Efek Sitoprotektif Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) terhadap Sel Vero yang diinduksi Hidrogen Peroksida (H2O2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh.
Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi,
peroksida lipid, kerusakan sel (DNA) danpembuluh darah. Secara umum
dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh
yang umumnya terjadi pada usia tua. Namun ada kalanya juga terjadi pada usia
muda, akibat yang ditimbulkan adalah penurunan derajat kesehatan yang biasanya
diikuti dengan penyakit (Amelia, 2010; Suyono, 2006).
Penyakit degeneratifdisebut juga sebagai penyakit yang mengiringi proses
penuaan. Pesatnya perkembangan penyakit tersebut telah mendorong masyarakat
luas untuk memahami dampak yang ditimbulkannya. Menurut WHO, hingga
akhir tahun 2005 saja penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir
17 juta orang di seluruh dunia. Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk
menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel
tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Ada sekitar 50 penyakit
degeneratif. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain kanker, diabetes
melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan
sebagainya. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya
penyakit degeneratif mempunyai kaitan cukup kuat dengan bertambahnya proses

penuaan usia seseorang. Meskipun faktor keturunan juga berperan cukup besar
(Nadesul, 2006; Yatim, 2010).

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Jenis-jenis penyakit degeneratif
Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya.

Berbagai referensi

menyebutkan lebih dari 50 jenis penyakit degeneratif. Berikut adalah beberapa
jenis penyakit degeneratif yang berhubungan dengan konsumsi makanan atau zat
gizi tertentu:
a. Hipertensi
Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri
ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan
darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya terdapat dua angka yang
akan disebut oleh dokter. Misalnya dokter menyebut 140-90, maka artinya adalah
140/90 mmHg. Angka pertama (140) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh

arteri akibat denyutan jantung atau pada saat jantung berdenyut atau berdetak, dan
disebut tekanan sistolik atau sering disebut tekanan atas. Angka kedua (90)
menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut
tekanan diastolik atau sering juga disebut tekanan bawah. Jika pembuluh dara
menyempit, maka tekanan darah di dalam pembuluh darah akan meningkat. Selain
itu, jika jumlah darah yang mengalir bertambah, tekanan darah juga akan
meningkat (Gray, etal., 2005; Saseen, 2005).
b. Diabetes Melitus (DM)
Definisi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO)
adalah kadar glukosa puasa≥126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu ≥200
mg/dL, dimana kadar glukosa antara 100 dan 125 mg/dL (6,1- 7,0 mmol/L) dapat
dikatakan suatu keadaan pre diabetes.

9
Universitas Sumatera Utara

Terdapat dua jenis penyakit diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe 1
(insulin-dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin oleh
pankreas. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Diabetes
melitus tipe-2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat

ketidakmampuan tubuh untuk berespons dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe-2 ini lebih banyak
ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh
dunia (Schteingart, 2005; Suyono, 2006).
Diabetes tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, dengan rajin
mengontrol kadar gula darah. Kontrol yang ketat ini bisa mencegah terjadinya
komplikasi pada pasien diabetes. Penyakit diabetes melitus dapat dihindari apabila
setiap individu melakukan tindakan pencegahan, antara lain mengetahui faktorfaktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit diabetes yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi, diantaranya obesitas, merokok, stres, hipertensi dan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia di atas 45 tahun keatas, faktor
keturunan, ras, riwayat menderita diabetes gestasional, pernah melahirkan bayi
dengan berat lebih dari 4,5 kg dan jenis kelamin (Foster dan Daniel, 2000;
Gustaviani, 2006; Yatim, 2010).
c. Dislipidemia
Istilah dislipidemia merujuk pada kadar lipid (lemak) darah yang
abnormal. Dalam tubuh terdapat lemak yang terdiri LDL (Low Density
Lipoprotein) yang mengangkut kolesterol dari hati ke jaringan tubuh dan dapat
menempel pada pembuluh darah, HDL (High Density Lipoprotein) mengangkut


10
Universitas Sumatera Utara

kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati dan
trigliserida yang meningkat sering ditemukan bersamaan dengan kadar HDL yang
rendah. Kadar kolesterol ideal adalah kolesterol total kurang dari 5 mmol/L dan
kolesterol LDL kurang dari 3 mmol/L. Jika kadar berbagai jenis kolesterol dalam
darah tidak normal, hal tersebut dapat mempengaruhi kerja jantung dan sistem
sirkulasi (peredaran darah), maka sangat penting untuk menjaga dan mengkontrol
kadar kolesterol (Morrell, 2007).
d. Penyakit jantung
Paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK). Koroner adalah
arteri-arteri yang melingkari jantung seperti mahkota (crown/coroner) yang
berfungsi menyuplai nutrisi dan oksigen bagi otot jantung. PJK timbul jika 1 atau
lebih arteri koroner mengalami penyempitan akibat penumpukan kolesterol dan
komponen lain (pembentukan plak) pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis)
(Masud, 1996; Widyasari, 2005).
Akibat aliran darah terganggu, maka akan timbul nyeri atau rasa tidak
nyaman di dada (angina), terutama selama olahraga dimana otot jantung banyak
membutuhkan oksigen. Proses aterosklerosis dapat mulai terbentuk mulai usia

anak-anak, sehingga pencegahan PJK harus diperhatikan sejak dini. Tanda-tanda
awal PJK antara lain adalah hipertensi dan kolesterol tinggi (Shadine, 2010; Kabo,
2008).
e. Osteoporosis
Kalsium merupakan unsur pembentuk tulang dan gigi. Maka, agar
kepadatan tulang terus terjaga, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang banyak
terdapat dalam susu. Sayangnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk

11
Universitas Sumatera Utara

menyerap kalsium semakin berkurang. Maka, sebaiknya Anda membiasakan diri
atau anak Anda untuk minum susu setiap hari sejak usia dini. Karena penyebab
osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium pada usia muda (King, 2000).
Kalsium yang dibutuhkan tiap orang berbeda, bergantung pada berat badan
dan aktivitas yang dijalankan. Pada ibu hamil dan menyusui, kalsium yang
dibutuhkan lebih banyak. Satu gelas susu mengandung sekitar 500 mg kalsium.
Kalsium tidak hanya terdapat pada susu, makanan lain seperti ikan teri, sup
tulang, sayuran hijau seperti bayam dan kacang-kacangan adalah salah satu
sumber dari kalsium. Karena kalsium tidak dapat dihasilkan tubuh kita, maka

penting untuk minum susu dan mengkonsumsi makanan yang mengandung
kalsium (Guyton, 1997).
f. Stroke
Stroke terjadi saat aliran darah ke otak terganggu atau berkurang secara
hebat, sehingga otak tidak mendapat oksigen. Stroke terbagi terbagi menjadi dua:
- Stroke Iskemik, disebabkan kurangnya aliran darah ke otak karena sumbatan
pada pembuluh darah otak. Merupakan jenis stroke yang paling banyak dijumpai
(80%) (Kabo,2008).
- Stroke Hemoragik, disebabkan pecahnya pembuluh darah dalam otak, darah
yang berkumpul dalam jaringan otak menyebabkan penekanan dan kerusakan sel
otak (Adi, 2009).
g. Artritis gout
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi
kristal asam urat pada jaringan disekitar sendi.Asam urat adalah sisa metabolisme
zat purin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi. Ini juga merupakan hasil

12
Universitas Sumatera Utara

samping dari pemecahan sel dalam darah. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga

terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang
terjadi secara normal atau karena penyakit tertentu (Arijatmo, 2004; Yogiantoro,
2006).
Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses dan
urin, tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat sehingga
menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat
meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan
makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya
akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau
bengkak.Penderita asam urat disarankan agar mengontrol makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat menghindari makanan yang banyak mengandung
purin (Drake, 2007).
2.2 Kanker
2.2.1Definisi kanker
Kanker merupakan penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari
sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang secara tidak normal di luar batas
kewajaran dan sangat liar. Keadaan kanker terjadi jika sel-sel normal berubah
dengan pertumbuhan yang sangat cepat sehingga tidak dapat dikendalikan oleh
tubuh dan tidak terbentuk (Junaidi, 2007). American Cancer Society (2008)
menyatakan kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan

dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan abnormal. Kanker dapat
disebabkan oleh faktor eksternal (infeksi, radiasi, zat kimia tertentu,

13
Universitas Sumatera Utara

tembakau)dan faktor internal (mutasi, hormon, kondisi sistem imun) yang memicu
terjadinya proses karsinogenesis (pembentukan kanker) (King, 2000).
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel
tidak terkendali dan kemampuan sel menyerang jaringan biologis lainnya, baik
pertumbuhan langsung di jaringan tetangganya (invasif) maupun migrasi sel ke
tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut
disebabkan kerusakan DNA yang menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembelahan sel. Sel kanker kehilangan fungsi kontrolnya terhadap
regulasi daur sel maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler
sehingga sel tidak dapat berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan
berproliferasi terus-menerus sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang
abnormal (Diandana, 2009; Tapan, 2005; Tyagi, 2004).
Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal.
Sel kanker tidak mengenal apoptosis dan akan terus hidup meski seharusnya mati

(bersifat immortal) (Sofyan, 2000). Sel kanker dapat memproduksi growth
factorsendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari
luar untuk melakukan proliferasi sehingga dapat tumbuh menjadi tak terkendali.
Sel kanker juga tidak sensitif terhadap sinyal yang dapat menghentikan
pertumbuhan dan pembelahan sel (Kumar, et al., 2005; Stites, 1997; Gibbs, 2000).
Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan
tersebut dan tumbuh subur di atas jaringan lain (metastasis). Semakin besar
jangkauan metastasis tumor, akan semakin sulit disembuhkan. Kanker pada
stadium metastasis merupakan penyebab 90% kematian penderita kanker
(Pecorino, 2005). Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker

14
Universitas Sumatera Utara

mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski dapat
mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh. Sinyal inisiasi pada proses
neoangiogenesis diantaranya adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
dan Fibroblast Growth Factor (FGF). Sel kanker memiliki kemampuan yang
tidak terbatas dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski sudah tidak
dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya (Kumar, et

al., 2005).
2.2.2Penyebab kanker
Junaidi (2007) menyebutkan terdapat beberapa penyebab kanker yang
telah diketahui, di antaranya adalah:
a. Faktor keturunan
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih
tinggi untuk menderita kanker dibandingkan dengan keluarga lainnya. Sebagai
contoh, resiko wanita untuk menderita kanker payudara meningkat 1,5 sampai 3
kali jika ibu atau saudara perempuannya menderita kanker payudara juga.
b. Faktor lingkungan
Salah satu penyebab kanker yang paling penting adalah rokok. Merokok
meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring (pita suara) dan
kandung kemih. Zat-zat kimia yang terdapat dalam rokok yang paling berbahaya
dan dapat menyebabkan kanker antara lain adalah asetonnitrit dan dioksin, gas
nitrogen yang menyebabkan nitrosamine yang bersifat karsinogen, zat
polynuclear aromatic hydrocarbons (PAH) yang terdapat dalam tar yang bersifat
karsinogen dan merusak DNA, asetaldehid bersifat karsinogen terutama pada
kulit. Pemaparan yang berlebihan pada sinar ultraviolet matahari dapat

15

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kanker kulit. Pemaparan uranium pada pekerja tambang telah
dihubungkan dengan terjadinya kanker paru-paru 10-20 tahun kemudian. Selain
itu, radiasi ionisasi yang digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari
pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom juga merupakan bahan
yang dapat menyebabkan kanker (karsinogenik).
c. Makanan
Makanan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kanker terutama kanker
pada saluran pencernaan. Beberapa contoh jenis makanan penyebab kanker seperti
zat pewarna dan pengawet pada makanan atau minuman, heterocyclic amines
(HCA) yang terdapat pada daging yang digoreng atau dibakar secara berlebihan
dalam waktu lama sehingga terlalu matang dan HCA merupakan zat penyebab
mutasi sel (mutagen) yang merangsang pertumbuhan radikal bebas yang dapat
merusak gen DNA, produk-produk asam lemak trans (Trans Fatty Acids=TFA)
seperti margarin, produk yang diproses secara hidrogenasi, telur gosong atau yang
kering, logam berat seperti merkuri yang sering tedapat pada makanan laut yang
tercemar seperti kerang, ikan dan sebagainya.
d. Infeksi
Virus tertentu dapat menyebabkan kanker pada manusia seperti virus
papiloma yang menyebabkan kutil alat kelamin (genitalis) yang merupakan salah
satu penyebab kanker leher rahim pada wanita, virus sitomegalo menyebabkan
sarcoma kaposi (kanker sistem pembuluh darah yang ditandai oleh lesi kulit
berwarna merah), virus hepatitis menyebabkan kanker hati dan virus Epstein-barr
menyebabkan

limfoma

Burkitt.

Parasit

Schistosoma

(Bilharzia)

dapat

menyebabkan kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi menahun pada

16
Universitas Sumatera Utara

kandung kemih. Selain itu, infeksi oleh Clonorchis dapat menyebabkan kanker
pankreas dan saluran empedu.
e. Zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen yang memicu terjadinya kanker antara lain arsen,
asbes, krom, nikel dapat memicu kanker paru-paru, benzene dan agen alkilating
dapat memicu leukemia, oksimetolon dapat memicu kanker hati dan alkohol dapat
memicu kanker kerongkongan, mulut dan tenggorokan.
f. Gangguan keseimbangan hormonal
Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan kekurangan
progesteron dapat meningkatkan resiko kanker payudara, kanker leher rahim dan
kanker rahim pada wanita, serta kanker prostat dan buah zakar pada pria.
g. Radikal bebas
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari
pasangan elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu
ikatan kovalen. Akibat pemecahan homolitik, suatu molekul akan terpecah
menjadi radikal bebas yang mempunyai elektron tak berpasangan.
2.2.3Gambaran klinik kanker
Beberapa gejala kanker di antaranya adalah nyeri (dapat terjadi akibat
tumor yang meluas menekan saraf dan pembuluh darah di sekitarnya), perdarahan
atau pengeluaran cairan yang tidak wajar (misalnya ludah, batuk, dan muntah
yang berdarah, mimisan terus-menerus, darah dalam air kemih atau tinja dan
cairan puting susu atau liang senggama yang mengandung darah), perubahan
kebiasan buang air besar, penurunan berat badan secara cepat, benjolan pada
payudara atau tempat lain, batuk yang menetap, suara serak, gangguan

17
Universitas Sumatera Utara

pencernaan, luka yang tidak sembuh, perubahan tahi lalat atau kulit yang
mencolok dan anemia (Junaidi, 2007; Dipaola, 2002; Tapan, 2005).
2.2.4Karsinogenesis
Kanker bukan termasuk penyakit yang datang begitu saja, melainkan
akibat akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu di dalam tubuh.
Serangkaian

proses

berkembangnya

kanker

disebut

karsinogenesis.

Karsinogenesis adalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multi
tahap yang menunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi
progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas). Perubahan ini diawali dari
mutasi somatik satu sel tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal
menjadi hiperplastik, displastik, dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau
malignansi (memiliki kemampuan metastasis atau menginvasi jaringan di
sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk perubahan seluler mendasar pada sel
kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen seperti tumor suppresor genesdan
protooncogene. Karsinogenesis dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu
tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004; Kupcsik,
2011).
Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis dan merupakan
hasil perubahan genetik yang menuntun pada proliferasi tidak terkontrol
(abnormal) sebuah sel. Tahap inisiasi dapat terjadi melalui jalur germinal dan
somatik. Namun pada kebanyakan kasus diperoleh secara somatik akibat
terjadinya kesalahan acak saat pembelahan sel atau karena paparan dari
karsinogen spesifik seperti tobako dan radiasi. Pada tahap ini, senyawa yang
berpotensi sebagai senyawa karsinogen diaktivasi terlebih dahulu di dalam tubuh

18
Universitas Sumatera Utara

terutama di hepar menjadi senyawa metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang
bersifat reaktif, mutagenik, dan mampu berikatan dengan makromolekul di dalam
tubuh seperti DNA dengan ikatan irreversible. Sel yang mengalami inisiasi atau
prakanker dapat kembali ke tingkat normal secara spontan, tetapi pada tingkat
lebih lanjut dapat menjadi ganas (malignan) (King, 2000).
Selanjutnya tahap promosi yang merupakan tingkat lanjutan dari tahap
inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel. Berbeda
dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap
promosi hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel
akan memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga
pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi
tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya
terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004; King, 2000).
Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun
terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut
dan munculnya keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dan angiogenesis
(Kumar, 2005). Pada tahap ini, sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada
fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan
malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005).
Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap
ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan lain di dalam tubuh melalui
pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan yang
bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju saluran limfoid. Sel
tersebut akan berinteraksi dengan sel limfoid yang digunakan sebagai inangnya.

19
Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor
sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya. Tahap
metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan
oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molocules) dan E-cadherin
sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul tersebut diketahui
sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses
metastasis dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005).
Kanker dapat terjadi dalam berbagai jenis sel, antara lain karsinoma (pada
kelenjar epitel), glioma (pada jaringan otak), leukemia (pada sel darah putih),
sarkoma (pada jaringan lunak dan jaringan ikat seperti tulang rawan, lemak, otot,
ataupun tulang), myeloma (pada jaringan selaput saraf/neuron), hepatoma (pada
sel hati), fibroma (pada jaringan ikat fibrosa), dan limfoma (pada kelenjar getah
bening) (Junaidi, 2007; Hawari, 2004).
2.2.5Apoptosis
Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan,
yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu
sistem organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan
penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan
membentuk suatu massa tumor yang akan mengarah pada kanker (King, 2000;
Sudiana, 2011).
Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan
kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis.Apoptosis fisiologis
adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death). Proses kematian

20
Universitas Sumatera Utara

sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini
mengalami aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami
aktivasi, kecuali sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas.
Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan faktor yang sangat
penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek
pada saat pembelahan diri. Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu
(level kritis) akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat
melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya sel akan mengalami apoptosis secara
fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak
terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi dari enzim ribonukleoprotein
(telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat berperan pada sintetis telomer
DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer
dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer pada ujung kromosom
dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat immortal (King,
2000; Sudiana, 2011).
Apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses suatu
rangsangan. Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur
sitotoksik, disfungsi mitokondria, dan kompleks fas dan ligan. Terjadinya
apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang
terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut
fas. Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh
ligan yang berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan
akan mengaktifkan suatu protein yang disebut FasAssociated Protein Death
Domain (FADD). Apoptosis dipicu oleh aktivitas p53 karena sel memiliki gen

21
Universitas Sumatera Utara

cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas,
maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa
enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu aktivitas p53. P53 adalah
faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menekan
semua CDK (CyclinDependent Kinase) dengan cyclin, dimana siklus pembelahan
sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. Apabila
terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada
fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan berhenti
sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan aktivitas
Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria yang
mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi
kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan
menembus membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi
dan mengalami apoptosis (King, 2000; Sudiana, 2011).
Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki
gen cacat sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang
dihasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi.
Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan
enzim yang disebut sebagai sitotoksin. Apoptosis dengan jalur disfungsi
mitokondria terjadi karena adanya gangguan ekspresi protein pada mitokondria
yang tidak seimbang baik ekspresi berlebih maupun protein yang diekspresikan
adalah protein abnormal(Sudiana, 2011).

22
Universitas Sumatera Utara

2.2.6Sel Vero
Sel Vero merupakan sel epitel non kanker (sel normal). Sel ini berasal dari
organ ginjal monyet hijau asal Afrika yang ditemukan oleh peneliti Jepang pada
tahun 1962. Sel Vero merupakan sel monolayer berbentuk poligonal dan pipih,
immortal, non tumorigenic fibroblastic cell. Sel ini melekat erat pada substrat
yang berbahan polistirena dengan membentuk ikatan kovalen. Sel Vero berfungsi
sebagai kontrol positif yang mewakili sel normal pada tubuh manusia. Pengujian
sel Vero dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel,
sitotoksisitas, dan transformasi sel yang diinduksi oleh berbagai senyawa kimia
(Goncalves, et al., 2006).
Sel Vero dapat disimpn dalam nitrogen cair atau pada suhu 80ºC dalam
waktu lama. Stok beku ini memerlukan pengembangbiakan terlebih dahulu
sebelum dilakukan eksperimen. Sel Vero merupakan sel yang tak dapat
berkembang apabila berada dalam suspensi. Kondisi percobaan juga harus
dipertahankan sterilisasinya agar terhindar dari kontaminasi (Witsqa, 2014).
Sel Vero bukan merupakan sel kanker. Mekanisme pertumbuhan dan
penghambatannya sama dengan sel normal,oleh karena itu terdapat pula
mekanisme penghentian pertumbuhan. Sel Vero yang terus berkembang semakin
lama akan memenuhi luas area media yang digunakan. Kemudian terjadi kontak
antar sel mengakibatkan sel menerima sinyal untuk menghentikan pertumbuhan
(Sheets, 2000).
2.3 Reactive Oxygen Species (ROS)
Sering kali pengertian radikal bebas disamakan dengan oksidan karena
keduanya memiliki kemiripan sifat yakni agresivitas untuk menarik elektron di

23
Universitas Sumatera Utara

sekelilingnya. Setiap radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan
adalah radikal bebas. Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau suatu
senyawa yang dapat menarik elektron (electron acceptor) seperti ion ferri yang
berubah menjadi ferro (Fe3+ + e-→Fe2+) (Winarsi, 2007). Sedangkan, radikal
bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan. Molekul ini sangat reaktif dan akan menyerang molekul
stabil di dekatnya sehingga menjadi radikal bebas (Kothari,et al., 2010). Dengan
demikian maka radikal bebas akan memicu terjadinya reaksi berantai.
Radikal bebas secara umum terdiri dari dua bentuk yaitu Reactive Oxygen
Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Reactive oxygen species
dapat terbentuk sebagai produk samping selama reaksi oksidasi fosforilasi dalam
rantai transpor elektron pada mitokondria. Oksidasi fosforilasi bertujuan untuk
membentuk energi dalam bentuk ATP. Pembentukan ATP tersebut membutuhkan
O2, tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air, sekitar
4-5% berubah menjadi radikal bebas (Ngurah, 2007; Marciniak,et al., 2009).
Proses reaksi oksidasi fosforilasi melibatkan sejumlah kompleks enzim.
Kompleks enzim I dikenal dengan reduced nicotinamide adenine dinucleotide
(NADH) dehydrogenase yang mentransfer elektron dari NADH dalam matriks
mitokondria menuju ko-enzim Q melalui coenzim riboflavin yaitu flavine
mononucleotide (FMN). Ko-enzim Q juga menerima elektron dari kompleks
enzim II melewati coenzim riboflavin yakni reduced flavine adenine dinucleotide
(FADH). Kompleks enzim II terdiri atas tiga jenis enzim, yang semuanya
mengandung FAD sebagai gugus prostetiknya, yaitu; succinate dehydrogenase
yang

mentranfer

elektron

berasal

dari

siklus

asam

stitrat,

glycerol-3

24
Universitas Sumatera Utara

phosphatedehydrogenase mentransfer elektorn yang berasal dari glycerol
phosphate shuttle, dan fatty acyl-CoA dehydrogenase mentranfer elektron dari
tahap pertama dalam β-oksidasi asam lemak. Dari ko-enzim Q elektron ditransfer
menuju kompleks enzim III (cytochrome c reductase). Kompleks enzim III terdiri
dari dua komponen protein yakni sitokrom b dan c1. Dari kompleks III elektron
diteruskan menuju sitokrom c untuk selanjutnya menuju kompleks IV
(cytochrome oxidase). Kompleks IV terdiri dari dua komponen protein yakni
sitokrom a dan a3. Dari kompleks IV elektron direaksikan dengan O2 untuk
membentuk air. Kompleks I, III, dan IV memompa proton ke dalam ruang antar
membran sehingga terjadi gradient muatan listrik antar membran. Adanya
gradient ini memungkinkan proton mengalir kembali menuju matriks mitokondria
melalui ATP synthase complex (kompleks V) dan perubahan energi dari proses ini
digunakan untuk membentuk ATP dari adenosine diphosphate (ADP). Dalam
kompleks IV, elektron akan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk air
(Pelley, 2007). Skema rangkaian proses tersebut digambarkan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1Oksidasi Fosforilasi. Produksi ROS terutama terjadi pada
Kompleks I dan III (Botjje, et al., 2004).
Satu molekul oksigen direduksi menjadi dua molekul air. Reduksi tersebut
dilakukan dengan mentransfer empat elektron. Tetapi transfer elektron tersebut
berlangsung empat tahapan. Hal ini terjadi karena dua elektron yang tidak

25
Universitas Sumatera Utara

berpasangan pada molekul oksigen terletak pada orbit yang berbeda dan
menunjukkan angka putaran quantum yang sama, padahal untuk membentuk
ikatan kovalen, dua elektron harus terletak pada orbit yang sama dan
menunjukkan putaran yang berlawanan. Dengan demikian, maka oksigen hanya
mampu menerima elektron tahap demi tahap dan hanya satu elektron tiap
tahapnya. Pemindahan elektron yang tidak sempurna tersebut mengakibatkan
terbentuknya ROS (Winarsi, 2007). Elektron pertama mereduksi oksigen untuk
membentuk anion superoxide, kemudian reduksi berikutnya membentuk hydrogen
peroxide dan hydroxyl radical, elektron terakhir mereduksi hydroxyl radical
menjadi air (Marciniak,et al., 2009). Di dalam sel sumber utama ROS adalah
anion superoxide dan hidrogen yang terbentuk sebagai produk samping
metabolisme seluler seperti oksidasi fosforilasi dalam mitokondria (Waris dan
Ahsan, 2006).
Radikal bebas telah diyakini menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid
membran sel, kerusakan DNA dan apoptosis ((Ngurah, 2007; Khotari,et al.,
2010). Peroksidasi lipid dapat dideteksi dari produk yang dihasilkannya di
antaranya MDA, dien terkonjugasi, lipid hidroperoksida, isoprostan (Marciniak, et
al., 2009).
Peroksidasi lipid terjadi melalui beberapa tahapan reaksi yaitu inisiasi,
propagasi dan terminasi. Lipid penyusun membran sel biasanya berupa asam
lemak tak jenuh ganda. Peroksidasi dimulai (inisiasi) dari abstraksi atom hidrogen
pada gugus metilen oleh ROS membentuk radikal karbon. Apabila radikal karbon
bereaksi dengan oksigen maka akan terbentuk radikal peroksil. Reaksi berikutnya
adalah abstraksi atom hidrogen lipid lain oleh radikal peroksil membentuk lipid

26
Universitas Sumatera Utara

hidroperoksida yang bersifat sitotoksik, sehingga terjadi reaksi berantai. Reaksi
akan berakhir (terminasi) jika radikal karbon yang terbentuk pada tahap inisiasi
ataupun radikal lain yang terbentuk pada reaksi propagasi bereaksi dengan radikal
lain menjadi produk non radikal (Setiawan dan Suhartono, 2007).
2.4 Radikal Bebas
2.4.1Definisi radikal bebas
Radikal bebas adalah molekul oksigen yang dalam interaksinya dengan
molekul lain kehilangan sebuah elektron di lingkaran terluar orbitnya sehingga
jumlah eletronnya ganjil. Karena jumlah elektronnya ganjil, molekul ini menjadi
tidak stabil dan selalu berusaha mencari pasangan elektron baru dengan cara
mengambil elektron molekul lain yang berdekatan (Kusumadewi, 2002). Radikal
bebas adalah bahan kimia bereaksi tinggi yang masuk ke aliran darah melalui
polusi udara, cahaya matahari dan proses normal metabolisme (Thomas, 2006).
Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu elektron terlalu banyak
atau terlalu sedikit sehingga tidak stabil. Droge (2002) menyebutkan bahwa dalam
mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk
asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat
yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan
memulai suatu reaksi berantai yang akhirnya akan terjadi kerusakan pada sel
tersebut (Sa’ad, 2009; Tapan, 2005).

27
Universitas Sumatera Utara

2.4.2Pembentukan radikal bebas
Menurut Kumalaningsih (2006), radikal bebas dapat masuk dan terbentuk
di dalam tubuh melalui:
a. Pernafasan
Saat kita melakukan pernafasan akan masuk oksigen (O2) yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pembakaran gula menjadi CO2, H2O, dan
energi. Dalam hal ini O2 sangat berperan karena bila tidak ada O2 proses
kehidupan akan tidak lancar dan membahayakan bagi tubuh kita sendiri. Tetapi
dengan bernafas atau oksigen yang berlebihan saat olahraga terjadi reaksi yang
kompleks dalam tubuh dan menghasilkan produk-produk sampingan berupa
radikal bebas yaitu radikal oksigen singlet, radikal peroksida lipid, radikal
hidroksil, radikal superoksida. Semua radikal bebas oksigen ini sangat cepat
merusak jaringan-jaringan sel.
b. Lingkungan tidak sehat
Pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap rokok yang tidak
menghasilkan CO2 tetapi CO, demikian juga asap dari kendaran bermotor
merupakan radikal bebas yang berbahaya sekali bagi paru-paru. Di samping itu
juga dari asupan makanan yang mengandung logam-logam berat memungkinkan
terbentuknya radikal bebas akibat oksidasi dari luar. Beberapa macam radikal
bebas antara lain superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2).
c. Makanan berlemak
Lemak sangat bermanfaat bagi tubuh kita tetapi konsumsi lemak yang
berlebihan khususnya konsumsi lemak polyunsaturateddan lemak hidrogenasi
sangat berpotensi menghasilkan radikal bebas. Lemak polyunsaturated disebut

28
Universitas Sumatera Utara

juga lemak tidak jenuh artinya lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada atom
C-nya. Adanya ikatan rangkap tersebut mudah sekali dioksidasi atau terserang
peroksidasi lipid membentuk radikal peroksida lipid. Makanan yang banyak
mengandung lemak polyunsaturated antara lain mayones dan saos salad akan
mudah sekali terserang radikal bebas. Lemak hidrogenasi adalah lemak yang
ikatan rangkap tak jenuhnya telah disubstitusi dengan hidrogen, lemak ini disebut
margarin atau mentega tiruan. Lemak hidrogenasi sangat berbahaya karena dapat
mengubah kemampuan serap selaput sel sehingga mengakibatkan fungsi selaput
sel sebagai pelindung menjadi tidak berarti.
Ada dua kelompok radikal bebas yaitu kelompok logam dan nonlogam,
dari kelompok logam yang paling berbahaya adalah radikal bebas Hg (merkuri).
Pada reaksi logam dan non-logam tersebut yang melibatkan radikal bebas
berfungsi sebagai zat pemicu (inisiator) Selain itu, mekanisme radikal bebas dapat
terjadi

melalui

tiga

tahapan

yaitu

inisiasi

(permulaan),

propagasi

(pertumbuhan/perambatan) dan terminasi (penghentian). (Sitorus, 2008).
2.4.3Sumber radikal bebas
Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh
yang alamiah. Sumber radikal bebas dari dalam tubuh misalnya dari proses
oksidasi dan olahraga yang berlebihan, peradangan akibat menderita sakit kronik
dan stres, sedangkan dari luar tubuh radikal bebas dapat diperoleh melalui proses
merokok, terpapar udara yang tercemar, radiasi matahari, radiasi fototerapi
(penyinaran), konsumsi obat-obatan termasuk kemoterapi, pestisida dan zat kimia
lainnya (Tapan, 2005). Radikal bebas yang dihasilkan tubuh dapat berguna untuk

29
Universitas Sumatera Utara

melawan penyebab penyakit bersama dengan sistem imun dan membantu kerja
otot polos pembuluh darah (Nadesul, 2006).
2.4.4Reaksi perusakan oleh radikal bebas
Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu keadaan dimana
tingkat oksigen reaktif intermediate yang toksik melebihi pertahanan antioksidan
endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi
dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan
disfungsi organ tertentu. Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap
serangan radikal bebas.
a. Peroksidasi lemak
Membran sel kaya akan sumber polyunsaturated fatty acid (PUFA), yang
mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi. Proses tersebut dinamakan
peroksidasi

lemak.

Hal

ini

sangat

merusak

karena

merupakan

suatu

prosesberkelanjutan. Pemecahan hidroperoksida lemak sering melibatkan katalisis
ion logam transisi (Droge, 2002).
b. Kerusakan protein
Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada
PUFA sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat.
Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat
ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang
pada sel normal) atau bila kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam
protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan
dengan ion logam transisi (Proctor dan Reynolds, 1984).

30
Universitas Sumatera Utara

c. Kerusakan DNA
Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA
menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada
susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka
akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk
disekitar DNA seperti pada radiasi biologis (Allen dan Tressini, 2000).
2.5Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh dengan cara mendonorkan satu elektronnya
kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitasnya bisa dihambat
(Winarsi, 2007). Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzimatis
dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan primer atau
antioksidan endogen, diantaranya GPx (Glutathione Peroxidase), katalase, dan
SOD (Superoxide Dismutase). Sedangkan, antioksidan non enzimatis disebut juga
antioksidan sekunder atau antioksidan eksogen, digolongkan sebagai yang larut
dalam lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavoniod, quinon, dan bilirubin,
sementara yang larut dalam air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat
logam dan protein pengikat heme (Winarsi, 2007). Di samping itu, dikenal juga
antioksidan sintetik seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen
(BHT), propil galat, tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) (Prangdimurti, 2007).
Induksi enzim antioksidan merupakan salah satu faktor penentu yang paling
penting dari efek sitoprotektif terhadap penyakit yang berhubungan dengan stres
oksidatif (Kang, et al., 2015).

31
Universitas Sumatera Utara

2.6Tanaman yang Bersifat Sitoprotektif
Aktivitas sitoprotektif dari beberapa tanaman telah diteliti sebelumnya
dengan berbagai metode pengujian.Tanaman yang bersifat sitoprotektif dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tanaman yangBersifat Sitoprotektif
No

Tanaman

1

Jambu biji
merah dan
tomat

2

Sel

Bagian yang
digunakan

Metode

Hasil

Sel
fibroblas

Ekstrak
etanolik tomat
dan jambu biji
merah

MTT

Wortel

Sel Vero

Ekstrak
etanolik umbi
wortel

MTT

3

Buah naga
merah dan
Wortel

Sel primer
fibroblas

Ekstrak etanol
buah
naga
merah
dan
Wortel

MTT

4

Ganggang
coklat

Sel
mioblas

Ekstrak etanol
ganggang
coklat
Petalonia
bingnhamiae

MTT

5

Daun
Kemangi
(Ocimum
sanctum )

Sel Vero

Ekstrak
air
daun kemangi
(Ocimum
sanctum )

MTT

Ekstrak jambu biji
merah tidak bisa
memberikan efek
sitoprotektif
dari
paparan
radikal
bebas
hidrogen
peroksida,
sedangkan ekstrak
etanolik
tomat
kemungkinan
memiliki
efek
sitotoksik daripada
sitoprotektif
Pemberian ekstrak
menunjukkan
adanya
aktivitas
sitoprotektif pada
sel vero
Ekstrak buah naga
dan ekstrak wortel
belum
mampu
melindungi sel dari
paparan
radikal
bebas H2O2
Ekstrak ganggang
coklat
Petalonia
bingnhamiae
memberikan efek
perlindungan
terhadap
sitoprotektif
Ekstrak air daun
kemangi (Ocimum
sanctum )
memiliki efek
sitoprotektif pada
sel Vero

Sumber
Waris,
2015

Ginting,
2015

Hanifa,
2015

Kang, et
al., 2015

Priyadarshini,
et al.,
2015

32
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 (Lanjutan)
No

Tanaman

Sel

Bagian yang
digunakan

Metode

Hasil

Sumber

6

Ganggang
coklat
(Padina
tetrastomat
ica)

Ekstrak
metanol
ganggang
coklat
(Padina
tetrastomatica
)

Comet
assay

Ekstrak metanol
ganggang coklat
memiliki efek
sitoprotektif pada
sel fibroblas
embrionik 3T3-L1

Chia, et
al., 2015

7

Echium
amoenum

Sel normal
payudara
184B5, sel
MCF-7
dan
sel
fibroblas
embrionik
3T3-L1
Human
endotelial
cells
(HUVECs)

Ekstrak
Echium
amoenum

MTT

Safaeian, et
al., 2015

8

Daunmaho
ni
Swietenia
macrophylla

Cerebellar
Primary
Cultures

Ekstrak air
Swietenia
macrophylla

MTT

9

Arnica
montana L.
dan
Artemisia
absinthium
L.

Sel
fibroblasNCTC cell

Ekstrak etanol
Arnica
montana L.
dan Artemisia
absinthium L.

MTT

Ekstrak Echium
amoenum
mempunyai efek
sitoprotektif
terhadap paparan
H2O2
Ekstrak daun
mahoni memiliki
efek sitoprotektif
pada Cerebellar
Primary Cultures
yang terpapar metil
mercury (MeHg)
Ekstrak Arnica
montana L. dan
Artemisia
absinthium L.
memiliki efek
sitoprotektif
terhadap paparan
hidogen peroksida

Pamplona, et al.,
2015

Craciunescu, et
al., 2012

Priyadarshini, 2014 telah melakukan penelitian tentang efek sitoprotektif
ekstrak air daun Kemangi menggunakan sel Vero. Metode penentuan efek
sitoprotektif dilakukan dengan menggunakan metode MTT dengan induksi
kalsium oksalat. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan konsentrasi
ekstrak meningkat efek perlindungan terhadap kalsium oksalat; peningkatan
konsentrasi ekstrak air daun Kemangi, meningkatkan persentase viabilitas sel
epitel.
Penelitian efek sitoprotektif ekstrak metanol ganggang coklat Padina
tetrastomatica pada sel 3T3-L1 meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi
ekstrak dengan menggunakan metode Comet Assay, dengan induksi hidrogen

33
Universitas Sumatera Utara

peroksida (Chia, et al., 2015). Penelitian ekstrak metanol ganggang coklat spesies
lain Petalonia binghamiae dengan metode MTT pada sel mioblas terhadap efek
sitoprotektif, pada konsentrasi 300 mg/mL dengan induksi hidrogen peroksida
dapat melindungi sel dari stres oksidatif (Kang, et al., 2015).
Efek sitoprotektif Echium amoenum pada sel endotelial manusia
(HUVECs) dengan metode MTT Assay yang diinduksi dengan H2O2
menunjukkan bahwa ekstrak Echium amoenum pada konsentrasi 100-1000
mg/mL mengurangi kematian sel akibat paparan H2O2 dan bergantung pada
konsentrasi (Safaeian, et al., 2015). Penelitian aktivitas sitoprotektif pada ekstrak
etanol Arnica montana L. dan Artemisia absinthium L. menggunakan metode
MTT yang diinduksi dengan H2O2 menunjukkan bahwa kedua ekstrak tanaman
mampu melindungi sel fibroblas dari stres oksidatif (Craciunescu, et al., 2012).
Ekstrak air daun mahoni (Swietenia macrophylla) menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan kelangsungan hidup sel pada semua dosis yang digunakan, ini
menunjukkan bahwa ekstrak yang digunakan memiliki efek sitoproteksi yang
signifikan setelah diinduksi dengan MeHg secara in vitro, menggunakan metode
MTT (Pamplona,et al., 2015).
Penelitian di Indonesia terkait dengan efek sitiprotektif adalah penelitian
Waris, 2015, yang menggunakan ekstrak etanol buah jambu biji merah dan tomat
dengan metode MTT pada sel fibroblas yang diinduksi dengan H2O2. Ekstrak
etanol jambu biji merah pada konsentrasi tertinggi yaitu 300µg/mL meningkatkan
viabilitas sel fibroblas sebesar 9,59% dibanding kontrol H2O2. Namun signifikansi
tidak berbeda nyata, sehingga ekstrak jambu biji merah tidak bisa memberikan
efek sitoprotektif terhadap sel fibroblas dari paparan radikal bebas untuk hidrogen

34
Universitas Sumatera Utara

peroksida, sedangkan ekstrak etanolik tomat kemungkinan memiliki efek
sitotoksik daripada efek sitoprotektif untuk melawan kerusakan sel fibroblas yang
diberi H2O2. Ginting, 2012 melakukan penelitian aktivitas sitoprotektif ekstrak
etanolik umbi wortel pada sel Vero dengan metode MTT menunjukkan aktivitas
sitoprotektif. Hanifa, 2015 meneliti efek sitoprotektif ekstrak etanol buah naga
merah dan wortel menggunakan metode MTT dengan paparan H2O2 pada sel
primer fibroblas, hasil penelitian pada uji sitoprotektif, ekstrak buah naga merah
pada konsentrasi 150 µg/mL dan ekstrak wortel dengan konsentrasi 200 µg/mL
belum mampu melindungi sel dari paparan radikal bebas.
2.6.1 Daun Afrika
Vernonia amygdalina Del. termasuk suku Asteraceae. Secara tradisional
digunakan oleh masyarakat sebagai obat antidiabetes, obat hipertensi dan
antikanker yang memiliki senyawa flavonoid, senyawa tersebut bersifat sebagai
antioksidan. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak yang berasal dari
benuaAfrikadan

bagian

lain

dariAfrika,khususnyaNigeria,Kamerun

danZimbabwe. Tumbuhan ini dapat ditemukan di halaman rumah, sepanjang
sungai dan danau, ditepi hutan, dan di padang rumput (Yeap, et al., 2010).
Daun Afrika (Vernonia Amygdalina) sering juga dikenal dalam berbagai
nama lain seperti grawa, ewuro, etidot dan onugbu. Asalnya tamanan ini pertama
kali tumbuh di dataran tropis Amerika Utara dan Afrika Selatan, dalam bahasa
Inggris tanaman ini sering disebut Bitter leaf dikarenakan karena rasanya yang
sangat pahit. Tanaman setinggi 1-3 meter ini tumbuh dengan mudah di benua
Afrika, benua Amerika, benua Asia seperti di Malaysia, Singapore dan Indonesia
(Oyugi, et al., 2009).

35
Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ibrahim, et al., 2004):
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Asterales

Suku

: Asteraceae

Marga

: Vernonia

Spesies

: Vernonia amygdalina Del.

Daun Afrikaadalah tumbuhan semak yang mempunyai batang tegak, tinggi
1-3 m, bulat, berkayu, berwarna coklat; daun tunggal, anak daun berhadapan,
panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi,
ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua; akar
tunggang, berwarna coklat kotor (Ibrahim, et al., 2004; Ijeh, 2010).
Hasil penelitian (Ijeh, 2010) menunjukkan bahwa tanaman daun Afrika
banyak mengandung saponin, seskuiterpen lakton, flavonoid yang dapat
mencegah berbagai penyakit yang berkaitan dengan stres oksidatif. Efektivitas
antioksidan dari flavonoid dilaporkan beberapa kali lebih kuat dibandingkan
vitamin C dan E. Dalam fungsinya menetralkan radikal bebas, flavonoid bekerja
secara sinergis (saling memperkuat) dengan vitamin C. Hasil penelitian
(Setiawan, 2012) menunjukkan bahwa daun Afrika mengandung flavonoid,
glikosida, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid.
Daun Afrika banyak digunakan untuk obat-obatan dan banyak penelitian
yang telah dilakukan seperti antibakteri dan antifungi (Erasto, et al., 2006),

36
Universitas Sumatera Utara

antimalaria dan analgetik (Nijan, et al., 2008), antikanker (Oyugi, 2009),
antioksidan (Igile, etal., 1994; Nwanjo, 2005) dan antidiabetes (Nwanjo dan
Nwokoro, 2004; Atangwho, et al., 2007).
2.6.2Metode ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Depkes RI, 1979).
Metode ekstraksi menurut Depkes RI(2000) ada beberapa cara, yaitu;
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam
simplisia tersebut dalam pelarut (Syamsuni, 2006) dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan
remaserasi adalah pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

37
Universitas Sumatera Utara

terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), sampai
diperoleh perkolat.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat
soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan
pada suhu 40-50oC.
d. Infundansi
Infudansi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur
90oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90oC selama 30 menit.

38
Universitas Sumatera Utara

2.6.3Metode pengujian aktivitas sitoprotektif
Pengujian aktivitas sitoprotektif dapat dilakukan dari beberapa parameter,
antara lain analisis viabilitas sel dengan uji MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5difenil tetrazolium bromida], pengujian apoptosis dengan menggunakan metode
flowcytometry, dan pengujian ekspresi ROS dengan metode imunositokimia.
Metode MTT adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini
berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil
metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Reaksi
warna yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reduks