Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Ikan
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
gizi utama berupa protein,lemak,vitamin, dan mineral. Kandungan lemak tidak
jenuhnya dapat meningkatkan kecerdasan dan mencegah kolesterol. Ikan juga
merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung
asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya
mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna dan
harganya juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain.
Disamping itu, ikan juga dijadikan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan
lainnya (Adawyah, 2008).
2.2

Budidaya Ikan
Kegiatan budidaya ikan merupakan jenis usaha perikanan yang hampir


semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan, sejauh
manusia dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan serta
pertumbuhan ikan yang optimal. Usaha ini pernah menunjukkan hasil yang
memuaskan hingga Indonesia menjadi produsen ikan papan atas di dunia yaitu
pada tahun 1994 mampu mencapai angka produksi > 300.000 ton/tahun (produksi
dari tambak intensif sekitar 60 %, tambak sederhana mencapai 20% dan tambak
semi-intensif sekitar 10%).

Universitas Sumatera Utara

Namun belakangan ini terjadi penurunan jumlah konsusmsi ikan. Hal lain,
dengan semakin

memburuknya

mutu

lingkungan karena perkembangan


masyarakat, membuat lingkungan tambak semakin terpuruk dari tahun ketahun.
Daerah pertambakan merupakan daerah akhir pembuangan kegiatan di bagian atas
(up land) yang syarat dengan polutan.
Secara garis besar, polutan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:
Pertanian, industri, dan pemukiman. Pada saluran kawasan pertambakan yang
tidak terpelihara, tentu akan merupakan perangkap yang baik bagi polutan
tersebut, sehingga gagal dalam usaha pemeliharaan ikan semakin besar. Untuk itu
perencanaan dan pemeliharaan saluran harus diperhitungkan dengan baik
sehingga dapat mengurangi beban polutan tersebut (Mai, 2006).
2.3

Pengertian Ikan Nila
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini berasal dari

Afrika, tepatnya afrika bagian timur pada tahun 1969 dan kini menjadi ikan
peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di
setiap sungai dan danau Indonesia.
Ikan nila mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan
Indonesia, melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi

sudah dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara
resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke
Bogor.Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini
disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia (Wiryanta, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan nama Latinnya Oreochromis niloticus berasal dari sungai
Nil di Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda.
Selama bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah
selatan (kehilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke
Mesir.Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai kelima
benua meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis.
Sedangkan di wilayah beriklim dingin , ikan nila tidak dapat hidup baik (Suyanto,
2009). Pada awalnya ikan nila dikenal dengan namaTilapia nilotica. Aristoteles
dan rekan-rekannya memberi nama itu sekitar tahun 300 tahun SM. Mengingat
Mesir kuno bukan satu-satunya negeri yang menghargai nila tetapi di kawasan
Junani juga telah dikenal sebagai penggemar ikan nila sehingga diyakini telah
menamakan Tilapia nilotica (ikan Nil) pada waktu.
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah

Indonesia melalui Direktur Jenderal Perikanan sejak tahun 1972.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Osteichtyes

Ordo

: Perciformes

Famili


: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis niloticus

Universitas Sumatera Utara

Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga
ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm dan kadang ada yang lebih dan ada yang
kurang dari itu. Sirip punggung (pinnae dorsalis) dengan 16-17 duri tajam dan 1115 jari-jari duri lunak dan sirip dubur (pinnae analis) dengan 3 duri dan 8-11 jarijari.
Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap
melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ikan nila yang masih
kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya
mencapainya 50 gram dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina.
Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) seperti plankton,

alga, crustacean, insect dan organisme benthos. Ikan nila memiliki sifat-sifat
unggul antara lain efisien dalam pemanfaatan pakan, pertumbuhannya
cepat,bergizi tinggi dan dagingnya mirip dengan kakap merah. Ikan nila hidup di
perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal seperti
sungai, waduk, rawa, dan tambak air payau (Suyanto, 2009).
Ikan nila merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi
manusia, karena budidayanya mudah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau di
tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, ikan nila tidak dianjurkan
dicampurkan dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.
Hal berikut yang perlu diperhatikan adalah kualitas air kolam
pemeliharaan. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan
ikan menjadi lambat. Beberapa parameter yang menentukan kualitas air, di
antaranya adalah Suhu, Ph, Amonia, Oksigen Terlarut.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Jenis-Jenis Ikan Nila
Semenjak pertama kali ikan nila datang pada tahun 1969 ke Indonesia,
sudah banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam perbaikan genetis
yang dilakukan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT), Balai Benih

Induk (BBI), Balai Benih Air Tawar (BBAT), dan lembaga penelitian lainnya.
Selain melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru
yang berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Dengan terciptanya strain baru
ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan dipasaran tidak kalah bersaing
khususnya pasar ekspor.
Berikut beberapa jenis ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik
oleh petani maupun konsumen.
a. Nila Gift (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) Dikembangkan oleh
International

Center

for

Living

Aquatic

Research


Management

(ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian Development
Bank dan Unites Nations Development Programe (UNDP). Strain ini
merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel,
Senegal, Ghana, Singapura, Thailand, Mesir, dan Taiwan.
b. Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapias) Merupakan salah satu ikan
unggulan yang dihasilkan pada tahun 2008. Mempunyai fisik yang mirip
dengan nila gift. Merupakan hasil seleksi yang menggunakan populasi
dasar yang salah satunya bersumber dari ikan nila gift generasi keenam.
Tepatnya nila best lahir dari seleksi empat strain ikan nila yaitu nila lokal,

Universitas Sumatera Utara

nila danau tempeh, nila gift generasi ketiga, dan nila gift generasi keenam
(generasi terakhir).
c. Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapias) Yang berarti ikan
nila yang secara genetis diarahkan menjadi jantan super. Ikan ini
dihasilkan di BBPBAT Sukabumi hasil kerja sama dengan IPB dan
BBPBAT. Rintisannya sudah dimulai sejak 2001 dan dirilis tahun 2007.

Sumber gennya berasal dari nila Gift G3.
d. Nila Jica (Japan for International Cooperation Agency) Jica adalah sebuah
lembaga donor dari Jepang. Tahun 2002, Jica bekerja sama dengan BBAT
Jambi melakukan rekayasa genetis strain ikan nila hasil penelitian
Kagoshima Fisheries Research Station , Jepang di Jambi. Tahun 2004
dihasilkan ikan nila unggul yang dinamakan strain Jica. Sebagian
masyarakat Jambi menyebut nila strain Jica dengan nama nila kagoshima.
e. Nila Nifi (National Inland Fishery Institute) Disebut juga nila Bangkok.
Nifi pertama kali didatangkan dari Thailand pada tahun 1989. Dikenal
juga sebagai nila merah atau nirah. Ada juga menyebutnya mujarah
(mujair merah) atau kakap merapi. Pertumbuhannya lebih cepat dari ikan
nila lokal. Keunggulan lainnya mampu menghasilkan keturunan yang
dominan jantan. Ikan ini kemungkinan merupakan hasil persilangan antara
mujair dengan nila O.aureus, O.zilii, O.hornorum f.
f. Nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa) Berasal dari Wanayasa, Purwakarta,
Jawa Barat. Merupakan hasil pemuliaan genetis dari nila gift dan nila get
dari Filipina yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI)

Universitas Sumatera Utara


Wanayasa, di Purwakarta, Jawa Barat dan FPK, Institut Pertanian Bogor.
Dikenalkan kepada masyarakat tahun 2006 akhir. Gennya berasal dari nila
gift dan nila get (Genetically Enhanced of Tilapias).
g.Nila hitam Merupakan strain ikan nila yang pertama kali didatangkan dari
Taiwan. Karena begitu akrabnya masyarakat dengan ikan nila ini sehingga
tidak heran jika ada yang menyebutnya dengan ikan nila lokal. Memiliki
keunggulan mudah berkembang biak, pertumbuhan badannya cepat, serta
pemakan plankton dan tanaman air lunak yang tumbuh di dalam kolam.
h. Nila Cangkringan Merupakan nila yang berasal dari Cangkringan. Ikan
nila merah ini merupakan hasil pemuliaan genetis dari strain nifi, citralada,
Singapura, dan Filipina oleh BAT atau BBI Cangkringan. Strain ini
sebenarnya belum resmi dirilis ke masyarakat.
i.

Nila Larasati Dikenal juga dengan nila janti. Ikan nila strain ini merupakan
hasil pemuliaan BBI Janti di Klaten. Memiliki keseragaman warna sampai
90% warna merah (Wiryanta ,2010).

j. Jenis nila unggul yang direkomendasikan sebagai bibit untuk pembesaran
secara cepat ( 2,5 bulan panen) adalah nila merah hasil silangan (hibrida),

nila Gesit dan nila Best (Carman, 2010).
2.3.2 Habitat ikan Nila
Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau
hewan hidup dan berkembang biak (Suyanto, 2009). Ikan nila memiliki eurihaline
yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di dataran rendah yang berair tawar
hingga perairan bersalinitas, sehingga pembudidayaannya sangat mudah. Nila

Universitas Sumatera Utara

dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau dan air asin. Kadar garam air yang
disukai antara 0 – 35 permil.
Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan poses adaptasi
yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan
nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat
mengakibatkan kematian pada ikan (Suyanto, 2009).
Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan alkalinitas rendah atau netral. Nilai ph 7 – 8. Batas pH yang mematikan
adalah 11 (Carman, 2010).
Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan
pertumbuhan organism serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi
organisme perairan. Suhu kolam atau perairan yang masih bisa ditolitir ikan nila
o

o

asalah 15–37 C. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila adalah 25-30 C.
Oleh karena itu ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai dataran tinggi
hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk pemijahan,
o

suhu ideal untuk bisa menghasilkan telur dan larva adalah 22–37 C (Wiryanta,
2010).
2.3.3 Ekologi Ikan Nila
Pada pemeliharaan benih, debit air yang dibutuhkan berkisar 0.5
liter/detik. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-300 C; pH air 6.5–8.5; oksigen
terlarut > 4 mg/I dan kadar ammoniak (NH3) < 0.01 mg/I; kecerahan kolam
hingga 50 cm. selain itu ikan nila juga hidup dalam perairan agak tenang dan
kedalaman yang cukup (Pusat Penyuluhan Perikanan 2011).

Universitas Sumatera Utara

Ikan nila dapat memanfaatkan plankton dan perifiton, serta dapat
mencerna Blue Green Algae. Ikan nila umumnya matang kelamin mulai umur 5-6
bulan. Ukuran matang kelamin berkisar 30-350 g. Rasio betina: jantan berkisar
antara (2-5):1, keberhasilan pemijahan berkisar 20-30% per minggu dengan
jumlah telur antara 1-4 butir/gram induk. Ikan nila mempunyai pertumbuhan
cepat, rata-rata pertumbuhan harian dapat mencapai 4,1 gram/hari (Dinas
Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 2010).
2.3.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila
Secara umum jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan rata-rata
berkisar antar 5–6% dari bobot tubuhnya/hari. Akan tetapi, jumlah tersebut dapat
berubah-ubah karena berbagai faktor, salah satunya adalah suhu lingkungan. Suhu
air juga berpengaruh terhadap aktifitas metabolisme. Ukuran ikan juga
berpengaruh terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi. Ikan yang berukuran
kecil membutuhkan makanan lebih banyak karena laju pertubuhannya sangat
pesat. Dalam kegiatan budidaya, benih ikan dapat diberi makan sampai 50%
bobot biomassa/hari (Pusat Penyuluhan Perikanan 2011).
Menurut Nikolsky (1963), dalam Hasmardy (2003), makanan ikan terdiri
dari makanan utama, makanan pelengkap dan makanan tambahan. Makanan
utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar. Makanan
pelengkap yaitu makanan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan dalam
jumlah yang sangat sedikit. Selain itu, terdapat juga makanan pengganti yaitu
makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia. Secara garis
besar, berdasarkan cara makannya ikan terdiri dari predator, grazer, penghisap

Universitas Sumatera Utara

penyaring makanan dan parasit. Ikan dapat juga dikelompokkan menjadi jenis
ikan pemakan plankton, pemakan tumbuhan, ikan buas dan sebagainya.
Pakan ikan nila diperairan alami adalah plankton, tumbuhan air yang lunak
serta caing. Benih ikan nila suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria,
Copepoda dan Cladocera. Ikan nila dewasa mampu mengumpulkan makanan
berbentuk plankton dengan bantuan lendir (mucus) dalam mulut (Dinas Kelautan
dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, 2010). Kebiasaan makan ikan
dapat diduga berdasarkan morfologi mulut. Bentuk dan letak mulut sangat erat
hubungannya dengan jenis makanan yang menjadi kesukaan ikan. Mulut
berfungsi untuk menangkap dan mengambil makanan. Kemampuan ikan
beradaptasi terhadap makanannya menyebabkan adanya perbedaan ukuran serta
bentuk mulut ikan Backman (1962), dalam Hasmardy (2003).
2.4

Pengertian Tambak
Pengertian tambak atau kolam menurut (Mai, 2006) adalah badan air yang

berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk
secara alami atau buatan manusia Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak
yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau
air asin.Menurut (Mai, 2006) menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi
ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya
jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan.
2.4.1 Persyaratan Tambak
Secara umum tambak harus memenuhi syarat (Mai, 2006) sebagai berikut:
a. Tanah tambak didominasi oleh tanah liat atau liat berpasir

Universitas Sumatera Utara

b. Tambak tidak bocor
c. Dasar tambak bebas dari bekas vegetasi
d. Ada bagian caren dan pletaran
e. Kedalaman air mampu menampung sedikitnya 80 cm
f. Ada penampungan air/tandon
2.4.2 Jenis-Jenis Tambak
Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif,
tambak semi intensif, tambak ekstensif atau tradisional. Perbedaan dari ketiga
jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat
penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan
(Widigdo, 2000).
Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama
ikan, udang, serta kerang. Tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2 – 0,5
ha per petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya.
Budidaya secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan
optimal.Padat penebaran ikan nila antara 30 – 50 ekor/m2.Pemberian pakan
dilakukan 4 – 6 kali sehari.Hasil panen yang diharapkan adalah 4 – 8
ton/ha/musim untuk ikan nila (Khordi, 2010).
Tambak semi intensif biasanya tidak seluas tambak ekstensif yaitu sekitar
0,5- 1 ha. Sedangkan tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem
pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih ikan
dimasukkan ke dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak.Jadi benih
tersebut benar-benar dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian

Universitas Sumatera Utara

ditangkap/dipanen.Karena itu, tambak berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies
ikan.Padat penebaran pada tambak tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15
ekor/m2 dengan persiapan tambak yang baik, meliputi pengeringan, pembajakan,
pemupukan dan pengapuran.ikan dapat diberi pakan tambahan secukupnya selama
3 – 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 – 900 kg/ha/musim (Khordi,
2010).
2.4.3 Lokasi Tambak
Sukses tidaknya usaha budidaya ikan di tambak dapat ditentukan pula
dengan langkah awal yang sangat urgent, dalam hal ini penentuan lokasi untuk
mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara harus terpenuhi.Pemilihan
lokasi untuk budidaya ikan sangatlah mutlak dilakukan demi terpenuhinya
persyaratan

teknis

baik

dari

segi

lingkungan

maupun

dari

segi

fisik/lahan.Persyaratan lokasi/ lahan untuk tambak pembesaran ikan secara umum
tidak jauh berbeda dengan jenis ikan lainnya (Mai, 2006).
2.4.4 Kualitas Air Tambak
Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam
usaha budidaya

ikan. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a)

mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas
tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari
jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi
syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang
diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya
ikan (Darmono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam
usaha budidaya

ikan. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a)

mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas
tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari
jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi
syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang
diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya
ikan (Darmono, 2001).
2.5

Pengertian Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari

5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah system perodik, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari III – VII.
Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar
adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak terurai (non degradable)
dan mudah diabsorbsi (Darmono, 1995).
Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok,
yaitu bersifat toksik tinggi,sedang dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik
tinggi terdiri dari unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Berdasarkan toksik sedang terdiri
dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co, sedangkan bersifat toksik rendah terdiri atas
unsure Mn dan Fe.
Kandungan kelompok anorganik logam di perairan alami sangat rendah
(trace element). Kelompok logam berat yang termasuk bersifat esensial adalah Cr,
Ni, Cu, Zn dan yang bersifat non esensial adalah As, Cd, Pb, Hg. Elemen yang

Universitas Sumatera Utara

bersifat esensial dibutuhkan dalam proses kehidupan biota akuatik. Kelompok
elemen esensial maupun non esensial dapat bersifat toksik atau racun bagi
kehidupan biota akuatik terutama apabila terjadi apabila terjadi peningkatan
kadarnya dalam perairan.
Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap
organisme pada batas dan kadar tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh jenis logam,
pengaruh interaksi antar logam dan jenis racun lainnya, spesies hewan daya
permeabilitas organisme dan mekanisme detoksisasi serta pengaruh lingkungan
seperti suhu, pH dan oksigen.
Selain suhu dan pH, salinitas dan kesadahan juga mempengaeuhi toksisitas
logam berat. Penurunan pH dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam
berat semakin besar. Lain halnya dengan suhu, toksisitas logam berat semakin
tinggi dengan meningkatnya suhu. Kesadahan yang tinggi dapat mengurangi
toksisitas logam berat karena logam berat dalam air dengan kesadahan tinggi
membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air. Logam berat yang
terdapat di perairan dapat diketahui melalui media air, sedimen maupun
organisme air.
2.5.1 Pencemaran Logam Berat
Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam
dengan berat jenis lebih besar.Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak
atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta
bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam.Selain itu,

Universitas Sumatera Utara

logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan
terdapat di bagian tengah daftar periodik.
Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok
logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada
unsure seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam
berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup.
Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh
makhluk hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh makhluk
hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Palar, 2008).
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan terjadi karena adanya proses
yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam kegiatan
manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai limbah
yang mengandung logam berat ke lingkungan.
Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung
pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan (detoksikasi) dan
kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas
pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota
darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut
kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah
nonpolusi.
Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam,
dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka.Daya tahan makhluk hidup terhadap

Universitas Sumatera Utara

toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi individu yang
bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar, 2008).
2.5.2 Kandungan Logam Berat dalam Biota Air
Kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh
organisme, menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun
kumulatif (Darmono,1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan
berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota. Logam berat yang terikat dalam
tubuh organisme yaitu pada ikan akan mempengaruhi aktivitas organisme
tersebut.
Menurut Darmono (2001), logam berat mauk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan,pencernaan, dan
penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diadsorbsi darah berikatan
dengan protein darah yang kemudian didistribusikan keseluruh bagian tubuh.
2.5.3 Toksisitas Logam Berat pada Jenis Ikan
Ikan merupakan salah satu organisme air yang rentan terhadap
pencemaran logam berat. Ikan dapat memasukkan logam berat yang berasal dari
air atau sedimen kedalam tubuhnya hingga 100-1000 kali lebih besar dari
lingkungannya (Darmono, 2001). Logam berat akan terakumulasi dalam tubuh
ikan melalui air dan pakan yang terkontaminasi. Proses bioakumulasi logam
dalam jaringan ikan cukup bervariasi, tergantung pada jenis logam dan spesies
ikan. Ikan mempunyai kemampuan untuk menghindar dari cemaran logam berat
dengan berenang cepat, akan tetapi bagi ikan yang hidup pada aliran sungai,
danau, dan teluk, cenderung lebih sulit menghindar dari pencemaran. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kematian pada beberapa spesies ikan, terutama ikan yang
habitatnya pada perairan dangkal (Darmono, 2001).
2.6

Logam Berat Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak termasuk golongan II B

tabel berkala dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d105s2. Unsur ini bernomor atom
48,mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan
titik lelehnya berturut-turut 765˚C dan 320,9˚C. Kadmium (Cd) merupakan racun
bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal,
sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium (Cd) yang terdapat dalam tubuh
manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau dan hanya
sejumlah kecil dari air minum dan polusi udara.
Logam Kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di
alam.Hanya ada satu jenis mineral kadmium yaitu greennockite (CdS) yang selalu
ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite
sangat jarang ditemukan di alam , sehingga dalam ekspolitasi logam kadmium,
biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijihbijih seng (Zn). Pada konsentrat bijih seng terdapat 0,2-0,3% logam kadmium.
Artinya seng menjadi sumber utama dari logam kadmium (Palar, 2008).
Adapun sifat fisik dan sifat kimia kadmium (Cd), yaitu :
1. Sifat Fisik
a. Logam berwarna putih keperakan
b. Mengkilap
c. Lunak/Mudah ditempa dan ditarik

Universitas Sumatera Utara

d. Titik lebur rendah
e. Akan kehilangan kilapnya jika beradadalam udara yang basah atau
lembab dan akan mengalami kerusakan bila terkena uap ammonia dan
sulfur hidroksida.
2. Sifat Kimia
a. Kadmium (Cd) tidak larut dalam basa
b. Larut dalam H2SO4 encer dan HCL encer
c. Beraksi dengan halogen dan nonhalogen seperti S, Se, P
d. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat
CdO
e. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi
f. CdI2 larut dalam alkohol
2.6.1 Sumber Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah
berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta
kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, Kadmium (Cd) berasal dari emisi
industry antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan
timbal (Pb).
Sumber pencemaran dan paparan Kadmium (Cd) berasal dari polusi
udara,rokok,air sumur,makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar
kadmium (Cd),fungsida,pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium (Cd)
berasal

dari

rokok,tembakau,pipa

rokok

yang

mengandung

kadmium

(Cd),perokok pasif,plastik berlapis Kadmium (Cd) (Widowati, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Dalam lingkungan sumber kadmium (Cd) yang masuk ke perairan berasal dari :
1.

Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.

2. Air bilasan dari elektroplating.
3. Besi, tembaga dan industri logam yang menghasilkan abu dan uap serta air
limbah dan endapan yang mengandung kadmium (Cd).
4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 %
Cd, semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam
kurun waktu 4-12 tahun.
5. Pupuk fosfat dan endapan sampah.
2.6.2 Kegunaan Kadmium (Cd)
Kadmium
kegunaannya,

merupakan

khususnya

logam

untuk

yang

sangat

electroplating

penting

(pelapisan

dan

banyak

elektrik)

serta

galvanisasi karena cadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium
banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik,
plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi,
pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen
untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008).
Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:
a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.
b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang
berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase
stabil.
c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi.

Universitas Sumatera Utara

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.
e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan
untuk stabilizer.
Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri
pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri
tekstil.
2.6.3 Metabolisme Kadmium dalam Tubuh
Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium ini dapat terjadi pada
pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam ini.Keracunan akut
terjadi karena pada pekerja terkena paparan uap logam kadmium (Cd) atau
kadmium oksida (CdO).Keracunan bersifat kronis yang disebabkan oleh daya
racun yang dibawa oleh logam kadmium, terjadi dalam selang waktu yang sangat
pajan.Peristiwa ini terjadi karena kadmium masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
yang kecil sehingga dapat ditolerir tubuh pada saat tersebut (Palar, 2008).
Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui
berbagai cara, yaitu:
a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu
bara
b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat
makanan atau minuman
c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium
d. Melalui rantai makanan

Universitas Sumatera Utara

e. Melalui konsumsi daging

yang

diberi obat

anthelminthes yang

mengandung kadmium.
Absorpsi kadmium melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan
absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%.Absorpsi kadmium meningkat bila
terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan.
Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga
akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam
makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng
merangsang produksi metalotionin (Widowati,2008).
Kadmium ditransformasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah
merah yang memilki protein berat molekul rendah, yaitu metalotionin (MT) yang
memilki berat molekul 6000, banyak mengandung sulfhidril, dan dapat mengikat
11% kadmium dan seng. Metalotionin (MT) memiliki daya ikat yang sama
terhadap beberapa jenis logam berat sehingga kandungan logam berat bebas
dalam jaringan berkurang. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium
disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut sehingga
memunculkan hambatanterhadap aktivitas kerja enzim.Metalotionin merupakan
protein yang sangat peka dan akurat sebagai indikator pencemaran.Hal itu
didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logamlogam bisa terikat di dalam
jaringan tubuh organisme karena adanya protein (polipeptida) yang 26-33%
mengandung sistein.Setelah toksik memasuki darah, toksik didistribusikan dengan
cepat ke seluruh tubuh. Pengikat oksigen dalam jaringan bisa menyebabkan lebih
tingginya kadar toksikan dalam jaringan tersebut. Kadmium memilki afinitas yang

Universitas Sumatera Utara

kuat terhadap hati dan ginjal. Kadar kadmium pada hati dan ginjal bervariasi
tergantung pada kadar total kadmium dalam tubuh. Apabila metalotionin (MT)
hepar dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi, maka akan terjadi
kerusakan hati dan ginjal (Widowati, 2008).
Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati.Pada
umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ
tersebut. Kadmium dalam tubuh akan dibuang melalui feces sekitar 3-4 minggu
setelah terpapar kadmium dan melalui urin. Pada manusia, sebagian besar
kadmium diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan sebagian besar
kadmium diekskresikan melalui feces (Widowati, 2008).
2.6.4 Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd)
Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas
Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan
memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan
bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil
olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg pada ikan dan hasil olahannya.
2.6.5 Efek Kadmium (Cd)
2.6.5.1 Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan
Kadmium aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan
air.Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan
pupuk.Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah
tangga dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi
kadmium adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang

Universitas Sumatera Utara

berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari
kadmium yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk
dibuang oleh perusahaan produksi.Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang
jauh ketika diserap oleh lumpur.Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari
air permukaan maupun tanah.
Kadmium dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika
kadmium hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui
makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan
kadmium oleh tanaman.Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang
tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.
Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh bintang tersebut, terutama
ketika makan beberapa tanaman.Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium
dalam ginjalnya karena ini.Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya
sangat rentan untuk keracunan kadmium.Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat
rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi
kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme
tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Darmono, 2001).
2.6.5.2 Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut darmono (2001), efek kadmium terhadap kesehatan manusia
dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan
melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium
terutama kadmium oksida (CdO).

Universitas Sumatera Utara

Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah,
kepala pusing dan sakit pinggang.Akibat dari keracunan akut ini dapat
menimbulkan penyakit paru-paru yang akut dan kematian.Efek kronis terjadi
dalam selang waktu yang sangat panjang.Peristiwa ini terjadi karena kadmium
yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh
tubuh.
Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi
ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat
dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:
a. Efek Kadmium Terhadap Ginjal
Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat
tinggi dan manusia.Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacammacam bahan termasuk logam kadmium.Kadmium dapat menimbulkan gangguan
dan

bahkan

kerusakan

pada

sistem

kerja

ginjal

terutama

ekskresi

protein.Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang
terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam
urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.
b. Efek Kadmium Terhadap Paru-paru
Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi
melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium
akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul pembengkakan
paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas,
mual, muntah dan kepala pusing.

Universitas Sumatera Utara

c. Efek Kadmium Terhadap Tulang
Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan
tulang.Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang
dilanda rasa takut terhadap pencemaran.Efek ini timbul akibat kekurangan
kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga kalsium darah
digantikan oleh logam kadmium yang ada.Pada akhirnya kerapuhan pada tulangtulang penderita yang dinamakan itai-itaidisease.
d. Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung
Efek

kronis kadmium dapat

pula

menimbulkan anemia karena

CdO.Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang
tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.
e.

Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi
Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi system

reproduksi dan organ-organnya.Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat
mematikan sel-sel sperma pada laki-laki.Hal inilah yang menjadi dasar bahwa
akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi
yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.
2.6.6 Kadmium (Cd) dalam Lingkungan
Logam kadmium dan bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke
lingkungan, terutama sekali merupakan efek samping dari aktivitas yang
dilakukan manusia. Dapat dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan
kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran
kadmium. Selain itu kadmium juga berasal dari pembakaran sampah rumah

Universitas Sumatera Utara

tangga dan pembakaran bahan bakar fosil karena secara alami bahan bakar
mengandung kadmium, penggunaan pupuk fosfat buatan.
Dalam strata lingkungan, kadmium dan persenyawaannya ditemukan
dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan
kadmium akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran
hujan, selain dalam air buangan (Palar, 2008).
Kadmium akan mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam
organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan
jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan
adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam
system rantai makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi.
Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi
kadmium yang lebih banyak (Widowati,2008).
2.7

Accaptable Daily Intake Logam Berat Pada Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari hayati dan air, baik

yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman untuk dikonsumsi manusia (SNI, 2009). Untuk itu sudah seharusnya
bahan pangan terbebas dari bahan-bahan pencemar yang besifat toksik bagi tubuh
manusia. Karena adanya cemaran pada makanan yang akan di konsumsi dapat
merugikan dan berdampak buruk bagi kesehatan dan jiwa manusia. Guna
melindungi konsumen dari kerugian akibat pencemaran makanan, maka
pemerintah telah menetapkan standar terhadap makanan yang boleh dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu contoh bahan pencemar yang telah ditentukan nilai batas
maksimumnya dalam bahan pangan adalah logam berat. Hal ini dikarenakan
logam berat yang sifatnya dapat terakumulasi dan tidak dapat di ekskresikan
sepenuhnya dari dalam tubuh dan menimbulkan dampak parah dalam jangka
waktu yang lama. Batas maksimum kadmium (Cd) dalam makanan hasil laut yang
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Departemen Kesehatan RI tahun 2009
adalah sebesar 0,1 mg/kg (SNI, 2009).
ADI didefinisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang
bila dikonsumsi seumur hidup, tampaknya tanpa risiko berarti berdasakan semua
fakta yang diketahui pada saat itu. Istilah asupan harian yang dapat diterima
(Acceptable Daily Intake=ADI) oleh komite gabungan FAO dan WHO mengenai
zat tambahan makanan pada tahun 1991. Selanjutnya digunakan untuk uji
toksikologik dan reevaluasinya terhadap sejumlah besar zat tambahan yang
meninggalkan residu dan zat kimia dalam makanan (Hariyanto, 2012).
Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan diukur untuk
mengetahui konsentrasi logam yang ada di dalam tubuh, sehingga dapat
menentukan batas aman untuk mengkonsumsi ikan dan batas aman untuk
konsumsi manusia. Organisasi Internasional WHO telah merumuskan aturan
untuk mengkonsumsi ikan yang terakumulasi mengkonsumsi ikan yang
terakumulasi logam berat. Pada tabel 2.1

menunjukkan aturan untuk

mengkonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat dan data-data tersebut
dikonversikan untuk mendapat angka yang merupakan aturan konsumsi ikan yang
aman setiap minggu pada manusia (Hariyanto, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1Batas Aman Konsentrasi Logam yang dapat Diterima Secara
Internasional
Jenis Logam
Standar Menurut Standar
Referensi
Kadmium
JECFA
PTWI 7 μg per WHO 1989
kg berat badan
per minggu
Tembaga
JECFA
PTWI 3500 μg WHO 1982
per kg berat
badan per minggu
Timbal
JECFA
PTWI 25 μg per ANZFA 1998
kg berat badan
per minggu
Seng
JECFA
PTWI 7000 μg WHO 1982
per kg berat
badan per minggu
PTWI = Provisional Tolerable Weekly Intake (Konsumsi yang diperbolehkan
setiap minggunya)
JEFCA = Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

2.8

Metode Pengolahan Sampah di TPA
Pembuangan akhir sampah adalah rangkaian atau proses terakhir dalam

system pengelolaan sampah pada suatu tempat yang telah dipersiapkan, aman,
serta tidak mengganggu lingkungan. Menurut Sastrawijaya (2009) sistem
pembuangan akhirsampah adalah sebagai berikut :
1. Sistem Open Dumping (pembuangan terbuka)
Sistem open dumping merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia
dalam sistem pembuangan sampah. Sampah hanya dibuang/ditimbun tanpa ada
perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan.
Pembuangan sampah secara terbuka dapat menjadi sarang/tempat perkembangan
vektor penyakit (lalat, tikus, kecoa), menyebarkan bau, mencemari udara, air

Universitas Sumatera Utara

permukaan dan air tanah, bahaya kebakaran dan menimbulkan asap tebal yang
berkepanjangan.
Keuntungan menggunakan sistem open dumping antara lain :
a. Investasi awal paling murah dibandingkan dengan sistem yang lain
b. Biaya operasi rendah
c. Tidak memerlukan teknologi tinggi
d. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan volume sampah
e. Dapat menampung berbagai macam sampah tanpa harus disortir terlebih
dahulu, kecuali sampah yang diklasifikasikan berbahaya atau beracun.
Kerugian menggunakan sistem open dumping antara lain :
a

Potensi pencemarannya terhadap lingkungan tinggi, sehingga lokasi harus
berjauhan dari wilayah pemukiman kota

b

Memerlukan lahan yang relatif luas

2. Sistem Controlled landfill
Controlled landfill adalah sistem open dumping yang telah diperbaiki atau
ditingkatkan dan peralihan teknik open dumping dan sanitary landfill.Pada sistem
ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh dengan
timbunan sampah yang telah dipadatkan atau setelah mencapai tahap/periode
tertentu.Penutupan dengan tanah ini tidak dilakukan setiap hari, tetapi dengan
periode waktu yang lebih panjang dengan maksud untuk mengurangi
kemungkinan adanya pencemaran, tetapi dengan biaya yang relatif masih rendah
(Royadi, 2006).
3. Sistem sanitary landfill

Universitas Sumatera Utara

Sistem sanitary landfill dianggap cara yang lebih baik karena sampah
padat yang datang langsung diproses dengan penimbunan tanah di atasnya pada
hari itu juga sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran. Namun cara ini
ternyata kurang efisien karena memerlukan areal yang luas, memerlukan alat-alat
yang besar dan manajemen yang baik. Sanitary landfill juga diduga dapat
menimbulkan masalah pencemaran di bawah tanah sehingga dapat terjadi
penurunan kualitas lingkungan karena dapat mencemari sumber air tanah dan air
permukaan (Suyono, 2014).
Resiko yang tidak dapat dihindarkan dari pembuangan sampah di landfill
adalah terbentuknya gas dan lindi yang dipengaruhi oleh dekomposisi dari
mikroba dan iklim, sifat dari sampah dan iklim pengoperasian sampah di landfill.
Perpindahan gas dan lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya menyebabkan
dampak yang serius pada lingkungan, selain berdampak buruk terhadap kesehatan
juga dapat menyebabkan dampak-dampak yang lain, yaitu sebagai berikut :
a. Kebakaran dan peledakan
b. Kerusakan pada tanaman
c. Bau yang tidak sedap
d. Pencemaran air tanah, udara dan pencemaran global (Royadi, 2006)
2.8.1 Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan
hatihati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA
seperti tercantum dalam lampiran Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit

Universitas Sumatera Utara

Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen Kesehatan No. 281 Tahun 1989
dijelaskan tentang persyaratan penentuan lokasi TPA sampah. Ketentuannya
adalah sebagai berikut :
1. Lokasi untuk penempatan TPA harus memenuhi persyaratan teknis sebagai
berikut:
a. Jarak terhadap pemukiman minimal 3 km.
b. Jarak terhadap sumber air baku untuk air minum (mata air, sumur, danau
dan lain-lain) minimal 200 meter. Hal ini mengingat, bahwa hasil
dekomposisi sampah

dapat

meresap

melalui

lapisan

tanah dan

menimbulkan pencemaran terhadap sumber air tersebut.
c. Tidak terletak pada daerah banjir, hal ini mengingat kemungkinan
terbawanya sampah TPA oleh air yang akan mengakibatkan pencemaran
terhadap lingkungan.
d. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi, hal ini
mengingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya tinggi akan
berakibat pencemaran air tanah baik kualitas maupun jumlahnya. Bila
sampah langsung kontak dengan air tanah, pencemarannya akan meluas
dan terjadi dalam waktu yang lama.
e. Jarak tepi paling dekat terhadap jalan besar/umum, sedikitnya 200 meter,
hal ini mengingat alasan estetika, tidak terlihat dari jalan umum. Ini bisa
dilakukan dengan membangun pagar atau penanaman pepohonan dan
sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

f. Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memeperhatikan aspek
estetika.
g. Jarak dari bandara tidak kurang dari 5 km.
2. Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembangbiak dan
tidak menimbulkan bau.
b. Memiliki drainase yang baik dan lancar.
c. Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah
pencemaran.
d. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya,
lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda.
e. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok garis atau
tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan
pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.
TPA yang sudah tidak digunakan :
1. Tidak boleh untuk pemukiman
2. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan seharí-hari
Untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03 3241-1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai
tempat pembuangan akhir sampah adalah :

Universitas Sumatera Utara

a. Jarak dari perumahan terdekat 500 m
b. Jarak dari badan air 100 m
c. Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat
jet)
d. Muka air tanah > 3 m
e. Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
f. Merupakan tanah tidak produktif
g. Bebas banjir minimal periode 25 tahun

2.9

Kerangka Konsep Penelitian

Kandungan
Kadmium (Cd)
dalam Ikan Nila
(Oreochromis
niloticus

1. Kandungan
Kadmium (Cd)
dalam air Tambak
2. Karakteristik
Tambak

Memenuhi Syarat
SNI 7387-2009
≤ 0,1 mg/kg

Tidak Memenuhi Syarat
SNI 7387-2009
> 0,1 mg/kg

Pemeriksaan Laboratorium
BTKL Medan

Gambar 1. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan

9 144 57

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

6 114 95

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

2 20 94

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 14

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 7

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016 Chapter III VI

0 0 28

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 1 4

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 6

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

0 0 14