Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Pengembangan Usaha Kecil di Kabupaten Simeulue

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang masih dalam tahap berkembang.
Dalam konteks negara berembang, sistim perekonomian negara sering kali
bergantung terhadap bantuan modal yang berasal dari luar negara. Hal ini telah
banyak melahirkan kontroversial dalam tatanan kehidupan bernegara. Dengan
dalih kerjasama dengan pihak asing dalam kaitannya menerima bantuan modal
untuk membantu tumbuh kembangkan perekonomian negara, ternyata selama ini
dalih tersebut jauh dari tujuan awalnya, malah sebaliknya langkah tersebut telah
memanjakan bangsa sendiri untuk tetap bergantung terhadap bantuan-bantuan
yang selalu diberikan oleh pihak luar tersebut, sehingga implikasinya dapat
dirasakan sendiri yaitu kurangnya kemandirian masyarakat untuk membangun
bangsa sendiri.
Krisis yang melanda bangsa Indonesia telah meluluh lantakkan segala
sendi-sendi kehidupan termasuk juga sektor perbankan yang juga di pandang
sebagai salah satu pemicunya, yaitu dengan disalurkannya kredit-kredit yang salah
sasaran. Krisis membuktikan bahwa usaha kecil menengah yang jumlah sangat
banyak mampu bertahan menghadapi krisis tersebut secara mandiri. Disaat
perekonomian kini mulai menunjukkan geliat untuk bangkit kembali, usaha kecil

menengah nampaknya seolah kembali terlupakan, terutama lagi dengan banyak
masuk dan beroperasinya usaha asing, termasuk perbankan asing pasca periode
penjualan aset-aset perbankan nasional. Perbankan Syariah yang telah dirintis

1

sejak tahun 1992 nampaknya kini dapat menjadi harapan baru bagi pengembangan
usaha kecil menengah, khususnya dalam pengadaan modal kerja.
Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari
berbagai pihak, baik pemerintah, perbankan, swasta, lembaga swadaya
masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh
besarnya potensi usaha kecil yang perlu diefektifkan sebagai motor penggerak
usaha mikro, kecil dan menengah merupakan perluasan pengertian usaha kecil
dan menengah (UKM). Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu
bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di
Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional
(Product Domestic Regional Bruto/PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor non
migas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam
jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai 99,6% dalampenyerapan

tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan
perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat
dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. (Brata, 2006).
Peran usaha kecil dalam perekonomian domestik semakin meningkat
terutama setelah krisis 1997. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk
mencari debitur yang tidak bermasalah, usaha kecilmenjadi alternatif penyaluran
kredit perbankan.
Mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam, yang
tentunya berkeinginan untuk menjalankan kegiatan ekonominya sesuai prinsip
Islam yang bebas dari riba. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
beragama Islam dalam hal transaksi keuangan seperti menyimpan uang,
2

menyalurkan uang dan mengirimkan uang secara syariah, maka pemerintah
merespons hal tersebut dengan mendirikan lembaga keuangan bank maupun nonbank dengan prinsip syariah. Tujuan pemerintah mendirikan Bank Syariah tidak
hanya untuk memberi alternatif perbankan non-riba bagi masyarakat, namun juga
untuk mengembangkan sektor riil. Hal ini sejalan dengan penjelasan mengenai
bank syariah yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar
mekanisme ekonomi di sektor riil melalui kegiatan aktivitas usahanya dalam hal
ini pembiayaan mudharabah yang berdasarkan prinsip syariah (Isretno, 2011:102).

Sistem ekonomi Islam telah berkembang seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu bentuk perwujudan sistem ekonomi
syari’ah adalah berdirinya lembaga-lembaga keuangan syari’ah baik berupa bank
maupun non-bank. Peranan dan kedudukan lembaga keuangan syari’ah dianggap
sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan. Hal
ini disebakan prioritas lembaga keuangan syari’ah lebih difokuskan untuk
membentuk fundamental ekonomi Indonesia lebih kuat.(Brata, 2006)
Sistem ekonomi Islam merupakan model dan proses yang menghendaki
gerak interaktif dinamis yang berimbang secara struktural dengan gerak keadilan
disertai kebajikan yang berdasarkan potensi dasar sumberdaya manusia dan alam.
Ekonomi Islam merupakan tatanan perekonomian yang bergerak berdasarkan
dinamika dan motivasi Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.(Brata, 2006)
Pada sisi orientasi pembangunan ekonomi konvensional lebih menekankan
pada nilai optimalisasi yang merujuk pada target minimisasi atau maksiminasi.
Sementara itu Islam menekankan pada nilai manfaat dan kemaslahatan yang akan
diperoleh masyarakat, sehingga indikator yang digunakan adalah hasil akhir dari
optimalisasi yang berhubungan dengan zakat, infak dan sadaqah serta berbagai
3

kebajikan ibadah dan amal sholeh lainnya. Itulah sebabnya gerak ibadah dan amal

sholeh dari kemajuan ekonomi akan mamapankan hukum yang pada akhirnya
akan mengecilkan jumlah pelanggaran kejahatan (Arsyad, 2008:18)
Sudah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam
adalah dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat
untuk melaksanakan sistem perbankan yang berdasarkan syariat Islam, yaitu
sistem Perbankan Syariah. Sistem perbankan syariah merupakan solusi bagi umat
Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini.
Bank

konvensional

dianggap

mengandung

riba

sehingga

menimbulkan


keengganan bagi umat Islam untuk menyimpan uangnya maupun meminta kredit
di bank. Namun masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah
maupun pengelola bank dalam menjalankan sistem perbankan syariah ini. Masih
banyak umat yang belum mengetahui akan sistem kerja dan keuntungan dari
melaksanakan sistem perbankan syariah (Soemitra, 2009:15)
Sistem perbankan yang ada selama ini dianggap kurang “islami” karena
masih mengandung unsur riba bagi sebagian umat Islam. Sementara riba
dianggap hal yang haram dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam memenuhi
kebutuhannya, seseorang kadangkala tidak memiliki uang atau dana yang cukup.
Untuk itu salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukanpermohonan
kredit. Namun secara konvensional, bank telah menetapkan sejumlah tertentu
yang harus dibayar oleh kreditur secara berkala, misalnya 5% perbulan. Hal ini
telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk melakukan
kegiatan perbankan dengan sistem syariah.

4

Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian bagi umat Islam di

Indonesia. Pada bank konvensional, bank telah menetapkan benda-benda yang
diperolehkan sebagai jaminan. Sedangkan pada bank dengan sistem syariah, yang
dijadikan sebagai jaminan pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola
usaha. Selain itu bank syariah sama sekali tidak mengenal hal yang disebut
dengan “bunga” yang dianggap riba dan hukumnya haram (Brata, 2006)
Keberhasilan perbankan syari’ah di tanah air tidak bisa terlepas dari
pernanan lembaga keuangan mikro syari’ah. Kedudukan lembaga keuangan mikro
syari’ah yang antara lain dipresentasikan oleh Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah
(BPRS) dan lembaga non-bank lainnya seperti BMT dan koperasi pesantren
sangat vital dalam menjangkau transaksi syari’ah di daerah yang tidak bisa
dilayani oleh bank umum maupun bank yang membuka unit usaha syari’ah
(Soemitra (2009:21)
Lembaga Keuangan Mikro Syariah secara formal telah disebutkan dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan
“ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah antara lain meliputi : a) bank syari’ah; b) lembaga
keuangan mikro syari’ah; c) asuransi syari’ah; d) reasuransi syari’ah; e) reksa
dana syari’ah; f) obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah
syari’ah; g) sekuritas syari’ah; (h) pembiayaan syari’ah; i) pegadaian syari’ah; j)
dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan k) bisnis syari’ah (Soemitra

(2009:23)

5

Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga yang memberikan jasa
keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik
formal, semi formal, dan informal yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan
formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis. Sedangkan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah adalah lembaga keuangan mikro yang bergerak dalam
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip/berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.
Seiring dengan perkembangan kegiatan usaha syari’ah lembaga keuangan
mikro syari’ah misalnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Koperasi Syariah, pun
mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Sejak kehadiran
Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi
untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh
kalangan bawah (grass root). Semula harapan ini hanya tertumpu pada BMI,
namun harapan ini terhambat oleh Undang-Undang Perbankan, karena usaha
mikro tidak mampu memenuhi prosedur perbankan yang dibakukan UndangUndang. BMI sebagai bank umum terkendala dengan prosedur ini. Meskipun misi
keumatannya cukup tinggi, namun realitas di lapangan mengalami banyak

hambatan, baik dari sisi prosedur, plafon pembiayaan maupun lingkungan
bisnisnya.
Menurut Ilmi (2002:vi) sampai dengan tahun 2003 jumlah LKMS yang
berhasil diinisiasi dan dikembangkan sebanyak 3.200 dan tersebar di 27 propinsi.
Dan menurut pengamatan penulis jumlah ini mengalami kenaikan terus dari tahun
ke tahun sampai dengan sekarang. Perkembangan tersebut juga telah menambah
ke daerah-daerah terutama di daerah yang penduduknya mayoritas beragama
Islam khususnya di daerah Simeulue dan masyarakat yang usahanya pada skala
6

usaha kecil atau mikro, serta di masyarakat yang sebagian besar mata pencaharian
adalah pengrajin dan usaha kecil.
Kehadiran dan perkembangan LKMS ditengah-tengah masyarakat begitu
cepat menunjukkan telah diterima masyarakat sebagai patner kerjauntuk
menumbuh kembangkan usaha kecil mereka. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari
manajemen dan produk yang ditawarkan kepada masyarakat tersebut. Pemerintah
telah cukup lama menggulirkan kebijakan kredit usaha mikro dalam rangka
penanggulangan kemiskinan yang telah lama menggerogoti sebagian besar rakyat
Indonesia. Begitu juga para pedagang kecil yang tinggal di desa dan tergolong
ekonomi lemah, seperti di Simeulue yang di sektor usaha kecil dan non formal.

Kehadiran

LKMS

sangat

diharapkan

untuk

kebutuhan

ekonomi

dan

pengembangan usahanya.
Selain itu, sektor usaha kecil akan membawa dua implikasi signifikan
yang berdampak langsung bagi tersedianya lapangan pekerjaan yaitu mengatasi
pengangguran dan kemiskinan. Pada awal berdirinya LKMS di Simeulue

bertujuan untuk membantu mengembangkan usaha kecil serta melayani kebutuhan
bagi golongan ekonomi lemah yang tidak terjangkau oleh bank umum. LKMS
secara konsisten berorientasi pada kepuasaan nasabah, memiliki komitmen yang
tinggi untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan karyawan, berperan
aktif dalam pembangunan nasional. Pada dasarnya didirikan dengan tujuan
menjadi lembaga yang akan memberikan layanan perbankan syari’ah kepada
masyarakat dan memberi solusi permodalan bagi sektor riil, yaitu bagi usaha kecil
menengah, pedagang, petani, pegawai dan rekan-rekan koperasi dan juga menjadi
perantara dan kerjasama antara pemilik harta dengan mudharib (pelaksana usaha).

7

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud mengadakan
penelitian yang membahas tentang “Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
dalam Pengembangan Usaha Kecil di Kabupaten Simeulue”.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan Lembaga
Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS) dengan pengembangan usaha kecil di

Kabupaten Simeulue ?”

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah: “Untuk mengetahui apakah ada hubunganLembaga Keuangan Mikro
Syari’ah (LKMS) dengan pengembangan usaha kecil di Kabupaten Simeulue”

1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Mampu meningkatkan kemampuan penulis dalam melaksanakan suatu
penelitian yang berkaitan dengan LKMS dan menambah wawasan penulis dalam
hal pengembangan ilmu ekonomi syariah yang berkaitan dengan usaha kecil dan
perekonomian Indonesia.
2. Bagi pembaca
Dapat menambah wawasan serta menjadikan hasil penelitian ini sebagai
bahan pertimbangan dalam mengatasi fenomena kesulitan permodalan yang

8

dialami oleh usaha kecil di Indonesia, khususnya di Kabupaten Simeulue melalui
sistem syari’ah.
3. Bagi Pemerintah
Dapat dijadikan tambahan informasi dan pertimbangan dalam mengambil
kebijakan dan tindakan oleh pemerintah terkait dengan pendanaan usaha kecil dan
pengembangannya serta kontribusinya terhadap perekonomian nasional, dengan
mengoptimalkan peran berbagai pihak.

9