Penentuan Nilai Ld50 Ekstrak Etanol Bawang Bombay (Allium Cepa L.) Pada Mencit Jantan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan
penelitian yaitu pengumpulan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan
simplisia, pemeriksaan karakteristik tumbuhan, pembuatan ekstrak, pengujian
efek toksik secara oral terhadap mencit jantan, pengamatan gejala toksik, berat
badan, kematian mencit dan penentuan nilai LD50. Data hasil penelitian dianalisis
secara statistik dengan metode ANOVA (One Way Analisis of Variance)
menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium
Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1Alat
Alat–alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, alumunium foil, blender (Miyako), oven, alat perkolasi, waterbath,
kertas saring, cawan porselin, krus porselin, kandang mencit, lemari pengering,
mortir dan stamfer, neraca hewan (Presica GeinweigherGW-1500), neraca
analitik, oral sonde, rotary evaporator (Heidolph VV-300) dan spuit ukuran 1 ml
(Terumo).

3.1.2Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang
bombay (Allium cepa L.) dan bahan kimia yaitu CMC-Na 0,5% dan etanol 96%.

Universitas Sumatera Utara

3.2 Penyiapan Sampel
3.2.1 Pengumpulan tumbuhan
Pengambilan

tumbuhan

dilakukan

secara

purposif

yaitu


tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Tumbuhan yang
digunakan adalah bawang bombay (Allium cepa L.) yang diperoleh dari Pajak
Sore Padang Bulan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi bawang bombay (Allium cepa L.) dilakukan di Herbarium
MedanenseUniversitas Sumatera Utara Medan.

3.3 Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara bawang bombay (Allium cepa
L.) yang masih segar dikupas kulit bagian luarnya, dicuci kemudian ditiriskan
hingga tipis lalu ditimbang beratnya sebagai berat basah. Selanjutnya dikeringkan
di lemari pengering hingga kering dan ditimbang berat keringnya, kemudian
diblenderdan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia.

3.4Pemeriksaan KarakteristikBawang Bombay
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari
bawang bombay.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan

mikroskopik

dilakukan

pada

simplisia

bawang

bombay.Serbuk simplisia bawang bombay yang telah ditetesi dengan larutan
kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi

toluena). Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Labu yang berisi
toluen jenuh tersebut kedalamnya dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah
ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen
mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian
air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.
Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan
kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998).
3.4.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
3.4.5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam


Universitas Sumatera Utara

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan
dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
3.4.6 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan
selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa
dipanaskan pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut
dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
3.4.7Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Larutan tersebut disaring cepat untuk

menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut
dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM,
1995).

3.5 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5 % b/v

Universitas Sumatera Utara

Sebanyak 0,5 g Na-CMC dimasukkan kedalam lumpang yang telah berisi
air panas sebanyak 1 ml, dibiarkan selama 15 menit sehingga mengembang,
digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu diencerkan dengan aquades,
dimasukkan kedalam wadah, dan dicukupkan dengan aquades hingga 100 ml.
3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Bawang Bombay (EEBB)
Pembuatan EEBB dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan etanol
96%. Prosedur pembuatan EEBB adalah sebagai berikut:
Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca dan
dibasahi dengan etanol 96% dan dilakukan maserasi selama 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan

dengan hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan
mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari,
perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan
kecepatan 1 ml tiap menit. Cairan penyari ditambahkan berulang-ulang
secukupnya dengan memasang botol cairan penyari diatas perkolator dan diatur
kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetes perkolat,
sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi
dihentikan jika perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan
sisa.Ekstrak yang diperoleh digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada
tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 40oC menggunakan rotary
evaporator, sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh
dikeringbekukan dengan freeze dryer(Ditjen POM, 1979).

3.7 Pembuatan Sediaan Uji

Universitas Sumatera Utara

Pengujian dilakukan dengan lima variasi dosis, yaitu dosis 1, 10, 100, 1000
dan 10.000 mg/kg bb. Prosedur pembuatan suspensi ekstrak sebagai berikut:
a. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 10.000 mg/kg bb:

Ekstrak ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dibuat dalam 25 ml Na-CMC.
Suspensi ekstrak ini digunakan sebagai larutan baku induk.
b. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 1000 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 10.000 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu25 ml.
c. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 100 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 1000 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu 25 ml.
d. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 10 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 100 mg/kg bb, dan di ad kandalam labu 25 ml.
e. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 1 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 10 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu 25 ml.

3.8Hewan Percobaan
3.8.1 Determinasi Hewan Percobaan
Determinasi hewan uji dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.8.2 Jumlah Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 180 ekor
mencit putih jantan, dibagi menjadi 6 kelompok dengan berat badan 20-25 gram,
berumur 2-3 bulan. Sebelum pengujian, mencit diaklimatisasi terlebih dahulu

selama 7-14 hari.

Universitas Sumatera Utara

3.9Pengujian LD50
Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Farmakope Indonesia Edisi III
dengan menggunakan logaritma dosis yang berurutan. Mencit dikelompokkan
menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 10 ekor mencit jantan yaitu:
kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (2-6).
a. Kelompok 1 (P1):Kontrol, diberi larutan suspensi Na-CMC 0,5% b/v.
b. Kelompok 2 (P2):Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 1 mg/kg bb.
c. Kelompok 3 (P3):Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 10 mg/kg bb.
d. Kelompok 4 (P4): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 100 mg/kg bb.
e. Kelompok 5 (P5): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 1000 mg/kg bb.
e. Kelompok 6 (P6): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 10000 mg/kg bb.
3.9.1 Pengamatan
Penimbangan mencit dilakukan pada hari ke-0, kemudian pada hari ke-1
diberi sediaan uji secara oral dan dilakukan pengamatan selama 14 hari
(Angelina,dkk., 2008).
3.9.2 Gejala Toksik

Pengamatan terhadap gejala toksik berupa tremor, diare, salivasi, lemas,
jalan mundur, dan jalan dengan perut diamati selama 14 hari (OECD, 2001).
3.9.3Kematian Hewan
Parameteryang diamati dalam perlakuan ini adalah kematian mencit dari
hari pertama sampai hari terakhir, nilai LD50 ekstrak etanol bawang bombay dan
kisaran nilai LD50.
3.9.4Nilai LD50
Perhitungan nilai LD50 berdasarkan metode Farmakope Indonesia Edisi
IIIdengan rumus: m = a-b (∑pi – 0,5)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
m = log LD50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100%
tiap
kelompok
b =beda log dosis yang berkelipatan
pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i, dibagi dengan jumlah hewan
seluruhnya yang menerima dosis i (Ditjen POM, 1979).

3.9.5 Berat Badan
Perubahan berat badan mencit diamati sebelum dan sesudah pemberian
sediaan uji.

3.10Analisis Statistik
Pengamatan berat badan dianalisis statistik dengan menggunakan OneWay ANOVA pada ProgramSPSS versi 17.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium Medanense
(MEDA) Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti
adalah bawang bombay (Allium cepa L.), suku Liliaceae. Surat hasil identifikasi
tumbuhandisajikan pada Lampiran 1, Halaman 43.

4.2 Hasil Determinasi Hewan
Hewan yang digunakan telah dideterminasi di “Laboratorium Sistematika
Hewan” Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Surat
hasil determinasi hewandisajikan pada Lampiran 2, Halaman 44.

4.3 Hasil Karakterisasi Tumbuhan
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap bawang bombay segar diperoleh
bentuk bulat/bulat lonjong, permukaan licin, panjang 6-9 cm, lebar 4-5 cm,
dengan organoleptik warna kuning/kuning kehijauandan memiliki bau yang agak
tajam. Gambar bawang bombay segar disajikan pada Lampiran 5,Halaman 49.
Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia diperoleh adanya
fragmen hablur kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan sel parenkim berisi
tetesan minyak. Uraian mikroskopik mencakup pengamatan terhadap bagian
simplisia dan fragmen pengenal dari serbuk simplisia (Ditjen POM, 1995).
Gambar hasil mikroskopik serbuk simplisia disajikan pada Lampiran 6,Halaman
50.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia adalah
pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan
nilaiuntuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia
bawang bombay disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bawang bombay
No.

Parameter

Hasil (%)

1.

Kadar air

8,66

2.

Kadar sari larut dalam air

52,72

3.

Kadar sari larut dalam etanol

20,05

4.

Kadar abu total

8,20

5.

Kadar abu tidak larut dalam asam

1,88

Hasil penetapan kadar air simplisia bawang bombay diperoleh 8,66%. Hal
ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat tidak
lebih dari 10%. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam simplisia karena
tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat, memicu
pertumbuhan mikroba, adanya jamur atau serangga (WHO, 1998).
Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia bawang bombay
diperoleh 1,88%. Hal ini sesuai dengan standarisasi kadar abu yang tidak larut
dalam asam secara umum dengan syarat, kecuali dinyatakan lain tidak boleh lebih
dari 2% (Ditjen POM, 1995).
Karakterisasi simplisia lain seperti penetapan kadar abu total, penetapan
kadar sari yang larut dalam etanol dan penetapan kadar sari yang larut dalam air
khusus

untuk

simplisia

bawang

bombay

belum

ada

literatur

yang

mencantumkannya sehingga tidak mempunyai standarisasi.

Universitas Sumatera Utara

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk
memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu
melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik
dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn, dan K. Abu total terbagi dua, yaitu abu
fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari
jaringan tumbuhan itu sendiri, sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah
pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan
simplisia (WHO, 1998).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk
mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu
simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air,
sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol
akan tersari oleh etanol (Ditjen POM, 1995).

4.4Hasil Pengujian LD50
Pengujian LD50 ekstrak bawang bombay (Allium cepa L.) dilakukan
terhadap mencit jantan. Pada penelitian ini, dosis ekstrak bawang bombay yang
digunakan: 1, 10, 100, 1000, 10000 mg/kg bb. Pengamatan dilakukan selama 14
hari meliputi pengamatan gejala toksik, berat badan dan kematian hewan.
4.4.1 Hasil Pengamatan Gejala Toksik
Hasil pengamatan yang dilakukan selama 14 hari terhadap gejala toksik
berupa tremor, diare, salivasi, lemas, jalan mundur dan jalan dengan perut
disajikan pada Tabel 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Hasil pengamatan gejala toksik
Jalan
Jalan
dengan
Mundur
perut
Kontrol
P2
P3
P4
P5
+
+
+
+
P6
+
+
+
+
+
+
Keterangan: K = kontrol; P2 = dosis 1 mg/kg bb; P3 = dosis 10 mg/kg bb; P4 =
dosis 100 mg/kg bb; P5 = dosis 1000 mg/kg bb; P6 = dosis 10000
mg/kg bb; bb = berat badan; (+) = menunjukkan gejala; (-) = tidak
menunjukkan gejala.
Kelompok

Tremor

Diare

Salivasi

Lemas

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa setelah pemberian ekstrak etanol
bawang bombay tidak ditemukan adanya gejala toksik pada kelompok kontrol,
perlakuan pada dosis 1, 10 dan 100 mg/kg bb. Gejala toksik ditemukan pada dosis
1.000 mg/kg bb dan 10.000 mg/kg bb dimana pada dosis 1.000 mg/kg bb gejala
toksik yang timbul yaitu diare, salivasi, lemas, dan jalan dengan perut pada mencit
sedangkan pada dosis 10.000mg/kg bb gejala toksik yang timbul yaitutremor,
diare, salivasi, lemas, jalan mundur dan jalan dengan perut pada mencit. Hal
tersebut menunjukkan adanya hubungan antara dosis dan efek toksik, dimana
semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek toksik yang
timbul. Setiap zat bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan
menimbulkan gejala-gejala toksik (Lu, 1994; Wirasuta dan Niruri, 2006).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Oyewusi (2015) pemberian ekstrak
metanol bawang bombay pada dosis 4800 mg/kg bb menimbulkan gejala toksik
pada tikus berupa anoreksia, depresi dan goyah dalam berjalan.Tanda toksik yang
muncul pada organ dan sistem antara lain: pada sistem saraf pusat meliputi
tremor, pada sistem gastrointestinal meliputi lemas, diare, salivasi, keluar air seni,

Universitas Sumatera Utara

pada perilaku meliputi gelisah, depresi berat, sikap agresif atau defensif,
ketakutan, dan bingung (Lu, 1994).
Evaluasi toksisitas akut tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap
kelainan tingkah laku, stimulasi, aktivitas motorikuntuk mendapatkan gambaran
tentang sebab kematian hewan uji. Data yang dikumpulkan dalam uji toksisitas
akut berupa tolok ukur ketoksikan kuantitatif yaitu kisaran dosis letal/toksik
dantolok ukur ketoksikan kualitatif yaitu gejala klinis (Maria, dkk., 2012).
4.4.2 Hasil Pengamatan Berat Badan
Hasil rerata berat badan tiap kelompok mencit sebelum dan sesudah diberi
ekstrak etanol bawang bombay disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3Hasil rerata berat badan mencit
K
P2
27,67 27,25
±
±
1,08 2,11

P
0,2

Rata-rata berat badan g ± SD
P3
p
P4
P
P5
27,43 0,2 26,87 0,2 26,3
±
±
±
1,88
1,97
0,48

P
0,2

P6
26,08
±
1,53

P
0,09

Keterangan: K = kontrol; P2 = dosis 1 mg/kg bb; P3 = dosis 10 mg/kg bb; P4 =
dosis 100 mg/kg bb; P5 = dosis 1000 mg/kg bb; P6 = dosis 10000
mg/kg bb.
Berdasarkan hasil pengamatan terjadi perubahan berat badan kelompok
kontrol dan perlakuan setelah pemberian ekstrak etanol bawang bombayyaitu
pertambahan berat badan sedangkan berdasarkan hasil analisis secara statistik
terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan yang signifikan antara
kelompok kontrol dan perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol bawang
bombay dimana p ≥ 0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Thomson (1998) bahwa tikus yang diberi ekstrak air bawang bombay dosis 50
mg/kg bb dan 500 mg/kg bb menunjukkan peningkatan berat badan yang
signifikan. Menurut Sihombing (2010) kenaikan berat badan mencit sebanding

Universitas Sumatera Utara

dengan bertambahnya umur. Hal ini memperlihatkkan pertumbuhan mencit
berkembang secara normal sehingga menunjukkan tidak adanya pengaruh
pemberian ekstrak etanol bawang bombay terhadap berat badan.
Salah satu parameter yang merupakan indikator sensitif untuk mengetahui
efek toksik dari suatu zat yaitu berat badan.Penurunan berat badan yang cepat dan
bermakna biasanya merupakan pertanda kesehatan yang buruk. Penurunan berat
badan dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan minuman,
penyakit ataupun tanda toksik spesifik (Lu, 1994; Wilson, dkk., 2001).
4.4.3 Hasil Pengamatan Kematian Mencit
Hasil pengamatan kematian hewan setelah pemberian sediaan uji selama
14 hari disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data pengamatan kematian mencit selama 14 hari.
Dosis
(mg/kg bb)

0
1
10
100
1000
10.000

Jumlah
mencit tiap
kelompok
(ekor)

Mencit yang mati (ekor)

Pengulangan 1

Pengulangan 2

Pengulangan 3

10
10
10
10
10
10

0
0
0
0
2
6

0
0
0
0
1
4

0
0
0
0
1
5

Pengujian nilai LD50ekstrak etanol bawang bombaydilakukan sebanyak 3
kali. Berdasarkan Tabel 4.4terlihat bahwa pada kelompok kontrol, dosis 1,10 dan
100 mg/kg bb tidak terdapat kematian pada mencit setelah diberikan sedian uji
selama 14 hari. Kematian hewan uji muncul pada dosis 1000mg/kg bb dan 10.000
mg/kg bb. Ekstrak etanol bawang bombay dengan dosis 1000 mg/kg bb
menyebabkan dua ekor mencit mati pada pengulangan pertama dan satu ekor pada

Universitas Sumatera Utara

pengulangan kedua dan ketiga. Ekstrak etanol bawang bombay dengan dosis
10.000 mg/kg bb menyebabkan kematian terbesar dari semua kelompok yaitu 6
ekor pada pengulangan pertama, 4 ekor pada pengulangan kedua dan 5 ekor pada
pengulangan ketiga. Hal tersebut dikarenakan besarnya dosis ekstrak etanol
bawang bombay yang menyebabkan kematian pada mencit karena efek toksikakan
bertambah dengan naiknya dosis. Efek toksik merupakan efek yang sangat
berbahaya dan dapat menyebabkan kematian (Lu, 1994; Wirasuti dan Niruri,
2006).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Thomson (1998), pemberian ekstrak
air bawang bombay pada dosis 50 dan 500 mg/kg bb tidak menunjukkan kematian
pada hewan uji namun menyebabkan perubahan pada gambaran histopatologi hati
dan paru-paru tikus berupa degenerasi dan vakuolasi pada hati,serta penebalan
alveoli dan edema di sekitar jaringan paru-paru tikus.
4.4.4Hasil Nilai LD50 EEBB terhadap Mencit Jantan
Hasil nilai LD50ekstrak etanol bawang bombay terhadap kematian mencit
jantan disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5Hasil nilai LD50 EEBB terhadap mencit jantan
Pengulangan

LD50 (mg/kg bb)

1
5011,87
2
10.000
3
7943,28
Keterangan : SD = Standar Deviasi

Rata-rata ± SD
Perbandingan
Nilai (mg/kg bb)
1 dan 2
7505,94 ± 3527,14
1 dan 3
6477,58 ± 2072,82
2 dan 3
8971,64 ± 1454,32

Perhitungan nilai LD50 ekstrak bawang bombay menggunakan rumus dari
Farmakope

Indonesia

Edisi

III.

Nilai

LD50

dapat

dihitung

dengan

syaratmenggunakan seri dosis dengan pengenceran yang berkelipatan tetap,
jumlah hewan percobaan tiap kelompok harus sama dan dosis diatur sedemikian

Universitas Sumatera Utara

rupa sehingga memberikan efek dari 0% sampai 100%. Takaran dosis yang
dianjurkan pada penentuan LD50 paling tidak terdapat empat peringkat dosis dari
dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai
dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan
uji. Dosis diatur sedemikian rupa hingga diperoleh data kematian yang signifikan
(Ditjen POM, 1979; Retnomurti, 2008).
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai LD50 akhirdiperoleh dengan menghitung nilai
rerata dan membandingkan nilai standar deviasi tiap pengulangan. Nilai standar
deviasi diperoleh dengan membandingkan pengulangan 1 dan 2, 1 dan 3 serta 2
dan 3 sehingga diperoleh nilai rata-rata tiap perbandingan dan standar deviasi
yaitu sebesar 7505,94± 3527,14mg/kg bb; 6477,58± 2072,82mg/kg bb dan
8971,64± 1454,32mg/kg bb. Perbandingan antara 2 dan 3 memiliki standar
deviasi yang terkecil dari perbandingan lainnya. Nilaistandar deviasi terkecil
dipakai sebagai nilai LD50 rata-rata yaitu pada perbandingan 2 dan 3. Maka dapat
disimpulkan bahwa nilai LD50 EEBB adalah 8971,64 mg/kg bb. Perhitungan nilai
LD50 berdasarkan standar deviasi disajikan pada lampiran 4.Menurut klasifikasi
toksisitas sediaan uji oleh Lu (1994), senyawa yang terkandung dalam ekstrak
bawang bawang bombay diklasifikasikan sebagai bahan yang bersifat toksik
ringan sebab nilai LD50berada diantara 5-15 g/kg bb yaitu 8971,64 mg/kg bb.
Nilai ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Oyewusi (2015) bahwa
nilai LD50 dari ekstrak metanol bawang bombay di atas 4800 mg/kgbb dimana
nilai ini berdasarkan klasifikasi toksisitas bahan menurut Hodge dan Sterner
termasuk kategori toksik ringan. Nilai LD50merupakan tolok ukur toksisitas akut
suatu bahan uji. Semakin kecil nilai LD50 berartisemakin besar potensi toksik atau

Universitas Sumatera Utara

toksisitas akut suatu bahan dan semakin besar nilai LD50 maka semakin rendah
toksisitasnya (Wirasuta dan Niruri, 2006).

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. EEBBdosis 1000dan 10.000 mg/kg bbmenimbulkan gejala toksik pada mencit
jantan. Gejala toksik yang muncul setelah pemberian EEBB dosis 1000 mg/kg
bb yaitu: diare, salivasi, lemas dan jalan menggunakan perut sedangkan pada
dosis 10.000 mg/kg bb gejala toksik yang timbul berupa tremor, diare,
salivasi, lemas, jalan mundur dan jalan menggunakan perut.
b. EEBBmenyebabkan perubahan berat badan mencit jantan yaiu peningkatan
berat badan.
c. EEBB termasuk kategori “toksik ringan”dengan nilai LD50EEBB adalah
8971,64±1454,32mg/kg bb yaitu sebesar 7517,32 – 10.425,96 mg/kg bb.

5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian diharapkan agar:
a. peneliti selanjutnya menggunakan metode lain dalam menentukan nilai LD50
sehingga dapat dilihat perbandingan.
b. peneliti selanjutnya menguji toksisitas subkronik ekstrak bawang bombay
dengan rentang dosis yang lebih bervariasi.

Universitas Sumatera Utara