Hubungan Letak Lesi Stroke dengan Kejadian Depresi pada Pasien Rawat Jalan Penyakit Stroke di RSUP H. Adam Malik Tahun 2015
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Stroke
2.1.1. Definisi Stroke
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik
tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan
cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari
24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari
vaskular. (Arifputra dkk, 2014).
Stroke merupakan gangguan saraf yang menetap, yang diakibatkan oleh
kerusakan pembuluh darah di otak yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. (Sutrisno,
2007)
National Institute of Neurological Disorder and Stroke menyatakan bahwa
stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba terganggu atau
ketika pembuluh darah di otak pecah, penumpahan darah ke dalam ruang yang
mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah tidak menerima oksigen dan
nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau secara tiba-tiba terjadi perdarahan ke
dalam atau sekitar otak (NINDS, 2015).
2.1.2. Etiologi Stroke
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stroke (Black & Hawks, 2009;
Price & Wilson, 2005) adalah:
a.
Trombosis
Trombosis merupakan proses pembentukan trombus dimulai dengan
kerusakan
dinding
aterosklerosis.
endotel
Aterosklerosis
pembuluh
darah
menyebabkan
paling
sering
penumpukan
karena
lemak
dan
membentuk plak di dinding pembuluh darah. Pembentukan plak yang terus
Universitas Sumatera Utara
5
menerus akan menyebabkan obstruksi yang dapat terbentuk di dalam suatu
pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular
distal, bekuan dapat terlepas dan dibawa melalui sistem arteri otak sebagai
suatu embolus (Black & Hawks, 2009).
b.
Emboli
Embolus yang terlepas akan ikut dalam sirkulasi dan terjadi sumbatan
pada arteri serebral yang menyebabkan stroke embolik, lebih sering terjadi
pada atrial fibrilasi kronik (Price & Wilson, 2005).
c.
Hemoragik
Sebagian besar hemoragik intraserebral disebabkan oleh rupture karena
arteriosklerosis dan pembuluh darah hipertensif. Hemoragik intraserebral
lebih sering terjadi pada usia >50 tahun karena hipertensi. (Black & Hawks,
2009).
d.
Penyebab lain
Stroke dapat disebabkan oleh hiperkoagulasi termasuk defisiensi
protein C dan S serta gangguan pembekuan yang menyebabkan trombosis dan
stroke iskemik. Penyebab tersering adalah penyakit degenerative arterial baik
arteriosklerosis pada pembuluh darah
besar maupun penyakit pembuluh
darah kecil. Penyebab lain yang jarang terjadi diantaranya adalah penekanan
pembuluh darah serebral karena tumor, bekuan darah yang besar, edema
jaringan otak dan abses otak (Black & Hawks, 2009).
2.1.3. Klasifikasi Stroke
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik (70-80%) dan stroke hemoragik
(20-30%).
a)
Stroke iskemik
Menurut definisi terbaru dari American Stroke Association, stroke
iskemik adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
6
infark/iskemia fokal pada otak, medulla spinalis atau retina yang dibuktikan
secara obyektif dengan adanya gangguan vaskular pada pemeriksaan
patologi, pencitraan atau pemeriksaan obyektif lain disertai adanya gejala
klinis yang menetap lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan
etiologi lain selain vaskular telah disingkirkan (ASA, 2013).
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat
disebabkan trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran
darah akibat penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Gejala
biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh sumbatan
pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Gejalanya biasanya
langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudian menghilang lagi
seketika saat emboli terlepas ke arah distal (American Heart Association,
2010; Black & Hawks, 2009).
b)
Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral
maupun subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab
tersering, dimana dindng pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat
hipertensi kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial (TIK). Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh
pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk
ke rongga subarachnoid sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS)
terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak. (Anindhita
dkk, 2014).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4. Faktor Resiko Stroke
Junaidi (2004) membagi faktor resiko stroke menjadi 2 golongan, yaitu :
a)
Faktor resiko yang dapat dikontrol
1.
Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun stroke
hemoragik, tetapi kejadian stroke hemoragik akibat hipertensi lebih banyak
yaitu sekitar 80%.
2.
Kencing manis (Diabetes mellitus)
Diabetes mellitus dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya
plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan
metabolism glukosa sistemik. Peningkatan resiko stroke pada pasien diabetes
diduga karena hiperinsulinemia.
3.
Alkohol
Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas resiko stroke.
4.
Merokok
Kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk menderita stroke lebih
besar,
karena
dengan
merokok
dapat
menyebabkan
vasokonstriksi
(menyempitnya pembuluh darah). Resiko meningkatnya stroke sesuai dengan
beratnya kebiasaan merokok.
5.
Stress
Ada beberapa bentuk stress yang dapat menyebabkan seseorang terkena
serangan stroke yaitu :
a.
Stress psikis seperti mental atau emosional
b.
Stress fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan. Jika tidak
dikontrol dengan baik, maka akan menimbulkan keadaan bahaya pada tubuh,
respon tubuh secara berlebihan dalam menghasilkan hormon-hormon yang
membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan
adrenalin adrenalin yang berdampak buruk bagi tubuh.
Universitas Sumatera Utara
8
6.
Kegemukan (Obesitas)
Obesitas dapat memicu proses aterosklerosis yang dihubungkan dengan
hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus.
7.
Transient ischemic attack (TIA)
TIA merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan
sementara namun serangan ini dapat memacu stroke yang lebih parah pada
waktu yang berikutnya.
b)
Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1.
Umur
Jika seseorang semakin tua maka kejadian stroke semakin tinggi.
Setelah individu berumur 45 tahun maka resiko stroke iskemik meningkat dua
kali lipat pada tiap dekade.
2.
Ras / bangsa
Di Negara Indonesia, suku batak dan padang lebih sering menderita
stroke daripada suku jawa.
3.
Jenis kelamin
Angka kejadian penyakit stroke lebih banyak dialami wanita daripada
laki-laki, yang diakibatkan perbedaan profil factor resiko vascular dan subtipe
dari stroke. Hal itu disebabkan wanita memiliki kecacatan stroke yang lebih
berat dibandingkan lawan jenisnya (Ghofir, 2009).
4.
Riwayat keluarga
Keluarga (orangtua dan saudara) yang pernah mengalami stroke pada
usia muda, maka keluarga lainnya memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan
serangan stroke.
Universitas Sumatera Utara
9
Peneliti memasukkan teori faktor-faktor yang menyebabkan stroke mengingat
bahwa strok dapat terjadi karena lebih dari satu faktor di atas merupakan penyebab
kelumpuhan bagi individu pascastroke.
2.1.5. Patofisiologi Stroke
Gangguan aliran darah serebral dapat terjadi di dalam arteri karotis interna,
system vertebrobasilar, dan di semua cabang-cabang yang membentuk sirkulus
Willisi. Penurunan aliran darah serebral menyebabkan iskemia jaringan dan
penghentian total aliran darah 15-20 detik yang menyebakan kehilangan kesadaran.
Apabila aliran darah ke otak terputus selama 15 sampai 20 menit, maka perdarahan
kolateral menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan infark atau kematian jaringan
(Price & Wilson, 2005).
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas yang disebut sebagai stroke. Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh iskemik dan perdarahan.
Dengan menghambat Na+/K+ - ATPase, defisiensi energy menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
gutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+. Kematian
sel menyebabkan inflamasi yang juga merusak sel di tepi area iskemik (Silbernagl &
Lang, 2007).
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.6. Manifestasi Klinis Stroke
Silbernagl & Lang (2007) menyebutkan manifestasi klinis stroke ditentukan
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut. Berikut ini adalah tanda dan gejala stroke berdasarkan arteri yang terkena:
a.
Arteri Serebri Media
Oklusi pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral prasentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi okular akibat kerusakan area motorik
penglihatan, hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan
sensorik (area bicara Broca dan Wernicke dari hemisfer dominan), gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (lobus pasietalis) (Silbernagl &
Lang, 2007).
b.
Arteri Serebri Anterior
Oklusi arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus prasentralis dan postsentralis
bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan)
serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan
dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbik (Silbernagl & Lang, 2007).
c.
Arteri Serebri Posterior
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan
bilateral. Selain itu akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian
bawah) (Silbernagl & Lang, 2007)
Universitas Sumatera Utara
11
d.
Arteri Karotis atau Basilaris
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat menyebabkan hipokinesia (ganglia basalis),
hemiparesis (kapsula interna) dan hemianopsia (traktus optikus). Oklusi pada
cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan
defisit sensorik. Oklusi total arteri basilaris menyebabkan tetraparese,
paralisis otot-otot mata serta koma. Oklusi pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula
oblongata (Silbernagl & Lang, 2007).
Junaidi (2004) menyatakan bahwa stroke mengakibatkan individu mengalami
keterbatasan dalam hidupnya. Gangguan fisik tersebut adalah :
a.
Adanya serangan defisit neurologis atau kelumpuhan fokal, seperti
hemispares yaitu kelumpuhan pada sebelah badan yang kanan atau kiri saja.
b.
Mati rasa sebelah badan , sering terasa kesemutan dan terkadang seperti
terasa terbakar.
c.
Mulut mencong, sehingga individu mengalami kesulitan untuk berbicara
kata-kata yang diucapkan kurang dapat dipahami.
d.
Sulit untuk makan dan menengguk minuman. Fungsi menelan yang
dikendalikan oleh saraf yang berasal dari kedua hemisfer otak mengalami
penurunan.
e.
Mengalami kekakuan ataupun kesulitan ketika berjalan yang diakibatkan oleh
kelumpuhan.
f.
Pendengaran yang kurang baik
g.
Gerakan tidak terkoordnasi, kehilangan keseimbangan, sempoyongan, atau
kehilangan koordinasi sebelah badan.
h.
Gangguan kesadaran seperti pingsan bahkan sampai koma
Universitas Sumatera Utara
12
Menurut Doenges (1999) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
meliputi :
a.
CT-scan akan memperlihatkan adanya cedera, hematoma, dan iskemik infark.
b.
Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi, dan rupture arteri.
c.
Fungsi lumbal akan menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakranial.
d.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) akan menunjukkan adanya infark
e.
Elektroencefalogram (EEG) akan mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f.
Sinar-X tengkorak akan menggambarkan klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita stroke sangat berdampak pada
aktivitas sehari-hari yang akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Untuk
melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke, Modified Rankin Scale
sebagai skala kecacatan yang dapat digunakan (Zeltzer, 2008).
a.
Kecacatan derajat 0
Tidak ada gangguan fungsi
b.
Kecacatan derajat 1
Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau ganguan
minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari
c.
Kecacatan derajat 2
Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi
tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
13
d.
Kecacatan derajat 3
Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri
tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan tongkat.
e.
Kecacatan derajat 4
Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain
untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, dan
lain-lain.
f.
Kecacatan derajat 5
Pasien terpaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air kecil dan
besar tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan perhatian.
2.2.
Depresi
2.2.1. Definisi Depresi
Depresi merupakan salah satu dari gangguan suasana perasaan yaitu
hilangnya kontrol penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, dan bicara. Manifestasi klinis utama yang ditemukan
pada penderita depresi yaitu afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, mudah
lelah, dan penurunan aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala tambahan
lain, seperti gangguan pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, ide
mengenai rasa bersalah dan rasa tidak berguna bagi lingkungan, pesimis menghadapi
masa depan, ide melukai diri sendiri atau bunuh diri, gangguan tidur, berkurangnya
nafsu makan dan nafsu seksual. (Rosani, 2014)
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa
sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi psikokmotor
atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan vegetatif seperti
insomnia dan anoreksia (Kaplan & Sadock, 2010)
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.2. Klasifikasi depresi
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III, 1993)
dalam Trisnapati (2011) yang menyebutkan gejala depresi menjadi gejala utama dan
gejala lainnya seperti dibawah ini:
Gejala utama terdiri dari :
1) perasaan tertekan sepanjang hari
2) kehilangan minat dan semangat
3) mudah lelah dan menurunnya aktivitas
Gejala tambahan terdiri dari :
1) konsentrasi dan perhatian berkurang
2) harga diri dan rasa percaya diri berkurang
3) perasaan bersalah dan tidak berguna
4) pesimistik
5) tidur terganggu
6) nafsu makan berkurang
7) gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau pikiran untuk bunuh diri
Berpedoman pada PPDGJ-III (1993) dalam Trisnapati (2011), dijelaskan bahwa
depresi diklasifikasikan menjadi:
1) Episode depresi ringan
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 2 gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Hanya sedikit
kesulitan dalam pekerjaan dan aktivitas sosial (penderita masih dapat
berfungsi secara sosial).
Universitas Sumatera Utara
15
2) Episode depresi sedang
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama ditambah 3 atau 4
dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum 2 minggu. Terdapat
kesulitan melakukan pekerjaan, aktivitas sosial, maupun urusan rumah
tangga.
3) Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
Harus ditemukan semua manifestasi klinis utama depresi, ditambah
dengan minimal 4 gejala lainnya dengan intensitas berat (kecuali timbul
agitasi atau retardasi psikomotor). Lama episode depresi minimum selama 2
minggu. Pasien tidak dapat menjalankan pekerjaan maupun aktivitas sosial.
2.3.
Masalah Psikologis Pasien Stroke
Shimberg (1998) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi
psikologis penderita. Hal-hal yang dirasakan oleh penderita stroke yaitu :
a.
Kemarahan
Kebanyakan penderita stroke sulit untuk mengekspresikan amarahnya
sehingga mereka tidak mau patuh dan melawan perawat, dokter, dan ahli
terapinya. Penderita juga sering memiliki amarah yang meledak-ledak.
b.
Isolasi
Penderita kelumpuhan akibat stroke dapat mengakibatkan individu
melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, karena perasaan mereka
sering terluka akibat tidak diperdulikan oleh orang lain. Sering kali temanteman mereka meninggalkan mereka sendirian karena tidak tahu bagaimana
harus bereaksi dengan penderita kelumpuhan tersebut.
c.
Kelabilan emosi
Penderita
sroke
memiliki
reaksi-reaksi
emosional
yang
membingungkan. Terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa
alasan yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
16
d.
Kecemasan yang berlebihan
Sebagian penderita mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika
keluar rumah yang terjadi karena merasa malu ketika bertemu dengan orang
lain sekalipun dengan teman lamanya. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan
pada kemampuan bicara dan kelumpuhannya.
e.
Depresi
Depresi adalah perasaan marah yang berlangsung di dalam batin yang
bereaksi terhadao semua kehilangannya dan merasa putus asa.
2.4. Depresi Pasca Stroke
2.4.1. Mekanisme Terjadinya Depresi Pasca Stroke
Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitkan
dengan stroke. Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti stroke, maka
individu dan keluarganya akan mengalami goncangan dan ketakutan, hal ini
disebabkan sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya (Yuliami, 2006).
Frekuensi depresi yang tinggi telah secara konsisten dilaporkan pada pasien
dengan berbagai gangguan neurologis seperti lesi pada otak seperti luka trauma otak
dan stroke; dan penyakit neurodegeneratif seperti demensia dan parkinson disease
(Starkstein dan Robinson, 1993).
Dharmady (2009) menjelaskan teori terjadinya depresi pada pasien stroke
yaitu:
1. Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat stroke
2. Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang
menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmitter.
Penelitian Mitchell (2004) dalam Yuliami (2006) terhadap pasien yang telah
mengalami stroke didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian depresi yang
bermakna antara lesi korteks dan subkorteks, tetapi prevalensi depresi lebih tinggi
pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan. Pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
17
lesi korteks frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan
dengan pasien yang memiliki lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi
akan lebih berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.
Perkembangan depresi berat berhubungan dengan kerusakan lobus frontalis.
Strakstein (1991) mengidentifikasi beberapa faktor yang memiliki peran secara
konsisten terhadap hubungan depresi dengan kerusakan lobus frontalis, yaitu :
1.
Sisi lesi frontal sebelah kiri menyebabkan depresi berat. Sebaliknya, lesi
frontal kanan cenderung menghasilkan semacam apatis/ketidakpedulian atau
bahkan keceriaan.
2.
Semakin dekat lesi ke kutub semakin menyebabkan depresi yang lebih berat
3.
Depresi telah dikaitkan dengan lesi ke daerah opercular frontal dan sektor
prefrontal
dorsolateral.
Sebaliknya,
depresi
setelah
lesi
prefrontal
ventromedial sangat jarang terjadi.
2.4.2. Prevalensi Depresi Pasca Stroke
Menurut Kotilla et al. (1998) dalam Yuliami (2006), dari seluruh penderita
yang mengalami depresi, 20% diantaranya mengalami depresi berat. Sebagian
besar sekitar 40% penderita akan mengalami depresi dalam 1-2 bulan pertama
setelah stroke dan sekitar 10 – 20% penderita baru mengalami depresi
beberapa waktu kemudian antara 2 bulan sampai 2 tahun setelah stroke.
2.4.3. Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD)
Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD) merupakan salah satu dari
berbagai instrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HRSD
dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada
umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang
dilakukan pada waktu yang berbeda (Riwanti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
18
Pengukuran tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale
For Depression (Hamilton, 1960) terdiri dari 17 pertanyaan dengan interpretasi
bahwa nilai HRSD orang normal adalah 0-7 dan seseorang mengalami depresi jika
memiliki nilai HRSD >7 dengan klasifikasi nilai 8-13 depresi ringan, 14-18 depresi
sedang, 19-22 depresi berat, dan ≥ 23 depresi sangat berat.
Penilaian yang dilakukan pada HRSD adalah sebagai berikut :
a.
Perasaan sedih (sedih, putus asa, tidak berdaya, dan tidak berguna)
Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan spontan
secara verbal; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekpresi
muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; dan pasien menyatakan
perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun
nonverbal secara spontan. Perasaan sedih diberi skor 0 – 4.
b.
Perasaan bersalah
Menyalahkan diri sendiri dan merasa telah mengecewakan orang lain;
ada ide-ide bersalah atau renungan tentang perbuatan salah atau berdosa pada
masa lalu; sakit yang diderita sebagai hukuman, waham bersalah; ada
mendengar suara-suara tuduhan atau kutukan dan/atau mengalami halusinasi
penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. Perasaan bersalah diberi
skor 0 – 4.
c.
Bunuh diri
Merasa hidup tidak berharga, mengharapkan kematian atau pikiranpikiran lain tentang kemungkinan tersebut; ada ide-ide atau gerak-gerak
tentang bunuh diri; upaya bunuh diri. Bunuh diri diberi skor 0 – 4.
d.
Gangguan pola tidur awal (early insomnia)
Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya lebih dari
setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur.
Gangguan pola tidur awal diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara
19
e.
Gangguan pola tidur pertengahan (middle insomnia)
Ada keluhan gelisah dan terganggu sepanjang malam; bangun pada
malam hari – setiap keluar dari tempat tidur (kecuali buang air kecil).
Gangguan pola tidur pertengahan diberi skor 0 – 2.
f.
Gangguan pola tidur akhir (late insomnia)
Bangun terlalu pagi tetapi dapat tidur kembali; tidak dapat tidur
kembali jika sudah keluar dari tempat tidur. Gangguan pola tidur akhir diberi
skor 0 – 2.
g.
Kerja dan aktivitas
Pikiran dan perasaan tentang ketidakmampuan, keletihan atau
kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan, kerja atau hobi; hilangnya
minat terhadap pekerjaan atau hobi atau kegiatan lainnya, baik dilaporkan
secara langsung oleh pasien atau secara tidak langsung melalui kelesuan/tidak
bergairah, keraguan dan kebimbangan (merasa harus mendorong diri untuk
bekerja atau melakukan kegiatan); berkurangnya waktu aktual yang
dihabiskan dalam melakukan kegiatan atau menurunnya produktivitas dan di
rumah sakit pasien tidak menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam sehari
dalam melakukan kegiatan diluar tugas-tugas bangsal; berhenti bekerja
karena sakitnya sekarang dan di rumah sakit pasien tidak melakukan kegiatan
apapun kecuali tugas-tugas bangsal atau bila pasien gagal melaksanakan
tugas-tugas bangsal tanpa dibantu. Kerja dan aktivitas diberi skor 0 – 4.
h.
Retardasi (Lambat dalam berpikir dan berbicara, gangguan kemampuan untuk
berkonsentrasi dan penurunan aktivitas motorik)
Sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara;
sulit diwawancarai; stupor lengkap (diam sama sekali). Retardasi diberi skor
0 – 4.
Universitas Sumatera Utara
20
i.
Kegelisahan (agitasi)
Memainkan jari-jari tangan, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak
dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku,
menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir. Kegelisahan diberi skor 0 – 4.
j.
Ansietas (kecemasan) psikis
Keresahan,
ketegangan
subyektif
dan
mudah
tersinggung;
mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah
atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. Ansietas
psikis diberi skor 0 – 4.
k.
Ansietas somatik (fisiologis yang bersamaan dengan kecemasan)
Gejala pada saluran pencernaan seperti mulut kering, buang angin,
gangguan pencernaan, diare, keram, dan bersendawa; gejala jantung dan
pembuluh darah yaitu berdebar-debar dan sakit kepala; gejala pernafasan
yaitu sesak dan mendesah; perubahan frekuensi urin; dan berkeringat.
Ansietas somatik diberi skor 0 – 4.
l.
Gejala somatik pencernaan
Hilang nafsu maka tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa
perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar
untuk buang air besar atau obat-obatan untuk gejala saluran pencernaan.
Gejala somatic pencernaan diberi skor 0 – 4.
m.
Gejala somatik umum
Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung,
sakit kepala, nyeri otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan; jelas pada
setiap gejala. Gejala somatik umum diberi skor 0 – 2.
n.
Gejala genital
Hilangnya gairah seksual (libido) dan gangguan menstruasi. Gejala
genital diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara
21
o.
Hipokondriasis (keluhan somatik dan fisik yang berpindah-pindah)
Keterpakuan mengenai kesehatan sendiri; terlalu terpaku dengan
kesehatan; sering mengeluh dan membutuhkan pertolongan orang lain; dan
delusi. Hipokondriasis diberi skor 0 – 4.
p.
Kehilangan berat badan (A dan B)
A yaitu bila hanya dari anamnesis (wawancara), berat badan
berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang, jelas penurunan berat
badan, tidak dinilai. B yaitu di bawah pengawasan dokter bangsal mingguan
bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg
seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak dinilai. Kehilangan berat badan
diberi skor 0 – 3.
q.
Pemahaman diri (insight)
Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab
makanan, iklim, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain;
menyangkal bahwa tidak sedang sakit. Pemahaman diri diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Stroke
2.1.1. Definisi Stroke
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik
tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan
cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari
24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari
vaskular. (Arifputra dkk, 2014).
Stroke merupakan gangguan saraf yang menetap, yang diakibatkan oleh
kerusakan pembuluh darah di otak yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. (Sutrisno,
2007)
National Institute of Neurological Disorder and Stroke menyatakan bahwa
stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba terganggu atau
ketika pembuluh darah di otak pecah, penumpahan darah ke dalam ruang yang
mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah tidak menerima oksigen dan
nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau secara tiba-tiba terjadi perdarahan ke
dalam atau sekitar otak (NINDS, 2015).
2.1.2. Etiologi Stroke
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stroke (Black & Hawks, 2009;
Price & Wilson, 2005) adalah:
a.
Trombosis
Trombosis merupakan proses pembentukan trombus dimulai dengan
kerusakan
dinding
aterosklerosis.
endotel
Aterosklerosis
pembuluh
darah
menyebabkan
paling
sering
penumpukan
karena
lemak
dan
membentuk plak di dinding pembuluh darah. Pembentukan plak yang terus
Universitas Sumatera Utara
5
menerus akan menyebabkan obstruksi yang dapat terbentuk di dalam suatu
pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular
distal, bekuan dapat terlepas dan dibawa melalui sistem arteri otak sebagai
suatu embolus (Black & Hawks, 2009).
b.
Emboli
Embolus yang terlepas akan ikut dalam sirkulasi dan terjadi sumbatan
pada arteri serebral yang menyebabkan stroke embolik, lebih sering terjadi
pada atrial fibrilasi kronik (Price & Wilson, 2005).
c.
Hemoragik
Sebagian besar hemoragik intraserebral disebabkan oleh rupture karena
arteriosklerosis dan pembuluh darah hipertensif. Hemoragik intraserebral
lebih sering terjadi pada usia >50 tahun karena hipertensi. (Black & Hawks,
2009).
d.
Penyebab lain
Stroke dapat disebabkan oleh hiperkoagulasi termasuk defisiensi
protein C dan S serta gangguan pembekuan yang menyebabkan trombosis dan
stroke iskemik. Penyebab tersering adalah penyakit degenerative arterial baik
arteriosklerosis pada pembuluh darah
besar maupun penyakit pembuluh
darah kecil. Penyebab lain yang jarang terjadi diantaranya adalah penekanan
pembuluh darah serebral karena tumor, bekuan darah yang besar, edema
jaringan otak dan abses otak (Black & Hawks, 2009).
2.1.3. Klasifikasi Stroke
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik (70-80%) dan stroke hemoragik
(20-30%).
a)
Stroke iskemik
Menurut definisi terbaru dari American Stroke Association, stroke
iskemik adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
6
infark/iskemia fokal pada otak, medulla spinalis atau retina yang dibuktikan
secara obyektif dengan adanya gangguan vaskular pada pemeriksaan
patologi, pencitraan atau pemeriksaan obyektif lain disertai adanya gejala
klinis yang menetap lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan
etiologi lain selain vaskular telah disingkirkan (ASA, 2013).
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat
disebabkan trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran
darah akibat penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Gejala
biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh sumbatan
pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Gejalanya biasanya
langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudian menghilang lagi
seketika saat emboli terlepas ke arah distal (American Heart Association,
2010; Black & Hawks, 2009).
b)
Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral
maupun subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab
tersering, dimana dindng pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat
hipertensi kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial (TIK). Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh
pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk
ke rongga subarachnoid sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS)
terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak. (Anindhita
dkk, 2014).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4. Faktor Resiko Stroke
Junaidi (2004) membagi faktor resiko stroke menjadi 2 golongan, yaitu :
a)
Faktor resiko yang dapat dikontrol
1.
Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun stroke
hemoragik, tetapi kejadian stroke hemoragik akibat hipertensi lebih banyak
yaitu sekitar 80%.
2.
Kencing manis (Diabetes mellitus)
Diabetes mellitus dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya
plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan
metabolism glukosa sistemik. Peningkatan resiko stroke pada pasien diabetes
diduga karena hiperinsulinemia.
3.
Alkohol
Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas resiko stroke.
4.
Merokok
Kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk menderita stroke lebih
besar,
karena
dengan
merokok
dapat
menyebabkan
vasokonstriksi
(menyempitnya pembuluh darah). Resiko meningkatnya stroke sesuai dengan
beratnya kebiasaan merokok.
5.
Stress
Ada beberapa bentuk stress yang dapat menyebabkan seseorang terkena
serangan stroke yaitu :
a.
Stress psikis seperti mental atau emosional
b.
Stress fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan. Jika tidak
dikontrol dengan baik, maka akan menimbulkan keadaan bahaya pada tubuh,
respon tubuh secara berlebihan dalam menghasilkan hormon-hormon yang
membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan
adrenalin adrenalin yang berdampak buruk bagi tubuh.
Universitas Sumatera Utara
8
6.
Kegemukan (Obesitas)
Obesitas dapat memicu proses aterosklerosis yang dihubungkan dengan
hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus.
7.
Transient ischemic attack (TIA)
TIA merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan
sementara namun serangan ini dapat memacu stroke yang lebih parah pada
waktu yang berikutnya.
b)
Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1.
Umur
Jika seseorang semakin tua maka kejadian stroke semakin tinggi.
Setelah individu berumur 45 tahun maka resiko stroke iskemik meningkat dua
kali lipat pada tiap dekade.
2.
Ras / bangsa
Di Negara Indonesia, suku batak dan padang lebih sering menderita
stroke daripada suku jawa.
3.
Jenis kelamin
Angka kejadian penyakit stroke lebih banyak dialami wanita daripada
laki-laki, yang diakibatkan perbedaan profil factor resiko vascular dan subtipe
dari stroke. Hal itu disebabkan wanita memiliki kecacatan stroke yang lebih
berat dibandingkan lawan jenisnya (Ghofir, 2009).
4.
Riwayat keluarga
Keluarga (orangtua dan saudara) yang pernah mengalami stroke pada
usia muda, maka keluarga lainnya memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan
serangan stroke.
Universitas Sumatera Utara
9
Peneliti memasukkan teori faktor-faktor yang menyebabkan stroke mengingat
bahwa strok dapat terjadi karena lebih dari satu faktor di atas merupakan penyebab
kelumpuhan bagi individu pascastroke.
2.1.5. Patofisiologi Stroke
Gangguan aliran darah serebral dapat terjadi di dalam arteri karotis interna,
system vertebrobasilar, dan di semua cabang-cabang yang membentuk sirkulus
Willisi. Penurunan aliran darah serebral menyebabkan iskemia jaringan dan
penghentian total aliran darah 15-20 detik yang menyebakan kehilangan kesadaran.
Apabila aliran darah ke otak terputus selama 15 sampai 20 menit, maka perdarahan
kolateral menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan infark atau kematian jaringan
(Price & Wilson, 2005).
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas yang disebut sebagai stroke. Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh iskemik dan perdarahan.
Dengan menghambat Na+/K+ - ATPase, defisiensi energy menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
gutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+. Kematian
sel menyebabkan inflamasi yang juga merusak sel di tepi area iskemik (Silbernagl &
Lang, 2007).
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.6. Manifestasi Klinis Stroke
Silbernagl & Lang (2007) menyebutkan manifestasi klinis stroke ditentukan
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut. Berikut ini adalah tanda dan gejala stroke berdasarkan arteri yang terkena:
a.
Arteri Serebri Media
Oklusi pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral prasentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi okular akibat kerusakan area motorik
penglihatan, hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan
sensorik (area bicara Broca dan Wernicke dari hemisfer dominan), gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (lobus pasietalis) (Silbernagl &
Lang, 2007).
b.
Arteri Serebri Anterior
Oklusi arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus prasentralis dan postsentralis
bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan)
serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan
dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbik (Silbernagl & Lang, 2007).
c.
Arteri Serebri Posterior
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan
bilateral. Selain itu akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian
bawah) (Silbernagl & Lang, 2007)
Universitas Sumatera Utara
11
d.
Arteri Karotis atau Basilaris
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat menyebabkan hipokinesia (ganglia basalis),
hemiparesis (kapsula interna) dan hemianopsia (traktus optikus). Oklusi pada
cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan
defisit sensorik. Oklusi total arteri basilaris menyebabkan tetraparese,
paralisis otot-otot mata serta koma. Oklusi pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula
oblongata (Silbernagl & Lang, 2007).
Junaidi (2004) menyatakan bahwa stroke mengakibatkan individu mengalami
keterbatasan dalam hidupnya. Gangguan fisik tersebut adalah :
a.
Adanya serangan defisit neurologis atau kelumpuhan fokal, seperti
hemispares yaitu kelumpuhan pada sebelah badan yang kanan atau kiri saja.
b.
Mati rasa sebelah badan , sering terasa kesemutan dan terkadang seperti
terasa terbakar.
c.
Mulut mencong, sehingga individu mengalami kesulitan untuk berbicara
kata-kata yang diucapkan kurang dapat dipahami.
d.
Sulit untuk makan dan menengguk minuman. Fungsi menelan yang
dikendalikan oleh saraf yang berasal dari kedua hemisfer otak mengalami
penurunan.
e.
Mengalami kekakuan ataupun kesulitan ketika berjalan yang diakibatkan oleh
kelumpuhan.
f.
Pendengaran yang kurang baik
g.
Gerakan tidak terkoordnasi, kehilangan keseimbangan, sempoyongan, atau
kehilangan koordinasi sebelah badan.
h.
Gangguan kesadaran seperti pingsan bahkan sampai koma
Universitas Sumatera Utara
12
Menurut Doenges (1999) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
meliputi :
a.
CT-scan akan memperlihatkan adanya cedera, hematoma, dan iskemik infark.
b.
Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi, dan rupture arteri.
c.
Fungsi lumbal akan menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakranial.
d.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) akan menunjukkan adanya infark
e.
Elektroencefalogram (EEG) akan mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f.
Sinar-X tengkorak akan menggambarkan klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita stroke sangat berdampak pada
aktivitas sehari-hari yang akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Untuk
melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke, Modified Rankin Scale
sebagai skala kecacatan yang dapat digunakan (Zeltzer, 2008).
a.
Kecacatan derajat 0
Tidak ada gangguan fungsi
b.
Kecacatan derajat 1
Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau ganguan
minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari
c.
Kecacatan derajat 2
Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi
tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
13
d.
Kecacatan derajat 3
Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri
tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan tongkat.
e.
Kecacatan derajat 4
Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain
untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, dan
lain-lain.
f.
Kecacatan derajat 5
Pasien terpaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air kecil dan
besar tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan perhatian.
2.2.
Depresi
2.2.1. Definisi Depresi
Depresi merupakan salah satu dari gangguan suasana perasaan yaitu
hilangnya kontrol penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, dan bicara. Manifestasi klinis utama yang ditemukan
pada penderita depresi yaitu afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, mudah
lelah, dan penurunan aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala tambahan
lain, seperti gangguan pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, ide
mengenai rasa bersalah dan rasa tidak berguna bagi lingkungan, pesimis menghadapi
masa depan, ide melukai diri sendiri atau bunuh diri, gangguan tidur, berkurangnya
nafsu makan dan nafsu seksual. (Rosani, 2014)
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa
sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi psikokmotor
atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan vegetatif seperti
insomnia dan anoreksia (Kaplan & Sadock, 2010)
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.2. Klasifikasi depresi
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III, 1993)
dalam Trisnapati (2011) yang menyebutkan gejala depresi menjadi gejala utama dan
gejala lainnya seperti dibawah ini:
Gejala utama terdiri dari :
1) perasaan tertekan sepanjang hari
2) kehilangan minat dan semangat
3) mudah lelah dan menurunnya aktivitas
Gejala tambahan terdiri dari :
1) konsentrasi dan perhatian berkurang
2) harga diri dan rasa percaya diri berkurang
3) perasaan bersalah dan tidak berguna
4) pesimistik
5) tidur terganggu
6) nafsu makan berkurang
7) gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau pikiran untuk bunuh diri
Berpedoman pada PPDGJ-III (1993) dalam Trisnapati (2011), dijelaskan bahwa
depresi diklasifikasikan menjadi:
1) Episode depresi ringan
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 2 gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Hanya sedikit
kesulitan dalam pekerjaan dan aktivitas sosial (penderita masih dapat
berfungsi secara sosial).
Universitas Sumatera Utara
15
2) Episode depresi sedang
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama ditambah 3 atau 4
dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum 2 minggu. Terdapat
kesulitan melakukan pekerjaan, aktivitas sosial, maupun urusan rumah
tangga.
3) Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
Harus ditemukan semua manifestasi klinis utama depresi, ditambah
dengan minimal 4 gejala lainnya dengan intensitas berat (kecuali timbul
agitasi atau retardasi psikomotor). Lama episode depresi minimum selama 2
minggu. Pasien tidak dapat menjalankan pekerjaan maupun aktivitas sosial.
2.3.
Masalah Psikologis Pasien Stroke
Shimberg (1998) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi
psikologis penderita. Hal-hal yang dirasakan oleh penderita stroke yaitu :
a.
Kemarahan
Kebanyakan penderita stroke sulit untuk mengekspresikan amarahnya
sehingga mereka tidak mau patuh dan melawan perawat, dokter, dan ahli
terapinya. Penderita juga sering memiliki amarah yang meledak-ledak.
b.
Isolasi
Penderita kelumpuhan akibat stroke dapat mengakibatkan individu
melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, karena perasaan mereka
sering terluka akibat tidak diperdulikan oleh orang lain. Sering kali temanteman mereka meninggalkan mereka sendirian karena tidak tahu bagaimana
harus bereaksi dengan penderita kelumpuhan tersebut.
c.
Kelabilan emosi
Penderita
sroke
memiliki
reaksi-reaksi
emosional
yang
membingungkan. Terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa
alasan yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
16
d.
Kecemasan yang berlebihan
Sebagian penderita mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika
keluar rumah yang terjadi karena merasa malu ketika bertemu dengan orang
lain sekalipun dengan teman lamanya. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan
pada kemampuan bicara dan kelumpuhannya.
e.
Depresi
Depresi adalah perasaan marah yang berlangsung di dalam batin yang
bereaksi terhadao semua kehilangannya dan merasa putus asa.
2.4. Depresi Pasca Stroke
2.4.1. Mekanisme Terjadinya Depresi Pasca Stroke
Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitkan
dengan stroke. Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti stroke, maka
individu dan keluarganya akan mengalami goncangan dan ketakutan, hal ini
disebabkan sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya (Yuliami, 2006).
Frekuensi depresi yang tinggi telah secara konsisten dilaporkan pada pasien
dengan berbagai gangguan neurologis seperti lesi pada otak seperti luka trauma otak
dan stroke; dan penyakit neurodegeneratif seperti demensia dan parkinson disease
(Starkstein dan Robinson, 1993).
Dharmady (2009) menjelaskan teori terjadinya depresi pada pasien stroke
yaitu:
1. Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat stroke
2. Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang
menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmitter.
Penelitian Mitchell (2004) dalam Yuliami (2006) terhadap pasien yang telah
mengalami stroke didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian depresi yang
bermakna antara lesi korteks dan subkorteks, tetapi prevalensi depresi lebih tinggi
pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan. Pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
17
lesi korteks frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan
dengan pasien yang memiliki lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi
akan lebih berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.
Perkembangan depresi berat berhubungan dengan kerusakan lobus frontalis.
Strakstein (1991) mengidentifikasi beberapa faktor yang memiliki peran secara
konsisten terhadap hubungan depresi dengan kerusakan lobus frontalis, yaitu :
1.
Sisi lesi frontal sebelah kiri menyebabkan depresi berat. Sebaliknya, lesi
frontal kanan cenderung menghasilkan semacam apatis/ketidakpedulian atau
bahkan keceriaan.
2.
Semakin dekat lesi ke kutub semakin menyebabkan depresi yang lebih berat
3.
Depresi telah dikaitkan dengan lesi ke daerah opercular frontal dan sektor
prefrontal
dorsolateral.
Sebaliknya,
depresi
setelah
lesi
prefrontal
ventromedial sangat jarang terjadi.
2.4.2. Prevalensi Depresi Pasca Stroke
Menurut Kotilla et al. (1998) dalam Yuliami (2006), dari seluruh penderita
yang mengalami depresi, 20% diantaranya mengalami depresi berat. Sebagian
besar sekitar 40% penderita akan mengalami depresi dalam 1-2 bulan pertama
setelah stroke dan sekitar 10 – 20% penderita baru mengalami depresi
beberapa waktu kemudian antara 2 bulan sampai 2 tahun setelah stroke.
2.4.3. Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD)
Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD) merupakan salah satu dari
berbagai instrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HRSD
dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada
umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang
dilakukan pada waktu yang berbeda (Riwanti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
18
Pengukuran tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale
For Depression (Hamilton, 1960) terdiri dari 17 pertanyaan dengan interpretasi
bahwa nilai HRSD orang normal adalah 0-7 dan seseorang mengalami depresi jika
memiliki nilai HRSD >7 dengan klasifikasi nilai 8-13 depresi ringan, 14-18 depresi
sedang, 19-22 depresi berat, dan ≥ 23 depresi sangat berat.
Penilaian yang dilakukan pada HRSD adalah sebagai berikut :
a.
Perasaan sedih (sedih, putus asa, tidak berdaya, dan tidak berguna)
Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan spontan
secara verbal; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekpresi
muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; dan pasien menyatakan
perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun
nonverbal secara spontan. Perasaan sedih diberi skor 0 – 4.
b.
Perasaan bersalah
Menyalahkan diri sendiri dan merasa telah mengecewakan orang lain;
ada ide-ide bersalah atau renungan tentang perbuatan salah atau berdosa pada
masa lalu; sakit yang diderita sebagai hukuman, waham bersalah; ada
mendengar suara-suara tuduhan atau kutukan dan/atau mengalami halusinasi
penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. Perasaan bersalah diberi
skor 0 – 4.
c.
Bunuh diri
Merasa hidup tidak berharga, mengharapkan kematian atau pikiranpikiran lain tentang kemungkinan tersebut; ada ide-ide atau gerak-gerak
tentang bunuh diri; upaya bunuh diri. Bunuh diri diberi skor 0 – 4.
d.
Gangguan pola tidur awal (early insomnia)
Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya lebih dari
setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur.
Gangguan pola tidur awal diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara
19
e.
Gangguan pola tidur pertengahan (middle insomnia)
Ada keluhan gelisah dan terganggu sepanjang malam; bangun pada
malam hari – setiap keluar dari tempat tidur (kecuali buang air kecil).
Gangguan pola tidur pertengahan diberi skor 0 – 2.
f.
Gangguan pola tidur akhir (late insomnia)
Bangun terlalu pagi tetapi dapat tidur kembali; tidak dapat tidur
kembali jika sudah keluar dari tempat tidur. Gangguan pola tidur akhir diberi
skor 0 – 2.
g.
Kerja dan aktivitas
Pikiran dan perasaan tentang ketidakmampuan, keletihan atau
kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan, kerja atau hobi; hilangnya
minat terhadap pekerjaan atau hobi atau kegiatan lainnya, baik dilaporkan
secara langsung oleh pasien atau secara tidak langsung melalui kelesuan/tidak
bergairah, keraguan dan kebimbangan (merasa harus mendorong diri untuk
bekerja atau melakukan kegiatan); berkurangnya waktu aktual yang
dihabiskan dalam melakukan kegiatan atau menurunnya produktivitas dan di
rumah sakit pasien tidak menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam sehari
dalam melakukan kegiatan diluar tugas-tugas bangsal; berhenti bekerja
karena sakitnya sekarang dan di rumah sakit pasien tidak melakukan kegiatan
apapun kecuali tugas-tugas bangsal atau bila pasien gagal melaksanakan
tugas-tugas bangsal tanpa dibantu. Kerja dan aktivitas diberi skor 0 – 4.
h.
Retardasi (Lambat dalam berpikir dan berbicara, gangguan kemampuan untuk
berkonsentrasi dan penurunan aktivitas motorik)
Sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara;
sulit diwawancarai; stupor lengkap (diam sama sekali). Retardasi diberi skor
0 – 4.
Universitas Sumatera Utara
20
i.
Kegelisahan (agitasi)
Memainkan jari-jari tangan, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak
dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku,
menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir. Kegelisahan diberi skor 0 – 4.
j.
Ansietas (kecemasan) psikis
Keresahan,
ketegangan
subyektif
dan
mudah
tersinggung;
mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah
atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. Ansietas
psikis diberi skor 0 – 4.
k.
Ansietas somatik (fisiologis yang bersamaan dengan kecemasan)
Gejala pada saluran pencernaan seperti mulut kering, buang angin,
gangguan pencernaan, diare, keram, dan bersendawa; gejala jantung dan
pembuluh darah yaitu berdebar-debar dan sakit kepala; gejala pernafasan
yaitu sesak dan mendesah; perubahan frekuensi urin; dan berkeringat.
Ansietas somatik diberi skor 0 – 4.
l.
Gejala somatik pencernaan
Hilang nafsu maka tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa
perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar
untuk buang air besar atau obat-obatan untuk gejala saluran pencernaan.
Gejala somatic pencernaan diberi skor 0 – 4.
m.
Gejala somatik umum
Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung,
sakit kepala, nyeri otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan; jelas pada
setiap gejala. Gejala somatik umum diberi skor 0 – 2.
n.
Gejala genital
Hilangnya gairah seksual (libido) dan gangguan menstruasi. Gejala
genital diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara
21
o.
Hipokondriasis (keluhan somatik dan fisik yang berpindah-pindah)
Keterpakuan mengenai kesehatan sendiri; terlalu terpaku dengan
kesehatan; sering mengeluh dan membutuhkan pertolongan orang lain; dan
delusi. Hipokondriasis diberi skor 0 – 4.
p.
Kehilangan berat badan (A dan B)
A yaitu bila hanya dari anamnesis (wawancara), berat badan
berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang, jelas penurunan berat
badan, tidak dinilai. B yaitu di bawah pengawasan dokter bangsal mingguan
bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg
seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak dinilai. Kehilangan berat badan
diberi skor 0 – 3.
q.
Pemahaman diri (insight)
Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab
makanan, iklim, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain;
menyangkal bahwa tidak sedang sakit. Pemahaman diri diberi skor 0 – 2.
Universitas Sumatera Utara