Uji Komposisi Bahan Baku Terasi pada Alat Penumbuk Mekanis

TINJAUAN PUSTAKA
Udang
Udang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda, kelas Crustacea dan
bangsa Decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga dan
jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnya, yaitu
udang laut dan udang darat. Badan udang dibagi menjadi dua: chepalotorax
(gabungan antara kepala, dada dan perut) dan ekor. Bagian kepala beratnya
kurang lebih 36-49%, dan kulit 17-23% dari total berat badan. Jenis udang laut
yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain Penaeus monodon (udang
windu), Penaeus merguiensis (udang putih) dan Metapenaeus monoceros (udang
dongol). Udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain
Macrobranchium rosenbergii (udang galah), Panalirus spp (udang kipas), dan
lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).
Udang merupakan hasil perikanan yang penting, baik untuk konsumsi
dalam negeri maupun untuk ekspor. Padahal udang termasuk bahan yang cepat
busuk dan rusak agar mutunya tetap baik, kita perlu mengusahakan penanganan
lepas panen. Udang yang masih bermutu baik, harus memenuhi syarat sebagai
berikut: utuh, warna masih asli sesuai jenisnya, tidak terdapat bercak-bercak
hitam, mata bulat dan bening, daging masih kenyal, kulit kuat dan bau segar
(Mudjiman, 1982).
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkatan dalam

daur hidupnya. Udang bersifat bentik (berhubungan dengan faktor-faktor dasar
laut) serta hidup pada permukaan dasar laut. Habitat yang disukai adalah dasar
laut yang lumer (soft), biasanya terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Selama
4
Universitas Sumatera Utara

5

hidupnya udang mengalami beberapa pergantian kulit (moulting) yang dimulai
pada masa larva, dan diikuti perubahan struktur morphologinya hingga akhirnya
bermethamorphosis menjadi juvenil (juana). Menurut perkembangannya, larva
dapat dibagi menjadi 7 stadium yaitu nauplius, zoea, mysis, post larva, juvenile,
udang muda dan udang dewasa (Buwono, 1993).
Buwono (1993) mengatakan bahwa udang merupakan salah satu produk
perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang
tinggi. Adapun komposisi kimia daging udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi Kimia Daging Udang
Zat Kimia yang terkandung
Air
Protein

Lemak
Kalsium
Magnesium
Fosfor
Besi
Tembaga
Iodium
(Moeljanto, 1979).

Persentase (%)
71,5-79,5
18,0-22,0
23,0
0,0542
0,421
0,2285
0,002185
0,003973
0,000023


Udang Rebon
Udang rebon popular disebut jambret dan nama internasionalnya ialah
mysids. Dalam taksonomi, udang rebon termasuk keluarga (famili) Mysidacae,
terbanyak dari marga Mesopodopsis. Pada musim tertentu, populasinya sangat
banyak di tambak dan tampak bergerombol di permukaan air tambak. Memang
udang renik ini hidup planktonis (seperti plankton) sehingga mudah ditangkap
dengan serok halus. Benih udang rebon bisa juga masuk dari laut. Ukurannya
kecil, hanya sekitar 0,5-1cm (Suyanto dan Takarina, 2009).
Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan terasi
adalah ikan-ikan kecil dan udang-udang kecil yang biasa disebut rebon. Rebon

Universitas Sumatera Utara

6

dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku terasi karena rebon tersebut memiliki
kulit atau cangkang yang lunak sehingga memungkinkan untuk dihancurkan
secara sempurna. Udang secara umum memiliki kandungan Yodium yang
tertinggi dibandingkan dengan jenis-jenis ikan yang lain. Disamping itu, dapat
diketahui pula bahwa ikan-ikan kecil dan rebon yang digunakan sebagai bahan

baku terasi tersebut merupakan sumber protein hewani yang baik disamping
daging dan telur (Suprapti, 2002).

Gambar 1. Udang Rebon (Ma’ruf, dkk., 2013).
Udang rebon kaya akan protein dan mineral. Zat-zat yang dikandung dalam
udang rebon mampu menangkal osteoporosis, meningkatkan HDL (kolesterol
baik), sekaligus menurunkan kadar LDL (kolesterol jahat) dan lemak. Di
mancanegara, udang rebon dikenal dengan nama udang terasi. Udang rebon jarang
dikonsumsi segar, melainkan dalam berbagai bentuk olahan seperti abon, kerupuk
udang, dan terasi (Akbar, dkk., 2013).
Beberapa jenis benih yang biasanya masuk ke dalam tambak bersama-sama
benih udang putih antara lain adalah benih udang werus (Metapenaeus
monoceros), udang cendana (Metapenaeus brevicornis), udang windu (Panaeus
monodon), rebon (Acetes sp.), reket (Mesopodopsis sp), dan udang biang atau
udang buku (Caridina sp dan Palaemon sp.). Pada waktu rebon (Acetes sp.) masih

Universitas Sumatera Utara

7


kecil (panjang antara 8-15 mm), sungut rebon panjang berwarna merah dan seperti
patah tak jauh dari pangkalnya (Mudjiman, 1982).
Menurut Setiyorini (2013) salah satu jenis dari udang kering adalah udang
rebon yang berukuran kecil, biasanya hidupnya berkelompok dalam jumlah yang
sangat banyak. Udang rebon kering banyak mengandung sumber protein hewan
yang sangat baik. Kandungan gizi dari udang rebon kering dan udang segar dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g
Kandungan gizi
Udang rebon kering
Energi (kkal)
299
Protein (g)
59,4
Lemak (g)
3,6
Karbohidrat (g)
3,2
Kalsium (mg)
2.306

Fosfor (mg)
265
Besi (mg)
21,4
Vitamin A (SI)
0
Vitamin B1 (mg)
0,06
Air (g)
21,6
Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 1992

Udang rebon segar
81
16,2
1,2
0,7
757
292
2,2

60
0,04
79,0

Kadar Air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air sangat
esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Kadar air
dalam

bahan

makanan

dapat

ditentukan

dengan

metoda


pengeringan

(Thermogravimetri). Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan
jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti
semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, dkk., 1989).
Penentuan kadar air menggunakan metode AOAC (1995), sebagai berikut:
cawan alumunium dibersihkan dan dipanaskan dalam oven selama 15 menit,
setelah itu dimasukkan dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Permen

Universitas Sumatera Utara

8

jelly diambil ± 4 g dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dimasukkan ke
dalam oven 105ºC sampai berat kering konstan. Sampel yang sudah kering
dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator, setelah dingin
ditimbang dengan neraca analitik
%Kadar air (basis basah) =


100% .......................................................... (1)

Keterangan:
gA = Berat sampel awal (gram)
gK = Berat sampel kering (gram)
(Syafutri,dkk., 2015).
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut
sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan
pengeringan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan
pangan dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70
persen atau lebih. Di dalam bahan pangan air terdapat dalam bentuk air bebas dan
air terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara penguapan atau
pengeringan, sedangkan air terikat sangat sukar dihilangkan dari bahan pangan
tersebut meskipun dengan cara pengeringan (Winarno, dkk., 1980).
Produk-produk yang memiliki kadar air yang rendah biasanya bersifat
higroskopis atau mudah menyerap air. Produk kering akan lebih stabil daripada
yang lembab. Kadar air yang rendah dapat menekan sedikit mungkin pertumbuhan
jamur dan bakteri dalam produk daripada yang lembab. Kadar air merupakan
salah satu parameter yang penting pada produk karena berkaitan dengan mutu.


Universitas Sumatera Utara

9

Semakin rendah kadar airnya maka produk semakin baik mutunya karena dapat
memperkecil media untuk tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu
produk (Triyono, 2010).
Organoleptik
Uji organoleptik merupakan hasil reaksi fisikologik berupa tanggapan atau
kesan mutu oleh sekelompok orang yang diebut panelis. Panelis adalah
sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan
kesan subyektif. Panelis dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
panelis pencicipan perorangan, panelis pencicipan terbatas, panelis terlatih,
panelis agak terlatih dan panelis konsumen. Panelis agak terlatih sering dilakukan,
karena tidak memerlukan panelis yang memiliki kepekaan yang tinggi, tetapi
hanya memerlukan latihan yang tidak intensif dan dapat menggunakan mahasiswa
(Suradi, 2007).
Metode penilaian suatu komoditas yang menggunakan panca indera
disebut penilaian organoleptik uji sensori. Penilaian dengan indera banyak

digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan bahan pangan.
Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian
dalam laboratorium, dunia usaha dan perdagangan. Laboratorium penilaian
organoleptik pun telah menjadi umum dalam industri maupun di lembagalembaga penelitian. Terdapat lima kriteria bahan pangan yang akan dinilai secara
organoleptik yaitu penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. Kelimanya diuji
dengan menggunakan uji kesukaan, ditambah dengan pembobotan dari masingmasing parameter (Erungan, dkk., 2005).

Universitas Sumatera Utara

10

Penentuan mutu pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa
faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu
dan terkadang sangat menentukan. Selain faktor yang menentukan mutu, warna
juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Produk
pangan warna merupakan hal yang paling cepat dan mudah memberikan kesan
tetapi palig sulit pengukurannya sehingga penilaiannya sangat bersifat subjektif
(Winarno, 2004).
Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan
penerimaan atau penolakan terhadap bahan pangan oleh panelis. Walaupun aroma
dan tekstur bahan pangan baik, akan tetapi rasanya tidak enak maka panelis akan
menolak produk tersebut. Rasa dapat dinilai sebagai tanggapan terhadap
rangsangan yang berasal dari senyawa kimia dalam bahan pangan yang memberi
kesan manis, pahit, asam dan asin (Soekarto, 1981).
Peranan aroma suatu produk sangat penting karena akan menentukan daya
terima konsumen terhadap produk tersebut. Aroma juga menentukan kelejatan
suatu produk pangan serta cita rasa yang terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa
dan ransangan mulut. Aroma merupakan sesuatu yang halus dan rumit yang
ditangkap oleh indera yang mempunyai kombinasi rasa, bau dan rangsangan oleh
lidah (Winarno, 2004).
Eschericia coli
Eschericia merupakan bakteri batang lurus, 1.1 - 1.5 m x 2.0 – 6.0 m,

motil dengan flagelum peritrikus atau nonmotil. Gram negatif. Tumbuh dengan

Universitas Sumatera Utara

11

mudah pada medium nutrien sederhana. Laktose difermentasi oleh sebagian besar
galur dengan produksi asam dan gas. Kandungan G+C DNA ialah 50 sampai 51
mol %. Spesies tipe: E. coli. Eschericia coli merupakan bakteri batang gram
negatif, motil, aerobik dan anaerobik fakultatif, menghasilkan gas dan asam dalam
kaldu laktose, dijumpai di dalam usus bagian bawah (Pelczar, dkk., 1988).
Eschericia berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus manusia dan
hewan. Eschericia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat
dalam jumlah yang banyak menunjukan bahwa pangan atau air telah mengalami
pencemaran. Mikroorganisme, sepertihalnya semua organisme memerlukan air
untuk memperhatikan hidupnya. Banyaknya air dalam pangan, yang tersedia
untuk digunakan, dapat dideskripsikan dengan istilah aktivitas air (Aw). Air murni
memiliki Aw = 1,0. Aktivitas air untuk hampir semua bahan pangan segar adalah
0,99.

Pangan

yang

dikeringkan

memiliki

Aw

=

0,6

atau

kurang

(Gaman dan Sherrington, 1994).
Bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan
maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Perubahan yang
dapat terlihat dari luar misalnya perubahan warna, pembentukan film atau lapisan
pada permukaan seperti pada minuman atau makanan cair/padat, pembentukan
lender, pembentukan endapan atau kekeruhan pada minuman, pembentukan gas,
bau asam, bau alkohol, bau busuk, dan berbagai perubahan lainnya (Fardiaz,
1992).
Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1.

Infeksi saluran kemih

Universitas Sumatera Utara

12

E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 %
wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing,
disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih bagian atas.
2.

Diare
E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.
coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap
kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda

(Jawetz, et al., 1995).
Penentuan jumlah bakteri Eschercia coli dapat dilakukan dengan metode
MPN (Most Probable Number). Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah
tabung reaksi yang positif, yakni yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi
pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan
mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil
(tabung Durham) yang diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik
yang membentuk gas. Untuk setiap pengenceran pada umumnya dengan
menggunakan 3 atau 5 seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan
menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi, tetapi alat gelas (tabung reaksi) yang
digunakan juga lebih banyak (Waluyo, 2007).
Terasi
Salah satu produk olahan dari perikanan sebagai usaha pemanfaatan ikan
atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi merupakan produk
perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi
berkualitas baik sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah

Universitas Sumatera Utara

13

ikan, sisa ikan sortiran dengan bahan tambahan rendah biasanya tepung tapioka
atau tepung beras, dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil (rebon).
Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar 2730%, air 50-70%, dan garam 15-20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari ikan
kandungan protein 20-45%, kadar air 35-50%, garam 10-25% dan komponen
lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12 cukup tinggi
(Adawiyah, 1993).
Kecap ikan/udang dan terasi ikan/udang. Sementara kecap/shoyu
berkembang di Asia Utara, Asia Selatan membuat penemuan yang sama besarnya
yaitu dengan sedikit merubah kelebihan ikan dan udang menjadi terasi.
Sebenarnya, fermentasi kecap ikan dan terasi tergantung pada enzim proteolytic
untuk menghidrolisis protein dalam substrat untuk bagian asam dan peptida.
Fermentasi keduanya dilakukan di dalam air garam yang terkonsentrasi (sekitar
18% atau lebih tinggi). Dalam kualitas tertinggi keduanya sebanding dengan rasa
kaldu daging sapi (Saono, dkk., 1982).
Terasi merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai
bumbu atau penyedap rasa. Terasi bermutu baik mempunyai kekhasan yang
terletak pada cita rasa, bau yang enak dan warnanya yang kemerahan. Mutu terasi
ditentukan oleh kenampakan, bau, warna, ada tidaknya serangga, ulat dan
belatung. Karakteristik organoleptik terasi rebon ditentukan oleh rebon yang
digunakan. Semakin segar dan seragam bahan baku maka akan didapat terasi yang
mempunyai mutu yang lebih tinggi (Aristyan, dkk., 2014).

Universitas Sumatera Utara

14

Persyaratan mutu terasi berdasarkan SNI 01-2716.1-2009 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
I. Organoleptik
Angka (1-9)
Minimal 7
II. Cemaran Mikroba *
- Escherichia coli
APM/g
Minimal < 3
- Salmonella
Per 25 g
Negatif
- Staphylococcus aureus
Koloni / g
1 x 103
- Vibrio cholerae
Per 25 g
Negatif
III. Kimia
- Kadar Air
% Fraksi Massa
30-50
- Kadar Abu Tak Larut dalam % Fraksi Massa
Maksimal 1,5
Asam
- Kadar Garam
% Fraksi Massa
Maksimal 10
- Kadar Protein
% Fraksi Massa
Maksimal 15
- Kadar Karbohidrat
% Fraksi Massa
Maksimal 2
(BSN, 2009).
Cara Pembuatan Terasi
Terasi merupakan produk perikanan setengah basah, dibuat dari udang
atau ikan-ikan kecil yang diolah secara fermentasi setelah melalui tahap
penggilingan atau dan penjemuran. Pada proses pengolahan terasi, fermentasi
merupakan faktor yang paling menentukan karena pada tahap ini terjadi
pembentukan cita rasa dan aroma khas dari terasi. Ciri khas terasi antara lain
aroma harum yang disebabkan adanya degradasi protein dan lemak yang
menghasilkan senyawa karbonil, asam lemak, amonia, amin, dan senyawa
belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan disulfida (Ma’ruf, dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara

15

Menurut Suprapti (2002), tahapan pembuatan terasi rebon tradisional
yakni, pertama dilakukan pembersihan, pencucian, pengukusan, penjemuran 1
(setengah kering), penggaraman, penumbukkan 1, pemeraman (fermentasi) 24
jam, penjemuran 2, penumbukan 2, pemeraman 24 jam, penjemuran 3,
penumbukan 3, pemeraman 3 selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak
dipotong-potong dan terakhir pengemasan. Cara pembuatan terasi rebon modern,
yakni pertama pembersihan, pencucian, penggaraman, penggilingan, pemanasan
(mendidih 5 menit), pemeraman 1 (fermentasi) 7 hari, penjemuran 1 (setengah
kering).
Cara pembuatan terasi udang rebon sebagai berikut :
1. Pertama-tama, udang rebon dicuci dengan air bersih agar semua kotoran
terbuang. Selanjutnya udang rebon dimasukkan kedalam karung selama
semalam agar bahan baku tersebut menjadi setengah busuk.
2. Keesokan harinya udang rebon tersebut dicuci kembali dan langsung dijemur
dibawah sinar matahari sampai setengah kering (kurang lebih selama 1-2 hari).
Selama penjemuran, udang rebon harus sering dibalik-balik agar keringnya
merata dan kotoran yang mungkin masih melekat dapat dibersihkan.
3. Setelah agak kering, daging udang rebon ditumbuk sampai halus dan
dibiarkan lagi selama semalam agar protein yang terkandung didalamnya
benar-benar terurai.
4. Selanjutnya kedalam daging udang rebon ditambahkan garam secukupnya
untuk membunuh bakteri pembusuk. Jumlah garam yang ditambahkan
tergantung selera, maksimal 30% dari berat total udang rebon, agar terasi yang
diproduksi tidak terlalu asin.

Universitas Sumatera Utara

16

5. Langkah selanjutnya adalah menggumpalkan dan membungkus bahan terasi
tersebut dengan daun pisang kering. Biarkan bahan terasi tersebut selama satu
malam agar bakteri pembusuk benar-benar mati. Setelah satu malam,
gumpalan bahan terasi tersebut dihancurkan kembali dan dijemur dibawah
sinar matahari selama 3-4 hari.
6. Terasi yang telah kering kemudian ditumbuk kembali sampai benar-benar
halus dan dibungkus kembali dengan tikar atau daun pisang kering.
Selanjutnya terasi tersebut dibiarkan kembali selama 1-4 minggu, agar proses
fermentasi dapat berlangsung secara sempurna. Proses fermentasi dapat
dianggap selesai apabila telah tercium aroma terasi yang khas.
7. Daya tahan terasi diolah dengan cara seperti diatas dapat mencapai 12 bulan.
(Afrianto dan Liviawaty, 1991).
Mekanisme Penumbukan
Pengertian istilah pengecilan ukuran mencakup proses pemotongan,
penggilingan dan penumbukan. Pengecilan ukuran dilakukan dengan cara mekanis
tanpa mengubah sifat-sifat bahan kimia yang terkandung di dalam bahan tersebut.
Umumnya, petani kakao melakukan tahapan pemecahan biji dengan cara
penumbukan menggunakan lumpang yang terbuat dari batu atau tanah liat
(Widyotomo, dkk., 2007).
Penumbukan telah terdesak oleh penggilingan. Penumbukan hanya
dilakukan orang di pelosok-pelosok dimana belum ada penggilingan atau
penggilingan sukar dicapai. Di daerah dimana petani tinggal berjauhan terdapat
sedikit penggilingan. Penumbukan masih dilakukan oleh orang-orang yang

Universitas Sumatera Utara

17

menyukai rasa beras tumbuk. Penumbukan dilakukan menggunakan alu dan
lesung (Komari dan Hermana, 1985).
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pembuatan terasi sangat
sederhana, yakni menggunakan lesung dan alu sebagai penumbuk/mengahaluskan
udang. Proses penghalusan, rebon hasil fermentasi ditumbuk atau dihaluskan
dengan mencampurkan air laut sedikit demi sedikit, tanpa pemberian garam
karena air laut sudah cukup asin. Limbah yang dihasilkan dalam proses ini adalah
ceceran udang rebon saat melakukan penumbukkan. Ceceran udang saat
penumbukan bisa diatasi dengan menggunakan takaran tertentu saat memasukkan
udang dalam wadah penumbukkan yang disesuaikan dengan kapasitas wadah
tersebut (Ma’ruf, dkk., 2013).
Sistem penumbuk, alu terbuat dari dua unsur, kayu dan besi pipa yang
dirakit menjadi satu. Lumpang digunakan sebagai wadah untuk bahan dasar yang
akan ditumbuk. Proses penumbukan, setelah sistem transmisi bergerak pengungkit
yang terikat pada sistim transmisi akan mengait pada alu. Alu akan terangkat ke
atas sampai batas gerak maksimum kemudian alu akan terlepas dari pengungkit
dan bergerak jatuh bebas pada lintasan peluncur sampai menumbuk beras dan
kelapa pada lumpang (Zamsuri, dkk., 2005).
Alu
Di Indonesia, alu dan lesung adalah penyosoh padi tradisional pertama
yang digunakan petani, baik secara manual dengan tenaga manusia maupun yang
digerakkan oleh tenaga air. Satu atau beberapa alu dan lesung dapat dioperasikan
melalui tenaga kincir air, yang merupakan bentuk tradisional unit penggilingan

Universitas Sumatera Utara

18

padi. Pada alu dan lesung telah diterapkan prinsip penggerusan untuk memisahkan
butir gabah dan penggesekan untuk mengupas kulit sekam (Thahir, 2010).
Alat untuk membantu petani dalam mengolah hasil panen khususnya padi
sebagai makanan pokok masyarakat yaitu lesung. Bentuk lesung atau lumping
berbeda-beda tergantung kreatifitas pembuat, demikian pula bentuk alunya. Alu
atau antan berbentuk selinder dengan panjang sekitar 1,5 hingga 2 meter dengan
diameter sekitar 6-8 cm pada bagian tengah agak ke bawah diameter lebih kecil
yaitu sekitar 4-5 cm untuk pegangan tangan (Aesijah, 2007).
Menurut Lutony dan Rahmayati (2012) lumpang yang dibuat dari kayu
keras sebagian ditanam dalam tanah sedemikian rupa agar posisinya tidak berubah
atau goyah. Alu dibuat dari kayu yang keras pula dan dinagian atasnya disambung
dengan kayu pemutar yang agak panjang. Dengan kayu pemutar, alu ini
disambungkan pada gelang. Agar alu dapat menghimpit bahan yang akan
dikempa, pada ujung kayu pemutar harus diberi pemberat. Pemutaran alu dapat
dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia atau ternak yang dilatih.

Universitas Sumatera Utara