Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.)

(1)

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK KULIT

BAWANG MERAH (Allium cepa L.)

SKRIPSI

Margaretha Uliartha Sari

081203020

Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK KULIT

BAWANG MERAH (Allium cepa L.)

SKRIPSI

Margaretha Uliartha Sari

081203020

Teknologi Hasil Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.) Nama : Margaretha Uliartha Sari

NIM : 081203020

P. Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui:

Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

RIWAYAT HIDUP

MARGARETHA ULIARTHA SARI dilahirkan di Dili pada tanggal 7 Mei 1990 merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ayah Haposan Hugolinus Sitanggang dan Ibu Rospita Elisabeth Sinaga.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD. Negeri 122350 P.Siantar pada tahun 2002, dilanjutkan di SMP Negeri 1 P.Siantar dan lulus di SMA Negeri 4 P.Siantar pada tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) di Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen untuk Praktikum Silvikultur dan Hidrologi Hutan. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi HIMAS Sylva dan IMK (Ikatan Mahasiswa Katolik) di Fakultas Pertanian. Penulis pernah menjadi finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Tata Ruang Kota Medan 2011.

Penulis melaksanakan (PEH) di Kawasan Danau Lau Kawar Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Pekanbaru, di akhir studi penulis membuat skripsi dengan judul Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.) di bawah bimbingan Bapak Rudi Hartono dan Bapak Luthfi Hakim.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si dan Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah mendukung, membimbing dan memberi masukan-masukan serta saran dalam penyelesaian penelitian ini. 2. Bapak Lamek Marpaung, Ph.D dan asisten Lab Kimia Bahan Alam (FMIPA)

yang turut membantu dalam proses penelitian.

3. Ketua Program Studi Kehutanan Ibu Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D dan staf pegawai Kehutanan (Bang Roby, Kak Yeni, Kak Yanti, dan Bang Teguh) yang membantu dalam proses administrasi.

4. Kedua orangtua, Bapak Haposan Sitanggang dan Ibu Rospita Sinaga yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat dan dukungan. Sungguh tiada kata yang dapat menggambarkan betapa berharganya kedua orangtua bagi penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada abang tercinta Dedy Handoko, ST., Manatar H. Paulus, S.Hut, dan adik Ignatius Yan Edward untuk setiap doa, perhatian, semangat dan dukungan material yang telah diberikan.

5. Jeffri S. Bangun, S.Sos atas perhatian, semangat dan kasih sayang yang diberikan selama proses pengerjaan skripsi ini.


(6)

6. Lensi Mian Sinaga teman seperjuangan dalam penelitian yang selalu memotivasi dan sahabatku Febrina, Marcelila, Bulan, Nova, Risda, Friska, dan Chendy juga teman seperjuangan Jendro, Ery, Hakim dan teman-teman THH 2008 atas semua perhatian, dukungan, motivasi, saran, serta bantuan yang diberikan.

7. Teman-teman di Hartila; Dewi, Firsty, Maharani, adik-adik dan keluarga Pandiangan yang memberi motivasi, kebersamaan yang tidak terlupakan.

Dalam penulisan hasil dan pembahasan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang membangun. Akhir kata semoga hasil penelitian ini berguna bagi kita semua. Atas kesempatan yang diberikan kepada penulis, diucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2012


(7)

ABSTRACT

MARGARETHA U.S. Antitermites Properties of Onion Husk Extract. Supervised by Rudi Hartono & Luthfi Hakim.

The problem of termites attack in the building is estimated be the most high because of the high rate of development, land conversion, development of settlements in the area in addition a very dense population so as disturbed the life of termites. The alternative to solve the problem was used natural biotermiticida like onion husk extract. This research aims to find out rate of extract and onion husk lost weight percentage test sample, evaluate the toxicity level of onion husk extracts based on mortality rates of consumption and termite consumption rate value.

Research done by extracting a sample with methanol and partitioned with n-Hexane. Concentrated extract 2%, 4%, and 6%was used the toxicity test of the termite Coptotermes curvignathus. The results showed husk extracts content of onion husk (Allium cepa L.) is 16,62%. Concentration of 2% and 4% termite mortality rate of 100% on VII day while the concentration of 6% on V day, so the large concentration extract then poison the higher and increasing mortality termite, the percentage lost weight of cellulose paper about 3,72% 11,04%, mortality rate on different concentration reach 100 % and rate of consumption of termite about 0,25mg 0,73 mg.


(8)

ABSTRAK

MARGARETHA U.S. Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.). Dibawah bimbingan Rudi Hartono & Luthfi Hakim

Masalah serangan rayap pada bangunan gedung diperkirakan paling tinggi intensitasnya karena tingginya laju pembangunan, konversi lahan, pengembangan permukiman di daerah disamping jumlah penduduk yang sangat padat sehingga mengganggu tempat hidup rayap. Alternatif yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan biotermitisida alamiah seperti ekstrak kulit bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar ekstrak kulit bawang merah dan persentase penurunan berat contoh uji, mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak kulit bawang merah berdasarkan nilai mortalitas rayap dan nilai tingkat konsumsi rayap.

Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi sampel dengan metanol dan dipartisi dengan n-Heksana. Ekstrak pekat konsentrasi 2%, 4%, dan 6% yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap rayap tanah

Coptotermes curvignathus.Hasil penelitian menunjukkan kandungan ekstrak kulit bawang merah (Allium cepa L.) adalah 16,62%. Konsentrasi 2% dan 4% mortalitas rayap sebesar 100% pada hari ke-VII sedangkan konsentrasi 6% pada hari ke-V, sehingga semakin besar konsentrasi ekstrak maka toksik semakin tinggi dan kematian rayap semakin meningkat, persentase penurunan berat kertas selulosa adalah 3,72% 11,04%, dan tingkat konsumsi makan rayap per individu 0,25mg 0,73mg.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... ...i

ABSTRACT... ...iii

ABSTRAK... ...iv

DAFTAR ISI... ...v

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ...1

Tujuan Penelitian ... ...3

Kegunaan Penelitian... ...3

Hipotesis Penelitian... ...3

TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah (Allium cepa L.) ... ...3

Potensi Bawang merah (Allium cepa L.)... ... 4

Senyawa kimia Bawang merah (Allium cepa L.) ... ...5

Ekstraksi... ...5

Biotermitisida alamiah ... ...8

Rayap ... ...10

Rayap sebagai Organisme Perusak Kayu... ...10

Rayap tanah ... ...13

METODE PRAKTIKUM Waktu dan Tempat Penelitian...16

Alat dan Bahan Penelitian...16

Prosedur Penelitian...17

Ekstraksi Serbuk Kulit Bawang (Allium cepa L.)...17

Pengumpulan Rayap ...17

Penentuan Kadar Ekstrak...18

Bioassay ...18

Perhitungan Nilai Mortalitas...20

Perhitungan Persentase Penurunan Berat Contoh Uji...20

Perhitungan Tingkat Konsumsi Rayap...20


(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Zat Ekstraktif .... ...22 Pengaruh Toksik Ekstrak terhadap Mortalitas Rayap...23 Pengaruh Toksik Ekstrak terhadap Penurunan Berat Contoh Uji... 28

Pengaruh Toksik Ekstrak terhadap Tingkat Konsumsi Rayap...31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ...33

Saran .33

DAFTAR PUSTAKA ..34


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bawang merah beserta kulitnya ...4 2. Botol Uji Pengumpanan . ... ... ...19 3. Persentase mortalitas rayap ... ... ...22 4.Persentase PBCU . .. ... .28

6. Bekas gigitan rayap padapaper disckontrol dan yang diberi ekstrak ...29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tahapan Prosedur penelitian . .38 2. Data Perhitungan kadar ekstrak kulit bawang merah... ... ...39 3. Variasi konsentrasi ekstrak terhadap mortalitas rayap... . ... ...40 4. Analisis sidik ragam mortalitas rayap .... ....41 5. Data berat kertas selulosa, penurunan berat dan tingkat konsumsi... .42

6. Analisis sidik ragam penurunan berat contoh uji ... ... .43

7.Analisis sidik ragam tingkat konsumsi rayap . 44 8. Dokumentasi Penelitian ..45


(13)

ABSTRACT

MARGARETHA U.S. Antitermites Properties of Onion Husk Extract. Supervised by Rudi Hartono & Luthfi Hakim.

The problem of termites attack in the building is estimated be the most high because of the high rate of development, land conversion, development of settlements in the area in addition a very dense population so as disturbed the life of termites. The alternative to solve the problem was used natural biotermiticida like onion husk extract. This research aims to find out rate of extract and onion husk lost weight percentage test sample, evaluate the toxicity level of onion husk extracts based on mortality rates of consumption and termite consumption rate value.

Research done by extracting a sample with methanol and partitioned with n-Hexane. Concentrated extract 2%, 4%, and 6%was used the toxicity test of the termite Coptotermes curvignathus. The results showed husk extracts content of onion husk (Allium cepa L.) is 16,62%. Concentration of 2% and 4% termite mortality rate of 100% on VII day while the concentration of 6% on V day, so the large concentration extract then poison the higher and increasing mortality termite, the percentage lost weight of cellulose paper about 3,72% 11,04%, mortality rate on different concentration reach 100 % and rate of consumption of termite about 0,25mg 0,73 mg.


(14)

ABSTRAK

MARGARETHA U.S. Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.). Dibawah bimbingan Rudi Hartono & Luthfi Hakim

Masalah serangan rayap pada bangunan gedung diperkirakan paling tinggi intensitasnya karena tingginya laju pembangunan, konversi lahan, pengembangan permukiman di daerah disamping jumlah penduduk yang sangat padat sehingga mengganggu tempat hidup rayap. Alternatif yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan biotermitisida alamiah seperti ekstrak kulit bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar ekstrak kulit bawang merah dan persentase penurunan berat contoh uji, mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak kulit bawang merah berdasarkan nilai mortalitas rayap dan nilai tingkat konsumsi rayap.

Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi sampel dengan metanol dan dipartisi dengan n-Heksana. Ekstrak pekat konsentrasi 2%, 4%, dan 6% yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap rayap tanah

Coptotermes curvignathus.Hasil penelitian menunjukkan kandungan ekstrak kulit bawang merah (Allium cepa L.) adalah 16,62%. Konsentrasi 2% dan 4% mortalitas rayap sebesar 100% pada hari ke-VII sedangkan konsentrasi 6% pada hari ke-V, sehingga semakin besar konsentrasi ekstrak maka toksik semakin tinggi dan kematian rayap semakin meningkat, persentase penurunan berat kertas selulosa adalah 3,72% 11,04%, dan tingkat konsumsi makan rayap per individu 0,25mg 0,73mg.


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Program studi Kehutanan USU yang terbentuk sejak tahun 1999 merupakan salah satu departemen di Fakultas Pertanian USU. Gedung Kehutanan ini dibangun pada tahun 2000. Bangunan ini telah diserang rayap. Kerusakan terlihat pada kusen, pintu, jendela dan asbes bangunan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya liang-liang kembara di dinding kampus. Irawati (2006) mengemukakan bahwa liang-liang kembara mencirikan adanya serangan rayap tanah.

Masalah serangan rayap pada bangunan gedung diperkirakan paling tinggi intensitasnya karena tingginya laju pembangunan, konversi lahan, pengembangan pemukiman disamping jumlah penduduk yang sangat padat sehingga mengganggu tempat hidup rayap. Hal ini diperkuat Nandika, dkk., (2003) yang menyatakan bahwa rayap tanah merupakan perusak kayu bangunan yang paling banyak menyebabkan kerugian. Rata-rata persentase intensitas kerusakan pada bangunan gedung akibat serangan rayap mencapai 70% dan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.

Upaya pengendalian telah dilakukan dengan berbagai cara, antara lain secara kimiawi dan secara hayati. Pengendalian secara kimiawi yaitu usaha pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (insektisida), penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72 % agen pengendali hayati, misalnya dengan menggunakan insektisida heptachlor, chlordanedan HCS (Natawiria, 1973).

Alternatif lain yakni secara hayati dengan memanfaatkan bahan-bahan alamiah sebagai material dasar termisida. Beberapa contoh misalnya: ekstrak kayu


(16)

Sonokeling dan Nyatoh (Suparjana, 2000), ekstrak kayu Tanjung dan kayu Sawo kecik (Anisah, 2001), resin damar mata kucing (Sari, dkk., 2004), dan ekstrak kulit Pucung (Sari dan Hadikusumo, 2004). Bahan yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan yang bukan sasaran (Sastrodihardjo, 1999). Walau sudah banyak contoh pemafaatan bahan aktif tumbuhan, perlu dilakukan penelitian sifat antirayap kulit bawang merah. Kulit bawang merah diekstrak dengan pelarut metanol dan akan diujikan ke rayap tanah.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan kadar ekstrak kulit bawang merah,

2. Mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak kulit bawang merah berdasarkan nilai mortalitas rayap,

3. Mengetahui persentase penurunan berat contoh uji,

4. Mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak kulit bawang merah berdasarkan nilai tingkat konsumsi rayap.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dalam penelitian ini adalah diperoleh biotermitisida dari ekstrak kulit bawang sebagai bahan pengawet alami antirayap rayap secara alamiah.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diduga adalah adanya perbedaan konsentrasi terhadap mortalitas rayap, penurunan berat contoh uji dan tingkat konsumsi rayap.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah (Allium cepa) 1. Potensi Bawang merah

Salah satu komoditas yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan pada lahan tropis adalah bawang merah (Allium cepa L.). Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia setelah cabai dan kacang panjang (Djuariah dan Sumiati, 2003). Sebagai salah satu komoditas sayuran yang secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas, bawang merah cukup banyak digemari oleh masyarakat, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, namun dapat pula sebagai bahan obat, seperti: untuk menurunkan kadar kolesterol, sebagai obat terapi, anti oksidan, dan antimikroba (Randle, 1997).

Kulit bawang merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Hal ini dikarenakan ketersediaan bawang merah yang melimpah, terlihat dari produksi bawang merah tahun 2010 yang mencapai 1.049.000 ton, dan data tahun 2011 dengan realisasi angka sementara mencapai 564.000 ton (BPS, 2011).

Proses pengolahan bawang merah sebelum dipasarkan yaitu proses penjemuran tumbuhan bawang merah dibawah terik matahari selama

±

2 hari, pembersihan dari tanah yang menempel dan akar. Setelah itu bawang merah disimpan dan selama penyimpanan bawang merah akan mengering dan kulit terluar bawang merah tersebut akan mudah terkelupas (Rukmana, 1994). Umbi bawang merah dapat disimpan lama dalam keadaan kering apabila tanpa dikupas,


(18)

hal ini memperlihatkan bahwa kulit bawang merah mempunyai senyawa aktif yang melindungi umbinya.

Gambar 1. Bawang merah beserta kulitnya

2. Senyawa Kimia Bawang merah

Bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia, yaitu senyawa kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata jika bawang merah tersebut disayat pada bagian kulitnya dan senyawa kimia yang mengeluarkan bau yang khas (Lancaster dan Boland, 1990; Randle, 1997). Zat kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata disebut lakrimator, sedangkan bau khas dari bawang merah disebabkan oleh komponen volatile(minyak atsiri). Minyak atsiri dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian menghasilkan berbagai jenis zat kimia antara lain lakrimator, minyak atsiri, asam piruvat, dan amonia (Lancaster dan Boland, 1990).

Bawang merah mengandung senyawa senyawa yang dipercaya berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang bertindak sebagai agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki aktivitas sebagai antioksidan, juga dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel,


(19)

berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat (LIPI, 2010). Dari hasil skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L.) mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon (Soebagio, dkk., 2007).

Kulit bawang merah banyak ditemukan sebagai limbah petani bawang merah. Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (Meyer, 1982).

Ekstraksi

Hartati, dkk. (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian yakni ekstraksi berupa faktor luar dari lingkungan yang dikondisikan.


(20)

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Campuran bahan padat maupun cair (biasanya bahan alami) seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi (Tohir, 2010). Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji, diperkirakan berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak.

Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan.

Campuran bahan padat maupun cair (biasanya bahan alami) seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi (Tohir, 2010).

Ekstraksi bisa dilakukan dengan maserasi. Maserasi merupakan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang


(21)

mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, air dan etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara pengerjaan atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang sempurna (Ahmad, 2006).

Browning (1967) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai zat-zat dalam kayu yang mudah larut dalam pelarut netral atau pelarut organik. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Selanjutnya Findlay (1978) berpendapat bahwa selain disusun oleh tiga unsur utama (lignin, selulosa, hemiselulosa) terdapat pula sejumlah kecil bahan atau unsur yang disebut ekstraktif yang bisa diperoleh melalui ekstraksi.

Harun dan Labosky (1985), menyatakan bahwa efektifitas ekstraktif kulit kayu dalam memperlambat aktivitas rayap dan pertumbuhan jamur tidak hanya tetgantung pada sifat racun yang ada pada ekstraktif tersebut tetapi juga disebabkan oleh konsentrasinya.

Sjostrom (1998) menggolongkan ekstraktif kedalam tiga sub grup, yaitu: a. Komponen alifatik meliputi: alkena, alkohol, lemak, asam lemak, lemak

(etergliserol), malam (waxes), dan suberin (polystelides).

b. Terpene dan Terpenoid dapat mengandung gugus hidroksil, karbonil, karboksil dan ester. Salah satu contoh dari terpenoid adalah poliprenol.

c. Senyawa fenolik sangat heterogen dan dibedakan atas lima golongan yakni tannin terhidrolisis, tannin terkondensasi (flavonoid), lignin, stilbena, tropolon. Meskipun fenolik terkondensasi di dalam kayu dan kulit dan hanya sedikit


(22)

yang terdapat di dalam xylem, namun fenolik ini mempunyai fungsi sebagai fungisida secara efektif melindungi kayu dari serangan organisme perusak. Selain itu juga meningkatkan pewarnaan pada kayu.

Findlay (1978) menjelaskan bahwa zat ekstraktif memberi karakteristik warna tersendiri dan memberi ketahanan alami pada kayu. Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa kayu dari hutan tropika mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun, seperti alkaloid yang secara tetap menyebabkan iritasi atau menyebabkan gatal-gatal bagi orang yang menyentuhnya.

Biotermitisida Alamiah

Insektisida adalah pestisida khusus yang digunakan untuk membunuh serangga dan invertebrata lain. Secara harfiah insektisida berarti pembunuh serangga, berasal dari Bahasa Latin cida yang berarti pembunuh. Istilah pestisida mempunyai arti yang lebih luas, yang berarti pembunuh pest (organisme pengganggu) secara umum. Selain insektisida, yang tergolong pestisida adalah akarisida (pembunuh tungau), herbisida (pembunuh gulma), fungisida (pembunuh jamur), dan nematisida (pembunuh nematoda). Kelompok pestisida lain bahkan mempunyai nama yang lebih khusus, misalnya aphisida (pembunuh kutu aphid) dan termitisida bila digunakan untuk rayap. Semua pestisida ini digunakan untuk pengendalian, pencegahan atau penolakan suatu organisme penganggu (pest) (Natawiria, 1973).

Akhir-akhir ini telah berkembang pemanfaatan bahan-bahan alamiah yang lebih ramah lingkungan sebagai material dasar termisida. Isolasi dan identifikasi komponen bioaktif zat-zat estraktif dari tumbuhan yang secara alamiah memiliki


(23)

keawetan yang tinggi telah banyak dilakukan misalnya: ekstrak kayu sonokeling dan nyatoh (Suparjana, 2000), ekstrak kayu tanjung dan kayu sawo kecik (Anisah, 2001), resin damar mata kucing (Sari, dkk., 2004), dan ekstrak kulit pucung (Sari dan Hadikusumo, 2004).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana yaitu dengan menggunakan hasil perasan, ekstrak, rendaman atau rebusan bagian tanaman baik berupa daun, batang, akar, umbi, biji ataupun buah. Pestisida atau biotermitisida sangat diperlukan dalam pengendalian hama sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan yang menyerang kayu yakni rayap (Natawiria, dkk., 1973).

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke dalam umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap. Pemakaian teknik pengumpanan apabila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan yaitu tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sampel (French, 1994). Selain itu prinsip metode ini adalah memanfaatkan salah satu perilaku rayap, yaitu tropalaksis yang menunjang tersebarnya insektisida ke seluruh anggota koloni


(24)

melalui mekanisme saling menyuap dan saling menjilat antar anggota koloni, khususnya rayap pekerja.

Rayap

1. Rayap sebagai Organisme Perusak

Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera

dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia rayap tegolong ke dalam kelompok serangga perusak kayu. Rayap merupakan salah satu jenis serangga dalam ordo Isoptera. Dalam siklus hidupnya, rayap mengalami proses metamorfosis bertahap atau gradual, dari telur kemudian nimfa akan menjadi dewasa melalui beberapa bentuk perubahan instar (Prasetiyo dan Yusuf, 2005). Kerusakan akibat serangan rayap tidak kecil. Binatang kecil yang tergolong ke dalam binatang sosial ini, mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan menyebabkan kerugian yang besar pula (Kadarsah, 2005).

Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola hidup sosial. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron (alates) betina dan jantan yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang menjadi individu-individu yang polimorfis, sub kelompok yang berbeda bentuk yaitu kasta pekerja, kasta prjurit dan neoten, di samping itu terdapat juga


(25)

individu individu muda (pradewasa) yang biasa disebut nimfa atau larva (Prianto, dkk., 2006).

Rayap termasuk ke dalam ordo isoptera, mempunyai 7 (tujuh) famili termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa. Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta dalam rayap menurut Nandika, dkk., (2003), terdiri dari 3 (tiga) kasta yaitu : - Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan

yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni.

- Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 % populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan, memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan saat sarang terancam serat melindungi dan memelihara ratu.

- Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina. Ukuran tubuh ratu mencapai 9 cm atau lebih.

Menurut Nandika dan Tambunan (1990), dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk diperhatikan yaitu:

1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan.


(26)

2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang). 3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang

lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan kekurangan makanan.

4. SifatNecrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.

Setiap jenis rayap memiliki perbedaan wilayah jelajah yang dipengaruhi oleh karakteristik rayap, kualitas habitat, dan kemampuan bergerak (mobilitas rayap). Semakin banyak sumber makanan yang tersedia di tempat hidupnya, wilayah jelajah rayap menjadi lebih sempit. Berbeda dengan tempat tinggal yang jarang sumber makanannya, rayap akan bergerak menjelajah wilayah yang lebih luas. Karena itu, tidak mengherankan jika rayap bisa beraktivitas jauh dari sarang utamanya (koloninya). Di lapangan sering ditemukan adanya serangan rayap di gedung bertingkat di lantai 40, padahal sarang rayap berada jauh di bawah gedung (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan insektisida. Bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan insektisida ke dalam tubuh rayap (Nandika dan Tambunan, 1990).

Aktivitas makan rayap juga berbeda-beda bergantung jenis rayapnya. Rayap mempunyai simbion pada usus belakang. Jumlah dan tipe simbion bervariasi dari satu jenis rayap dengan jenis rayap yang lain. Ukuran mandibel,


(27)

tingkah laku mencari makan, ketergantungan terhadap faktor lingkungan, komposisi simbiotik dari usus, ketahanan terhadap zat beracun akan merangsang aktivitas makan rayap (Supriana, 1985).

2. Rayap Tanah

Rayap merusak bangunan tanpa memperdulikan kepentingan manusia. Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak buku-buku, kabel listrik dan telepon, serta barang-barang yang disimpan. Rayap untuk mencapai sasaran dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa sentimeter (cm), menghancurkan plastik, kabel penghalang fisik lainnya. Apapun bentuk konstruksi bangunan gedung (slab, basement atau cawal space) rayap dapat menembus lubang terbuka atau celah pada slab, disekitar celah kayu atau pipa ledeng, celah antara pondasi dan tembok maupun pada atap kuda-kuda (Nandika, dkk., 2003).

Coptotermes termasuk jenis rayap yang cepat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berbeda dari habitat aslinya. Sarang Coptotermes sebenarnya di dalam tanah, namun bila habitat aslinya diganggu maka koloni rayap akan mempertahankan hidupnya dengan menggunakan sisa-sisa kayu, kayu-kayu terbakar dan tonggak-tonggak sebagai bahan makanannya. Bahkan rayap Coptotermesdapat berubah menjadi rayap rumah bila wilayah jelajahnya diubah menjadi pemukiman (French, dkk., 1997).


(28)

Serangan rayap tanah menurut Kadarsah (2005) dapat ditandai dengan adanya :

1. Tanda awal adalah pemunculan swarmer atau sayap yang tersebar dalam jumlah banyak.

2. Adanya liang kembara (shelter tube) yang dibangun rayap di atas pondasi dinding, dalam celah antara sejumlah struktur atau pada kayu yang terserang. 3. Kerusakan dalam kayu (internal damage) kadang dideteksi dengan alat tajam

atau dipukul permukaan untuk mendeteksi perbedaan suara (bergema).

Ciri-ciri rayap Coptotermes sp. adalah antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan segmen keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya. Batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm, bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika, dkk., 2003).

Nandika dan Husaeni (1991), menyatakan bahwa kasta pekerja rayap jenis Coptotermes curvignathus yang mewarna putih pucat mampu membentuk saluran-saluran yang ditutupi oleh tanah yang melekat pada tembok maupun kayu. Disamping sebagai tempat perlindungan dari predator dan sinar matahari juga tanah tersebut berfungsi untuk mempertahankan kelembaban dan suhu sehingga keadaan seperti habitat aslinya yang jauh di daalam tanah dapat tetap terkendali. Pada kepala kasta prajurit yang berbentuk oval dan bewarna kuning terdapat


(29)

fontanel yang dapat mengeluarkan aksudat seperti susu yang berguna untuk melumpuhkan musuhnya. Mandibulanya bewarna merah kecoklatan, berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya.

Rayap Coptotermes curvignathus merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas. Rayap mampu menyerang hingga ke lantai atas suatu banguanan bertingkat. Rayap ini akan masuk ke dalam kayu sampai bagian tengah yang memanjang searah dengan serat kayu melalui lubang kecil yang ada di permukaan kayu. Ada perilaku unik yang dilakukan rayap ini ketika menyerang kayu yaitu bagian luar kayu yang diserang tidak rusak (Prasetiyo dan Yusuf 2005).

Permukaan tubuh rayap secara keseluruhan disebut integumen. Integumen rayap memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai kulit (penutup tubuh), kerangka (eksoskeleton) dan cadangan makanan. Sebagai kulit integumen dapat melindungi tubuh dari ketersediaan air, serangan patogen maupun ion-ion dan menjaga (konservasi) panas pada tubuh. Selain itu, integumen dapat memberikan warna dan sifat-sifat permukaan lainnya (Romoser dan Stoffolano, 1994).


(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juni 2012. Pembuatan ekstrak dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan pengujian ekstrak kulit bawang merah terhadap rayap dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kulit bawang merah yang berasal dari Pasar Tradisional di tempat pengupasan bawang merah. Sedangkan bahan lainnya, yakni tisu gulung, kertas selulosa, double tip, plester pipa, kain penutup, karet gelang, pasir, aluminium foil, pelarut methanol, n-heksana, air aquadest, dan rayap tanah jenis Coptotermes curvignathus dari kampus kehutanan USU untuk menguji toksitasnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, tangga, ekstraktor, cawan petri, botol kaca, labu erlenmeyer, oven, timbangan analitik, gelas ukur, batang pengaduk, kamera digital, blender, bak pengumpanan, pinset, spraying,

rotary evaporator, penangas air, masker, sarung tangan, kalkulator, software minitabdan alat tulis.


(31)

Metode Penelitian

1. Ekstraksi Serbuk Kulit Bawang merah

Kulit bawang merah yang telah terkumpul, dihaluskan dengan blender sampai didapat 2000 g serbuk kulit bawang merah. Selanjutnya kulit bawang merah tersebut diekstrak. Metode ekstraksi mengacu pada metode yang digunakan Harborne (1987), berikut ini skema proses ekstraksi:

Partisi n-heksana Penyaringan, pemekatan denganrotary evaporator

40-65 ºC 2000 gr serbuk kulit bawang merah

(Allium cepa L.)

Ekstrak pekat metanol

Lapisan MeOH Residu : lapisan n-heksan sisa Residu MeOH sisa Ekstrak MeOH kasar

Pelarutan dengan MeOH (3x24 jam)

Penguapan

Pelarutan dengan aquadest

Gambar 2. Bagan ekstraksi Hasil ekstrakAllium cepa L.


(32)

2. Pengumpulan RayapCoptotermes curvignathus

Pengumpulan rayap disekitar kampus dilakukan dengan metode pengumpanan menggunakan tisu gulung. Tisu gulung dipasang di sepuluh titik didalam gedung, dan diambil rayap setelah satu bulan. Rayap yang dicobakan dan diambil dari gedung kampus kehutanan, setelah diidentifikasi memiliki ciri kepala berwarna kuning, antena, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang lebar. Antena prajurit berjumlah 14-15 dengan panjang kepala 2,4 2,6 mm sehingga setelah disesuaikan dengan kunci identifikasi Nandika, dkk. (2003) termasuk jenis rayap Coptotermes curvignathus. Rayap yang telah terkumpul dicobakan dengan pengumpanan ekstraksi kulit bawang merah.

3. Penentuan Kadar Ekstrak

Kadar ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar ekstrak (%) : 100%

ekstraksi sebelum serbuk kering Bobot ekstrak kering Bobot x 4. Bioassay

Pengujian terhadap rayap dilakukan dengan menggunakan kertas selulosa (paper disc) yang telah diawetkan dengan larutan ekstrak kulit bawang merah pada berbagai taraf konsentrasi, dimana sebelumnya kertas selulosa dioven pada suhu 103±2 ºC sampai konstan sebelum perendaman.

Metode yang dipakai yakni pengumpanan (Baiting). Metode ini dilakukan dengan cara memberi makan rayap dengan umpan yang telah diberi perlakuan


(33)

Gambar 2. Botol uji pengumpanan

Dalam penelitian ini, umpan makan yang digunakan adalah kertas selulosa (paper disc). Kertas selulosa diberi ekstrak kulit bawang merah dengan konsentrasi 2%, 4%, 6% dalam skala laboratorium mengacu pada penelitian sebelumnya, memakai interval taraf konsentrasi yang sama (Sari, dkk, 2004) mengenai Sifat Antirayap Damar Mata Kucing dari Shorea K. et V., dan (Mariyati, 2000) tentang Daya Racun Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis). Sebelum diumpankan, paper discyang telah direndam ekstrak kulit bawang merah terlebih dahulu dikeringudarakan selama 24 jam. Untuk kontrol digunakan kertas selulosa tanpa diberi perlakuan.

Kertas selulosa atau contoh uji dimasukkan dalam botol kaca yang telah diisi pasir.Tiap contoh uji diberi 50 ekor rayap (45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit) disesuaikan dengan metode Guswenrivo, dkk., (2006). Botol kaca ditutup dengan kain penutup hitam dan selanjutnya unit percobaan ini disimpan di tempat gelap selama 4 minggu pengamatan. Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap hari.

Kain hitam penutup

Botol kaca

Paper disc

Rayap tanah Pasir


(34)

5. Perhitungan Nilai Mortalitas

Nilai mortalitas dihitung setiap hari pengamatan dengan rumus sebagai berikut dan dihubungkan dengan LC50:

Persen kematian (%) : 100% rayap Total mati yang rayap Jumlah x  

6. Perhitungan Persentase Penurunan Berat Contoh Uji

Perhitungan berat contoh uji dilakukan pada contoh uji yang rayapnya telah mati keseluruhannya dalam setiap pengamatan. Perhitungan persentase penurunan berat contoh uji menggunakan persamaan seperti di bawah ini:

A = Bo B1 x 100 %

Bo

Keterangan: A = Persentase penurunan berat (%) Bo = Berat sebelum pengumpanan (g) B1= Berat setelah pengumpanan (g)

7. Perhitungan Tingkat Konsumsi Rayap

Tingkat konsumsi rayap dilakukan untuk mengetahui kebiasaan rayap yang ditunjukan dengan konsumsi makan atau kemampuan makan dari jenis rayap tersebut. Perhitungan tingkat konsumsi rayap dilakukan setelah mendapatkan berat contoh uji setelah pengamatan.

Konsumsi makan per individu (mg) = (Bo - B1)

N Keterangan : Bo= Berat contoh uji sebelum diumpankan rayap

B1= Berat contoh uji setelah diumpankan rayap


(35)

8. Analisis data dan Skema penelitian

Selanjutnya data-data yang diperoleh tersebut diolah dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) non faktorial. Model linear dari rancangan tersebut adalah:

Yij = µ + i + i( j)

Keterangan: Yij= Respon pengaruh bagian ke-i ulangan ke-j

µ = Rata-rata umum

i = Pengaruh komposisi ekstrak ke-i

i (j)= Kesalahan (galad) percobaan

Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis sidik ragam berupa uji Fmenggunakan software minitab untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon pada tingkat kepercayaan 95% (nyata)dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Tukey.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Zat Ekstraktif

Hasil ekstraksi kulit bawang merah berupa ekstrak padat atau seperti pasta berwarna hitam kemerahan, berbau khas dan dapat larut dalam metanol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lancaster dan Boland (1990) serta Randle (1997), bahwa bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia yang mengeluarkan bau khas dan hal ini disebabkan oleh komponenvolatile(minyak atsiri).

Sampel serbuk kulit bawang merah sebesar 2000 g menghasilkan ekstrak pasta sebanyak 332,32 g, sehingga didapat rendemen atau kadar ekstrak sebesar 16,62% (Lampiran 2). Penelitian Adharini (2008), dari 1000 g serbuk akar tuba (Derris elliptica Benth) didapat kadar ekstrak sebesar 8,53% dengan perendaman pelarut etanol. Hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak jauh dari ekstrak kulit bawang dan ekstrak akar tuba.

Menurut Bernasconi (1995), ekstraksi cair-cair satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dapat dipisahkan dengan bantuan pelarut. Sehingga proses partisi membawa kandungan yang non polar dari ekstrak yang akan diuji ketoksikannya. Kandungan yang umumnya dikeluarkan oleh metanol adalah senyawa fenolik yang dalam hal ini, rayap tidak menyukainya atau dapat mematikan rayap. Sehingga kandungan zat ekstraktif kulit bawang merah bersifat racun bagi organisme perusak, dalam hal ini rayap tanah.

Hasil skrining fitokimia oleh Soebagio, dkk. (2007), didapatkan hasil bahwa ekstrak umbi bawang merah mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon dan Manullang (2010) menyatakan,


(37)

karakterisasi simplisia kulit bawang merah dengan etanol menghasilkan skrining fitokimia berupa senyawa alkaloid, flavonoida, saponin, tanin, glikosida, antrakuinon, dan triterpenoida.

Pengaruh Toksik EkstrakAllium cepaL. terhadap Mortalitas Rayap

Faktor yang mempengaruhi kematian rayap pada perlakuan adalah senyawa atau zat ekstraktif sampel kulit bawang merah yang bersifat toksik pada rayap. Hasil penelitian persentase mortalitas rayap dapat dilihat pada Gambar 3 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 3. Persentase mortalitas rayap

Berdasarkan Gambar 3 terlihat pemberian ekstrak kulit bawang merah pada konsentrasi 2% dan 4% mortalitas rayap pada hari ke-VII sebesar 100% sedangkan konsentrasi 6% mortalitasnya 100% pada hari ke-V, dan kontrol dapat bertahan hingga pengamatan hari ke-XII. Agusta (2006) yang menguji efikasi


(38)

ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A.Juss) dan akar tuba (Derris ellipticaBenth) terhadap serangan rayap tanah, kontrolnya dapat bertahan selama III minggu dengan mortalitas mencapai 32,5% dalam pengamatan sekali seminggu. Pengamatan yang dilakukan setiap hari mempengaruhi persentase mortalitas karena membuat rayap terganggu dan stress.

Kondisi 50 % rayap mati dengan perlakuan konsentrasi 6% terjadi pada hari ke-II (LC50= 47,2%), perlakuan konsentrasi 2% dan 4% terjadi pada hari

ke- IV (LC50= 48,8% dan 56,6%). Sementara pada kertas contoh uji kontrol

terjadi di hari ke- VII (LC50= 54,2%). Terlihat bahwa kertas uji yang diberi

perlakuan, kematian rayapnya lebih cepat dibandingkan yang tidak diberi ekstrak kulit bawang merah.

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4), ditunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh sangat nyata pada kematian atau mortalitas rayap. Sehingga perlakuan konsentrasi disimpulkan mempengaruhi mortalitas rayap.

Uji lanjutan Tukey yang dilakukan menunjukkan kulit bawang merah dengan konsentrasi 6% mempunyai nilai yang signifikan atau efek toksik yang lebih kuat dibandingkan konsentrasi 2% dan 4%. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan aktif atau kepekatan yang lebih tinggi terdapat pada konsentrasi ekstrak kulit bawang merah yang lebih besar pula. Syafii dan Febrianto (1995) menyatakan, mortalitas rayap pada kayu sonokeling, keranji dan tembesu semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi zat ekstraktif. Konsentrasi yang semakin tinggi menunjukkan keefektifan toksik yang tinggi dan diperkuat


(39)

Meyer (1982) yang menyatakan bahwa kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi.

Selama pengamatan diketahui bahwa mortalitas rayap semakin meningkat dari hari ke hari. Kematian rayap yang terjadi diduga karena adanya perubahan kondisi lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan rayap dari koloninya dengan perlakuan lingkungan yang diberikan pada contoh uji akan meningkatkan tekanan terhadap daya tahan rayap tersebut.

Pada awal pengumpanan, yaitu ketika rayap dimasukkan ke dalam botol, maka rayap terkhusus kasta pekerja akan bergerak menembus pasir media atau bersembunyi dibalik kertas selulosa untuk menghindari cahaya dan mencari tempat berlindung. Hal ini sesuai dengan sifatcryptobiotikpada rayap. Setelah itu rayap akan mencari sumber makanan dan untuk beberapa saat rayap akan aktif mengitari sumber makanan karena rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan sumber makanan atau kertas selulosa.

Saat rayap mencicipinya makan dalam hal ini paper disc, bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan racun ke dalam tubuh rayap. Pada kondisi ini, rayap akan mengalami gejala keracunan dan pergerakannya menjadi lamban, bahkan tidak bergerak dan akhirnya mati. Sedangkan pada contoh uji kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan pengawetan, rayap akan meneruskan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan sumber makanannya yang baru.


(40)

Disamping itu Nandika dan Tambunan (1990) menyatakan kematian rayap diperberat oleh sifat yang necrofagi (memakan bangkai sesamanya) dan kanibalisme (memakan anggota yang lemah atau sakit). Diperkuat Prasetiyo dan Yusuf (2005), yang menyatakan sifat

necrofagi menyebabkan sering ditemukannya bangkai rayap dengan keadaan tubuh yang sudah tidak utuh lagi setelah pembongkaran contoh uji. Hal ini dibuktikan dari data pengamatan setiap hari yang menunjukkan adanya bangkai rayap yang tidak utuh, baik kasta prajurit maupun pekerja yang badan atau kepalanya putus, padahal rayap yang mati atau dalam keadaan lemah tersebut dapat diakibatkan karena terkena racun biotermitisida, sehingga rayap yang memakan sesamanya tersebut akan mati. Dalam pengamatan hal ini dibuktikan dengan terdapatnya bangkai rayap yang berkumpul dan seperti diselubungi hifa akibat reaksi dari tubuhnya sendiri yakni rusaknya protozoa dalam tubuh rayap.

Nandika dan Tambunan (1989) juga menyatakan bahwa sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan mempengaruhi mortalitas. Dengan demikian adanya pertukaran bahan makanan pada rayap pekerja dan prajurit mempercepat penyebaran ketoksikan yang terdapat pada ekstrak dalam contoh uji sehingga rayap tersebut mati.

Faktor lainnya yang mempengaruhi mortalitas rayap adalah kerusakan bagian tubuh rayap akibat kandungan zat ekstraktif. Hasil pengamatan menunjukkan rayap yang tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan dan sumber makanannya akan semakin lambat dan terjadi


(41)

pengempisan perut atau pantat bagian belakang. Menurut Nandika dkk. (2003) rayap memiliki kemampuan mensintesa selulosa, tetapi adanya zat ekstraktif dalam kayu tersebut mengakibatkan protozoa dalam tubuh rayap menjadi rusak sehingga mortalitas rayap makin meningkat. Protozoa berperan untuk merombak unit-unit anhidrid glukosa yang dihubungkan dengan ikatan menjadi gula sederhana. Kemungkinan kandungan toksik mematikan protozoa yang merupakan simbion rayap melalui gangguan terhadap aktivitas enzim yang bertuas mendekomposisikan selulosa. Sehingga rayap akan mati karena tidak memperoleh makanan dan energi diakibatkan protozoa yang mati dalam tubuhnya sendiri.

Findlay (1978) menjelaskan bahwa zat ekstraktif yang bersifat racun, seperti alkaloid yang secara tetap menyebabkan iritasi atau menyebabkan gatal-gatal bagi orang yang menyentuhnya dan

Sastrodihardjo (1999) juga menyatakan bahwa pengaruh zat ekstraktif terhadap kematian rayap dan serangga lainnya adalah sebagai pengambat sintesis protein (zat ekstraktif dari kelompok tanin, stilben, quinon, alkaloid, dan resin), sedangkan kelompok terpenoid dapat merusak fungsi sel (integritas membran sel) rayap yang pada akhirnya menghambat proses ganti kulit rayap (eksidisis). Dari pernyataan diatas, penyebab tingginya mortalitas rayap dikarenakan terhambatnya proses sintesa protein dan rusaknya fungsi sel yang menghambat proses eksidisis pada rayap tanah yang dijadikan objek penelitian karena kandungan ekstrak kulit bawang merah menurut Manullang (2010), yakni alkaloid, flavonoid, tanin dan triterpenoida.


(42)

Pengaruh Toksik Ekstrak terhadap Penurunan Berat Contoh Uji

Selain mortalitas rayap, indikator lain yang menunjukkan daya racun ekstrak kulit bawang merah ditunjukkan dengan penghambatan aktifitas makan (antifeedant) yang diindikasikan oleh adanya kehilangan berat kertas uji. Berikut data persentase penurunan berat contoh uji dapat dilihat pada Gambar 4, dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 4. Penurunan berat contoh uji

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit bawang merah maka penurunan berat contoh uji yang dihasilkan semakin kecil. Penurunan berat terkecil dihasilkan pada konsentrasi 6% yaitu sebesar 3,72%, sedangkan yang terbesar pada kertas contoh uji kontrol yaitu sebesar 11,04%.

Gambar 4 memperlihatkan bahwa nilai kehilangan berat antara kontrol dengan perlakuan pada kosentrasi 2%, 4% dan 6% sangat berbeda dikarenakan


(43)

rayap memilih untuk tidak memakan kertas selulosa yang diberi ekstrak dibandingkan kertas selulosa kontrol yang lebih banyak dimakan rayap. Hal ini ditunjukkan dengan kerusakan kertas contoh uji atau adanya bekas gigitan yang lebih banyak pada kontrol (Gambar 5) dibandingkan sampel yang diawetkan. Kertas contoh uji mengalami kerusakan baik dari luar maupun dari bagian tengah kertas selulosa.

Gambar 5. Bekas gigitan rayap (lingkaran merah) pada paper disc kontrol dan yang diberi ekstrak

Kertas uji yang diawetkan dengan ekstrak kulit bawang merah konsentrasi 6% paling rendah penurunan beratnya dibandingkan dengan konsentrasi lainnya berturut turut: 3,72%, 5,39%, dan 6,21%. Hal ini membuktikan

apabila kehilangan berat kertas uji kecil berarti penghambat aktifitas makannya tinggi. Harun dan Labosky (1985) memberi pernyataan bahwa efektifitas ekstraktif kulit kayu dalam memperlambat aktivitas rayap dan pertumbuhan jamur tidak hanya tergantung pada sifat racun yang ada pada ekstraktif tersebut tetapi juga disebabkan oleh konsentrasinya, dan konsentrasi yang semakin tinggi mempengaruhi aktivitas rayap.


(44)

Berdasarkan analisis sidik ragam pada persentase penurunan berat contoh uji (Lampiran 6), perlakuan yang diberi ekstrak dengan taraf konsentrasi berbeda berpengaruh nyata terhadap persentase penurunan berat contoh uji. Kondisi ini berarti kandungan toksik pada kertas uji yang telah diberi ekstrak mempengaruhi penurunan berat contoh uji, karena sifat rayap yang memilih menolak memakan kertas uji membuat penurunan berat semakin kecil.

Hasil uji lanjut Tukey menunujukkan bahwa perlakuan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 2% dan 4%. Tetapi konsentrasi 6% berbeda nyata terhadap kontrol.

Mekanisme pola makan rayap dimulai dari penyesuaian diri dengan lingkungan. Rayap yang mampu menyesuaikan diri maka akan tetap hidup dan mulai memakan bahan makanan yang ada, dan akan terus memakannya bila bahan makanan terasa cocok. Jika rayap tidak mendapat bahan makanan yang cocok, maka rayap akan memilih untuk tidak makan sampai suatu saat akan dibunuh dan dimakan oleh rayap-rayap yang lebih aktif, dengan sifat kanibalisme yang dimilikinya dengan tujuan mengatur efektifitas koloninya, sehingga menghemat energi yang dipakai.

Semua perlakuan pemberian ekstrak pada contoh uji menyebabkan penurunan berat nilai contoh uji yang signifikan dibandingkan kontrol. Setelah 12 hari pengamatan, persentase penurunan berat contoh uji sangat bervariasi, tergantung dari konsentrasi ekstraknya. Hal ini terlihat dari keampuhannya mematikan 100% rayap dalam waktu seminggu, namun belum cukup cepat reaksi toksik ekstrak dalam tubuh rayap pada konsentrasi 2% dan 4% dibandingkan 6%.


(45)

Pengaruh Toksik Ekstrak terhadap Tingkat Konsumsi Rayap

Kematian rayap secara umum disebabkan oleh zat bioaktif yang terdapat dalam ekstrak bersifat repellent (kemampuan untuk menolak rayap), sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi makan rayap per individu. Berikut grafik yang memperlihatkan data tingkat konsumsi rayap (Gambar 6) dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7:

Gambar 6. Grafik Tingkat Konsumsi Rayap

Pada contoh uji kontrol konsumsi makan rayapnya lebih tinggi dibandingkan dengan kertas contoh uji yang telah diberi perlakuan pengawetan ekstrak kulit bawang merah. Contoh uji yang telah diberi ekstrak dengan konsentrasi berbeda, berturut-turut 0,41 mg, 0,37 mg, dan 0,25 mg. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan pemberian ekstrak pada contoh uji menyebabkan penurunan tingkat konsumsi rayap yang signifikan dibandingkan kontrol. Setelah 12 hari pengamatan, persentase tingkat konsumsi rayap uji sangat bervariasi, tergantung dari konsentrasi ekstraknya.


(46)

Grafik tingkat konsumsi rayap pada Gambar 6, menunjukkan bahwa kertas uji yang diberi ekstrak berpengaruh pada tingkat konsumsi rayap. Pada ekstrak kulit bawang merah dengan konsentrasi 6% mempunyai efek bau ekstrak sampel yang lebih kuat dibandingkan konsentrasi 2% dan 4%, sehingga diduga rayap menolak untuk mengkonsumsi kertas uji yang diumpankan.

Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat konsumsi rayap (Lampiran 7), perlakuan kontrol berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi.

Dapat diasumsikan bahwa zat bioaktif yang terkandung dalam ekstrak yang diberikan pada kertas contoh uji merupakan zat yang tidak disukai rayap atau mengandung racun. Rayap yang tidak memakan kertas selulosa ini akan mengalami kematian karena tidak adanya bahan makanan lain.

Hal ini membuktikan apabila kehilangan berat kertas uji kecil maka penghambat aktifitas makannya tinggi.

Hasil uji lanjut Tukey menunujukkan bahwa perlakuan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 2% dan 4%. Tetapi konsentrasi 6% berbeda nyata terhadap kontrol pada tingkat konsumsi rayap.

Antifeedant rayap dalam perlakuan juga dikoreksi dengan antifeedant

kontrol dan dinilai dari semakin tinggi antifeedant maka aktivitas antirayap semakin tinggi (Ohmura et al., 2000). Hal ini terjadi karena daya racun yang terdapat pada ekstrak yang diberikan pada contoh uji tersebut sehingga menyebabkan mortalitas rayap meningkat dan semakin cepat. Karena zat ekstraktif tersebut maka rayap menjadi bersifat repellent atau anti feedant, sehingga rayap kelaparan dan mati.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kandungan kadar ekstrak atau rendemen kulit bawang merah (Allium cepa L.) adalah 16.62%. Mortalitas rayap pada konsentrasi 6% dengan kondisi 50 % rayap mati terjadi pada hari ke-II (LC50=47,3%), sehingga ekstrak

konsentrasi 6% berpengaruh nyata dan lebih toksik dibandingkan konsentrasi 2% dan 4%. Penurunan berat contoh uji (3,72% 6,21%) berbanding lurus dengan tingkat konsumsi rayap (0,25mg 0,41mg), semakin tinggi konsentrasi maka penurunan berat contoh uji dan tingkat konsumsi rayap semakin kecil.

Saran

Pengamatan agar dilakukan sekali seminggu dan perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa aplikasi lapangan untuk mendeteksi lebih teliti pengaruh ekstrak kulit bawang merah pada pengawetan kayu konstruksi.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adharini, G. 2008. Uji Keampuhan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Benth) untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. IPB Press. Bogor.

Agusta, A. 2006. Pengujian Efikasi Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A.Juss) dan Akar Tuba (Derris elliptica Benth) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). IPB Press. Bogor.

Anisah, L.N. 2001. Zat Estraktif Kayu Tanjung (Mimusops elengiLinn) dan Kayu Sawo Kecik (Manilkara kaukiDubard) serta Pengaruhnya terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dan Jamur Pelapuk (Schizophyllum communeFries). Tesis Pascasarjana IPB, Bogor.

Ahmad, M. 2006. Anti Inflammatory Activities of Nigella Sativa Linn. (kalogi, black seed). http: // lailanurhayati. Multiply.com/ jurnal. Diakses 7 Mei 2012.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia 2. Penerjemah: Handojo, L. PT. Prandya Paramitha. Jakarta.

[BPS]. 2011. Pangan Pokok Tahun 2011 dan Perkembangan Produksi dan Harga. Disampaikan oleh Ditjen Pphp Kementan Direktur Pemasaran Domestik Direktur Pemasaran Domestik Mahpudin. Hotel Sari Pan Pasific tanggal 17 Nopember 2011 Disampaikan dalam IndonesiaEconomic Observation. Browning, B. L. 1967. Methods of Wood Chemistry. John Wiley & Son.

New York.

Djuariah, D., dan Sumiati, E. 2003. Perbaikan Teknologi Biji Botani Bawang Merah Dengan Teknik Polinasi Artificial. Laporan Hasil Penelitian BALITSA.

Findlay, W. P. K. 1978. Timber Properties and Uses. Granada Publishing. London.

French, J.R.J., R.A. Rasmussen, D.M. Ewart, dan M.A.K. Khalil. 1997. The Gaseous Environtment of Mound Colonies of the Subterranean Termite Coptotermes lacteus (Isoptera: Rhinotermitidae) Before and After Freeding on MirexTreatd Decayed Wood Bait Blocks. Buletin of Entomological Research no. 87: 145-149. Australia.

Guswenrivo, I., Kartika, T., Tarmadi, D., dan S. Yusuf. 2006. Utilization of humicola sp. Enzyme Extract as Biotermiticide. Journal of Tropical Wood Science and Technology. Vol. 6, no. 1 (21-25).


(49)

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Edisi kedua, pp 94-95. ITB Press. Bandung.

Hartati, S., Meliansyah, R., dan L.T. Puspasari. 2007. Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia procerra benth.) dan Meranti (Shorea leprosula miq.) untuk Mengendalikan Sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Harun, J. and P. Labosky. 1985. Antitermic anf Antifungal Properties of Selected Bark Extractives. Wood and Fiber Science Vol 17, No.3. hal. 327-335.

Irawati, A. 2006. Zat Ekstraktif Kulit Kayu Terap (Artocarpus elasticus R.) dan Pengaruhnya Terhadap Rayap Tanah. USU Press. Medan.

Kadarsah, A. 2005. Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tebu di Perusahaan Jamur PT Zeta Agro Corporation Jawa Tengah. Vol. 2 No. 2 Juli 2005 Hal 17-22. Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan.

Lancaster, J.E dan M. J. Boland. 1990. Flavor Biochemistrydalam Brewster, J.L. Onions and Aliied Crops, CRC Press.

[LIPI]. 2010. Hasil Identifikasi Bawang Merah. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Manullang, L. 2010. Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Kulit Umbi Bawang Merah (Alliicepaevar. Ascalonicum ) dengan metode uji brine shrimp (bst). Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Mariyati, D. 2000. Daya Racun Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis). IPB Press. Bogor.

Meyer, H.N. 1982. Brine Shrimp Lethality Test: Med Plant Research Vol. 45. Hipokrates Verlag Gmbrl. Amsterdam.

Nandika, D, Rismayadi Y. dan F. Diba. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Surakarta.

Nandika, D. A. dan E. A. Husaeni. 1991. Biologi Rayap Perusak Kayu. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nandika, D. dan B. Tambunan. 1990. Biodeteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Natawiria D. 1973. Percobaan Pencegahan Serangan Rayap pada Tegakan Pinus merkusii. Laporan Lembaga Penelitian Hutan No. 176. Bogor.


(50)

Natawiria, D., S.E. Intari dan H. Sidabutar. 1973. Percobaan Pencegahan Serangan Rayap Macrotermes gilvus pada Tanaman Kayu Putih di Cikampek. Laporan Lembaga Penelitian Hutan No. 173. Bogor.

Ohmura, W., S. Doi, M. Aoyama and S. Ohara. 2000. Antifeedant Activity of Flavonoids and Related Compounds Against The Subterranean Termite Coptotermes formosanus Shiraki. J. Wood Sci (2000) 46:149-153.

Prasetiyo, K. W. dan S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Prianto, A., Guswenrivo., Tarmadi, D., Kartika, T., dan S. Yusuf. 2006. Sifat Antirayap Ekstrak Antiaris (Antiaris Toxicaria) dan Ki Pahit (Picrasima javanica) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). UPT BPP Biomaterial LIPI. Bogor.

Randle, M.H. 1997. Onion Flavor Chemistry and Factors Influencing Flavor Intensity. J. Department of Horticulture, University of Georgia, Athens. Romoser, W.S. dan J.G. Stoffolano. 1994. The Science on Entomology. Wm. C

Brown Publishers. Melbourne. Australia.

Rukmana, R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengelolaan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sastrodihardjo, S. 1999. Arah Pengembangan dan Strategi Penggunaan Pestisida Nabati. Makalah pada forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Sari, L. dan S.A. Hadikusumo. 2004. Daya Racun Estraktif Kulit Pucung terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. UPT Litbang Biomaterial LIPI, Bogor.

Sari, R.K, W. Syafii, K. Sofyan dan M. Hanafi. 2004. Sifat Antirayap Resin Damar Mata Kucing dari Shorea javanica K. et L. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 2(1). Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. UPT Litbang Biomaterial LIPI, Bogor.

Soebagio, B., Rusdiana, T. dan Khairudin. 2007. Pembuatan Gel dengan

Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa, L.) sebagai Antioksidan. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Bandung.

Suparjana, T.B. 2000. Kajian Toksisitas beberapa Fraksi Estraktif Kayu Sonokembang (Ptrerocarpus indicus Willd) dan Nyatoh (Palaqiun gutta Boudi) terhadap Rayap Tanah dan Jamur Pelapuk Kayu. Draft Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(51)

Supriana N. 1985. Notes on the Relationship Between Wood and Termite. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutunan 1(1): 14-18.

Sjostrom, E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Syafii, W. dan F. Febrianto. 1995. A Study on The Possibility of The Use of Extractives from Tropical Hardwood as a Natural Preservatives. Part I: Antitermic Properties of Extractives. Jurnal Teknologi Hasil Hutan.. Fakultas Kehutanan IPB. (VIII) : 1-6.

Tohir, A. 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. Vol 15 No. 1, hal 37-40. Bogor.


(52)

Lampiran 1. Tahapan Prosedur Penelitian

Serbuk kulit bawang merah 2000 g

Dikeringanginkan Persiapan Bahan Baku

Diblender Persiapan wadah serbuk

Pembuatan ekstrak kulitAllium cepa L.

Kontrol dan konsentrasi 2%,4%,6% Pelarut yang digunakan Methanol dengan partisi n-heksana

Pengkondisian

Pengujian Toksik Ekstraktif

Rayap tanah

Coptotermes sp.

Ekstrak ditutup dengan aluminium foil

Pengumpanan 4 minggu Diikeringudarakan 24 jam

Larutan ekstrak diteteskan kepaper disc


(53)

Lampiran 2.Data perhitungan kadar ekstrak kulit bawang merah

Data berat serbuk sampel kulit bawang merah : 2000 g Berat ekstrak kering sampel kulit bawang merah : 332,32 g Kadar ekstrak (%) : 332,32 g x 100 % = 16,62 %


(54)

Lampiran 3. Variasi konsentrasi ekstrak kulit bawang merah terhadap nilai mortalitas rayap

Perlakuan Ulangan Pengamatan hari

ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk Pr Pk

Kontrol 1 0 0 0 2 0 2 0 2 1 10 0 11 0 2 0 4 1 4 1 5 2 3 -

-2 0 0 0 1 0 3 1 4 0 8 0 6 1 5 1 8 0 2 0 0 1 5 1 3

3 0 0 0 1 0 4 0 2 1 3 1 9 1 1 0 7 0 10 1 4 2 3 -

-Rata-rata 0 1.3 4.3 7.3 15 24 27.3 34 40 43.7 49 50

2 % 1 0 0 0 12 2 11 1 14 2 8 - - -

-2 1 0 1 1 0 2 0 11 0 18 1 11 2 2 - - -

-3 0 0 0 5 0 12 3 9 0 14 2 5 - - -

-Rata-rata 0.3 6.6 15.6 28.3 42.3 48.6 50 - - - -

-4 % 1 0 2 1 8 1 3 0 6 2 3 0 16 1 7 - - -

-2 0 0 1 6 0 16 1 0 3 23 - - -

-3 1 2 0 8 1 8 2 6 1 21 - - -

-Rata-rata 1.7 9.7 19.4 24.4 42.1 47.4 50 - - - -

-6 % 1 1 6 2 19 0 17 2 3 0 0 - - -

-2 1 2 1 9 1 22 0 1 2 11 - - -

-3 0 3 1 26 3 16 1 - - -


(55)

-Lampiran 4. Analisis sidik ragam mortalitas rayap

Source DF SS MS F P Perlakuan 3 818.0 272.7 9.54 0.005 Error 8 228.7 28.6

Total 11 1046.7

S = 5.346 R-Sq = 78.15% R-Sq(adj) = 69.96%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Konsentrasi N Mean StDev ---+---+---+---+---0% 3 1.333 0.577 (---*---)

2% 3 6.667 4.726 (---*---) 4% 3 9.667 2.309 (---*---)

6% 3 23.667 9.292 (---*---)

---+---+---+---+---0 1---+---+---+---+---0 2---+---+---+---+---0 30 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals


(56)

2

Lampiran 5. Data berat kertas selulosa, Penurunan berat contoh uji, dan Tingkat konsumsi rayap

Data Berat Kertas Selulosa

Perlakuan Sebelum diumpankan (gr)

Sesudah diumpankan (gr)

1 2 3 1 2 3

Kontrol 0.294 0.301 0.301 0.262 0.268 0.267 2% 0.298 0.301 0.307 0.283 0.284 0.283 4% 0.312 0.305 0.309 0.295 0.290 0.291 6% 0.309 0.301 0.304 0.298 0.287 0.295

Data Rata- rata Penurunan Berat Contoh Uji

Perlakuan PBCU (%) Rata-rata PBCU (%)

1 2 3

Kontrol 10.88 10.96 11.29 11.04 2% 5.03 5.64 7.97 6.21 4% 5.44 4.91 5.82 5.39 6% 3.56 4.65 2.96 3.72

Data Rata- rata Tingkat Konsumsi Rayap

Perlakuan TKR (mg)

Rata-rata TKR (mg)

1 2 3

Kontrol 0.71 0.73 0.75 0.73 2% 0.33 0.38 0.53 0.41 4% 0.38 0.33 0.4 0.37 6% 0.24 0.31 0.2 0.25


(57)

3

Lampiran 6. Analisis sidik ragam penurunan berat contoh uji

Source DF SS MS F P perlakuan 3 92.428 30.809 41.61 0.000 Error 8 5.923 0.740

Total 11 98.352

S = 0.8605 R-Sq = 93.98% R-Sq(adj) = 91.72% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Perlakuan N Mean StDev

+---+---+---+---0% 3 11.043 0.217 (---*----)

2% 3 6.213 1.552 (----*---) 4% 3 5.390 0.457 (----*---) 6% 3 3.523 0.546 (---*----)

+---+---+---+---2.5 5.0 7.5 10.0


(58)

4

Lampiran 7. Analisis sidik ragam tingkat konsumsi rayap

Source DF SS MS F P perlakuan 3 0.37742 0.12581 32.19 0.000 Error 8 0.03127 0.00391

Total 11 0.40869

S = 0.06252 R-Sq = 92.35% R-Sq(adj) = 89.48%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Perlakuan N Mean StDev --+---+---+---+---0% 3 0.73000 0.02000 (---*----) 2% 3 0.41333 0.10408 (---*---)

4% 3 0.37000 0.03606 (---*----) 6% 3 0.25000 0.05568 (---*----)

--+---+---+---+---0.20 0.40 0.60 0.80 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals


(59)

5

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Limbah kulit bawang merah yang telah disortir dan yang sudah dihaluskan

Proses pemurnian atau destilasi pelarut metanol

Sampel kulit bawang merah yang telah dimaserasi dengan metanol


(60)

6

Proses partisi sampel kulit bawang merah

Hasil ekstrak partisi dari proses pemisahan dengan n-Heksana

Filtrat hasil partisi kulit bawang merah dengan n-Heksana

Proses merotary evaporator sampel hasil partisi

Lapisan n-Heksana Lapisan ekstrak cair


(61)

7

Pemekatan ekstrak dengan penangas air

Hasil ekstrak hasil pemekatan dengan rotary evaporator

Pembagian konsentrasi ekstrak kulit bawang merah

Pengovenan dan penimbanganpaper disc

Perendaman ekstrak dengan pengulangan pada kertas selulosa contoh uji


(62)

8

Pengumpanan dan pembongkaran umpanan

Persiapan media, pengkondisian pengumpanan dan pengamatan

Kontrol

2 %

4 %


(1)

Lampiran 6. Analisis sidik ragam penurunan berat contoh uji

Source DF SS MS F P

perlakuan 3 92.428 30.809 41.61 0.000 Error 8 5.923 0.740

Total 11 98.352

S = 0.8605 R-Sq = 93.98% R-Sq(adj) = 91.72% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Perlakuan N Mean StDev

+---+---+---+---0% 3 11.043 0.217 (---*----)

2% 3 6.213 1.552 (----*---) 4% 3 5.390 0.457 (----*---) 6% 3 3.523 0.546 (---*----)

+---+---+---+---2.5 5.0 7.5 10.0


(2)

Lampiran 7. Analisis sidik ragam tingkat konsumsi rayap

Source DF SS MS F P

perlakuan 3 0.37742 0.12581 32.19 0.000 Error 8 0.03127 0.00391

Total 11 0.40869

S = 0.06252 R-Sq = 92.35% R-Sq(adj) = 89.48%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Perlakuan N Mean StDev --+---+---+---+---0% 3 0.73000 0.02000 (---*----) 2% 3 0.41333 0.10408 (---*---)

4% 3 0.37000 0.03606 (---*----) 6% 3 0.25000 0.05568 (---*----)

--+---+---+---+---0.20 0.40 0.60 0.80 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals


(3)

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Limbah kulit bawang merah yang telah disortir dan yang sudah dihaluskan

Proses pemurnian atau destilasi pelarut metanol

Sampel kulit bawang merah yang telah dimaserasi dengan metanol


(4)

Proses partisi sampel kulit bawang merah

Hasil ekstrak partisi dari proses pemisahan dengan n-Heksana

Filtrat hasil partisi kulit bawang merah dengan n-Heksana

Proses merotary evaporator sampel hasil partisi

Lapisan n-Heksana

Lapisan ekstrak cair


(5)

Pemekatan ekstrak dengan penangas air

Hasil ekstrak hasil pemekatan dengan rotary evaporator

Pembagian konsentrasi ekstrak kulit bawang merah

Pengovenan dan penimbangan

paper disc

Perendaman ekstrak dengan pengulangan pada kertas selulosa contoh uji


(6)

Pengumpanan dan pembongkaran umpanan

Persiapan media, pengkondisian pengumpanan dan pengamatan

Kertas contoh uji setelah pengumpanan

Kontrol

2 %

4 %