Leksikon dalam Pengobatan Tradisonal Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai: Kajian Antropolinguistik

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Agoes, Azwar H. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia Pengobatan

Tradisional Jilid I. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Foley, W.A. 1997. Anthropological Linguistics, An Introduction. Oxford: Blackwell Publishers.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1998. Pengantar Antropologi 11. Jakarta: Rineka Cipta. Laelasari dan Nurlailah. 2008. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia. Mahsun. 2007. Metode penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Melebek, Abdul Rashid dan Moain, Amat Juhari. 2006. Sejarah bahasa Melayu. Singapura: Utusan Publications.

Noer Muhammad, dkk. 2009. Pengobatan Tradisional Daerah Riau. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Adicita Karya Nusa. Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:

Karya Medika.

Nurfadhilah, Rosi. 2014. Cermin Kearifan Lokal Masyarakat Desa Mandalasari

Dalam Mantra Pengobatan Kajian Antropolinguistik (tesis). Bandung:


(2)

Putra. 2010. Aspek-aspek budaya dalam komunikasi bahasa sebuah tinjauan

antropolinguistik (Skripsi). Universitas Mataram

Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Rashid, Abdul 2006. Sejarah Bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Utusan

Publications & Distributions.

Reni. 2015. Leksikon Pengobatan Tradisional dalam Bahasa Sunda Kajian

Antropolinguistik (Skripsi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Salim, Agus. 1976. Perubahan Sosial. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Penerbit Poda.

Soekadijo.R.G. 1993. Antropologi edisi keempat jilid I. Surakarta: Erlangga. Suparno P, dkk. 2003. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius. Suparlan, Parsudi. 1995. Orang Sakai di Riau, masyarakat terasing

dalam masyarakat Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sudaryanto, J988. Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suud, Mohammad Harsono. 2006. Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Suwardi, MS. 1991. Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan. Pekanbaru: Yayasan Penerbit MSI-Riau.

Sumarlam, dkk. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta

Surbakti, 2014. Nilai Budaya Dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku


(3)

Sinaga, Efrida. 2010. Makna Nama Orang Pada Masyarakat Batak Toba Di


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi di daerah Riau tepatnya di Desa Kesumbo Ampai, Kec. Mandau Kab. Bengkalis. Daerah ini merupakan daerah penutur-penutur asli bahasa Melayu Sakai. Peneliti menganggap tempat ini layak dijadikan lokasi penelitian karena bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang masih belum tercampur dengan bahasa lain dan didukung kondisi masyarakat yang masih asli.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan tanggal 7 Maret 2016- 7 April 2016.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto, 1996:114). Artinya jika peneliti menggunakan metode wawancara dengan pengumpulan data, maka subjeknya responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam pengumpulan data, maka subjeknya benda atau tempat. Maka, sumber data penulis adalah informan yang memenuhi syarat yang ditentukan. Kriteria informan terpilih menurut (Mahsun, 1995: 21-22), adalah.


(5)

a. Berjenis kelamin pria atau wanita

b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun)

c. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa tersebut serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

d. Berpendidikan (minimal tamatan SD dan Sederajat)

e. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya.

f. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya. g. Pekerjaannya bertani atau buruh.

h. Dapat berbahasa Indonesia

i. Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani maksudnya tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat. Sedangkan sehat rohani maksudnya sedang tidak gila atau pikun.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan data

Penelitian ini merupakan suatu penelitian lapangan, penulis secara langsung turun ke lapangan dalam upaya memeroleh data yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian lapangan dilakukan di desa Kesumbo Ampai yang secara administratif terdapat di Kec.Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Lebih rincinya, penelitian ini fokus pada pengobatan tradisional yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kesumbo Ampai. Penelitian dilakukan pada saat ada pengobatan atau tidak adanya pengobatan yang berlangsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan ancangan


(6)

Antropolinguistik untuk mendeskripsikan kebudayaan masyarakat ditinjau dari bahasa dalam konteks kebudayaan.

Metode penyediaan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap sebagaimana yang diajukan oleh Sudaryanto (1993:131). Data penelitian yang telah diperoleh diolah menggunakan teknik padan referensial. Penyajian hasil penelitian ini menggunakan metode penyajian informal (Sudaryanto, 1993:145). Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa satuan lingual yang terkandung dalam pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai yang hampir seluruh satuan lingual tersebut dalam bahasa Melayu Sakai. Oleh karena itu, langkah kerja yang pertama adalah melakukan identifikasi bahasa melalui proses penerjemahan. Setelah semua data teridentifikasi, langkah kerja selanjutnya adalah membuat analisis makna dari data yang ada. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Metode kepustakaan, yaitu penulis melakukan penelitian dengan mencari data dari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari berbagai referensi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang akan digunakan dan untuk mengkaji hasil penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.

2. Metode observasi, yaitu penulis turun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan terhadap tempat, dan peran pemakai bahasa serta perilaku selama pelaksanaan pengguna bahasa berlangsung.

3. Metode wawancara, data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data tulisan diperoleh dengan menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:13) yaitu dengan menyimak pengguna bahasa. Metode ini


(7)

dikembangkan teknik sadap, yaitu meninjau dan mempelajari secara langsung kata-kata yang diperoleh dari studi pustaka. Selanjutnya digunakan teknik catat dengan mencatat data-data tulis yang diperoleh dari bahan pustaka yang digunakan.

Tahapan strategi metode pengumpulan data itu berakhir dengan transkip dan tataan data yang sistematis dan ditandai oleh transkip serta tertatanya data secara sistematis (Sudaryanto, 1986:36).

3.4 Teknik Analisis Data

Pada teknik analisis data, data leksikon dalam proses pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai setelah dikumpulkan lalu dianalisis sebagai berikut.

1. Mentranskipkan data leksikon pengobatan tradisional Melayu Sakai di desa Kesumbo Ampai dari bahasa lisan ke bahasa tulisan untuk mempermudah pengolahan data.

2. Mengalihbahasakan dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. 3. Mengelompokkan data dan mantra pengobatan tradisional Melayu

Sakai berdasarkan masalah yang diteliti.

4. Mendeskripsikan dan menganalisis data pengobatan tradisional Melayu Sakai yang telah dikelompokkan sesuai dengan teori yang relevan.

5. Menyimpulkan hasi analisis leksikon pengobatan tradisional Melayu Sakai.


(8)

6. Membuat laporan dan hasil penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti.

Berikut contoh analisis data pengobatan tradisional Melayu Sakai pada penyakit ba’ah ‘bisul’. Ba’ah merupakan sejenis bisul besar yang mengandung darah kotor serta nanah di dalam kulit dan menimbulkan rasa nyeri pada kulit. Pada penyakit ba’ah ‘bisul’, terdapat deskripsi dan klasifikasi leksikon yang dikelompokkan menjadi leksikon berdasarkan peralatan dan bahan, kegiatan pengobatan dan mantra pengobatan. Berdasarkan bahan pengobatan yang mengacu pada bahan yang terbuat dari daun terdiri dari, daon kledek ‘daun ubi jala, gambia ‘gambir’. Sementara itu leksikon berdasarkan alat pengobatan

tradisional terdiri dari leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam (batu dan tanah liat) seperti sa’ang kangkuik ‘sarang semut dari pasir’, dan kapua ‘kapur’. Adapun pada kegiatan pengobatan terdiri dari leksikon digiliang ‘digiling’, dan disonta ‘dioleskan’.

Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai dalam pengobatan penyakit ba’ah sebagai berikut.

Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismilahirahmanirahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasihdan maha penyayang’ Bilalang di topi ayie ‘belalang di tepi air’

Aku lantieng samu tana koeh ‘aku lempar dengan tanah keras’ Sedangkan tulang lai cayie ‘sedangkan tulang menjadi lunak’ Apo layi dagieng sabuku ‘apalah lagi daging seuras’ Kobual aku membuek ubek bisul ‘kabul aku membuat obat bisul’


(9)

Kobual Allah kobual Muhammad kabul Allah kabul Muhammad’ Kobual bagindo rasulallah ‘kabul bagindo rasulallah’ Bokat kalimek lailahhaillallah ‘berkat kalimat lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat bilalang di topi ayie merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris ini memiliki makna untuk memanggil penyakit yang ada di dalam tubuh. Pada baris Aku lantieng samu tana

koeh yang merupakan baris ke dua dari sampiran mantra mengandung makna

penyakit yang di derita dapat disembuhkan dengan bahan atau ramuan yang dibuat oleh dukun. Adapun pada baris sedangkan tulang lai cayie, apo layi

dagieng sabuku merupakan isi dari sampiran mantra yang bermakna bahwa

penyakit yang keras dapat disembuhkan apalagi penyakit yang ringan. Sementara itu pada baris kobual aku membuek ubek bisul memiliki makna bahwa sang dukun atau tabib meminta izin kepada yang maha kuasa untuk membuat obat bisul. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, pada baris kabul Allah

kabul muhammad, kabul bagindo rasulullah bokat kalimek lailahailallah yang

bermakna atas nama Allah dan nabi Muhammad baginda Rasulullah dengan mengucapkan kalimat lailahaillah yang artinya tiada Tuhan selain Allah, dukun berdoa kepada Allah.

Pada mantra di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora dan antonimi yang ditandai pada kutipan mantra berikut.

Kobual aku membuek ubek bisul Kobual Allah kobual Muhammad Kobual bagindo rasulallah


(10)

Kata kobual ‘kabul’ pada kutipan mantra di atas merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata kobual ‘kabul’ menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu makna antonimi terdapat pada kutipan mantra berikut.

Aku lantieng samu tana koeh, sedangkan tulang lai cayie ‘aku lempar dengan tanah keras, sedangkan tulang menjadi cair’

Koeh ‘keras’>< cayie ‘lunak’. Kata koeh ‘keras’ berlawanan makna dengan

kata cayie ‘lunak’ yang berfungsi sebagai penolakan terhadap penyakit yang parah sehingga mudah untuk disembuhkan melalui mantra yang dibacakan.

Pada pengobatan penyakit ba’ah terdapat nilai budaya yang terdiri dari nilai religi dan nilai kesehatan. Nilai religi, mempercayai bahwa penyakit hanya dapat disembuhkan atas izin yang Maha Kuasa. Dikatakan nilai religi terlihat pada penggunakan leksikon yang terdapat di dalam mantra seperti Bismillahi

rahmanirrahim yang mempunyai arti dengan nama Allah yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang, serta lailahailallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Nilai kesehatan terdapat pada kutipan mantra berikut;

mantra (6) Kobual aku membuek ubek bisul ‘kabul aku membuat obat bisul’

Dari kutipan mantra di atas, kata ubek bisul ‘obat bisul’ menandai bahwa dengan pembacaan mantra, obat yang dibuat sesuai dengan penyakit yang diderita mempunyai khasiat dalam menyembuhkan penyakit. Masyarakat setempat meyakini bahwa obat yang dibuat oleh dukun atau ahli dalam pembuatan obat tradisional mempunyai nilai kesehatan terhadap kesembuhan suatu penyakit.


(11)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1Klasifikasi dan Deskripsi Leksikon

Dekripsi dan klasifikasi leksikon dalam pengobatan tradisional Melayu Sakai di desa Kesumbo Ampai dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) kegiatan dalam pengobatan, (2) alat dan bahan yang digunakan dan (3) mantra yang digunakan dalam pengobatan. Berikut ini disajikan leksikon dalam proses pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai yang didapat melalui pengumpulan data.

NO Nama Penyakit Leksikon

Ungkapan atau Doa Kegiatan Peralatan

dan Bahan 1 Usok

(penyakit panas atau demam)

Dimandian: disiram ke kepalö, badan dan

sekeliliang umah yang di linteh uyang yang sakik (di siram ke kepala, badan dan sekitar rumah yang dilewati orang yang sakit)

Kumpai, cekoau, lenjuang, sesugi, tembakau, koteh okok, botih, boeh warna (beras warna, kuning dari kunyit, itam dari arang, hijau dari daun pandan, merah dari pewarna buatan) Bismillahirrahmanirrahin Betanak disesak

Betungkat batang jerami Setan menyesak

Aku menawari

Kabul doa pengajar guruku Mustajab kepada si… Kobul Allah

Kobul Muhammad Bokat laailaha illallah

2 Pupah (penyakit terkejut) Diasokan (diasapi) Kemonyan (kemenyan) , nasi

Allaahumma shalli 'alaa sayyidina muhammadin tibbil


(12)

kunieng(nas i tumpeng),

quluubi wadawaaihaa wa'aafiyatil abdaani

wasyifaaihaa wanuuril abshaari wadliyaaihaa waquwwatil ajsaadi wal arwaahi waghidaa iha wa'alaa aalihi washahbihi ajma'iin

3 Tuju pangan (penyakit luka dalam)

Paaang putieng yang ditujah ke kelambie diasokan samu kemonyan dan dilotakkan di dapuwa selamu 3 ai (pisau kecil yang ditusuk ke kelapa diasapi dengan kemenyan dan diletakkan di dapur selama 3 hari) Kemonyan (kemenyan) , kelambie (kelapa), paang putiang (pisau kecil yang tidak memakai tangkai atau ganggang) Bismillahirrahmanirrahim Au di juwang au di lombah Uwek tuju menuju

Datang antu aku soga Kumamaco ubat tuju si A Bukan si A nan kono tuju Anjing babi di seberang lautan Nan kono tuju

Bokat lailahaillallah

4 Glogetan (gatal-gatal)

Kegiatan I: Diobuih dan aianyo disonta ke badan(Direbus dan airnya dioleskan ke badan. Kegiatan II: diasokan (diasapi) Pengobatan I; Ikan bada, aie (air), pengobatan II; kemonyan (kemenyan) , garam Allahumma robbannasi Adzhibilba’ sa isyfi Fa antassyafi la syafalla Syifauka syifaan la yufadiru saqoma

5 Bisu angin/ bisu pangan (penyakit bisul) Digiliang (digiling) Kertas sebagai pembungkus bahan Kunyit molai (jahe), koteh (kertas), kapua siyieh (kapur sirih), gambia(gam bir) habu okok (abu rokok) Bismillahirrahmanirrahim Allahumma muthfial kabiiri wa mukbiroshoghiiri athfi’haa ‘annii

6 Ba’ah (sejenis bisul yang besar) Digiliang (digiling) Gambia (gambir), kapua (kapur), Bismilahirahmanirahim

Bilalang di topi ayie

Aku lantieng samu tana koeh Sedangkan tulang lai cayie


(13)

daon kledek (daun ubi jalar), sa’ang kangkuik (sarang semut dari pasir)

Apo layi dagieng sabuku Kobual aku membuek ubek bisul Kobual Allah kobual

Muhammad

Kobual bagindo rasulallah Bokat kalimek lailahhaillallah

7 Palasik Halat dibungkuih pakai kaen itam (Bahan dibungkus memakai kain hitam) Gotah inggu (getah kayu), bawang putieh tungga (bawang putih tunggal), bosi boani (besi berani), kaen itam (kain hitam), bonang cunung (benang tiga warna, merah, hitam, putih) Bismillahirrahmanirrahim Menungkup melontang Ubek dikomeh disolek banta Mehambualah engkau dai sebalik bukik Engkau yang mangosok kain kocik amak engkau Mengubuo aku manulak antu palasik

Dalam batang tubuh anak manusio

Bokat lailaahaillallahu

8 Suantau (keracuna n)

Anak ayam diikek makai tali dan dicucuk ke dalam muluik tapi indok sampai ditolan (Anak ayam diikat pakai tali dan dimasukkan ke dalam mulut dengan tidak menelannya. Air sirih untuk pencuci mulut Anak ayam bau menoteh (Anak ayam baru netas), bonang (benang/ tali), aie siyieh (air sirih) Bismillahirrahmanirrahim Hai penyakik dari sagalu penyakik

Mangaluou la engkau Minhumkutubuhum namonyo

suantau

Aku tau asa engkau mulo menjadi

Dibawah lidah asa bisuo mulo menjadi

Baghoaklah engkau

Kok indok baghoak engkau Aku indok baghoak lo do Aku tau asa engkau mlo menjadi Dek aku iko ado tuhan Bokat lailahailallah


(14)

9 Luko di kulik Digiliang (digiling) dan disonta (dioleskan) Bawang dan guluo (gula) Bismillahirrahmanirrahim Bosi melukwo Bosi menangka

Cubo engkau membinasuokan dagiang

Engkau duhaku kepaduo Allah Tetutup tekunci

Tehungkai tepakai Bokat doa lailahailallah 10 Tekihia

(terkilir)

Dihuwuik, daon puleh padi dihadang ke api tu minyak makan disonta ke daon puleh padi Daon puleh padi (sejenis daun pandan), minyak makan, Bismillahirrahmanirrahim Jati tumbuh di ateh bukik Aka menjulang sampai ke lauik Uwek yang kendur udah

kutegang Uwek yang putuih udah kusambuang

Patah tulang beuganti sendi Badan usah usak binasuo Bokat La ilaha illallah, Muhammadarrasulullah 11 Tekono

(keteguran )

Kunyit dibolah duo lalu dilotakan ke tangan

diangkek, diputa 3 kali,

dilopehkan,pilieh kunyit yang telontang, udah tu diagieh kapua siyieh. Ompua kunyit (Ompu kunyit) Kapua siyieh basah (Kapur sirih basah) Bismillahirrahmanirrahim

Gamit si gelamit sangkuik di gulang-gulang Waktu setan menggamit di situ jugo

semangek si…hilang

Jangan engkau bohuang kunyit Durhaka engkau kepaduo Allah Asal engkau dayi tanah

Baliek engkau kepaduo tanah Kobual Allah kobual Muhammad Mustajab kepada si….

Bokat laa ilahaillallah

12 sakik Gigi (sakit gigi)

Obuih daon siyieh lalu ambiek aie nyo untuk dikumuoa-kumuoa Daon siyieh samu aie Bismillahirrahmanirrahim

Kayu auo tongah padang Uwek parang mamarang Kulik parang mamarang Daon parang mamarang Mamarang segalu pagharangan Kobual aku mambuek


(15)

peghangan gigi

Kobual Allah kobual Muhammad

Bokat kalimek lailahailallah 13 Sakik

matu

Giliang daon siyieh sampai hancua, dipoah aienyo, dititiakan ke matü yang sakik (tumbuk daun sirih hingga lumat, peras airnya, lalu teteskan pada mata yang sakit)

Daon siyieh (Daun siirih)

Allahumma inni as-aluka wa atawajjaha ilaika binabiyyika muhammadin nabiyyin rahmati sallalaahu’alaihi wassalam. Ya muhammadu, inni tawajjahtu bika ilaa rabbi fii haa jaatii hadzihi liituqdiya lii, allahumma syaffi’hu fiyya.

14 Bisuo ula atau lipan (bisa ular atau lipan)

Sasa samu utak binatang tu digabuongkan udah tu disonta ditompek luko dan batu mancis dilotakan diateh luko lalu di ikek

Otak binatang yang menggigit, sasa, balsem, batu mancis Bismillahirrahmanirrahim Aku menawar acun Aku tau asa acun Anak lidah asa acun Cabuik bisuo engkau Naikkan bisuo tawarku Bokat lailahaillallah 15 Panyakik

gulo (penyakit gula)

Buah potai cino dimakan toih toih san sampai penyakik hilang, atau diobuih diminum aie nyo

Buah potai cino aie

Bismillahirrahmannirrahim hai bumi linduangilah aku hai langit payungilah aku hai segalu penyakik di dalam badan

menyingkielah engkau

balieklah ke asa mulo engkau bokat do’a laiillahaillallah

16 Boguk Bonang dimasukkan kebuah imbang dibuek oman kaluang belau disonta ditompek boguk (benang dimasukkan ke rimbang dan dibentuk seperti kalung lalu digantungkan ke leher dan belau dioleskan ke tempat yang sakit

Benang, buah rimbang, belau

Bismillah3x

Dulang-dulang topi aie Hinggok di tanah tumbuh Tulang indok lotiah Bongkak luluh

Hilangkanlah bongkak si anu Kobul Allah

Bokat lailahaillallah

17 Rematik Segaluo bahan diobuih dan

Aka botiak (akar

Bismillahirrahmanirrahim Hai jumbalang


(16)

aienyo diminum (Semua bahan direbus dan airnya diminum)

pepaya), lengkueh (lengkuas), gulo onow (gula aren)

Tuwon poilah engkau dai batang tubuh si anu

Engkau yang datang dai hutan Betompek di boncah-boncah (rawa)

Aku tau asa engkau menjadi Aku baliekkan engkau Ketompek asa engkau Bokat lailahailallah

Dari tabel di atas, leksikon alat dan bahan serta kegiatan dalam pengobatan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama, leksikon berdasarkan bahan pengobatan tradisional. Adapun penggunaan bahan sebagai berikut: (1) Batang tumbuhan, leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari batang terdiri dari gotah inggu, gula, kemonyan dan koteh. (2) Daun tumbuhan, leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari daun tumbuhan terdiri dari kumpai, cekoau, lenjuang, sesugi,

tembakau, daon pandan, daon kledek, gambia, siyieh dan daon puleh padi. (3)

Buah tumbuhan, leksikon bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari buah terdiri dari kelambia, bawang putieh, minyak makan, potai

cino, boeh dan rimbang. (4) Rimpang tumbuhan, leksikon bahan pengobatan

tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari rimpang tumbuhan terdiri dari kunyit molai, lengkueh dan ompua kunyit. (5) Bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari bahan kimia yaitu, sasa dan balsem. (6) Leksikon bahan pengobatan tradsional yang berasal dari hewan terdiri dari

ikan bada dan anak ayam bau menoteh. (7) akar tumbuhan, leksikon bahan

pengobatan tradisional yang mengacu pada bahan yang terbuat dari akar yaitu,


(17)

Kedua, leksikon berdasarkan alat pengobatan tradisional. Klasifikasi dan deskripsi dari leksikon alat ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu (1) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari logam, (2) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam (batu, air dan tanah liat), dan (3) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil. Pengklasifikasian dan pendeskripsian leksikon alat ini didasarkan pada keumuman penggunaan leksikon-leksikon alat dalam kegiatan pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai di desa Kesumbo Ampai. Adapun leksikon alat pengobatan yang terbuat dari logam, terdiri dari paang putiang dan bosi boani. Selain itu terdapat pula leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam yang terdiri dari kapua siyieh, aie, garam, sa’ang kangkuik, batu mancis, belau dan leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil, yaitu kaen itam dan bonang cunung.

Ketiga, leksikon berdasarkan kegiatan pengobatan tradisional. Klasifikasi dan deskripsi dari leksikon kegiatan ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu (a) leksikon kegiatan pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri (pribadi) dan (b) leksikon kegiatan pengobatan yang dapat dilakukan dengan bantuan ahli pengobatan (dukun). Adapun leksikon pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri (pribadi), yaitu diobuih, digiliang, dan dipoeh. Sementara itu leksikon pengobatan yang dapat dilakukan dengan bantuan ahli atau dukun, yaitu diasokan,


(18)

4.2Analisis Makna Mantra Pengobatan Tradisional Melayu Sakai dari Aspek Leksikal

Berdasarkan jenis semantiknya, makna dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual. Pada analisis makna mantra pengobatan tradisional Melayu Sakai penulis menganalisis makna berdasarkan aspek leksikal. Adapun analisis makna mantra pengobatan tradisional Melayu Sakai dari aspek leksikal sebagai berikut.

1. Usok (penyakit panas atau demam)

Usok merupakan sejenis penyakit seperti demam atau panas akibat sesuatu hal. Menurut kepercayaan masyarakat Melayu Sakai usok dapat disebabkan karena keteguran makhluk halus dan makhluk-makhluk lain dari alam gaib. Secara medis demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas 37,5 derajat celcius. Untuk menyembuhkan penyakit demam atau panas, mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai sebagai berikut.

(1) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’

Betanak disosak ‘memasak disesak’

Betungkat batang jerami ‘bertongkat batang jerami’ Setan mendosak ‘setan mendesak’

Aku menawayi ‘aku menawari’

Mustajab kepada si anu ‘mustajab kepada si dia’ Kobul Allah ‘kabul Allah’


(19)

Bokat laa ilahaillallah ‘berkat laa ilahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat betanak disosak, betungkat batang jeramai merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Isi dari sampiran tersebut terdapat pada baris setan mendosak, aku menawari. Makna dari mantra tersebut yaitu penyakit yang diderita berasal dari setan atau jin yang terus-menerus membuat badan penderita merasa panas. Karena adanya setan yang mendesak maka dukun akan menghilangkannya dengan mantra. Sementara itu pada baris mustajab kepada si (menyebutkan nama orang yang sakit), memiliki makna bahwa penyakit yang diderita seseorang dapat disembuhkan dengan mudah. Selain itu pada baris kobul Allah, kobul Muhammad memilik makna atas izin Allah dan nabi Muhammad. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

2. Pupah

Pupah merupakan penyakit yang ditandai dengan demam tinggi, badan menggigil, dan mempunyai rasa ketakutan. Menurut kepercayaan masyarakat Melayu Sakai penyakit ini disebabkan oleh makhluk gaib yang disebut anak bajang. Anak bajang suka menangis untuk menakuti manusia sehingga gangguan makhluk tersebut membuat seseorang terkejut dan mengalami demam tinggi. Pada penyakit pupah mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai berupa doa seperti berikut.


(20)

Allaahumma shalli 'alaa sayyidina muhammadin tibbil quluubi wadawaaihaa wa'aafiyatil abdaani wasyifaaihaa wanuuril abshaari wadliyaaihaa waquwwatil ajsaadi wal arwaahi waghidaa iha wa'alaa aalihi washahbihi ajma'iin

Arti dari doa tersebut yaitu,

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang

Ya Allah curahkanlah rahmat kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW sebagai obat hati dan penyembuhnya, penyehat badan dan kesembuhannya dan sebagai penyinar penglihatan mata beserta cahayanya dan merupakan makanan pokok jasmani maupun rohani. Semoga shalawat dan salam tercurahkan pula kepada keluarga serta para shahabat-shahabatnya.

Dari arti ayat di atas, doa tersebut mengandung makna bahwa untuk menerangkan penglihatannya dan menyembuhkan penyakit dari segala penyakit memintalah perlindungan kepada Alah karena dengan rahmat dan karunianyalah penyakit dapat disembuhkan. Sementara itu menurut keyakinannya, dukun meminta kepada Allah dan para utusannya melalui doa dan shalawat atas kesembuhan seseorang.

3. Tuju pangan

Tuju pangan merupakan penyakit yang ditandai dengan perut kembung, ulu hati terasa sakit, semua badan terasa pegal. Menurut kepercayaan masyarakat Melayu Sakai, penyakit tuju merupakan penyakit yang dibuat atau dikirimkan oleh seseorang kepada orang lain seperti guna-guna. Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat ditakutkan oleh masyarakat Melayu Sakai karena menurut


(21)

dukun penyakit ini dapat mematikan. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit tuju pangan sebagai berikut.

(3) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmannirrahimim ‘ dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Au di juwang au di lombah ‘aur di jurang aur di lembah’ Uwek tuju menuju ‘urat tuju menuju’

Datang antu aku sogah ‘datang hantu aku lawan’ Kumamaco ubat tuju ‘ku membaca obat tuju’ Si Anu (nama si sakit) ‘si anu’

Bukan si anu nan kono tuju ‘bukan si anu yang dapat tuju’ Anjing babi di seberang lautan ‘anjing babi di seberang lautan’ Nan kono tuju ‘yang dapat tuju’

Bokat lailaha illallah ‘berkat lailaha illallah’

Pada mantra di atas, kalimat Au dijuwang au di lomba, merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris tersebut bermakna aur atau bambu yang tumbuh di lombah ‘lembah’. Dalam ilmu magis pada pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai, buluh atau bambu mengandung racun. Racun tersebut terdapat pada bulu-bulu dari kulit bambu. Selain itu uat tuju

menuju merupakan baris ke dua dari sampiran mantra yang memiliki makna urat

atau akar dari aur ‘bambu’ yang tumbuh di lembah dilemparkan ke suatu arah. Sementara itu dibaris datang hantu aku soga merupakan isi dari sampiran mantra yang bermakna bahwa bagi dukun yang dianggap mempunyai kekuatan magis


(22)

dapat melawan apabila datang hantu. Untuk melawan hantu atau roh jahat yang menyebabkan penyakit tuju, dukun membaca mantra yang diyakininya dapat menyembuhkan penyakit tuju. Adapun pada baris bukan si A nan kono tuju,

anjing babi di seberang lautan nan kono tuju, memiliki makna bahwa seorang

dukun yakin bukan si A yang terkena tuju tetapi anjing dan babi yang di seberang lautan. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

4. Glogetan

Glogetan adalah penyakit pada kulit yang ditandai dengan munculnya penyakit kulit seperti kurap yang disertai dengan bengkak berwarna merah dan terasa gatal. Penyakit ini dapat menular ke bagian kulit lainnya jika tidak cepat disembuhkan. Pada penyakit glogetan doa yang digunakan masyarakat Melayu Sakai sebagai berikut.

(4) Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma robbannasi adzhibilba’ sa isyfi Fa antassyafi la syafalla Syifauka

syifaan la yufadiru saqoma.

Arti dari doa tersebut yaitu,

Ya allah, Tuhan manusia, lenyapkanlah segala penyakit, sembuhkanlah, engkau tuhan yang menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan suatu penyakitpun.

Dari ayat di atas (4), doa tersebut memiliki makna bahwa seseorang meminta kesembuhan kepada Tuhan dan mengharapkan penyakit yang ada dibadan hilang


(23)

tanpa meninggalkan bekas. Penyakit hanya dapat disembuhkan atas izin Allah sang pencipta.

5. Bisu angin/ bisu pangan

Bisu angin atau pangan merupakan penyakit kulit seperti benjolan kecil berwarna kemerahan. Dalam dunia medis penyakit ini biasa disebut dengan penyakit campak. Penyakit ini ditandai dengan badan terasa panas, batuk, muntah, nafsu makan berkurang, nyeri otot, mata merah, dan bejolan merah pada kulit. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit bisu angin atau pangan berupa doa sebagai berikut.

(5) Bismillahirrahmanirrahim Allahumma muthfial kabiiri

wa mukbiroshoghiiri athfi’haa ‘annii

Doa di atas mengandung arti, dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Ya Tuhanku, yang maha memudarkan yang besar, membesarkan yang kecil, pudarkanlah (hilangkanlah) apa yang tumbuh.

Dari ayat di atas (5) , doa tersebut memiliki makna bahwa hanya Allah lah yang dapat memudarkan penyakit yang tumbuh di badan. Apapun penyakit yang tumbuh dan membesar atas izin Allah penyakit tersebut dapat disembuhkan.

6. Ba’ah

Ba’ah merupakan sejenis bisul besar yang mengandung darah kotor serta nanah di dalam kulit dan menimbulkan rasa nyeri pada kulit. Bisul apabila pecah dan mengering biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit. Bisul biasanya


(24)

berawal dari benjolan merah dan lunak di daerah kulit yang lama-kelamaan akan menjadi keras. Di tengah benjolan akan terbentuk puncak berwarna putih yang akan memecah. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit ba’ah sebagai berikut.

(6) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismilahirahmanirahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Bilalang di topi ayie ‘belalang di tepi air’

Aku lantieng samu tana koeh ‘aku lempar dengan tanah keras’ Sedangkan tulang lai cayie ‘sedangkan tulang menjadi lunak’ Apo layi dagieng sabuku ‘apalah lagi daging seuras’

Kobual aku membuek ubek bisul ‘kabul aku membuat obat bisul’ Kobual Allah kobual Muhammad ‘ kabul Allah kabul Muhammad’ Kobual bagindo rasulallah ‘kabul bagindo rasulallah’ Bokat kalimek lailahhaillallah ‘berkat kalimat lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat bilalang di topi ayie merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris ini memiliki makna untuk memanggil penyakit yang ada di dalam tubuh. Pada baris Aku lantieng samu tana

koeh yang merupakan baris ke dua dari sampiran mantra mengandung makna

penyakit yang di derita dapat disembuhkan dengan bahan atau ramuan yang dibuat oleh dukun. Adapun pada baris sedangkan tulang lai cayie, apo layi

dagieng sabuku merupakan isi dari sampiran mantra yang bermakna bahwa


(25)

itu pada baris kobual aku membuek ubek bisul memiliki makna bahwa sang dukun atau tabib meminta izin kepada yang maha kuasa untuk membuat obat bisul. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, pada baris kabul Allah

kabul muhammad, kabul bagindo rasulullah bokat kalimek lailahailallah yang

bermakna atas nama Allah dan nabi Muhammad baginda Rasulullah dengan mengucapkan kalimat lailahaillah yang artinya tiada Tuhan selain Allah, dukun berdoa kepada Allah.

Pada mantra di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora dan antonimi yang ditandai pada kutipan mantra berikut.

Kobual aku membuek ubek bisul Kobual Allah kobual Muhammad Kobual bagindo rasulallah

Kata kobual ‘kabul’ pada kutipan mantra di atas merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata kobual ‘kabul’ menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu makna antonimi terdapat pada kutipan mantra berikut.

Aku lantieng samu tana koeh, sedangkan tulang lai cayie ‘aku lempar dengan tanah keras, sedangkan tulang menjadi cair’

Koeh ‘keras’>< cayie ‘lunak’. Kata koeh ‘keras’ berlawanan makna dengan kata cayie ‘lunak’ yang berfungsi sebagai penolakan terhadap penyakit yang parah sehingga mudah untuk disembuhkan melalui mantra yang dibacakan.


(26)

7. Palasik

Pada umumnya penyakit palasik berasal dari daerah Minangkabau Sumatera Barat, tetapi penyakit ini telah dikenal oleh masyarakat lain seperti masyarakat Melayu. Dalam kepercayaan masyarakat Melayu Sakai palasik merupakan sejenis hantu yang mengganggu ketentraman manusia khususnya anak bayi dan balita. Masyarakat percaya, apabila terdapat bayi yang memiliki gejala seperti suhu badan tinggi secara tiba-tiba, pucat, menangis terus-menerus terutama pada tengah malam, tidak bisa tidur atau susah untuk ditenangkan, badan tiba-tiba lemas, dan pada ubun-ubun atau ujung kepala terlihat cekung, maka bayi tersebut terkena palasik. Untuk menghilangkan hantu palasik dukun hanya membuat pegangan atau penangkal yang ditawari mantra sebagai berikut.

(7) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Menungkup melontang ‘menelungkup menjelentang’ Ubek dikomeh disolek banta ‘obat dikemas diselip bantal’ Mehambualah engkau dai sebalik bukik ‘menghamburlah engkau dari balik bukit’

Engkau yang mangosok ‘engkau yang menggosok’ kain kocik amak engkau ‘kain kecil ibu engkau’ Mengubuo aku manulak antu palasik ‘mengubur aku menolak hantu palasik’

Dalam batang tubuh anak manusio ‘dalam batang tubuh anak manusia’


(27)

Bokat lailaahaillallahu ‘berkat lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat manalungkui manjalantang ubek dikomeh

disolek banta merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun.

Makna dari baris tersebut yaitu dengan susah payah penangkal palasik dibuat dan dipasangkan ke anak bayi atau balita agar hantu palasik pergi dan tidak bisa mendekati si anak. Sementara itu baris mehambualah engkau dai sebalik bukik, merupakan isi dari sampiran mantra yang mengandung makna bawa dukun menyuruh hantu palasik pergi dari atas kepala anak bayi atau balita kerena menurut dukun hantu palasik berada disekitar kepala dan menghisap darah dari ubun-ubun anak.

Pada baris engkau yang mangosok kain kocik amak engkau, yang juga merupakan isi dari sampiran mantra mengandung makna bahwa hantu palasik berasal dari penganut ilmu hitam yang diwariskan secara turun temurun hanya kepada keturunan perempuan. Adapun pada baris mengubuo aku manulak antu

palasik dalam batang tubuh anak manusio, terdapat makna bahwa dukun

bermaksud untuk mengusir hantu palasik dan menguburnya agar tidak menggangu anak bayi atau balita. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada data (7) di atas, dapat ditemukan adanya pengulangan anadiplosis pada kutipan mantra berikut.

Mehambualah engkau dai sebalik bukik Engkau yang mangosok


(28)

Kata engkau merupakan kata di tengah baris yang diulang di awal baris pada kutipan berikutnya. Hal ini sebagai penanda adanya repetisi anadiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

8. Suantau

Suantau merupakan penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan yang dimakan oleh seseorang. Penyakit ini ditandai dengan muntah-muntah, diare, pusing dan badan terasa lemas. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit suantau sebagai berikut.

(8) Bahasa Daerah Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Hai penyakik dari sagalu penyakik ‘hai penyakit dari segala penyakit mangaluou la engkau keluar lah engkau’

Minhumkutubuhum namonyo suantau ‘minhumkutubuhum namanya racun’ Aku tau asa engkau mulo menjadi ‘aku tahu asal engkau mulai menjadi’ Di bawah lidah asa bisuo mulo menjadi ‘di bawah lidah asal bisa mulai menjadi’

Baghoaklah engkau ‘bergeraklah engkau’ Kok indok baghoak engkau ‘kalau tak bergerak engkau’ Aku indok baghoak lo do ‘aku takkan bergerak juga’

Aku tau asa engkau mulo menjadi ‘aku tau asal engkau mulai menjadi’ Dek aku ko ado tuhan ‘karena aku ini ada tuhan’


(29)

Pada mantra di atas, kalimat hai penyakik dari sagalu penyakik mangaluou la

ongkau merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun.

Makna dari baris tersebut yaitu dukun berusaha menarik semua penyakit agar cepat keluar dari badan seseorang yang terkena penyakit. Selain itu pada baris

minhumkutubuhum namonyo suantau, yang juga merupakan sampiran dari mantra

bermakna bahwa dukun memberi nama pada sebuah penyakit yang meracuni seseorang dengan sebutan minhumkutubuhum.

Pada baris Aku tau asal ongkau mula menjadi di bawah lidah asal bisuo mulo

menjadi, merupakan isi dari sampiran mantra yang bermakna bahwa dukun

mengetahui dari mana asal racun datang. Dikatakan di bawah lidah bisuo mulo

menjadi, karena racun itu berasal dari makanan atau minuman yang dimakan oleh

seseorang yang terkena racun. Adapun pada baris baghoghaklah ongkau kok tak

baghoghak ongkau, Aku takkan baghoghak lo do, terdapat makna bahwa dukun

mengusir penyakit agar cepat sembuh dari badan si sakit. Jika penyakit tidak sembuh, dukun tidak akan pergi sebelum penyakit tersebut dapat disembuhkan. Sementara itu pada baris Aku tau asal ongkau mola menjadi dek akugho ado

tuhan, memiliki makna bahwa dengan penuh keyakinan dukun mengetahui asal

penyakit dan penyakit akan sembuh atas izin yang maha kuasa. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (8) di atas, ditemukan pengulangan anafora dan pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.


(30)

Aku tau asa engkau mlo menjadi

Kata aku pada kutipan pada di atas merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata aku menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sedangkan repetisi mesodiplosis ditemukan juga pada kutipan mantra berikut.

Kok indok baghoak engkau Aku indok baghoak lo do

Kata baghoak ‘bergerak’ merupakan satuan lingual kata yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada baris mantra berikutnya. Hal ini sebagai penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

9. Luko di kulik

Luko di kulik merupakan sebuah kondisi kerusakan pada bagian atas kulit, biasanya kulit menjadi merah dan berdarah. Luka dapat disebabkan oleh benda tajam, ledakan, gigitan hewan, konsleting listrik dan berbagai penyebab lainnya. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit luko di kulik sebagai berikut.

(9) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’

Bosi melukwo ‘besi meluka’


(31)

Cubo engkau membinasuokan dagiang ‘coba engkau membinasakan daging’

Engkau duhaku kepaduo Allah ‘engkau durhaka kepada Allah’

Tetutup tekunci ‘tertutup terkunci’ Tehungkai tepakai ‘terbuka terpakai’

Bokat doa la ilahailallah ‘berkat doa la ilahailallah’

Pada kalimat bosi melukwo bosi menangka merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Makna dari baris tersebut yaitu apabila kulit mudah terluka maka dengan mudah luka dapat disembuhkan. Adapun pada baris cubo engkau membinasuokan dagiang, engkau duhaku kepaduo Allah, merupakan isi dari sampiran mantra yang mengandung makna jika luka dapat merusak kulit sampai ke daging maka engkau (yang menyebabkan luka) akan dihancurkan oleh Allah. Sementara itu baris tetutup tekunci, tehungkai tepakai, mengandung makna bahwa luka yang membuat kulit terbuka dapat tertutup seperti semula. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (9) di atas, secara aspek leksikal ditemukan pengulangan anadiplosis dan makna antonimi yang terdapat pada kutipan mantra berikut.

Cubo engkau membinasuokan dagiang Engkau duhaku kepaduo Allah


(32)

Kata engkau merupakan kata di tengah baris mantra yang secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan berikutnya. Pengulangan kata engkau pada baris pertama dan kedua menandai adanya repetisi anadiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu makna antonimi ditemukan pada kutipan mantra berikut.

Tetutup tekunci, tehungkai tepakai ‘tertutup terkunci, terbuka terpakai’

Tetutup ‘tertutup’><tehungkai ‘terbuka’. Dari contoh kutipan mantra di atas, terlihat bahwa kata tetutup ‘tertutup’ berlawan makna dengan kata tehungkai ‘terbuka’.

10. Tekihia (terkilir atau patah)

Tekihia merupakan gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Umumnya tekihia ‘terkilir’ dapat menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkak pada bagian yang terkilir. Semakin parah tingkat terkilir yang terjadi maka bengkak dan rasa nyeri yang dirasakan akan semakin parah. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai dalam pengobatan tekihia sebagai berikut.

(10) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Jati tumbuh di ateh bukik ‘jati tumbuh di atas bukit’ Aka menjulang sampai ke lauik ‘akar menjulang ke laut’


(33)

Uwek yang putuih udah kusambuang ‘urat yang putus sudah kusambung’ Patah tulang beuganti sendi ‘patah tulang berganti sendi’ Badan usah usak binasuo ‘badan jangan rusak binasa’ Bokat La ilaha illallah ‘berkat lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat jati tumbuh di ateh bukik aka menjulang sampai

ke lauik merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun.

Makna baris tersebut yaitu pohon jati melambangkan tulang yang keras, kuat dan tidak mudah patah. Sementara itu aka menjulang sampai ke lauik, bermakna badan yang terkilir akan disembuhkan sampai ke akarnya. Adapun pada baris

uwek yang kendur udah kutegang, uwek yang putuih udah kusambung, merupakan

isi dari sampiran mantra memiliki makna urat tulang yang terkilir apabila kendur maka ditegangkan seperti semula dan apabila tulang patah maka akan mudah tersambung.

Pada baris patah tulang beuganti sendi, mengandung makna bahwa tulang yang patah atau terkilir dapat menghasilkan pertumbuhan baru untuk memperbaiki tulang yang patah. Selain itu pada baris badan usah usak binasuo, mengandung makna agar badan tidak rusak maka tulang yang patah atau terkilir dapat disembuhkan. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (10) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora dan pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.


(34)

Uwek yang putuih udah kusambuang

Kata uwek pada kutipan mantra tersebut merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata uwek ‘urat’ menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu, pengulangan (repetisi) mesodiplosis terdapat pada kata udah ‘sudah’ yang merupakan satuan lingual kata yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada baris mantra berikutnya. Pengulangan kata udah ‘sudah’ pada baris pertama dan baris kedua mantra menandakan adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Selain itu makna antonimi ditemukan pada kutipan mantra berikut.

Uwek yang putuih udah kusambuang ‘urat yang pitus sudah kusambung’

Putuih ‘putus’ >< sambuang ‘sambung’. Kata putuih ‘putus’ yang terdapat pada kutipan mantra di atas, berlawanan makna dengan kata sambuang ‘sambung’.

11. Tekono (keteguran)

Menurut masyarakat Melayu Sakai tekono atau keteguran adalah suatu penyakit yang disebabkan karena ditegurnya seseorang oleh makhluk gaib. Penyakit ini ditandai dengan sakit kepala dan panas badan yang tidak turun-turu selama lima hari. Untuk mengetahui seseorang mengalami tekono atau keteguran dilihat saat pelemparan kunyit. Apabila kunyit yang dilempar pertama sama-sama tertutup maka sesorang tersebut mengalami penyakit tekono dan jika kunyit yang dilempar sampai tiga kali tetapi tidak sama-sama terbuka maka orang tersebut


(35)

tidak tekono atau keteguran. Setelah mengetahui apakah seseorang tekono atau keteguran maka kunyit dipilih kembali dengan membaca mantra. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada penyakit tekono sebagai berikut.

(11) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Gamit si gelamit sangkuik di gulang-gulang ‘gamit si gelamit tersangkut di gulang-gulang’

Waktu setan menggamit di situ jugo ‘waktu setan menggamit di situ juga semangek si anu hilang semangat si (nama si sakit) hilang’ Jangan engkau bohuang kunyit ‘jangan engkau bohong kunyit’ Durhaka engkau kepaduo Allah ‘durhaka engkau kepada Allah’ Asa engkau dayi tanah ‘asal engkau dari tanah’

baliek engkau kepadou tanah ‘ kembali engkau kepada tanah’ Kobual Allah kobual Muhammad ‘ kabul Allah kabul Muhammad’ Mustajab kepada si (nama orang sakit) ‘mustajab kepada si (nama orang sakit)’

Bokat laa ilahaillallah ‘berkat lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat gamit si gelamit sangkuik di gulang-gulang merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Makna dari baris tersebut yaitu gamit si gelamit diartikan sesuatu atau seseorang yang disentuh oleh setan, sedangkan di gulang-gulang diartikan sebagai gubuk yang terdapat di sawah atau ladang. Sementara itu pada baris waktu setan menggamit di


(36)

situ jugo semangek si (menyebutkan nama yang sakit) hilang, memiliki makna

bahwa di mana pun setan menyentuh disitulah penyakit datang. Adapun pada baris jangan engkau bohuang kunyit, durhaka engkau kepaduo Allah, merupakan isi dari sampiran mantra yang memiliki makna bahwa kunyit yang digunakan sebagai bahan pengobatan akan memberi kesembuhan kepada seseorang atas izin Allah. Selain itu pada baris asa engkau dayi tanah, baliek engkau kepaduo tanah, bermakna jika setan yang menyebabkan penyakit berasal dari tanah maka akan dikembalikan ke tanah. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (11) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.

Jangan engkau bohuang kunyit Durhaka engkau kepaduo Allah Asa engkau dayi tanah Baliek engkau kepadou tanah

Kata engkau merupakan satuan lingual kata yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada baris mantra berikutnya. Hal ini sebagai penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

12. Sakik Gigi

Sakik gigi merupakan nyeri yang dirasakan di dalam atau di sekitar gigi yang terasa saat saraf di gigi teriritasi. Sakit gigi disebabkan oleh kerusakan atau


(37)

kebusukan gigi seperti gigi berlubang. Penyakit ini ditandai dengan adanya rasa nyeri pada gigi dan bengkak di sekitar gigi bahkan hingga ke pipi dan rahang. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan sakik gigi sebagai berikut.

(12) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Kayu auo tongah padang ‘kayu ara ditengah padang’ Uwek parang mamarang ‘akar perang memerang’ Kulik parang mamarang ‘kulit perang memerang’ Daon parang mamarang ‘daun perang memerang’ Mamarang segalu pagharangan ‘memerang segala sakit gigi’

Kobual aku mambuek peghangan gigi ‘kabul aku membuat obat sakit gigi’ Kobual Allah kobual Muhammad ‘kabul Allah kabul Muhammad’ Bokat kalimek lailahailallah ‘berkat kalimat Lailahailallah’

Pada mantra di atas, kalimat kayu auo tongah padang merupakan sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Makna dari baris tersebut yaitu kayu ara yang terletak di tengah padang merupakan pohon yang dari zaman nabi sering digunakan sebagai obat untuk bermacam-macam penyakit. Orang-orang terdahulu menganggap bahwa buah ara adalah makanan terbaik bagi mereka yang lemah karena sakit dan dalam proses penyembuhan. Dukun menyebutkan kayu ara agar obat yang dibuatnya mempunyai kasiat sama seperti buah ara yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sementara itu pada baris uwek parang


(38)

mamarang, aka parang mamarang, kulik parang mamarang, daon parang mamarang, memiliki makna bahwa dari urat, akar, kulit, daun dan semua yang

terdapat pada pohon ara dapat dijadikan sebagai bahan untuk menyembuhkan penyakit.

Pada baris mamarang segalu pagharangan merupakan isi dari sampiran mantra yang memiliki makna dapat melawan semua penyakit yang berada disekitar gigi. Selain itu pada baris kobual Aku mambuek peghangan gigi, terdapat makna bahwa dukun meminta izin menurut keyakinannya untuk membuat obat gigi. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (12) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora, pengulangan anadiplosis dan pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.

Kobual aku mambuek peghangan gigi Kobual Allah kobual Muhammad

Kata kobual ‘kabul’ pada kutipan mantra di atas merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata kobual ‘kabul’ menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu pengulangan anadiplosis terdapat pada kutipan mantra berikut.

Daon parang mamarang Mamarang segalu pagharangan


(39)

Kata mamarang merupakan kata di tengah baris mantra yang secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan berikutnya. Pengulangan kata mamarang ‘memerang’ pada baris pertama dan kedua menandai adanya repetisi anadiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sedangkan pengulangan mesodiplosis terdapat pada kutipan mantra berikut.

Uwek parang mamarang Kulik parang mamarang Daon parang mamarang

Kata parang ‘perang’ merupakan satuan lingual kata yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada baris mantra berikutnya. Hal ini sebagai penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

13. Sakik matu

Sakik matu atau sakit mata merupakan segala gangguan atau penyakit yang membuat mata terasa sakit. Penyakit ini umumnya ditandai dengan mata terasa pedih, merah, berair, dan bengkak. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan sakik matu berupa doa sebagai berikut.

(13) Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma inni as-aluka wa atawajjaha ilaika binabiyyika muhammadin

nabiyyin rahmati sallalaahu’alaihi wassalam. Ya muhammadu, inni tawajjahtu


(40)

Arti doa di atas yaitu, ya Allah, aku mohon dan menghadap kepadamu bersama nabi-mu, muhammad, nabi yang terbanyak mendapat rahmat dari engkau. Ya nabi Muhammad sesungguhnya aku menghadap bersama mu kepada tuhan ku karena kepentingan ku ini, harapan semoga dikabulkanNya untuk ku, ya Allah sembuhkanlah aku.

Dari arti doa tersebut, terdapat makna bahwa seseorang meminta dan memohon kepada Allah atas rahmat yang diberi bersama para nabi untuk kepentingan kesehatannya sehingga penyakit yang dideritanya dapat disembuhkan.

14. Bisuo ula atau lipan

Bisuo ula atau lipan adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan hewan berbisa seperti ular, kalajengking, lipan dan hewan berbisa lainnya. Penyakit ini umumnya ditandai dengan adanya bekas gigitan pada kulit yang menyebabkan kulit luka, memerah, bengkak dan kulit terasa panas. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan penyakit bisuo ula atau lipan sebagai berikut.

(14) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Aku menawayi acun ‘aku menawar racun’

Aku tau asa acun ‘aku tau asal racun’ Anak lidah asa acun ‘anak lidah asal racun’ Cabuik bisuo engkau ‘cabut bisa engkau’ Naikkan bisuo tawarku ‘naikkan bisa tawarku’


(41)

Bokat lailahaillallah ‘berkat lailahailallah’

Dari mantra di atas, kalimat aku menawar acun merupakan sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Makna dari baris tersebut yaitu dukun akan menawari atau menghilangkan kekuatan racun akibat bisa yang ditimbulkan dari gigitan binatang. Sementara itu pada baris Aku tau asa acun, anak lidah asa acun, mempunyai makna bahwa dukun mengetahui racun berasal dari dalam mulut binatang yang menggigit. Adapun pada baris cabuik bisa engkau, naikkan bisa

tawarku merupakan isi dari sampiran mantra yang mempunyai mkana bahwa

dukun bermaksud untuk mencabut bisa yang ada dalam tubuh dengan obat yang sudah ia tawari dan memohon untuk memberikan kekuatan terhadap ramuan yang dibuatnya sehingga apa yang ditawarinya dapat mengalahkan bisa atau racun. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (14) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora dan pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan berikut.

Aku menawar acun Aku tau asa acun

Kata aku pada kutipan mantra di atas merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata aku menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai. Sementara itu pengulangan mesodiplosis terdapat pada kutipan mantra berikut.


(42)

Aku tau asa acun

Anak lidah asa acun Cabuik bisuo engkau Naikkan bisuo tawarku

Kata asa dan bisuo merupakan bentuk pengulangan yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada kutipan mantra berikutnya. Hal ini sebagai penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

15. Panyakik gulo (penyakit gula)

Penyakik gulo atau dalam dunia medis biasa disebut diabetes adalah penyakit akibat gangguan dalam metabolisme tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tingginya kadar gula dalam darah ini karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh tubuh sebagai sumber energi. Penyakit ini ditandai dengan tekanan darah yang tinggi, mudah merasa lelah, luka yang lama sembuh, pandangan yang kabur, sering mengalami infeksi misalnya pada kulit dan gusi. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan penyakik gulo sebagai berikut.

(15) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia

Bismillahirrahmannirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Hai bumi linduangilah aku ‘hai bumi lindungilah aku’ Hai langit payungilah aku ‘hai langit payungilah aku’ Hai segalu penyakik di badan ‘hai segala penyakit di badan’


(43)

Menyingkielah engkau ‘menyingkirlah engkau’ Balieklah ke asa mulo ‘kembalilah ke asal mula’ Bokat laiillahaillallah ‘berkat lailahailallah’

Dari mantra di atas, kalimat hai bumi linduangilah aku merupakan sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris tersebut memiliki makna bahwa sang dukun meminta kepada pencipta bumi agar melindunginya untuk tetap berpijak pada keyakinannya dalam menyembuhkan penyakit. Sementara itu pada baris hai

langit payungilah aku, yang juga merupakan baris ke dua dari sampiran mantra

memiliki makna bahwa sang dukun mengisyaratkan langit sebagai pelindung dirinya terhadap roh-roh jahat yang ingin merusak dan mendatangkan penyakit kepada manusia. Adapun pada baris menyingkielah engkau, merupakan isi dari sampiran mantra yang memiliki makna sebagai pengusir penyakit yang ada di dalam tubuh seseorang. Selain itu di baris balieklah ke asa mulo, terdapat makna bahwa sang dukun mengetahui asal penyakit tersebut datang dan penyakit dapat dikembalikn ke tempat asalnya. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (15) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan anafora yang ditandai pada kutipan berikut.

Hai bumi linduangilah aku Hai langit payungilah aku Hai segalu penyakik di badan


(44)

Kata hai pada kutipan mantra di atas, merupakan satuan lingual kata yang berada di awal baris mantra secara konsisten diulang di awal baris pada kutipan mantra berikutnya. Pengulangan kata hai pada baris pertama, kedua, dan ketiga mantra menandakan adanya pengulangan (repetisi) anafora dalam mantra pengobatan Melayu Sakai

16. Boguk

Boguk adalah penyakit menular yang menyebabkan bengkak dan rasa sakit pada kelenjer parotis di antara telinga dan rahang, sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Pada umumnya penyakit boguk ditandai dengan demam, sakit kepala, pembengkakan pada satu atau kedua kelenjer parotid, mulut kering dan hilang selera makan. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan boguk sebagai berikut.

(16) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Dulang-dulang topi aie ‘dulang-dulang tepi air’

Hinggok di tanah tumbuh ‘hinggap di tanah tumbuh’ Tulang indok lotiah ‘tulang tidak lelah’

Bongkak luluh ‘bengkak luluh’

Hilangkanlah bongkak si anu ‘hilangkanlah bengkak si (nama yang sakit)’

Kobul Allah ‘ kabul Allah’ Bokat lailahaillallah ‘berkat lailahailallah’


(45)

Dari mantra di atas, kalimat dulang-dulang topi aie merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris tersebut memiliki makna yaitu dulang-dulang yang diartikan sebagai sebuah nampan atau talam kecil yang dibuat dari kayu. Talam kecil ini biasa digunakan oleh masyarakat Melayu untuk tempat mencuci barang sepuhan yang mempunyai nilai tinggi. Sementara itu pada baris hinggok di tanah tumbuh yang juga merupakan baris ke dua dari sampiran mantra memiliki makna bahwa dulang-dulang yang terbuat dari kayu apabila jatuh ke tanah akan tumbuh. Baris tersebut mengisyaratkan bahwa penyakit boguk yang jatuh ke badan dengan mudah tumbuh dan membengkak. Adapun pada baris

tulang indok lotih, bongkak luluh, merupakan isi dari sampiran mantra yang

memiliki makna bahwa tulang dapat menahan penyakit boguk sampai bengkak yang ada di leher sembuh dengan sendirinya. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

17. Rematik

Rematik merupakan kondisi tubuh yang sangat menyakitkan karena disebabkan oleh pembengkakan, peradangan, dan nyeri pada sendi atau otot. Rematik merupakan penyakit yang menyerang bagian tubuh pada anggota gerak, seperti pada sendi, otot, tulang dan jaringan sekitar sendi. Penyakit rematik ditandai dengan nyeri sendi dan bengkak, kekakuan sendi terutama di pagi hari dan mudah kelelahan. Mantra yang digunakan masyarakat Melayu Sakai pada pengobatan rematik sebagai berikut.


(46)

(17) Bahasa Melayu Sakai Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang’ Hai jumbalang ‘hai jumbalang’

Tuwon poilah engkau ‘turun pergilah engkau

dai batang tubuh si anu ‘ dari batang tubuh si (nama orang sakit)’

Engkau yang datang dai hutan ‘engkau yang datang dari hutan’ Betompek di boncah-boncah ‘bertempat di rawa-rawa’ Aku tau asa engkau menjadi ‘aku tau asal engkau’ Aku baliekkan engkau ‘aku kembalikan engkau’ Ke tompek asa engkau ‘ketempat asal engkau’

Kobul Allah ‘kabul Allah’

Bokat lailahailallah ‘berkat lailahailallah’

Dari mantra di atas, kalimat hai jumbalang tuwon poilah engkau dai batang

tubuh merupakan bentuk sampiran mantra yang mengambil unsur pantun. Baris

mantra tersebut memiliki makna bahwa jumbalang merupakan sesosok jin yang menyebabkan penyakit pada badan manusia. Dukun bermaksud untuk memanggil jin ini dan menyuruhnya pergi dari tubuh dengan menyebutkan nama orang yang sakit. Kepercayaan awal masyarakat Melayu Sakai sebelum kedatangan agama adalah animisme di mana mereka percaya semua benda di dunia ini mempunyai roh sehingga mereka juga menganggap penyakit yang datang disebabkan adanya pengaruh jin atau setan.


(47)

Pada baris engkau yang datang dai utan, betompek di boncah-boncah juga merupakan bentuk sampiran mantra yang memiliki makna bahwa dukun mengetahui jin yang menyebabkan penyakit ini berasal dari hutan dan bertempat di rawa-rawa. Menurut dukun jin atau setan sangat suka hidup di tempat yang kosong dan berair. Adapun pada baris Aku tau asa engkau menjadi, aku baliekkan

engkau ke tompek asa engkau merupakan isi dari sampiran mantra yang memiliki

makna bahwa dukun akan mengembalikan jin ke tempat asalnya agar penyakit yang ada di dalam badan hilang dibawa oleh jin atau setan. Untuk memperkuat keyakinan dan meminta kesembuhan, dukun berdoa kepada Allah melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahaillallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah.

Pada mantra (17) di atas, secara aspek leksikal terdapat pengulangan mesodiplosis yang ditandai pada kutipan mantra berikut.

Tuwon poilah engkau dai batang tubuh si.. Engkau yang datang dai hutan

Kata dai merupakan kata yang berada di tengah-tengah baris atau kalimat secara konsisten diulang pada kutipan mantra berikutnya. Hal ini sebagai penunjuk adanya repetisi mesodiplosis dalam mantra pengobatan Melayu Sakai.

4.3Nilai-Nilai Budaya dalam Pengobatan Tradisional Melayu Sakai

Dari uraian mengenai leksikon pengobatan tradisional Melayu Sakai terdapat tiga pengelompokan leksikon yang terdiri dari alat dan bahan pengobatan, kegiatan pengobatan serta mantra yang digunakan dalam pengobatan. Dari ketiga pengelompokan pengobatan tradisional tersebut terdapat nilai-nilai


(48)

budaya yang mencerminkan kebiasaan masyarakat Melayu Sakai yaitu sebagai berikut.

1. Nilai Religi

Masyarakat Melayu di desa Kesumbo Ampai pada umumnya beragama Islam dan masih berpegang pada adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang. Karena ikatan islam inilah orang Melayu Sakai yang masih berpegang pada konsep tradisi namun akan takut jika tidak disebut Islam. Kata

bismillahirrahmanirrahim pada awal pembacaan mantra dan lailahailallah pada

penutup mantra merupakan sebagai gerbang keislaman yang selalu dipakai oleh masyarakat Melayu Sakai dalam berbagai amalan karena mereka percaya bahwa semua amalan akan terkabul dalam pemahaman Islam jika mengucapkan lailahailallah Muhammadarasulullah.

Sebelum adanya agama masyarakat Melayu Sakai menganut kepercayaan animisme seperti adanya kekuatan magis dan adanya makhluk halus seperti jin, setan yang ada disekitar mereka. Adanya kepercayaan tersebut terlihat dari makna setiap mantra bahwa yang menyebabkan penyakit adalah jin, hantu atau setan. Makhluk gaib yang dihubungkan dengan suatu penyakit melambangkan adanya energi negatif yang ada di dalam tubuh manusia sehingga timbullah suatu penyakit. Mantra yang terdapat pada pengobatan tradisional merupakan hasil dari nenek moyang masyarakat Melayu pada umumnya. Karena mantra pengobatan merupakan turun-temurun, maka sedikit banyaknya mantra tersebut akan ada perubahan dari yang sebelumnya. Dengan adannya agama maka dapat terlihat perubahan mantra yang awalnya dulu tidak memakai kalimat


(49)

bismillahirrahmanirrahim dan lailahailallah, sekarang penggunaan mantra sudah di awali dengan kalimat bismillahirrahmanirrahim dan di (Salim, 1976)tutup dengan kalimat syahadat lailahailallah yang menandakan bahwa masyarakat Melayu Sakai beragama Islam dan mereka juga mempercayai bahwa semua terjadi atas kehendak Allah. Semua penyakit yang ada di dalam tubuh manusia akan sembuh atas izin Allah sekalipun penyakit itu disebabkan oleh jin atau setan.

2. Nilai Peduli Lingkungan

Lingkungan dalam kehidupan sosial atau masyarakat merupakan sumber daya dalam kehidupan sehari-hari (Salim, 1976). Kepedulian lingkungan dapat dinyatakan dengan sikap mendukung atau memihak terhadap lingkungan, yang dapat diwujudkan dalam sikap seseorang yang dapat meningkatkan dan memelihara kualitas lingkungan. Berikut kutipan mantra yang menandai adanya nilai peduli lingkungan.

Mantra (3) Au di juwang au di lombah (10) Jati tumbuh di ateh bukik ‘aur di jurang aur di lembah’ ‘jati tumbuh di atas bukit’

Mantra (11) Jangan engkau bohuang kunyit ‘jangan engkau bohong kunyit’

Mantra (17) Engkau yang datang dai hutan ‘engkau yang datang dari hutan’ Betompek di boncah-boncah


(50)

‘bertempat di rawa-rawa’

Pada mantra (3), (10), (11) terdapat kata au yang berati tanaman bambu, jati yang berarti tanaman pohon jati dan kunyit yang merupakan jenis tumbuhan rempah. Dari kata tersebut terlihat bahwa dalam pembacaan mantra masih menggunakan unsur-unsur tumbuhan yang terdapat disekitar lingkungan masyarakat. Selain itu pada mantra (17) terdapat kata hutan dan boncah-boncah yang menggambarkan keadaan lingkungan setempat yang masih mengenal lingkungan hutan dan rawa-rawa. Dengan adanya pengetahuan masyarakat tentang jenis tumbuhan menandakan bahwa hutan disekitar lingkungan masyarakat tersebut masih terjaga kelestariannya sehingga masyarakat masih banyak mengenal tanaman-tanaman yang terdapat disekitar mereka.

3. Nilai Kesehatan

Dalam antropologi, kesehatan dipandang sebagai disiplin budaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama mengenai cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang memengaruhi kesehatan dan penyakit (Notoatmodjo, 2007). Setiap kebudayaan mempunyai berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Berikut kutipan mantra yang menandai adanya nilai kesehatan.

Mantra (3) Kumamaco ubat tuju mantra (6) Kobual aku membuek ubek bisul ‘ku membaca obat tuju’ ‘kabul aku membuat obat bisul’


(51)

‘kabul aku membuat obat sakit gigi’

Dari kutipan mantra di atas, kata ubat tuju, ubek bisul, dan peghangan

gigi menandai bahwa dengan pembacaan mantra, obat yang dibuat sesuai dengan

penyakit yang diderita mempunyai khasiat dalam proses penyembuhan. Masyarakat setempat meyakini bahwa obat yang dibuat oleh dukun atau ahli dalam pembuatan obat tradisional mempunyai nilai kesehatan terhadap kesembuhan suatu penyakit.

4. Nilai Kesetiakawanan Sosial

Kesetiakawanan sosial menurut W.J.S Poerwadarminta merupakan ciri atau sifat yang timbul dari sikap dan prilaku untuk bersimpati dan berempati kepada orang lain. Rasa simpati dapat terjalin secara timbal balik, jika kita saling mengenal dan mendalami. Jika kita bersimpati kepada orang lain, orang lain pun tentu akan bersimpati kepada kita. Sebaliknya empati dapat terjalin dari seseorang tanpa harus orang lain berempati kepada kita. Nilai kesetiakawanan sosial terlihat pada kutipan mantra berikut.

Mantra (1) Aku menawayi mantra (14) Aku menawayi acun ‘aku menawari’ ‘aku menawari racun’

Pada kutipan mantra di atas, kata menawayi ‘menawari’ menandai bahwa adanya kerjasama antara dukun dan penderita sakit dalam proses pengobatan. Pengobatan tidak dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan dukun dalam menawari tiap proses pengobatan. Dukun membuat penawar agar sakit yang diderita seseorang dapat disembuhkan dengan cepat.


(52)

5. Nilai Kejujuran

Nilai kejujuran yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Suparno P, dkk. 2003). Nilai kejujuran dapat ditemukan pada kutipan mantra berikut.

Mantra (11) Jangan engkau bohuang kunyit ‘jangan engkau bohong kunyit’

Kata bohuang ‘bohong’ pada kutipan di atas, menandai adanya sifat saling jujur antarmasyarakat. Dengan adanya kata bohuang ‘bohong’ dapat menggambarkan bahwa masyarakat sangat menjunjung nilai kejujuran dalam berprilaku. Adanya nilai kejujuran dalam diri seseorang dapat membawa kepercayaan dan meningkatkan karakter moral seseorang.

6. Nilai pendidikan

Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah lepas dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan dapat dikatakan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Nilai pendidikan dapat ditemukan pada kutipan mantra berikut.

Mantra (3) Ku mamaco ubat tuju ‘ku membaca obat tuju’


(53)

Kata mamaco ‘membaca’ yang terdapat pada kutipan mantra di atas, menandai bahwa masyarakat menjadikan kegiatan mamaco ‘membaca’ sebagai salah satu cara untuk mendapatkan informasi serta ilmu pengetahuan. Adanya pengetahuan dari membaca dapat mewujudkan masyarakat yang berwawasan dan tanggap akan perubahan yang terjadi di lingkungan luar, sehingga tercipta masyarakat yang berpengetahuan.

7. Nilai kesejahteraan

Kesejahteraan dalam masyarakat adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materi maupun spiritual yang ditandai oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya (Suud, 2006:5). Nilai kesejahteraan ditemukan dalam kutipan mantra berikut.

Mantra (15) Hai bumi linduangilah aku ‘hai bumi lindungilah aku’ Hai langit payuangilah aku ‘hai langit payungilah aku’ Kata linduangilah ‘lindungilah’ dan payuangilah ‘payungilah’ yang terdapat pada kutipan mantra tersebut menandai adanya permohonan perlindungan terhadap yang maha kuasa atas keselamatan hidup seseorang. Permohonan tersebut menandakan adanya nilai kesejahteraan di dalam suatu masyarkat.


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun yang menjadi simpulan dari penelitian ini adalah:

1. Dalam data pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai terdapat deskripsi dan

klasifikasi leksikon yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) alat dan bahan yang digunakan, (2) kegiatan dalam pengobatan, (3) dan mantra yang digunakan. Leksikon alat dan bahan serta kegiatan dalam pengobatan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama, leksikon berdasarkan bahan pengobatan tradisional. Adapun penggunaan bahan sebagai berikut: (1) Batang tumbuhan, terdiri dari gotah inggu, gula, kemonyan dan koteh. (2) Daun tumbuhan, terdiri dari kumpai, cekoau, lenjuang, sesugi, tembakau,

daon pandan, daon kledek, gambia, siyieh dan daon puleh padi. (3) Buah

tumbuhan, terdiri dari kelambia, bawang putieh, minyak makan, potai cino,

boeh dan rimbang. (4) Rimpang tumbuhan, terdiri dari kunyit molai, lengkueh dan ompua kunyit. (5) Bahan pengobatan tradisional yang mengacu pada

bahan yang terbuat dari bahan kimia yaitu, sasa dan balsem. (6) Leksikon bahan pengobatan tradsional yang berasal dari hewan terdiri dari ikan bada

dan anak ayam bau menoteh. (7) Akar tumbuhan, yaitu aka botiak.

Kedua, leksikon berdasarkan alat pengobatan tradisional, leksikon alat ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu (1) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari logam, yaitu paang putiang dan bosi boani. (2) leksikon alat pengobatan


(55)

yang terbuat dari bagian tumbuhan atau alam (batu, air dan tanah liat), yaitu kapua siyieh, aie, garam, sa’ang kangkuik, batu mancis, belau dan (3) leksikon alat pengobatan yang terbuat dari bahan tekstil, yaitu kaen itam dan

bonang cunung. Ketiga, leksikon berdasarkan kegiatan pengobatan

tradisional, terdiri dari leksikon kegiatan pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri (pribadi) yaitu, diobuih, digiliang, dan dipoeh. Dan leksikon kegiatan pengobatan yang dapat dilakukan dengan bantuan ahli pengobatan (dukun), yaitu diasokan, dimandian, disonta dan dihuwuik.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap makna mantra pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai dari aspek leksikal, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Penyakit yang datang berasal dari roh jahat seperti setan atau jin. b. Penyakit dapat disembuhkan atas izin Allah yang maha kuasa

melalui keberkatan kalimat syahadat la ilahailallah.

c. Obat yang ditawari dengan mantra atau doa digunakan dalam proses penyembuhan.

Sementara itu, dari struktur teks mantra pengobatan tradisonal masyarakat Melayu Sakai ditemukan aspek leksikal berupa pengulangan anafora, pengulangan, anadiplosis, pengulangan mesodiplosis, dan makna antonimi.

3. Nilai-nilai budaya yang terdapat pada mantra pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai yaitu, nilai religi, nilai kesehatan, nilai kesetikawanan sosial, nilai peduli lingkungan, nilai kejujuran, nilai pendidikan, dan nilai kesejahteraan.


(56)

5.1 Saran

Peneliti berharap agar peneliti-peneliti lain melakukan penelitian sejenis dalam suku/etnik lain. Untuk mendukung suksesnya peneliti lanjutan, kiranya pihak pemerintah turut berpartisipasi mendukung penelitian setiap budaya yang ada dalam masyarakat agar budaya itu sendiri tidak punah, khusunya untuk masyarakat Melayu Sakai agar tetap mempertahankan kebudayaannya dalam pengobatan tradisional.


(1)

Leksikon dalam Pengobatan Tradisional Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai: Kajian Antropolinguistik

Oleh Yesi Elviani

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini menganalisis leksikon yang terdapat dalam pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai dengan menerapkan pendekatan Antropolinguistik. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan leksikon, menjelaskan makna mantra serta nilai-nilai budaya yang terdapat dalam pengobatan tradisional. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Antropolinguistik oleh Sibarani (2012) serta makna dari segi aspek leksikal oleh Abdul Chaer (1994). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penyediaan data dalam penelitian menggunakan metode simak dan metode cakap. Data yang diperoleh diolah menggunakan teknik padan referensial. Dari hasil penelitian ditemukan deskripsi dan klasifikasi leksikon yang terdiri dari leksikon berdasarkan bahan pengobatan tradisional, alat pengobatan, dan kegiatan pengobatan. Sementara itu, pada mantra terdapat makna bahwa penyakit yang datang berasal dari roh jahat seperti setan atau jin, obat yang ditawari dengan mantra atau doa digunakan dalam proses penyembuhan dan penyakit dapat disembuhkan atas izin Allah melalui keberkatan kalimat syahadat lailahailallah. Nilai-nilai budaya yang terdapat pada leksikon pengobatan tradisional Melayu Sakai yaitu, nilai religi, nilai kesehatan, nilai kesetikawanan sosial, nilai peduli lingkungan, nilai kejujuran, nilai pendidikan, dan nilai kesejahteraan.

Kata kunci: leksikon pengobatan tradisional, mantra, Antropolinguistik


(2)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi yang berjudul ‘Leksikon dalam Pengobatan Tradisonal Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai: Kajian Antropolinguistik’.

Adapun tujuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan sarjana pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga banyak mendapatkan bantuan baik berupa doa, dukungan, perhatian, bimbingan dan nasihat dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada pihak-pihak di bawah ini:

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, MS. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, bapak Drs. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanudin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.


(3)

3. Ibu Dr. Ida Basaria, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi dorongan, pengetahuan, dan arahan, kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs.Amhar Kudadiri, M.Hum.selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, serta masukan yang positif selama penulisan skripsi ini

5. Seluruh dosen dan para staf yang telah banyak memberikan ilmu serta bantuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan akademis di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa moril dan materil dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada Ibunda Desriani yang dengan tegarnya memperjuangkan seluruh anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan. Begitu juga kepada Ayahanda Ahmad Yanto yang merupakan sosok panutan paling berjasa di dalam membentuk kepribadian seluruh anggota keluarga.

7. Para sahabat terdekat Devi Asniyar Harefa, Dini Nanda Putri, dan Rika Kartika Koto yang selalu memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.

8. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU angkatan 2012 yang memberi warna pada hari-hari penulis selama perkuliahan.


(4)

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kepada pembaca agar member kritik dan saran yang bermanfaat demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita bersama.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Yesi Elviani


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

PRAKATA...ii

Daftar Isi...iii

BAB I Pendahuluan 1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Rumusan Masalah...7

1.3Tujuan Penelitian...7

1.4Ruang Lingkup...8

1.5Manfaat penelitian...8

1.5.1 Manfaat teoritis...9

1.5.2 Manfaat praktis...9

BAB II Konsep, Landasan Teori, Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep...10

2.1.1 Antropolinguistik...10

2.1.2 Leksikon...10

2.1.3 Makna...11

2.1.4 Pengobatan Tradisional...11

2.1.5 Mantra...12

2.2 Landasan Teori...12

2.3 Tinjauan Pustaka...14

BAB III Metode Penelitian 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...18

3.2 Sumber Data...18

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...19

3.4 Teknik Analisi Data... ...21

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Deskripsi Leksikon...24

4.2 Analisis Makna Mantra dari Aspek Leksikal...30


(6)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan...70 5.2 Saran...72 DAFTAR PUSTAKA