9. Penyusutan Aktiva Tetap Depresiasi menurut Pajak

Penyusutan Aktiva Tetap (Depresiasi)
menurut Pajak
Posted by Dony Hasibuan → on February 4, 2011 in Artikel, Perpajakan | 0 Comment
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
8 tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
16 tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
20 tahun.
Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan

lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari
10 tahun.
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method).
Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan.
Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap terwujud.
Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta
berwujud bukan bangunan saja.
Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:
KELOMPOK HARTA
BERWUJUD

MASA
MANFAAT

TARIF DEPRESIASI
GARIS LURUS
SALDO

MENURUN

I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun

25%
12,5%
6,25%
5%

50%

25%
12,5%
10%

20 tahun
10 tahun

5%
10%

-

Saat penyusutan dapat dimulai pada:
1. Bulan dilakukan pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud
mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Contoh Penghitungan :

PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa
manfaat 4 tahun seharga sebesar Rp 1.000.000. Penghitungan penyusutan atas harta tersebut
adalah sebagai berikut:
Alternatif I: Metode Garis Lurus:
Penyusutan tahun 2009: 6/12 x 25% Rp 1.000.000 = Rp 125.000
Penyusutan tahun 2010: 25% x Rp 1.000.000 = Rp 250.000
Penyusutan tahun 1011: 25% x Rp 1.000.000 = Rp 250.000
Penyusutan tahun 1012: 25% x Rp 1.000.000 = Rp 250.000
Penyusutan tahun 1013: Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 125.000
Alternatif II: Metode Saldo Menurun:
Penyusutan tahun 2009: 6/12 x 50% Rp 1.000.000 = Rp 250.000
Penyusutan tahun 2010: 50% x (Rp 1.000.000 – Rp 250.000) = 50% x Rp 750.000 = Rp 375.000
Penyusutan tahun 2011: 50% x (Rp 750.000 – Rp 375.000) = 50% x Rp 375.000 = Rp 187.500
Penyusutan tahun 2012: 50% x (Rp 375.000 – Rp 187.500) = 50% x Rp 187.500 = Rp 93.750
Penyusutan tahun 2013: Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 93.750
Disarikan dari Perpajakan Edisi Revisi 2009, Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak.