Laporan Teknologi Pati Hari Tanggal Rabu

Laporan Teknologi Pati

Hari / Tanggal : Rabu / 28 Mei 2014

Gula dan Sukrokimia

Dosen

: Dr.Ir. Titi Chandra S., M.Si.

Asisten

:
1) Destiara Novitasari (F34100043)
2) Wening Rizkiana

(F34100139)

PEMBUATAN PRODUK DENGAN TEPUNG KOMPOSIT
Oleh:
Riki Agusetiawan

Hendra Spautra D.
Bella Illona S.

F34110039
F34110047
F34110048

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

1.PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Kekurangan bahan pangan dapat terjadi di negara-negara berkembang terutama
di Indonesia. Pentingnya bahan pangan non beras seperti umbi-umbian dan jagung

untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok. Salah satu cara untuk memnuhi
kebutuhan pangan adalah pengembangan aneka olahan dari aneka tepung diharapkan
akan memberikan nilai tambah secara ekonomi. Diversifikasi pangan perlu dilakukan
agar produk pangan itu sendiri mempunyai nilai tambah yang semakin meningkat.
Bahan baku produk pangan tersebut diantaranya adalah tepung, baik tepung dari
gandum maupun tepung dari singkong, selain dari tepung ada pula produk olahan dari
biji-bijian.
Tepung merupakan hasil penggilingan biji-bijian atau umbi yang mengandung
pati dan mempunyai komposisi kimia yang relatif sama dengan bahan pembuatnya.
Bahan baku tersebut mengandung pati yang mempunyai karakteristik
yang bermacam-macam sesuai dengan perlakuan yang dilakukan. Sifat inilah yang
menjadikan bahan baku yang mengandung pati banyak dimanfaatkan.
Karakteristik dan sifat pati juga yang dapat menentukan pengolahan produk dan
menghasilkan produk yang spesifik sesuai denghan perlakuan yang dialaminya.
Perlakuan yang biasa digunakan adalah pemanasan dan pembentukan bahan. Salah
satu pengolahan produk pangan berbasis bahan baku yang mengandung pati adalah
pembuatan mi, pembuatan cookies dan pembuatan snack dari biji-bijian. Pada
praktikum ini, tepung komposit yang digunakan adalah tepung terigu yang dicampur
dengan tepung umbi atau tepung serealia lainnya.
Pembuatan cookies (kue kering) dari tepung jagung komposit campuran dari

tepung jagung 40%,tepung gude 10% dan tepung kedelai 50% memiliki nilai gizi
tinggi dan rasanya dapat diterima. Mie adalah salah satu jenis makanan yang pertama
kal iditemukan dengan bahan dasar beras dan kacang-kacangan. Mie disajikan dalam
berbagai bentuk yaitu mie basah, mie kering, dan mie instan. Beberapa mie tersebut
mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari proses pembuatan dan bahan
tambahan yang digunakan. Sementara snack merupakan makanan ringan yang
diperoleh dari hasil ekstrusi dan bahan yang digunakan untuk proses tersebut antara
lain jagung, kentang, gandum dan beras. Proses ekstrusi dapat menghasilkan produk
pangan yang bersifat stabil dan bebas dari kontaminasi mikroba sehingga dapat
disimpan lama.
1.2

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi dan cara pembuatan produk
dari tepung komposit yang dapat digunakan untuk membuat produk pangan seperti
cake komposit, cookies dan juga waffle serta mengetahui cara pembuatan noodle

terigu dan non terigu. Selain itu praktikum ini membantu pemahaman akan prinsip
kerja ekstruder yang menghasilkan produk hasil ekstrusi.


2.
2.1

METODOLOGI

Alat dan Bahan Aplikasi Tepung Komposit

Bahan yang digunakan pada praktikum aplikasi tepung komposit adalah terigu
protein rendah, tepung serealia/umbi-umbian, baking powder, margarine, gula pasir,
telur, susu cair, dan kertas roti, terigu protein tinggi, garam, air hangat, susu, dry
yeast. Sedangkan Alat yang digunakan adalah baskom, loyang, spatula, mixer, oven.
2.2

Metode Aplikasi Tepung Komposit

2.2.1 Pembuatan Cake komposit
Loyang disiapkan

Bakar pada suhu 1700C (30 menit)


Loyang diolesi dengan margarine dan
ketas roti

Tepung sagu dan jagung

Garam dan sodium karbonat dilarutkan dalam air
Margarine dikocok selama 5 menit
dan tambahkan gula
Kocok telur dan masukkan ke campuran tepung
Dikocok kembali selama 5 menit
(terbentuk krim putih)

Tambahkan sedikit demi sedikit telur
sambil dikocok dan susu cair

Tepung di campur dengan adonan (1)

Dituang kedalam loyang


Ditambahkan cairan hingga adonan kalis

Kukus 5 menit, kemudian dinginkan

Cetak adonan dan bentuk lembaran hingga helaian

Rebus dalam air mendidih dan tiriskan

2.2.2 Cookies
Mentega dikocok bersama gula
pasir dan telur hingga lembut,
kemudian tepung dimasukkan dan
aduk hingga rata.

Setelah itu adonan didinginkan
agar mudah dibentuk, dan
disimpan kembali agar sedikit
mengeras

Kemudian diiris setebal ½ cm.

Lalu dibakar hingga matang

2.2.3 Pembuatan Produk Wafer

2.2.4 Pembuatan Produk Waffle

Kocok mentega dan gula pasir
hingga putih

Kocok garam, gula, dan margarine
hingga mengembang

Tambahkan telur, susu cair dan
air

Tambahkan tepung dan telur
kocok dengan kecepatan sedang

Masukkan tepung mocaf


Tambahkan susu

Bakar pada alat pembuat
waffle

Bakar pada alat pembuat waffle

2.3

Alat dan Bahan Pembuatan Produk Noodle

Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk noodle antara lain: tepung
terigu protein tinggi, tapioka, air, garam, telur, minyak dan sodium fosfat. Sedangkan
alat yang digunakan dalam pembuatan produk noodle antara lain: homogenizer dan
noodle maker
2.4

Metode Pembuatan Produk Noodle

2.4.1 Mi berbasis terigu (mi mentah)

Biang mie dan garam serta air

Aduk telur,sisihkan

Aduk tepung terigu dan tapioka

Campur adonan selama 5-10 menit

Bentuk lembaran adonan dengan roll secara
berulang hingga elastis

Potong mie sesuai dengan ukuran yang
diinginkan, dihasilkan mie mentah

2.4.2 Mi berbasis terigu (mi basah)
Siapkan air mendidih

Masukkan mi mentah dan rebus selama 3
menit
Tiriskan kemudian tambahkan minyak agar tidak lengket


Mi basah siap digunakan untuk masakan

2.4.3 Mi berbasis non terigu
100 gram pati sagu dan 5 gram alum potas serta 150 ml air panas hingga kental

Dicampur 900 gram pati sagu hingga licin, kadar air 45-50%

Dicetak dalam bentuk lembaran dan dibentuk helaian

Langsung rebus dalam air mendidih hingga mengapung

Pindahkan ke wadar berisi air dingin

Mie dilumuri minyak agar tidak lengket

2.5

Alat dan Bahan Produk Ekstrudat


Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk ekstrudat antara lain: tepung
jagung, tepung beras, grits jagung dan beras, flavor dan perasa. Sedangkan alat yang
digunakan antara lain: single screw extruder dan atau twin screw extruder.
2.6

Metode Produk Ekstrudat

Siapkan bahan baku

Siapkan formula yaitu jagung, beras
dan jagung beras (masing-masing 1
kg)

Campurkan bahan-bahan dan
tambahkan flavor, aroma dan rasa

Amati bentuk dan warna
ektrudat yang dihasilkan

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil Pengamatan
[terlampir]

3.2

Pembahasan

3.2.1 Aplikasi Tepung Komposit
Tepung campuran (composite flour) adalah campuran tepung terigu dengan
tepung non terigu, atau tepung yang dibuat dari beberapa tepung serealia, umbiumbian atau leguminosa yang digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie atau
produk-produk makanan lainnya. Menurut Dendy et al (2001), definisi tepung
komposit terbagi menjadi dua. Pertama, tepung komposit merupakan campuran dari
terigu dan tepung lain untuk pembuatan produk-produk rerotian, yang memerlukan
pengembangan ataupun tidak, dan produk-produk pasta. Kedua, tepung komposit
secara keseluruhan adalah campuran tepung non terigu sebagai pengganti satu jenis
tepung untuk tujuan tertentu, baik tradisional maupun modern.
Tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang
dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung kasava, tepung ubi
jalar dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan.
Misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau
tepung komposit kasava-terigu-pisang. Tujuan pembuatan tepung komposit antara
lain untuk mendapatkan karakteristik bahan yang sesuai untuk produk olahan yang
diinginkan atau untuk mendapatkan sifat fungsional tertentu. Penggunaan tepung
komposit memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan
penggunaan gandum atau bahan pangan pokok lain dan untuk mengubah karakteristik
gizi produk, misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin, atau mineral
(Dendy et al. 2001). Pertimbangan lain adalah faktor ketersediaan dan harga bahan
baku.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan cake atau kue basah. Kue basah atau
cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/ lemak dan
telur, yang membutuhkan pengembangan gluten. Pada pengembangan gluten
biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan
emulsi komplek air dalam minyak. Lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel
tepung terlarut. Kue basah dapat dibuat dengan cara dikukus atau dipanggang.
Umumnya cake terbuat dari terigu karena mengandung protein pembentuk gluten
yang bersifat elastis dan dapat menahan gas karbondioksida hasil proses peragian atau
fermentasi. Oleh karena itu semua bentuk olah cake maupun roti perlu ditambahkan
terigu sebagai sumber gluten. Menurut Matz (1962), penggunaan tepung terigu yang
memiliki kandungan protein rendah akan menghasilkan produk dengan tekstur yang
lunak. Jenis tepung lunak memiliki persentase gluten yang rendah, adonan kurang
elastis dan tidak baik menahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi yang
lebih kecil dalam pencampuran dan pengocokan adonan dibandingkan dengan jenis
tepung keras. Oleh sebab itu pada pembuatan cake ini digunakan jenis tepung terigu
dengan kandungan protein yang rendah.
Selain cake dilakukan juga pembuatan cookies. Cookies merupakan salah satu
pangan yang termasuk kue kering dan sangat menjual di pasaran saat ini karena
penikmatnya yang banyak dan cara pembuatannya yang relatif mudah. Cookies yang
dibuat biasanya hanya berbahan dasar tepung terigu tanpa ada campuran tepung lain.
Namun dalam praktikum ini, pembuatan cookies dilakukan dengan mencampurkan

tepung terigu dengan tepung-tepung lainnya (tepung komposit), seperti tepung
jagung, tepung garut, dan tepung ketan hitam seperti halnya pada pembuatan cake.
Perbedaan pencampuran tepung terigu dengan tepung lainnya ini untuk mengetahui
tingkat kesukaan panelis yang melakukan uji organoleptik terhadap cookies yang
dibuat, tanpa mengetahui komposisi tepung yang digunakan dari masing-masing
cookies yang disajikan.
Selain menggunakan bahan baku berupa tepung terigu yang berprotein rendah,
digunakan pula beberapa tepung non terigu sebagai campuran bahan pembuatan cake.
Tepung non terigu yang digunakan yaitu tepung jagung, tepung ketan hitam, dan
tepung ubi jalar. Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai
bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah diterima masyarakat, karena
telah terbiasa menggunakan bahan tepung, seperti halnya tepung beras dan terigu.
Tepung jagung komposit dapat mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue basah,
60-70% untuk kue kering, dan 10-15% untuk roti dan mie (Suarni, 2005). Tepung
jagung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan tepung dari jenis serealia yang
lainnya. Tepung jagung mengandung nilai gizi yang baik yaitu serat (7,3%) dan fosfor
(210 mg), atau lebih tinggi dibandingkan dengan nilai gizi pada tepung terigu (2,7%
dan 108 mg), tepung beras (0,4% dan 43 mg), dan tepung sorghum (6,3%) (USDA,
2009).
Tepung selanjutnya yang dijadikan tepung komposit pada praktikum ini adalah
tepung ketan hitam. Tepung ketan hitam ini memiliki kandungan karbohidrat yang
cukup tinggi yaitu sekitar 78%. Kandungan karbohidrat dalam tepung ketan hitam
terdapat dalam dua bentuk senyawa, yaitu amilosa dan amilopektin yang
perbandingan jumlahnya sangat besar. Kandungan amilosa sebesar 1% sedangkan
amilopektin 99%. Amilopektin memiliki sifat mengembang, sehingga dapat
membantu dalam proses pengembangan dalam cake. Selain itu amilosa memberikan
sifat keras dan amilopektin memberikan sifat lengket. Manfaat tepung ketan hitam
pada pembuatan cake memiliki nilai gizi yang baik untuk tubuh yaitu mencegah
penyakit kanker atau tumor, meningkatkan daya tahan tuduh terhadap penyakit,
memperbaiki kerusakan sel hati, mencegah ganggun fungsi ginjal, memperlambat
penuaan, sebagai antioksidan, membersihkan kolesterol dalam darah, mencegah
anemia, sumber kekuatan terutama pembentukan tubuh kerja otot menghilangkan dari
lelah, mengatur berat badan tubuh, dan meningkatkan ketahan tubuh terhadap
penyakit.
Tepung ubi jalar merupakan penepungan chip atau irisan ubi jalar kering.
Penepungan yang dilakukan harus memperhatikan jenis dan teknologi mesin
penepung berdasarkan tingkat kehalusan dan kapasitas produksi (Suismono, 1995).
Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beranekaragam, mengikuti
warna daging umbi bahan bakunya. Warna dari daging umbi sangat tergantung dari
jumlah dan proporsi berbagai macam pigmen karotenoid yang terkandung dalam
bahan. Daging umbinya dapat berwarna putih kekuningan, jingga, atau merah
(Steinbauer dan Kushman 1971).
Pada produk cake yang telah dihasilkan dengan formulasi tepung komposit
yaitu tepung terigu yang ditambahkan dengan tepung serealia, kemudian dilakukan
beberapa uji. Yaitu uji densitas dan uji tekstur, pada hasil pengamatan densitas yang

dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 2 didapatkan nilai densitas cookies dan
dan cake yang bahan pembuatannya dari ketan hitam + tepung terigu rendah protein
untuk cookies dan cake pada kelompok 1 dan bahan ubi jalar untuk pembuatan
cookies dan tepung jagung + tepung terigu pada kelompok 2, nilai densitas kelompok
1 yaitu 0,44 gr/cm3 untuk cookies dan 0,64 gr/cm3 untuk cake dan nilai densitas
kelompok 2 yaitu 0,46 gr/cm3 dan 0,94 gr/cm3 untuk masing-masing niali cookies dan
cake nilai densitas dari kedua kelompok tidak berbeda jauh sehingga dapat diketahui
bahwa bahan yang digunakan pada kedua kelompok memiliki struktur dan kandungan
bahan yang sama. Sedangkan untuk nilai pengamatan terhadap tekstur, didapatkan
nilai tekstur kelompok 1 untuk cookies adalah 6,2 gr/cm2/10s dan 177,4 gr/cm2/10s
untuk cake dan hasil kelompok 2 nilai tekstur 10,6 gr/cm2/10s untuk cookies dan
158,4 gr/cm2/10s untuk cake.
Pada hasil pengamatan densitas selanjutnya yang dilakukan oleh kelompok 3
dan kelompok 4 didapatkan nilai densitas cookies dan wafer yang bahan
pembuatannya dari tepung kentang untuk cookies dan wafer dengan mocaf pada
kelompok 3 dan tepung pisang untuk pembuatan cookies dan mocaf untuk pembuatan
wafer pada kelompok 4, nilai densitas kelompok 3 yaitu 0,3 gr/cm 3 untuk cookies dan
1,22 gr/cm3 untuk wafer dan nilai densitas kelompok 4 yaitu 0,55 gr/cm3 dan 0,4
gr/cm3 untuk masing-masing nilai cookies dan wafer. Sedangkan untuk nilai
pengamatan terhadap tekstur, didapatkan nilai tekstur kelompok 3 untuk cookies
adalah 3,54 gr/cm2/10s dan 11 gr/cm2/10s untuk wafer dan hasil kelompok 4 nilai
tekstur 24,8 gr/cm2/10s untuk cookies dan 9,8 gr/cm2/10s untuk wafer.
Pada hasil pengamatan densitas selanjutnya yang dilakukan oleh kelompok 5
dan kelompok 6 didapatkan nilai densitas cookies dan waffle yang bahan
pembuatannya dari tepung talas untuk cookies dan waffle dengan mocaf + tepung
terigu pada kelompok 5 dan tepung jagung untuk pembuatan cookies dan mocaf +
tepung terigu untuk pembuatan waffle pada kelompok 6, nilai densitas kelompok 5
yaitu 0,5 gr/cm3 untuk cookies dan 0,4 gr/cm3 untuk waffle dan nilai densitas
kelompok 6 yaitu 0,43 gr/cm3 dan 0,6 gr/cm3 untuk masing-masing nilai cookies dan
waffle. Sedangkan untuk nilai pengamatan terhadap tekstur, didapatkan nilai tekstur
kelompok 5 untuk cookies adalah 31 gr/cm 2/10s dan 118 gr/cm2/10s untuk waffle dan
hasil kelompok 6 nilai tekstur 8,4 gr/cm 2/10s untuk cookies dan 82,2 gr/cm2/10s
untuk waffle, hasil ini cukup jauh berbeda karena memang bahan yang digunakan
dalam pembuatan dengan komposisi yang tidak sama.
Faktor penyebab tekstur yang berbeda yaitu disebabkan atau meningkatnya
pertambahan tinggi suatu adonan cake yang tergantung dari bahan baku dan cara
pembuatan yang dilakukan. Pada pembuatan cake yang perlu diperhatikan adalah
kemampuan pengembangan dari adonan. Keseirnbangan kadar amilosa dalam
pencampuran tepung mempengaruhi pengembangan volume adonan pada saat
pengembangan. Selain itu pengembangan kue basah ditentukan oleh adanya
kandungan gluten pada tepung terigu yang digunakan untuk memberikan kelekatan
pada adonan.
Tepung jagung dapat meningkatkan kadar protein dan amilosa tepung
campuran/ komposit. Tepung jagung komposit tidak berpengaruh terhadap berat dan
kekerasan kue basah akan tetapi berpengaruh pada volume pengembangan (Antarlina,

1992). Pengaruh penggunaan tepung jagung ini terlihat dari meningkatnya volume
adonan yang dihasilkan dari praktikum ini. Sementara kandungan amilopektin pada
tepung beras ketan memiliki sifat mengembang, sehingga dapat membantu dalam
proses pengembangan dalam cake. Selain itu amilosa memberikan sifat keras dan
amilopektin memberikan sifat lengket (Anonim, 2011). Tepung jagung merupakan
butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan
jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi
lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya
dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses
pengolahan lanjutan. Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi tepung
jagung.Perbedaan produk hanya terletak pada warna tepung yang dihasilkan.
Jagung memiliki protein yang bersifat kanji juga. Oleh karena itu dapat menjadi
salah satu pilihan ketika akan mengentalkan makanan. Kelebihannya adalah hasil
cairan yang dikentalkan, lebih lembut daripada ketika mengentalkan dengan tepung
berbahan dasar sagu maupun singkong. Oleh karena itu, banyak digunakan untuk
mengentalkan sup dan makanan yang bertekstur lembut di lidah, misalnya kue sagu.
Selama proses pengolahan tepung jagung, cara-cara penanganan yang diterapkan oleh
pekerja akan berdampak terhadap mutu jagung. Cara-cara yang kasar, tidak bersih
dan higienis akan menyebabkan penurunan mutu dan tercemarnya jagung hasil
olahan. Untuk dapat menjangkau pasaran secara luas,maka ketentuan persyaratan
kualitas tepung jagung harus terpenuhi sesuai dengan SNI ( Standar Nasional
Indonesia). Syarat mutu jagung meliputi keadaan bau, rasa, warna, cemaran benda
asing, kehalusan, kadar air, abu, serat kasar, derajat asam, kandungan logam, dan
mikroba. Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727- 1995 sebagai berikut
(Tabel 1).
Tabel 1. Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3737-1995)
Kriteria
Keadaan :
- Bau
- Rasa
- Warna
-Benda Asing
- Serangga
- Pati selain jagung
Kehalusan :
- Lolos 80 mesh
- Lolos 60 mesh
Kadar air
Kadar abu

Keadaan

Persyaratan

-

Normal
Normal
Normal
Tidak boleh
Tidak boleh
Tidak boleh

%
%
% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)

Min 70
Min 99
Maks 10
Maks 1.5
Maks 0.1

Silikat
% (b/b)
Maks 1.5
Serat Kasar
ml N NaOH /100 g
Maks 4.0
Derajat asam
Mg/kg
Maks 1.0
Timbal
Mg/kg
Maks 10
Tembaga
Mg/kg
Maks 40
Seng
Mg/kg
Maks 0.04
Raksa
Mg/kg
Maks 0.5
Cemaran arsen
Koloni / g
Maks 5 x 106
Angka lempeng
APM /g
Maks 10
total
Koloni/ g
Maks 104
E. coli
Kapang
Beras ketan hitam mempunyai warna ungu kehitaman bila sudah dimasak beras
kehitaman warnanya benar-benar hitam pekat. Rasa enak dan aromanya
menimbulkan selera makanan. Tepung ketan hitam merupakan bahan pokok untuk
pembuatan kue-kue Indonesia yang banyak digunakan sebagaimana juga hal dengan
tepung beras. Tepung ketan memiliki amilopektin yang lebih besar dibandingkan
dengan tepung- tepung lain. Amilopektin inilah yang meyebabkan tepung ketan (beras
ketan) lebih pulen dibandingkan dengan tepung lainnya. Makin tinggi kandungan
amiloktin pada pati maka makin pulen pati tersebut. Kandungan gizi tepung ketan
hitam dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Gizi Tepung Ketan Hitam
Zat Gizi Makro

Mineral

Vitamin

Energi: 1595.8 kcal

Phytic acid: 939.0 mg

Retinol: 0.0 µg

Protein: 18.6 g

Calcium: 837.5 mg

Vit B1: 0.2 mg

Fat: 8.3 g

Magnesium: 129.0 mg

Vit B2: 0.2 mg

Karbohidrat: 360 g

Zinc: 3.4 mg

Niacine: 3.1 mg

Dietary Fiber: 3.8 g

Iron: 5.0 mg

Vit B6: 0.4 mg
Pantoth acid: 3.1 mg
Tot. fol acid: 22.5 µg
Vit B12: 0.0 µg
Vit C: 0.0 mg
Vit A: 0.0 µg

Sumber: http://gizimu.wordpress.com

Proses pembuatan tepung ketan cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam
skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ketan dapat dilakukan
malalui tahap beras ketan hitam yang memiliki kualitas baik direndam dengan air
semalaman. Kemudian beras ketan tersebut ditiris dan dijemur dibawah terik matahari
hingga benar-benar kering. Beras ketan hitam yang telah dijemur hingga kering
diblender kemudian diayak. Tepung beras hasil diblender kemudian disangrai dengan
api kecil, terus diaduk-aduk agar tidak menggumpal. Kemudian diblender sekali lagi
hingga butirannya halus kemudian diayak kembali. Proses ini dilakukan berulangulang hingga didapatkan ayakan yang lebih halus. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengolahan tepung ketan adalah:
a. Pilih tepung ketan yang murni tidak berasal dar beras ketan yang tercampur
dengan beras, halus dan sebaiknya baru ditumbuk untuk kue-kue tertentu.
Tepung ketan tidak akan menghasilkan kue yang keras atau kaku dan kurang
mengembang bila digoreng.
b. Pembuatan adonan dari tepung ketan sebaiknya menggunakan air yang sumsum kuku agar adonan mudah dibentuk tetapi tidak melengket pada jari-jari,
misalnya pada waktu membentukan kue kelepon.
c. Kue yang terbuat dari tepung ketan tidak boleh dimasak terlalu lama untuk
menghindari agar kue jangan sampai pecah dan bentuknya tidak berubah
karena sifat ketan cepat masak pada pembuatan kue (Anni Faridah. 2008).
Pada praktikum ini ada lima kelompok yang membuat cookies ,dengan
menggunakan bahan dasar yang berbeda- beda. Kelompok 1 menggunakan campuran
tepung ketan hitam, kelompok 2 menggunakan ubi jalar, kelompok 3 menggunkan
tepung kentang, kelompok 4 menggunakan tepung pisang, kelompok 5 menggunakan
tepung talas dan kelompok 6 menggunakan tepung jagung. Setelah itu, dilakukan uji
organoleptik terhadap produknya dengan parameter pengujian yaitu warna, rasa,
tekstur, dan penerimaan secara umum. Hasil yang diperoleh yaitu untuk pengujian
dengan parameter warna, produk yang disukai adalah produk dari kelompok 6
(tepung jagung) sebesar 78. Hasil uji parameter rasa menunjukkan bahwa cookies
yang paling enak adalah cookies kelompok 6 ( tepung jagung) sebesar 69 . Nilai
untuk parameter tekstur paling tinggi ada pada cookies kelompok 3 ( tepung kentang)
sebesar 71 dan untuk parameter aroma paling tinggi ada pada cookies kelompok 1
( tepung ketan hitam) sebesar 72.
Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung
kering yang dihancurkan.Tepung jagung memiliki tekstur agak kasar, kandungan
gluten relatif rendah (< 1%) dengan sifat amilograf tergolong viskositas dingin
(240−620 BU). Tepung jagung merupakan tepung yang dihasilkan melalui proses
penggilingan biji jagung dengan bersih dan baik. Komponen terbesar dalam tepung
jagung adalah pati. Berdasarkan hasil penelitian Juniawati (2003), tepung jagung
memiliki kadar pati sebesar 68,2%. Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang
kandungan bahan kimianya masih lengkap. Perbedaannya terdapat pada kandungan
protein, lemak, dan kadar abu. Pada tepung jagung kandungan protein,lemak dan
kadar abu masih lengkap.

Tepung jagung biasa digunakan pada produk olahan kue kering. Olahan kue
kering tidak memerlukan pengembangan volume seperti kue basah dan rerotian,
tetapi harus renyah, tidak cepat menyerap air, tidak keras dan tidak mudah
hancur.Sifat-sifat tersebut sesuai dengan sifat fisikokimia dan fungsional tepung
jagung (Suarni 2005).
Tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan
perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan karakteristik
mirip terigu. Karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa meningkatnya
viskositas, daya rehidrasi, daya cerna, kemampuan gelasi, dan memperbaiki aroma.
Penampilan mocaf (penampakan tepung bewarna putih) seperti terigu sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan substitusi terigu. Sehingga mokaf dapat digunakan sebagai
bahan pengganti terigu atau campuran terigu 30 % – 100 % dan dapat menekan biaya
konsumsi tepung terigu 20-30%. Dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau
tepung gaplek, tepung mocaf memiliki performansi yang lebih baik yaitu lebih putih,
lembut dan tidak bau apek.
Tepung mocaf juga mengandung serat yang tinggi hingga mencapai 12%,
sebanding dengan serat dari tepung gandum utuh (whole grain-wheat flour). Tepung
ini secara fisik berwarna putih khas dengan aroma asam laktat yang dihasilkan dari
proses fermentasi. Mocaf dapat digunakan sebagai bahan baku, baik substitusi
maupun seluruhnya, dari berbagai jenis produk bakery seperti kue kering (cookies,
nastar, dan kaastengel dll), kue basah (cake, kue lapis, brownies, spongy), dan roti
tawar. Selain itu juga dapat digunakan dalam pembuatan bihun, dan campuran produk
lain berbahan baku gandum atau tepung beras. Hasil produk berbahan mocaf ini tidak
jauh berbeda dengan produk yang menggunakan bahan tepung terigu maupun tepung
beras. Kue-kue berbahan baku mocaf ini mempunyai ketahanan terhadap dehidrasi
yang tinggi, sehingga mampu disimpan dalam 3-4 hari tanpa perubahan tekstur yang
berarti (Anonim 2013).
Menurut SNI (1992), wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair,
berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya
berongga-rongga. Menurut Conti and Moppett (2004) wafer merupakan makanan
berkadar air rendah yang dipanggang. Wafer termasuk dalam biskuit yang renyah dan
berpori-pori sehingga dapat dibedakan dari biskuit keras atau kue kering. Bahan
utama pembuatan wafer adalah tepung, air, dan gula. Wafer dihasilkan dari proses
pematangan adonan (batter) dengan penambahan air lebih banyak dari tepung. Batter
adalah adonan dengan jumlah air lebih dari jumlah tepung yang ditambahkan
sehingga proses pematangannya dilakukan dengan menuang pada alat pemanggang
atau cetakan. Sedangkan dough adalah adonan yang lebih kaku sehingga dapat
digulung atau dipipihkan dan memiliki kadar air kurang dari setengah jumlah tepung.
Pada praktikum kali ini, wafer dibuat dengan menggunakan beberapa jenis tepung,
yaitu tepung jagung, tepung mocaf, dan tepung beras.
Pada setiap jenis tepung yang digunakan untuk membuat wafer yaitu kelompok
3 (tepung mocaf) dan kelompok 4 (tepung mocaf), dilakukan uji organoleptik
parameter pengujian meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. Untuk parameter warna,
hasil paling baik menurut panelis adalah wafer dari mocaf pada kelompok 4 dengan
nilai rata-rata 4,380. Untuk parameter rasa, wafer yang mempunyai rasa paling baik

menurut penelis adalah wafer dari mocaf pada kelompok 3 dengan nilai rata-rata
3,571. Untuk kriteria tekstur, tektur yang berturut-turut paling baik menurut panelis
adalah wafer dari mocaf pada kelompok 4 dengan nilai rata-rata 3,857. Untuk kriteria
aroma, aroma yang berturut-turut paling baik menurut panelis adalah wafer dari
mocaf pada kelompok 3 dengan nilai rata-rata 3,619. Dan untuk penerimaan secara
umum, wafer yang paling disukai adalah mocaf. Dapat diketahui bahwa wafer dengan
bahan mocaf lebih disukai warna dan teksturnya sehingga menjadikan produk akhir
lebih menarik dan mempunyai penerimaan yang lebih baik.
Waffle adalah kue yang sangat populer di negara Belgia dan Amerika, dengan
bentuk yang unik seperti batang cokelat yang berlubang-lubang persegi, kue ini biasa
dinikmati dengan topping strawberry, cokelat, madu, sirup maple, atau ice cream.
Waffle terbuat dari adonan yang terdiri dari tepung, telur, gula, mentega, susu dan
baking powder. Baking powder membantu wafel memperoleh tekstur yang baik.
Waffles yang dimasak di besi wafel dan dapat datang dalam berbagai bentuk dan
ukuran. Waffle iron menciptakan kantong-kantong atau indentions seluruh adonan.
Data hasil praktikum menunjukkan jenis tepung yang digunakan oleh kelompok
5 yaitu mocaf + tepung terigu dan jenis tepung yang digunakan oleh kelompok 6
adalah tepung mocaf + tepung terigu. Pengujian yang dilakukan yaitu
organoleptik(rasa, tekstur, warna, aroma). Untuk parameter warna, hasil paling baik
menurut panelis adalah waffle dari kelompok 6 dengan nilai rata-rata 4,35. Untuk
parameter rasa, waffle yang mempunyai rasa paling baik menurut penelis adalah
waffle dari kelompok 5 dengan nilai rata-rata 4,2. Untuk kriteria tekstur, tektur yang
berturut-turut paling baik menurut panelis adalah waffle dari kelompok 6 dengan
nilai rata-rata 3,894. Untuk kriteria aroma, aroma yang berturut-turut paling baik
menurut panelis adalah waffle dari kelompok 5 dengan nilai rata-rata 3,9. Dapat
diketahui bahwa waffle dengan bahan mocaf + tepung terigu lebih disukai warna,
rasa, aroma dan teksturnya sehingga menjadikan produk akhir lebih menarik dan
mempunyai penerimaan yang lebih baik.
3.2.2 Produk Noodle
Mie merupakan produk pangan non beras yang terbuat dari tepung terigu
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain. Pada umumnya mie berbentuk
pilinan memanjang dengan diameter 0.07 – 0.125 inchi yang dibuat dengan bahan
baku terigu atau tanpa tambahan kuning telur. Selain tepung terigu, bahan baku
lainnya dalam pembuatan mie adalah air dan garam-garam seperti NaCl, natrium
karbonat, kalium karbonat atau kalium tripoliphospat. Berdasarkan ukuran diameter,
produk mie dibedakan menjadi tiga. Yaitu Spaghetti (0.11-0.27 inchi), Mie (0.070.125 inchi), dan Vermiseli (kurang dari 0.04 inchi). Sedangkan berdasarkan bahan
baku, produk mie dibagi menjadi dua, yaitu mie (noodle) dari bahan tepung, terutama
tepung terigu dan mie transparant (transparance noodle) berasal dari bahan pati,
misalnya Soon (dari pati beras) dan mie Cina (Wiersema 1992).
Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang tidak
lembek dan tidak lengket. Oleh karena itu dalam pembuatan mie, penggunaan jenis
tepung merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena erat kaitannya dengan

tekstur mie yang dihasilkan. Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan
mie.yang di peroleh dari biji gandum yang digiling. Mutu tepung terigu dipengaruhi
oleh kuantitas dan kualitas proteinnya. Hanya tepung terigu yang memiliki kadar
protein dan gluten yang tinggi yang dapat menghasilkan tekstur mie yang baik.
Gluten mempunyai peranan yang sangat penting sehubungan dengan fungsi terigu
sebagai bahan dasar pembuatan mie. Gluten adalah komponen terpenting dalam
terigu yang berupa protein glutenin dan gliadin yang telah bereaksi dengan air
sehingga membentuk massa yang elastis dan ekstensibel. Reaksi tersebut diakibatkan
oleh interaksi antara gliadin yang memiliki gugus polar lebih banyak. Sifat elastis
gluten pada adonan mie ini yang menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah
putus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan 1999).
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%,
lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-15,5%. Diantara
komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu
prolamin (gliadin) dan glutenin yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten
(Kent1967). Pada dasarnya tepung terigu mengandung protein yang merupakan zat
gizi yang paling penting. Dalam sel protein terdapat protein struktural dan metabolik.
Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat
diekstraksi sehingga menyebabkan disintegrasi sel tersebut. Protein metabolik dapat
diekstraksi tanpa merusak integrasi struktur sel itu sendiri. Dalam molekul protein
mengandung unsur C, H, O dan N (Tati Nurmala 1980).
Berdasarkan kandungan airnya, mie dapat dikelompokan menjadi dua jenis
yaitu mie kering dan mie basah. Mie kering adalah produk makanan kering yang
dibuat dari terigu, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Memiliki kadar amir
maksimal sebesar 35%. Sedangkan mie basah adalah produk makanan yang terbuat
dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan. Mie kering
memiliki kandungan air rendah sehingga daya simpannya relatif panjang dan mudah
dalam penanganannya. Sedangkan mie basah memiliki kandungan air yang cukup
tinggi sehingga mie jenis ini cepat rusak dan biasanya hanya bertahan sampai satu
hari. Mie basah mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum
dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52%.
Menurut Astawan (2002), beberapa jenis mie yang dapat ditemukan di pasaran
diantaranya :
1). Mie Segar. Mie segar tidak mengalami proses penambahan setelah pemotongan
serta mengandung air sekitar 35%. Kandungan air yang cukup tinggi menyebabkan
mie jenis ini cepat rusak sehingga dengan penyimpanan di dalam lemari es dapat
mempertahankan kesegaran mie sampai 50-60 jam. Mie segar umumya dibuat dari
terigu yang keras agar mudah penanganannya. Penggunaan mie ini yaitu sebagai
bahan baku pembuatan mie ayam.
2). Mie Basah. Mie basah mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan
sebelum dipasarkan. Kadar air dalam mie basah mencapai 52%. Kadar air yang

sangat tinggi mengakibatkan daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu
kamar). Di indonesia mie basah dikenal sebagai mie kuning atau mie baso.
3). Mie Kering. Mie kering adalah mie yang telah mengalami proses pengeringan
sehingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran
di bawah sinar matahari atau dengan oven. Kandungan kadar air yang rendah
membuat mie jenis ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah
dalam penanganannya.
4). Mie Instan. Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994 mendefinisikan
mie instan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan
tambahan bahan makanan lain dan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk
khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih
paling lama 4 menit. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5 – 8% sehingga
memiliki daya simpan yang lama.
Kadar protein memiliki pengaruh terhadap daya patah mie instan yang
dihasilkan, semakin tinggi kadar protein, maka daya patah mie instan akan semakin
tinggi. Protein dalam tepung menghasilkan struktur mie yang kuat yang dihasilkan
dari adanya ikatan yang kuat antara komponen pati dan protein sehingga daya
patahnya juga meningkat (Oh et al. 1985). Makin tinggi substitusi tepung terigu oleh
tepung non terigu, maka makin rendah elastisitas mie. Hal ini dikarenakan elastisitas
mie masak dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan, maka
semakin rendah gluten yang ada didalamnya yang berarti elastisitas mie lebih rendah.
Gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein
pembentuk gluten menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan (Munarso
dan Haryanto 2009).
Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang,
bumbu dan telur. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat
(akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang
digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. makin tinggi pH air maka mie yang
dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air mengikat dengan meningkatnya pH.
Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air
minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasal (Astawan 2002).
Adapun jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 28-38 %. Jika air
kurang dari 28 % adonan menjadi sulit dicetak. Sementara itu, penambahan air yang
lebih dari 38 % akan menyebabkan adonan itu lengket (Suyanti 2008).
Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas mie serta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas
enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak
mengembang secara berlebihan (Astawan 2002). Penambahan garam pada pembuatan
mie juga dapat menghambat pertumbuhan jamur/kapang (Suyanti 2008). Putih telur
akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan
tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoeng dan
kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan
pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat
mengembangkan adonan (Anonim 2010).

Pada praktikum pembuatan mie bahan baku yang digunakan adalah telur,
tepung, biang mie, garam dan air. Pada masing-masing kelompok menggunakan jenis
tepung yang berbeda-beda. Kelompok satu menggunakan terigu, kelompok dua
menggunakan terigu dengan mocaf, kelompok tiga menggunakan terigu dengan
tapioka, kelompok empat menggunakan terigu dengan tepung jagung. Sedangkan
kelompok lima dan kelompok enam masing-masing membuat mie dari ekstraksi
bayam dan mie dari bahan wortel. Setiap jenis mie yang dibuat pada praktikum
dilakukan uji organolaptik berupa penerimaan konsumen terhadap warna,tekstur,dan
rasa. Untuk uji organoleptik dari keenam jenis mie yang dibuat didapatkan hasil uji
statistika F hitung sebesar 10.6568 sedangkan F-Tabel 1% sebesar 3.02 dan F-Tabel
5% sebesar 2.21. Dapat disimpulkan F hitung lebih besar dari pada F tabel. Sehingga
keenam jenis mie tersebut memiliki perbedaan yang nyata terhadap satu sama lain.
Dalam proses pembuatan mie , perlu dilakukan beberapa analisa untuk menguji
kualitas dari mie yang dihasilkan, seperti analisa rehydration ratio, cooking lost, dan
kadar air. Mie yang kualitas bagus harus memiliki nilai cooking lost yang rendah.
Rendahnya cooking lost menunjukan bahwa mie bersifat tidak rapuh dan tidak mudah
patah ketika dimasak. Berdasarkan data, nilai cooking lost yang terendah yakni mie
pada kelompok enam sebesar 0.8%. Sedangkan nilai cooking lost terbesar yakni mie
pada kelompok tiga sebesar 2.76% Untuk rehydration ratio (rr),produk mie yang
memiliki nilai rr terendah adalah mie dari kelompok empat sebesar 2.42. Sedangkan
produk mie yang memiliki nilai rr terbesar adalah mie dari kelompok enam sebesar
6.28. Untuk kadar air, mie yang memiliki kadar air tertinggi yaitu kelompok enam
sebesar 34% dan kadar air terendah pada kelompok 2 sebesar 8%. Semakin tinggi
jumlah air yang terkandung maka semakin pendek umur simpan mie tersebut.
3.2.3 Produk Ekstrudat
Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses
ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan
bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diijinkan dengan atau
tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi Nasional 2000). Ekstrusi
adalah suatu proses dimana bahan dipaksakan oleh sistem ulir untuk mengalir dalam
suatu ruangan yang sempit sehingga akan mengalami pencampuran dan pemasakan
sekaligus. Sumber panas utama dalam proses ekstrusi berasal dari konversi energi
mekanik (gesekan) yaitu akibat gesekan antar bahan dan gesekan antar bahan dengan
ulir. Kerja ulir tersebut juga menghasilkan akumulasi tekanan dalam sistem barrel
ekstruder, bahan dipaksakan keluar melalui cetakan (die) yang kecil ukurannya dan
kembali ke tekanan normal (atmosfer) secara seketika yaitu ketika produk melewati
die (Oktavia 2007).
Prinsip ekstrusi banyak digunakan untuk keperluan-keperluan yang berkaitan
dengan industri logam, polimer, plastik, dan produk makanan pasta, tetapi karena
prinsipnya yang sama, ekstrusi dapat diterapkan pada proses pengolahan produkproduk makanan secara luas (Pratama 2007). Teknologi ekstrusi berperan penting di
industri pangan karena merupakan proses yang bersifat efisien. Di dalam proses
ekstrusi, dilakukan kombinasi dari beberapa proses meliputi pencampuran,

pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan, dan pembentukan. Saat ini,
fungsi pengolahan dengan ekstrusi juga mencakup separasi, pendinginan dan
pemanasan, penghilangan senyawa volatil dan penurunan kadar air, pembentukan cita
rasa dan bau, enkapsulasi, serta sterilisasi (Estiasih dan Ahmadi 2009).
Teknik ekstrusi dapat berupa pengolahan suhu rendah seperti pada pasta, atau
pengolahan suhu tinggi seperti pada makanan ringan. Tekanan yang digunakan dalam
ekstruder berfungsi mengendalikan bentuk, menjaga air dalam kondisi cair yang
sangat panas, dan meningkatkan pengadukan. Tekanan yang digunakan bervariasi
antara 15 sampai lebih dari 200 atm. Tujuan utama ekstrusi adalah untuk
meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam berbagai bentuk, tekstur, warna,
dan cita rasa. Pemasakan ekstrusi adalah kombinasi dari sebuah pompa dan sebuah
pengubah panas. Bahan baku masuk ke dalam ekstruder melalui hopper (wadah
penampung) dan terdorong ke depan mengarah ke cetakan oleh putaran satu atau
lebih ulir. Pemasakan ekstrusi dengan proses suhu tinggi waktu pendek (HTST, high
temperature short time) dapat mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim
(Estiasih dan Ahmadi 2009).
Alat ekstrusi (ekstruder) terdiri dari suatu ulir yang menekan bahan baku
sehingga berubah menjadi bahan semipadat. Bahan tersebut ditekan keluar melalui
suatu lubang terbatas pada ujung ulir. Jika bahan baku tersebut mengalami pemanasan
maka proses ini disebut pemasakan ekstrusi (ekstrusi panas). Ciri utama proses
ekstrusi adalah sifatnya yang kontinu. Alat ekstruder dioperasikan dalam kondisi
kesetimbangan dinamis, yaitu input setara dengan output, atau bahan yang masuk
setara dengan produk yang dihasilkan. Untuk mendapatkan karakteristik ekstrudat
tertentu, bahan yang masuk dan kondisi pengoperasian harus diatur sedemikian rupa
sehingga perubahan kimia yang terjadi dalam barrel (tabung dalam ekstruder) sesuai
dengan yang diinginkan (Estiasih dan Ahmadi 2009).
Ekstruder yang biasanya tersedia di pasaran adalah dari jenis ekstruder ulir
tunggal (single screw extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (twin
screwextruder/TSE) yang dapat digunakan secara luas pada produksi bahan-bahan
makanan komersial. Model twin screw extruder (TSE) lebih sering dipilih oleh
perusahaan-perusahaan pengolah makanan. Model ini merupakan pilihan yangtepat
untuk melakukan diversifikasi jenis-jenis makanan, dikarenakan kemampuannya
yang baik dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di
dalam selubung mesin ekstruder (barrel) (Baianu 1992).
Ekstruder tipe ulir biasanya dikelompokkan berdasarkan seberapa banyak
energi mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh, ekstruder dengan energy
mekanis yang rendah dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada adonan
bahan. Ekstruder tipe ini biasanya digunakan pada pembuatan pretzel, pasta
danbeberapa jenis makanan ringan dan sereal. Ekstruder dengan energi mekanis
tinggi dirancang untuk memberikan energi yang besar agar dapat diubah menjadi
panas untuk mematangkan adonan bahan dan biasa digunakan dalam produksi
makanan hewan, makanan ringan dengan bentuk mengembang dan sereal (Frame
1994).
Pada praktikum ekstruder yang dilakukan di laboratorium seafast, praktikan
diperlihatkan cara membuat chiki oleh laboran. Bahan untuk pembuatan chiki yang

digunakan adalah jagung. Sebelum dilakukan proses pembuatan chiki, alat yang
digunakan terlebih dahulu dipanaskan kurang lebih selama 30 menit. Setelah
dipanaskan, barulah bahan jagung dimasukkan ke dalam ekstruder. Terjadi kesalahan
pada alat yang mengakibatkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
keiinginan. Hal tersebut disebabkan oleh terlalu lama alat dipanaskan . Setelah dicoba
di lakukan kembali di hari yang lain, alat tersebut mengalami kerusakan. Sehingga
hasil produk chiki yang dihasilkan kurang maksimal.

4

PENUTUP

4.1 Simpulan
Tepung komposit merupakan campuran tepung terigu dengan non terigu yang
terbuat dari serealia, umbi-umbian yang digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie
atau produk-produk makanan lainnya. Pembuatan tepung komposit ditujukan untuk
mendapatkan karakteristik bahan yang digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie
atau produk-produk makanan lainnya, mengurangi atau menghilangkan penggunaan
gandum atau bahan pangan pokok lain dan untuk mengubah karakteristik gizi produk,
misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin, atau mineral. Aplikasi
dari tepung komposit adalah kue basah atau cake, cookies, waffle, dan wafer. Cake
merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/ lemak dan telur,
yang membutuhkan pengembangan gluten. Selain menggunakan bahan baku berupa
tepung terigu yang berprotein rendah, digunakan pula beberapa tepung non terigu
sebagai campuran bahan pembuatan cake. Tepung non terigu yang digunakan yaitu
tepung jagung, tepung ketan hitam, dan tepung ubi jalar. Sementara parameter tekstur
terdapat perbedaan antara kelompok 1 (tepung ketan hitam) dan kelompok 2 (tepung
ubi jalar). Cookies merupakan kue kering yang cara pembatasnya relatif mudah. Hasil
organoleptik menujukan untuk parameter rasa hasil terbaik adalah tepung jagung,
warna terbaik adalah tepung jagung, tekstur terbaik adalah tepung kentang dan
parameter aroma terbaik adalah tepung ketan hitam. Wafer merupakan makanan
berkadar air rendah yang dipanggang, berpori-pori kasar dan relatif renyah sementara
waffle merupakan adonan bahan yang berbentuk seperti batang cokelat dan
berlubang-lubang persegi. Hasil organoleptik wafer menujukan untuk parameter
warna, tekstur dan rasa terbaik adalah dari mocaf. Sementara uji organoleptik
terhadap waffle untuk parameter tekstur terbaik dan parameter warna terbaik adalah
tepung mocaf + tepung terigu.
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan yang memanjang yang dibuat
dengan bahan baku terigu atau tanpa tambahan kuning telur. Hasil uji organoleptik mie dapat

disimpulkan bahwa ke dua (terigu dengan tepung jagung, ekstraksi wortel) jenis mie
tersebut tidak mempunyai perbedaan yang nyata satu sama lain. Sedangkan keempat
jenis mie yang memiliki perbedaan yang nyata terhadap satu sama lain. Tepung terigu

dan mocaf memiliki nilai cooking loss yang terendah yakni sebesar 1,38%.
Rendahnya cooking loss menunjukan bahwa mie bersifat tidak rapuh dan tidak mudah
patah ketika dimasak. Sedangkan produk mie yang memiliki nilai rr terbesar adalah
mie yang terbuat dari terigu dan tepung jagung.
Ekstrusi adalah suatu proses dimana bahan dipaksakan oleh sistem ulir untuk
mengalir dalam suatu ruangan yang sempit sehingga akan mengalami pencampuran
dan pemasakan sekaligus. Teknologi ekstrusi berperan penting di industri pangan
karena merupakan proses yang bersifat efisien dengan tujuan ekstrusi adalah untuk
meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam berbagai bentuk, tekstur, warna,
dan cita rasa. Pada praktikum terjadi kesalahan pada alat yang mengakibatkan produk
yang dihasilkan tidak sesuai dengan keiinginan. Hal tersebut disebabkan oleh terlalu
lama alat dipanaskan. Sehingga hasil produk chiki yang dihasilkan kurang maksimal.
4.2

Saran

Praktikan diharapkan dapat melakukan praktikum dengan benar dan sesuai
dengan metode percobaan. Prosedur dari pengujian apapun harus lebih dicermati lagi
agar tidak terjadi kesalahan prosedur. Selain itu metodologi praktikum yang berbeda
dengan buku penuntun sebaiknya diinformasikan terlebih dahulu kepada praktikan
sebelum praktikum, agar praktikan dapat memahami metode praktikum dengan baik
dan mengurangi tingkat kesalahan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Mie Jagung. http://seafast.ipb.ac.id/research ( 24 Mei 2014).
Anonim. 2013. Pemanfaatan ubi kayu menjadi tepung mocaf sebagai pengganti
tepung
terigu
[terhubung
berkala]
http://ketapang.deliserdangkab.go.id/2013/02/18/pemanfaatan-ubikayu
menjadi-tepung-mocaf-sebagai-pengganti-terigu.html [20 Mei 2014]
Anonim. 2011Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of
Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.
Anni
Faridah.
2008.
Pengolahan
Tepung
Ketan.
http://wordpress.com/2008/pengolahan-tepung-ketan-hitam.htm.
[24
Mei
2014].
Anni.2008. Patiseri Jilid I Untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Antarlina. S.S. 1992. Peningkatan kandungan protein tepung ubijalar serta pengaruhnya terhadap kue yang dihasilkan Dalam: Risalah Seminar Penerapan
Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubijalar Mendukung Agroindustri. Edisi
khusus Balitan Malang no.3.
Astawan M. 1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Astawan M. 2002. Membuat Mie dan Bihun. Edisi Keempat. Penebar Jakarta:
Swadaya.
Badan Standardisasi Nasional. (2000). Makanan Ringan Ekstrudat. Jakarta
Conti,C.AndG.D.Moppett.
(2004).Sugarwafers.http://www.freepatentsonline.com/pdfb/documents/uspt/pat
ent_pdf/6713/US6713102/pdf/US6713102.pdf [20 Mei 2014]
Dendy, et.al.2001. Sorghum and Millets: Chemistry and Technology. St. Paul,USA:
American Association of Cereal Chemists.
Estiasih, T. dan Ahmadi, Kgs. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : PT
Bumi Aksara. Hal. 146-162.
Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames,1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press
Inc. London.
Matz, S.A. 1962. Food texture. Westport, Connecticut : The AVI Publising.
Munarso, S. J dan B. Haryanto, 2009. Perkembangan Teknologi Pengolahan Mie.
Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT, Jakarta.
http://www.bppt.com. (diakses 24 Mei 2014).
Oh N.H., P.A. Seib, C.W. Deyoe and A.B. Ward, 1985. Measuring the Texural
Characteristic of Cooked Noodles. Cereal Chemistry 60:433-437.
Oktavia, D. A. (2007). Kajian SNI Makanan Ringan Ekstrudat. Jakarta : Puslitbang
BSN. Hal. 1-8.
Pratama, RI. 2007. Kajian Mengenai Prinsip – prinsip Dasar Teknologi Ekstrusi untuk
Bahan Makanan dan Beberapa Aplikasinya pada Hasil Perikanan [Makalah].
Jatinangor : Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Padjadjaran.
Setyaningrum, Aryani, dan Masono. 2003. Pengkayaan Vitamin A dan Vitamin E
dalam Pembuatan Mie Instan Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan
Hasil Penelitian Terbaik Bogosari Nugraha (1998-2001). Jakarta : PR. And
Communication Dept. ISM Bogasari Flour. Hal 133.
A. Winarto, Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantoso dan Sumarno (ed). Risalah
Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi jalar Mendukung
Agroindustri.Steinbauer CE dan Kushman LJ. 1971. Sweet potato culture and
disease- Agriculture Handbook No. 388. Agricultural Rese