar menyelesaiakan sengketa mereka dengan mediasi
tanpa diketahui publik. Sifat inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari proses
penyelesaian sengketa alternatif termasuk mediasi.

67
Universitas Sumatera Utara

Proses mediasi dapat dilakukan terbuka jika para pihak menghendakinya.
Jadi, tidak menutup kemungkinan mediasi dengan cara terbuka ini dilakukan.
Akan tetapi, dalam hal sengketa yang melibatkan kekeluargaan atau hubungan
darah akan lebih baik bila mediasi itu dilakukan secara tertutup demi menjaga
kehormatan keluarga besar.
Bahwa banyak dikemukakan keunggulan proses mediasi dibandingkan
dengan arbitrase apalagi dengan litigasi. Antara lain prosedur tidak formalistic
(informal), penyelesaian cepat, win-win solution, dan sebagainya. Tetapi salah
satu yang terpenting diantaranya adalah masalah biaya. Biaya mediasi disebut
nominal or low cost. Karena itu agar proses mediasi di pengadilan tidak
mengalami erosi, biaya rendah (nominal cost) yang menjadi landasan
perkembangan mediasi di negara lain, jika biaya yang dipikulkan kepada para
pihak, sangat berat.48
Mengenai biaya jasa mediator dijelaskan dalam Perma No. 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam pasal 8 bahwa :
“ Jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya.
Biaya jasa mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung
bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak.” Terkait biaya
pemanggilan para pihak dijelaskan dalam pasal 9 Perma ini bahwa “ Biaya
pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan
terlebih dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara.”

Mengenai tempat penyelenggaraan mediasi di pengadilan dijelaskan dalam
pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2016 bahwa :
“ Mediasi diselenggarkan di ruang mediasi pengadilan atau di tempat lain
di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim dan
pegawai pengadilan dilarang menyelenggarakan mediasi di luar
pengadilan. Mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan yang
48

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.122-123.

68
Universitas Sumatera Utara

dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim atau pegawai
pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat
di pengadilan. Penggunaan ruang mediasi pengadilan untuk mediasi tidak
dikenakan biaya.”

Dari penjelasan mengenai tempat penyelenggaraan mediasi dapat
disimpulkan bahwa para pihak dapat menentukan sendiri tempat pelaksanaan
mediasi tersebut. Dapat memilih salah satu ruangan yang ada di pengadilan
tingkat pertama sebagai tempat pelaksanaan proses mediasi di pengadilan.
Pemilihan tempat pelaksanaan mediasi sebagai proses mediasi di pengadilan harus
berdasarkan kesepakatan bersama diantara para pihak yang bersengketa. Pada
prinsipnya tempat yang dipilih dalam pelaksanaan mediasi adalah tempat netral,
yang dimana para pihak merasa aman dan nyaman di tempat tersebut sehingga
kerahasiaan proses mediasi tetap dapat terjaga. Dalam hal pelaksanaan mediasi
ini, yang mungkin saja menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah
keterbatasan ruangan yang akan dijadikan tempat pelaksanaan mediasi. Oleh
karena itu perlu diadakannya penambahan ruangan demi terselenggaranya
pelaksanaan mediasi sebagaimana yang diharapkan.

2. Tahap Prosedur Mediasi di Pengadilan
Prosedur mediasi di pengadilan ini diatur dengan Perma No. 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma ini mengatur tata cara ataupun
langkah-langkah melaksanakan ataupun menyelenggarakan mediasi itu. Mediasi
merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang efisien, cepat dan
murah. Meskipun begitu terdapat beberapa pengecualian perkara yang tidak bisa
melalui mediasi yaitu perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan

69
Universitas Sumatera Utara

niaga,

pengadilan

hubungan

industrial,

keberatan

atas

putusan

Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. 49
a. Tahapan Pra Mediasi
Berhubung sifat mediasi di pengadilan adalah wajib maka pada hari sidang
yang telah ditentukan yang telah dihadiri para pihak, hakim atau ketua majelis
hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim mendorong para
pihak untuk berperan langsung dalam proses mediasi. Bahwa para pihak wajib
menghadiri mediasi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) Perma No. 1
Tahun 2016 yaitu “Para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan
mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.”
Bahwa kehadiran para pihak dalam proses mediasi sangatlah penting.
Ketidakhadiran para pihak dapat menghambat proses mediasi yaitu tertundanya
pelaksanaan proses mediasi. Kedua belah pihak harus hadir agar mereka dapat
bertemu muka secara langsung sehingga dapat menyampaikan berbagai
permasalahan serta kepentingan para pihak. Ketidakhadiran turut tergugat tidak
menjadi

penghalang

pelaksanaan

mediasi

karena

turut

tergugat

tidak

berkepentingan langsung dengan perkara.
Turut tergugat secara substansial bukan pihak yang akan dibebani
hukuman berdasarkan petitum gugatan, melainkan hanya akan dibebani kewajiban
untuk tunduk dan taat terhadap putusan yang dijatuhkan, selain itu dalam hukum
acara perdata tidak pernah dikenal istilah “turut tergugat” namun oleh karena
realita praktek menghendaki adanya keterlibatan pihak-pihak yang karena

49

Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal.147.

70
Universitas Sumatera Utara

posisinya memiliki hubungan secara tidak langsung dengan materi perkara yang
disengketakan, maka muncullah istilah turut tergugat dimana pada praktiknya
dimaksudkan agar gugatan tidak menjadi kurang pihak. 50
Meskipun demikian tidak dapat dikatakan turut tergugat tidak mempunyai
peranan dalam proses mediasi, karena bagaimanapun turut tergugat tetap
mempunyai hak yang sama dengan tergugat. Turut tergugat tetap dapat terlibat
dalam proses mediasi, karena akan sangat tidak adil jika turut tergugat tidak
diikutsertakan dalam proses mediasi. Turut tergugat setidaknya dapat menjadi
pihak yang terlibat dalam proses perumusan kesepakatan damai.
Prosedur mediasi sangat penting disampaikan oleh Majelis Hakim,
khususnya bagi pihak yang tidak diwakili oleh penasehat hukum, karena pada
dasarnya penyampaian prosedur mediasi tersebut adalah hal yang wajib. Setelah
penyampaian prosedur mediasi oleh Majelis Hakim maka Majelis Hakim akan
memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memilih sendiri mediatornya
dimana pemilihan mediator ini adalah hak para pihak, dimana para pihak ataupun
kuasa hukumnya berhak menentukan mediator berdasarkan kesepakatan mereka
bersama. Keberadaan mediator dalam mediasi sangatlah penting, dimana mediator
sebagai pihak netral yang akan membantu para pihak dalam melancarkan
komunikasi diantara mereka.
Mediator yang akan dipilih tersebut haruslah mediator yang telah memiliki
sertifikat mediator sebagaimana dijelaskan dalam pasal 13 ayat (1) PERMA
Mediasi yaitu :

50

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.140.

71
Universitas Sumatera Utara

“Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh
setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi
mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga
yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.”

Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan
melakukan interaksi dengan para pihak, baik secara bersama-sama atau secara
individu, dan membawa mereka kepada tiga tahap sebagai berikut : 51
1) Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak;
2) Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembati atau menciptakan
saling pengertian di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas
perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); dan
3) Memfokuskan pada munculnya penyelesaian sengketa.
Bahwa dalam melaksanakan mediasi ini para pihak haruslah dengan itikad
baik, yaitu bahwa para pihak memang berkehendak untuk menyelesaikan perkara
mereka dengan proses mediasi. Dalam hal ini para pihak harus menjalankan
proses mediasi dengan sungguh-sungguh. Itikad baik dari para pihak adalah kunci
keberhasilan mediasi, berhubung mediasi adalah penyelesaian sengketa yang
dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Oleh karena itu, apabila dalam
suatu mediasi itu adanya itikad buruk, maka mediator harus mengambil tindakan
bahwa mediasi tersebut gagal dengan mengembalikan perkara kehadapan Majelis
Hakim.

51

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.142.

72
Universitas Sumatera Utara

Mediasi melibatkan orang-orang yang mempunyai sifat yang berbedabeda, mungkin saja ada pihak yang merasa terpaksa menjalani proses mediasi,
karena adanya kewajiban bahwa setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan
negeri harus menempuh mediasi terlebih dahulu. Pihak yang merasa terpaksa ini
bisa saja tidak menunjukkan itikad baik dan menunjukkan sikap posisional,
karena pihak ini menganggap pihak lain adalah musuhnya, sehingga pihak ini
tidak berusaha memahami kepentingan pihak lawannya. Jika terjadi hal seperti ini,
pihak lawannya dapat menyatakan mediasi tidak layak. 52
b. Tahap Proses Mediasi
Bahwa tahapan proses mediasi diatur dalam pasal 24 Perma No. 1 Tahun
2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yaitu :
1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (5), para pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator.
2) Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak penetapan perintah melakukan mediasi.
3) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4) Mediator atas permintaan para pihak mengajukan permohonan
perpanjangan jangka waktu mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kepada hakim pemeriksa perkara disertai dengan alasannya.
Ada beberapa tahapan mediasi secara umum, yaitu : 53
1) Tahap pendahuluan : dimulai dengan konsultasi dengan para pihak tentang
tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang hadir, aturan tempat duduk
dan sebagainya.
2) Sambutan mediator : dalam hal ini mediator menerangkan urutan kejadian,
meyakinkan para pihak yang masih ragu, menerangkan peran mediator dan
52
53

Ibid, hal.160.
Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal.69-72.

73
Universitas Sumatera Utara

para pihak, menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah
“berwenang” untuk mengambil keputusan, menyusun aturan dasar dalam
menjalankan

tahapan,

memberikan

membangun kepercayaan dan

kesempatan

mediator

untuk

menunjukkan kendali atas proses,

mengkonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses.
3) Presentasi para pihak : setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan
permasalahannya kepada mediator secara bergantian, tujuan dari
presentasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak
untuk mendengar sejak dini, dan juga memberi kesempatan setiap pihak
mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung.
4) Identifikasi hal-hal yang sudah disepakati : salah satu peran yang penting
bagi mediator adalah mengidentifikasi hal-hal yang telah disepakati antara
para pihak sebagai landasan untuk melanjutkan proses negosiasi.
5) Mendefenisikan dan mengurutkan permasalahan : mediator perlu membuat
suatu “struktur” dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah
yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan
dengan para pihak, sehingga tersusun “daftar permasalahan” menjadi suatu
agenda.
6) Negosiasi dan pembuatan keputusan : tahap negosiasi yang biasanya
merupakan waktu alokasi terbesar.
7) Pertemuan terpisah : untuk menggali permasalahan yang belum terungkap
dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan, untuk memberikan
suasana dinamis pada proses negosiasi bilamana ditemui jalan buntu,
menjalankan tes realitas terhadap para pihak, untuk menghindarkan

74
Universitas Sumatera Utara

kecenderungan mempertahankan pendapat para pihak pada join sessions,
untuk meningkatkan kembali atas hal-hal yang dicapai dalam proses ini
dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan.
8) Pembuatan keputusan akhir : para pihak dikumpulkan kembali guna
mengadakan negosiasi akhir, dan menyelesaikan beberapa hal dengan
rinci, mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan
telah dibahas, di mana para pihak merasa puas dengan hasil akhir.
9) Mencatat keputusan : pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan
dituangkan ke dalam tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan
dalam kontrak mediasi.
10) Kata penutup : mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum
mengakhiri mediasi.
Dalam proses mediasi ini, berbagai masalah yang mungkin timbul harus
mampu diatasi oleh mediator selaku pihak ketiga yang bersifat netral. Seperti
masalah emosional para pihak misalnya yang tidak terkendali yang dapat
menghambat proses mediasi. Dalam proses mediasi ini komunikasi adalah unsur
yang penting untuk melakukan perundingan, dimana komunikasi itu harus terarah
dan produktif. Salah satu hal yang dapat dilakukan mediator adalah melakukan
kaukus dengan para pihak yaitu pertemuan secara terpisah, dimana pertemuan ini
bertujuan untuk mengetahui informasi apa saja yang boleh diungkapkan dalam
pertemuan mediasi. Kaukus dalam mediasi ini berguna bagi mediator dalam
mencari informasi, dan juga dapat memahami motivasi para pihak yang
bersengketa.

75
Universitas Sumatera Utara

c. Peran Serta Ahli dalam proses mediasi
Bahwa dalam proses

mediasi

memungkinkan keikutsertaan atau

keterlibatan ahli didalamnya, dimana dalam hal ini diharapkan ahli dapat
menjelaskan terkait pokok tertentu yang dipermasalahkan berdasarkan ilmu
pengetahuannya. Bahwa adanya kemungkinan mediator melibatkan seorang ahli
dalam hal tertentu berdasarkan persetujuan para pihak. Apabila kehadiran ahli
dalam mediasi ini atas persetujuan para pihak, maka tidak akan ada pihak yang
merasa dirugikan. Bahwa ahli yang akan dipanggil adalah mereka yang memiliki
pengetahuan terhadap hal tertentu dan mampu dalam hal tersebut.
Tujuan keterlibatan ahli dalam mediasi ini adalah untuk membantu para
pihak dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka. Oleh karena itu, mediator
haruslah membantu para pihak menemukan ahli yang kompeten. Mediator harus
membantu para pihak menemukan orang yang dianggap tepat memberikan
penjelasan terkait hal-hal tertentu dari permasalahan mereka yang sudah
disepakati oleh mereka. Ahli dalam proses mediasi ini haruslah mereka yang
bersifat netral yang sama halnya dengan mediator dan tidak mempunyai
ketertaitan ataupun kepentingan dengan masalah yang sedang disengketakan.
Peran serta seorang ahli maupun beberapa ahli dalam proses mediasi ini dapat
mempermudah jalan para pihak untuk mencapai suatu penyelesaian yang
diharapkan.
Bahwa keterlibatan ahli dan tokoh masyarakat di jelaskan dalam pasal 26
Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur mediasi. PERMA memang tidak
menjelaskan secara rinci mengenai apa dan siapa yang dapat dikategorikan
sebagai ahli, sehingga tidak ada salahnya kita untuk menganalogikan ahli dalam

76
Universitas Sumatera Utara

PERMA Mediasi ini dengan kriteria ahli dalam praktek peradilan pada umumnya,
baik dalam hukum acara pidana maupun hukum acara perdata. Pada umumnya
orang yang dianggap ahli adalah orang yang karena pendidikannya atau
pengalamannya selama kurun waktu yang lama dalam menekuni suatu profesi
tertentu, misalnya seorang ahli hukum, ahli kedokteran, ahli perbankan dll. 54
Seorang ahli sudah tentu dapat menjelaskan persoalan tertentu dengan cara
menyampaikan pendapatnya tentang defenisi dan uraian-uraian menyangkut suatu
materi yang dipertentangkan oleh para pihak, penjelasan disampaikan melalui
pendekatan teoritis berdasarkan pengetahuan akademik. Sedangkan penilaian
diberikan untuk memberikan ukuran-ukuran tertentu terhadap suatu persoalan
dengan standar kelayakan menurut ilmu pengetahuan di bidang itu. Misalnya
menentukan benar atau salah, sah atau tidak terhadap suatu tindakan hukum
tertentu.55
Mengenai penjelasan ahli apakah mengikat atau tidak dalam proses
mediasi bergantung kepada para pihak. Terkait biaya ahli juga disepakati oleh
para pihak apakah dibayar oleh salah satu dari mereka atau secara bersama-sama.
Dalam hal-hal penting yang akan dimintai penjelasan dari ahli harus juga
berdasarkan kesepakatan para pihak terkait hal-hal apa saja yang perlu dimintai
penjelasan ahli.
d. Hasil Proses Mediasi
Bahwa dalam proses mediasi itu ada dua kemungkinan yang dihasilkan
yaitu : Para pihak menghasilkan kesepakatan perdamaian atau gagal menghasilkan
kesepakatan perdamaian. Mengenai mediasi yang mencapai kesepakatan diatur
54
55

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.200.
Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.193.

77
Universitas Sumatera Utara

dalam pasal 27 Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
yang menyatakan sebagai berikut :
1) Jika mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam
kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan
mediator.
2) Dalam membantu merumuskan kesepakatan perdamaian, mediator
wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak memuat ketentuan
yang : Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan, merugikan pihak ketiga, atau tidak dapat dilaksanakan.
3) Dalam proses mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum,
penandatanganan kesepakatan perdamaian hanya dapat dilakukan
apabila terdapat pernyataan para pihak secara tertulis yang memuat
persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
4) Para pihak melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam
akta perdamaian.
5) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan
dalam akta perdamaian, kesepakatan perdamaian wajib membuat
pencabutan gugatan.
6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan mediasi
kepada hakim pemeriksa perkara dengan melampirkan kesepakatan
perdamaian.

Dari pasal 27 Perma Mediasi ini dapat disimpulkan bahwa kesepakatan
perdamaian itu haruslah dibuat secara tertulis dengan tujuan agar tidak ada pihak
yang menyangkal kesepakatan perdamaian itu sehingga pelaksanaannya dapat
direalisasikan dengan baik. Bahwa kesepakatan perdamaian itu atas dasar
persetujuan para pihak, dimana kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban
yang seimbang dalam perjanjian tertulis yang mereka buat. Meskipun begitu
mungkin juga dapat menghasilkan kesepakatan perdamaian yang berupa
kesanggupan satu pihak, dimana dalam hal ini hanya dibebankan kepada satu
pihak saja dalam pelaksanaannya.
Dalam Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum perdata menentukan
bahwa :

78
Universitas Sumatera Utara

“Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak
mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun
mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.”

Mediator yang akan memeriksa kesepakatan perdamaian, selanjutnya
harus membentuk kehendak-kehendak para pihak tersebut dalam klausul-klausul
kesepakatan. Dimana dokumen kesepakatan terdiri dari 3 bagian antara lain : 56
1) Bagian kepala; terdiri dari judul, nomor dan identitas para pihak yang
membuat perdamaian, jika para pihak diwakili oleh kuasa hukum,
maka kuasa hukum harus dicantumkan dengan nomor dan tanggal
surat kuasa.
2) Bagian isi; terdiri dari klausula kesepakatan yang membuat hak dan
kewajiban para pihak (janji-janji), klausula kesepakatan pada
umumnya dibuat dalam bentuk pasal-pasal. Bagian isi kesepakatan ini
yang akan menjadi acuan pada saat melaksanakan eksekusi.
3) Bagian penutup; terdiri dari tempat dan tanggal kesepakatan itu dibuat
serta ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
Mediator wajib menjelaskan kepada para pihak terkait dokumen
perdamaian yang telah selesai dibuat misalnya mengenai kata-kata khusus bidang
hukum yang memungkinkan para pihak tidak memahaminya, akibat hukum dari
kesepakatan perdamaian itu apabila para pihak tidak memiliki itikad baik untuk
melaksanakannya. Langkah selanjutnya adalah para pihak berhak untuk
mengoreksi dokumen kesepakatan itu sebelum ditandatangani oleh mereka. Hal
56

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.177.

79
Universitas Sumatera Utara

ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan Terjadinya kesalahan kata atau
kalimat yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Hak untuk
mengoreksi dokumen perdamaian tidak hanya diberikan kepada para pihak
melainkan, mediator juga berhak untuk mengoreksi dokumen perdamaian.
Kemudian langkah selanjutnya adalah dokumen perdamaian itu ditandatangani
oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proses mediasi.
Para pihak yang bersengketa dapat menguatkan kesepakatan perdamaian
menjadi bentuk akta perdamaian dengan mengajukan permohonan kepada hakim,
dimana dalam pasal 1 angka 10 Perma No. 1 Tahun 2016 dijelaskan bahwa :
“akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan
putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian.”

Tujuannya adalah agar kesepakatan para pihak tersebut memiliki kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap sehingga para pihak mendapat kepastian hukum. Dengan dikuatkannya
kesepakatan perdamaian itu menjadi akta perdamaian maka perkara diantara para
pihak dianggap selesai.
Kemungkinan kedua dalam proses mediasi yaitu gagal menghasilkan
kesepakatan perdamaian hal ini disebabkan karena ketidakhadiran para pihak
dimana kehadiran para pihaklah yang sangat menentukan proses mediasi.
Kehadiran para pihak dalam mediasi menentukan itikad baik para pihak,
sedangkan pihak yang tidak beritikad baik dijelaskan dalam pasal 7 ayat (2)
Perma No. 1 Tahun 2016 yaitu :
“Salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat
dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator dalam hal yang
bersangkutan : tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali

80
Universitas Sumatera Utara

berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan yang sah, menghadiri
pertemuan mediasi yang pertama tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan
berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut tanpa alasan sah, ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah, menghadiri pertemuan
mediasi tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume
perkara pihak lain dan/atau tidak menandatangani konsep kesepakatan
perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan yang sah.”

Supaya panggilan sah dan patut, harus berpedoman kepada Pasal 122 HIR
atau Pasal 10 Rv. Pasal tersebut mengatur jarak waktu antara pemanggilan dengan
hari sidang.


Dalam keadaan normal :

− 8 (delapan) hari, apabila jaraknya tidak jauh,
− 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh, dan
− 20 (dua puluh) hari, apabila jaraknya jauh.


Dalam keadaan mendesak
menurut pasal 122 HIR, dalam keadaan mendesak jarak waktunya dapat

dipersingkat, tetapi tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari. 57
Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam pasal 32 ayat (1) yaitu :
“Jika para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari, maka mediator wajib menyatakan
mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya
secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara.”

Dalam pasal 32 ayat (2) dijelaskan lagi bahwa :
“Mediator wajib menyatakan mediasi tidak dapat dilaksanakan dan
memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara,
57

M. Yahya Harahap (Buku I), Hukum Acara Perdata Tentang gugatan, Persidangan,
Penyitaan dan Putusan Pengadilan, Cet. ke-9, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.385.

81
Universitas Sumatera Utara

dalam hal melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyatanyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak diikutsertakan dalam surat
gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu
pihak dalam proses mediasi.”

Tentunya kalau proses mediasi tersebut dilanjutkan akan merugikan pihak
yang tidak dilibatkan dalam proses mediasi, karena yang bersangkutan tidak dapat
menyampaikan atau membela kepentingannya dalam proses mediasi yang sedang
berjalan itu, apalagi kalau sampai terjadi suatu kesepakatan yang merugikan
kepentingan pihak lain tersebut. Pernyataan mediator yang isinya tentang
ketidaklayakan untuk melanjutkan proses mediasi yang sedang berlangsung itu,
dapat disampaikan kepada para pihak yang bersengketa dan juga kepada hakim
yang akan memeriksa perkara. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut
disebabkan karena para pihak dalam sengketa tersebut tidak lengkap, yaitu ada
pihak lain yang kepentingannya terkait dalam sengketa tersebut. 58

C.

Pengertian Mediator dan Fungsi Mediator di Pengadilan
Pengertian mediator dalam pasal 1 angka 1 Perma No. 1 Tahun 2016

adalah :
“Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.”

Mediator adalah pihak ketiga yang membantu dalam menyelesaiakan
sengketa antara para pihak, tetapi tidak ikut campur dalam pengambilan
58

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal.218.

82
Universitas Sumatera Utara

keputusan melainkan mengarahkan para pihak agar mencapai kesepakatan yang
dikehendaki oleh para pihak. Mediator membantu mencari jalan keluar dari
masalah yang sedang dihadapi para pihak dimana dalam hal ini mediatorlah yang
menjaga proses mediasi dan juga menjadi penengah jika para pihak mengalami
emosionalitas yang tinggi dalam proses mediasi.
Mediator sebagai pihak netral maksudnya mediator dapat memberikan
pelayanan yang seimbang kepada para pihak yang bersengketa. Mediator harus
bisa menjadi pengendali keadaan dalam proses mediasi agar menimbulkan
semangat dari para pihak, sehingga mampu membawa para pihak menuju proses
pencapaian kesepakatan perdamaian. Mediator haruslah mereka yang mempunyai
keahlian khusus dalam menyelesaiakan berbagai permasalahan para pihak. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat mediator. Sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 13 ayat (1) PERMA Mediasi yaitu :
“Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah
mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikat mediator yang
diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah
memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.”

Bahwa mediator dalam proses mediasi harus mampu bertindak sebagai
pemimpin dengan berinisiatif mendorong proses perudingan dapat berjalan sesuai
dengan prosedur yang telah dirancang. Mediator juga berfungsi sebagai tempat
para pihak dalam mencari berbagai informasi berkaitan dengan sengketa yang
sedang mereka hadapi. Bahwa mediator haruslah memahami berbagai keinginan
dari para pihak dan menjaga agar para pihak tetap kondusif dalam proses mediasi.
Oleh karena itu, mediator harus menunjukkan kemampuannya secara maksimal

83
Universitas Sumatera Utara

untuk mendapatkan hasil terbaik sehingga dapat diperoleh kesepakatan
perdamaian yang memuaskan para pihak dengan adanya bantuan dari mediator.
Menurut Christopher W. Moore mediator memiliki 3 tipe antara lain : 59
1. Mediator otoritatif : Dalam proses mediasi terdapat beberapa komponen
yang terlibat langsung, yaitu : para pihak yang bersengketa dan mediator,
ketiga komponen tersebut akan terlibat dalam satu proses interaksi secara
timbal balik berdasarkan kepentingan dan pengaruh-pngaruh tertentu.
Proses interaksi dan komunikasi bisa terjalin secara teratur dengan
panduan penuh mediator atau secara acak di luar kendali mediator.
Seorang mediator yang memiliki tipe otoritatif akan mampu
mengendalikan komunikasi bahkan dalam beberapa dia mampu untuk
mempengaruhi hasil akhir dari proses mediasi yang dibangun. Posisi yang
dimiliki oleh seorang mediator otoritatif sangat kuat sehingga para pihak
terkadang menunjukkan sikap pasrah untuk menyerahkan penyelesaian
yang terbaik kepada sang mediator.
2. Mediator Social Network
Mediator yang lahir karena proses hubungan/ jaringan sosial atau karena
sama-sama berasal dari suatu komunitas tertentu, pada umumnya memiliki
keterlibatan secara emosional dengan para pihak. Hubungan sosial
terjamin dari berbagai aspek misalnya karena faktor kelompok dan
organisasi tertentu. Tipe mediator berdasarkan hubungan sosial memiliki
kelebihan antara lain lebih mudah untuk menciptakan pola komunikasi
yang baik dengan para pihak, karena antara mediator dengan para pihak
memiliki karakter dan cirri khas sosial yang sama.
3. Mediator Independent
Mediator independen merupakan mediator yang sama sekali tidak
memiliki keterikatan apapun dengan para pihak, baik karena pribadinya
maupun karena sengketa yang sedang dihadapi. Tipe mediator independen
ini merupakan tipe yang paling cocok bagi proses perdamaian yang
dilakukan dalam proses beperkara di pengadilan mengingat sifatnya yang
independen dan professional.

Mediator pada dasarnya berperan sebagai pihak penengah yang akan
membantu pihak dalam merumuskan berbagai pilihan dalam penyelesaian
sengketa mereka. Pilihan tersebut harus dapat diterima oleh para pihak. Mediator
harus mampu mempertemukan berbagai perbedaan-perbedaan diantara mereka
seperti perbedaan persepsi, persoalan-persoalan maupun kepentingan-kepentingan

59

D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.97-99.

84
Universitas Sumatera Utara

para pihak. Mediator juga harus bertemu dengan para pihak secara pribadi dimana
pertemuan ini disebut sebagai kaukus. Pelaksanaan kaukus ini memang dapat
menimbulkan kesan negatif terhadap mediator, dimana timbulnya pemikiran
bahwa mediator tidak netral lagi melainkan bersifat memihak kepada satu pihak
saja.
Adapun fungsi dilakukannya kaukus ini adalah untuk memberikan
kesempatan bagi para pihak dalam meluapkan emosi mer