HUBUNGAN TINGKAT PRURITUS DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH GUNUNGSARI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 - Repository UNRAM

  

ARTIKEL ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT PRURITUS DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI

SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH

GUNUNGSARI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

  

Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran

Universitas Mataram

Oleh

Khalida Failasufi

  

H1A012027

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2016

  

HUBUNGAN TINGKAT PRURITUS DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI SKABIES PADA

SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH GUNUNGSARI NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN 2015

  Khalida Failasufi, Yunita Hapsari, Wahyu Sulistya Affarah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

  Abstract

Background: Scabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei varian hominis. The main

symptoms of scabies is itchiness. Itchiness becomes severe at night and cause sleep disorders.

  

Sensitivity allergen to mite and mite products have an important role in causing pruritus and lesions in

the part of the body which is affected with mites. Scabies lesions characterized by burrow, papules or

nodules on the skin scabies sufferer. Severe itchiness caused the students will often do the

scratching and lesions with increasing spread of the mite through migration.

  

Method: This study used cross sectional method. Sampling techniques was purposive sampling that

have the inclusion criteria. The sample study was 94 students. Data has gotten observation and

giving of questionnaires to respondent the obtained data were processed & analyzed with chi-square

test.

  

Result: This study was found if the level of the students who had mild pruritus were 2 students

(2,13%), moderate were 71 students (75,53%), and severe one were 21 students (22,34%). Students

with mild of lesion were 57 students (60,64%), moderate were 27 students (28,72%), and severe one

were 10 students (10,64%). Students with moderate pruritus & mild of lesion were 50 students

(87,72%), moderate of lesion were 20 students (74,07%), and severe of lesion one were 3 students

(30%). Students with severe pruritus and moderate of lesion were 7students (12,28%), moderate of

lesion were 7 student (25,93%) and severe of lesion one were 7 students (70%). The data had been

analyzed by Chi-Square test and obtained p=0,000 on the correlation between the level of pruritus

with the severity level of lesion.

  

Conclusion: there is a correlation between the level of pruritus with the severity level of lesion in

students that suffer scabies in dormitory of Al-Aziziyah Kapek Gunungsari West Lombok West Nusa

Tenggara 2015.

  Keyword: Scabies, level of pruritus, level of lesion.

  Abstrak

Latar Belakang: Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis.

  

Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal. Gatal semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan

gangguan pada tidur. Sensitivitas alergi terhadap tungau maupun produk tungau memiliki peranan penting dalam

menyebabkan pruritus dan menimbulkan lesi di bagian tubuh yang terkena tungau. Lesi skabies ditandai dengan

adanya terowongan, papul /nodul skabies pada kulit penderitanya. Rasa gatal yang hebat menyebabkan santri

akan sering melakukan garukan sehingga seiring bertambahnya penyebaran tungau melalui migrasi akibat

garukan, rasa gatal dan lesi akan menjadi meluas di tubuh.

  

Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.Teknik sampling yang digunakan adalah

purposive sampling. Sampel yang diteliti berjumlah 94 santri. Data diperoleh melalui observasi dan pembagian

kuesioner kepada responden. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

  

Hasil: Didapatkan santri dengan tingkat pruritus ringan sebanyak 2 santri (2,13%), sedang 71 santri (75,53%)

dan berat 21 santri (22,34%). Santri dengan tingkat keparahan lesi ringan sebanyak 57 santri (60,64%), sedang

27 santri (28,72%) dan berat 10 santri (10,64%). Santri dengan tingkat pruritus sedang dengan tingkat

keparahan lesi ringan berjumlah 50 (87,72%), keparahan lesi sedang 20 santri (74,07%) dan keparahan lesi

berat 3 santri (30%). Santri dengan tingkat pruritus berat dan tingkat keparahan lesi ringan berjumlah 7 (12,28%),

keparahan lesi sedang 7 santri (25,93%) dan keparahan lesi berat 7 santri (70%). Analisis data menggunakan

uji Chi-square diperoleh p=0,000 pada hubungan tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi.

  

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi skabies pada santri di

Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari NTB tahun 2015. Kata Kunci : Skabies, tingkat pruritus, tingkat keparahan lesi.

  PENDAHULUAN

  Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes

  scabiei yang merupakan masalah utama

  kesehatan global di banyak negara dengan sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, dan sosial ekonomi yang rendah, serta masih merupakan penyakit endemik di beberapa negara berkembang. Prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun dan di negara berkembang dilaporkan sebanyak 6-27% dari semua populasi. 1 Sedangkan di Indonesia sekitar 15,60% - 12,95% dan menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. 2 Skabies cenderung tinggi pada anak-anak sampai dewasa. 4 Berdasarkan penelitian di

  Penang, Malaysia melaporkan sebesar 31% prevalensi skabies pada anak berusia 10-12 tahun. 11 Dan pada penelitian di Pondok

  Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah didapatkan paling banyak yang terkena skabies berumur 13 tahun yaitu sebanyak 37 orang (26,8%). 4 Prevalensi skabies meningkat di daerah perkotaan dan padat penduduk seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan, panti jompo, dan khususnya di pondok pesantren. 3 Santri di pondok pesantren merupakan subjek penting dalam permasalahan skabies. Karena dari data-data yang ada sebagian besar yang menderita skabies adalah siswa pondok pesantren. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain tinggal bersama dengan sekelompok orang di pondok pesantren yang berisiko mudah tertular berbagai penyakit terutama penyakit kulit khususnya penyakit skabies. 4 Di Aceh Besar kecamatan Ingin Jaya santri menderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren Ulumul Qu’ran sekitar 19,2% santri menderita skabies dari 650 santri. 5 Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal atau pruritus. Gatal akan semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur. Rasa gatal tersebut, menyebabkan santri akan sering melakukan garukan yang dapat menimbulkan banyak lesi pada tubuh akibat garukan tersebut. Sehingga seiring bertambahnya penyebaran tungau melalui migrasi melalui garukan, rasa gatal menjadi meluas sehingga predileksi lesi semakin banyak di tubuh akibat garukan. 6 Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi skabies.

METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional atau non eksperimental yang dirancang secara analitik menggunakan metode survey dengan pendekatan cross

  sectional. Teknik sampling yang digunakan

  non random sampling yaitu purposive

  sampling dengan menggunakan rumus Slovin

  dan didapatkan jumlah sampel yaitu 94 santri putra. 7 Variabel independen dari penelitian ini adalah tingkat pruritus pada skabies.

  Sedangkan variabel dependen adalah keparahan lesi skabies. Kedua variabel diukur menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Azizyah Gunungsari. Waktu sudah dilaksanakan pada tanggal 4 November Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari yaitu 2015. Langkah-langkah pengolahan data sebanyak 71 (75,53 %) santri putra. adalah pemeriksaan kelengkapan dan

  Tabel 3 Frekuensi Tingkat Keparahan Lesi

  kejelasan data, pemberian kode pada setiap data variabel, memasukkan data dalam

  Tingkat Frekuensi %

  program SPSS (Statistical Program for

  Keparahan lesi

  Social Science), serta pemeriksaan kembali Ringan 57 60,64 untuk memastikan bahwa data tersebut

  Sedang 27 28,72 telah bersih dari kesalahan. Analisis data Berat 10 10,64 terdiri dari analisis univariat dan bivariat. Pada

  Total

  94 100.00 analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel dengan menggunakan rumus chi- square.

  Berdasarkan tabel 3 diketahui sebagian besar santri yang mengalami penyakit skabies

  HASIL

  dengan tingkat keparahan lesi ringan di

  Karakteristik responden

  Pondok Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari

  Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden yaitu sebanyak 57 (60,64%) santri putra. Berdasarkan Umur Umur Frekuensi %

  2. Hasil Analisis Bivariat

  11-12 tahun 23 24,47 13-14 tahun 52 55,32

  Tabel 4 Hubungan Tingkat Pruritus dengan

  15-16 tahun 17 18,08

  Tingkat Keparahan Lesi Skabies

  17-18 tahun 2 2,13

  Total

  94 100,00

  Tingkat Keparahan Lesi Tingkat P No Ringan Sedang Berat Pruritus Value f % f % F %

  Berdasarkan tabel 1 diketahui sebagian besar

  1 Sedang 50 87,72 20 74,07

  3

  30

  santri mengalami penyakit skabies di Pondok

  0,000

  2 Berat 7 12,28 7 25,93

  7

  70 Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari paling

  banyak berumur 13-14 tahun yaitu sebanyak

  Total 57 100,0 27 100,0 10 100 52 (55,33 %) santri putra.

1. Hasil Analisis Univariat

  Berdasarkan tabel 4 diketahui hasil analisis

  Tabel 2 Frekuensi Tingkat Pruritus

  hubungan antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi didapatkan santri paling

  Tingkat

  banyak mengalami penyakit skabies yaitu

  Frekuensi % Pruritus

  tingkat pruritus sedang dengan tingkat Ringan 2 2,13 keparahan lesi ringan sebanyak 50 santri putra

  Sedang 71 75,53 Berat 21 22,34

  (89,72%). Hasil uji statistik Chi-square

  Total

  94 100,00 diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,000. Dapat Berdasarkan tabel 2 diketahui sebagian besar disimpulkan ada hubungan yang bermakna santri yang mengalami penyakit skabies antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi skabies.

  PEMBAHASAN

I. Karakteristik responden

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa responden yang mengalami skabies dengan prevalensi terbanyak adalah santri berumur 13-14 tahun. Prevalensi tertinggi penderita skabies terjadi pada umur yang lebih muda. 1 Dengan usia yang lebih muda akan lebih berisiko dan rentan terkena skabies karena akan cenderung memiliki kesadaran yang kurang akan kebersihan dirinya sendiri dan kurangnya pengetahuan tentang pencegahan cara penularan skabies itu sendiri. Dan dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu didapatkan santri yang menderita skabies di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta yang lebih sering terkena berusia 12-14 tahun sekitar 19 orang dari 24 responden yang terkena skabies. 2 II. Tingkat pruritus

  Gatal yang dialami oleh penderita skabies bersifat intens/kronis yang lebih sering terjadi pada malam hari. Gatal yang terjadi di malam hari dapat mengganggu sehingga penderitanya akan susah untuk tidur atau bahkan dapat terjaga sepanjang malam. 9 Rasa gatal disebabkan oleh sensitivitas alergi terhadap tungau maupun produk tungau yang bersifat antigenik. Reaksi imunitas tersebut meliputi hipersensivitas tipe I dan tipe IV. 12 Gatal yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan dan kaki, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, areola (area sekeliling puting susu), umbilikus dan permukaan depan pergelangan tangan. 1 Rasa gatal pada skabies bisa disertai rasa nyeri dan rasa terbakar pada kulit yang sudah digaruk. 13 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 94 santri yang menderita skabies sebagian besar memiliki tingkat pruritus sedang yang berjumlah 71 santri (75,53%). Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa gatal yaitu adanya riwayat atopi. Dengan adanya riwayat atopi (hipersensitivitas) dapat mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan dengan santri yang tidak memiliki riwayat atopi. 8 Adanya riwayat pengobatan juga dapat mempengaruhi dari rasa gatal yang dirasakan oleh santri. Rasa gatal tersebut akan berkurang ataupun hilang bila orang tersebut melakukan pengobatan. Tetapi, meskipun rasa gatal telah hilang, bekas dari burrow dan lesi lainnya tidak langsung hilang.

  III. Tingkat keparahan lesi

  Lesi yang diakibatkan oleh tungau skabies memiliki penampakan yang khas yaitu terdapat nodul skabies dan burrow/ terowongan pada area predileksinya. 14 Lesi timbul akibat dari aktivitas menggaruk yang awalnya akan menimbulkan warna kemerahan/eritematosa pada kulit bekas garukan. Gejala lainnya terdapat papul kecil yang pecah, pustul, krusta dan infeksi sekunder.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 94 santri yang menderita skabies sebagian besar memiliki tingkat keparahan lesi ringan yang akibat dari aktivitas menggaruk. Infestasi bisa menjadi infeksi sekunder pada kulit yang terluka akibat dari seringnya menggaruk, yang terutama disebabkan oleh kelompok

  Streptococus group A dan Staphylococus aureus. 1 Pada orang yang bersih atau yang

  melakukan mandi secara teratur dapat menghilangkan tungau skabies sehingga tungau tersebut tidak menyebar atau membuat lesi di daerah lainnya. 9 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa daerah predileksi yang paling sering terkena pada responden adalah daerah kemaluan yang berjumlah 62 santri, daerah selangkangan/paha

  56 santri ,pergelangan tangan bagian fleksor berjumlah 50 santri, dan daerah jari-jari tangan sekitar 46 santri. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa daerah predileksi yang paling sering terkena adalah sela-sela jari tangan,pergelangan tangan dan penis pada laki-laki. 8 Dan sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa daerah yang sering terkena oleh lesi skabies adalah sela- sela jari tangan dan kemaluan.

  Hasil analisa tentang hubungan tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi pada skabies di Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari dari 94 santri putra, didapatkan bahwa nilai p=0,000 (p=<0,05) yang berarti memiliki arti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi pada skabies di Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari NTB tahun 2015.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi skabies. Sesuai dengan penelitian sebelumnya pada santri di sebuah Pesantren Kota Medan didapatkan bahwa terdapat korelasi antara derajat keparahan lesi dengan intensitas gatal yang dirasakan. 10 Pada penelitian ini sebagian besar diperoleh santri mengalami tingkat pruritus sedang dengan tingkat keparahan lesi ringan yaitu sebanyak 50 (87,72%) santri dan didapatkan sedikitnya santri yang mengalami tingkat pruritus yang berat dengan tingkat keparahan lesi baik itu ringan, sedang ataupun berat. Responden kemungkinan sudah melakukan pengobatan sebelumnya sehingga gejala gatal berkurang dan predileksi lesi lebih sedikit atau lesi sudah sembuh.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari NTB tahun 2015 yang dilihat dari hasil uji Chi- square dengan nilai p =0,000 (p<0,05).

IV. Hubungan tingkat pruritus dengan tingkat keparahan lesi

DAFTAR PUSTAKA

  1. Walton, S., Currie, B., 2007. Problems in Diagnosing Scabies, a Global Disease in Human and Animal Populations. Clinical Microbiology Reviews. Available from : http:// www.ncbi.nlm.nih.gov ( Accessed : 2015, June 12 )

  2. Sistri, S.Y., 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta. Skripsi.

  Available from : http://eprints.ums.ac.id ( Accessed: 2015, September 12 ).

  3. Stone, S.P., Jonathan, N.G., Rocky, E.B., 2008. In: Fitzpatrick,s .Dermatology in General Medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill, pp. 2030-31

  4. Akmal, S.C., Semiarty, R., Gayatri., 2011. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 201.

  Artikel penelitian. Available from :

   (Accessed : 2015, Desember 12)

  5. Muzakir., 2008. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Scabies Pada Pesantren Di Kabupaten Aceh Besar. Tesis.

  Available from :http://repository.usu.ac.id ( Accessed: 2015,Agust 12) 6. Leone, P.A., 2008. Pubic Lice And Scabies.

  Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, editor. Sexually transmitted diseases. Edisi ke-4. Volume 1. China: McGrawHill; h. 839-51

  7. Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi st Penelitian Kesehatan,1 . Jakarta: Rineka Cipta 8. Wolff, Klaus., & Johnson, R. A., 2009.

  Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. New York: McGraw Hill.

  9. Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta.

  10. Sudarsono., 2011. Pengaruh Skabies Terhadap Prestasi Belajar Santri di Sebuah Pesantren Di Kota Medan. Tesis. Available from : http://repository.usu.ac.id (Accessed: 2015, Agust 22)

  11. Zayyid, M.., Saadah, M.S., Adil, R., Rohela, A.R., et al., 2010. Prevalence Of Skabies And Head Lice Among Children In A Welfare Home In Pulau Pinang, Malaysia .

  Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed. (Accessed : 2015, sept 25)

  12. Rakhmawati, D., dkk., 2012. Crusted Scabies. Laporan Kasus. Available from : http://eprints.ums.ac.id. (Accessed: 2015, Jun 12).

  13. Brenaut, E., Garlantezec, R., Talour, K., and Misery, L., 2013. Itch Characteristics in Five Dermatoses: Non-atopic Eczema, Atopic Dermatitis, Urticaria, Psoriasis and Scabies. Available from: (Accessed : 2015, Oct 7)

  14. Brown, R.G., Tony, B., et al., 2008. th Lecture Notes Dermatology. 8 ed. Yogyakarta: Erlangga