Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M. Djoelham dalam Implementasi Sistem Kesetan Pasien (Patient Safety) Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis
dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi
resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien
dan staf rumah sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi
terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine
(1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan

sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event dan Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Marseno,


2011).
Berdasarkan laporan yang didapat dari Institute of Medicine (IOM) yaitu
setiap tahun terjadi kematian 98.000 orang akibat cedera medis.

Dari

setiap

100 pasien yang masuk rumah sakit, 3-16 orang di antaranya mengalami cedera
medis dari ringan sampai berat, dan lebih dari 50% diantaranya sebenarnya dapat

dicegah. Tragedi cedera medis sebanyak ini terjadi di negara maju, seperti
Amerika, Inggris, dan Australia (Cahyono, 2008).
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS, 1 dari 3 orang
yang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat akan menjadi korban kesalahan
tindakan medis dan 1.000 pasien akan meninggal setiap minggu untuk alasan yang
tidak terkait dengan mengapa mereka memasuki rumah sakit. Tindakan yang
dikategorikan malpraktik ini tidak diduga membunuh setara dengan empat jet
jumbo penuh orang setiap minggu (Marshall dan Allan, 2013).
Kesalahan- kesalahan dalam proses asuhan medis tersebut bisa terjadi dalam

tahap diagnostik seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan
pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak
dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap
pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan
yang tidak layak; tahap preventif seperti tidak memberikan terapi profilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti
kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam
kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah
adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain

cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua (Marseno, 2011).

Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, institusi rumah sakit selalu
meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan hasil dengan
bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya
antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, penerapan Quality
Assurance, Total Quality Management, Continuous Quality Improvement,


Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical
Governance, International Organization for Standarization (ISO), dan lain

sebagainya (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Program-program tersebut di atas akan meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit baik pada aspek struktur, proses maupun keluaran dan hasil. Namun yang
menjadi masalah, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi
kesalahan tidak diharapkan yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum.
Oleh sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena
kejadian tidak diharapkan sebagian dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang
komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya. Program tersebut
yang kemudian dikenal dengan istilah Keselamatan Pasien (Patient Safety)
(Depkes RI, 2008).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,


pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008).
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal
43 ayat (1) mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien.
Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. Yang dimaksud
dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error ),
kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).
Terjadinya insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit, akan memberikan
dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf dan pada pasien khususnya
karena sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah
peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke arena blaming,
menimbulkan konflik antara dokter/ petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan
sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktik yang akhirnya
menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit. Dengan sistem
keselamatan pasien diharapkan dapat mengurangi KTD sehingga kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat (Depkes RI, 2008).
Dalam Permenkes 1691/ Menkes/ PER/ VIII/ 2011 Bab II Pasal 5 disebutkan
bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib

melaksanakan program keselamatan pasien dengan mengacu pada kebijakan
nasional Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Menurut Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Bagian Ketiga Pasal 40 yang menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi berkala minimal 3 (tiga) tahun
sekali. Akreditasi rumah sakit yang dimaksud dapat dilakukan oleh suatu lembaga
independen baik dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi
yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 012 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit Bab II Pasal 3 butir ketiga menyatakan bahwa rumah
sakit wajib mengikuti Akreditasi Nasional.
Sejak tahun 2012, akreditasi rumah sakit mulai beralih dan berorientasi pada
paradigma baru dimana penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan berfokus
pada pasien. Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian
akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 ini.
Dalam standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 mencakup standar pelayanan
berfokus pada pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien
di rumah sakit dan standar program MDGs (Permenkes, 2012). Akreditasi ini
diberlakukan oleh semua rumah sakit. RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai sebagai
salah satu rumah sakit swasta juga harus melaksanakan patient safety sesuai

dengan akreditasi tersebut.
RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai adalah rumah sakit negeri kelas B non
pendidikan. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan
dari rumah sakit kabupaten. Berdasarkan survei yang dilakukan, Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. R.M. Djoelham Binjai ini sudah mempunyai Tim Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (TKPRS). Namun pada penelitian sebelumnya oleh Veronica
(2013), dikatakan bahwa persepsi responden tentang kehandalan di RSUD Dr.
R.M. Djoelham Binjai lebih banyak pada kategori tidak baik, yakni sejumlah 34
responden (37,8%). Menurut Zahruli (2006) yang dikutip oleh Veronica,
kehandalan dapat diukur dengan tindakan pelayanan yang akurat oleh tenaga
medis, profesionalisme dalam menangani keluhan pasien oleh para tenaga medis,
melayani dengan baik dan ramah saat melakukan pengobatan dan perawatan,
memberikan pelayanan dengan tepat dan benar sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dalam memberikan pelayanan selalu sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan (Veronica, 2013)
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik ingin mengetahui
bagaimana


kesiapan

RSUD

Dr.

R.M.

Djoelham

Binjai

ini

dalam

mengimplementasikan sistem keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit
tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Atas dasar pemikiran yang diutarakan pada latar belakang tersebut, maka
perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kesiapan RSUD Dr.
R.M. Djoelham Binjai dalam mengimplementasikan sistem keselamatan pasien
(patient safety) ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan RSUD Dr. R.M.
Djoelham Binjai dalam mengimplementasikan sistem keselamatan pasien (patient
safety) pada tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai

bahan

masukan

mengimplementasikan

bagi


pihak

rumah

sakit

dalam

pelaksanaan sistem keselamatan pasien demi

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti di bidang sistem
keselamatan pasien di rumah sakit.
3. Sebagai sumber referensi buat peneliti lain untuk mengembangkan atau
membuat penelitian terkait kesiapan rumah sakit dalam pemanfaatan
sistem keselamatan pasien.