Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIODIESEL
Biodiesel merupakan sumber energi terbarukan yang menjanjikan dan
berpotensi sebagai pengganti minyak bumi di masa depan [4]. Produksi biodiesel
memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar diesel,
namun biodiesel masih bersifat lebih unggul dibandingkan dengan bahan bakar
diesel karena emisinya lebih rendah, biodegradable, tidak beracun, dan bebas dari
sulfur [25,26]. Oleh karena itu, biodiesel menunjukkan potensi besar sebagai
alternatif produk bahan bakar yang ramah lingkungan [27].
Biodiesel umumnya disintesis dari minyak nabati dan lemak hewani melalui
transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa seperti natrium dan kalium
hidroksida [28]. Sintesis ini dapat diklasifikasikan sebagai produksi kimia atau
enzimatik sesuai dengan katalis yang digunakan dalam proses [29]. Meskipun
mendapatkan hasil yang tinggi, proses kimia memiliki banyak kelemahan seperti
konsumsi energi yang tinggi, kesulitan dalam transesterifikasi trigliserida yang
memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi dimana katalis yang
digunakan membentuk substansi sabun dan mengurangi hasil dari asam lemak
metil ester serta membutuhkan pengolahan air limbah [21,30,31].
Keuntungan penggunaan biodiesel yaitu memiliki bilangan setana (cetane
number) yang tinggi dibandingkan bahan bakar dari petroleum [32], tidak

mengandung bahan aromatik dan sulfur [26,33], mengandung oksigen sekitar 11%
berat [14], mengurangi emisi CO (karbon monoksida) dan beberapa bahan lainnya
pada gas hasil pembakaran [34].
Kerugian penggunaan biodiesel yaitu biaya bahan baku sekitar 60-80% dari
total biaya produksi biodiesel [35] terutama karena biodiesel diproduksi dari
minyak murni berkualitas tinggi dengan kandungan rendah asam lemak bebas,
emisi gas buang NOx lebih tinggi, serta stabilitas penyimpanan yang rendah
[36,37]. Persyaratan kualitas biodiesel dapat dilihat pada tabel 2.1 [38-40].

7

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan Pr
EN 14214/09
≥96,5
860-900
3,5-5,0

Pr EN
14214/09
≥96,5

860-900
3,5-5,0

≥120

≥101

≤10
≤0,30
≥51
≤0,02
≤500
≤24

≤10
≥51
≤0,02
≤500
≤24


≤No.3

Kelas 1

Kelas 1

H
mg
KOH/g
g
Iodin/100
g
% w/w

≥3

≥6

≥8


≤0,80

≤0,50

≤0,50

-

≤120

≤120

-

≤12,0

≤12,0

% w/w


-

≤1

≤1

% w/w

≤0,20

≤0,20

≤0,20

% w/w

-

≤0,80


≤0,80

% w/w

-

≤0,20

≤0,20

% w/w
% w/w
% w/w

≤0,020
≤0,24

≤0,20
≤0,020
≤0,25


≤0,20
≤0,020
≤0,25

mg/kg

≤5,0

≤5,0

≤5,0

mg/kg

≤5,0

≤5,0

≤5,0


mg/kg
S

≤10,0
≤360

o

-

≤10,0
Bergantung
pada kelas

≤2,0
Bergantung
pada kelas

No.


Parameter

Satuan

1.
2.
3.

Kandungan ester
Densitas
Viskositas kinematik

% w/w
kg/m3
mm2/s

4.

Titik nyala


o

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

mg/kg
% w/w

13.

Kandungan sulfur
Residu karbon
Angka Setana
Kadar abu tersulfatasi

Air dan sedimen
Kandungan air
Total kontaminasi
Korosi pada jalur
tembaga
Stabilitas oksidasi

14.

Angka asam

15.

Nilai Iodin

16.

Linolenat metil ester
Metil ester ganda tak
jenuh
Kandungan metanol
Kandungan
monogliserida
Kandungan
digliserida
Kadungan trigliserida
Gliserol bebas
Total gliserol
Logam kelompok I
(natrium dan kalium)
Logam kelompok II
(kalsium dan
magnesium)
Kandungan fosfor
Cold soak filterability
Cold filter plugging
point (CFPP)

12.

17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.

C

% w/w
% w/w
mg/kg
mg/kg

C

ASTM D
6751/09
1,9-6,0
≥ 130
≥ 93
(gelas
tertutup)
≤ 15
≤0,05
≥47
≤0,02
≤0,05
-

8

EN 14214/03

2.2 ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT
Umumnya, 3-10% Asam lemak sawit distilat (ALSD) diperoleh dari Crude
Palm Oil [20]. ALSD merupakan produk samping dari penyempurnaan Crude
Palm Oil ke Purified Palm Oil yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang
tinggi sehingga ALSD jauh lebih murah dibandingkan minyak sawit [41,42].
Dengan demikian ALSD dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel untuk meminimalkan biaya bahan baku [43]. Kadar asam
lemak bebas ALSD adalah 85-95% [14]. Komposisi asam lemak dalam ALSD
dapat dilihat pada tabel 2.2 [22].
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dalam ALSD
Asam Lemak
Kaprat
Laurat
Miristat
Palmitat
Palmitoleat
Stearat
Oleat
Linoleat
Linolenat
Arakidat
Godoleat

% Komposisi
0,1
0,3
0,9
46,1
0,3
5,5
36,6
9,2
0,3
0,3
0,1

2.3 DIMETHYL CARBONATE
Dimethyl carbonate (DMC) diproduksi dari metanol dan karbon dioksida
(CO2) sehingga DMC disebut zat kimia yang ramah lingkungan, murah dan tidak
beracun

[7,8].

DMC

dapat

digunakan

sebagai

pelarut

dalam

proses

transesterifikasi karena memiliki reaktivitas kimia yang baik, tidak mudah larut
dalam air dan memiliki sifat melarut yang baik dengan sebagian besar pelarut
organik [24,28].
Salah satu manfaat dari DMC berbasis transesterifikasi asam lemak adalah
bahwa reaksi tidak berada dalam kesetimbangan karena senyawanya terurai
menjadi CO2 dan alkohol [23]. Sifat-sifat fisika dan kimia DMC dapat dilihat pada
tabel 2.3 [44].

9

Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia DMC
Karakteristik
Berat molekul
Wujud
Titik didih
Titik leleh
Densitas
Kelarutan dalam air

Nilai
90,08 g/mol
cairan tidak berwarna
90 oC pada 760 mmHg
2-4 oC
1,0690 g/cm3
Tidak mudah larut

2.4 KATALIS ENZIM
Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis
homogen seperti KOH dan NaOH [45]. Meskipun katalis basa homogen saat ini
banyak digunakan untuk produksi biodiesel dari minyak nabati, namun
penggunaan katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari
produknya cukup rumit dan katalis ini juga tidak cocok untuk ALSD karena dapat
menyebabkan pembentukan sabun, menghambat pemurnian biodiesel dan
pemulihan gliserol [43,46].
Biokatalis mendapatkan perhatian lebih saat ini dan memiliki potensi
mengungguli katalis kimia untuk memproduksi biodiesel [47]. Penggunaan katalis
enzim dapat mengatasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen,
karena minyak dengan kandungan asam yang tinggi juga dapat digunakan tanpa
pre-treatment dan tidak ada kerugian aktivitas enzimatik serta pengolahan air
limbah selanjutnya tidak diperlukan [31,48]. Selain itu, katalis enzim termasuk
hemat energi karena dapat bekerja pada suhu rendah [49]. Meskipun saat ini biaya
produksi enzim adalah pertimbangan utama untuk proses enzimatis namun katalis
enzim ini umumnya diimobilisasi [1,50] untuk mengubah sifat dari enzim dengan
meningkatkan stabilitas operasional dan memperoleh turunan enzim yang dapat
digunakan kembali (memungkinkan daur ulang enzim) sehingga mengurangi
biaya operasional [51].
Lipase adalah enzim yang digunakan untuk mengkatalisis beberapa reaksi
seperti hidrolisis gliserol, alkoholisis dan juga dapat digunakan dalam reaksi
transesterifiksasi dan esterifikasi [52]. Lipase amobil yang sering digunakan
adalah Lipozyme RM-IM (lipase dari Rhizomucor miehei), Lipozyme TL-IM
(lipase dari Thermomyces lanuginosus), dan Novozym®435 (lipase dari Candida
antarctica) [22]. Lipozyme RM-IM dan Lipozyme TL-IM dinilai kurang efektif

10

sebagai katalis dikarenakan hanya sekitar 5% asam oleat bereaksi dalam waktu
satu jam reaksi, sehingga Novozym®435 sering dipilih sebagai lipase yang efektif
untuk produksi biodiesel [53-55]. Azocar et al (2011) meneliti bahwa
Novozym®435 digunakan sebagai katalis guna menghindari hidrolisis dan reaksi
esterifikasi serta katalis ini dapat digunakan kembali dengan proses pencucian
aseton, minyak kedelai, tert-butanol, isopropanol dan 2-butanol [56].
Alasan pemilihan amobil C. antarctica lipase B (Novozym®435) adalah
berdasarkan pembuktian dengan alkohol rantai pendek menghasilkan yield yang
tinggi dan resistensi yang unggul terhadap penonaktifan alkohol dibandingkan
dengan spesies amobil lipase lain [34].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dos Santos Correa et al (2011),
Yield biodiesel tertinggi yaitu 93% dengan jumlah katalis 1% dari berat minyak
[22].

2.5 ESTERIFIKASI ENZIMATIS
Estertifikasi adalah metode paling umum digunakan untuk memproduksi
biodiesel [57]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan untuk
mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester
(biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih [58].
Untuk memproduksi biodiesel, biokatalis konvensional biasanya diimobilisasi
untuk

meningkatkan

pemulihan

enzim

dikarenakan

penghalang

penggunaan esterifikasi enzimatis secara luas adalah biaya enzim [1,59].

11

utama

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi enzimatis antara lain :
a. Molar rasio (minyak:alkohol).
Reaksi

transesterifikasi

enzimatis

memerlukan

rasio

molar

untuk

minyak:alkohol lebih tinggi seperti 15:1 [60]. Semakin tinggi rasio molar
minyak:alkohol akan meningkatkan yield biodiesel, akan tetapi dapat
mengnon-aktifkan kerja enzim terutama apabila alkohol tidak larut dalam
campuran reaksi [61].
b. Katalis yang digunakan.
Reaksi transesterifikasi enzimatis akan menghasilkan konversi yang tinggi
dengan jumlah katalis 10-20%-b [60]. Semakin tinggi jumlah katalis akan
meningkatkan laju reaksi biodiesel, tetapi ada batas di mana penambahan
enzim tidak mengubah laju pembentukan produk lagi sehingga penambahan
katalis menyebabkan proses yang tidak ekonomis [62].
c. Temperatur reaksi.
Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi enzimatis dilakukan antara temperatur
20-60

o

C [61]. Suhu reaksi optimum sekitar 45

o

C [63]. Semakin

meningkatnya temperatur, akan memungkinkan penonaktifan aktivitas enzim
(biasanya diatas 60 oC) sehingga menurunkan yield biodiesel [62].
d. Waktu reaksi.
Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi enzimatis dilakukan dengan waktu
reaksi diatas 24 jam [64]. Semakin lama waktu reaksi, berat jenis produk
menurun secara eksponensial sehingga dapat menurunkan ester [65].
e. Kandungan air dalam minyak atau lemak.
Beberapa enzim membutuhkan sejumlah air untuk mengaktifkan enzim
tersebut [66]. Namun, kelebihan jumlah air dapat menghidrolisis substrat dan
menyebabkan keterbatasan difusi substrat, sehingga mengurangi yield
biodiesel [62].

12

2.6 ANALISIS EKONOMI
Asam lemak sawit distilat merupakan salah satu produk samping kelas rendah
dari hasil penyulingan Crude Palm Oil (CPO). Kemudian populasi sapi potong
dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga asam lemak sawit distilat dapat
dijadikan alternatif baru dan memiliki potensi besar sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel untuk meminimalkan biaya produksi serta dampak terhadap
lingkungan. Karena memiliki potensi yang cukup besar, asam lemak sawit distilat
diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan
biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin
tinggi.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari asam lemak
sawit distilat. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara
sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku
yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel.
 Biaya bahan baku :
o Biaya pembelian asam lemak sawit distilat = Rp 1.130 / L
o Biaya pembelian dimethyl carbonate
(1.5 L Rp 1.800.000)

[67]

= 1,80 ml
= Rp 2.160

[68]

o Biaya pembelian Novozym®435
$1 / g x Rp 13.401 / $ x 0,01 g

= Rp 134,01

[69,70]

o Biaya listrik pada carousel
0,5 kWh x Rp 1,352 /kWh x 2 jam

= Rp 1.352

Total biaya bahan baku

= Rp 3.654,27

[71]

Dapat dilihat bahwa, harga jual bahan baku pembuatan biodiesel dari limbah
asam lemak sawit distilat berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO (Crude
Palm Oil) yaitu sekitar Rp 7.500/liter, canola oil yaitu sekitar Rp. 90.000/liter,
dan minyak jarak yaitu sekitar Rp. 180.000/liter [72]. Tentu hal ini membawa nilai
ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari asam lemak sawit distilat. Dengan
adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM,
penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku
serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi
biodiesel menggunakan bahan baku asam lemak sawit distilat berpotensi untuk

13

menjadi industri alternatif yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia
sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.

14

Dokumen yang terkait

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 47 101

Proses Pembuatan Biodiesel dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Dimethyl Carbonate dengan Reaktor Packed Bed Menggunakan Katalis Novozym® 435

4 46 123

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 14 101

Proses Pembuatan Biodiesel dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Dimethyl Carbonate dengan Reaktor Packed Bed Menggunakan Katalis Novozym® 435

0 4 24

Proses Pembuatan Biodiesel dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Dimethyl Carbonate dengan Reaktor Packed Bed Menggunakan Katalis Novozym® 435

0 1 2

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 0 20

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 0 2

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 0 6

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 0 7

Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan Dimethyl Carbonate (DMC) dengan Menggunakan Katalis Novozym®435

0 0 35