Makna hidup waria - USD Repository

  SKRIPSI

MAKNA HIDUP WARIA

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

  Program Studi Psikologi Disusun Oleh

  Sheila Sitarani Savitri 03 9114 017

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

  

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

TUHAN MEMBERI INDAH SELALU PADA

WAKTUNYA, MAKA BERSABAR DAN

BERUSAHALAH SELALU……

  Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orangtuaku yang selalu sabar menunggu, membimbing, memberi nasehat, membiayai dan menjagaku selalu… bapak ibu..aku bisa juga ternyata buat lulus…

  ABSTRAK MAKNA HIDUP WARIA Sheila Sitarani Savitri

  Waria masih sering mengalami diskriminasi dalam masyarakat.diskriminasi yang ada dilakukan baik dalam bidang pekerjaan, status sosial dan pergaulan di tengah masyarakat. Jika seorang waria tidak memiliki makna dalam hidupnya, bisa jadi diskriminasi yang ada membuat waria tersebut mudah untuk menyerah dalam hidup. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah waria yang masih mempertahankan eksistensinya memiliki makna hidup melalui tiga nilai yang ada pada Logoterapi yaitu nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan dan nilai-nilai bersikap.

  Penelitian ini mengusung tiga subjek waria didalamnya. Kriteria ketiga subjek adalah: 1)waria yang sudah mengeksistensikan diri sebagai waria selama lebih dari 15 tahun.2)tidak melakukan operasi kelamin, jika melakukan hanya sebatas wajah dan payudara.3)tidak meutupi bahwa dirinya adalah waria.4)bekerja sebagai aktivis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi deskriptif. Proses pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan observasi.

  Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketiga subjek sudah dapat menemukan makna hidupnya melalui pemenuhan ketiga nilai dalam Logoterapi yaitu nilai-nilai kreatif seperti mencintai pekerjaannya, nilai-nilai penghayatan seperti percaya kan Tuhan dan agamanya dan nilai-nilai bersikap seperti menerima dengan tabah musibah yang dialami. Hal yang sangat kuat terungkap pada ketiga subjek adalah mereka yakin bahwa kewariaannya merupakan kodrat dari Tuhan yang harus diterima, disyukuri dan dijalani. Kata Kunci : Waria, Makna Hidup, Logoterapi

  ABSTRACT Transgender’s Meaning of Life Sheila Sitarani Savitri

  Discrimination in a society is often experienced by transgender person. It occurs in the occupation field, the social status and the relationship in a social life. If a transgender doesn’t have a meaning in his life the discrimination cold force them to surrender in his life easily. Because of that reason, the aim of this research is to discover whether a transgender still keeps his existence having the meaning of life. The ways to discover it trough three values on the Logotherapy, those are creative values, experiential values, and attitudinal values.

  This research brings out three transgender subjects. There are three criterias to choose the subjects.1) a transgender who has been existing as a transgender more than 15 years.2) a transgender who doesn’t do operation on his sexual organ; if he has done it only on his face or breast.3) a transgender who doesn’t cover his identity as a transgender.4)work as a activist. This research is a qualitative research with descriptive study method. To collect the data, the researcher used the interviews and observation process.

  The reasearch’s result infers that three of the subjects heve found his meaning of life trugh three values on Logotherapy. Those are the creative values i.e. loving his occupation, the experiential values i.e. believing on God and his religion, the attitudinal values i.e. accepting the temptation in his life. The convoyed thing that comes from them are that they believe his transgender identity is a destiny from God. Moreover they have to accept it, thanking God of it and just do it happily. Key Words : Transgender, The Meaning of Life, Logotherapy

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Jesus , Bunda Maria dan Santo Yosef utnuk berkat dan limpahan ide serta semangat yang telah diberikan. Selama satu setengah semester peneliti telah menyelesaikan skripsi ini dengan segala semangat dan kemalasan yang hadir dalam kehidupan peneliti.

  Skripsi ini dikerjakan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam program kulian Psikologi dengan judul MAKNA HIDUP WARIA. Proses pengerjaan skripsi ini terkadang terlihat mudah dan sering juga terlihat sangat rumit bagi peneliti.

  Akhirnya, peneliti ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang tealah membantu peneliti dalam proses pengerjaan skripsi ini.

  1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan Santo Yosef…untuk pencerahan, sumber semangat , ide, harapan ,kesehatan segalanya…..

  2. Bapak P. Eddy Suhartanto S.Psi, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 3. Bu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari S.Psi, M.Si selaku Kaprodi Psikologi, makasih ya bu untuk segala dispensasinya.

  4. Pak V.Didik Suryo H., S.Psi, M.Si makasih banyak banyak banyak ya pak buat bimbingannya, banyak yang saya dapatkan dari ngobrol dengan bapak, makasih untuk latihan kedisiplinannya dan cambukan-cambukan yang buat saya semangat untuk selesai.

  5. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti M.S, Bu Lusi…maturnuwun untuk kritik dan sarannnya. Maaf buk…memang tidak semua waria dari pelacuran..

  6. Pak YB Cahya Dewanto S.Psi, M.Si, awalnya saya takut sekali dengan bapak, tapi ternyata bapak baik juga, tidak seperti yang dibayangkan, makasih ya pak, doakan saya bisa jadi peneliti kualitatif sejati.

  7. Mami Vinolia, Mbak Ary, Mbak YS…makasih..sukses untuk semua..aku mendukung…ayo main lagi..

  8. Temen-temen waria yang aku kenal…banyak banyak ngucapin terimakasih, kalian inspirasiku.

  9. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Doni, Mas Muji yang sudah membantu dalam segala hal…pak Gie..makasih ya buat semua…sehat selalu..

  10. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma 11.

  Bapak, Ibu…tak terkatakan….kita jadi ke Roma besokkkk……doain ya biar aku sukses bisa bawa semua ke Roma.Amiiiiinnnn…

  12. Dek Pritha, makasih buat nemenin aku malem-malem garap skripsi..hehehe..

  13. Eyang Kakung (†), Eyang Putri (†), Mbak Intan (†), Pakde Bandi (†) terimakasih doa dari sana, semoga bahagia di surga.

  14. Simak yang udah nemeni juga tiap hari dan yang mau selalu ngalah kalo aku nyalain komputer..sehat mak…

  15. si Oon….ya apo..ya apo..makasih ya dek…gek besar gek sekolah … 16.

  Bapak Ibu Karanganyar, maturnuwun buat doa dan semangatnya

  17. Soelastros’s Family…iya..iya aku lulus juga kan…ayo kita harus kompak selalu!!

  18. Seluruh keluarga Sosrojumeno, Manunggaling Karso… 19.

  Seluruh Keluarga Solo, Jakarta , Palangkaraya, Bude Ruli, Bude Shine, Pakde Bambang, Bude Ris… 20. Sebastianus Yudhy Pratama……………………………………….dut … makasih ya…semuanya…muahmuahmuahmuahmuahmuahmuahmuah

  21. Jeng Ria….persahabatan kita ampe mati ya jeng…aku sayang kamu, makasih buat semangatnya, recordernya dan segala macam bantuannya

  22. Bu Maya boleh Haksi boleh…oalah buk ternyata skripsi tu kaya gini to…makasih, ya buat ide awalnya, tak terlupakan ..oya..kapan nikah?

  23. Jericho ..makasih ya O..buat semangatnya, aku bisa nyusul juga kan…emangnya cuma kamu yang bisa..huh…

  24. Gotek, Cochie, Wiwied, Nonik, Bayu, Vicky, Rifky, Sari warih, Jony, Kadek, Ronald, Otik, dan semua angkatan 2003, wiuhhh makasih buat warna yang udah kalian beri, tak terlupakan.

  25. Dame, Putri, aku bisa lulus juga 26.

  Temen-temen mudika St. Yohanes Rasul, makasih buat pengertiannya..aku dah bisa diganggu lagi kok…

  27. Friends Community…mbak Yie, Panjul, Congsay, mbak Hay, mas Sis, semuanya..hoi..aku lulus….

  28. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu perastu, terimakasih untuk semuanya…aku sayang kalian semua….

DAFTAR ISI

  Halaman Judul Halaman Pengesahan Pembimbing……………………………………… ii Halaman Pengesahan Penguji…………………………………………… iii Halaman Motto dan Persembahan………………………………………. iv Lembar Pernyataan Publikasi…………………………………………… v Halaman Pernyataan…………………………………………………….. vi Abstrak…………………………………………………………………... vii Abstract………………………………………………………………….. viii Kata Pengantar…………………………………………………………… ix Daftar Isi…………………………………………………………………. xiii Daftar Tabel ……………………………………………………………... xvi Daftar Skema…………………………………………………………….. xvii

Bab I. Pendahuluan ……………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 7 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 7 D. Menfaat Penelitian…………………………………………………… 8 Bab II. Kajian Teori……………………………………………………… 9 A. Waria…………………………………………………………………. 9 B. Makna Hidup…………………………………………………………. 13

  1.Pengertian…………………………………………………………... 13 a.

  Kebebasan Berkehendak………………………………………….. 16 (The Freedom of Will) b.Hasrat untuk Hidup Bermakna……………………………………. 17

  (The Will to Meaning) xiii c.

  Makna Hidup……………………………………………………… 18 (The Meaning of Life)

  2.Sumber Makna Hidup………………………………………………. 19 a.

  Nilai-nilai Kreatif…………………………………………………. 20 (Creative Values) b.Nilai-nilai Penghayatan…………………………………………… 20

  (Experiential Values) c. Nilai-nilai Bersikap……………………………………………….. 20 (Attitudinal Values)

  3.Kegagalan Pencapaian Kebermaknaan Hidup………………………. 21 C. Makna Hidup Waria…………………………………………………… 23

  Bab III. Metodologi Penelitian……………………………………………. 26 A. Jenis Penelitian………………………………………………………... 26 B. Subjek Penelitian……………………………………………………… 28 C. Fokus Penelitian………………………………………………………. 27 D. Metode Pengambilan Data……………………………………………. 30

  1.Wawancara………………………………………………………….. 30

  2.Observasi……………………………………………………………. 33 E. Proses Pengambilan Data……………………………………………... 34 F.

  Analisis Data………………………………………………………….. 38 G.

  Keabsahan Data……………………………………………………….. 39

Bab IV. Analisis Data dan Pembahasan…………………………………… 44 A. Analisis Data………………………………………………………….. 44

  1.Subjek I……………………………………………………………… 44 a.

  Gambaran diri subjek……………………………………………… 44 b.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai kreatif………………………… 47 c.

  Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai penghayatan………………….. 50 xiv d.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai bersikap………………………. 55 e.

  Kesimpulan Subjek I………………………………………………. 57

  2.Subjek II…………………………………………………………….. 62 a.

  Gambaran diri subjek……………………………………………… 62 b.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai kreatif………………………… 64 c.

  Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai penghayatan………………….. 68 d.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai bersikap………………………. 73 e.

  Kesimpulan Subjek II……………………………………………... 76

  3.Subjek III……………………………………………………………. 81 a.

  Gambaran diri subjek……………………………………………… 81 b.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai kreatif………………………… 83 c.

  Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai penghayatan………………….. 87 d.Bentuk dan Pemenuhan nilai-nilai bersikap………………………. 91 e.

  Kesimpulan Subjek III……………………………………………. 93

  4.Ringkasan ketiga subjek……………………………………………. 99 B. Pembahasan…………………………………………………………... 107

  1.Waria Dianggap Sebagai Kodrat dari Tuhan…………..……………. 106

  2.Pembuktian kepada masyarakat……………………………………... 109

  3.Pemenuhan Ketiga Nilai …….……………………………………… 110

  4.Nilai-nilai yang dominan untuk masing-masing subjek……………. 117

  5.Pencapaian Makna Hidup…………………………………………... 120

  Bab V. Kesimpulan Saran………………………………………………… 124 A. Kesimpulan…………………………………………………………… 124 B. Keterbatasan Penelitian………………………………………………. 125 C. Saran …………………………………………………………………. 126 Daftar Pustaka…………………………………………………………….. 128 Lampiran…………….……………………………………………………. 132 Lampiran Observasi………………………………………………………. 227 xv

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Data Primer Waria………………………………………… 11 Tabel 2. Guideline Wawancara…………………………………….. 32 Tabel 3. Proses Rapport dan Wawancara…………………………... 37 Tabel 4. Crosscheck Data…………………………………………... 41 Tabel 5. Ringkasan Ketiga Subjek………………………………….. 102 xvi

DAFTAR SKEMA

  Skema 1. Skema Proses Pemenuhan Makna Hidup Subjek I……….. 57 Skema 2. Skema Proses Pemenuhan Makna Hidup Subjek II………. 78 Skema 3. Skema Proses Pemenuhan Makna Hidup Subjek III……… 97 Skema 4. Skema Pemenuhan Ketiga Nilai dalam Logoterapi sampai dengan Pemenuhan Makna Hidup untuk

  Ketiga Subjek……………………………………………… 120 xvii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Diskriminasi terhadap waria dewasa ini semakin terlihat jelas. Hal ini

  terlihat dari banyaknya masyarakat yang masih belum dapat menerima keberadaan mereka ( baca: waria). Adanya sebuah iklan kendaraan matic yang menampilkan model waria yang sedang kebingungan untuk mencari sepeda motor yang pas dengan dirinya, lalu pada akhir tampilan iklan dikatakan slogan kendaraan tersebut yaitu “(merk kendaraan)…… hanya untuk wanita,

  

remaja dan laki-laki” . Contoh ini hanya merupakan salah satu contoh kecil

terhadap diskriminasi terhadap waria yang dilakukan oleh masyarakat.

  Memang, tidak sedikit pula masyarakat yang sudah dapat menerima keberadaan waria, tetapi masih banyak juga masyarakat yang memandang waria hanya dengan sebelah mata.

  Menurut data PKBI Yogyakarta tahun 2007, pekerjaan yang dilakukan waria masih dalam batas kelompoknya saja, misalnya sebagai pengamen, pelacur, pekerja salon, atau aktivis LSM tentang waria. Belum ada waria yang bisa lolos sebagai pekerja kantoran. Adapun waria yang bernama Sutopo menjadi guru di salah satu SMK di Yogyakarta, akan tetapi waria ini berpenampilan sebagai laki-laki pada umumnya ketika menjalankan profesinya sebagai guru dan baru pada malam hari Sutopo berpenampilan sebagai perempuan, sehingga tidak banyak orang yang tahu bahwa Sutopo adalah waria.

  Pendapat bahwa pelacuran adalah suatu hal yang sangat dekat dengan kehidupan waria masih sangat kuat dalam masyarakat Indonesia. Hal itu juga yang menguatkan adanya diskriminasi dan stigma negatif dari masyarakat. Ruang yang diberikan untuk berkarya juga masih sangat minim padahal waria juga memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya sama seperti laki- laki dan perempuan. Waria belum sepenuhnya bisa diterima dalam kehidupan sosial. Hal ini menyebabkan kehidupan waria menjadi lebih terbatas dalam peran di masyarakat, yang pada akhirnya menyebabkan banyak waria yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pekerja seks ( melakukan jasa seksual ), ngamen, atau yang berkutat di bidang kecantikan ( salon ) namun hanya beberapa orang yang memang beruntung bisa bekerja di salon atau punya salon sendiri.

  Tekanan yang dihadapi waria pada saat kecil atau usia remaja, menyebabkan para waria tersebut enggan meneruskan pendidikannya sehingga kebanyakan pendidikan yang mereka rasakan hanya sebentar (mbakyucute.multiply.com/journal, 28 Nov 2007). Ejekan, rasa malu, juga rasa takut pada keluarganya, dan lingkungan sekitar yang secara tidak langsung mengisolir waria, membuat mereka nekat untuk pergi dari kampungnya. Hal ini menyebabkan skill ( SDM ) yang mereka kuasai jadi lebih terbatas. Belum lagi masyarakat sendiri yang sepertinya belum bisa memberi ruang pada waria untuk bisa memasuki lapangan kerja yang bersifat formal, di kantor misalnya. Bahkan untuk menjadi seorang baby sitter pun orang mungkin akan berpikir dua kali untuk memperkerjakan waria menjadi pengasuh anaknya. Pandangan masyarakat yang negatif terhadap waria dan enggan bergaul dengan waria membuat waria jadi terkesan eksklusif. Stereotip itu muncul karena masyarakat tidak banyak yang bisa mengetahui dan memahami di seputar kehidupan mereka ( waria ). Sehingga, kehidupan waria seperti masuk dalam lingkaran setan dengan alasan kombinasi antara kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan terbatasnya ruang untuk berkarya karena diskriminasi dari masyarakat. Ingin berkarya tapi tidak ada ruang menjadikan pelacuran sebagai satu-satunya wadah yang tersedia dan masuk tanpa syarat, maka tidak salah juga ketika masyarakat menganggap waria sama dengan pelacur. Keadaan seperti itu membuat waria merasa belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat. (Kompas, 26 Juni 2007).

  Di sisi lain kaum waria sendiri semakin gencar mempertahankan identitasnya dan memperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan terhadap eksistensinya di tengah masyarakat . Menjadi seorang waria merupakan suatu proses yang sangat panjang, apalagi proses untuk mendapatkan pengakuan dalam masyarakat Indonesia yang notabene sangat memegang moralitas Seiring berjalannya waktu waria sudah mendapatkan tempat dan pengakuan Hal ini terbukti banyak waria yang sudah dapat menunjukkan dirinya pada khalayak. Merlyn seorang waria yang sudah menerbitkan buku dengan judul ‘Jangan lihat kelaminku’, waria ini aktif dalam berbagai macam kegiatan seperti seminar dan kegiatan ilmiah lainnya. Ketua Waria Malang ini pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif Kota Malang mewakili Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia pada tahun 2003. Dapat dikatakan juga bahwa Merlyn merupakan salah seorang waria dengan tingkat intelektualitas yang tinggi. Begitu juga dengan Sunniah, waria lulusan UGM fakultas Sosial Politik yang menulis buku tentang ‘Jangan Lepas Jilbabku’ , waria ini juga aktif untuk memperjuangkan hak waria di mata masyarakat. Ada juga waria yang aktif dalam LSM tertentu seperti Mami Vinolia, ketua KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta), kemudian di Yogyakarta ada seorang waria bernama Sutopo yang berprofesi sebagai guru di SMK. Contoh-contoh waria berprestasi diatas belum dapat disimpulkan bahwa masyarakat seluruhnya dapat menerima keberadaan waria, masih perlu waktu yang sangat lama dan akan menimbulkan banyak pro dan kontra dalam masyarakat sendiri.

  Waria pada umumnya merupakan sosok yang kuat dalam menjalani hidup. Terbukti dengan banyaknya anggapan miring oknum masyarakat yang sampai sekarang belum dapat menerima keberadaan waria tetapi para waria tetap menjalankan perannya. Peran yang dijalankan sebagai seorang waria ada berbagai jenis pekerjaan seperti pelacur, pengamen, aktivis LSM, pekerja salon, penulis,dan bahkan seorang guru. Berbagai jenis pekerjaan ini tentu merupakan suatu pilihan seorang waria tersebut. Sangat jelas terlihat juga pada waria yang bergerak pada bidang pekerjaan sebagai aktivis LSM, dimana apa yang mereka kerjakan tidak berhenti pada diri mereka sendiri tapi juga untuk kepentingan dan perjuangan hak waria lainnya. Mempertahankan peran dan keinginan untuk diakui sangat kuat di tengah diskriminasi masyarakat membuat waria yang bekerja sebagai aktivis di LSM semakin gencar menyuarakan hak-hak mereka (waria).

  Waria, yang juga sebagai seorang manusia memiliki kebebasan untuk mengambil sikap terhadap pilihan hidupnya (Koeswara,1992). Pilihan hidup yang mereka ambil harus menjadi konsekuensi dalam hidupnya untuk bertahan. Bekerja merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Seorang manusia dalam menjalani hidup memiliki alasan mengapa mereka bertahan, begitu juga dengan para waria. Segala macam anggapan dan gunjingan terhadap keberadaan mereka tidak menghambat atau merubah sikap mereka terhadap pilihan hidupnya sebagai waria. Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama dan keinginan setiap orang dalam hidupnya, baik itu bermakna bagi diri sendiri dan bagi sesama manusia. Hidup bermakna dapat menandakan bahwa seseorang memiliki eksistensi di hadapan orang lain, bahwa keberadaannya diterima dan diakui oleh orang lain.

  Kebermaknaan hidup tidak saja dialami oleh manusia pada umumnya, upaya memahami kebermaknaan hidup pun dialami oleh kaum waria.

  Menurut Frankl (dalam Bastaman 2007) hidup merupakan sebuah tugas. Manusia hidup membawa suatu misi yang diemban. Misi tersebut adalah wujud manusia bertanggung jawab terhadap hidupnya karena dengan bertanggung jawab manusia melakukan tindakan yang konkrit sebagai jawaban atas misi yang dibawanya. Seorang waria akan bertanggung jawab atas misi hidup yang diembannya dengan mencapai suatu makna hidup. Frankl dalam Koeswara (1992) menyatakan bahwa untuk mencapai makna individu harus menunjukkan tindakan komitmen yang muncul dari kedalaman dan pusat kepribadiannya. Usaha yang dilakukan berakar pada keberadaan totalnya.

  Proses untuk menemukan kebermaknaan hidup juga tidak mudah, terdapat beberapa tahapan untuk dapat dikatakan individu tersebut sudah mencapai makna hidupnya (Bastaman, 2007). Frankl mengatakan bahwa ketika seseorang sudah menemukan arti dalam kehidupannya, baik dalam kesenangan mauapun dalam penderitaan maka seseorang tersebut dapat dikatakan memiliki makna dalam kehidupannya. Hal ini mungkin juga terdapat dalam individu seorang waria, dimana terdapat penderitaan terus menerus mulai dari kebingungan identitas, diskriminasi masyarakat, sampai pada penghinaan dan pengucilan dari orang lain. Identitas yang diperankan tetap dipertahankan, walaupun kejadian-kejadian yang hampir seluruh kehidupannya penuh dengan penderitaan. Kekuatan mental yang dimiliki yang sejalan dengan makna hidup yang dimiliki membuat para waria tersebut dapat bertahan. Proses yang dialami pasti juga tidak sederhana sampai dengan para waria tersebut dapat menemukan makna hidupnya. Konflik dan tekanan intern yang dialami waria tentu dapat menyebabkan stress pada waria tersebut. Apabila tekanan-tekanan tersebut tidak dibarengi dengan pemahaman terhadap kebermaknaan hidup, maka tentu saja ada individu waria yang masih belum bisa mengakui eksistensi dirinya sebagai kaum waria.

  Oleh karena itu penulis ingin mengetahui nilai-nilai hidup apa saja yang dipahami dan dianut oleh kaum waria yang bekerja sebagai aktivis di LSM untuk dapat menemukan makna hidupnya. Apakah penenuhan ketiga nilai- nilai dalam Logoterapi benar-benar memunculkan kebermaknanaan hidup bagi waria tersebut. Apakah pemenuhan nilai-nilai yang meliputi nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan serta nilai-nilai bersikap menjadi alasan mengapa waria tersebut tetap ada dan mempertahankan hidupnya di tengah diskrimanasi dan stigma negatif dari masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

  Hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kaum waria dapat memahami dan menemukan kebermaknaan hidupnya dan nilai-nilai hidup apa yang dianut untuk meraih makna hidup yang dimiliki waria sehingga dapat mempertahankan identitas dan perannya di tengah masyarakat.

  C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.

  Mengetahui bentuk-bentuk dan pemenuhan nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan dan nilai-nilai bersikap kaum waria terutama waria yang bekerja sebagai aktivis di LSM, dalam rangka memenuhi dan menemukan makna hidupnya yang digunakan sebagai alasan untuk bertahan hidup.

2. Memperoleh gambaran lengkap tentang makna hidup waria.

D. MANFAAT PENELITIAN

  Penelitian ini memiliki manfaat : 1.

  Manfaat teoritis Sebagai wacana bagi teori-teori di psikologi khususnya Logoterapi atas makna hidup seorang waria (transgender).

2. Manfaat Praktis

  Supaya masyarakat pada umumnya mengetahui mengenai apa sebenarnya nilai-nilai hidup yang dianut waria untuk mencapai makna hidupnya sehingga tidak ada pandangan miring atas identitas dan peran serta keberadaan waria.

BAB II KAJIAN TEORI A. WARIA Waria, suatu identitas jenis kelamin yang sampai sekarang belum mempunyai

  posisi yang dapat diterima secara utuh dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat hanya mengakui adanya dua identitas jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, sehingga kehidupan waria terasa aneh dan janggal. Menurut Koeswinarno (1997), secara fisik waria merupakan laki-laki yang memiliki alat kelamin yang sama seperti laki-laki normal pada umumnya, akan tetapi secara psikis mereka merasa dirinya adalah seorang perempuan baik dari penampilan dan tingkah laku.

  Seorang waria memiliki jiwa seorang wanita yang terperangkap dalam sosok tubuh berjenis kelamin pria. Hal ini sejalan dengan pengertian waria dalam Medika (juli,2007) yang mengatakan bahwa waria (male to female transgender) adalah individu yang berjenis kelamin pria yang mengalami rasa tidak nyaman dan konflik gender internal yang konsisten terhadap jenis kelaminnya.

  Penyebab seseorang dapat menjadi waria masih belum dapat diteliti dengan jelas. Adapun menurut Kemala Atmojo (1986) dalam bukunya yang berjudul “Kami Bukan Lelaki” mengatakan bahwa dalam masyarakat umum ada anggapan bahwa seorang waria terbentuk karena orangtua yang salah asuh dan mendidik anak tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Hal ini dapat terjadi ketika seorang orangtua yang pada awalnya menginginkan anak perempuan tetapi mendapat anak laki-laki sehingga orangtua tersebut mendidik anak laki-lakinya sama dengan mendidik anak perempuan. Yang kedua adalah pengaruh lingkungan dimana individu itu berada. Lingkungan mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang sejak kecil. Pada masa itu seseorang mulai mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang disekitarnya. Jadi, tokoh yang diidentifikasikan ini memgang peranan penting dalam perkembangan individu tersebut.

  Dalam PPDGJ III waria diidentifikasikan pada F.64.1 yaitu mengenakan jenis pakaian dari lawan jenisnya sebagai bagian dari eksistensi dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan jenisnya, tetapi tanpa hasrat untuk mengubah jenis kelamin secara lebih permanen dan tidak ada kepuasan seks yang menyertai dalam tindakannnya tersebut. Jelas terlihat disini waria berbeda dengan transvetisme yang memiliki atau mendapatkan kepuasan seksual ketika berpakaian seperti lawan jenisnya. Waria (transgender) juga berbeda dengan transeksualis karena dikatakan transeksualis ketika sudah melakukan bedah atau pergantian pada jenis kelaminnya menjadi seperti lawan jenisnya.

  Didalam difinisi Sosiologi (Koeswinarno, 1997) disebutkan bahwa waria adalah suatu transgender, dimana dari sikap atau perilaku maskulin berubah / merubah diri ke feminin dalam menjalani kehidupan kesehariannya, tanpa harus melakukan perubahan-perubahan yang mendasar pada kondisi fisiknya, termasuk melakukan operasi pada alat kelaminnya agar bisa menyerupai seorang perempuan. Kebanyakan dari teman-teman waria, masih banyak yang mengatakan bahwa mereka sudah cukup nyaman dengan kondisi fisiknya ( masih punya alat reproduksi laki-laki ) walaupun dalam keseharian mereka berpenampilan seperti seorang perempuan.

  Hal ini berbeda dengan seorang Transexsual ( male to female / female to male ) dimana ada ketidak nyamanan dan ketidak kepuasan dengan biologisnya, gender maupun seksualitasnya.

  Sampai dengan tahun 2007 menurut PKBI Yogyakarta, data primer Waria di Yogyakarta tercatat sebagai berikut,

  

Asal Waria Kemandirian Ekonomi

  Luar Yogya Asli Yogya Mandiri Belum Mandiri 131 95 61 165 226 226

  Pendidikan Terakhir

  Tak Tamat Tamat SD Tamat Tamat Tamat Kuliah SD SMP SMU 78 96 32 16

  4 226

  Pekerjaan

  PSK LSM Salon Lain-Lain 170 10

  11

  35 226

  Tabel 1. Data Primer Waria

  Menurut Jeffry S. Nevid, dkk dalam buku Psikologi Abnormal edisi kelima tahun 2005, waria dapat dikategorikan pada gangguan identitas gender. Gangguan identitas gender merupakan suatu gangguan dimana individu percaya bahwa anatomi gendernya tidak konsisten dengan identitas gendernya, diagnosis gangguan ini diberikan ketika seseorang mempersepsikan diri mereka secara psikologis sebagai anggota dari gender yang berlawanan dan secara terus menerus menunjukkan ketidaknyamanan terhadap anatomi gender mereka. Hal ini sesuai dengan keadaan para waria yang jelas mengakui bahwa anatomi gender mereka yang mempunyai penis tidak sesuai dengan identitas gender mereka yang merasa diri sebagai seorang perempuan.

  Gangguan identitas gender ini dapat berawal sejak masa kanak-kanak, menurut Susan Nolen – Hoeksema (2007) adaptasi dari DSM-IV TR mengungkapkan ciri-ciri klinis seseorang yang mengalami gangguan identitas gender adalah : a.

  Memiliki identifikasi yang kuat terhadap gender lainnya, paling tidak 4 dari 5 kategori, yaitu : i.

  Ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lainnya atau ekspresi dari kepercayaan bahwa dirinya adalah bagian dari gender lain. ii.

  Memiliki prefensi untuk mengenakan pakaian yang merupakan stereotipikal dari anggota gender lainnya. iii.

  Adanya fantasi yang secara terus menerus mengenai menjadi anggota dari gender lainnya atau ada memainkan peran yang dilakukan oleh anggota gender lain. iv.

  Memiliki hasrat untuk berpartisipasi dalam aktivitas dan permainan yang merupakan stereotip dari gender lainnya. v.

  Memiliki prefensi yang kuat untuk memiliki teman bermain dari gender lainnya.

  b.

  Memiliki perasaan tidak nyaman dengan anatomi gendernya sendiri atau dengan perilaku yang merupakan tipe dari peran gendernya secara kuat dan terus menerus.

  c.

  Tidak ada “kondisi interseks “ seperti anatomi seksual yang ambigu (hermaprodit) yang mungkin membangkitkan perasaan-perasaan tetrsebut.

  d.

  Ciri-ciri tersebut menimbulkan distress yang serius atau hendaknya pada area penting yang terkait dengan sosial, pekerjaan , serta fungsi lainnya.

  Hampir sama dengan ciri-ciri diatas, Lauren B. Alloy, dkk (2005) menambahi bahwa seseorang yang mengalami gangguan identitas gender selalu berperilaku perempuan dari masa kanak-kanaknya. Saat mereka beranjak besar mereka mendekati anggota dari identitas gender lainnya dan menganggapnya sebagai partner aktivitas seksualnya.

B. MAKNA HIDUP 1. Pengertian

  Psikologi memiliki beberapa bidang ilmu yang mengungkap mengenai makna hidup. Tokoh- tokoh yang mengungkap mengenai makna hidup antara lain Abraham Maslow, Irvin Yalom dan Victor Frankl. Teori Abraham Maslow mengungkap bahwa makna hidup merupakan suatu sifat yang muncul dari dalam diri seseorang. Teori yang dimiliki Maslow disusun dengan pemikiran bahwa hingga kebutuhan yang lebih rendah dipenuhi, nilai dan kebermaknaan hidup memiliki dampak yang kecil terhadap motivasi. Maslow juga menekankan suatu arti bahwa pemenuhan kebermaknaan hidup merupakan idealisme seseorang. Menurut Maslow, seorang individu akan berkembang menjadi pribadi yang utuh apabila berhsil mewujudkan potensi yang dimilikinya, apabila seseorang mengalami stagnasi dalam perkembangannya baik karena lingkungan ataupun karena ketakutan dalam mengembangkan dirinya, maka individu tersebut akan dapat mengalami kemunduran fisik, penyakit, bahkan kematian (Sumanto, 2006).

  Teori yang lain adalah milik Yalom yang mengatakan bahwa kebermaknaan hidup diperoleh dari individu itu sendiri, bukan dari luar individu. Yalom menekankan adanya komitmen dalam pemenuhan kebermaknaan hidup pada masing-masing individu. Seseorang perlu bekerja dengan tulus (commit) untuk mencapai kebermaknaan hidup yang dipilih jika individu tersebut ingin terhindar dari kegelisahan akibat kekosongan. Menurut Yalom, kebermaknaan hidup bersumber pada keyakinan dalam diri sehingga seorang manusia harus berjuang untuk mengaktualisasikan dirinya untuk merealisasikan potensi yang dimiliki (Koesworo, 1992). Teori makna hidup yang dikemukakan oleh Victor Frankl dalam wadah ilmu yang bernama Logoterapi. (Schultz, 1991), Logoterapi merupakan salah satu cabang dalam Psikologi Eksistensial yang berkonsentrasi mengenai makna dari eksistensi manusia dan kebutuhan manusia akan makna, serta teknik-teknik penyembuhan dan mengurangi atau meringankan penderitaan akibat kegagalan dalam menemukan makna hidupnya. Frankl (2004) memahami makna hidup berarti hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila dipenuhi, akan menyebabkan kehidupan dirasakan menjadi berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia dan dapat ditemukan dalam setiap kehidupan.

  Makna hidup seseorang bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup dan adanya alasan kenapa seseorang harus tetap hidup. Frankl (dalam Bastaman 2007) mengemukakan bahwa makna hidup bersifat unik dan berbeda setiap individu bahkan dalam setiap keadaan. Saat bermakna yang berarti bagi setiap orang belum tentu pula bagi orang lain, tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri oleh individu tersebut.

  Makna hidup melampaui intelektualitas manusia sehingga makna tidak dapat dicapai hanya dengan proses akal / usaha intelektual. Pencapaian ditunjukkan melalui tindakan komitmen yang berasal dari pusat kepribadian individu dan dilandaskan pada keberadaan total individu, dengan tindakan komitmen individu dapat menjawab tantangan yang ada sehingga jawaban tersebut memberikan makna pada hidup individu (Schultz, 1991).

  Logoterapi memiliki tiga landasan filsafat (Bastaman 2007) yaitu The

  

Freedom of Will ( Kebebasan Berkehendak) , The Will to Meaning (Hasrat untuk

  hidup bermakna)dan The Meaning of Life (Makna Hidup). Kebebasan berkehendak mengarah kepada kebebasan kita sebagai individu untuk memilih reaksi dan kita terhadap kondisi-kondisi yang ada di luar hidup kita. Hasrat untuk hidup bermakna menunjuk bahwa kita memiliki hasrat atau kehendak untuk menjadikan hidup kita bermakna dan menjadi motivasi kita dalam menjalani kehidupan. Semakin kita mampu mengatasi diri kita semakin kita menjadi manusia sepenuhnya (Shultz, 1991). Makna hidup sendiri mengarah kepada kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar kita dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang dimiliki dan terhadap seberapa jauh kita telah mencapai tujuan-tujuan hidup, dalam rangka memberi makna kepada kehidupan kita. Hanya dalam cara ini kita benar-benar menjadi diri kita (Shultz, 1991).

a. Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will) Kebebasan yang dimaksud merupakan kebebasan dalam batas-batas.

  Menurut Bastaman (2007), manusia tidak mungkin bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosial, jadi yang dimaksud bukan bebas dari kondisi- kondisi tersebut. Konsep kebebasan yang dimaksud juga merupakan kebebasan yang bertanggungjawab, seseorang harus menerima dan bertanggung jawab terhadap pilihannya atas realisasi nilai-nilai dan pemenuhan makna bagi dirinya.

  Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992) manusia tidak bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosial. Tetapi manusia mempunyai kebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut karena Frankl mempunyai keyakinan bahwa seseorang bukanlah makhluk yang dikendalikan oleh oleh determinan-determinan tertentu yang sifatnya mengekang dan membatasi kebebasan murni yang berasal dari individu tersebut.

  Meskipun kita tunduk pada kondisi-kondisi dari luar yang mempengaruhi kita, namun kita tetap bebas memilih reaksi dan sikap kita terhadap kondisi- kondisi ini. Kita tidak dapat mengendalikan kekuatan dan kondisi yang ada di luar diri kita, tetapi kita memiliki kebebasan untuk bersikap terhadap dunia luar dan terhadap diri kita sendiri dalam mengatasi kekuatan luar tersebut. Manusia memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Tentu saja kebebsan yang dimiliki ini harus disertai rasa tanggung jawab yang besar (Bastaman, 2007). Pada saat seorang waria menyadari bahwa dirinya adalah waria dan mendapat tekanan dari masyarakat bukan berarti akhir dari segalanya. Waria bebas memilih sikap dan reaksi yang dimiliki atas kondisi yang berasal dari luar dirinya. Menjadi waria bukan suatu keinginan akan tetapi suatu keadaan dan mereka tidak dapat menolak hal tersebut.

b. Hasrat untuk Hidup Bermakna (The Will to Meaning)

  Setiap individu pasti menginginkan dirinya menjadi individu yang berguna bagi orang lain, dicintai dan mencintai orang lain, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, mempunyai cita-cita dan tujuan hidup yang penting dan jelas yang akan diperjuangkan dengan penuh semangat, dan memiliki sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Setiap individu juga pasti tidak akan menginginkan menjadi individu yang tidak berguna, tidak memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, tidak mengetahui apa yang diinginkan dan dilakukannya. Sedikit dari banyaknya keinginan manusia ini menurut Bastaman (2007) menggambarkan hasrat yang paling mendasar dari setiap individu yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Bila terpenuhi akan merasa bahagia, kehidupan terasa berguna, berharga dan berarti dan sebaliknya apabila tidak terpenuhi maka akan menyebabkan kehidupan yang dirasa tidak berarti.

  Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi mendasar setiap individu. Hasrat ini juga yang mendorong individu untuk melakukan berbagai kegiatan, bekerja, berkarya dan berkreativitas. Seorang individu akan menjalani aktivitasnya dengan semangat apabila individu tersebut merasa hidupnya bermakna dan karena individu tersebut memiliki tujuan hidup yang jelas serta alasan mengapa individu tersebut harus tetap bertahan hidup.