Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

(1)

TESIS

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium

sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium

sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium

sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195006071979031001 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt NIP 196404091994031003 NIP 195709091985112001

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt NIP 195006071979031001

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. NIP 196404091994031003

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ninda T. M. Sihombing No. Induk Mahasiswa : 127014007

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya ini plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima saksi yang diberikan oleh Program Studi Magister Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dalam keadaan sehat.

Medan, Mei 2014 Yang membuat pernyataan,

Ninda T. M. Sihombing NIM 127014007


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk menyelesaikan Program Magister Farmasi.


(6)

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc., selaku Pembimbing II yang selalu mengingatkan dan menyemangati penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt., sebagai penguji.

7. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi beserta staf.

8. Orang tua tercinta, M. Sihombing, B.E., SE., dan A. Boru Sinaga, Amd., yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, serta kepada Andrew Philip Tobing, adik-adikku (Enry, Medika, dan Daniel), Emma Litaay dan keluarga besar di Balige dan Ambon, yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. 9. Teman-teman seperjuangan pada Program Magister Farmasi, terutama Kak

Floriana dan Kak Elysa, Kak Dewi,Sri Muftri, Kak Fitri Yanti, Ellora, Bang Mainal Furqan, Bang Denny, Bang Vonna, dan Ratih.

10. Teman-teman STF 08, Lora, Herlina, Lida, Ester, Siska, Ani, Kristianto, Evaline, dan Widya, serta rekan-rekan PNS Badan POM RI angkatan 2013.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. Kiranya Tuhan YME memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.


(7)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2014 Penulis

Ninda T. M. Sihombing NIM 127014007


(8)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK KELAPA MURNI

SERTA KOMBINASINYA TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

ABSTRAK

Bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan herbal terkenal dengan sifat antimikroorganisme. Kandungan allicin

dalam bawang putih dan asam lemak rantai sedang bentuk monogliserida (terutama monolaurin) dalam VCO bertanggung jawab atas sifat antimikroba melalui mekanisme yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek antibakteri VCO tanpa hidrolisis (VCOT), hasil hidrolisis (HVCO), ekstrak air bawang putih (EABP) serta kombinasinyaterhadap bakteri patogen penyebab diare.

Sampel bawang putih yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan, Medan, sedangkan sampel VCO merupakan Palem Mustika VCO

produksi Siti Nurbaya, Sumatera Barat. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilat steril, sedangkan VCO dihidrolisis secara enzimatik menggunakan LIPOZIME®

Hasil penelitian menunjukkan VCOT tidak efektif sebagai antibakteri namun meningkat setelah dihidrolisis (HVCO) dan lebih efektif terhadap bakteri Gram positif. EABP memiliki aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan VCOT dan HVCO serta efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Namun kombinasi VCOT dan HVCO dengan EABP tidak memberikan efek sinergisme.

TL IM.Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan bahan uji: VCOT, HVCO, EABP, dan kombinasinya serta Tetrasiklin HCl sebagai kontrol positif. Metode uji antibakteri adalah difusi agar menggunakan pencadang kertas (diameter 6 mm) dengan mengamati zona hambat terhadap bakteri Gram positif:

Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Gram negatif: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786),

Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313),dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Data pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis secara statistik dengan analisis variansi (ANAVA; α≤0,05) dan dilanjutkan dengan Tukey HSD untuk melihat perbedaan nilai rata-rata signifikan antarkelompok perlakuan.

Kata kunci: minyak kelapa murni,ekstrak air bawang putih, hidrolisis enzimatik, antibakteri.


(9)

ANTIBACTERIAL TEST OF AQUEOUS GARLIC (Allium sativum) EXTRACTS AND EZYMATIC HYDROLYZED VIRGIN COCONUT OIL AND THEIR COMBINATION ON SEVERAL PHATOGENIC BACTERIA

CAUSING DIARRHEA ABSTRACT

Garlic and Virgin Coconut Oil are well known as herbal with antimicroorganism effect. The allicin in garlic and medium chain fatty acid in its monoglyseride form (especially monolaurin) in VCO are responsible on their antimicrobial effect by different mechanism. The aim of this study was to investigate the antibacterial activity of non-hydrolyzed VCO (VCOT), enzymatic hydrolyzed VCO (HVCO), aqueous garlic extracts (EABP) and their combination against pathogenic bacteria causing diarrhea.

The garlic used in this study was obtained from traditional market in Padang Bulan, Medan and VCO from Palem Mustika VCO, produced by Siti Nurbaya, West Sumatra. Garlic extracted with bidistilled water and VCO was hydrolyzed by LIPOZIME®

The result of test showed that VCOT is not effective but increase by hydrolysis (HVCO) which is more effective on Gram positive bacteria. EABP has the most effective effect than VCOT and HVCO against Gram positive and Gram negative bacteria. However, the combination of VCOT and HVCO with EABP did not give synergism effect of antibacterial.

TL IM enzyme. Antibacterial activity test carried out on VCOT, HVCO, EABP, and their combination. Tetracycline HCl used as positive control. The test was conducted by diffusion agar method using the paper disc diameter 6 mm by observing the zone inhibition againstGram positive bacterial: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923), and Gram negative: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313), and Vibrio cholera (ATCC 39315). Zone inhibition data was analyzed by

ANOVA method (α ≤ 0,05), then by Tukey HSD to observe the significant

difference of the mean among the variables.

Keywords: virgin coconut oil, aqueous garlic extracts, enzymatic hydrolyzed, antibacterial.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Diare dan Penyebabnya ... 8

2.1.1 Escherichia coli ... 9

2.1.2 Salmonella thypi ... 10

2.1.3 Vibrio cholera ... 11


(11)

2.1.5 Staphylococcus aureus ... 12

2.1.6 Bacillus cereus ... 12

2.2 Pengobatan Diare ... 13

2.3 Kombinasi Antimikroba ... 15

2.4 Bawang Putih ... 15

2.4.1 Kandungan kimia bawang putih ... 17

2.4.2 Kegunaan bawang putih ... 20

2.4.3 Aktivitas antibakteri bawang putih ... 22

2.5 Minyak Kelapa Murni ... 27

2.5.1 Asam lemak ... 30

2.5.2 Trigliserida ... 31

2.5.3 Hidrolisis trigliserida ... 32

2.5.4 Aktivitas antibakteri asam laurat, monolaurin, dan minyak kelapa murni ... 35

2.5.5 Bilangan asam ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Desain Penelitian ... 42

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Alat dan Bahan ... 43

3.3.1 Alat ... 43

3.3.2 Bahan ... 43

3.3.3 Pengumpulan bahan uji ... 44

3.4 Prosedur ... 44

3.4.1 Hidrolisis VCO dengan metode enzimatik ... 44


(12)

3.4.3 Pembuatan ekstrak air bawang putih ... 45

3.4.4 Penentuan aktivitas antibakteri ... 46

3.4.4.1 Sterilisasi alat ... 46

3.4.4.2 Pembuatan media nutrient agar ... 46

3.4.4.3 Pembuatan media Mueller Hinton agar ... 47

3.4.4.4 Pembuatan agar miring ... 47

3.4.4.5 Pembuatan larutan McFarland No. 0,5 ... 47

3.4.4.6 Peremajaan bakteri ... 47

3.4.4.7 Pembuatan inokulum ... 47

3.4.4.8 Pembuatan larutan bahan uji ... 48

3.4.4.9 Pembuatan larutan Tetrasiklin HCl ... 48

3.4.4.10 Pengujian antibakteri ... 48

3.4.4.11 Penentuan jenis pelarut untuk uji aktivitas antibakteri ... 49

3.4.4.12 Penentuan pengaruh waktu penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri ... 49

3.4.4.13 Pengujian aktivitas antibakteri kombinasi bahan uji ... 49

3.5 Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Identifikasi Bawang Putih ... 51

4.2 Hidrolisis Enzimatik VCO ... 52

4.3 Pengaruh Waktu Penyimpanan EABP terhadap Aktivitas Antibakterinya ... 54

4.4 Pengaruh Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri ... 56

4.5 Pengaruh Konsentrasi VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Aktivitas Antibakteri ... 62


(13)

4.5.1 Pengaruh konsentrasi dan hidrolisis VCO terhadap

aktivitas antibakteri ... 67

4.5.2 Pengaruh konsentrasi EABP terhadap aktivitas antibakteri ... 70

4.6 Pengaruh Kombinasi VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Aktivitas Antibakteri ... 72

4.6.1 Pengaruh konsentrasi VCOT dan HVCO dalam kombinasinya ... 76

4.6.2 Pengaruh konsentrasi EABP dalam kombinasinya ... 77

4.7 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Baku Pembanding Tetrasiklin HCl ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 87


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare ... 9

2.2 Nilai nutrisi dan kandungan dari baang putih (ditampilkan per 100 g bawang putih mentah) ... 18

2.3 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba bawang putih ... 23

2.4 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni ... 29

2.5 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya ... 34

2.6 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba asam laurat, monolaurin, dan minyak kelapa murni ... 39

4.1 Bilangan asam VCOT dan HVCO ... 53

4.2 Zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP ... 65

4.3 Zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP 100% dan kombinasinya ... 74

4.4 Zona hambat baku pembanding Tetrasiklin HCl ... 81

4.5 Konsentrasi Tetrasiklin HCl yang memiliki zona hambat tidak berbeda nyata dengan bahan uji HVCO, VCOT, dan EABP, serta kombinasi ... 84


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1997 ... 16

2.2 Perubahan senyawa kimia bawang putih ... 19

2.3 Ringkasan efek bawang putih dalam meningkatan kesehatan ... 21

2.4 Struktur kimia lemak ... 32

2.5 Persamaan reaksi hidrolisis ... 33

2.6 Rumus struktur asam laurat dan monolaurin ... 36

4.1 Zona hambat pertumbuhan bakteri EABP baru dan EABP 1 hari ... 55

4.2 Zona hambat EABP dalam akuades, etanol 96% dan DMSO ... 57

4.3 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap aktivitas antibakterinya pada Bacillus cereus ATCC 14579 ... 58

4.4 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap aktivitas antibakterinya pada Escherichia coli ATCC 8939 ... 58

4.5 Zona hambat VCOT, HVCO dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 63

4.6 Zona hambat HVCO dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 64

4.7 Diagram perbandingan zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 8939, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 66

4.8 Zona hambat kombinasi HVCO-EABP dan VCOT-EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 73


(16)

4.9 Diagram perbandingan zona hambat VCOT, HVCO, EABP 100% dan kombinasinya terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 8939, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella

dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 75 4.10 Zona hambat Tetrasiklin HCl terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 80 4.11 Kurva aktivitas antibakteri Tetrasiklin HCl pada beberapa

konsentrasi ... 82 4.12 Zona hambat Tetrasiklin HCl terhadap Staphylococcus aureus


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi bawang putih ... 98

2. Bahan uji VCO dan bawang putih ... 99

3. Tris (hidroksil) amninometana dan Lipozyme® 4. Bahan untuk pengujian antibakteri ... 101

TL IM ... 100

5. Sertifikat pengujian Tetrasiklin Hidroklorida ... 102

6. Bagan kerja hidrolisis VCO secara enzimatik ... 103

7. Jumlah bahan untuk hidrolisis VCO ... 104

8. Pembakuan KOH yang diperlukan untuk penentuan bilangan asam ... 105

9. Perhitungan bilangan asam ... 106

10. Zona hambat HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT ... 107

11. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 ... 108

12. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 109

13. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Escherichia coli ATCC 8939 ... 110

14. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 111

15. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 112

16. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 113


(18)

18. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 ... 115 19. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 116 20. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Escherichia coli ATCC 8939 ... 117 21. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 118 22. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 119 23. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 120 24. Diagram perbandingan aktivitas antibakteri menggunakan pelarut

akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella

dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 121 25. Data pengukuran zona hambat terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 ... 123 26. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Bacillus cereus ATCC 14579 ... 124 27. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 ... 125 28. Data pengukuran zona hambat terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923 ... 126 29. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 127 30. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Staphylococcus

aureus ATCC 25923 ... 128 31. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 129 32. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 130 33. Data pengukuran zona hambat terhadap Escherichia coli


(19)

ATCC 8939 ... 131 34. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Escherichia coli ATCC 8939 ... 132 35. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Escherichia

coli ATCC 8939 ... 133 36. Data pengukuran zona hambat terhadap Salmonella thypi

ATCC 00786 ... 134 37. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Salmonella thypi ATCC 00786 ... 135 38. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Salmonella thypi

ATCC 00786 ... 136 39. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 137 40. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 138 41. Data pengukuran zona hambat terhadap Shigella dysenteriae

ATCC 13313 ... 139 42. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 140 43. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Shigella

dysenteriae ATCC 13313 ... 141 44. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 142 45. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 143 46. Data pengukuran zona hambat terhadap Vibrio cholera

ATCC 39315 ... 144 47. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Vibrio cholera ATCC 39315 ... 145 48. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Vibrio cholera

ATCC 39315 ... 146 49. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP


(20)

terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 147 50. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 148 51. Hasil Analisis Variansi (ANAVA) dan Tukey HSD zona hambat

VCOT 100%, HVCO 100%, dan EABP 100% terhadap keenam

bakteri uji ... 149 52. Cara menentukan F tabel ... 150 53. Tabel distribusi F ... 151 54. Hasil Analisis Variansi (ANAVA) zona hambat kombinasi

VCOT-EABP dan HVCO-EABP terhadap keenam bakteri uji ... 152 55. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat kombinasi


(21)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK KELAPA MURNI

SERTA KOMBINASINYA TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

ABSTRAK

Bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan herbal terkenal dengan sifat antimikroorganisme. Kandungan allicin

dalam bawang putih dan asam lemak rantai sedang bentuk monogliserida (terutama monolaurin) dalam VCO bertanggung jawab atas sifat antimikroba melalui mekanisme yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek antibakteri VCO tanpa hidrolisis (VCOT), hasil hidrolisis (HVCO), ekstrak air bawang putih (EABP) serta kombinasinyaterhadap bakteri patogen penyebab diare.

Sampel bawang putih yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan, Medan, sedangkan sampel VCO merupakan Palem Mustika VCO

produksi Siti Nurbaya, Sumatera Barat. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilat steril, sedangkan VCO dihidrolisis secara enzimatik menggunakan LIPOZIME®

Hasil penelitian menunjukkan VCOT tidak efektif sebagai antibakteri namun meningkat setelah dihidrolisis (HVCO) dan lebih efektif terhadap bakteri Gram positif. EABP memiliki aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan VCOT dan HVCO serta efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Namun kombinasi VCOT dan HVCO dengan EABP tidak memberikan efek sinergisme.

TL IM.Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan bahan uji: VCOT, HVCO, EABP, dan kombinasinya serta Tetrasiklin HCl sebagai kontrol positif. Metode uji antibakteri adalah difusi agar menggunakan pencadang kertas (diameter 6 mm) dengan mengamati zona hambat terhadap bakteri Gram positif:

Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Gram negatif: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786),

Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313),dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Data pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis secara statistik dengan analisis variansi (ANAVA; α≤0,05) dan dilanjutkan dengan Tukey HSD untuk melihat perbedaan nilai rata-rata signifikan antarkelompok perlakuan.

Kata kunci: minyak kelapa murni,ekstrak air bawang putih, hidrolisis enzimatik, antibakteri.


(22)

ANTIBACTERIAL TEST OF AQUEOUS GARLIC (Allium sativum) EXTRACTS AND EZYMATIC HYDROLYZED VIRGIN COCONUT OIL AND THEIR COMBINATION ON SEVERAL PHATOGENIC BACTERIA

CAUSING DIARRHEA ABSTRACT

Garlic and Virgin Coconut Oil are well known as herbal with antimicroorganism effect. The allicin in garlic and medium chain fatty acid in its monoglyseride form (especially monolaurin) in VCO are responsible on their antimicrobial effect by different mechanism. The aim of this study was to investigate the antibacterial activity of non-hydrolyzed VCO (VCOT), enzymatic hydrolyzed VCO (HVCO), aqueous garlic extracts (EABP) and their combination against pathogenic bacteria causing diarrhea.

The garlic used in this study was obtained from traditional market in Padang Bulan, Medan and VCO from Palem Mustika VCO, produced by Siti Nurbaya, West Sumatra. Garlic extracted with bidistilled water and VCO was hydrolyzed by LIPOZIME®

The result of test showed that VCOT is not effective but increase by hydrolysis (HVCO) which is more effective on Gram positive bacteria. EABP has the most effective effect than VCOT and HVCO against Gram positive and Gram negative bacteria. However, the combination of VCOT and HVCO with EABP did not give synergism effect of antibacterial.

TL IM enzyme. Antibacterial activity test carried out on VCOT, HVCO, EABP, and their combination. Tetracycline HCl used as positive control. The test was conducted by diffusion agar method using the paper disc diameter 6 mm by observing the zone inhibition againstGram positive bacterial: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923), and Gram negative: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313), and Vibrio cholera (ATCC 39315). Zone inhibition data was analyzed by

ANOVA method (α ≤ 0,05), then by Tukey HSD to observe the significant

difference of the mean among the variables.

Keywords: virgin coconut oil, aqueous garlic extracts, enzymatic hydrolyzed, antibacterial.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya memiliki efek yang lebih efektif (Eja, et al., 2011). Hal ini juga terlihat sampai sekarang, dimana untuk beberapa jenis penyakit dibutuhkan pengobatan gabungan dua atau lebih senyawa obat. Tujuannya untuk meningkatkan keefektifan kombinasi obat dan juga untuk menghilangkan atau meminimalkan efek samping yang mungkin timbul.

Penyakit infeksi yang sering terjadi sekarang ini adalah diare. Penyakit ini sering tidak diperhatikan, namun dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan serius. Untuk diare infeksi, terapi utamanya menggunakan antibiotik, selain terapi cairan tubuh. Untuk tingkat diare akibat infeksi parah, terapi dengan kombinasi antibiotik sering dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Di lain pihak, penggunaan antibiotik yang sering dapat meningkatkan insidensi resistensi bakteri, dimana hal ini dapat meningkatkan keparahan infeksi dan penangannya menjadi sulit. Krisisnya higenitas dan sanitasi juga akan memperparah penanganan infeksi ini (Bueno, 2012).

Kombinasi pengobatan menggunakan antibiotik dapat menghasilkan efek berkebalikan terhadap pertahanan bakteri. Antibiotik tersebut bisa lebih efektif (efek adiktif ataupun sinergitik) dan bisa antagonistik (Kohanski, et al., 2010).


(24)

Meskipun saat ini sudah banyak industri farmasi yang menghasilkan sejumlah obat antimikroba baru, resistensi terhadap obat-obat tersebut tetap saja meningkat pesat (Bueno, 2012).

Oleh sebab itu, saat ini pengembangan untuk penemuan antimikroba dari tanaman dianggap penting dan memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, antimikroba yang berasal dari tanaman juga dipercaya memiliki efek samping yang minimal (Bueno, 2012). Namun pengembangan untuk menemukan efek kombinasi antimikroba membutuhkan dukungan peralatan dan prosedur penelitian yang lebih kompleks.

Akhir-akhir ini, banyak penelitian tentang aktivitas antibakteri bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO). Kedua tanaman ini dekat dengan kehidupan masyarakat dan bernilai ekonomi yang tinggi. Bawang putih (Allium sativum) sudah lama digunakan sebagai bahan tambahan makanan di seluruh dunia karena dapat bercampur dengan baik dan meningkatkan aroma makanan yang dicampurkan (Cobas, et al., 2010; Woodward, 1996). Aktivitas antimikroba bawang putih sangat baik dan beragam, dimana senyawa turunan

allicin, protein, saponin, dan senyawa fenol dilaporkan berkontribusi terhadap aktivitas tersebut. Sedangkan aktivitas antibakteri VCO disebabkan oleh kandungan asam laurat (C12:0), asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam miristat (C14:0) dan lebih aktif dalam bentuk monogliseridanya (Conrado, 2000; Kabara, et al., 1972).

Aktivitas antibakteri bawang putih disebabkan oleh reaksi pertukaran antara senyawa sulfurnya dengan gugus thiol bebas dari enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, tioredoksin reduktase, tripsin, protease lainnya dan RNA


(25)

serta DNA polimerase (diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri). Perpecahan ini selanjutnya dapat menghentikan metabolisme sel dan pertumbuhan bakteri (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005). Antibakteri bawang putih dikategorikan berspektrum luas karena efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Efek sinergisme allicin melawan Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada kombinasinya dengan antibiotik seperti streptomisin dan kloramfenikol (Gupta, et al., 2010). Aspek menarik allicin adalah sifat ketidakstabilannya, membuat suatu mikroorganisme sulit untuk membentuk mekanisme resistensinya. Eja, et al. (2011) menyatakan bahwa efek sinergis atau adiktif dari bawang putih dan antibiotik konvensional terhadap beberapa galur bakteri yang resisten, memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Dimana menurutnya, aktivitas antimikroba bawang putih (zona hambat 19 mm) meningkat setelah dikombinasi dengan ampisilin terhadap Escherichia coli (zona hambat menjadi 21 mm) dan Staphylococcus aureus (zona hambat menjadi 23 mm). Namun pada kombinasi bawang putih dengan Gongronema latifolium terjadi penurunan aktivitas.

Mutu VCO ditentukan dari MCFA (Medium chain fatty acid) dan asam laurat yang terkandung di dalamnya (Sari, 2009). Aktivitas antibakteri MCFA terbaik dalam VCO adalah dalam bentuk bebas dan monogliserida. Untuk memperoleh monogliserida dari suatu trigliserida, dilakukan hidrolisis menggunakan enzim yang spesifik bekerja hanya untuk menghidrolisis secara parsial yaitu menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan 3 (Silalahi, 2002). Pada penyabunan minyak dan lemak, penambahan basa NaOH atau KOH dalam


(26)

alkohol juga dapat menghidrolisis trigliserida. Penambahan NaOH berlebih akan menghidrolisis semua trigliserida menjadi gliserol dan sabun (Ketaren, 2005; Boyer, 1986).

Penurunan jumlah mikroorganisme oleh VCO diduga oleh kandungan asam lemak rantai sedang dalam VCO, melalui mekanismenya dalam merusak dinding sel bakteri. Menurut Permata (2012) aktivitas antibakteri VCO hasil hidrolisis lebih besar dibandingkan tanpa hidrolisis, terhadap beberapa bakteri kulit menggunakan metode difusi agar dengan pencadang kertas (diameter 6 mm). Aktivitas antibakteri VCO hasil hidrolisis aktif terhadap Staphylococcus aureus,

Salmonella thypi serta Escherichia coli disimpulkan oleh Loung, dkk. (2014),

namun tidak lebih besar daripada kloramfenikol (30 μg) dan tetrasiklin (30 μg).

Selain itu, berdasarkan uji antibakteri in vivo terhadap Salmonella oleh Elysa, dkk. (2014) disimpulkan bahwa hasil hidrolisis mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.

Bawang putih telah dilaporkan dalam beberapa penelitian memiliki efek sinergis maupun antagonis beberapa senyawa antibakteri lain. Namun belum ada laporan mengenai hal yang sama terhadap hasil hidrolisis enzimatik VCO. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan uji antibakteri VCO tanpa hidrolisis (VCOT), hasil hidrolisisnya (HVCO), ekstrak air bawang putih (EABP), serta kombinasinya terhadap beberapa bakteri penyebab diare. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah Tetrasiklin HCl sebagai antibiotik utama untuk mengobati diare. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap bakteri patogen penyebab diare terhadap Gram positif: Bacillus cereus (ATCC 14579) dan


(27)

8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Bakteri-bakteri tersebut merupakan penyebab utama diare serta memiliki sifat yang berbeda secara biologi.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan preparasi sampel bawang putih dan VCO. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilata steril dan VCO dihidrolisis dengan LIPOZIM®

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter TL IM selama 14 jam (Loung, dkk., 2014; Elysa, dkk., 2014). Uji pendahuluan dimulai dengan penentuan waktu optimal penyimpanan ekstrak bawang putih dan pemilihan pelarut yang sesuai untuk uji antibakteri. Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk sampel tunggal dan dilanjutkan dengan pengujian kombinasi.

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

hidrolisis dengan enzim

ekstraksi

Bawang putih

Ekstrak air bawang putih (EABP)

VCOT 25% + EABP 75% VCOT 50% + EABP 50% VCOT 75% + EABP 25% VCO

HVCO 25% + EABP 75% HVCO 50% + EABP 50% HVCO 75% + EABP 25%

Tetrasiklin

Aktivitas antibakteri

Zona hambat pertumbuhan

bakteri Hasil Hidrolisis VCO (HVCO)


(28)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih lebih baik daripada hasil hidrolisis VCO maupun tanpa hidrolisis terhadap bakteri penyebab diare?

b. Apakah ada sinergisme aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dengan hasil hidrolisis VCO terhadap bakteri penyebab diare?

c. Apakah aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO sama dengan antibiotik pembanding?

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih lebih baik dibandingkan hasil hidrolisis VCO maupun tanpa hidrolisis terhadap bakteri penyebab diare.

b. Kombinasi ekstrak air bawang putih dengan hasil hidroliosis menghasilkan aktivitas antibakteri yang sinergis terhadap bakteri penyebab diare.

c. Aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO sama dengan antibiotik pembanding pada konsentrasi tertentu.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih dan hasil hidrolisis VCO maupun tanpa hidrolisis terhadap bakteri penyebab diare.


(29)

b. Untuk mengetahui sinergisme aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan hasil hidrolisis VCO terhadap bakteri penyebab diare.

c. Untuk mengetahui konsentrasi kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO yang memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan antibiotik pembanding.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang keefektifan antibakteri kombinasi VCO hasil hidrolisis dan ekstrak air bawang putih terhadap bakteri patogen penyebab diare. Sehingga informasi ini dapat dijadikan bukti untuk membuat VCO dan bawang putih sebagai salah satu makanan fungsional untuk mengatasi infeksi pada diare. Dengan data penelitian ini juga dapat diketahui bagaimana aktivitas antimikroba kombinasi dua obat herbal sehingga dibandingkan kekuatan antibakterinya dengan antibiotik konvensional.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare dan Penyebabnya

Menurut Navaneethan dan Ralph (2011), diare secara umum didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak normal atau cair. Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare merupakan buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono, 1991).

Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi reasorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicerna, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di kolon mencerna lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dapat diserap selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi dan akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat dimana pelintasan chymus menjadi dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Priece dan Lorraine, 2005).

Menurut Depkes (2007), berdasarkan ada atau tidak adanya infeksi, diare dibagi atas diare infeksi spesifik dan non spesifik. Diare infeksi spesifik disebabkan oleh infeksi seperti virus, bakteri, parasit dan enterotoksin. Sedangkan diare non spesifik tidak disebabkan oleh adanya infeksi (diare dietetik), namun


(31)

oleh alergi makanan atau minuman (intoleransi), gangguan gizi serta bisa disebabkan oleh efek samping obat.

Keracunan makanan oleh beberapa bakteri juga dapat menyebabkan diare. Bakteri tersebut umumnya merupakan Gram negatif, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare

Kuman Sumber Gejala Pemulihan

Bacillus cereus makanan Muntaber,

dehidrasi

Cepat

Clostrid.perfing. makanan Diare, nyeri,

kejang

2-3 hari

E.coli Daging sapi, susu Diare darah 10-12 hari

Campylob.jejuni Daging

sapi/unggas, susu

Diare darah dan demam, nyeri perut

3-5 hari

Clostrid.botulin Makanan di kaleng/ botol

Diare dan gangguan saraf

10-14 hari

Salmonella Daging sapi/

unggas, susu

Muntaber, demam 3-6 hari sampai 2 minggu

Shigella Makanan/air Diare dengan

darah

7-10 hari

Staphyl.aureus Makanan/air Muntaber,

dehidrasi

Kurang dari 24 jam

Sumber: Tjay dan Rahardja, 2007; Kohanski, et al., 2010

2.1.1 Escherichia coli

Bakteri ini adalah Gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1 - 4 μm, lebar 0,4 - 1,7 μm, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37oC tapi dapat tumbuh pada suhu 8 - 40o

Escherichia coli merupakan bagian dari flora normal saluran pencernaan. Morfologi dan ciri-ciri pembeda Escherichia coli yaitu: merupakan batang Gram negatif, terdapat tunggal, berpasangan, dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul, tidak berspora, motil atau tidak motil, lipotrikus, aerobik, anaerobik

C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata (Jawetz, 2001).


(32)

fakultatif, penghuni normal usus besar, seringkali menyebabkan infeksi.

Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari jumlah normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput perut dan usus (gastroenteritis). Bakteri ini menjadi patogen yang berbahaya bila hidup di luar usus besar seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (sistitis) (Jawetz, 2001).

E.coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di dunia. Dimana klasifikasinya berdasarkan ciri khas dan sifat virulensinya (yaitu E.coli

enteropatogenik atau EPEC dan E.coli enterotoksigenik atau ETEC) dimana mekanismenya dalam menimbulkan penyakit juga berbeda-beda (Jawetz, 1996).

2.1.2 Salmonella thypi

Salmonella adalah batang bergerak yang secara khas meragikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi meragikan laktosa dan sukrosa (Jawetz, 1996). Bakteri ini menyebabkan tifus perut yang ditularkan pada manusia oleh basil ternak (telur itik). Tifus sebenarnya termasuk ke dalam penyakit demam, berhubungan adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi (dengan bradycardia) dan kepala sangat nyeri. Tetapi penyakit ini juga merupakan penyebab utama infeksi usus (Kohanski, et al., 2010).

Kuman-kuman ini memperbanyak diri di usus, lalu menyebar melalui limfe dan darah ke sirkulasi besar dan hati. Melalui saluran empedu basil tiba lagi dalam usus, dengan demikian infeksi dipertahankan. Diagnosa dilakukan melalui persemaian darah (Setiabudy dan Vincent, 1995).


(33)

2.1.3 Vibrio cholera

Pada isolasi yang pertama, Vibrio cholera berbentuk koma, batang bengkok kira-kira 2 - 4 μm. Bakteri ini sangat akti bergerak dengan memakai satu flagel kutub. Pada biakan yang lama, vibrio dapat menjadi batang lurus yang menyerupai bakteri enterik Gram negatif (Jawetz, 1996).

Organisme ini tidak menyebar di luar saluran pencernaan dan berkembang biak sampai konsentrasi sangat tinggi dalam usus kecil dan usus besar. Vibrio cholera tidak menembus lapisan epitelium seperti Shigella, namun melekat erat pada lender usus. Diare dari V. cholera adalah akibat sekeresi enterotoksin yang disebut koleragen yang merangsang kegiatan enzim siklase adenil, yang selanjutnya mengubah ATP menjadi AMP siklik (cAMP: cyclic AMP). Kegiatan ini identik dengan kegiatan yang dipertelakan enterotoksin LT yang diproduksi oleh E. coli enteropatogen, cAMP merangsang sekresi (Cl- dan menghambat penyebaran Na+

2.1.4 Shigella dysenteriae

, yang berakibat kehilangan cairan dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan elektrolit (Volk dan Wheeler, 1989).

Shigella adalah batang Gram negatif ramping, berbentuk kokobasil ditemukan pada biakan muda. Infeksinya hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi ke aliran darah sangat jarang. Shigella sangat menular dan untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 103 organisme (sedangkan untuk salmonella dan vibrio adalah 105 – 108). Pada waktu terjadi autolisis, bakteri ini akan mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus (Jawetz, 1996).


(34)

Shigella dysenteriae (kadang disebut basil Shiga) mengeksresikan neurotoksin dan enterotoksin yang kuat. Neurotoksin ditandai dengan kelumpuhan dan kematian apabila diinjeksikan pada hewan percobaan seperti kelinci. Enterotoksin dapat ditunjukkan segera dengan akumulasi cairan dalam ruas terikat ileum kelinci. Enterotoksin S. dysenteriae kelihatannya tidak merangsang sintesis cAMP, dan mekanisme kerja tidak diketahui (Volk dan Wheeler, 1989).

2.1.5 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus, bila diamati di bawah mikroskop, berpasangan atau berkelompok, yang memiliki warna keemasan muda. Bakteri ini merupakan bakteri patogen berupa anaerob fakultatif dan tumbuh pada suhu optimum 37o

Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin stafilokokus ditandai dengan masa inkubasi pendek (1 - 8 jam). Gejala yang akan timbul berupa muntah, mual dan diare hebat, penyembuhannya cepat. Infeksinya tidak ada gejala demam (Jawetz, 1996).

C (Jawetz, 2001). Bakteri ini menyebabkan infeksi pada luka yang mungkin menyebar ke lapisan subkutan kulit yang menyebabkan terjadinya abses permukaan yang terlokalisasi atau bisul. Bakteri ini merupakan mikroorganisme flora normal manusia yang terdapat pada saluran nafas atas dan kulit yang jarang menyebabkan penyakit individu yang sehat (Volk dan Wheeler, 1989).

2.1.6 Bacillus cereus

Basilus aerob Gram positif ini dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dengan membentuk spora (Jawetz, 1996; Gillespie dan Bamford, 2007). Keracunan makanan karena Bacillus cereus


(35)

mempunyai dua bentuk berbeda, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang terkontaminasi dan jenis diare yang berkaitan dengan daging dan saus.

Bacillus cereus menghasilkan beberapa enterotoksin, penyebab diare yang lebih bersifat keracunan daripada infeksi lewat makanan. Bentuk emetik bermanifestasi sebagai mual, muntah, kejang otot perut, kadang-kadang diare dan dapat sembuh sendiri, dengan masa penyembuhan yang terjadi dalam 24 jam (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2 Pengobatan Diare

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon.

2. Obstipansia, yang dibagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.


(36)

3. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

Untuk pengobatannya, khusus untuk diare jenis infeksi spesifik maka digunakan kemoterapeutik. Terapi antibiotik diberikan bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen. Karena pemeriksaan terhadap bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan sebagainya (Noerasid, 1988).

Pengobatan diare infeksi juga dapat dilakukan dengan herbal. Herbal dikenal aman untuk berbagai jenis penyakit karena memiliki efek samping yang sedikit atau bahkan tidak ada (Bueno, 2012; Eja, et al., 2011). Penggunaan antibiotik konvensional oral secara umum juga akan mempengaruhi flora normal usus. Selain itu, pertimbangan lain dalam penggunaan antibiotik konvensional adalah resistensi bakteri.

Senyawa antibakteri alam (bisa juga yang herbal) dapat dikatakan aman untuk mengobati diare infeksi. Efek samping yang ditimbulkan sedikit, bahkan tidak ada. Selain itu, senyawa antibakteri alam dikategorikan antibakteri selektif, yang hanya aktif terhadap bakteri patogen, sehingga tidak akan mengganggu pertumbuhan flora normal usus (misalnya daun Raspberry merah, bawang putih, dan VCO) (Noerasid, 1988; Hasibuan, 2012; Marhamatizadeh, et al., 2012). Aksi menguntungkan lain dalam antibakteri herbal sebagai antidiare adalah kandungan antioksidan herbal tersebut yang dapat membantu meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi mikroorganisme (Bueno, 2012).


(37)

2.3Kombinasi Antimikroba

Bila dua obat antimikroba bekerja secara bersamaan pada populasi mikroorganisme yang homogen, pengaruhnya dapat dilihat pada uji in vitro dan in vivo, dimana dapat berupa salah satu dari yang berikut ini:

1. Tidak terjadi apa-apa, yaitu daya kerja gabungan tidak lebih besar daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri

2. Pertambahan, yaitu daya kerja gabungan sama dengan jumlah daya kerja tiap obat bila digunakan sendiri-sendiri

3. Sinergisme, yaitu daya kerja gabungan nyata lebih besar daripada jumlah kedua efek

4. Antagonisme, yaitu daya kerja gabungan kurang daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri-sendiri (Jawetz, 1996)

Pada umumnya dua antibiotik yang bersifat bakterisid bila dikombinasi akan bekerja sinergis sedangkan kombinasi dua antibiotik bakteriostatik dengan bakteriostatik adalah antagonis bila kuman peka dengan antibiotik bakterisid. Penggunaan kombinasi antimikroba atau antibiotik yang tepat sebaiknya memenuhi tujuan seperti sinergis terhadap mikroba penyebab infeksi, dapat mencegah resistensi mikroba, kombinasi merupakan tindak awal penanganan infeksi sehingga dapat berspektrum luas, serta dapat digunakan untuk menangani beberapa infeksi sekaligus (Wattimena, dkk., 1991).

2.4 Bawang Putih

Tanaman umbi dari golongan Allium, umumnya digunakan untuk bumbu masakan. Tanaman ini berguna bagi kesehatan manusia.Walaupun bawang putih


(38)

selalu dimakan mentah atau dimasak, suplemen bawang putih yang berbeda termasuk yang dikeringkan atau formula bubuk, minyak dan ekstrak cairan akhir-akhir ini sudah beredar di pasaran untuk memenuhi permintaan dari konsumen terhadap senyawa bioaktif bawang putih (Cobas, et al., 2010).

Menurut USDA National Agricultural Statistic Service, bawang putih yang dihasilkan di Amerika Serikat sekitar 252.000 ton pada tahun 1997, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Penggunaanya sebagai suplemen juga merupakan penggunaan terbanyak dalam beberapa dekade terakhir ini (Woodward, 1996).

Gambar 2.1 Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1979 (Fenwick dan Hanley, 1985)

Bukti awal pemanfaatan bawang putih ditemukan pada banyak kuburan Mesir, awal 3.750 SM (Woodward, 1996). Ahli sejarah juga menemukan bukti lain melalui tulisan dan gambar pada bangunan piramidanya yang menyebutkan 22 formula bawang putih sebagai pengobatan rumah tangga untuk penyakit yang

6% 6% 7% 7% 7% 7% 8% 8% 8% 9% 11% 11% 13% 14%

28% Bawang putih Gingseng Ginkgo Echinachea Antioksidan Beta karoten Teh kamomile AHAs

Herbal ST. John's Wort Melatonin Cabe rawit Suplemen berenergi Suplemen diet Jahe Probiotik


(39)

ringan termasuk masalah jantung, sakit kepala, bekas sengatan, luka bakar dan tumor (Block, 1985; Cobas, et al., 2010). Hippocrates juga menyebutkan bawang putih sebagai Father of Medicine, karena efektif sebagai laksatif dan diuretik. Pada Olympic Games pertama di Yunani pada 776 SM, para atlet mengkonsumsi bawang putih sebagai stimulan (Fenwick dan Hanley, 1985; Block, 1985).

Di Cina bawang putih sering dibuat dalam bentuk teh dan direkomendasikan untuk mengobati demam, sakit kepala, diare, dan untuk memperpanjang usia (Srivastava, et al., 1995). Di India digunakan untuk penanganan ambeien, reumatik, dermatitis, batuk, dan sebagai lotio antiseptik karena sifat antibakterinya. Tahun 1858 Louis Pasteur menyadari dan membuktikan bahwa bawang putih memiliki sifat antibakteri yang kemudian menjadikannya digunakan dalam perang dunia pertama dan kedua, ketika antibiotik golongan penisilin dan sulfa jarang ditemukan (Cobas, et al., 2010).

2.4.1 Kandungan kimia bawang putih

Zat kimia yang terkandung dalam bawang putih sedikit kompleks dan dihasilkan sebagai pertahan diri untuk melawan gangguan mikroorganisme dan pengganggu lainnya (Amagase, et al., 2001). Bawang putih terkenal dengan bau spesifik karena terdapat kandungan allicin dan komponen sulfurnya yang larut dalam minyak. Senyawa spesifik dan mudah menguap pada bawang putih yang dihancurkan adalah dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida, metilalil disulfida, metilalil trisulfida, 2-vinil-1,3-ditin, 3-vinil-1,2-ditin (Fenwick dan Hanley, 1985) dan E,Z-ajoene (Amagase, et al., 2001).

Beberapa sifat gizi dan kimia dari bawang putih dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut. Bawang putih telah diuji untuk menentukan kadar air, karbohidrat,


(40)

protein, lemak, mineral, vitamin, energi, abu, pH, keasaman dan kandungan minyak essensial (Haciseferogullari, et al., 2005).

Tabel 2.2 Nilai nutrisi dan kandungan dari bawang putih (ditampilkan per 100 g bawang putih mentah)

Kandungan Nilai Mineral Nilai Vitamin Nilai

Energi 119 kkal Potasium 446 mg Tiamin (Vit. B1) 0,16 mg Kadar air 70 % Fospor 134 mg Riboflavin (Vit. B2) 0,02 mg Protein 4,3 g Magnesium 24,1 mg Niasin (Vit. B3) 1,02 mg Karbohidrat 24,3 g Sodium 19 mg Piridoksin ( Vit. B6) 0,32 mg Serat 1,2 g Kalsium 17,8 mg Asam Folat 4,8 µg Lemak 0,23 g Besi 1,2 mg Asam Askorbat

(Vit.C) 14 mg

Alkohol 0 mg Zink 1,1 mg Karotenoid (β-

Karoten) 5 µmg

Abu 2,3 % Iodin 4,7 µg Vitamin A sedikit

pH 6,05 Selenium 2 µg Vitamin E 0,011 µg

Keasaman 0,172 % Sumber: Cobas, et al., 2010

Setiap bawang putih diproses dengan mengiris atau menghancurkannya, komponen-komponennya akan diubah menjadi ratusan senyawa sulfur organik dalam waktu yang singkat. Ketika dirusak, misalnya oleh mikroba atau dihancurkan, atau ketika didehidrat dan dilarutkan dengan air, enzim allinase

dengan cepat akan mengubah cytosolic sycteine sulfoxides (alliin) menjadi senyawa berbau seperti alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin.

Senyawa-senyawa kimia ini dilaporkan menunjukkan beberapa efek biologis, termasuk pengurangan kolesterol, pencegahan kanker dan lain-lain (Amagase, 2006). Perubahan senyawa kimia dalam bawang putih secara lengkap terdapat pada Gambar 2.2.


(41)

γ-glutamilsistein γ-glutaml

transpeptidase (reaksi tambahan)

S-alilsistein

HOOC N SH

O COOH

NH2 H

hidrolisis dan oksidasi

S-alkenilsistein sulfoksida isoaliin methiin S-alilsistein sulfoksida =alliin S NH2 COOH S NH2 COOH O oksidasi

H2O2

asam alil sulfenik + asam amino akrilat

SOH

COOH NH2

kondensasi

spontan -2H2O

dialilsulfinat =allicin

asam piruvat NH+ 3

+ COOH S O S O penguraian langsung tiosulfinat S S S O S S S O E-ajoene Z-ajoene S S S S S 2-thioacroleins S S S S S S S S S S vinyldithiins DAS DAS2 DAS3 DAS4 <60 detik dalam 24 jam

Gambar 2.2 Perubahan senyawa kimia bawang putih (Amagase, et al., 2001)

Efek biologis dari beberapa unsur ini dalam bawang putih utuh, seperti lektin (protein yang paling berlimpah dalam bawang putih), prostaglandin, fruktan, pektin, adenosin, vitamin B1, B2, B6, C dan E, biotin, asam nikotinat,


(42)

asam lemak, glikolipid, fosfolipid dan asam amino essensial, telah dipelajari selama lebih dari beberapa dekade ini (Fenwick dan Hanley, 1985). Baru-baru ini, perhatian khusus telah diberikan kepada steroid saponin tertentu dan sapogenin

seperti β-klorogenin. Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya aktivitas biologis dan farmakologis seperti antijamur, antibakteri, antitumor, antiinflamasi, antitrombotik dan sifat hipokolesterolemia (Matsuura, 2001; Lanzotti, 2006).

Karena β-klorogenin adalah zat yang tersedia in vivo dan terdeteksi dalam darah,

hal ini menunjukkan bahwa β-klorogenin mungkin merupakan senyawa bioaktif dalam bawang putih. Karakteristik kandungan kimia lain bawang putih termasuk

allicin dan senyawa selenium organik.

Selain fakta tentang senyawa yang disebutkan di atas berkontribusi dalam sebagian bioaktivitas bawang putih, bukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungsi biologis dan medis bawang putih terutama karena kandungan tinggi senyawa belerang organik (Augusti dan Mathew, 1973; Wargovich, et al., 1988). Senyawa ini diduga bekerja secara sinergis dengan senyawa lain seperti senyawa selenium organik.

2.4.2 Kegunaan bawang putih

Meskipun banyak sekali efek terapi bawang putih telah dikembangkan dan diketahui, sebagian besar senyawa kimia yang menghasilkan efek tersebut masih kurang dimengerti. Bawang putih merupakan sumber utama dari senyawa yang mengandung sulfur, khususnya S-alk-(en)yl-L-cysteine sulphoxides (Cs) yang utama yaitu alliin. Dengan menghancurkan bawang putih, akan dihasilkan beberapa senyawa sulfur organik yang dipercaya memiliki aktivitas biologis. Senyawa-senyawa ini memberikan bawang putih bau dan rasa yang khas, serta


(43)

sebagian dari sifat biologisnya. Pengaruh bawang putih pada penyakit kardiovaskular, termasuk hipokolesterolemia, antihipertensi, antitrombotik, dan aktivitas antihiperglikemia adalah salah satu manfaat yang paling ekstensif diteliti. Asupan bawang putih juga telah dijelaskan untuk mengurangi resiko dalam perkembangan beberapa jenis kanker, terutama pada saluran pencernaan (usus dan lambung). Bioaktivitas yang lain yang sebelumnya dijelaskan dalam bawang putih termasuk antimikroba, antioksidan, antiasma, imunomodulator dan efek prebiotik (Cobas, et al., 2010).

Bawang putih biasanya dimakan langsung tanpa kulit ataupun dimasak dan beberapa suplemen termasuk yang dikeringkan atau serbuk, minyak dan ekstrak cair. Kandungan kimia suplemen bawang putih berbeda tergantung bentuk sediaan dan preparasinya. Suplemen tunggal bawang putih diklaim bisa mengatasi sejumlah aktivitas biologis seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ringkasan efek bawang putih dalam meningkatkan kesehatan (Cobas, et al., 2010).

antikarsinogenik dan antimutagenik

antimikroba (antiprotozoa, antijamur, antibakteri,

antivirus)

immunomodulator efek yg berkaitan dengan peny

kardiovaskular (hipolipidemik, hipokolesterolemik, antihipertensi, antidiabetes,

antitrobotik, antihiperhomosisteinemia) efek lain (prebiotik, mengurangi efek samping obat dan bahan kimia lain)


(44)

2.4.3 Aktivitas antibakteri bawang putih

Dalam pengobatan tradisional, bawang putih telah dikaitkan dengan pengobatan virus, infeksi bakteri, jamur, dan. Saat ini, sifat antimikrobanya telah menjadi fokus dari beberapa studi terbaru

Bawang putih telah digunakan selama berabad-abad oleh berbagai suku bangsa untuk melawan infeksi penyakit. Louis Pasteur (1858) dan Lehmann (1930) memberikan bukti ilmiah modern pertama pada obat penggunaan yang antibakteri ekstrak bawang putih. Baru-baru ini, sejumlah penelitian telah membuktikan bawang putih efektivitas untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikroba penghasil toksin lainnya.

. Hal tersebut jelas terlihat dari karakteristik kandungan senyawa sulfurnya yang memiliki efek terapi dan senyawa turunan allicin yang bertanggung jawab atas sifat antimikrobanya (Rose, et al., 2005). Bagaimanapun juga, beberapa protein, saponin dan senyawa fenol juga dapat berkontribusi terhadap aktivitas tersebut (Griffiths, et al., 2002). Oleh karena aktivitas antimikrobanya yang cukup baik, bawang putih dapat digunakan sebagai bahan alami untuk mengontrol pertumbuhan mikroba (Cobas, et al., 2010; Pszczola, 2002).

Aktivitas antibakteri bawang putih secara luas dikaitkan dengan senyawa

allicin. Hal ini didukung oleh penemuan bahwa jika ekstrak bawang putih disimpan pada suhu kamar efektivitas antibakteri menjadi berkurang (Harris, et al., 2001). Turunan senyawa sulfur organik seperti DAS, DADS, dan ajoene (Naganawa, et al.,1996) yang diisolasi dari maserat minyak bawang putih bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakterinya. Beberapa penelitian tentang aktivitas antimikroba bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2.3.


(45)

Tabel 2.3 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba bawang putih

N o

Sampel (Bahan

Uji) C

Bakteri Gram negatif Bakteri Gram positif

Referensi

Shigella sp. Salmonella sp. E. coli M.tuberculosis S. aureus Bacillus cereus

Lactobacillus acidophilus

1 Ekstrak kasar

bawang putih 1,120 mg/ml 15 14

a

14

a a

(a) 2 Ekstrak kasar

bawang putih

106,7 mg/ml 19a 18a

(b)

3,2b 11,8b

3

Bawang putih kering dalam susu

0,3% 1 hari: 22x10

15 hari: 8x10

10 c (c) 10 c 4 Bawang putih kering dalam yoghurt

0,3% 1 hari: 6x10

15 hari: 8x10

10 c 10 c

5

Ekstrak air bawang putih (suhu 40o

3,75 mg/ml C)

1,2a 1,5a 1,2a (d)

6 Ekstrak air 4% (v/v) 63d (e)

7 Minyak bawang

putih 2,75 2,75-5,5

b

0,68

b b

0,08b

(f) 8 Serbuk bawang

putih 6,25-12,5 6,25-12,5

b

12,5

b b

Keterangan: aZona hambat (mm), bMIC (Minimum Inhibitory Concentration) (mg/ml), cJumlah koloni (cfu), d

(a) Eja, et al., 2007, (b) Eja, et al., 2011, (c) Marhamatizadeh, et al., (2012), (d) Ranjan, et al., 2001, (e) Gupta, et al., 2010, persen inhibisi (%) (f) Ross, et al., 2001


(46)

Efek antibakteri bawang putih dihasilkan akibat reaksi pertukaran antara senyawa sulfur tersebut dengan gugus thiol bebas dari enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, tioredoksin reduktase, tripsin, protease lainnya dan RNA serta DNA polimerase (yang diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri). Perpecahan ini mempengaruhi metabolisme sel dan menghambat pertumbuhan bakteri (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005).

Bawang putih juga mempunyai kandungan yaitu saponin dan flavonoid, di samping allicin yang sama-sama berfungsi sebagai antibakteri (Griffiths, et al., 2002). Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995) dan mempunyai kemampuan antibakterial. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Sumthong dan Verpporte, 2012). Menurut Volk dan Weller (1989), saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman.

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein. Akibatnya aktifitas metabolisme sel bakteri dapat terhenti, karena semua aktivitas metabolisme bakteri dikatalis oleh enzim (merupakan protein). Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melelui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Robinson, 1995).


(47)

Bakteri galur Staphylococcus aureus

Chowdhury, et al. (1991) juga melakukan penelitian tentang kemampuan bawang putih untuk menghambat galur bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih efektif secara

in vitro melawan Shigella dysenteriae, S. flexneri, S. sonnei dan E. coli dengan kosentrasi hambat minimumnya adalah 5μl/ml ekstrak.

serta bakteri lain seperti Vibrio cholerae, Pseudomonas, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumoniae, Salmonella entereditis (bakteri yang menyebabkan keracunan makanan), Mycobacterium,

Clostridium dan Micrococcus, secara efektif dapat dihambat oleh bawang putih segar, serbuk kering serta minyak bawang putih. Bawang putih juga telah menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus (meliputi

B. typhosus, B. dysenteriae, B. enteriditis, B. subtilis, B. megaterium, B. pumitus,

B. mycoides, dan B. thurigiensis), Sarcina lutea, Serratiamarcescens dan

Escherihia coli (yang memproduksi toksin secara umum) (Cavallito dan Bailley, 1944; Johnson dan Vaughn, 1969; Delaha dan Garagusi, 1985; Tsao, et al., 2003).

Aktivitas in vivo yang menjanjikan juga ditunjukkan untuk melawan S. fleksineri yang telah resisten terhadap obat. Selain itu, beberapa peneliti telah menggunakan galur bakteri yang telah mengalami resisten ganda untuk menyelidiki potensi antibakteri dari bawang putih. Mereka menemukan bahwa bawang putih lebih efektif jika dibandingkan dengan antibiotik (penisilin, ampisilin, doksisiklin, streptomisin, dan sefaleksin) yang diujikan kepada bakteri

Staphylococcus, Escherichia, Proteus, Pseudomonas dan Klibsiella (Bakri dan Douglas, 2005; Lai dan Roy, 2004). Selain itu, DAS dan DADS telah menunjukkan agen terapeutik yang lebih poten dalam penanganan infeksi yang


(48)

diakibatkan oleh S. aereus yang telah resisten dengan metisilin (Tsao dan Yin, 2001; Tsao, et al., 2003) dan allicin telah menunjukkan efek bakteriostatik pada bakteri enterococci yang resisten terhadap vankomisin. Daya hambat yang sinergis juga dapat diamati ketika menggunakan kombinasinya dengan vankomisin (Jonkers, et al., 1999). Selain itu, telah dilaporkan bahwa ekstrak bawang putih menghambat pertumbuhan dari patogen yang ada di mulut, yaitu

Streptococcus mutans, S. sobrinus, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Gram positif). Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap karies gigi dan periodentitis dewasa, (Bakri dan Douglas, 2005; Groppo, et al., 2007).

Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa bawang putih menghambat secara berbeda antara flora usus yang menguntungkan dengan bakteri usus yang berbahaya (Rees, et al., 1993). Daya hambat bawang putih 10 kali lebih efektif terhadap E. Coli daripada Lactobacillus casei (Skyme, 1997). Sifat ini kurang jelas, namun dapat dijelaskan berdasarkan perbedaaan sensitifitas enterobakteria terhadap allicin karena perbedaan komposisi dan peningkatan permeabilitas terhadap allicin dari masing-masing membrannya (Miron, et al., 2000).

Aktivitas antibakteri bawang putih juga dipengaruhi oleh pelarut untuk mengekstraksinya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa aktivitas antibakteri bawang putih jika ekstraksi menggunakan akuades akan lebih baik daripada menggunakan metanol dan etanol (Saravanan, et al., 2010; Mukhtar dan Ghori, 2012; Safithri, et al., 2011).

Efek sinergisme ekstrak air bawang putih dengan siprofloksasin dinyatakan oleh Al-Abdeen dan Al-Salihi (2013) terhadap beberapa isolat E.coli, dimana metode pengujian in vitro yang dilakukan dengan menggunakan difusi


(49)

agar. Namun efek tersebut tidak ada pada kombinasi dengan ampisilin. Efek sinergisme oleh allicin melawan M. tuberculosis ditemukan pada kombinasinya dengan antibiotik seperti streptomisin dan kloramfenikol (Gupta dan Visanathan, 1955). Aspek menarik dari aktivitas allicin adalah dengan ketidakstabilannya, membuat suatu mikroorganisme sulit untuk membentuk mekanisme resistensinya.

Eja, et al. (2011) menyatakan bahwa efek sinergis atau adiktif dari bawang putih dan antibiotik konvensional terhadap beberapa galur bakteri yang resisten, memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Aktivitas antimikroba bawang putih (zona hambat 19 mm) meningkat setelah dikombinasi dengan ampisilin terhadap Escherichia coli (zona hambat menjadi 21 mm) dan

Staphylococcus aureus (zona hambat 23 mm). Namun peningkatan aktivitas tersebut tidak terjadi ketika digabung dengan Gongronema latifolium.

2.5 Minyak Kelapa Murni

Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan produk olahan kelapa. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ditanam pada ketinggian 0 - 600 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 25o

Buah kelapa berbentuk bulat lonjong dengan ukuran bervariasi, tergantung pada keadaan tanah, iklim, dan varietasnya. Warna luar kelapa juga bervariasi, mulai dari kuning sampai hijau muda, dan setelah masak berubah menjadi coklat. Adapun struktur buah kelapa terdiri dari sabut (35%), daging buah (28%), air

C dan kelembapan udara 80 - 90%. Daerah ini umumnya dilewati garis katulistiwa sehingga beriklim tropis (Setiaji dan Surip, 2002).


(50)

kelapa (15%), tempurung (12%), serta beberapa bagian lainnya. Hampir semua bagian kelapa tersebut bisa dimanfaatkan, tetapi daging buah merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan dan bahan baku industri (Setiaji dan Surip, 2002).

Pengolahan VCO tidak menggunakan bahan kimia dan pemanasan tinggi. Umumnya pembuatan VCO dibedakan atas cara kering dan cara basah. Pada cara kering, daging buah diekstrak tanpa penambahan air, sedangkan cara basah, parutan daging buah kelapa diekstrak dengan penambahan air untuk mendapatkan santan kemudian diolah menjadi VCO (Rampengan, 2006; Syah, 2005).

Proses produksi VCO yang tidak menggunakan pemanasan yang tinggi bukan hanya menghasilkan asam lemak rantai sedang (Medium chain fatty acid,

MCFA) yang tinggi, tetapi juga dapat mempertahankan keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalan daging buah kelapa. VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni ketika minyaknya dipadatkan dan jernih seperti air ketika dicairkan (Syah, 2005).

VCO berbeda dengan lemak dan minyak pada umumnya karena mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. VCO mengandung sekitar 90% asam lemak jenuh yang terdiri dari asam laurat, miristat, dan palmitat. Kandungan asam lemak jenuh dalam VCO didominasi oleh asam laurat dan asam miristat, sedangkan kandungan asam lemak lainnya lebih rendah (Syah, 2005). Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(51)

Tabel 2.4 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni

Asam Lemak Simbol asam lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh:

Asam kaproat Asam kaprilat Asam kaprat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam arachidat

C6 : 0 C8 : 0 C10 : 0 C12 : 0 C14 : 0 C16 : 0 C18 : 0 C20 : 0

C5 H11

C

COOH

7 H15

C

COOH

9 H19

C

COOH

11 H23

C

COOH

13H27

C

COOH

15 H31

C

COOH

17 H35

C

COOH

19 H39

0,2 COOH 6,1 8,6 50,5 16,18 7,5 1,5 0,02 Asam Lemak Tak Jenuh:

Asam palmitoleat Asam oleat Asam linoleat

C16 : 1 (9) C18 : 1 (9) C18 : 2 (9,12)

C15 H29

C

COOH

17 H33

C

COOH

17 H31

0,2 COOH

6,5 2,7 Sumber: Syah, 2005

Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20oC, titik cair 20 - 25oC dan tiitik didihnya 225o

Bilangan penyabunan yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki berat molekul yang rendah. Bilangan peroksida yang rendah menunjukkan VCO mempunyai stabilitas oksidasi yang tinggi. Bilangan iod yang rendah menunjukkan bahwa VCO mempunyai asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang rendah (Ketaren, 2005; Marina, et al., 2009).

C. Kandungan trigliserida yaitu LaLaLa, LaLaM, CLaLa, LaMM, dan CCLa (La, laurat; C, kaprat; M, miristat). Bilangan penyabunan berkisar antara 250,07 - 260,67 mgKOH/g minyak, bilangan peroksida 0,21 - 0,57 mEq oksigen/kg, sedangkan bilangan iod 4,47 - 8,55. Kandungan asam lemak bebas yaitu berkisar antara 0,15 - 0,25%. Kandungan fenol total yaitu 7,78 - 29,18 mg GAE/100 g minyak (Darmoyuwono, 2006; Marina, et al., 2009).


(52)

2.5.1 Asam Lemak

Asam lemak diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). MCFA lebih banyak diangkut melalui vena porta menuju hati, karena ukurannya yang lebih kecil dan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dari asam lemak rantai panjang. LCFA diserap dan dimetabolisme lebih lambat dibandingkan MCFA dan SCFA. LCFA tidak dapat diserap atau diangkut dalam darah, karena peningkatan karakter hidrofobiknya dibandingkan SCFA dan MCFA (Syah, 2005).

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon


(53)

melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Asam lemak trans berdampak buruk bagi kesehatan. Apabila mengkonsumsi asam lemak trans, maka asam lemak ini akan masuk ke dalam sel-sel tubuh, yang mengakibatkan membran sel-sel dan struktur sel-seluler lainnya menjadi rusak bentuknya dan tidak dapat berfungsi dengan mestinya (Darmoyuwono, 2006).

2.5.2 Trigliserida

Trigliserida adalah komponen utama minyak sayur dan lemak hewan. Trigliserida memiliki berat jenis lebih rendah dibandingkan air, dan pada suhu kamar normal dapat berada dalam keadaan padat atau cair. Apabila padat maka disebut lemak atau mentega, sedangkan apabila cair disebut minyak. Trigliserida juga disebut triasilgliserol (TAG), yaitu senyawa kimia yang terbentuk dari satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Struktur kimia trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Darmoyuwono, 2006; McKee dan McKee, 2003).


(54)

O

(α ) miristat atau posisi sn-1 (β ) palmitat atau posisi sn-2 (α’) miristat atau posisi sn-3 1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol

Gambar 2.4 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (O’Keefe, 2002; Berry, 2009; Boyer, 1986)

Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, oleat disebut trigliserida maka struktur kimia tersebut dinamakan palmitoil/ stearoil/oleoil.

sn : stereospesific numbering

Gliserol adalah alkohol trihidrat (mengandung tiga gugus hidroksil, atau -OH) yang dapat bergabung dengan sampai tiga asam lemak sehingga membentuk monogliserida, digliserida dan trigliserida. Asam lemak dapat bergabung dengan ketiga gugus hidroksil sehingga menghasilkan berbagai macam senyawa kimia. Monogliserida, digliserida dan trigliserida digolongkan sebagai senyawa ester yaitu senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam dan alkohol yang melepaskan air (H2

2.5.3 Hidrolisis trigliserida

O) sebagai hasil samping (Darmoyuwono, 2006).

Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis (Gambar 2.5) dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005).

C C C O O O H H H H H C C C

(CH2)12 (CH2)14 (CH2)12 O O O CH3 CH3 CH3 α β α’


(55)

OCR''' "RCO OCR' O O O

+ 3 NaOH

OH HO

OH

+

R'COO- Na+

R''COO- Na+

R'''COO- Na+

OCR''' "RCO OCR' O O O

+ 2 H2O

OH "RCO OH + O R'COOH R'''COOH lipase

Gambar 2.5 Persamaan reaksi hidrolisis Keterangan: A. Menggunakan NaOH (penyabunan),

B. Menggunakan enzim Lipase (enzimatik)

Proses hidrolisis juga digunakan dalam penentuan komposisi trigliserida, hasil hidrolisis kemudian diubah menjadi bentuk metil ester dan selanjutnya dianalisis dengan kromatografi gas (Boyer, 1986). Hidrolisis minyak dan lemak dalam tubuh terjadi secara enzimatik, yaitu dengan bantuan enzim lipase. Enzim lipase ini terdapat pada mulut disebut lingual lipase lambung disebut gastric lipase yang stabil dan aktif pada pH yang rendah dan pada usus halus disebut

pancreatic lipase. Ketiga enzim tersebut akan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan sn-3, trigliserida dengan asam lemak rantai pendek dan sedang akan langsung diserap ke sirkulasi darah di lambung yang selanjutnya diangkut ke hati untuk dimetabolisme, sedangkan asam lemak rantai panjang akan diserap melalui epitelium usus halus dan membentuk lemak kembali sebelum masuk ke sirkulasi darah, untuk selanjutnya dibawa ke jantung dan jaringan tubuh lainnya sebelum diangkut ke hati untuk dimetabolisme.

A


(1)

Lampiran 51.

Hasil Analisis Variansi (ANAVA) dan

Tukey HSD

zona hambat

VCOT 100%, HVCO 100%, dan EABP 100% terhadap keenam

bakteri uji

Analisis Variansi (ANAVA)

zona hambat (mm)

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

1919.965

17

112.939

531.617

.000

Within Groups

15.296

72

.212

Total

1935.261

89

Catatan: F hitung (531,617) > F tabel (1,77). Dengan kata lain, terdapat perbedaan

signifikan antara perlakuan.

Tukey HSD

bahan uji

N

Subset for alpha = .05

1

2

3

4

5

6

7

8

9

VCOT Sthypi

5

6.540

VCOT Sdysenteriae 5

6.640

VCOT Bcereus

5

6.920

6.920

VCOT Vcholera

5

7.580

7.580

VCOT Ecoli

5

7.700

VCOT Saureus

5

9.380

HVCO Sthypi

5

10.880

HVCO Ecoli

5

10.980

HVCO Vcholera

5

11.280

HVCO Sdysenteriae 5

12.900

HVCO Bcereus

5

13.640

HVCO Saureus

5

13.940

EABP Sdysenteriae 5

15.880

EABP Vcholera

5

16.060

EABP Saureus

5

16.720

EABP Ecoli

5

18.260

EABP Sthypi

5

19.820

EABP Bcereus

5

21.860

Sig.

.058

.415

1.000

.995

.058

.289

1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(2)

Lampiran 52.

Cara menentukan F tabel

Bakteri uji yang digunakan

: 6

Bahan uji masing-masing bakteri

: 3 (VCOT, HVCO, dan EABP)

Maka total perlakuan (k)

: 18

Masing-masing perlakuan, pengulangan 5 kali.

Oleh sebab itu, jumlah sampel (n)

: 90

Probabilitas (signifikansi)

: 5% (α=0,05)

F tabel = F

sig, df1,df2

df1

= k – 1 = 18 – 1 = 17

df2

= n – k = 90 – 18 = 72

maka F tabel = F

Berdasarkan Tabel distribusi F, maka F tabel = 1,77

0,05, 17, 72


(3)

Lampiran 52.

Tabel distribusi F

Keterangan: F tabel = 1,77 (nilai F tabel perbandingan VCOT 100%, HVCO

100% dan EABP 100% pada 6 bakteri uji)

Lampiran 53.

Hasil Analisis Variansi (ANAVA) zona hambat kombinasi

VCOT-EABP dan HVCO-VCOT-EABP terhadap keenam bakteri uji

zona hambat (mm)

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

963.166

35

27.519

52.670

.000

Within Groups

62.698

120

.522

Total

1025.863

155


(4)

(5)

Lampiran 54.

Hasil analisis

Tukey HSD

zona hambat kombinasi VCOT-EABP dan HVCO-EABP terhadap keenam bakteri uji

bahan uji N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

VCOT+EABP 3:1 Ecoli 4 7.700

VCOT+EABP 3:1 Sthypi 4 8.000 8.000

VCOT+EABP 3:1 Sdysenteriae 4 9.550 9.550 9.550

VCOT+EABP 3:1 Vcholera 4 9.825 9.825 9.825

VCOT+EABP 1:1 Sthypi 4 9.850 9.850 9.850

VCOT+EABP 1:1 Sdysenteriae 4 9.850 9.850 9.850

HVCO+EABP 3:1 Saureus 5 9.860 9.860 9.860

HVCO+EABP 3:1 Ecoli 4 9.875 9.875 9.875

HVCO+EABP 3:1 Sdysenteriae 4 9.875 9.875 9.875

HVCO+EABP 3:1 Sthypi 4 9.950 9.950 9.950

HVCO+EABP 3:1 Bereus 5 10.060 10.060 10.060

VCOT+EABP 1:1 Ecoli 4 10.625 10.625 10.625 10.625

HVCO+EABP 1:1 Bereus 5 10.860 10.860 10.860 10.860

VCOT+EABP 1:3 Sthypi 4 10.975 10.975 10.975 10.975

VCOT+EABP 3:1 Saureus 5 11.140 11.140 11.140 11.140 11.140

HVCO+EABP 1:1 Ecoli 4 11.575 11.575 11.575 11.575 11.575

VCOT+EABP 1:3 Ecoli 4 11.625 11.625 11.625 11.625 11.625

HVCO+EABP 1:1 Saureus 5 11.680 11.680 11.680 11.680 11.680

VCOT+EABP 1:3 Sdysenteriae 4 11.750 11.750 11.750 11.750 11.750 11.750

HVCO+EABP 1:1 Sthypi 4 11.825 11.825 11.825 11.825 11.825

HVCO+EABP 1:3 Saureus 5 11.860 11.860 11.860 11.860 11.860

VCOT+EABP 3:1 Bcereus 5 12.120 12.120 12.120 12.120


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kadar Kolesterol Mencit (Mus Musculus L. Strain DDW) yang Diinduksi Alloxan

6 122 85

Uji efektivitas larutan bawang putih (allium sativum) terhadap pertumbuhan bakteri propionibacterium acnes secara in vitro

5 55 63

Aktivitas Antibakteri Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Terhadap Beberapa Bakteri In Vitro.

0 0 9

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK AIR DAN ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) TERHADAP BAKTERI GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF.

0 0 9

Uji Aktivitas Antibakteri Kitosan, Hasil Hidrolisis Minyak Kelapa Murni dan Kombinasinya Terhadap Salmonella thypi dan Lactobacillus plantarum

0 1 14

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 57

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare dan Penyebabnya - Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 7

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

0 0 20