Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

ABSTRAK

Pajanan logam berat dari berbagai sumber ke dalam lingkungan perairan akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota air, bahkan di bawah kadar yang diizinkan. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun menggunakan sistem pengelolaan sampah secara open dumping, sehingga berpotensi terhadap terjadinya pencemaran logam berat Cd yang dibawa oleh air lindi dan masuk ke dalam tambak udang windu yang berada di dekat Tempat Pembuangan Akhir sampah tersebut. Akibatnya akan mempengaruhi kualitas air tambak dan biota air yang hidup di dalam tambak yang ada di sekitar lokasi TPA.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium dalam udang windu yang berada di tambak sekitar tempat pembuangan akhir sampah. Penelitian ini dilakukan di tambak sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah udang dan air tambak udang yang diambil jarak 13 m, 57 m, 82 m dari TPA. Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kadmium pada air adalah 0,01296 mg/L hingga 0,01474 mg/L, lebih tinggi dari baku mutu yang ditetapkan, sementara semua sampel udang hasil tambak mengandung kadmium dengan rerata 0,12951 mg/kg, kandungan tersebut masih memenuhi syarat. Konsentrasi akumulasi kadmium pada udang, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi kadmium pada air dan durasi lama terpaparnya sampel.

Akumulasi logam berat terhadap biota air seperti udang membutuhkan monitoring berkelanjutan dan pengamatan terhadap potensi meningkatnya logam berat Cd. Disarankan kepada PEMKO Medan memperbaiki sistem pengolahan sampah dengan metodesanitary landfill.

Kata Kunci : Kadmium, Udang Windu (Penaeus monodon), Tambak udang, Tempat Pembuangan Akhir Sampah


(4)

have a negative impact to aquatic organisms, even below threshold limited value. Open dumping management system that is used on landfill site at Kelurahan Terjun could cause the exposure of one of toxicant heavy metal, Cadmium (Cd), through the leachate to the shrimp farm located near the landfill site. The exposure of this toxicant heavy metal could harmfully affect aquatic organisms around the landfill site.

The purpose of this study was to analyze the cadmium concentration in shrimp samples collected from the shrimp farm, located near the landfill site. The study location was in shrimp farm near landfill site at Kelurahan Terjun Kota Medan.

The type of this study was descriptive. Samples of this study were shrimps and water of shrimp farm which were collected in certain range :13 m, 57 m and 82 m from the landfill site. Data were analyzed descriptively in tables and naration.

The study found that concentration of cadmium in these contaminated water was 0,01296 mg/L to 0,01474 mg/L, higher than threshold limited value, while rates of cadmium accumulation on shrimp were measured at 0,12951 mg/kg, approximately equivalent to the minimum risk concentration. Concentration Cd accumulated in the shrimp was in line will increasing of the concentration cadmium in water and the duration of exposure.

Accumulation of heavy metals in aquatic organisms such as shrimp needed continuous monitoring and surveillance owing to biomagnifying potential of toxic heavy metals (Cd). Suggested to Kota Medan government was to change management system that is used on landfill site with sanitary landfill system.

Key Words : Cadmium, Udang Windu (Penaeus monodon), Shrimp Farm, Landfill Site


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : YULIA KHAIRINA ASHAR

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 31 Juli 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 4 dari 4 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Gagak Raya No. 462 Perumnas Mandala Medan Riwayat Pendidikan :

1. TK ABA 09 Melati : 1997–1998

2. SD Muhammadiyah 30 : 1998–2004

3. SMPN 4 Medan : 2004–2007

4. SMAN 11 Medan : 2007–2010

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera : 2010–2014 Utara

Riwayat Organisasi :

1. Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan: 2012–2013 (HMP Kesling) FKM USU


(6)

Bismillaahirrahmanirrahim

Assalaamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, tiada kata seindah pujian kepada Allah SWT yang telah banyak memberi nikmat kepada setiap hambaNya. Iringan salam disampaikan pula kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kesempurnaan akhlak,insyaAllahdi akhirat kita mendapat syafaatnya.

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang

Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun

2014”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara. Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Asrin Salayan, M.Sc dan Ibunda Surinta Nur Harahap, S.Pd., yang selalu menemani, memberi semangat dan inspirasiku. Terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang, serta dukungan moril maupun materil yang telah Ayah Ibunda berikan setiap saat.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :


(7)

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I serta Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

5. Ir. Indra Chahaya S, Msi selaku Dosen Penguji III Skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 7. Kak Dian dan Bang Marihotserta Staf di FKM USU yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian urusan administrasi.

8. Bapak H. Azwar selaku Kepala Lurah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan dan Bapak Yudi, Bapak Ahok selaku pemilik tambak udang yang telah banyak membantu penulis di lapangan.


(8)

dan kakak-kakak iparku tercinta Tia, Era serta seluruh keluarga. Terima kasih untuk dukungan doa, kasih sayang, serta semangat yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Sahabat – sahabat tersayang (Agus, Devi, Isna, Petra, Anggi, Sasya, Erna, Fandi, Ira, Meithyra, Merlyn, Sylvina, Raja, Palma, Aminah, Widya, Rizvya, Cyndi) Terima kasih untuk dukungan serta doa-doa kalian dan seluruh teman HMP Kesehatan Lingkungan serta teman-teman seperjuangan stambuk 2010 FKM USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

` Medan, Mei 2014


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR... . xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah ... 7

2.1.1 Pengertian Sampah ... 7

2.1.2 Sumber-Sumber Sampah ... 7

2.1.3 Jenis-Jenis Sampah ... 10

2.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 12

2.2.1 Pengertian TPA Sampah ... 12

2.2.2 Metode Pengolahan Sampah di TPA ... 13

2.2.3 Persyaratan Lokasi TPA ... 15

2.3 Logam Berat ... 18

2.4 Kadmium (Cd) ... 19

2.4.1 Pengertian Cd ... 19

2.4.2 Sumber-Sumber Pencemaran Cd ... 20

2.4.3 Sifat-Sifat Cd ... 20

2.4.4 Kegunaan Cd ... 21

2.4.5 Cd dalam Lingkungan ... 22

2.4.6 Efek Toksisitas Cd pada Biota Air ... 23

2.4.7 Efek Toksisitas Cd pada Manusia ... 24

2.4.8 Waktu Paruh Cd dalam Tubuh ... 28

2.5 Udang Windu (Penaeus monodon) ... 29

2.6 Budidaya Udang Windu ... 31

2.6.1 Pengertian Tambak ... 31


(10)

2.7 Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 38

3.3 Objek Penelitian ... 38

3.4 Metoda Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Data Primer ... 39

3.4.2 Data Sekunder ... 39

3.5 Defenisi Operasional ... 40

3.6 Aspek Pengukuran Cd ... 40

3.7 Prosedur Pengukuran Cd ... 41

3.7.1 Prinsip Pengukuran ... 41

3.7.2 Peralatan dan Bahan ... 41

3.7.3 Cara Kerja ... 42

3.7.3.1 Pengambilan dan Penanganan sampel ... 42

3.7.3.2 Preparasi sampel ... 43

3.7.3.3 Analisis kadar Cd dengan metode ICP... 43

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 45

3.9 Teknik Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.1.1 Data Geografi ... 46

4.1.2 Jumlah Penduduk ... 46

4.1.3 Gambaran Umum TPA Terjun ... 47

4.1.4 Sistem Pengolahan Air Lindi ... 49

4.1.5 Karakteristik Tambak Udang Windu ... 49

4.2 Hasil Pemeriksaan Cd dalam Air Tambak Udang Windu Sekitar TPA Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan ... 51

4.3 Hasil Pemeriksaan Cd dalam Udang Windu di Tambak Sekitar TPA Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan... 53

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kandungan Cd dalam Air ... 55

5.2 Kandungan Cd dalam Udang Windu ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 65


(11)

(12)

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Minimal Parameter Kualitas Lokasi/Lahan ... 34 Tabel 2.2 Persyaratan Minimal Parameter Kualitas Air Pasok ... 34 Tabel 4.1 Data Mengenai Kondisi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan ... 48 Tabel 4.2 Data Mengenai Karakteristik Tambak Di Sekitar TPA

Kelurahan Terjun Kota Medan ... 50 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) Dalam Air Tambak

Udang Windu dan Air Sungai di Sekitar TPA Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) Dalam Udang Windu di

Tambak Sekitar TPA Sampah Kelurahan Terjun Kota


(14)

Lampiran 2 Lembar Observasi Penelitian ... 72 Lampiran 3 Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian ... 73 Lampiran 4 Perhitungan Acceptable Daily Intake Untuk Cd Dalam Udang

Windu ... 79 Lampiran 5 SNI 7387-2009

Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Dalam Air Tambak

Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Dalam Udang Windu Lampiran 8 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari FKM USU


(15)

ABSTRAK

Pajanan logam berat dari berbagai sumber ke dalam lingkungan perairan akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota air, bahkan di bawah kadar yang diizinkan. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun menggunakan sistem pengelolaan sampah secara open dumping, sehingga berpotensi terhadap terjadinya pencemaran logam berat Cd yang dibawa oleh air lindi dan masuk ke dalam tambak udang windu yang berada di dekat Tempat Pembuangan Akhir sampah tersebut. Akibatnya akan mempengaruhi kualitas air tambak dan biota air yang hidup di dalam tambak yang ada di sekitar lokasi TPA.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium dalam udang windu yang berada di tambak sekitar tempat pembuangan akhir sampah. Penelitian ini dilakukan di tambak sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah udang dan air tambak udang yang diambil jarak 13 m, 57 m, 82 m dari TPA. Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kadmium pada air adalah 0,01296 mg/L hingga 0,01474 mg/L, lebih tinggi dari baku mutu yang ditetapkan, sementara semua sampel udang hasil tambak mengandung kadmium dengan rerata 0,12951 mg/kg, kandungan tersebut masih memenuhi syarat. Konsentrasi akumulasi kadmium pada udang, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi kadmium pada air dan durasi lama terpaparnya sampel.

Akumulasi logam berat terhadap biota air seperti udang membutuhkan monitoring berkelanjutan dan pengamatan terhadap potensi meningkatnya logam berat Cd. Disarankan kepada PEMKO Medan memperbaiki sistem pengolahan sampah dengan metodesanitary landfill.

Kata Kunci : Kadmium, Udang Windu (Penaeus monodon), Tambak udang, Tempat Pembuangan Akhir Sampah


(16)

have a negative impact to aquatic organisms, even below threshold limited value. Open dumping management system that is used on landfill site at Kelurahan Terjun could cause the exposure of one of toxicant heavy metal, Cadmium (Cd), through the leachate to the shrimp farm located near the landfill site. The exposure of this toxicant heavy metal could harmfully affect aquatic organisms around the landfill site.

The purpose of this study was to analyze the cadmium concentration in shrimp samples collected from the shrimp farm, located near the landfill site. The study location was in shrimp farm near landfill site at Kelurahan Terjun Kota Medan.

The type of this study was descriptive. Samples of this study were shrimps and water of shrimp farm which were collected in certain range :13 m, 57 m and 82 m from the landfill site. Data were analyzed descriptively in tables and naration.

The study found that concentration of cadmium in these contaminated water was 0,01296 mg/L to 0,01474 mg/L, higher than threshold limited value, while rates of cadmium accumulation on shrimp were measured at 0,12951 mg/kg, approximately equivalent to the minimum risk concentration. Concentration Cd accumulated in the shrimp was in line will increasing of the concentration cadmium in water and the duration of exposure.

Accumulation of heavy metals in aquatic organisms such as shrimp needed continuous monitoring and surveillance owing to biomagnifying potential of toxic heavy metals (Cd). Suggested to Kota Medan government was to change management system that is used on landfill site with sanitary landfill system.

Key Words : Cadmium, Udang Windu (Penaeus monodon), Shrimp Farm, Landfill Site


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan. Hingga saat ini di Indonesia, metode pengolahan akhir sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada TPA Kelurahan Terjun Kota Medan. Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah pada suatu legokan atau cekungan tanpa menggunakan tanah sebagai penutup sampah, oleh karena itu metode open dumping ini sangat potensial dalam mencemari lingkungan, salah satunya adalah pencemaran air tanah oleh

leachate(Erwin, 2012).

Proses penimbunan sampah secara terus-menerus di daerah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah menghasilkan pencemar berupa air lindi (leachate) yaitu cairan yang mengandung zat terlarut dan tersuspensi yang sangat halus sebagai hasil penguraian sampah oleh mikroba (Soemirat, 1999). Air lindi mengandung bahan-bahan organik yang membusuk dan bahan-bahan logam berat (Himmah et al, 2009). Logam berat yang sering ditemukan dalam air lindi yaitutimbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan besi (Fe) (Langmore, 1998dalam Maramiset al, 2006). Logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan besi (Fe) yang terkandung dalam air lindi berasal dari sampah yang telah dibuang ke TPA. Kadmium dapat berasal dari sampah logam yang mengandung Cd dan pembuangan sampah industri seperti plastik, baterai, elektroplating dan cat yang berada di TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.


(18)

Kadmium memiliki efek toksik yang tinggi bahkan pada konsentrasi rendah, tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan (Rochyatun dan Rozak, 2003). Berdasarkan kriteria kualitas air permukaan untuk tingkat toksisitas kronik, logam Cd menduduki urutan pertama dengan nilai toksisitas 0,25 μ g/L, diikuti oleh logam berat lain yaitu Hg 0,77 μ g/L, Pb 2,5 μ g/L, Cr 11 μ g/L, Ni 52 μ g/L, Zn 120 μ g/L dan As 150 μ g/L (U.S. EPA, 2009a). International Agency for Research on Cancer (IARC) (1993) menempatkan Cd sebagai bahan karsinogen paling berbahaya.

Berdasarkan penelitian Handoko dan Kristiyaningsih bahwa terdapat kandungan logam berat yaitu Cd pada air tambak di tiga titik pengukuran tambak sekitar TPA sampah Benowo yang terbukti telah melampaui baku mutu. Pengukuran ini juga diperkuat dengan terdapatnya kadar logam berat yaitu Cd dalam ikan tambak yang telah melebihi Batas Cemaran Logam Berat dalam Makanan berdasarkan Dirjen POM Nomor 03725 tahun 1999 serta terdapatnya kadar Cd dalam darah subjek penelitian kelompok terpapar dalam hubungannya dengan lama tinggal (Sudarmaji, 2008).

Menurut Dinas Kebersihan Kota Medan (2013), terdapat kandungan Cd yang telah melebihi baku mutu lingkungan di air permukaan sekitar TPA Kelurahan Terjun sesuai yang ditetapkan dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yaitu 0,003 mg/L. Rerata konsentrasi kadmium yang terdeteksi adalah 0,005 mg/L, dengan konsentrasi tertinggi 0,006 mg/L.


(19)

3

Di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan terdapat tambak udang windu (Penaeus monodon) yang dibudidayakan oleh masyarakat. Tambak udang ini berada sangat dekat dengan TPA sehingga berpotensi terhadap terjadinya pencemaran logam berat Cd yang dibawa oleh air lindi yang berupa rembesan dari timbunan sampah yang ada di TPA. Adanya air lindi karena TPA masih menggunakanmetode pengolahan akhir sampah secara open dumping dan belum memiliki penampungan air lindi dengan pengolahan yang baik, sehingga air lindi akan merembes ke dalam tanah, ataupun mengalir di permukaan tanah dan masuk kedalam air tambak. Akibatnya akan terjadi pencemaran kualitas air tambak dan bahkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap biota air yang hidup di dalam tambak yang berada di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

Logam Cd yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi. Hal ini akan menyebabkan organisme yang mencari makan di dasar perairan (seperti udang) akan memiliki peluang yang besar untuk terpapar logam berat Cd yang telah mengendap di dasar perairan. Sifatnya yang detrivorus (pemakan sisa-sisa) inilah yang menyebabkan hewan ini cukup baik untuk indikator polusi logam berat (Darmono, 2001). Oleh karena itu, hasil laut jenis krustasea perlu diwaspadai terhadap pencemaran logam berat, karena jenis krustasea banyak digemari sebagai salah satu bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Logam berat Cd sukar mengalami proses pelapukan baik secara kimiawi, fisika maupun biologi. Dalam perairan logam berat tersebut sekalipun kadarnya relatif rendah, dapat terabsorpsi dan terakumulasi secara biologis oleh hewan air, dan


(20)

akan terlibat dalam sistem jaringan makanan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses yang dinamakan bioakumulasi, dimana logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme air yang hidup. Kemudian melalui proses biotransformasi akan terjadi perpindahan dan peningkatan kadar logam berat tersebut pada tingkat pemangsaan (trophic level) yang lebih tinggi. Secara tidak langsung proses biomagnifikasi dapat terjadi dalam jaringan tubuh manusia yang memakan hasil perairan yang tecemar oleh logam berat (Martuti, 2001).

Berdasarkan uraian masalah latar belakang diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Analisis kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014”.

1.2. Perumusan Masalah

TPA Kelurahan Terjun Kota Medan merupakan satu-satunya TPA yang beroperasi secara operasional menampung seluruh sampah dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Berbagai jenis sampah terdapat di TPA Terjun salah satunya adalah jenis sampah industri yang mengandung logam berat Cd, sementara kegiatan TPA sampah Terjun sejak awal dioperasikan telah menggunakan sistem open dumping yang dapat berpotensi menimbulkan pencemaran Cd yang dibawa oleh air lindi terhadap udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.


(21)

5

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kandungan Kadmium (Cd) dalam air yang berada di tambak udang di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

2. Mengetahui karakteristik tambak udang yang meliputi jarak TPA dari tambak dan luas tambak yang berada di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

3. Mengetahui ada atau tidaknya kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

4. Mengetahui kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak udang di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan disesuaikan dengan SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yaitu kadmium sebesar 1,0 mg/kg. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk pengayaan literatur tentang kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.


(22)

2. Sebagai bahan masukan bagi pengelola tambak udang dan masyarakat sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan untuk dapat meminimalisasi risiko paparan kadmium masuk ke dalam lingkungan.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi yang penting bagi peneliti lainnya mengenai kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

4. Untuk peneliti sendiri agar menambah wawasan dan dapat menemukan dan memecahkan permasalahan tentang Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah

2.1.1. Pengertian Sampah

KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mengartikan sampah sebagai benda yang dibuang karena tidak terpakai dan tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya, menurut Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 menyatakan, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Menurut Amerian Public Health Association (APHA), sampah (waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Sumantri, 2010).

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan (refuse) sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup. Dalam ilmu kesehatan, keseluruhan dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang tersebut, disebut benda-benda sisa atau benda-benda bekas (waste). Kecuali sampah kotoran manusia (human waste), air limbah atau air bekas (sewage) serta sisa-sisa industri (industrial waste) termasuk pula kedalamnya.

2.1.2. Sumber-Sumber Sampah

Menurut Kusnoputranto (2000), sumber-sumber sampah terdiri dari : 1. Sampah domestik (domestic waste)


(24)

Sampah padat yang berasal dari pemukiman masyarakat. Jenis sampah padat ini cukup beragam, namun umumnya berupa sampah dapur dan sampah lain hasil kegiatan rumah tangga seperti sampah-sampah hasil pengolahan makanan, sampah dari halaman misalnya dedaunan, kaleng dan kardus bekas serta kertas pembungkus, pakaian bekas, karpet tua, perabotan rumah tangga dan sejenisnya.

2. Sampah komersial (commercial wastes)

Sampah padat dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial, baik warung, ataupun pasar. Sampah ini beragam sesuai dengan jenis barang yang diperdagangkan. Sampah di pusat perdagangan atau pasar biasanya terdiri dari : kardus-kardus yang besar, kotak-kotak pembungkus, kertas-kertas, karbon, pita mesin tik besar dan lainnya. Dalam hal ini termasuk sampah makanan dari kantin atau restoran.

3. Sampah yang berasal dari jalan-jalan raya (street sweeping)

Sampah yang berasal dari pembersihan jalan-jalan, biasanya terdiri dari kertas-kertas, kardus- kardus kecil tercampur dengan batu-batuan, debu, pasir, benda-benda yang jatuh dari truk/kendaraan, sobekan-sobekan ban atau onderdil-onderdil yang jatuh, juga daun-daunan, sampah-sampah yang dibuang dari mobil, kantong-kantong plastik dan lain-lain.

4. Sampah-sampah Industri (Industrial wastes)

Sampah-sampah yang berasal dari pembangunan industri dan dari proses-proses produksi yang terjadi dalam industri tersebut. Jenis sampah ini relatif sama untuk industri tertentu, namun jenis industri yang berbeda akan


(25)

9

menghasilkan sampah yang berbeda juga. Jadi jenis sampah, jumlah dan komposisi sampah industri bergantung pada jenis industrinya, misalnya sampah industri, sampah pengepakan barang, sampah bahan makanan, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan lain-lain.

5. Sampah-sampah yang berasal dari daerah pertanian dan perkebunan (agriculture wastes), sampah-sampah dari daerah ini dapat berupa sampah dari hasil perkebunan atau pertanian misalnya jerami, sisa sayur-mayur, batang jagung, pohon kacang-kacangan dan lain-lain yang umumnya jumlahnya cukup besar sewaktu musim panen. Umumnya sampah-sampah ini dibakar dan dikembalikan pada tanah pertanian ataupun dijadikan pupuk untuk pertanian.

6. Sampah yang berasal dari daerah pertambangan

Pertambangan dapat menghasilkan sejumlah sampah yang tergantung pada jenis usaha tambangnya. Pengumpulan sejumlah mineral yang diproses maupun yang tidak diproses, mengandung zat-zat kontaminan, yang apabila ada hujan dapat merembes dan membawa zat-zat yang toksik dan berbahaya ke suatu sumber air serta mencemari sumber air tersebut. Sampah-sampahnya berupa bahan-bahan tambang disamping sampah-sampah dari aktivitas manusia pengelolanya.

7. Sampah-sampah yang berasal dari gedung-gedung atau perkantoran (Institutional wastes)

Terdiri dari kertas-kertas, karbon-karbon, pita-pita mesin tik, klip dan lain-lain, umumnya bersifatrubbish, kering dan mudah terbakar.


(26)

8. Sampah-sampah yang berasal dari daerah penghancuran gedung-gedung dan pembangunan/pemugaran.

Terdiri dari puing-puing, pipa plastik/besi, paku, kayu-kayu, kaca, kaleng-kaleng, potongan-potongan besi dan lain-lain.

9. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Contohnya sampah dari tempat-tempat hiburan, tempat-tempat olah raga, tempat-tempat ibadah, dan lain-lain yang dapat berupa, kertas, sisa buah-buahan, plastik dan lain-lain.

10. Sampah yang berasal dari daerah kehutanan

Misalnya sampah hasil dari penebangan kayu ataupun kegiatan reboisasi hutan sebagian besar terdiri dari sampah daun dan ranting.

11. Sampah yang berasal dari pusat-pusat pengolahan air buangan

Dengan adanya sampah-sampah yang terangkut oleh air maka sampah-sampah ini dapat diangkat dari air kotor pada sistem penyaluran atau pengolahan air kotor, misalnya pada saringan besi. Sampah-sampah dapat berupa plastik, kertas, kayu dan lain-lain. Disamping itu dihasilkan juga lumpur dari proses pengolahan air buangan ini.

12. Dari daerah peternakan dan perikanan

Sampah–sampah dari sini dapat berupa kotoran ternak atau sisa-sisa makanannya ataupun bangkai-bangkai binatang. Dari perikanan misalnya bangkai-bangkai ikan, sisa-sisa ikan atau lumpur.


(27)

11

Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan, kotoran ataupun benda-benda lain yang berbentuk padat. Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis (Chandra, 2007), yakni :

a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya sampah dibagi menjadi : 1. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,

misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

2. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya. b. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar

1. Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas, dan sebagainya.

2. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya : kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya.

c. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk

1. Mudah membusuk, misalnya : sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya.

2. Tidak mudah membusuk, misalnya : plastik, karet, kaleng, dan sebagainya. d. Berdasarkan karakteristik sampah

1. Garbage, yaitu jenis sampah yang terdiri dari sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk, dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel, dan sebagainya.


(28)

2. Rubbish, yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar, seperti kertas, karton, plastik, dan sebagainya, maupun yang tidah mudah terbakar, seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya.

3. Ashes (abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.

4. Sampah jalanan (street sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran yang bermacam-macam sampah, daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya.

5. Sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrik-pabrik. 6. Bangkai binatang (dead animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena

alam, ditabrak kendaraan, atau dibuang oleh orang.

7. Bangkai kendaraan (Abandoned vehicle), adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan sebagainya.

8. Sampah pembangunan (construction waste), yaitu sampah dari proses pembangunan gedung, rumah, dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, bambu, dan sebagainya (Mukono, 2006).

2.2. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

2.2.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,


(29)

13

pengumpulan, pemindahan / pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan rangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan (Royadi, 2006).

2.2.2. Metode Pengolahan Sampah di TPA

Pembuangan akhir sampah adalah rangkaian atau proses terakhir dalam sistem pengelolaan sampah pada suatu tempat yang telah dipersiapkan, aman, serta tidak mengganggu lingkungan. Menurut Sastrawijaya (2009) sistem pembuangan akhir sampah adalah sebagai berikut :

1. SistemOpen Dumping(pembuangan terbuka)

Sistem open dumping merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam sistem pembuangan sampah. Sampah hanya dibuang/ditimbun tanpa ada perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan. Pembuangan sampah secara terbuka dapat menjadi sarang/tempat perkembangan vektor penyakit (lalat, tikus, kecoa), menyebarkan bau, mencemari udara, air permukaan dan air tanah, bahaya kebakaran dan menimbulkan asap tebal yang berkepanjangan.


(30)

a. Investasi awal paling murah dibandingkan dengan sistem yang lain b. Biaya operasi rendah

c. Tidak memerlukan teknologi tinggi

d. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan volume sampah

e. Dapat menampung berbagai macam sampah tanpa harus disortir terlebih dahulu, kecuali sampah yang diklasifikasikan berbahaya atau beracun.

Kerugian menggunakan sistemopen dumpingantara lain :

a. Potensi pencemarannya terhadap lingkungan tinggi, sehingga lokasi harus berjauhan dari wilayah pemukiman kota

b. Memerlukan lahan yang relatif luas

2. SistemControlled landfill

Controlled landfill adalah sistem open dumping yang telah diperbaiki atau ditingkatkan dan peralihan teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada sistem ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh dengan timbunan sampah yang telah dipadatkan atau setelah mencapai tahap/periode tertentu. Penutupan dengan tanah ini tidak dilakukan setiap hari, tetapi dengan periode waktu yang lebih panjang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan adanya pencemaran, tetapi dengan biaya yang relatif masih rendah (Royadi, 2006).

3. Sistemsanitary landfill

Sistem sanitary landfill dianggap cara yang lebih baik karena sampah padat yang datang langsung diproses dengan penimbunan tanah di atasnya pada hari itu juga sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran. Namun cara ini ternyata kurang efisien karena memerlukan areal yang luas, memerlukan alat-alat yang besar


(31)

15

dan manajemen yang baik.Sanitary landfilljuga diduga dapat menimbulkan masalah pencemaran di bawah tanah sehingga dapat terjadi penurunan kualitas lingkungan karena dapat mencemari sumber air tanah dan air permukaan (Suyono, 2014).

Resiko yang tidak dapat dihindarkan dari pembuangan sampah di landfill

adalah terbentuknya gas dan lindi yang dipengaruhi oleh dekomposisi dari mikroba dan iklim, sifat dari sampah dan iklim pengoperasian sampah dilandfill.

Perpindahan gas dan lindi darilandfillke lingkungan sekitarnya menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, selain berdampak buruk terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan dampak-dampak yang lain, yaitu sebagai berikut :

a. Kebakaran dan peledakan b. Kerusakan pada tanaman c. Bau yang tidak sedap

d. Pencemaran air tanah, udara dan pencemaran global (Royadi, 2006) 2.2.3. Persyaratan Lokasi TPA

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam lampiran Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen Kesehatan No. 281 Tahun 1989 dijelaskan tentang persyaratan penentuan lokasi TPA sampah. Ketentuannya adalah sebagai berikut :

A. Lokasi untuk penempatan TPA harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:


(32)

1. Jarak terhadap pemukiman minimal 3 km.

2. Jarak terhadap sumber air baku untuk air minum (mata air, sumur, danau dan lain-lain) minimal 200 meter. Hal ini mengingat, bahwa hasil dekomposisi sampah dapat meresap melalui lapisan tanah dan menimbulkan pencemaran terhadap sumber air tersebut.

3. Tidak terletak pada daerah banjir, hal ini mengingat kemungkinan terbawanya sampah TPA oleh air yang akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan.

4. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi, hal ini mengingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya tinggi akan berakibat pencemaran air tanah baik kualitas maupun jumlahnya. Bila sampah langsung kontak dengan air tanah, pencemarannya akan meluas dan terjadi dalam waktu yang lama.

5. Jarak tepi paling dekat terhadap jalan besar/umum, sedikitnya 200 meter, hal ini mengingat alasan estetika, tidak terlihat dari jalan umum. Ini bisa dilakukan dengan membangun pagar atau penanaman pepohonan dan sebagainya.

6. Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memeperhatikan aspek estetika.

7. Jarak dari bandara tidak kurang dari 5 km.

B. Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembangbiak dan tidak menimbulkan bau.


(33)

17

2. Memiliki drainase yang baik dan lancar.

3. Leachateharus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran. 4. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya,

lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda.

5. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok garis atau tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

C. TPA yang sudah tidak digunakan : 1. Tidak boleh untuk pemukiman

2. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan seharí-hari

Untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :

a. Jarak dari perumahan terdekat 500 m b. Jarak dari badan air 100 m

c. Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet) d. Muka air tanah > 3 m

e. Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6cm / det f. Merupakan tanah tidak produktif


(34)

g. Bebas banjir minimal periode 25 tahun

2.3. Logam berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm

3

, terletak disudut kanan bawah pada sistem periodik unsur, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92, dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Ernawati, 2010). Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Darmono, 1995). Logam berat ini dapat mencemari lingkungan.

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja et al, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkonsumsi hewan air adalah sebagai berikut Hg2+> Cd2+> Ag2+> Ni2+> Pb2+> As2+> Cr2+> Sn2+> Zn2+.


(35)

19

Adanya logam berat diperairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini terkait dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja et al, 1982), yaitu :

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk udang, kerang dan ikan yang akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.

2.4. Kadmium (Cd)

2.4.1. Pengertian Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilat, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium bisa membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Kadmium merupakan unsur logam yang terletak dalam grup IIB pada tabel periodik dengan nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol, mencair pada suhu 3210C, dan mendidih pada suhu 7670C. Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, serta


(36)

dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Widowatiet al,2008).

Karakteristik kadmium yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH-, ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yang berwarna putih. Bila logam kadmium digabungkan dengan senyawa karbonat, posfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar, 2008).

2.4.2. Sumber Pencemaran Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) berada di lingkungan secara alami dan dapat terbentuk melalui proses alami seperti kebakaran hutan, emisi vulkanik gunung berapi, dan pelapukan tanah serta bebatuan. Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu

greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite

(ZnS). Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb) dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn), dan timbal (Pb). Kadar Cd dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar Cd sebesar 0,2 – 0,3 %. Sumber lain adalah dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman yang kemudian terbawa oleh aliran angin dan air (Widowati, 2008).

Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, keramik berglazur, fungisida, pupuk serta cat. Paparan dan toksisitas Cd berasal dari rokok,


(37)

21

tembakau, pipa rokok yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd, serta air minum yang mengandung Cd (Widowati, 2008).

2.4.3. Sifat-Sifat Kadmium (Cd)

Menurut Palar (2008), sifat-sifat logam berat kadmium (Cd) yaitu : 1. Sifat Fisik

a. Logam berwarna putih keperakan b. Mengkilat

c. Lunak/mudah ditempa dan ditarik d. Titik lebur rendah

2. Sifat Kimia

a. Cd tidak larut dalam basa

b. Larut dalam H2SO4encer dan HCL encer Cd + H2SO4 CdSO4+ H2

c. Cd tidak menunjukkan sifat amfoter

d. Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti : S, Se, P e. Cd adalah logam yang cukup aktif

f. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO

g. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi h. CdI2larut dalam alkohol

2.4.4. Kegunaan Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untukelectroplating(pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena kadmium


(38)

memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan

alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008).

Menurut Palar (2008), pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi: a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan dalam proses pembuatan tetraetil-Pb

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan yang berfungsi untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil. 2.4.5. Kadmium (Cd) dalam Lingkungan

Logam kadmium dan bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dapat dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran Cd. Selain itu kadmium juga berasal dari pembakaran sampah rumah tangga dan pembakran bahan bakar fosil karena secara alami bahan bakar mengandung kadmium, penggunaan pupuk posfat (Palar, 2008).


(39)

23

Dalam strata lingkungan, logam Cd dan persenyawaannya ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan (Palar, 2008).

Kadmium akan mengamlami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan. Disamping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Di mana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang mutu maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian dan bahkan kemusnahan (Palar, 2008).

2.4.6. Efek Toksisitas Kadmium (Cd) Pada Biota Air

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah. Di perairan Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut (Palar, 2008).

Kadmium masuk ke dalam tubuh biota air dimulai dari pengambilan unsur-unsur tertentu dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari konsentrasi lingkungan (Darmono, 1995). Pengambilan awal logam berat oleh biota air dapat melalui tiga proses utama, yaitu


(40)

melalui pernafasan (permukaan insang), melalui permukan tubuh (kulit) dan melalui makanan, partikel serta air yang masuk sistem pencernaan (Connell & Miller, 1995). Insang merupakan jalan masuk air yang penting, karena permukaan insang lebih dari 90% seluruh luas badan. Masuknya logam berat Cd ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan, karena bereaksinya kation logam tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir insang. Kondisi ini menyebabkan proses metabolisme dari insang menjadi terganggu. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir. Hal ini akan memperlambat respirasi dan pengikatan oksigen pada insang dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Chahaya, 2003).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Rahmansyah, dkk (1998) dalam Yudiati (2009) bahwa udang windu yang tercemar kadmium sebesar 0,88 ppm secara fisiologis dapat menurunkan fungsi organ seperti insang, ginjal, otot dan syaraf sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan dapat menyebabkan kematian. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Wu et al (2009)

dalam Yudiati (2009) dimana paparan akut pada konsentrasi Cd yang tinggi menyebabkan perubahan histologi insangL. Vannamei.

2.4.7. Efek Toksisitas Kadmium (Cd) Pada Manusia

Kadmium masuk kedalam tubuh manusia terjadi melalui inhalasi, oral maupun kulit. Menurut darmono (2001), kadmium yang masuk melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO) kebanyakan dapat menyebabkan kasus keracunan akut pada manusia. Berbeda


(41)

25

halnya dengan cara kadmium yang masuk melalui oral akan menyebabkan keracunan kronis pada manusia.

Logam yang masuk kedalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, yang mana makanan telah terkontaminasi, absorpsi kadmium yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi kadmium meningkat bila terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan. Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng merangsang produksi metalotionin (Widowati, 2008).

Kadmium ditransformasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah yang memilki protein berat molekul rendah, yaitu metalotionin (MT) yang memilki berat molekul 6000, banyak mengandung sulfhidril, dan dapat mengikat 11% kadmium dan seng. Metalotionin (MT) memiliki daya ikat yang sama terhadap beberapa jenis logam berat sehingga kandungan logam berat bebas dalam jaringan berkurang. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut sehingga memunculkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim.Metalotioninmerupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai indikator pencemaran. Hal itu didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logam-logam bisa terikat di dalam jaringan tubuh organisme karena adanya protein (polipeptida) yang 26-33% mengandung sistein. Setelah Cd memasuki darah, Cd didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikat oksigen dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar Cd dalam jaringan tersebut. Kadmium memilki afinitas yang kuat terhadap hati dan ginjal (Widowati, 2008).


(42)

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati. Pada umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadmium dalam tubuh akan dibuang melalui feces sekitar 3-4 minggu setelah terpapar kadmium dan melalui urin. Pada manusia, sebagian besar kadmium diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan sebagian besar kadmium diekskresikan melalui feces (Widowati, 2008).

Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

a. Efek Kadmium Terhadap Ginjal

Ginjal merupakan organ utama dari sistem urinaria manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium. Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein. Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.

Dari hasil penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pajanan kadmium selama lebih kurang sekitar 10 tahun dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, tergantung intensitas pajanan. Tanda awal abnormalitas ginjal adalah ditemukannya proteinuria tubulus pada konsentrasi 2 µg/g kreatinin yaitu β2 -microglobulin dan ά1--microglobulin yang merupakan biomarker kerusakan kerusakan ginjal akibat pajanan kadmium. Pada tingkat akhir kerusakan ginjal


(43)

27

adalah adanya glycosuria, sisa kalsium dan fosfat dan gangguan metabolisme kalsium dengan efek sekunder pada tulang yaitu osteoporosis dan osteomalasia (Roelset al, 1999; Jarupet al, 2000).

b. Efek Kadmium Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Dalam beberapa jam setelah menghisap debu dan asap Cd, terutama Kadmium Oksida (CdO), korban akan mengeluh gangguan saluran nafas, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema).

c. Efek Kadmium Terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan tulang. Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang dilanda rasa takut terhadap pencemaran. Efek ini timbul akibat kekurangan kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga fungsi kalsium darah digantikan oleh logam kadmium yang ada. Pada akhirnya kerapuhan pada tulang-tulang penderita yang dinamakanitai-itai disease.

d. Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko terhadap pembuluh darah. Apabila Cd masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan melalui saluran pencernaan. Kadmium dapat mempengaruhi otot


(44)

polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah.

Keracunan kronis terjadi bila memakan atau inhalasi dosis kecil dalam waktu yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronik. Kadmium pada keadaan ini menyebabkan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria, glikosuria, dan aminoasidiuria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal serta dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi.

Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap Kadmium. Gejala hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan kadium. Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e. Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.

Logam berat Kadmium bergabung bersama Timbal dan Merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang


(45)

29

ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 μ g per orang atau 7 μ g per kg berat badan.

2.4.8. Waktu Paruh Cd dalam Tubuh

Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk kompleks dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan (Azmir, 2009).

2.5. Udang Windu

Udang windu (Penaeus monodon, Fabricius.) merupakan udang komoditas asli daerah tropis yang telah berkembang sejak awal 1980-an, menjadi primadona komoditas perikanan di Indonesia dan memiliki nilai tinggi dalam perdagangan internasional (Rozi, 2008).

Klasifikasi Ilimiah Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustaceae Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobranchaiata Famili : Penaeidae


(46)

Spesies : Penaeus monodon

Udang windu (Penaeus monodon) yang dikenal dengan sebutan black tiger shrimp adalah spesies udang laut yang dapat mencapai ukuran besar. Di alam bebas udang ini dapat mencapai ukuran 35 cm dan berat sekitar 260 gram, sedangkan apabila dibudidayakan di tambak, panjang tubuhnya mencapai 20 cm dan berat sekitar 140 gram. Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras, berwarna hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar. Habitat udang windu adalah laut, dan udang ini dikenal sebagai penghuni dasar laut (Khordi, 2012). Udang windu dapat hidup pada salinitas 3-35 ppt. Bahkan, kini udang windu telah dipelihara di kolar air tawar. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ternyata udang windu dapat beradaptasi dengan air tawar (salinitas 0 ppt) secara bertahap (Harianto, 2002

dalamKhordi, 2012).

Udang windu adalah hewan nokturnal sehingga lebih aktif mencari makan di malam hari. Pada siang hari udang lebih suka beristirahat, baik dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam di dalam air. Bila media hidupnya (terutama saat dipelihara) dalam keadaan normal, yakni apabila keadaan lingkungannya cukup baik, udang jarang kali menampakkan diri pada siang hari. Bila di dalam suatu media pemeliharaan (tambak, KJA, atau kolam) udang tampak aktif bergerak pada siang siang hari, ada sesuatu yang tidak beres, mungkin makanannya kurang, salinitas meningkat, suhu naik atau turun, oksigen kurang, atau muncul senyawa-senyawa beracun, seperti H2S, CO2, dan lain-lain (Khordi, 2012).


(47)

31

Logam berat Cd masuk ke dalam tubuh krustasea berturut-turut paling banyak melalui insang, saluran pencernaan dan kulit, sehingga insang dari jenis binatang beruas ini paling banyak menderita oleh pengaruh toksisitas logam berat Cd (Darmono, 2001). Jenis krustasea yang hidup di dalam air terdiri atas banyak spesies, salah satunya adalah udang windu (Penaeus monodon). Jenis organisme ini pergerakannya relatif tidak secepat jenis ikan untuk menghindar dari pengaruh polusi logam berat Cd dalam air karena bergerak dan mencari makan di dasar air, sedangkan lokasi tersebut merupakan indikator yang baik untuk mengetahui terjadinya polusi lingkungan (Darmono, 2001).

2.6. Budidaya Udang Windu

Kegiatan budidaya udang merupakan jenis usaha perikanan yang hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan, sejauh manusia dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan serta pertumbuhan udang yang optimal. Usaha ini pernah menunjukkan hasil yang memuaskan hingga Indonesia menjadi produsen udang papan atas di dunia yaitu pada tahun 1994 mampu mencapai angka produksi > 300.000 ton/tahun (produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambak sederhana mencapai 20% dan tambak semi-intensif sekitar 10%). Sedangkan mulai tahun 1997 hingga sekarang produksi udang Indonesia mengalami penurun yang tidak sedikit, yaitu kira-kira produksi per tahun berkisar antara 160.000-200.000 ton (Anonim, 2003).


(48)

Hal lain, dengan semakin memburuknya mutu lingkungan karena perkembangan masyarakat, membuat lingkungan tambak semakin terpuruk dari tahun ketahun. Daerah pertambakan merupakan daerah akhir pembuangan kegiatan di bagian atas (up land) yang syarat dengan polutan. Secara garis besar, polutan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: Pertanian, industri, dan pemukiman. Pada saluran kawasan pertambakan yang tidak terpelihara, tentu akan merupakan perangkap yang baik bagi polutan tersebut, sehingga gagal dalam usaha pemeliharaan udang semakin besar. Untuk itu perencanaan dan pemeliharaan saluran harus diperhitungkan dengan baik sehingga dapat mengurangi beban polutan tersebut (Mai, 2006).

2.6.1. Pengertian Tambak

Pengertian tambak atau kolam menurut Biggset al, dalamMai (2006), adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin. Biggs et al, dalam Mai (2006), menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan.

2.6.2. Persyaratan Tambak

Secara umum tambak harus memenuhi syarat (Mai, 2006) sebagai berikut: a. Tanah tambak didominasi oleh tanah liat atau liat berpasir


(49)

33

c. Dasar tambak bebas dari bekas vegetasi d. Ada bagian caren dan pletaran

e. Kedalaman air mampu menampung sedikitnya 80 cm f. Ada penampungan air/tandon

2.6.3. Jenis-Jenis Tambak

Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, tambak ekstensif atau tradisional. Perbedaan dari ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000). Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.

Tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2–0,5 ha per petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya. Budidaya secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan optimal. Padat penebaran udang windu antara 30 – 50 ekor/m2. Pemberian pakan dilakukan 4 – 6 kali sehari. Hasil panen yang diharapkan adalah 4 – 8 ton/ha/musim untuk udang windu (Khordi, 2010).

Tambak semi intensif biasanya tidak seluas tambak ekstensif yaitu sekitar 0,5-1 ha. Sedangkan tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih udang dimasukkan ke dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak. Jadi benih tersebut benar-benar dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian ditangkap/dipanen. Karena itu, tambak berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies


(50)

udang dan ikan laut. Padat penebaran pada tambak tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15 ekor/m2 dengan persiapan tambak yang baik, meliputi pengeringan, pembajakan, pemupukan dan pengapuran. Udang dapat diberi pakan tambahan secukupnya selama 3 – 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 – 900 kg/ha/musim (Khordi, 2010).

2.6.4. Lokasi Tambak

Sukses tidaknya usaha budidaya udang di tambak dapat ditentukan pula dengan langkah awal yang sangat urgen, dalam hal ini penentuan lokasi untuk mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara harus terpenuhi. Pemilihan lokasi untuk budidaya udang sangatlah mutlak dilakukan demi terpenuhinya persyaratan teknis baik dari segi lingkungan maupun dari segi fisik/lahan. Persyaratan lokasi/ lahan untuk tambak pembesaran udang secara umum tidak jauh berbeda dengan jenis udang lainnya (Mai, 2006). Pemilihan lokasi yang dikehendaki untuk kegiatan budidaya jenis udang windu tercantum pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 2.1. Persyaratan minimal parameter kualitas lokasi/lahan

Sumber: Mai, 2006

No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan

1. 2. 3. 4.

Jenis Tanah pH Tanah Bahan Organik NH3

Liat berpasir (70:30) 6,5–8,0

3–5 %

0,05–0,25 ppm

Jenis tanah masih ada toleransi, yaitu dapat digunakan untuk liat berdebu/berlumpur


(51)

35

Tabel 2.2. Persyaratan minimal parameter kualitas air pasok

No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Salinitas pH Suhu Alaklinitas Bahan Organik PO4 NH3

15–30 ppt 7,5–8,7 28–31,50C 90–150 ppm 45–55 ppm 0,1–0,5 ppm 0,03–0,25 ppm

Bila bahan organik air di atas 55 ppm dapat diantisipasi dengan pengendapan pada petak tandon air.

Sumber: Mai, 2006

2.6.5. Kualitas Air Tambak

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya udang windu. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a) mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya udang windu (Darmono, 1991).

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya udang windu. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a) mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya udang windu (Darmono, 1991).


(52)

2.6. Kerangka Konsep

Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang windu (Penaeus monodon)

• Kandungan Kadmium (Cd) dalam air

• Karakteristik tambak

Memenuhi Syarat SNI 7387-2009

≤ 1,0mg/kg

Tidak Memenuhi Syarat SNI 7387-2009


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kandungan Cd dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tambak udang sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena :

1. Banyaknya sampah yang bertumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan sehingga mengakibatkan pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas tambak udang yang berada di sekitar TPA 2. Banyak warga yang mengonsumsi udang dari tambak sekitar TPA

3. Udang hasil tambak yang berada di TPA juga di distribusikan ke wilayah-wilayah lain.

4. Berdasarkan Dinas Kebersihan Kota Medan (2013) terdapat kandungan Cd yang telah melebihi baku mutu lingkungan di air permukaan sekitar TPA Kelurahan Terjun sesuai yang ditetapkan dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang kualitas air minum yaitu 0,003 mg/L. Rerata konsentrasi kadmium yang terdeteksi adalah 0,005 mg/L.


(54)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2014. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah air tambak udang dan udang windu (Penaeus monodon). Tambak udang yang menjadi tempat objek penelitian berjumlah 3 tambak dengan luas yang bervariasi mulai dari 1.066 m2, 2.192 m2, dan 2.706 m2. Jarak tambak yang akan diteliti adalah mulai dari jarak tambak terdekat, sedang dan terjauh dari TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

Metode pengambilan sampel udang dilakukan secarapurposive samplingyang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel ditentukan berdasarkan asumsi bahwa semua jenis udang windu yang berada di tambak sekitar TPA adalah homogen tercemar logam berat. Pengambilan sampel udang sebanyak 150 gram pada masing-masing tambak, artinya udang yang diperlukan sebanyak 450 gram. Pengambilan sampel air tambak akan dilakukan pada 1 titik di masing-masing tambak yang berlokasi di tengah-tengah tambak dan 1 titik lagi diluar masing-masing tambak yaitu tepat pada pintu masuk/keluar air sungai ke tambak atau sebaliknya.


(55)

39

Gambar 2.1 : 3.4. Metode Pengum 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan da yang berada di sekitar Te Kota Medan, kemudia Laboratorium Balai Tekni PP) untuk mengetahui ka

3.4.2. Data Sekunder Data sekunder di yang berkaitan dengan ju

39

2.1 : Posisi tambak dan sungai yang berdampingan gumpulan Data

data dilakukan secara observasi langsung ke ta r Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelur udian sampel dipreparasi dan dilakukan pem Teknik Kesehatan Lingkungan –Pengendalian Pen

kadar kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus

er

diperoleh dari literatur perpustakaan dan penelit n judul penelitian.

39

ngan

tambak udang Kelurahan Terjun pemeriksaan di enyakit

(BTKL-naeus monodon).


(56)

3.5. Defenisi Operasional

1. Kandungan Kadmium dalam udang adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam udang melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan mg/kg (ppm) dengan menggunakan metode Inductively Coupled Plasma

(ICP)

2. Kandungan Kadmium dalam air adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam air melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan mg/L dengan menggunakan metodeInductively Coupled Plasma(ICP)

3. Karakterisktik tambak adalah keadaan tambak yang meliputi jarak tambak dengan TPA dan luas tambak

4. Memenuhi syarat adalah jika kadar Cd dalam udang belum melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Dirjen Standar Nasional Indonesia 7387-2009 yaitu 1,0 mg/kg (ppm)

5. Tidak memenuhi syarat adalah jika kadar Cd dalam udang telah melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh Dirjen Standar Nasional Indonesia 7387-2009 yaitu 1,0 mg/kg (ppm)

3.6. Aspek Pengukuran Kadmium (Cd)

Kadmium dalam udang diukur dengan mengunakan metode Inductively Coupled Plasma (ICP), kemudian hasil pengukuran dibandingkan dengan batas maksimum kadmium dalam udang menurut SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yaitu kadmium sebesar 1,0 mg/kg.


(57)

41

3.7. Prosedur Pengukuran Kadmium (Cd) 3.7.1. Prinsip Pengukuran

Inductively Coupled Plasma (ICP) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk deteksi trace metals dalam sampel lingkungan pada umumnya. Prinsip utama ICP dalam penentuan elemen adalah pengatomisasian elemen sehingga memancarkan cahaya panjang gelombang tertentu yang kemudian dapat di ukur. 3.7.2. Peralatan dan Bahan

Peralatan :

1. Kjehdal Aparatus

2. Inductively Coupled Plasma(ICP)

3. Neraca Analitik Kapasitas 200 gr, ketelitian 0,1 4. Bekker Glass

5. Glass ukur 6. Labu Kjehdal 7. Labu ukur 50 ml 8. Pipet Tetes 9. Spatula

10. Batang Pengaduk 11. Blender

12. Kertas Saring/Saringan 13. Timbangan


(58)

1. Air suling

2. Asam nitrat (HNO3)p.a 3. Asam Sulfat (H2SO4) p.a 4. Asam Perkolat (HClO4) p.a 5. Asam asetat

6. Aquadest

7. Udang windu (Penaeus monodon) 3.7.3. Cara Kerja

3.7.3.1.Pengambilan dan Penanganan sampel

Sampel air tambak diambil sebanyak 50 ml dengan menggunakan botol plastik PE (polyetilen) pada setiap titik sampling, kemudian sampel diawetkan dengan asam nitrat (HNO3) pekat untuk mendapatkan pH ≤ 2 (1 ml per 500 ml sampel), selanjutnya dimasukkan ke dalam icebox dan ditambahkan es sebelum dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Pengambilan sampel udang dilakukan dengan cara menjaring udang yang berada dalam tambak di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan. Sampel udang yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang windu (Penaeus monodon). Sampel udang diambil sebanyak 150 gram pada masing-masing tambak, artinya udang yang diperlukan sebanyak 450 gram. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi kode setiap tambak. Kemudian sampel yang terkumpul diawetkan dengan es batu dalam kotak pendingin untuk mempertahankan tingkat kesegaran sehingga diharapkan pada saat pengambilan contoh daging udang, daging masih dalam kondisi relatif tidak berbeda seperti pada


(59)

43

saat diperoleh dari tambak udang. Setelah itu, udang contoh dibawa ke Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan - Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) untuk dibedah dan diambil daging udangnya agar dapat mengetahui kadar kadmium (Cd) dalam udang contoh.

3.7.3.2.Preparasi sampel

Sebelum dilakukan pemeriksaan kadar kadmium pada udang windu harus dipreparasi terlebih dahulu dengan proses destruksi. Adapun proses kerja yang dilakukan yaitu :

1. Lumatkan/haluskan contoh dengan blender yang sebelumnya udang windu telah dibuang kulitnya

2. Timbang 10 gr udang windu dalam labu kjehdal 3. Tambah 20 mL H2SO4p.a dan 15 mL HNO3p.a

4. Setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan lagi HNO3 p.a sedikit demi sedikit panaskan lagi hingga sampel berwarna coklat atau kehitaman

5. Tambah 10 mL HClO4 sedikit demi sedikit, panaskan lagi hingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan HClO4tambahkan lagi sedikit HNO3p.a)

6. Masukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan himpitkan dengan air suling.

3.7.3.3.Analisis Kadar Kadmium dengan Metode ICP (Inductively Coupled Plasma)

1. Hidupkan komputer

2. Alirkan gas karbon, tunggu 5 menit


(60)

4. Hidupkan water chiller, tunggu 5 menit sampai temperature stabil (190C – 200C)

5. Buka ICP software, klik instrument icon

6. Klik W/L Calib, tunggu ICP selesai wavelength calibration 7. Masukkan blank (Aquadest)

8. Hidupkan plasma, tunggu 5 menit sampai stabil

9. Setting parameter yang diperlukan. Setiap ada perubahan angka setting, klik read spectrum

10. Klik standar dan masukan jumlah standard (0,01 mg/L; 0,03 mg/L; 0,05 mg/L; 0,1 mg/l; 0,25 mg/L; 0,5 mg/L)

11. Masukkan sample number dan calibration solution 12. Setelah klik OK, Klik manual sample source 13. Klik analysis page

14. Pilih standard sampel yang akan dianalisa, aktifkan dengan cara diblok, klik kanan, dan pilihlah select for analysis, kemudian klik start icon kadmium, maka kadar kadmium yang terkandung pada larutan destruksi udang windu akan terbaca pada layar komputer.

15. Setelah selesai mengukur standar sampel, celupkan blanko selama 3 menit 16. Matikan plasma, tutup worksheet, tutup ICP soft

17. Matikan water chiller 18. Matikan ICP instrument 19. Matikan komputer


(61)

45

3.8. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Editing

Yaitu memeriksa data yang terkumpul tentang hasil pengukuran/ pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu hasil pemeriksaan kadar Cd dalam udang windu.

b. Koding

Yaitu pemberian kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode angka.

c. Entry Data

Memasukkan data yang telah diedit dan dicoding dengan menggunakan fasilitas komputer.

d. Tabulasi Data

Yaitu mengelompokkan data kedalam tabel yang dibuat sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

3.9. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian laboratorium diolah dan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif dan dinarasikan. Hasil pengukuran kadmium (Cd) akan dibandingkan dengan baku mutu kadmium dalam udang menurut SNI 7387-2009 yaitu kadmium sebesar 1,0 mg/kg (BSN, 2009).


(62)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Data Geografi

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kelurahan Terjun terletak di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan, salah satu Kecamatan yang berada di bagian Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Medan Marelan memiliki luas wilayah 44,47 km2 dan ketinggian wilayah 5 meter di atas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Marelan terdiri dari lima Kelurahan yaitu kelurahan Labuhan Deli, Kelurahan Paya Pasir, Kelurahan Rengas Pulau, Kelurahan Tanah Enam Ratus, dan Kelurahan Terjun (BPS Kota Medan, 2013).

4.1.2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2012 sebanyak 147.318 jiwa penduduk terdiri dari 74.673 jiwa penduduk laki-laki dan 72.645 jiwa penduduk perempuan. Kelurahan Terjun sendiri memiliki jumlah penduduk 32.526 jiwa penduduk dengan luas wilayah 16,05 km2 yang terdiri dari 22 lingkungan, sedangkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Terjun berada di wilayah lingkungan 6 (enam) Kelurahan Terjun (BPS Kota Medan, 2013).


(63)

47

4.1.3. Gambaran Umum TPA Terjun

TPA Kelurahan Terjun berlokasi di lingkungan 6 Kecamatan Medan Marelan Kota. Pengelolaan sampah di TPA mulai dari penanganan kegiatan yang menghasilkan sampah sampai tempat pembuangan akhir TPA di Kota Medan telah ditangani oleh Dinas sejak 7 Januari 1993, luas areal 14 Ha, berjarak 100 m dari pemukiman penduduk, 4 km dari Sungai Deli, 6 Km dari garis pantai, dan 14 km dari pusat kota. Jenis tanah lempung dan lapisan dasar tanah liat dengan keadaan topografi yang relatif datar. TPA Terjun menggunakan metode pengolahan sampah secaraopen dumping dan belum memiliki penampungan air lindi (leacheate) dengan pengolahan yang baik. Jadi air lindi merupakan hasil sampingan dari pengolahan sampah yang berupa rembesan dari timbunan sampah yang banyak di TPA, sehingga air lindi perlu pengelolaan terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan/sungai dan menyebabkan pencemaran yang berdampak buruk pada makhluk hidup (TPA Terjun-Marelan, 2007

dalamAzmir, 2009 ).

Sebelum dilakukan pembuangan sampah, terlebih dahulu lokasi TPA dibagi dalam beberapa zona, agar pembuangan/pemaparan sampah menjadi teratur. Sampah yang masuk ke TPA ditimbun di satu zona tertentu, dan apabila zona tersebut telah penuh dengan timbunan sampah, maka pembuangan dan penimbunan sampah dialihkan ke zona yang baru, demikian seterusnya (Setyowati, 2008).

Sekitar lokasi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan terdapat tambak udang yang dimiliki oleh masyarakat, bahkan tambak udang ini langsung berbatasan dengan lokasi TPA. Selain itu terdapat juga banyak kolam pemancingan ikan. Berikut adalah


(64)

data mengenai kondisi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan yang dapat di lihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Mengenai Kondisi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan

Sumber :Dinas Kebersihan Kota Medan, 2006

No. Uraian TPA Terjun

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Lokasi : a. Kelurahan b. Kecamatan c. Dati II Luas Lokasi

Kepemilikan Lahan Jarak Lokasi TPA dari : a. Permukiman

b. Sungai c. Pantai

d. Lapangan Terbang e. Pusat Kota

Kondisi Tanah : a. Areal

b. Lapisan Dasar Topografi

Prasarana Umum : a. Jalan Masuk b. Jalan Operasional c. Pagar

d. Pos Jaga e. Kantor

f. IPAL (Leachate) Mulai dioperasikan Sistem Pemusnahan Fasilitas Lain : a. Incenerator

b. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) c. Komposting

Persen Pemakaian

Sampah yang masuk per hari

Terjun

Medan Marelan Kota Medan 137.563 m2 Pemko Medan 5 km (Sei Deli) 6 km (Belawan) 5 km 23 km 14 km Tanah Lempung Tanah Liat Relatif Datar Ada Ada Tanggul Ada Ada Tidak Ada 7 Januari 1993 Open Dumping Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 90 %

50 % dari sampah terangkut


(65)

49

4.1.4. Sistem Pengolahan Air Lindi di TPA

Sampah yang dibiarkan terbuka tidak hanya mengakibatkan pencemaran udara akibat bau. Sampah tersebut juga akan menghasilkan lindi yakni cairan yang berasal dari proses pembusukan sampah dengan adanya pengaruh dari limpasan air hujan. Kedua hal itu akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas lindi. Kualitas lindi itu masih dipengaruhi komposisi atau karakteristik sampah yang dibuang, umur timbunan, dan pola operasional TPA. Semakin banyaknya lindi, maka semakin berpotensi untuk masuk ke dalam air tanah dan mencemari badan air yang berada di lokasi TPA (Damanhuri, 2008).

TPA Terjun yang belum memiliki pengumpul lindi menyebabkan lindi keluar dari timbunan sampah dan mengalir mengikuti kemiringan lahan lalu mengalir menuju drainase. Lindi di sekitar TPA berada di dekat parit pembuangan depan pos jaga, pintu masuk TPA Terjun, dan air lindi juga terdapat di sekeliling pinggir TPA, bahkan air lindi juga berada di pertengahaan antara TPA dengan tambak udang sebagai lokasi penelitian. Air lindi yang ada di sekitar TPA Terjun akan menuju sungai paluh nibung yang ada di sekitar TPA dan juga dapat masuk ke tambak yang berada di sekitar TPA Terjun.

4.1.5. Karakteristik Tambak Udang Windu (Penaeus Monodon)

Tambak udang windu (Penaeus monodon) yang menjadi tempat penelitian memiliki jarak 13 meter, 57 meter, dan 82 meter dari TPA, sementara luasnya masing-masing 2.192 m2, 2.706 m2, dan 1.066 m2. Tambak udang windu ini memiliki caren dan pelataran. Caren terdapat pada bagian tengah dan di buat dari sudut ke sudut (diagonal). Bagian pelataran atau yang biasa disebut bagian dasar petakan dapat


(1)

Gambar Lampiran 3.

Gambar Lampiran 4.

n 3. Pengambilan sampel air sungai tepat di pintu m

ran 4. Pengambilan sampel air tambak udang di berjarak 96 meter dari TPA sampah

ntu masuk tambak


(2)

Gambar Lampiran 5. S

Gambar Lampiran 6

n 5. Sampel air diawetkan dengan asam nitrat HN mendapatkan pH≤ 2

ran 6. Sampel air tambak dan sungai yang telah di

HNO3pekat untuk


(3)

Gambar Lampiran

Gambar L

piran 7. Pekerja tambak yang sedang memanen uda

bar Lampiran 8. Udang windu hasil panen tambak

n udang windu


(4)

Gambar

Gambar Lampiran 10

bar Lampiran 9. Udang windu hasil panen tamba

n 10. Sampel air dan udang windu hasil tambak bawa ke Laboratorium

bak I


(5)

Gambar Lampiran 11. Kn 11. Keadaan tambak I yang ditumbuhi alga akiba pupuk oleh petambak


(6)

Lampiran 4

PerhitunganAcceptable Daily Intake(ADI) Untuk Kadmium Dalam Udang

Windu (Penaeus monodon)

Konsentrasi total Cd = Cd x w Konsumsi per orang =

Keterangan :

Cd = konsentrasi Cd pada udang (µg/kg)

w = berat kerang (kg/individu)

Intake Cd = berdasarkan FAO/WHO (7µg/minggu)

Konsentrasi total Cd dalam daging = konsentrasi Cd dalam daging udang windu (µg/individu)

ADI pada udang windu

Cd = 0,13811 mg/kg = 138,11 µg/kg W = 0,05 kg/udang

Intake Cd = 7 µg/minggu untuk seseorang dengan berat badan 60 kg Konsumsi per orang = µ /

, µ /

Konsumsi per orang =

,

Konsumsi per orang = 0,007 kg/ hari = 7 gram/hari

Dimana berat 1 udang windu adalah sebesar 50 gram, artinya udang windu hasil tambak yang berada di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan tidak dapat dikonsumsi lagi per udang windu karena 1 udang windu saja telah melebihi batas maksimum yang dapat dikonsumsi per harinya.


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

2 20 94

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 14

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 7

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 33

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016 Chapter III VI

0 0 28

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 1 4

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah 2.1.1. Pengertian Sampah - Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

0 1 30

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

0 0 14