Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1BIODIESEL

Biodiesel berasal dari dua kata yaitu bio dan diesel. Bio berarti bahan alami yang berasal dari makhluk hidup yang mudah diperbaharui serta mudah kembali untuk terurai di alam. Sedangkan diesel berasal dari nama suatu mesin injeksi yang diciptakan Rudolph Diesel jadi, biodiesel merupakan bahan bakar diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani yang dapat bekerja pada mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi apapun dengan penambahan bahan pelindung [22].

Biodiesel merupakan bahan bakar diesel nonpetroleum alternatif yang mengandung turunan dari alkil ester dari bahan baku yang terbaharukan seperti minyak nabati atau lemak hewani [23]. Biodiesel secara langsung digunakan atau dicampurkan dengan bahan bakar konvensional dalam mesin diesel untuk mengurangi polusi udara dan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak [24].

Biodiesel adalah bahan bakar subtitusi terbaharukan yang biodegrable, ramah lingkungan, hemat energi, serta dapat memenuhi keamanan energi tanpa mengorbankan kinerja mesin operasional. Produksi biodiesel dilakukan dengan mekanisme reaksi kimia dari minyak nabati dengan metanol yang menghasilkan fatty acid methyl ester (FAME) dan gliserol sebagai produk samping [25].

Dibandingkan dengan minyak diesel dari minyak bumi, biodiesel tidak mempunyai perbedaan yang besar dalam daya tahan mesin atau peyimpanan karbon, tetapi dia mempunyai beberapa keuntungan seperti dapat teruraikan, tidak beracun, beremisi rendah dan terbaharukan [26]. Pemakaian biodiesel Dapat mereduksi emisi dari SOx, CO, dan masalah partikulat hidrokarbon dalam gas buang dibandingkan bahan bakar diesel biasa [15]. Akan tetapi biaya produksi cukuplah tinggi dibandingkan dengan bahan bakar solar dari minyak bumi [27].


(2)

Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar (Biofuel) Jenis Biodiesel[28]

2.2MINYAK KEMIRI SUNAN

Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) berasal dari Filipina dan telah berkembang di Indonesia secara alamaiah di antaranya di daerah Jawa Barat dengan suhu udara berkisar antar 18-20oC. Kemiri sunan juga dapat hidup di daerah dataran rendah sampai ketinggian diatas 100 m diatas permukaan laut [9].

Minyak kemiri sunan dapat digolongkan jenis minyak nabati mudah mengering. Menurut Ketaren (1986), minyak nabati seperti minyak kacang kedelai, miyak kemiri, minyak biji karet dan lain-lain adalah minyak yang mudah mengering dan termasuk jenis minyak dengan ikatan rangkap yang banyak.

No. Parameter Uji Persyaratan Satuan, Min/ Max 1 Densitas (40oC) 850 – 890 Kg/m3 2 Viskositas (40oC) 2,3 – 6,0 Mm2/s (cSt)

3 Angka Setan 51 Min

4 Titik nyala 100 oC, min

5 Titik kabut 18 oC, maks

6 Air dan sedimen 0,05 %vol, maks

7 Kandungan sulfur 100 mg/kg, maks

8 Bilangan asam 0,6 Mg KOH/g,

maks 9 Korosi lempeng tembaga

(3 jam pada 50 oC) Nomor 1 10

Residu karbon dalam percontoh asli atau dalam 10 % ampas distilasi

0,05 0,3

% massa, maks 11 Temperatur destilasi 90% 360 oC, maks

12 Abu tersulfatkan 0,02 % massa, maks

13 Fosfor 10 mg/kg, maks

14 Gliserol bebas 0,02 % massa, maks

15 Gliserol total 0,24 % massa, maks

16 Kandungan ester 96,5 % massa, min

17 Angka iodium 115 % massa (g I2/

100g), maks

18

Kestabilan oksidasi Periode induksi metode rancimat

360

Menit Periode induksi metode

petro oksi


(3)

Minyak kemiri sunan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti sebagai insektisida alami yang sangat efektif untuk membunuh hama dan bahan pelapis cat [29].

Berdasarkan hasil ekstraksi minyak kemiri sunan diperoleh rendemen minyak yang berkisar 36,53-50 persen [9]. Bahkan Carlos Martin et al (2010) mendapatkan bahwa minyak kemiri sunan memiliki kadungan minyak sebesar 62% dimana jarak pagar hanya mengandung 49,1% dari berat bijinya [30]. Lalu jika ditinjau dari potensi biji, produktivitas biji kemiri sunan dapat mencapai 12 ton/ ha/ tahun, dimana bila dibandingkan dengan jarak pagar yang hanya mencapai 10 ton/ ha/ tahun [7].

Minyak kemiri sunan tersusun dari beberapa asam lemak yang dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk oleokimia yang bernilai tinggi [9], akan Tetapi minyak kemiri sunan mengandung racun sehingga tidak dapat dikomsumi dimana dikatakan bahwa minyak kemiri sunan mengandung asam alpha-eleostearat yang menyebabkan minyak kemiri beracun [29]. Berikut ini merupakan tabel kandungan asam lemak kemiri sunan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Asam Lemak Penyusun Kemiri Sunan [31]

Komponen Komposisi

Asam palmitat 10 %

Asam stearat 9 %

Asam oleat 12 %

Asam linoleat 19 %

Asam alpha- eleostearat 51 %

2.3ALKOHOL

Metanol merupakan salah satu bahan kimia industri yang penting. Sebagai bahan kimia industri, metanol telah digunakan secara luas untuk produksi berbagai baha kimia yang lain. Sekitar sepertiga dari produksi metanol digunakan untuk membuat formaldehida dan selebihnya digunakan untuk membuat MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Ester), asam asetat, plarut, metaklirat, bahan bakar dan lain-lain [32].

Alkohol seperti metanol, etanol, propanol, butanol dan amil alkohol dapat digunakan dalam proses transesterifikasi. Metanol dan etanol merupakan yang paling banyak digunakan, terutama metanol karena biayanya murah dan


(4)

keuntungan fisik dan kimianya [23]. Metanol merupakan turunan alkohol yang memiliki berat molekul paling rendah sehingga kebutuhannya untuk proses alkoholisis relatif sedikit dan lebih stabil [33]. Sifat – sisat fisika dan kimia dari metanol dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Sifat – Sifat Metanol [34]

Berat Molekul 32,04 g/mol

Wujud Cairan tidak berwarna

Titik Didih 64,7oC

Viskositas 0,541 Cp

Densitas 0,7869 g/ml

Kelarutan dalam air Mudah larut

Konstanta dielektrik 32,7

2.4KATALIS HETEROGEN

Secara komersial, biodiesel secara umum dibuat dengan reaksi transesterifikasi dari minyak nabati mengunakan katalis homogen basa/asam seperti H2SO4, NaOH atau KOH. Tetapi dalam prosesnya, pengilangan katalis dan pemurnian gliserolnya sangatlah susah dan dalam jumlah yang besar menghasilkan air buangan secara simultan, yang mana memerlukan biaya ekstra untuk membentuk produk akhir. Katalis heterogen dapat mengubah pendekatan sintesa biodiesel dengan menghindari biaya proses dalam penghilangan katalis yang ada pada katalis homogen [20].

Sodium silikat merupakan material padatan basa. Sodium silikat tidak dapat larut dalam medium pereaksi (minyak dan alkohol) dan dalam kinerjanya ia berfungsi sebagai katalis heterogen dalam reaksi transesterifikasi [20]. Natrium silikat sama seperti natrium karbonat yang dapat bereaksi dengan air untuk membentuk NaOH dalam produksi biodiesel. Dalam penambahannya, ia tidak larut dalam trigliserida dan alkohol dan mempunyai aktivitas katalitik yang tinggi setelah proses kalsinasi [35]. Berikut ini merupakan mekanisme reaksi pembuatan biodiesel dengan aktivitas katalitik dari natrium silikat yang dapat dilihat pada gambar 2.1.


(5)

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Pembuatan Biodiesel Dengan Natrium Silikat [35]

Pada gambar 2.1 dapat dilihat bahwa reaksi trasnsesterifikasi dimulai pada permukaan katalis natrium silikat terkasinasi dimana terjadinya pertukaran ion setelah terabsorbsinya metanol pada permukaaan katalis lalu terbentuklah gugus aktif katalitik (CH3O-). Setetlah itu nukleofilik dari CH3O- menyerang gugus karbonil karbon sehingga terbentuklah intermediet yang tetrahedral sperti yang dapat dilihat pada alur 2. Setelah itu terjadinya penyususan kembali dari intermediet membentuk metil ester seperti yang terlihat pada alur 3. lalu akhirnya proton ditransfer kepada anion digliserida untuk membentuk digliserida [35].

2.5CO-SOLVENT ASETON

Transesterifikasi yang juga disebut alkoholisis sampai pada saat ini dipandang sebagai metode paling menguntungkan dalam memproduksi bahan bakar biodiesel dari minyak nabati, tetapi reaksi transesterifikasi minyak nabati yang selama ini dilakukan memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 1 jam untuk


(6)

mendapatkan yield diatas 90%. Waktu yang lama tersebut salah satunya disebabkan oleh reaksinya yang tergolong dua fase yaitu fase minyak dan alkohol [16]. Untuk meningkatkan efisiensi transesterifikasi, sangat penting untuk menemukan cara mencampur reaktan cair dengan baik, terutama minyak dan alkohol, dimana minyak dan alkohol sangat berbeda dalam polaritas dan densitasnya [36].

Reaksi satu fase dapat dibentuk dengan menabahkan solvent yang dapat menambahkan kelarutan minyak yang disebut juga sebagai co-solvent [14]. Co-solvent akan mengubah sistem reaksi dua fase menjadi satu fase, karena co-solvent mampu melarutkan dengan sempurna baik alkohol maupun trigliserida. Co-solvent sebisa mungkin mempunyai titik didih yang dekat dengan titik didih alkohol , sehingga bisa dipisahkan bersama-sama dengan alkohol setelah reaksi berakhir [16]. Keuntungan penggunaan co-solvent adalah co-solvent dalam reaksi dapat meningkatkan kelarutan minyak dan alkohol pada temperatur yang rendah [15] dan juga mempercepat reaksi [16].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda.Y et al pada tahun 2010, aseton merupakan co-solvent terbaik dalam produksi biodiesel. Aseton merupakan salah satu jenis co-solvent pada reaksi transesterifikasi. Aseton memiliki momen dipol sebesar 2,88 D, dimana ini diklasifikasikan sebagai aprotic solvent, dengan kepolaran menengah, oleh karena itu dapat larut dengan baik pada trigliserida (polaritas rendah) dan metanol (polaritas tinggi). Selanjutnya, sifat terpenting dari aseton sebagai aprotic solvent ialah kemampuannya untuk menstabilkan ion metoksida (CH3O-), yang merupakan intermediet aktif untuk reaksi transesterifikasi [17]. Berikut ini merupakan karakteristik dari beberapa jenis co-solvent seperti yang terdapat pada gambar 2.4


(7)

Tabel 2.4 Karakteristik beberapa jenis co-solvent [4]

Sifat-sifat Klorobenzena Aseton Dietil eter Metanol Stuktur kimia

Nama dagang Fenil klorida - Dietilen glikol Metil alkohol Keadaan fisik Cairan tak

berwarna

Cairan tak berwarna

Cairan tak berwarna

Cairan tak berwarna

Titik nyala 24 -17 -45 11

Titik didih 132 56-57 34,6 64,7

Densitas 1,106 0,792 0,706 0,791

Viskositas 0,8 0,32 0,224 0,55

2.6TRANSESTERIFIKASI

Ada beberapa metode yang digunakan untuk memproduksi dan mengaplikasikan biodiesel yaitu : pengunaan langsung minyak nabati, mikroemulsi, perengkahan termal (Pirolisis) dan transesterifikasi. Transesterifikasi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk peroduksi biodiesel selain simpel, metode ini telah secara luas dipelajari dan digunakan untuk dalam industri untuk mengkonversi minyak nabati menjadi biodiesel.

Transesterifikasi merupakan proses reaksi dimana molekul trigliserida yang ada dalam lemak hewani dan minyak nabati direaksikan dengan alkohol dengan keberadaan katalis untuk membentuk ester dan gliserol. Ketika reaksi transesterifikasi dengan alkohol berlangsung, tahap pertamanya adalah konversi dari trigliserda menjadi digliserida, dimana diikuti dengan yang berikutnya yaitu konversi dari gliserida yang lebih tinggi hingga menjadi gliserida yang lebih rendah dan menjadi gliserol [37]. Mekanisme sederhana dari reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.


(8)

Gambar 2.2 Mekanisme Umum Trasesterifikasi [38]

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain :

a. Molar rasio (minyak:alkohol).

Secara stokiometris, metanolisis membutuhkan tiga mol metanol per mol minyak. Dikarenakan reaksi transesterifikasi dari trigliserida adalah reaksi reversible, metanol berlebih dibutuhkan untuk mendorong kesetimbangan kearah pembentukan ester [39].

b. Katalis yang digunakan.

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 2-20%-b [40].

c. Suhu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70 oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [40].


(9)

d. Waktu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [40].

e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak.

Katalis alkali memberikan kinerja yang baik jika digunakan bahan baku dengan kualitas yang bagus (FFA <0,5 wt % dan air <0,5% wt%) [17].

2.7ANALISIS POTENSI ENERGI

Kemiri sunan merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak nabati non pangan yang memiliki jumlah kandungan minyak hingga 62% dimana minyak nabati non pangan lainnya seperti jarak hanya mengandung 49,1% minyak dari berat bijinya, sehingga miyak kemiri sunan dapat dijadikan alternatif baru dan memiliki potensi besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan [30]. Karena memiliki potensi yang cukup besar, minyak kemiri sunan diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

Sebagai indikator evaluasi energi, EPR (energy profit ratio) diperkenalkan sebagai konsep pengevaluasiannya. Nilai dari EPR menunjukan kualitas dari suatu energi yang didapatkan dari perbandingan jumlah energi output per jumlah energi yang diinput [41]. Dimana rumus perhitungan EPR dapat dilihat dari persamaan 2.1 berikut:

= ℎ

Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi energi pada pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan. Dimana pada laporan ini energi output adalah energi yang dihasilkan biodiesel, gliserol dan energi bahan yang terecovery (aseton, natrium silikat dan metanol) dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk


(10)

memproses minyak kemiri sunan menjadi biodiesel yaitu energi yang terkandung dalam bahan baku (minyak kemiri sunan dan metanol), energi listrik yang digunakan untuk proses pembuatan biodiesel dan equal energi bahan yang dipakai pada proses pembuatan biodiesel. Evaluasi dilakukan dengan ketentuan bahwa rasio yang lebih besar dari 1 (satu) mengindikasikan konversi energi yang menguntungkan namun nilai rasio yang kurang dari 1 (satu) mengindikasikan konversi energi kurang menguntungkan [42].

Untuk menghasilkan 1 kg biodiesel diperlukan 1.040,05 gram minyak kemiri sunan, 31,2015 gram katalis natrium silikat terkalsinasi, 573,804 gram metanol, 208,01 gram aseton, 10,4005 gram asam sulfat dan 3.120,15 gram air pencuci lalu didapatkan gliserol sebanyak 108,4031 gram. Dimana diasumsikan bahwa efesiensi pemisahan pelarut sebesar 80%. Untuk menghasilkan 1 kg biodiesel dibutuhkan listrik sebesar 6,325 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Kebututhan Listrik Proses Pembuatan Biodiesel Nama Alat Daya (watt) Waktu pemakaian

(jam)

Pemakaian listrik (kwh/kg biodiesel)

Rotary evaporator 1.000 1 1

Hot Plate 350 1,5 0,525

Furnace 1.050 2 2.1

Oven 400 1,25 0,5

Pompa 400 0.5 0,2

Jumlah* 4,325

Untuk menghitung EPR diperlukan jumlah energi output dan juga jumlah energi input seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 Berikut:

Tabel 2.6 Total Energi Input [41,42,43,44,45,46] Bahan Masukan Kandungan Energi

Bahan (kal/ gram)

Total Energi (kkal/kg biodiesel)

Minyak Kemiri Sunan 8484 8823,36

Metanol 4750 2725,57

Natrium Silikat 4340 135,41

Asam Sulfat 2222 23,1

Aseton 7042 1464,84

Air 10 31,2

Jumlah energi bahan baku 13.203,48

Kebutuhan Energi Listrik Peralatan*

860 kkal/kwh 3719,5


(11)

Tabel 2.7 Jumlah Energi Output [41,42,44,46,47,49] Produk Kandungan Energi

Bahan (kal/gram)

Total Energi (kkal/ kg biodiesel)

Biodiesel 9898 9.869

Gliserol 3625 392,96

Metanol 4750 1599.05

Natrium Silikat 4340 135.41

Aseton 7042 1171.88

Total 13.197,3

Dari jumlah energi output dan input pembuatan biodiesel yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 maka dapat dihitung nilai EPR dengan mengunakan persamaan 2.1 sebagai berikut:

= ℎ

ℎ =

13.197,3

16.922,98= 0,78

Dari perhitungan didapatkan nilai EPR sebesar 0,78, dimana nilai EPR lebih kecil dari 1 (satu). Dapat disimpulkan bahwa pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan dengan katalis heterogen natrium silikat dan co-solvent membutuhkan energi input yag lebih besar dari energi output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tahapan pembuatan biodiesel yang cukup panjang dimana dibutuhkan energi yang besar pada tahapan pretreatment bahan baku untuk menurunkan kadar asam lemak bebasnya.

Pengontrolan nilai asam lemak bebas bahan baku dapat mengurangi jumlah energi input yg diperlukan, seperti yang dilaporkan oleh Maman Herman dkk (2010) bahwa dengan mengseleksi biji kemiri sunan yang berkualitas nilai asam lemak dari kemiri sunan dapat direduksi hingga 1,7% [9]. Oleh karena itu perlunya dicari metode alternatif untuk memproses minyak kemiri sunan menjadi biodiesel dengan energi input yang rendah sehingga didapatkan nilai EPR > 1.


(1)

mendapatkan yield diatas 90%. Waktu yang lama tersebut salah satunya disebabkan oleh reaksinya yang tergolong dua fase yaitu fase minyak dan alkohol [16]. Untuk meningkatkan efisiensi transesterifikasi, sangat penting untuk menemukan cara mencampur reaktan cair dengan baik, terutama minyak dan alkohol, dimana minyak dan alkohol sangat berbeda dalam polaritas dan densitasnya [36].

Reaksi satu fase dapat dibentuk dengan menabahkan solvent yang dapat menambahkan kelarutan minyak yang disebut juga sebagai co-solvent [14]. Co-solvent akan mengubah sistem reaksi dua fase menjadi satu fase, karena co-solvent mampu melarutkan dengan sempurna baik alkohol maupun trigliserida. Co-solvent sebisa mungkin mempunyai titik didih yang dekat dengan titik didih alkohol , sehingga bisa dipisahkan bersama-sama dengan alkohol setelah reaksi berakhir [16]. Keuntungan penggunaan co-solvent adalah co-solvent dalam reaksi dapat meningkatkan kelarutan minyak dan alkohol pada temperatur yang rendah [15] dan juga mempercepat reaksi [16].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda.Y et al pada tahun 2010, aseton merupakan co-solvent terbaik dalam produksi biodiesel. Aseton merupakan salah satu jenis co-solvent pada reaksi transesterifikasi. Aseton memiliki momen dipol sebesar 2,88 D, dimana ini diklasifikasikan sebagai aprotic solvent, dengan kepolaran menengah, oleh karena itu dapat larut dengan baik pada trigliserida (polaritas rendah) dan metanol (polaritas tinggi). Selanjutnya, sifat terpenting dari aseton sebagai aprotic solvent ialah kemampuannya untuk menstabilkan ion metoksida (CH3O-), yang merupakan intermediet aktif untuk reaksi transesterifikasi [17]. Berikut ini merupakan karakteristik dari beberapa jenis co-solvent seperti yang terdapat pada gambar 2.4


(2)

Tabel 2.4 Karakteristik beberapa jenis co-solvent [4]

Sifat-sifat Klorobenzena Aseton Dietil eter Metanol Stuktur kimia

Nama dagang Fenil klorida - Dietilen glikol Metil alkohol Keadaan fisik Cairan tak

berwarna

Cairan tak berwarna

Cairan tak berwarna

Cairan tak berwarna

Titik nyala 24 -17 -45 11

Titik didih 132 56-57 34,6 64,7

Densitas 1,106 0,792 0,706 0,791

Viskositas 0,8 0,32 0,224 0,55

2.6TRANSESTERIFIKASI

Ada beberapa metode yang digunakan untuk memproduksi dan mengaplikasikan biodiesel yaitu : pengunaan langsung minyak nabati, mikroemulsi, perengkahan termal (Pirolisis) dan transesterifikasi. Transesterifikasi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk peroduksi biodiesel selain simpel, metode ini telah secara luas dipelajari dan digunakan untuk dalam industri untuk mengkonversi minyak nabati menjadi biodiesel.

Transesterifikasi merupakan proses reaksi dimana molekul trigliserida yang ada dalam lemak hewani dan minyak nabati direaksikan dengan alkohol dengan keberadaan katalis untuk membentuk ester dan gliserol. Ketika reaksi transesterifikasi dengan alkohol berlangsung, tahap pertamanya adalah konversi dari trigliserda menjadi digliserida, dimana diikuti dengan yang berikutnya yaitu konversi dari gliserida yang lebih tinggi hingga menjadi gliserida yang lebih rendah dan menjadi gliserol [37]. Mekanisme sederhana dari reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.


(3)

Gambar 2.2 Mekanisme Umum Trasesterifikasi [38]

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain :

a. Molar rasio (minyak:alkohol).

Secara stokiometris, metanolisis membutuhkan tiga mol metanol per mol minyak. Dikarenakan reaksi transesterifikasi dari trigliserida adalah reaksi reversible, metanol berlebih dibutuhkan untuk mendorong kesetimbangan kearah pembentukan ester [39].

b. Katalis yang digunakan.

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 2-20%-b [40].

c. Suhu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70 oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [40].


(4)

d. Waktu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [40].

e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak.

Katalis alkali memberikan kinerja yang baik jika digunakan bahan baku dengan kualitas yang bagus (FFA <0,5 wt % dan air <0,5% wt%) [17].

2.7ANALISIS POTENSI ENERGI

Kemiri sunan merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak nabati non pangan yang memiliki jumlah kandungan minyak hingga 62% dimana minyak nabati non pangan lainnya seperti jarak hanya mengandung 49,1% minyak dari berat bijinya, sehingga miyak kemiri sunan dapat dijadikan alternatif baru dan memiliki potensi besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan [30]. Karena memiliki potensi yang cukup besar, minyak kemiri sunan diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

Sebagai indikator evaluasi energi, EPR (energy profit ratio) diperkenalkan sebagai konsep pengevaluasiannya. Nilai dari EPR menunjukan kualitas dari suatu energi yang didapatkan dari perbandingan jumlah energi output per jumlah energi yang diinput [41]. Dimana rumus perhitungan EPR dapat dilihat dari persamaan 2.1 berikut:

= ℎ

Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi energi pada pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan. Dimana pada laporan ini energi output adalah energi yang dihasilkan biodiesel, gliserol dan energi bahan yang terecovery (aseton, natrium silikat dan metanol) dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk


(5)

memproses minyak kemiri sunan menjadi biodiesel yaitu energi yang terkandung dalam bahan baku (minyak kemiri sunan dan metanol), energi listrik yang digunakan untuk proses pembuatan biodiesel dan equal energi bahan yang dipakai pada proses pembuatan biodiesel. Evaluasi dilakukan dengan ketentuan bahwa rasio yang lebih besar dari 1 (satu) mengindikasikan konversi energi yang menguntungkan namun nilai rasio yang kurang dari 1 (satu) mengindikasikan konversi energi kurang menguntungkan [42].

Untuk menghasilkan 1 kg biodiesel diperlukan 1.040,05 gram minyak kemiri sunan, 31,2015 gram katalis natrium silikat terkalsinasi, 573,804 gram metanol, 208,01 gram aseton, 10,4005 gram asam sulfat dan 3.120,15 gram air pencuci lalu didapatkan gliserol sebanyak 108,4031 gram. Dimana diasumsikan bahwa efesiensi pemisahan pelarut sebesar 80%. Untuk menghasilkan 1 kg biodiesel dibutuhkan listrik sebesar 6,325 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Kebututhan Listrik Proses Pembuatan Biodiesel Nama Alat Daya (watt) Waktu pemakaian

(jam)

Pemakaian listrik (kwh/kg biodiesel)

Rotary evaporator 1.000 1 1

Hot Plate 350 1,5 0,525

Furnace 1.050 2 2.1

Oven 400 1,25 0,5

Pompa 400 0.5 0,2

Jumlah* 4,325

Untuk menghitung EPR diperlukan jumlah energi output dan juga jumlah energi input seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 Berikut:

Tabel 2.6 Total Energi Input [41,42,43,44,45,46] Bahan Masukan Kandungan Energi

Bahan (kal/ gram)

Total Energi (kkal/kg biodiesel)

Minyak Kemiri Sunan 8484 8823,36

Metanol 4750 2725,57

Natrium Silikat 4340 135,41

Asam Sulfat 2222 23,1

Aseton 7042 1464,84

Air 10 31,2

Jumlah energi bahan baku 13.203,48

Kebutuhan Energi Listrik Peralatan*

860 kkal/kwh 3719,5


(6)

Tabel 2.7 Jumlah Energi Output [41,42,44,46,47,49] Produk Kandungan Energi

Bahan (kal/gram)

Total Energi (kkal/ kg biodiesel)

Biodiesel 9898 9.869

Gliserol 3625 392,96

Metanol 4750 1599.05

Natrium Silikat 4340 135.41

Aseton 7042 1171.88

Total 13.197,3

Dari jumlah energi output dan input pembuatan biodiesel yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 maka dapat dihitung nilai EPR dengan mengunakan persamaan 2.1 sebagai berikut:

= ℎ

ℎ =

13.197,3

16.922,98= 0,78

Dari perhitungan didapatkan nilai EPR sebesar 0,78, dimana nilai EPR lebih kecil dari 1 (satu). Dapat disimpulkan bahwa pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan dengan katalis heterogen natrium silikat dan co-solvent membutuhkan energi input yag lebih besar dari energi output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tahapan pembuatan biodiesel yang cukup panjang dimana dibutuhkan energi yang besar pada tahapan pretreatment bahan baku untuk menurunkan kadar asam lemak bebasnya.

Pengontrolan nilai asam lemak bebas bahan baku dapat mengurangi jumlah energi input yg diperlukan, seperti yang dilaporkan oleh Maman Herman dkk (2010) bahwa dengan mengseleksi biji kemiri sunan yang berkualitas nilai asam lemak dari kemiri sunan dapat direduksi hingga 1,7% [9]. Oleh karena itu perlunya dicari metode alternatif untuk memproses minyak kemiri sunan menjadi biodiesel dengan energi input yang rendah sehingga didapatkan nilai EPR > 1.


Dokumen yang terkait

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

27 143 97

Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Di Jawa Barat

1 3 120

Land Suitability Analysis of Biodiesel Crop Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) in The Province of West Java, Indonesia

3 4 12

KAJIAN FINANSIAL PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) PADA LAHAN TERSEDIA DI JAWA BARAT

0 3 14

Potensi Seduhan Daun Ceremai (Phyllanthus Acidus [L.] Skeels) Dan Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Untuk Pengendalikan Meloidogyne Spp. Pada Tanaman Tomat

0 4 39

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 20

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 2

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 6

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 8

Co-NiHZSM-5 Catalyst for Hydrocracking of Sunan Candlenut Oil (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) for Production of Biofuel

0 0 9