Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

(1)

Lampiran 1

DENAH LOKASI PENELITIAN

TPA

Sungai Paluh Nibung

Keterangan :

A : Titik pengambilan sampel 1, dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 30 m B : Titik pengambilan sampel 2, dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 60 m C : Titik pengambilan sampel 3, dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 90 m

A

B

C

Hulu


(2)

Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

ANALISIS KANDUNGAN KADMIUM (Cd) DALAM

IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG BERADA DI TAMBAK SEKITAR

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH PALUH NIBUNG KELURAHAN TERJUN KOTA MEDAN

TAHUN 2016

Nama Pemilik Tambak : Usia :

Alamat :

Nomor Telepon :

LEMBAR OBSERVASI

Karakteristik Tambak Hasil Observasi

Sumber air tambak

Jarak-jarak tambak dari TPA

Kedalaman tambak mampu menampung air tambak sedikitnya 80 cm

Konstruksi tambak berbentuk segi empat; khusus untuk tambak intensif berbentuk bujur sangkar dengan luas 3.000 – 5000 m2

Tambak semi intensif dan intensif harus dilengkapi dengan tendon pasok dan tandon buang

Pematang tambak dibuat kokoh dan kedap air

Petak tambak dilengkapi dengan pintu air pasok dan pintu air buang yang diletakkan terpisah

Sistem pembuangan air pada tambak intensif dibuat ke arah tengah (central drain)

Desain saluran dan pintu air dibuat proporsional dengan luas petakan tambak

Tambak tidak bocor

Dasar tambak bebas dari vegetasi

Karakteristik Ikan Hasil Observasi

Jenis ikan yang dibudidayakan Pembenihan awal


(3)

Gambar Lampiran 1. Tambak Ikan Nila I yang Berjarak 13 meter dari TPA

Terjun

Gambar Lampiran 2. Pengambilan Sampel Air Tambak


(4)

Gambar Lampiran 3. Sampel Ikan Nila yang Siap Dibawa ke laboratorium


(5)

Gambar Lampiran 5. Proses Menghaluskan Sampel Ikan Menggunakan Novawave


(6)

Gambar Lampiran 7. Proses Melihat Kandungan Kadmium Menggunakan Alat ICP


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R., 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara : Jakarta. Afrianto, E dan Evi L. 1989.Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius :

Yogyakarta.

Ashar, Y.K.,2014. Analisis kandungan Kadmium (Cd) dalam udang windu (Penaeus monodon) yang berada di tambak sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014.Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Azmir. 2009. Pengaruh Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terhadap Kualitas Air Tambak Ikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Tesis. Program Studi S2 IKM USU. Medan.

Chandra, B. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC: Jakarta.

Connell, D.W dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.

Jakarta: UI Press.

Damanhuri. 2008. Teknik Pembuangan Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITB. Bandung

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

, 2001.Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. 2010. Petunjuk

Teknis Pembenihan dan Pembesaran Ikan NilaOreochromis niloticus.Provinsi Sulawesi Tengah.

Dinas Kebersihan Kota Medan. 2013. ANDAL Kegiatan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Kota Medan dan Pengembangannya. Dinas Kebersihan Kota Medan. Medan.

Erwin. 2012. TPA Sampah, Ancaman Kesehatan Lingkungan dan Pangan.

http://www.scribd.com/doc/116971751/TPA-Sampah-for-EXPO. 7 maret

2014 (20:00).


(8)

Harahap, V. Nurhamida ,2014. Analisis kandungan Kadmium dalam beras yang berasal Dari Tanaman Padi (Oryza Sativa) di sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Hariyanto S. Ruaeny TA. Soegianto Agus. 2012. Konsentrasi Logam Berat

Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Lima Jenis Ikan yang di Konsumsi yang di Ambil dari Tempat Pelelangan Ikan Muncar, Banyuwangi. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam:Vol 15 No.

2, Juli 2012.11 Agustus 2015.

Hasmardy, D. 2003. Analisa Makanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan

Beloso (Glossogobius giuris) yang Berada Diluar Jaring Tancap Disitu Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Himmah, Aminudi, dan Milala. 2009. Potensi Limbah Air Lindi oleh Pseudomonas flu oresens sebagai Prebiotik Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. IARC. 1993.

Hutton M. 1982. Cadmium in The European Community. Monitoring and Assesment Reserch centre. London: MARC Report No 26.

IARC. 1993. Beryllium, cadmium, mercury, and exposures in the glass manufacturing industry. In: International agency for research on cancer monographs on the evaluation of carcinogenic risks to humans.

Scientific Publications. http://www.iarc.fr/en/publications/list/

monographs/. 11 maret 2014 (16:00).

Khordi, dan K. M. Ghufran. 2010. Budi Daya Ikan Nila di Kolam Terpal. ANDI. Yogyakarta.

Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Andi : Yogyakarta.

Lubis, H, dan Chalikuddin A. 2008. Pemeriksaan Kandungan Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium dalam Daging Rajungan Segar yang Berasal dari TPI Gabion Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom. , P. Sihol ,2015. Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan

Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB (Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015.


(9)

Mahardika. 2010. Mendeteksi Dampak Polutan Sampah Terhadap Air Tanah Pemukiman Sekitar TPA Dengan Menggunakan Metode Geolistrik. Jurnal Universitas Negeri Malang. Malang

Mai, S. 2006. Desain dan Konstruksi Tambak Materi Pelatihan Teknis Budidaya Artemia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau.Jepara.Soemirat, J. 1999. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Maramis, Kristijanto, dan Notosoedarmo. 2006. Sebaran Logam Berat dan Hubungannya dengan Faktor Fisiko-Kimiawi di Sungai Kreo, Dekat Buangan Air Lindi TPA Jatibarang. Jurnal Akta Kimindo 1 (2): 93-97. Martuti, N.K.T. 2001. Akumulasi Logam Berat Cd Pada Ikan Lunjar (

Rasbora argyrotaenia ), (Wader Barbodes balleroides) dan Nilem ( Osteochillus haseltii) di Kali Garang Semarang.Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Mukono, H.J. 2010.Toksikologi Lingkungan. University Press : Surabaya.

Palar, H. 2008.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta: Jakarta.

Nurrachmi, I, Bintal A, M.Nudi H. 2011. Bioakumulasi Logam Cd, Pb Dan Zn Pada Beberapa Bagian Tubuh Ikan Gulama (Sciaena russelli) dari Perairan Dumai, Riau. Maspari Journal 02 (2011).

Nybakken JM. 1992. Biologi laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta. 459 hal.

Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor : 44/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Pengadaan, Distribusi Dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Prabowo, R. 2005. Akumulasi Kadmium Pada Daging Ikan Bandeng. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Vol. 1 No.2.

Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Materi penyuluhan Budidaya Ikan Nila(Oreochromis niloticus). Jakarta.

Ramlal P.S. 1987. Mercury Methylation Dimethylation Studies at Southern India Lake. Minister of supply and serveces. Canada.

Rochyatun, E. Edward dan A. Rozak. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan


(10)

Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. P2O-LIPI. Jakarta.

Royadi. 2006. Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pasca Operasi Berbasis Masyarakat. Disertasi. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam danLingkungan. IPB. Bogor.

Rukmana.R dan Yudirachman.H, 2015.Sukses Budi Daya ikan NilaSecara Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.

Sastrawijaya, A.T. 2009. Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Simanjuntak, R. 2004. Analisa Kandungan Merkuri Pada Ikan (Pisces) dan Kerang (Molussca) Di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Belawan Tahun 2004.Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Standar Nasional Indonesia 7387:2009. Penetapan Kadar Kadmium (Cd) dan

Timbal (Pb).

Sudarmaji, Mukono J, Corie I.P, 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2 No 2. 129-142.

Suyanto, S.R. 2009 . Nila Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyono. 2014. Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Widigdo B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Ekobiologis untukMenentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir untuk Budidaya Udang. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.IPB. Bogor.

Wiryanta, Benard T. Wahyu, Sunaryo, Astuti dan M.B Kurniawan 2010. Buku Pintar Budi Daya dan Bisnis Ikan Nil. Jakarta. PT. Agro Media Pustaka. Widowati, Astiono dan Raymond. 2008. Efek Toksik Logam, Pencegahan dan


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd) pada ikan nila (Orechoromisniloticus) yang berada di tambak sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tambak ikan nila (Orechoromisniloticus) sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena :

1. Tambak ikan ini letaknya berada dekat dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah Kelurahan Terjun Kota medan.

2. Banyaknya sampah yang bertumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan sehingga mengakibatkan pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas tambak ikan yang berada di sekitar TPA.


(12)

4. Berdasarkan Dinas Kebersihan Kota Medan (2013) terdapat kandungan Cd yang telah melebihi baku mutu lingkungan di air permukaan sekitar TPA Kelurahan Terjun sesuai yang ditetapkan dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang kualitas air minum yaitu 0,003 mg/L. Rerata konsentrasi kadmium yang terdeteksi adalah 0,005 mg/L.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2016.

3.3 Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah air tambak dan ikan nila

(Orechoromisniloticus) yang berasal dari tambak sekitar TPA, yaitu air tambak

sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan.

Tambak ikan nila (Orechoromisniloticus) yang menjadi tempat objek penelitian berjumlah 3 tambak dengan jarak yang bervariasi. Jarak tambak yang akan diteliti adalah mulai dari jarak 30 m, 60 m, 90 m dari TPA Kelurahan Terjun Kota Medan. Ikan yang akan diambil sebagai sampel adalahsebanyak 3 ukuran ikan, dimana akan dilakukan pemeriksaan mulai dari ikan yang berukuran 0,5 kg dengan waktu pemeliharaan selama 3-4 bulan, 0,3 kg dengan waktu pemeliharaan selama 2-3 bulan dan 0,1 kg dengan waktu 1-2 bulan yang ada di tambak.

Metode pengambilan sampel ikan dilakukan secara random sampling yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel ditentukan berdasarkan asumsi bahwa semua jenis ikan yang berada di tambak sekitar TPA berdasarkan ukuran dari ikan tercemar logam berat kadmium.


(13)

Pengambilan sampel air tambak akan dilakukan pada 1 titik di masing-masing tambak.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan secara observasi langsung ke tambak ikan nila (Orechoromisniloticus)yang berada disekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan, kemudian sampel diperiksa di Laboratorium yang ada di Kota Medan untuk mengetahui kadar kadmium (Cd) dalam ikan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari literatur perpustakaan dan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian-penelitian.

3.5 Defenisi Operasional

1. Kandungan Kadmium dalam ikan adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam ikan melalui pemeriksaan laboratorium.

2. Kandungan Kadmium dalam air adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam air melalui pemeriksaan laboratorium.

3. Ikan yang berukuran 0,5 kg 4. Ikan yang berukuran 0,3 kg 5. Ikan yang berukuran 0,1 kg

6. Memenuhi syarat adalah jika kadar Cd dalam ikan belum melebihi batas maksimum 0,1 mg/kg (ppm) dan tidak memenuhi syarat jika kadar Cd dalam


(14)

ikan telah melebihi batas maksimum yaitu 0,1 mg/kg (ppm) yang ditetapkan olehSNI 7387-2009 tentang batas maksimumcemaran logam berat dalam pangan.

3.6 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel ikan nila dan air tambak dilakukan pada 3 titik, yaitu pada jarak 30 m, 60 m, dan 90 m dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan.

1. Titik pengambilan sampel 1 dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 30 m, dikarenakan tambak 1 merupakan tambak yang terdekat dengan TPAsehingga air lindi sangat lebih berpotensi mencemari dan membentuk sedimentasi di tambak 1. Kandungan Cd yang terdapat di air tambak tersebut sangat dipengaruhi oleh air lindi karena lindi dapat meresap dalam tanah, menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah secara langsung dengan adanya limpasan air hujan, sehingga tambak yang berada di dekat TPA dapat tercemar oleh lindi yang mengandung Cd.

2. Titik pengambilan sampel 2 dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 60 m, dikarenakan tambak 2 merupakan tambak yang letaknya berada di partengahan antara sungai dan TPA sehingga tambak berpotensi tercemar oleh air lindi yang berasal dari TPA dan air sungai yang berada disekitar tambak.

3. Titik pengambilan sampel 3 dengan jarak dari TPA ke tambak yaitu 90 m, dikarenakan tambak 3 merupakan tambak yang letaknya tidak terlalu dekat


(15)

dengan TPA sehingga dapat dijadikan perbandingan dengan tambak 1 dan tambak 2 dalam melakukan penelitian dan untuk melihat seberapa jauh cemaran logam kadmium (Cd) yang mencemari tambak.

3.7 Pelaksanaan Penelitian

1. Mempersiapkan segala keperluan untuk pengambilan sampel ikan nila (Orechoromisniloticus), seperti plastik, alat tulis dan kertas catatan.

2. Ambil masing-masing sampel dengan jenis dan ukuran yang berbeda pada masing-masing ikan nila (Orechoromisniloticus), lalu masukkan ke dalam kantong plastik untuk menghindari kemungkinan pencemaran. Kemudian dicatat nomor sampel ikan pada masing-masing kantongan plastik.

3. Mengumpulkan sampel dan dimasukkan ke termos es untuk kemudian dibawa ke Laboratorium BTKL Medan untuk diteliti.

3.8 Instrumen Penelitian 3.8.1 Alat

a. Neraca listrik b. Cawan Platina c. Tanur

d. Lempeng Pemanas

e. Spektrofotometri Serapan Atom Type Schimadzu 630 AA f. Tabung katoda Kadmiun dan Timbal

g. Alat gelas h. Botol Injector


(16)

i. Indicator universal 3.8.2 Bahan

a. Ikan nila (Orechoromisniloticus) b. Asam Sulfat

c. Aquadest d. Formalin 40% e. Pelarut Benedict f. Asam Nitrat

g. Hydrogen peroksida h. Kalium

i. Hidrosilamin HCL j. Kloroform

k. Ditizon l. Stano klorida m. Permanganat n. Dinatrium sulfida

o. Larutan standar HgCl2 di dalam HCL 1 N Hg/ml

3.8.3 Cara Kerja

3.8.3.1 Pengambilan dan Penanganan sampel

Sampel air tambak diambil sebanyak 50 ml dengan menggunakan botol hitam plastik pada setiap titik sampling, selanjutnya dimasukkan ke dalam icebox dan ditambahkan es sebelum dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.


(17)

Pengambilan sampel ikan nila (Orechoromisniloticus) dilakukan dengan cara menjaring ikan yang berada dalam tambak di sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi kode setiap tambak. Kemudian sampel yang terkumpul diawetkan dengan es batu dalam kotak pendingin untuk mempertahankan tingkat kesegaran sehingga diharapkan pada saat pengambilan contoh daging ikan, daging masih dalam kondisi relatif tidak berbeda seperti pada saat diperoleh dari tambak ikan. Setelah itu, ikan contoh dibawa ke Laboratorium BTKL Kota Medan untuk dibedah dan diambil daging ikannya agar dapat mengetahui kadar kadmium (Cd) dalam ikan contoh.

3.8.3.2 Preparasi sampel

Sebelum dilakukan pemeriksaan kadar kadmium pada ikan nila (Orechoromisniloticus) harus dipreparasi terlebih dahulu dengan proses destruksi. Adapun proses kerja yang dilakukan yaitu :

1. Lumatkan/haluskan contoh dengan blender yang sebelumnya ikan nila telah dibuang kulitnya

2. Timbang 10 gr ikan nila (Orechoromisniloticus) 3. Tambah 20 mL H2SO4 p.a dan 15 mL HNO3 p.a

4. Setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan lagi HNO3 sedikit demi sedikit panaskan lagi hingga sampel berwarna coklat atau kehitaman

5. Tambah 10 mL HClO4 sedikit demi sedikit, panaskan lagi hingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan HClO4 tambahkan lagi sedikit HNO3 p.a)


(18)

6. Masukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan himpitkan dengan air suling.

3.8.3.3 Analisis Kadar Kadmium dengan Metode ICP (Inductively Coupled Plasma)

1. Hidupkan komputer

2. Alirkan gas karbon, tunggu 5 menit

3. Hidupkan instrumen ICP, tunggu 10 menit

4. Hidupkan water chiller, tunggu 5 menit sampai temperature stabil (190C – 200C)

5. Buka ICP software, klik instrument icon

6. Klik W/L Calib, tunggu ICP selesai wavelength calibration 7. Masukkan blank (Aquades)

8. Hidupkan plasma, tunggu 5 menit sampai stabil

9. Seting parameter yang diperlukan. Setiap ada perubahan angka seting, klik read spectrum

10.Klik standar dan masukan jumlah standard (0,01 mg/L; 0,03 mg/L; 0,05 mg/L; 0,1 mg/l; 0,25 mg/L; 0,5 mg/L)

11.Masukkan sample number dan calibration solution 12.Setelah klik OK, Klik manual sample source 13.Klik analysis page

14.Pilih standard sampel yang akan dianalisa, aktifkan dengan cara diblok, klik kanan, dan pilihlah select for analysis, kemudian klik start icon kadmium, maka kadar kadmium yang terkandung pada larutan destruksi ikan nila akan terbaca pada layar komputer.


(19)

15.Setelah selesai mengukur standar sampel, celupkan blanko selama 3 menit 16.Matikan plasma, tutup worksheet, tutup ICP soft

17.Matikan water chiller 18.Matikan ICP instrument 19.Matikan computer

20.Matikan exhaust system, tutup gas pencemaran. Kemudian dibawa ke Laboratorium BTKL Kota Medan.

3.9 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian laboratorium diolah dan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif dan dinarasikan. Hasil pengukuran kadmium (Cd) akan dibandingkan dengan baku mutu kadmium dalam ikan menurut SNI 7387-2009 yaitu kadmium sebesar 0,1 mg/kg (BSN, 2009) .


(20)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Data Geografi

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kelurahan Terjun terletak di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan, salah satu Kecamatan yang berada di bagian Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Medan Marelan memiliki luas wilayah 44,47 km² dan ketinggian wilayah 5 meter di atas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Marelan terdiri dari lima Kelurahan yaitu kelurahan Labuhan Deli, Kelurahan Paya Pasir, Kelurahan Rengas Pulau, Kelurahan Tanah Enam Ratus, dan Kelurahan Terjun (BPS Kota Medan, 2013).

4.1.2 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2012 sebanyak 147.318 jiwa penduduk terdiri dari 74.673 jiwa penduduk laki-laki dan 72.645 jiwa penduduk perempuan. Kelurahan Terjun sendiri memiliki jumlah penduduk 32.526 jiwa penduduk dengan luas wilayah 16,05 km² yang terdiri dari 22 lingkungan, sedangkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Terjun berada di wilayah lingkungan 6 (enam) Kelurahan Terjun (BPS Kota Medan, 2013).


(21)

TPA Kelurahan Terjun berlokasi di lingkungan 6 Kecamatan Medan Marelan Kota. Pengelolaan sampah di TPA mulai dari penanganan kegiatan yang menghasilkan sampah sampai tempat pembuangan akhir TPA di Kota Medan telah ditangani oleh Dinas sejak 7 Januari 1993, luas areal 14 Ha, berjarak 100 m dari pemukiman penduduk, 4 km dari Sungai Deli, 6 Km dari garis pantai, dan 14 km dari pusat kota. Jenis tanah lempung dan lapisan dasar tanah liat dengan keadaan topografi yang relatif datar. TPA Terjun menggunakan metode pengolahan sampah secara opendumping dan belum memiliki penampungan air lindi (leacheate) dengan pengolahan yang baik. Jadi air lindi merupakan hasil sampingan dari pengolahan sampah yang berupa rembesan dari timbunan sampah yang banyak di TPA, sehingga air lindi perlu pengelolaan terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan/sungai dan menyebabkan pencemaran yang berdampak buruk pada makhluk hidup.

Sekitar lokasi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan terdapat tambak ikan yang dimiliki oleh masyarakat, bahkan tambak ikan ini langsung berbatasan dengan lokasi TPA. Berikut adalah data mengenai kondisi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan yang dapat di lihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Kondisi dan Situasi TPA Kelurahan Terjun Kota Medan

1. Lokasi :

a. Kelurahan Terjun

b. Kecamatan Medan Marelan

c. Dati II Kota Medan

2. Luas Lokasi 137.563 m2

3. Kepemilikan Lahan Pemko Medan

4. Jarak Lokasi TPA dari :

a. Permukiman 5 km (Sei Deli)

b. Sungai 6 km (Belawan)


(22)

c. Pantai 5 km

d. Lapangan Terbang 14 km

e. Pusat Kota 23 km

5. Kondisi Tanah :

a. Areal Tanah Lempung

b. Lapisan Dasar Tanah Liat

6. Topografi Relatif Datar

7. Prasarana Umum :

a. Jalan Masuk Ada

b. Jalan Operasional Ada

c. Pagar Tanggul

d. Pos Jaga Ada

e. Kantor Ada

f. IPAL (Leachate) Tidak Ada

8. Mulai dioperasikan 1993

9. Sistem Pemusnahan Open Dumping

10. Fasilitas Lain :

a. Incenerator Tidak Ada

b. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT)Tidak Ada

c. Komposting Tidak Ada

Persen Pemakaian 90 %

11. Sampah yang masuk per hari 50 % dari sampah terangkut

4.1.4 Sistem Pengolahan Air Lindi di TPA

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan yang ada di Kecamatan Medan Marelan menggunakan sistem pembuangan sampah dengan open dumping, sampah hanya dibuang/ditimbun begitu saja tanpa adanya pengolahan.Sampah yang dibiarkan terbuka dan tanpa adanya pengolahan tidak hanya mengakibatkan pencemaran udara akibat bau. Sampah tersebut juga akan menghasilkan lindi yaitu cairan yang berasal dari proses pembusukan sampah dengan adanya pengaruh dari limpasan air hujan.


(23)

4.1.5 Karakteristik Tambak Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Tambak ikan nila (Oreochromis niloticus) yang menjadi tempat penelitian memiliki jarak 13 meter, 34 meter, dan 68 meter dari TPA, sementara luasnya masing-masing 2.204 m², 2.605 m², dan 1.875 m².

Sumber air tambak ikan nila berasal dari aliran air sungai paluh nibungsehingga air akan mengisi tambak sewaktu air pasang maupun membuang air sewaktusurut. Pada masing-masing tambak terdapat pipa yang berukuran 5 inchi yang menjadi penghubung aliran air antara tambak yang satu dengan yang lainnya. Petakan tambak pada tingkat budidaya ikan nila, bentuk dan ukuran tidakteratur. Dinding tambak tidak terbuat kokoh dan kedap air,sehingga apabila air sedang pasang maka air sungai dapat merembes langsung ke airtambak.

Benih ikan nila di tambak sekitar TPA Terjun di tabur pada tanggal 21 September 2016 dan panen pada tanggal 9 Januari 2017.

4.2 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Air Tambak Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan

Pengambilan sampel air dilakukan pada tanggal 9 Januari 2017 dan pengambilan sampel air dilakukan pada 3 titik, yaitu sampel air tambak I yang berjarak 13 m dari TPA, tambak II yang berajarak 34 m dari TPA, dan tambak III yang berjarak 68 m dari TPA. Pemeriksaan Kadmium (Cd) terhadap sampel airtambak dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan denganmetode Inductively Couple Plasma (ICP). Adapun hasil dari pemeriksaan sampel air tambak dapat dilihat pada tabel 4.2


(24)

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Air Tambak Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2017

1 Air I 13 0,01396 0,01 TMS

Tambak II 34 0,01350 0,01 TMS

III 68 0,01302 0,01 TMS *MS : Memenuhi Syarat

*TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 0,01 mg/L.

Dari Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan Kadmium dalam air tambak ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berjarak 13 meter, 34 meter, dan 68 meter dari TPA sampah Kelurahan Terjun Kota Medan yaitu sebesar 0,01381 mg/L, 0,01296 mg/L, dan 0,01289 mg/L sehingga dapat diketahui bahwa semua sampel air tambak udang mengandung Cd dan telah melewati baku mutu yang ditetapkan berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 yaitu diatas 0,01 mg/L.

4.3 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di TambakSekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan

Pengambilan sampel ikan nila juga dilakukan pada tanggal 9 Januari 2017. Pengambilan sampel ikan dilakukan pada 3 (tiga) lokasi dengan masing-masing tambak diambil 3 ukuran sampel yang berbeda yaitu 0,5 kg, 0,3 kg dan 0,1 kg. Sampel ikan pada tambak I yang berjarak 13 meter dari TPA, tambak II yang berajarak 34 meter dariTPA, dan tambak III yang berjarak 68 meter dari TPA. Pemeriksaan Kadmium (Cd) terhadap sampel ikan nila dilakukan di Laboratorium Balai Teknik KesehatanLingkungan dengan metode Inductively Couple Plasma

No. Sampel Lokasi Jarak Kandungan Baku MS/TMS* Sampel Tambak dari Kadmium Mutu

TPA Sampah (mg/L) (mg/L) (m)


(25)

(ICP). Adapun hasilpemeriksaan sampel udang tambak dari laboratorium dapat di lihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2017

No. Ukuran Ikan Lokasi Sampel Kandungan Kadmium (mg/kg) Baku Mutu (mg/kg) MS/TMS* 1 2 3 0,5 kg 0,3 kg 0,1 kg Tambak I Tambak I Tambak I 0,02657 0,02628 0,02601 0,1 0,1 0,1 MS MS MS 4 5 6 0,5 kg 0,3 kg 0,1 kg Tambak II Tambak II Tambak II 0,02630 0,02534 0,02578 0,1 0,1 0,1 MS MS MS 7 8 9 0,5 kg 0,3 kg 0,1 kg Tambak III Tambak III Tambak III 0,02538 0,02488 0,02386 0,1 0,1 0,1 MS MS MS

*MS : Memenuhi Syarat

*TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk kadmium dalam ikan yaitu 0,1 mg/kg

Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa kadar kadmium (Cd) pada ikan nila yang tertinggi terdapat pada ikan nila yang berukuran 0,5 kg pada tambak I yaitu sebesar 0,02657 mg/kg dan kadar kadmium (Cd) terendah terdapat pada ikan nila yang berukuran 0,1 kg pada tambak III yaitu sebesar 0,02386 mg/kg sehingga dapat diketahui bahwa semua sampel udang tambak masih memenuhi syaratyang ditetapkan berdasarkan SNI 7387 2009 tentang batas maksimum cemaran logamberat dalam pangan untuk kadmium dalam udang yaitu dibawah 0,1 mg/kg.

Berikut ini adalah Grafik Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2017.


(26)

Gambar 2. Grafik Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) Pada Ikan Nila 0,02250

0,02300 0,02350 0,02400 0,02450 0,02500 0,02550 0,02600 0,02650 0,02700

Tambak I Tambak II Tambak III

ukuran ikan 0,5 kg ukuran ikan 0,3 kg ukuran ikan 0,1 kg


(27)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kandungan Kadmium (Cd) dalam Air

Berdasarkan hasil pemeriksaan Cd dalam air tambak, terdapat kandungan Cd dalam air tambak dan telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu diatas 0,01 mg/L. Kandungan Cd terbesar pada jarak 13 meter, yang terdapat pada air tambak I yaitu 0,01396 mg/L.

Air sungai yang ada disekitar TPA Terjun dijadikan sebagai sumber air tambak ikan nila. Menurut Yulia (2014) air sungai yang berada di sekitar TPA Sampah Paluh Nibung telah tercemar oleh kadmium, sehingga mengakibatkan air tambak yang digunakan untuk pembudidayaan ikan nila juga ikut tercemar oleh kadmium yang berasal dari air sungai. Selain dari air sungai, tambak juga dapat tercemar kadmium dari air lindi yang dihasilkan TPA Terjun. Faktor lain yaitu karena penduduk daerah tersebut membuang limbah rumah tangga di sungai yang merupakan satu saluran dengan masuknya air sungai ke tambak.

Pembuangan limbah rumah tangga tersebut seperti air bilasan sampah-sampah plastik hasil memulung dari TPA Terjun. Selain itu Cd dapat mencemari air tambak karena aliran dari air sungai yang berasal dari laut Belawan yang telah banyak menerima kontaminan Cd dari berbagai industri-industri. Menurut Ramlal (1987), juga dipengaruhi oleh daya larut logam berat Cd yang rendah di dalam tambak sehingga logam Cd akan mudah mengendap di dasar perairan. Daya larut logam Cd rendah dan mudah mengendap di air tambak dikarenakan air tambak yang kekurangan oksigen misalnya akibat kontaminasi bahan organik serta


(28)

penggunaan pupuk buatan oleh petambak untuk mendorong pertumbuhan pakan alami.

Besarnya kandungan Cd pada air tambak I diasumsikan karena air tambak I merupakan tambak yang terdekat dengan TPA, sehingga air lindi lebih berpotensi mencemari dan membentuk sedimentasi di tambak I. Kandungan Cd yang terdapat di air tambak tersebut sangat dipengaruhi oleh air lindi karena lindi dapat meresap dalam tanah, menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah secara langsung dengan adanya limpasan air hujan, sehingga tambak yang berada di dekat TPA dapat tercemar oleh lindi yang mengandung Cd.

Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik (hidrokarbon, asam humat, fulfat, tanat dan galat) dan anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor, sulfat, fosfat, nitrogen, dan senyawa logam berat seperti kadmium) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi daripada konsentrasi dalam air tanah. Selayaknya benda cair, air lindi akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Secara langsung air tanah atau air sungai tersebut akan tercemar. Air lindi juga dapat mencemari sumber air minum pada jarak 100 meter dari sumber pencemaran (Mahardika, 2010).

Menurut Dinas Kebersihan Kota Medan (2013), terdapat kandungan Cd yang telah melebihi baku mutu lingkungan di sekitar TPA Kelurahan Terjun sesuai yang dipersyaratkan dalam Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yaitu 0,003 mg/L. Rerata konsentrasi


(29)

kadmium yang terdeteksi adalah 0,005 mg/L, dengan konsentrasi tertinggi 0,006 mg/L.

Menurut Damanhuri (2008), lindi terjadi karena sifat dan proses sampah yang terjadi menyimpan atau menahan air sesuai dengan kemampuan materialnya. Lindi dari TPA sebagai bahan pencemar dapat mengganggu kesehatan manusia dan mencemari lingkungan dan biota perairan karena dalam lindi terdapat berbagai senyawa kimia organik maupun anorganik serta sejumlah patogen. Kadmium terdapat di air tambak juga dapat dikaitkan dengan karakteristik tambak itu sendiri. Jarak tambak dari TPA sangat mempengaruhi masuknya Cd yang dibawa oleh air lindi ke tambak. Tambak ikan nila yang menjadi lokasi penelitian sekitar TPA memiliki jarak kurang dari 100 meter dari lokasi TPA.

5.2 Kandungan Kadmium dalam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Berdasarkan hasil pemeriksaan Cd dalam ikan nila (Oreochromis

niloticus) terdapatkandungan Cd dalam semua sampel ikan nila. Jumlah kadmium

yang terdapat pada ikan nila hasil ketiga tambak belum melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk kadmium dalam ikan dan masih memenuhi syarat yaitu dibawah 0,1 mg/kg.

Berbeda dengan kandungan air tambak yang melebihi baku mutu, hal itu dikarenakan ikan nila adalah hewan yang tahan terhadap perubahan suhu dan memiliki sifat yang dapat menoleransi terhadap logam berat namun logam tersebut masih tetap berada di dalam tubuh ikan tersebut dan jumlahnya dapat terus terakumulasi.. Menurut Hutton (1982), sifat bahan kimia yang masuk atau terkontaminasi dengan jaringan ikan dapat bersifat hidrophobik (tidak suka air),


(30)

Lipophilik (suka lemak), Hidrophilik (suka air) atau lipophobik (tidak suka lemak). Oleh karena itu konsentrasi residu suatu bahan polutan atau unsur lain dalam suatu organisme dapat berbeda. Hal ini terjadi karena ikan nila dapat melakukan pengeluaran air oleh organ ekskresi disertai dengan pengambilan ion dari lingkungan, untuk mengimbangi kehilangan ion yang tidak dapat dihindari pada saat pengeluaran air. Sesuai dengan sifatnya ikan nila mengandung lemak yang banyak sedangkan kadmium sendiri adalah logam berat yang larut di dalam lemak sehingga kadmium mudah terakumulasi di dalam tubuh ikan nila. (Nyebaken 1992).

Kandungan kadmium yang tertinggi terdapat dalam ikan yang memiliki ukuran tubuh paling besar yaitu 0,5 kg pada tambak I. Ikan nila dari jenis yang sama dengan bobot berbeda nilai logam berat pada dagingnya berbeda. Bobot ikan yang besar berbanding lurus dengan nilai logam berat pada dagingnya. Besarnya bobot ikan dapat mengindikasikan umur ikan tersebut. Semakin lama ikan tersebut maka bioakumulasi logam berat akan semakin tinggi. Tingkat trofik ikan berpengaruh terhadap nilai logam berat pada dagingnya, hal ini dinamakan dengan biomagnifikasi logam.

Tingginya kadar logam berat kadmium dalam tubuh ikan yang berukuran besar disebabkan karena terjadinya akumulasi dalam tubuh ikan. Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan. Disamping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Di mana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan


(31)

ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang mutu maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian dan bahkan kemusnahan (Palar, 2008). Berikutnya ikan-ikan besar akan memangsa ikan berukuran kecil yang telah terkontaminasi oleh logam berat, maka konsentrasi di daging ikan besar akan lebih tinggi daripada konsentrasi di daging ikan kecil yang menjadi mangsanya. Bioakumulasi logam berat yang dilakukan oleh biota akan menyebabkan kadarnya dalam tubuh ikan lebih besar dari kandungan logam berat yang terlarut di dalam air. Sifat perairan yang dapat melarutkan dan mengendapkan logam berat menjadi faktor yang mempengaruhi kandungan logam berat dalam air dari waktu ke waktu serta jarak tambak dengan TPA yang dekat memungkinkan tambak lebih banyak tercemar logam berat.

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh makhuk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Proses akumulasi logam dalam jaringa n terjadi setelah absorpsi logam dari air atau melalui makanan yang terkontaminasi. Kadmium termasuk jenis logam berat yang tidak dapat dihancurkan (non-degradable) oleh organisme hidup di lingkungan baik secara fisika, kimiawi maupun biologi. Logam berat kadmium dapat terakumulasi di dalam jaringan dan konsentrasinya akan bertambah besar seiring dengan peningkatan tingkat trofik dalam rantai makanan. Adanya kandungan kadmium dalam ikan nila disebabkan karena tercemarnya air tambak dengan air lindi maupun air sungai.


(32)

Logam berat seperti kadmium pada umumnya masuk ke lingkungan dengan dua cara, yakni secara natural dan antropogenik. Kondisi alami terlepasnya logam berat di lingkungan ialah akibat adanya pelapukan sedimen yang dipengaruhi oleh cuaca, erosi, serta aktivitas vulkanik, sedangkan terlepasnya logam berat secara antropogenik adalah akibat aktivitas manusia, seperti electroplating/pelapisan logam, pertambangan, peleburan, penggunaan pestisida, pupuk penyubur tanah, dsb. Logam berat yang telah masuk ke badan air dapat mengkontaminasi biota laut, seperti ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya termasuk tanaman air.

Menurut Prabowo (2005) meskipun di dalam suatu perairan kadar logam berat relatif rendah, namun dapat terabsorpsi dan terakumulasi secara biologis oleh hewan air dan akan terlibat dalam sistem jaringan makanan. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya proses bioakumulasi, yaitu logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme air yang hidup. Kemudian melalui proses biotransformasi akan terjadi perpindahan dan peningkatan kadar logam berat pada tingkat pemangsaan yang lebih tinggi. Secara tidak langsung proses biomagnifikasi dapat terjadi dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan-ikan dan hasil perairan yang telah tercemar logam berat.

Pada saat pemeriksaan di laboratorium bagian organ yang diambil adalah daging ikan, dimana ukuran pada setiap ikan yang diambil berbeda-beda. Ukuran yang digunakan yaitu ikan nila dengan berat 0,5 kg, 0,3 kg 0,1 kg dengan jarak tambak yang berbeda yaitu 13 m, 34 m dan 68 m. Hasil pemeriksaan pada daging ikan nila sesuai dengan yang ditentukan SNI masih tergolong rendah, hal ini


(33)

disebabkan karena beberapa faktor. Seperti pada hasil penelitian oleh Nurrachmi (2011) dalam Maspari Journal pada ikan gulama yang juga menyatakan bahwa akumulasi logam berat di dalam daging ikan memang tergolong rendah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Menurut Nurrachmi hal ini berkaitan dengan peran fisiologi daging dalam metabolisme ikan serta daging bukan merupakan bagian yang aktif dalam mengakumulasi logam berat. Sementara bagian organ yang mempunyai kandungan logam berat paling tinggi adalah insang, hati dan ginjal.

Bagian-bagian organ tersebut termasuk yang paling tinggi disebabkan karena organ tersebut merupakan jaringan yang aktif, dimana target utama logam berat adalah jaringan yang selalu aktif. Oleh karena itu, akumulasi pada semua jaringan lebih tinggi pada jaringan yang aktif. Hal inilah yang menyebabkan kadar logam berat dalam tubuh ikan nila masih tergolong rendah. Meskipun kandungan logam berat dalam tubuh (daging) ikan tersebut kadarnya belum melewati nilai ambang batas yang ditentukan, hal ini juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia sebab daging ikan merupakan bagian yang sering dikonsumsi oleh manusia.

Berikut ini adalah cara memilih ikan yang aman untuk dikonsumsi : 1. Warna kulit ikan terang dan cerah.

2. Daging ikan bila ditekan terasa kenyal. 3. Mata ikan masih terlihat jernih dan menonjol.

4. Sisik ikan segar masih melekat kuat dan mengkilat, sisik masih utuh dan tidak banyak yang terlepas.


(34)

5. Insang berwarna merah.

6. Kulit an daging ikan tidak mudah robek, terutama pada bagian perut. 7. Tidak berbau busuk .

Logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam waktu yang lama sebagai racun. Jika ikan berukuran besar dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka suatu waktu akan dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Kristanto (2004) beberapa logam berat berbahaya diantaranya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri. Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan yang terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (Ar), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Menurut Yulaipi dan Aunurohim (2013) akumulasi logam berat pada ikan dapat terjadi karena adanya kontak antara medium yang mengandung bahan toksik dengan ikan. Kontak berlangsung dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau permukaan ikan, misalnya melalui insang.

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah dan juga bersifat karsinogen. Kadmium masuk kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Apabila Kadmium masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan. Kadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi


(35)

kenaikan tekanan darah. Senyawa ini bisa mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta tulang.

Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit, dan gaya berjalan pincang karena cacat tulang yang disebabkan oleh Kadmium. Rasa sakit kemudian melemahkan, dengan patah tulang yang lebih umum dibandingkan tulang yang melemah. Komplikasi lain yang tejadi adalah batuk, kanker, anemia, dan gagal ginjal, yang kemudian menyebabkan kematian. Penderita penyakit ini banyak terjadi pada wanita pasca menoupaus. Sedangkan menurut Palar, 2004 keracunan Kadmium kronis menyebabkan kerusakan pada fisiologis tubuh, yaitu ginjal, paru-paru, darah dan jantung, kelenjar reproduksi, indra penciuman, kerapuhan tulang.

5.3 Acceptable Daily Intake (ADI) Untuk Kadmium Dalam Ikan NIla

Jika dihitung kadar kadmium (Cd) dalam ikan nila yang tertinggi adalah sebesar 0,02657 mg/kg (lihat Tabel 4.3) yang berasal dari tambak ikan sekitar TPA Kelurahan Terjun Kota Medan, yang berarti bahwa setiap 500 gram ikan nila tersebut mengandung sebanyak 0,02657 mg kadmium (Cd). Setelah dihitung menggunakan rumus di dapatkan bahwa kadar kadmium (Cd) yang terdapat di ikan nila adalah sebesar 37,64 gr/hari. Dapat dilihat dari hasil, maka kadar kadmium (Cd) dalam ikan nila tersebut sudah melebihi batas maksimum yang dapat dikonsumsi manusia setiap harinya menurut batas toleransi kadar Cd yang dapat dikonsumsi ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yang


(36)

dikenal dengan nama lain Acceptable Daily Intake (ADI) yaitu sebesar 57 – 71

μg/hari untuk orang dewasa (FOX, 1982).

ADI atauacceptable daily intake adalah batas asupan harian yang diperbolehkan yang merupakan salah satu mekanismeuntuk meminimasi efek logam berat terhadap kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400 – 500 µg/individu atau 7 µg/kg berat badan (Suhendrayatna,2001).

Menurut Nordberg et al, dalam Widowati (2008) logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnyahingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi.Kandungan Cd yang terdapat pada ikan nila masih dalam batas aman,walaupun demikian sebaiknya dalam mengkonsumsi ikan nila tetap perludiperhatikan, karena meskipun kadar logam yang terdapat dalam ikan nila kecilada kemungkinan terjadi penumpukan logam dan menyebabkan efek toksik padamanusia yang mengkonsumsi ikan nila tersebut dalam jangka waktu yang lama.


(37)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Kadmium terdapat dalam air tambak I yaitu 0,01381 mg/L, tambak II yaitu 0,01296 mg/L, dan tambak III yaitu 0,01289 mg/L, yang seluruhnya telah melebihi baku mutu yang ditetapkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu diatas 0,01 mg/L.

2. Jarak tambak ikan I, II, dan III dari TPA sampah, berturut-turut adalah 13 m, 34 m, dan 68 m. Sedangkan luas tambak I, II, dan III yaitu 2.324 m2, 2.503 m2, dan 1.893 m2.

3. Kadmium tedapat di dalam ikan nila yang berada di tambak I dengan ukuran ikan nila 0,5 kg,0,3 kg dan 0,1 kg adalah 0,02657 mg/kg, 0,02601 mg/kg dan 0,02628 mg/kg dan pada tambak II dengan ukuran ikan nila 0,5 kg,0,3 kg dan 0,1 kg adalah 0,02333 mg/kg, 0,02534 mg/mg dan 0,02578 mg/mg, sedangkan pada tambak III dengan ukuran ikan nila 0,5 kg,0,3 dan 0,1 kg berturut-turut adalah 0,02488 mg/kg, 0,02538 mg/kg dan 0,02386 mg/kg di sekitar TPA sampah Kelurahan Terjun Kota Medan. Berdasarkan SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk kadmium dalam ikan nila masih memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu dibawah 0,1 mg/kg.


(38)

6.2 Saran

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Medan untuk memperbaiki sistem pengolahan sampah yang ada dengan metode pengolahan sampah

sanitarylandfill sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

masyarakat dan lingkungan sekitar TPA.

2. Perlu diinformasikan kepada masyarakat bahwa kandungan logam berat kadmium (Cd) lebih tinggi kadarnya padaikan nila yang berukuran besar dibandingkan ikan yang berukuran kecil.

3. Kepada pengelola tambak agar terlebih dahulu memeriksa sumber air yang akan dijadikan air tambak, sehingga dapat mengecilkan resiko terpaparnya logam berat pada ikan nila, serta menjaga kebersihan air tambak tersebut dengan cara pembuatan sirkulasi air. Jika perlu dilakukan pemindahan lokasi tambak ikan nila ke tempat yang lebih aman karena sumber air tambak telah tercemar kadmium.

4. Bagi peneliti lain, dapat melanjutkan penelitian logam berat yang lain yang ada di perairan tambak, sungai maupun yang terakumulasi pada biota air di sekitar wilayah TPA Kelurahan Terjun.


(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung gizi utama berupa protein,lemak,vitamin, dan mineral. Kandungan lemak tidak jenuhnya dapat meningkatkan kecerdasan dan mencegah kolesterol. Ikan juga merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna dan harganya juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Disamping itu, ikan juga dijadikan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan lainnya (Adawyah, 2008).

2.2 Budidaya Ikan

Kegiatan budidaya ikan merupakan jenis usaha perikanan yang hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan, sejauh manusia dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan serta pertumbuhan ikan yang optimal. Usaha ini pernah menunjukkan hasil yang memuaskan hingga Indonesia menjadi produsen ikan papan atas di dunia yaitu pada tahun 1994 mampu mencapai angka produksi > 300.000 ton/tahun (produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambak sederhana mencapai 20% dan tambak semi-intensif sekitar 10%).


(40)

Namun belakangan ini terjadi penurunan jumlah konsusmsi ikan. Hal lain, dengan semakin memburuknya mutu lingkungan karena perkembangan masyarakat, membuat lingkungan tambak semakin terpuruk dari tahun ketahun. Daerah pertambakan merupakan daerah akhir pembuangan kegiatan di bagian atas (up land) yang syarat dengan polutan.

Secara garis besar, polutan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: Pertanian, industri, dan pemukiman. Pada saluran kawasan pertambakan yang tidak terpelihara, tentu akan merupakan perangkap yang baik bagi polutan tersebut, sehingga gagal dalam usaha pemeliharaan ikan semakin besar. Untuk itu perencanaan dan pemeliharaan saluran harus diperhitungkan dengan baik sehingga dapat mengurangi beban polutan tersebut (Mai, 2006).

2.3 Pengertian Ikan Nila

Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini berasal dari Afrika, tepatnya afrika bagian timur pada tahun 1969 dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia.

Ikan nila mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor.Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia (Wiryanta, 2010).


(41)

Sesuai dengan nama Latinnya Oreochromis niloticus berasal dari sungai Nil di Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda. Selama bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan (kehilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir.Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai kelima benua meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis. Sedangkan di wilayah beriklim dingin , ikan nila tidak dapat hidup baik (Suyanto, 2009). Pada awalnya ikan nila dikenal dengan namaTilapia nilotica. Aristoteles dan rekan-rekannya memberi nama itu sekitar tahun 300 tahun SM. Mengingat Mesir kuno bukan satu-satunya negeri yang menghargai nila tetapi di kawasan Junani juga telah dikenal sebagai penggemar ikan nila sehingga diyakini telah menamakan Tilapia nilotica (ikan Nil) pada waktu.

Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah Indonesia melalui Direktur Jenderal Perikanan sejak tahun 1972.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Osteichtyes Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis


(42)

Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm dan kadang ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung (pinnae dorsalis) dengan 16-17 duri tajam dan 11-15 jari-jari duri lunak dan sirip dubur (pinnae analis) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.

Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapainya 50 gram dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina.

Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) seperti plankton,

alga, crustacean, insect dan organisme benthos. Ikan nila memiliki sifat-sifat

unggul antara lain efisien dalam pemanfaatan pakan, pertumbuhannya cepat,bergizi tinggi dan dagingnya mirip dengan kakap merah. Ikan nila hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal seperti sungai, waduk, rawa, dan tambak air payau (Suyanto, 2009).

Ikan nila merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi manusia, karena budidayanya mudah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau di tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, ikan nila tidak dianjurkan dicampurkan dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.

Hal berikut yang perlu diperhatikan adalah kualitas air kolam pemeliharaan. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Beberapa parameter yang menentukan kualitas air, di antaranya adalah Suhu, Ph, Amonia, Oksigen Terlarut.


(43)

2.3.1 Jenis-Jenis Ikan Nila

Semenjak pertama kali ikan nila datang pada tahun 1969 ke Indonesia, sudah banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam perbaikan genetis yang dilakukan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT), Balai Benih Induk (BBI), Balai Benih Air Tawar (BBAT), dan lembaga penelitian lainnya. Selain melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru yang berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Dengan terciptanya strain baru ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan dipasaran tidak kalah bersaing khususnya pasar ekspor.

Berikut beberapa jenis ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik oleh petani maupun konsumen.

a. Nila Gift (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) Dikembangkan oleh International Center for Living Aquatic Research Management (ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian Development Bank dan Unites Nations Development Programe (UNDP). Strain ini merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel, Senegal, Ghana, Singapura, Thailand, Mesir, dan Taiwan.

b. Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapias) Merupakan salah satu ikan unggulan yang dihasilkan pada tahun 2008. Mempunyai fisik yang mirip dengan nila gift. Merupakan hasil seleksi yang menggunakan populasi dasar yang salah satunya bersumber dari ikan nila gift generasi keenam. Tepatnya nila best lahir dari seleksi empat strain ikan nila yaitu nila lokal,


(44)

nila danau tempeh, nila gift generasi ketiga, dan nila gift generasi keenam (generasi terakhir).

c. Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapias) Yang berarti ikan nila yang secara genetis diarahkan menjadi jantan super. Ikan ini dihasilkan di BBPBAT Sukabumi hasil kerja sama dengan IPB dan BBPBAT. Rintisannya sudah dimulai sejak 2001 dan dirilis tahun 2007. Sumber gennya berasal dari nila Gift G3.

d. Nila Jica (Japan for International Cooperation Agency) Jica adalah sebuah lembaga donor dari Jepang. Tahun 2002, Jica bekerja sama dengan BBAT Jambi melakukan rekayasa genetis strain ikan nila hasil penelitian

Kagoshima Fisheries Research Station , Jepang di Jambi. Tahun 2004

dihasilkan ikan nila unggul yang dinamakan strain Jica. Sebagian masyarakat Jambi menyebut nila strain Jica dengan nama nila kagoshima. e. Nila Nifi (National Inland Fishery Institute) Disebut juga nila Bangkok.

Nifi pertama kali didatangkan dari Thailand pada tahun 1989. Dikenal juga sebagai nila merah atau nirah. Ada juga menyebutnya mujarah (mujair merah) atau kakap merapi. Pertumbuhannya lebih cepat dari ikan nila lokal. Keunggulan lainnya mampu menghasilkan keturunan yang dominan jantan. Ikan ini kemungkinan merupakan hasil persilangan antara mujair dengan nila O.aureus, O.zilii, O.hornorum f.

f. Nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa) Berasal dari Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Merupakan hasil pemuliaan genetis dari nila gift dan nila get dari Filipina yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI)


(45)

Wanayasa, di Purwakarta, Jawa Barat dan FPK, Institut Pertanian Bogor. Dikenalkan kepada masyarakat tahun 2006 akhir. Gennya berasal dari nila gift dan nila get (Genetically Enhanced of Tilapias).

g.Nila hitam Merupakan strain ikan nila yang pertama kali didatangkan dari Taiwan. Karena begitu akrabnya masyarakat dengan ikan nila ini sehingga tidak heran jika ada yang menyebutnya dengan ikan nila lokal. Memiliki keunggulan mudah berkembang biak, pertumbuhan badannya cepat, serta pemakan plankton dan tanaman air lunak yang tumbuh di dalam kolam. h. Nila Cangkringan Merupakan nila yang berasal dari Cangkringan. Ikan

nila merah ini merupakan hasil pemuliaan genetis dari strain nifi, citralada, Singapura, dan Filipina oleh BAT atau BBI Cangkringan. Strain ini sebenarnya belum resmi dirilis ke masyarakat.

i. Nila Larasati Dikenal juga dengan nila janti. Ikan nila strain ini merupakan hasil pemuliaan BBI Janti di Klaten. Memiliki keseragaman warna sampai 90% warna merah (Wiryanta ,2010).

j. Jenis nila unggul yang direkomendasikan sebagai bibit untuk pembesaran secara cepat ( 2,5 bulan panen) adalah nila merah hasil silangan (hibrida), nila Gesit dan nila Best (Carman, 2010).

2.3.2 Habitat ikan Nila

Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau hewan hidup dan berkembang biak (Suyanto, 2009). Ikan nila memiliki eurihaline yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di dataran rendah yang berair tawar hingga perairan bersalinitas, sehingga pembudidayaannya sangat mudah. Nila


(46)

dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0 – 35 permil.

Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan poses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Suyanto, 2009).

Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. Nilai ph 7 – 8. Batas pH yang mematikan adalah 11 (Carman, 2010).

Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organism serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi organisme perairan. Suhu kolam atau perairan yang masih bisa ditolitir ikan nila asalah 15–37

o

C. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila adalah 25-30

o

C. Oleh karena itu ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai dataran tinggi hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk pemijahan, suhu ideal untuk bisa menghasilkan telur dan larva adalah 22–37

o

2.3.3 Ekologi Ikan Nila

C (Wiryanta, 2010).

Pada pemeliharaan benih, debit air yang dibutuhkan berkisar 0.5 liter/detik. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-300 C; pH air 6.5–8.5; oksigen terlarut > 4 mg/I dan kadar ammoniak (NH3) < 0.01 mg/I; kecerahan kolam hingga 50 cm. selain itu ikan nila juga hidup dalam perairan agak tenang dan kedalaman yang cukup (Pusat Penyuluhan Perikanan 2011).


(47)

Ikan nila dapat memanfaatkan plankton dan perifiton, serta dapat mencerna Blue Green Algae. Ikan nila umumnya matang kelamin mulai umur 5-6 bulan. Ukuran matang kelamin berkisar 30-350 g. Rasio betina: jantan berkisar antara (2-5):1, keberhasilan pemijahan berkisar 20-30% per minggu dengan jumlah telur antara 1-4 butir/gram induk. Ikan nila mempunyai pertumbuhan cepat, rata-rata pertumbuhan harian dapat mencapai 4,1 gram/hari (Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 2010).

2.3.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila

Secara umum jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan rata-rata berkisar antar 5–6% dari bobot tubuhnya/hari. Akan tetapi, jumlah tersebut dapat berubah-ubah karena berbagai faktor, salah satunya adalah suhu lingkungan. Suhu air juga berpengaruh terhadap aktifitas metabolisme. Ukuran ikan juga berpengaruh terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi. Ikan yang berukuran kecil membutuhkan makanan lebih banyak karena laju pertubuhannya sangat pesat. Dalam kegiatan budidaya, benih ikan dapat diberi makan sampai 50% bobot biomassa/hari (Pusat Penyuluhan Perikanan 2011).

Menurut Nikolsky (1963), dalam Hasmardy (2003), makanan ikan terdiri dari makanan utama, makanan pelengkap dan makanan tambahan. Makanan utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar. Makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat sedikit. Selain itu, terdapat juga makanan pengganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia. Secara garis besar, berdasarkan cara makannya ikan terdiri dari predator, grazer, penghisap


(48)

penyaring makanan dan parasit. Ikan dapat juga dikelompokkan menjadi jenis ikan pemakan plankton, pemakan tumbuhan, ikan buas dan sebagainya.

Pakan ikan nila diperairan alami adalah plankton, tumbuhan air yang lunak serta caing. Benih ikan nila suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria, Copepoda dan Cladocera. Ikan nila dewasa mampu mengumpulkan makanan berbentuk plankton dengan bantuan lendir (mucus) dalam mulut (Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, 2010). Kebiasaan makan ikan dapat diduga berdasarkan morfologi mulut. Bentuk dan letak mulut sangat erat hubungannya dengan jenis makanan yang menjadi kesukaan ikan. Mulut berfungsi untuk menangkap dan mengambil makanan. Kemampuan ikan beradaptasi terhadap makanannya menyebabkan adanya perbedaan ukuran serta bentuk mulut ikan Backman (1962), dalam Hasmardy (2003).

2.4 Pengertian Tambak

Pengertian tambak atau kolam menurut (Mai, 2006) adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin.Menurut (Mai, 2006) menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan.

2.4.1 Persyaratan Tambak

Secara umum tambak harus memenuhi syarat (Mai, 2006) sebagai berikut: a. Tanah tambak didominasi oleh tanah liat atau liat berpasir


(49)

b. Tambak tidak bocor

c. Dasar tambak bebas dari bekas vegetasi d. Ada bagian caren dan pletaran

e. Kedalaman air mampu menampung sedikitnya 80 cm f. Ada penampungan air/tandon

2.4.2 Jenis-Jenis Tambak

Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, tambak ekstensif atau tradisional. Perbedaan dari ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000).

Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2 – 0,5 ha per petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya. Budidaya secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan optimal.Padat penebaran ikan nila antara 30 – 50 ekor/m2.Pemberian pakan dilakukan 4 – 6 kali sehari.Hasil panen yang diharapkan adalah 4 – 8 ton/ha/musim untuk ikan nila (Khordi, 2010).

Tambak semi intensif biasanya tidak seluas tambak ekstensif yaitu sekitar 0,5- 1 ha. Sedangkan tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih ikan dimasukkan ke dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak.Jadi benih tersebut benar-benar dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian


(50)

ditangkap/dipanen.Karena itu, tambak berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies ikan.Padat penebaran pada tambak tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15 ekor/m2 dengan persiapan tambak yang baik, meliputi pengeringan, pembajakan, pemupukan dan pengapuran.ikan dapat diberi pakan tambahan secukupnya selama 3 – 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 – 900 kg/ha/musim (Khordi, 2010).

2.4.3 Lokasi Tambak

Sukses tidaknya usaha budidaya ikan di tambak dapat ditentukan pula dengan langkah awal yang sangat urgent, dalam hal ini penentuan lokasi untuk mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara harus terpenuhi.Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan sangatlah mutlak dilakukan demi terpenuhinya persyaratan teknis baik dari segi lingkungan maupun dari segi fisik/lahan.Persyaratan lokasi/ lahan untuk tambak pembesaran ikan secara umum tidak jauh berbeda dengan jenis ikan lainnya (Mai, 2006).

2.4.4 Kualitas Air Tambak

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya ikan. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a) mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya ikan (Darmono, 1995).


(51)

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya ikan. Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a) mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan penurunan produksi dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan menurun dan bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat matinya ikan (Darmono, 2001).

2.5 Pengertian Logam Berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah system perodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari III – VII. Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi (Darmono, 1995).

Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi,sedang dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik tinggi terdiri dari unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Berdasarkan toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co, sedangkan bersifat toksik rendah terdiri atas unsure Mn dan Fe.

Kandungan kelompok anorganik logam di perairan alami sangat rendah (trace element). Kelompok logam berat yang termasuk bersifat esensial adalah Cr, Ni, Cu, Zn dan yang bersifat non esensial adalah As, Cd, Pb, Hg. Elemen yang


(52)

bersifat esensial dibutuhkan dalam proses kehidupan biota akuatik. Kelompok elemen esensial maupun non esensial dapat bersifat toksik atau racun bagi kehidupan biota akuatik terutama apabila terjadi apabila terjadi peningkatan kadarnya dalam perairan.

Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap organisme pada batas dan kadar tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh jenis logam, pengaruh interaksi antar logam dan jenis racun lainnya, spesies hewan daya permeabilitas organisme dan mekanisme detoksisasi serta pengaruh lingkungan seperti suhu, pH dan oksigen.

Selain suhu dan pH, salinitas dan kesadahan juga mempengaeuhi toksisitas logam berat. Penurunan pH dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Lain halnya dengan suhu, toksisitas logam berat semakin tinggi dengan meningkatnya suhu. Kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat karena logam berat dalam air dengan kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air. Logam berat yang terdapat di perairan dapat diketahui melalui media air, sedimen maupun organisme air.

2.5.1 Pencemaran Logam Berat

Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan berat jenis lebih besar.Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam.Selain itu,


(53)

logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.

Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsure seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup.

Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh makhluk hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Palar, 2008).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan terjadi karena adanya proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan.

Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan (detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah nonpolusi.

Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka.Daya tahan makhluk hidup terhadap


(54)

toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar, 2008).

2.5.2 Kandungan Logam Berat dalam Biota Air

Kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh organisme, menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun kumulatif (Darmono,1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota. Logam berat yang terikat dalam tubuh organisme yaitu pada ikan akan mempengaruhi aktivitas organisme tersebut.

Menurut Darmono (2001), logam berat mauk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan,pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diadsorbsi darah berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan keseluruh bagian tubuh.

2.5.3 Toksisitas Logam Berat pada Jenis Ikan

Ikan merupakan salah satu organisme air yang rentan terhadap pencemaran logam berat. Ikan dapat memasukkan logam berat yang berasal dari air atau sedimen kedalam tubuhnya hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungannya (Darmono, 2001). Logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan melalui air dan pakan yang terkontaminasi. Proses bioakumulasi logam dalam jaringan ikan cukup bervariasi, tergantung pada jenis logam dan spesies ikan. Ikan mempunyai kemampuan untuk menghindar dari cemaran logam berat dengan berenang cepat, akan tetapi bagi ikan yang hidup pada aliran sungai, danau, dan teluk, cenderung lebih sulit menghindar dari pencemaran. Hal ini dapat


(55)

menyebabkan kematian pada beberapa spesies ikan, terutama ikan yang habitatnya pada perairan dangkal (Darmono, 2001).

2.6 Logam Berat Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak termasuk golongan II B tabel berkala dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d105s2. Unsur ini bernomor atom 48,mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik lelehnya berturut-turut 765˚C dan 320,9˚C. Kadmium (Cd) merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium (Cd) yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau dan hanya sejumlah kecil dari air minum dan polusi udara.

Logam Kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam.Hanya ada satu jenis mineral kadmium yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite sangat jarang ditemuka n di alam , sehingga dalam ekspolitasi logam kadmium, biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Pada konsentrat bijih-bijih seng terdapat 0,2-0,3% logam kadmium. Artinya seng menjadi sumber utama dari logam kadmium (Palar, 2008).

Adapun sifat fisik dan sifat kimia kadmium (Cd), yaitu : 1. Sifat Fisik

a. Logam berwarna putih keperakan b. Mengkilap


(56)

d. Titik lebur rendah

e. Akan kehilangan kilapnya jika beradadalam udara yang basah atau lembab dan akan mengalami kerusakan bila terkena uap ammonia dan sulfur hidroksida.

2. Sifat Kimia

a. Kadmium (Cd) tidak larut dalam basa b. Larut dalam H2SO4 encer dan HCL encer

c. Beraksi dengan halogen dan nonhalogen seperti S, Se, P

d. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO

e. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi f. CdI2 larut dalam alkohol

2.6.1 Sumber Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, Kadmium (Cd) berasal dari emisi industry antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb).

Sumber pencemaran dan paparan Kadmium (Cd) berasal dari polusi udara,rokok,air sumur,makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar kadmium (Cd),fungsida,pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium (Cd) berasal dari rokok,tembakau,pipa rokok yang mengandung kadmium (Cd),perokok pasif,plastik berlapis Kadmium (Cd) (Widowati, 2008).


(57)

Dalam lingkungan sumber kadmium (Cd) yang masuk ke perairan berasal dari : 1. Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.

2. Air bilasan dari elektroplating.

3. Besi, tembaga dan industri logam yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium (Cd).

4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd, semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5. Pupuk fosfat dan endapan sampah.

2.6.2 Kegunaan Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena cadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008).

Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:

a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna. b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang

berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.


(58)

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil.

2.6.3 Metabolisme Kadmium dalam Tubuh

Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium ini dapat terjadi pada pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam ini.Keracunan akut terjadi karena pada pekerja terkena paparan uap logam kadmium (Cd) atau kadmium oksida (CdO).Keracunan bersifat kronis yang disebabkan oleh daya racun yang dibawa oleh logam kadmium, terjadi dalam selang waktu yang sangat pajan.Peristiwa ini terjadi karena kadmium masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir tubuh pada saat tersebut (Palar, 2008).

Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium d. Melalui rantai makanan


(59)

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

Absorpsi kadmium melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%.Absorpsi kadmium meningkat bila terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan.

Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng merangsang produksi metalotionin (Widowati,2008).

Kadmium ditransformasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah yang memilki protein berat molekul rendah, yaitu metalotionin (MT) yang memilki berat molekul 6000, banyak mengandung sulfhidril, dan dapat mengikat 11% kadmium dan seng. Metalotionin (MT) memiliki daya ikat yang sama terhadap beberapa jenis logam berat sehingga kandungan logam berat bebas dalam jaringan berkurang. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut sehingga memunculkan hambatanterhadap aktivitas kerja enzim.Metalotionin merupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai indikator pencemaran.Hal itu didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logamlogam bisa terikat di dalam jaringan tubuh organisme karena adanya protein (polipeptida) yang 26-33% mengandung sistein.Setelah toksik memasuki darah, toksik didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikat oksigen dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar toksikan dalam jaringan tersebut. Kadmium memilki afinitas yang


(60)

kuat terhadap hati dan ginjal. Kadar kadmium pada hati dan ginjal bervariasi tergantung pada kadar total kadmium dalam tubuh. Apabila metalotionin (MT) hepar dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi, maka akan terjadi kerusakan hati dan ginjal (Widowati, 2008).

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati.Pada umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadmium dalam tubuh akan dibuang melalui feces sekitar 3-4 minggu setelah terpapar kadmium dan melalui urin. Pada manusia, sebagian besar kadmium diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan sebagian besar kadmium diekskresikan melalui feces (Widowati, 2008).

2.6.4 Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd)

Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg pada ikan dan hasil olahannya.

2.6.5 Efek Kadmium (Cd)

2.6.5.1 Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan

Kadmium aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air.Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk.Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi kadmium adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang


(61)

berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan produksi.Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang jauh ketika diserap oleh lumpur.Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari air permukaan maupun tanah.

Kadmium dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium oleh tanaman.Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.

Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh bintang tersebut, terutama ketika makan beberapa tanaman.Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium dalam ginjalnya karena ini.Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan untuk keracunan kadmium.Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Darmono, 2001).

2.6.5.2 Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia

Menurut darmono (2001), efek kadmium terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO).


(62)

Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang.Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut dan kematian.Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang.Peristiwa ini terjadi karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh.

Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

a. Efek Kadmium Terhadap Ginjal

Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat tinggi dan manusia.Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium.Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein.Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.

b. Efek Kadmium Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas, mual, muntah dan kepala pusing.


(63)

c. Efek Kadmium Terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan tulang.Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang dilanda rasa takut terhadap pencemaran.Efek ini timbul akibat kekurangan kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga kalsium darah digantikan oleh logam kadmium yang ada.Pada akhirnya kerapuhan pada tulang-tulang penderita yang dinamakan itai-itaidisease.

d. Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung

Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia karena CdO.Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e. Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi system reproduksi dan organ-organnya.Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki.Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.

2.6.6 Kadmium (Cd) dalam Lingkungan

Logam kadmium dan bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dapat dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Selain itu kadmium juga berasal dari pembakaran sampah rumah


(1)

2.6.1 Sumber Kadmium (Cd) ... 25

2.6.2 Kegunaan Cadmium (Cd) ... 26

2.6.3 Metabolisme Kadmium (Cd) dalam Tubuh ... 27

2.6.4 Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) ... 29

2.6.5 Efek Cadmium (Cd) ... 30

2.6.5.1 Efek Kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan ... 30

2.6.5.2 Efek Kadmium Terhadap Kesehatan Manusia 31 2.6.7 Kadmium (Cd) dalam Lingkungan ... 33

2.7 Accaptable Daily Intake Logam Berat Pada Pangan ... 34

2.8 Metode Pengolahan Sampah di TPA ... 36

2.8.1 Persyaratan Lokasi TPA... 38

2.9 Kerangka Konsep ... 41

BAB III METODE PENELITIAN... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2 Waktu Penelitian... 43

3.3 ObjekPenelitian danSampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Data Primer ... 44

3.4.2 Data Sekunder ... 44

3.5 DefenisiOperasional ... 44

3.6 Teknik Pengambilan Sampel ... 45

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 46

3.8 Instrumen Penelitian ... 46

3.8.1 AlatPenelitian ... 46

3.8.2 BahanPenelitian ... 47

3.9 Cara Kerja Penelitian ... 48

3.9.1 Pengambilan dan Penanganan Sampel... 48

3.9.2 Preparasi Sampel ... 48

3.9.3 Analisis Kadar Kadmium dengan Metode ICP ... 49

3.10 Metode Analisis Data…... ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.1.1 Data Geografi ... 51

4.1.2 Jumlah Penduduk ... 51


(2)

4.1.4 Sistem Pengoahan Air Lindi ... 53

4.1.5 Karakteristik Tambak Ikan Nila ... 54

4.2 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Air Tambak ... 54

4.3 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Ikan Nila ... 56

4.4 Perhitungan ADI Untuk Kadmium dalam Ikan Nila ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1 Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Air ... 58

5.2 Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila ... 60

5.3 Acceptable Daily Intake Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila ... 66

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 71

6.1 Kesimpulan……. ... 71

6.1 Saran……….……. ... 72

DAFTAR PUSTAKA … ... 73


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batas Aman Konsentrasi Logam yang dapat diterima Secara

Internasional ...35 Tabel 4.1 Kondisi dan Situasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Kelurahan Terjun Kota ...53 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Air Tambak Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung

Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2017 ... 55 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) dalam Ikan Nila (Oreochromis

niloticus) Sekitar TPA Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2017 ... 56


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 40 Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd) Pada Ikan Nila ... 57


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian ... 77 Lampiran 2. Lembar Observasi Penelitian ... 78 Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ... 79


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Desi Purnama Sari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 20 Desember1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Ngateman

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Siti Sarah

Suku Bangsa Ibu : Jawa

Pendidikan Formal

1. SD Negeri No : 066040 Banyu Urip Medan : 2000-2006

2. SMP Negeri 20 Medan : 2006-2009

3. SMA Negeri 16 Medan : 2009-2012


Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan

9 144 57

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

6 114 95

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 14

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 7

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 33

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016 Chapter III VI

0 0 28

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 1 4

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Dalam Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Berada Di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Paluh Nibung Kelurahan Terjun Kota Medantahun 2016

0 0 6

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

0 0 14