Leksikon dalam Pengobatan Tradisonal Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai: Kajian Antropolinguistik

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pengobatan tradisional merupakan pengobatan yang menggunakan obatobatan yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H:
1992) . Obat ini merupakan resep yang dibuat oleh nenek moyang atau sudah ada
sejak zaman dahulu. Obat-obatan tradisional masih banyak dibuat ataupun
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Eksistensi obat-obatan
tradisional atau sering disebut sebagai obat herbal masih cukup tinggi. Obat herbal
masih banyak dimanfaatkan karena memiliki keunggulan dibanding obat-obatan
medis. Obat herbal dibuat dengan bahan alami sehingga aman digunakan. Sejak
ratusan tahun yang lalu nenek moyang kita telah terkenal pandai meracik obatobatan tradisional. Beragam jenis tumbuhan, akar-akaran, dan bahan-bahan
alamiah lainnya dijadikan sebagai ramuan untuk pengobatan tradisional yang
dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Pengobatan tradisional diwariskan oleh
nenek moyang sejak dahulu hingga sekarang.
Setiap

kebudayaan

memiliki


ciri

khas

tersendiri,

yang

dapat

membedakannya dengan kebudayaan lain. Selain itu masing-masing kebudayaan
mempunyai pengetahuan tentang adat-istiadat dan kebudayaannya sendiri. Dari
sekian banyak pengetahuan masyarakat berbudaya ada salah satu yang merupakan
kebiasaan sekelompok masyarakat yang sudah menjadi kebudayaan bagi
masyarakat itu, yaitu adanya pengobatan tradisional ini. Seperti halnya pada

1
Universitas Sumatera Utara

masyarakat Melayu Sakai yang sampai saat ini masih menggunakan pengobatan

tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Bahasa Melayu Sakai di Riau adalah dialek standar di antara sekian
banyak dialek regional Melayu yang ada. Semakin berkembangnya zaman dan
adanya pengaruh dari letak geografis Riau mengakibatkan bahasa Melayu Riau
memiliki beragam dialek yang berbeda di setiap kabupatennya. Dialek Melayu
daerah Kampar lebih dipengaruhi oleh bahasa Ocu yang tidak berbeda jauh
dengan bahasa Minang. Untuk daerah Pesisir didominasi oleh bahasa Melayu
yang telah digunakan sejak zaman kerajaan Melayu. Bahasa Melayu Sakai di Riau
ini termasuk dialek daerah Kampar. Untuk berkomunikasi mereka menggunakan
bahasa Melayu bercampur Minangkabau yang disebut bahasa Ocu (Suwardi MS:
1991). Suku ini masih melestarikan berbagai upacara adat. Mereka juga memiliki
ritual khusus untuk berbagai peristiwa penting dalam hidup mereka. Dari ritual
yang mereka miliki penulis melihat adanya fenomena yang terjadi dalam
penggunaan bahasa Melayu Riau yang digunakan dalam pengobatan tradisional
seperti ungkapan atau doa dalam pengobatan yang masih menggunakan mantra
dalam bahasa Melayu Sakai.
Pada sistem pengobatan tradisional Melayu Sakai di Riau, terdapat
leksikon khas yang digunakan masyarakat tersebut untuk menamai pengobatan
tradisional. Leksikon tersebut berupa bahan, alat, dan mantra yang digunakan
dalam pengobatan yang masih menggunakan bahasa asli Melayu Sakai di Riau.

Dalam kajian morfologi leksikon diartikan sebagai bentuk dasar yang setelah
mengalami proses gramatikalisasi akan menjadi kata (Kridalaksana, 1989).
Leksikon berarti kata, ucapan atau cara berbicara yang mempunyai arti. Dalam
2
Universitas Sumatera Utara

masyarakat

Melayu

Sakai

di

Riau,

pengobatan

tradisional


cenderung

menggunakan jasa orang pintar seperti tabib atau dukun dalam menyembuhkan
penyakit yang mereka alami. Meskipun di zaman sekarang perkembangan ilmu
medis sudah maju, tetapi masyarakat masih banyak menggunakan jasa orang
pintar atau dukun. Hal ini karena sebahagian masyarakat masih mempercayai
pengobatan tradisional dibanding ilmu medis dan juga faktor ekonomi yang tidak
memadai.
Menurut Moszkowki (1908) dan kemudian dikutib oleh Loeb (1935) orang
Melayu Sakai adalah orang Veddoid yang bercampur dengan orang-orang
Minangkabau yang datang berimigrasi sekitar abad ke-14 ke daerah Riau, yaitu ke
Gasib, di tepi sungai Gasib di hulu sungai Rokan. Gasib kemudian menjadi
sebuah kerajaan dan kerajaan Gasib kemudian dihancurkan oleh Kerajaan Aceh,
dan warga masyarakat ini melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar daerah sungaisungai Gasib, Rokan, dan Mandau serta seluruh anak-anak sungai Siak. Menurut
keterangan Boechary Hasny (1970) mengenai asal-usul orang Sakai, orang Sakai
berasal dari Pagarruyung, Batusangkar, dan Mentawai.
Bangsa Melayu jika ditinjau dari asal usulnya ada terbagi dua golongan di
mana Melayu itu disebut Proto Melayu yang artinya Melayu tua dan Dautro
Melayu disebut dengan Melayu muda. Keturunan Melayu tua ini masih banyak
tersisa di daerah pelosok daerah Riau terutama di daerah Duri 13, Desa Sebangar,

Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Melayu tua ini disebut
dengan Suku Sakai, Talang Mamak, Akik, dan Suku Laut. Kehidupan mereka
penuh dengan kebudayaan dan tradisi karena mereka masih memegang teguh

3
Universitas Sumatera Utara

tradisi dan adat istiadat. Pola pikir mereka sangat sederhana karena mereka belum
terkontaminasi oleh kebudayaaan luar. (Abdul Rashid: 2006)
Seperti cara mengobati orang sakit, terlihat pola pikir mereka yang sangat
sederhana karena mereka masih meyakini kemampuan para tokoh tradisi seperti
pawang, bomo, kimantan, dan dukun. Secara otomatis dengan adanya tokoh-tokoh
tradisi tersebut maka mereka percaya bahwa alam ini ada yang menguasainya.
Dalam tradisi pengobatan tradisional Suku Sakai mempunyai dua cabang terutama
ilmu pengobatan yang dilakukan untuk merusak, menganiaya manusia, disebut
ilmu hitam (black magic) dan lawannya adalah ilmu putih (white magic). (Noer
Muhammad, dkk: 2009)
Pada umumnya masyarakat Sakai percaya bahwa kedua cabang ilmu
pengobatan dapat digunakan dengan cara pembacaan mantra atau jampi-jampi
yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap dapat menghubungkan si sakit

dengan penyakit. Hal ini dilakukan oleh orang yang disebut dengan dukun.
Seorang dukun memberikan jasa pengobatan kepada si sakit dengan bermacammacam ramuan yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan yang kemudian ditawari
atau dijampi-jampikan sehingga mempunyai kekuatan gaib dan mampu
memberikan sugesti penyembuhan kepada si sakit.
Berdasarkan pengamatan peneliti, masyarakat Sakai di Desa Kesumbo
Ampai masih menggunakan seorang dukun dalam mengobati penyakit. Pemilihan
Desa Kesumbo Ampai sebagai lokasi penelitian karena bahasa yang digunakan
merupakan bahasa yang masih belum tercampur dengan bahasa lain dan didukung
kondisi masyarakat yang masih asli. Selain itu, mayoritas penuturnya berada di

4
Universitas Sumatera Utara

Desa Kesumbo Ampai. Bahasa Melayu Sakai dipergunakan sebagai sarana
komunikasi masyarakat setempat yang mempunyai sistem bahasa sama dengan
bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya. Sistem bahasa tersebut seperti,
fonologi mendeskripsikan masalah bunyi, morfologi mendeskripsikan bentuk
kata, sintaksis mendeskripsikan bentuk kalimat, dan semantik mendeskripsikan
bentuk makna. Luasnya sistem bahasa yang ada, maka pada penelitian ini dibatasi
tentang leksikon yang digunakan dalam pengobatan tradisional Melayu Sakai di

Riau dan kandungan tradisi pengobatan tradisional yang berkenaan dengan makna
dan fungsi, nilai dan norma.
Untuk melihat adanya makna dan fungsi, nilai dan norma pada tradisi
pengobatan tradisional ada enam hal penting yang harus dipedomani dalam
mendefinisikan kebudayaan, yakni (1) segala kebiasaan yang dimiliki kelompok
masyarakat, (2) pengetahuan yang ditransmisi dan dikomunikasikan secara sosial,
(3) tercermin dan terwujud dalam ide, tindakan, dan hasil karya manusia, (4)
pedoman untuk memahami lingkungan manusia dan untuk berinteraksi dalam
kehidupan

masyarakat,

(5)

harus

dipelajari,

(6)


menyejahterakan

atau

membahagiakan masyarakat pendukungnya. Dengan demikian kebudayaan dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan kebiasaan kelompok masyarakat yang
tercermin dalam pengetahuan, tindakan, dan hasil karyanya sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami lingkungannya dan yang menjadi
pedoman tingkah lakunya untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan
hidupnya. (Sibarani, 2004:5)
Sibarani (2004: 59) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan sebagai
sarana ekspresi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh
5
Universitas Sumatera Utara

bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan
yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan
kebudayaan fisik. Kebudayaan ekspresi mencakup perasaan, keyakinan, intuisi,
ide, dan imajinasi kolektif, kebudayaan tradisi mencakup nilai-nilai religi, adatistiadat, dan kebiasaan-kebiasaan, dan kebudayaan fisik mencakup hasil-hasil
karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian untuk mengetahui nilai-nilai kebudayaaan di dalam
suatu bahasa, peneliti tertarik untuk mengkaji apa saja leksikon yang digunakan
dalam pengobatan tradisional yang terdapat dalam suatu kebudayaan masyarakat
Melayu Sakai. Karena pengobatan tradisional sangat erat kaitannya dengan
kebudayaan masyarakat. Dari adanya pengobatan tersebut dapat kita lihat leksikon
berupa kegiatan, alat dan bahan serta mantra seperti pada penyakit ba’ah ‘bisul’.
Alat dan bahan gambia ‘gambir’, kapua ‘kapur’, daon kledek ‘daun ubi jalar’,
sa’ang kangkuik ‘sarang semut dari pasir’. Kegiatan digiliang ‘digiling’ dan
disonta ‘dioleskan’. Mantra yang digunakan pada pengobatan tradisional seperti
berikut.
Bahasa Melayu Sakai

Bahasa Indonesia
‘dengan nama Allah yang maha

Bismilahirahmanirahim
pengasih dan

maha penyayang’
Bilalang di topi ayie


‘belalang di tepi air’

Aku lantieng samu tana koeh

‘aku lempar dengan tanah keras’

Sedangkan tulang lai cayie

‘sedangkan tulang menjadi lunak’

Apo layi dagieng sabuku

‘apalah lagi daging seuras’
6
Universitas Sumatera Utara

Kobual aku membuek ubek bisul

‘kabul aku membuat obat bisul’


Kobual Allah kobual Muhammad

‘ kabul Allah kabul Muhammad’

Kobual bagindo rasulallah

‘kabul bagindo rasulallah’

Bokat kalimek lailahhaillallah
Dari contoh di atas,

‘berkat kalimat lailahailallah’

terlihat bagaimana bentuk leksikon yang digunakan

dalam pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai. Dengan adanya leksikon
tersebut peneliti akan mengkaji makna dan nilai budaya yang terdapat pada
leksikon pengobatan tradisional tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah deskripsi dan klasifikasi leksikon dalam pengobatan
tradisional masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai?
2. Bagaimanakah makna mantra dalam pengobatan tradisional masyarakat
Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai?
3. Bagaimanakah

nilai budaya

yang terkandung dalam pengobatan

tradisional masyrakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai?

1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan dan mengklasifikasikan leksikon dalam pengobatan
tradisional masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai.
7
Universitas Sumatera Utara

2. Menjelaskan makna mantra dalam pengobatan tradisional masyarakat
Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai.
3. Menjelaskan nilai budaya yang terkandung dalam pengobatan tradisional
masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai.

1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul “Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat
Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik” yang berfokus
pada kajian bahasa untuk mendeskripsikan kebudayaan masyarakat Melayu Sakai.
Upaya menemukan kebudayaan masyarakat Melayu Sakai dilakukan dengan cara
mengkaji bahasa yang terdapat dalam leksikon pengobatan tradisional. Aspek
bahasa yang menjadi kajian penelitian ini berupa mantra serta alat dan bahan yang
berhubungan dengan pengobatan tradisional. Penelitian ini merupakan kajian
Antropolinguistik yang bertujuan untuk mendeskripsikan kebudayaan masyarakat
Melayu Sakai melalui pengobatan tradisional yang mereka lakukan dengan cara
meneliti bahasa pada mantra, alat dan bahan yang ditemukan dalam pengobatan
tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan mendeskripsikan kebudayaan masyarakat Melayu Sakai
yang tercermin dalam pengobatan tradisional melalui satuan lingual yang
digunakan. Deskripsi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis.

8
Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
yaitu, untuk memberikan informasi serta mengembangkan ilmu yang bersifat
interdisiplinier terutama linguistik dan antropologi, menjadi referensi bagi peneliti
atau peminat yang tertarik mengkaji kebudayaan, dan sebagai pendokumentasian
bahasa daerah yaitu bahasa Melayu Sakai sehingga dapat mendukung pelestarian
dan kelangsungan hidup kebudayaan setempat.
1.5.2 Manfaat Praktis
Memberikan perkembangan dalam melestarikan kebudayaan terutama dalam
pengobatan tradisional dan sebagai acuan untuk peneliti yang lebih baik dalam
leksikon pengobatan tradisional pada bahasa Melayu Sakai.

9
Universitas Sumatera Utara