KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWAI SMA N 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 20132014 SKRIPSI

  KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA N 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Disusun Oleh:

  Eva Agustha Sifra Uan NIM: 081114005

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

MOTO

  Tuhan  Memberikan Ujian Dulu Sebelum Menghadiahkan Sesuatu  yang  Sangat Spesial. 

  

(Merry  Riana, “Mimpi Sejuta Dolar”) 

  Dengan  Kuasa Allah yang Giat Bekerja di Dalam Diri Kita,  Allah  Dapat Melakukan Jauh Lebih Banyak Daripada Apa yang  Dapat  Kita Minta atau Pikirkan.  (Efesus  3:10)            PERSEMBAHAN

  Felix Tingang Muya, almarhum ayahanda ku tercinta Cresentia Bulan, ibunda ku tersayang

  Ita, Asen, Iliq, saudara- saudaraku yang aku banggakan Brigpol Geri Bilmando, yang aku kasihi

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

ABSTRAK

KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA

STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA NEGERI 6 SENDAWAR

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2013/2014

  Eva Agustha Sifra Uan Universitas Sanata Dharma, 2013

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, untuk mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak serta mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 123 siswa dengan perincian siswa asli sebanyak 116 siswa dan siswa pendatang 7 siswa. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak dan apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini memiliki 37 butir pernyataan yang mengungkapkan tiga aspek konsep diri, yaitu (1) pengetahuan; (2) harapan dan (3) penilaian.

  Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean, standar deviasi serta pengkategorisasian. Konsep diri siswa dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i SMA Negeri

  6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai kebiasan minum tuak yang tergolong sedang (56,10%), sebagian besar siswa/i SMA Negeri

  6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai konsep diri tinggi (40,65%), tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dengan siswa bukan peminum tuak dan tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

  Kata kunci: Konsep Diri, Kebiasaan Minum Tuak

  

ABSTRACT

THE HABIT OF DRINKING PALM WINE AND

STUDENT SELF-CONCEPT

(DESCRIPTIVE STUDY OF THE STUDENTS AT SMA NEGERI 6

SENDAWAR EAST BORNEO IN 2013/2014 ACADEMY YEAR)

  Eva Agustha Sifra Uan Sanata Dharma University, 2013

  The purpose of this study is to determine the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, to describe the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, to know the differences of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, to know the differences of self-concept between newcomer students and native students.

  This research is a descriptive study using survey method. The population is all the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year consisting 123 students, 116 of which are native students and 7 of which are newcomer students. The questions to be answered in this study is what is the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, what is the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, are there any differences between the students who are palm wine drinkers and those who are not and are there any differences between newcomer students and native students. The research instrument is a questionnaire prepared by the researcher herself. The questionnaire has 37 items which reveal three aspects to self-concept, namely (1) knowledge, (2) hope and (3) assessment. The technique of data analysis is using descriptive statistical analysis which includes the presentation of data through tables, the mean calculation, standard deviation and categorization. The students’ self-concept is categorized into five, namely very high, high, medium, low and very low.

  The result show that most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have the habit of drinking palm wine which is classified as moderate (56.10%), most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have a high self-concept (40.65%), there is no difference of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, and there is no difference of self- concept between newcomer students and native students.

  Keywords: Self-Concept, the Habits of Drinking Palm Wine

  

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK .................................. vi ABSTRAK .................................................................................................... vii ABSTRACT

  ................................................................................................... viii

  KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ...........................................................

  B.

  Rumusan Masalah ..................................................................... 6 C.

  6 Tujuan Penelitian ......................................................................

  D.

  Manfaat Penelitian .................................................................... 7 E.

  8 Definisi Operasional .................................................................

  BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri ...................................................... 1 2. Jenis-Jenis Konsep Diri ...................................................... 14 3 . Aspek-Aspek Konsep Diri .................................................. 15

  4. si Konsep Diri ........................................... 17 Dimensi-Dimen

  5.

  2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ............... 2 6. ristik Konsep Diri ................................................... 25

  Karakte 7. Konsep Diri dalam Perspektif Lintas Budaya .................... 27 8. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu ............. 30 B. Budaya 1.

  Definisi Budaya .................................................................. 31 2.

  1 Ciri-Ciri Budaya ................................................................. 3 3. Kebiasan Minum Tuak ....................................................... 32 4.

  2 Proses Enkulturasi .............................................................. 3 C. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangan 1.

  Definisi Remaja .................................................................. 33 2. Tugas Perkembangan Remaja ............................................ 34

  BAB III METODE PENELITIAN A.

  5 Jenis Penelitian ......................................................................... 3 B. Subjek Penelitian ...................................................................... 36 C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ............... 36 D.

  Teknik Analisis Data ................................................................ 39

  BAB IV HASIL PE NELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebiasaan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran

  2013/2014 ................................................................................. 4

  3 B. Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar

  Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 ............................... 4

  5 C. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa

  Peminum Tuak dan Bukan Peminum Tuak ............................... 46 D. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pendatang dan Siswa

  Asli ............................................................................................ 4

  6 E. ................................... 47 Pembahasan ...........................................

  BAB V DAFT USTAKA ................................................................................... 54 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 51 B. Saran ......................................................................................... 52 AR P LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri ................................................... 39 Tabel 2 Kriteria Kategori Konsep Diri ........................................................ 40 Tabel 3 Kriteria Kategori Kebiasan Minum Tuak ........................................ 41 Tabel 4 Kebiasan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6

  Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014 ........................................................................................ 44

  Tabel 5 Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014........................... 45

  Tabel

  6 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa Peminum Tuak Dan Bukan Peminum Tuak..................................... 46

  Tabel

  7 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa Pendatang dengan Siswa Asli ......................................................... 46

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1 : Kuesioner Kebiasaan Minum Tuak dan Konsep Diri Siswa …….. 56 Lampiran 2 : Tabel Identitas Responden ………………………………………. 61 Lampiran 3 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Kebiasaan Minum

  Tuak ……………………………………………………………… 64 Lampiran 4 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Konsep Diri ……………... 67 Lampiran 5 : Tabel Validitas dan Reliabilitas Konsep Diri ……………………. 75 Lampiran 6 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Peminum dan Bukan

  Peminum ………………………………………………………… 81 Lampiran 7 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Pendatang dan Asli …………… 82 Lampiran 8 : Surat Ijin Uji Coba Alat Penelitian/Ijin Penelitian ………………. 83 Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ………………….. 84

BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan ini menguraikan beberapa hal yang berhubungan

  dengan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional variabel penelitian.

  Latar belakang masalah berisi alasan pemilihan topik. Perumusan masalah menguraikan tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian. Tujuan penelitian menguraikan tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian. Manfaat penelitian menguraikan tentang manfaat dari penelitian untuk beberapa pihak dan definisi operasional variable penelitian menguraikan tentang definisi dari variable penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan instrumen.

A. Latar Belakang Masalah

  Konsep diri tidak terbentuk secara langsung. Ketika seseorang lahir, konsep diri belum terbentuk. Hal ini disebabkan seorang bayi belum mengetahui apapun tentang dunianya, sampai tiba saatnya kedua orang tua memperkenalkan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mengenali lingkungan dan dirinya sendiri. Pada umumnya orang tua mengajari anaknya melalui bahasa, pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal. Apabila seorang anak membuang sampah pada tempatnya, maka akan mendapat pujian. Hal tersebut membuatnya mengerti

  2    

  bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebaliknya, apabila seorang anak membuang sampah bukan pada tempatnya maka dia akan dimarahi. Hal itu akan membuat anak mengerti bahwa yang dilakukannya salah. Apa yang diajarkan orang tua mengenai dasar-dasar etika merupakan etika yang berlaku pada budaya lingkungan. Dasar-dasar mengenai etika tersebut yang akan tertanam hingga tua nanti dan berpengaruh pada pembentukan konsep diri.

  Dengan demikian budaya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri.

  Budaya merupakan suatu kebiasaan cara hidup dari sekelompok orang yang ada di suatu tempat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari unsur-unsur agama, adat istiadat, karya seni, bahasa dan lain lain. Unsur-unsur tersebut, akan mempengaruhi perkembangan individu dalam mengenali lingkungannya. Dalam melakukan proses sosialiasi dengan lingkungannya, individu dibantu oleh pergaulan dengan teman-temannya yang akan mempengaruhi terbentuknya karakter atau konsep diri. Misalnya, seorang individu bergaul dengan orang-orang yang religius maka individu tersebut cenderung akan menjadi orang yang religius, sebaliknya apabila seorang individu bergaul dengan preman maka individu tersebut cenderung akan ikut-ikutan menjadi preman.

  Kondisi tersebut terjadi melalui pemahaman terhadap norma, mempelajari etika, belajar dari orang-orang disekitarnya, melakukan kontak dengan orang lain dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan suatu bukti bahwa individu baik secara langsung maupun tidak langsung harus terlibat dengan lingkungannya, dimana lingkungan tersebut pasti memiliki budaya,

  3    

  sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki peranan besar terbentuknya konsep diri.

  Salah satu budaya yang ada di negeri ini adalah budaya minum tuak. Tuak merupakan minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa memabukkan. Banyak daerah di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi minum tuak sebagai salah satu ciri khas budaya daerah mereka. Diantaranya, daerah Tuban di Jawa Timur. Di daerah yang berjulukan sebagai Kota Ronggolawe, Tuak sudah menjadi minuman wajib bagi sebagian warganya, sehingga kota Tuban dijuluki Kota Tuak. Tuak dari kota Tuban terbuat dari getah nira yang disadap dari bunga Siwalan atau Lontar ).

  Daerah lain yang menjadikan minum tuak sebagai budaya adalah suku Sahu di Jailolo Halmahera Barat. Minuman ini disediakan pada saat menjamu tamu yang datang ke daerah tersebut dan menjadi minuman wajib bagi tamu saat mengikuti upacara makan adat. Tuak dari daerah Jailolo Halmahera Barat diambil dari tangkai pohon Anau yang dimasak selama 6 jam lalu disuling

  Kabupaten Sendawar merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di SMA N 6 yang terletak di desa Tiong Ohang, kecamatan Long Apari. Sebagai salah satu desa, Tiong Ohang juga tentunya mempunyai tradisi-tradisi yang menjadi ciri khas daerah tersebut, yang membuatnya berbeda dengan daerah lain. Tradisi tersebut adalah kebiasaan minum tuak secara terbuka baik pada acara pesta atau

  4    

  perayaan pernikahan, syukuran atau acara apa saja yang mengungkapkan rasa suka cita dari pihak atau keluarga yang menyelengggarakan acara pesta.

  Minuman tuak dalam acara ini secara sengaja disediakan oleh pihak atau keluarga yang memiliki hajat bagi semua tamu yang diundang. Minuman tuak dari daerah kabupaten Sendawar terbuat dari ketan yang difermentasikan Kebiasaan minum tuak ini sudah berjalan turun temurun, baik oleh orangtua maupun remaja.

  Kebiasaan minum tuak di kabupaten Sendawar sudah menjadi bagian keseharian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena minum tuak merupakan salah satu budaya yang sudah ada sejak dulu dan masih berkembang hingga saat ini. Dalam setiap pesta yang diselenggarakan oleh warga, minuman tuak selalu ada karena minuman tuak sudah menjadi tradisi atau keharusan, yang membedakan budaya masyarakat di kabupaten Sendawar dengan masyarakat di daerah lain.

  Menurut survei di lapangan, kebiasaan minum tuak ini merambat sampai ke sekolah, dimana sebagian siswa ada yang membawa tuak di sekolah dan meminumnya secara bersama-sama saat istirahat tanpa adanya sanksi yang tegas dari pihak sekolah. Tentunya kondisi ini menjadi dilema bagi pihak sekolah, di satu pihak, kebiasan minum tuak sudah menjadi tradisi, di lain pihak sekolah merupakan tempat belajar dan bukan sebuah pesta. Hal inilah yang mendorong pihak sekolah sampai saat ini belum memberikan sanksi yang tegas kepada siswa yang minum tuak di sekolah. Saat ini pihak sekolah hanya sebatas pada pemberian himbauan kepada siswa untuk tidak melakukan

  5    

  hal tersebut di sekolah. Menurut wawancara penulis dengan guru mata pelajaran, pada umumnya siswa yang minum tuak di sekolah adalah siswa- siswa yang tergolong siswa yang kurang menonjol kemampuan akademisnya. Mereka minum tuak dengan tujuan agar mendapat perhatian dari teman-teman atau dari guru-guru.

  Tradisi minum minuman keras yang seharusnya hanya dilakukan pada saat acara pesta, tapi dilakukan juga pada saat jam belajar di sekolah, menunjukkan bahwa tradisi yang merupakan bagian dari budaya diperkirakan oleh penulis telah mempengaruhi terbentuknya konsep diri siswa, terutama konsep diri negatif. Hal ini disebabkan oleh lingkungan termasuk orang-orang di dalamnya telah mengajarkan siswa untuk melakukan tindakan tersebut, yaitu minum tuak. Tradisi yang telah berjalan bertahun-tahun telah membentuk karakter siswa, untuk terbiasa dengan hal tersebut, sehingga lambat laun membentuk konsep diri negatif pada diri siswa. Padahal pada mulanya tradisi atau kebudayaan tersebut diciptakan untuk membantu manusia untuk bertahan dan berkembang.

  Berdasarkan gambaran tentang konsep diri dan kebiasaan minum tuak siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana deskripsi konsep diri siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur berkaitan dengan kebiasaan minum tuak.

  6     B.

   Rumusan Masalah

  Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana deskripsi kebiasan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar

  Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014? 3. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar

  Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak dan bukan peminum tuak?

  4. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan siswa asli? C.

   Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1.

  Mendeskripsikan kebiasan minum tuak siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014.

  2. Mendeskripsikan konsep diri siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014.

  3. Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak dan bukan peminum tuak.

  7     4.

  Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan siswa asli.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini bermanfaat: 1.

  Teoritis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk menambah pengetahuan terkait pentingnya budaya atas terciptanya konsep diri siswa, sehingga dapat menjadi bekal untuk menjadi guru pembimbing di sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan agar dapat memahami adat dan tingkah laku yang berbeda yang dianut yang berbeda pula dan mengetahui persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis dalam berbagai budaya dan kelompok etnik.

2. Praktis a.

  Bagi guru BK Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru BK sebagai bahan temuan yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun program layanan bimbingan yang mengarah pada bagaimana pemecahan masalah pembentukan konsep diri riil dan ideal siswa agar sesuai dengan budaya dan cara pandang masyarakat.

  8     b.

  Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan: 1)

  Untuk mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan Program Studi Bimbingan dan Konseling.

  2) Untuk berlatih meneliti secara ilmiah informasi yang dapat dijadikan bekal dalam dunia kerja di bidang bimbingan dan konseling khususnya di sekolah.

E. Definisi Operasional

  Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.

  Konsep diri (self-concept) adalah pendapat atau kesan remaja terhadap dirinya sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya tentang pengetahuan mengenai dirinya, harapan dirinya di masa depan dan penilaian terhadap dirinya sendiri.

  2. Kebiasaan minum tuak adalah kebiasaan sekelompok orang yang meminum minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa memabukkan yang terjadi secara turun temurun, dimana kebiasaan ini terbagi menjadi tiga golongan yaitu tinggi apabila rata-rata meminum tuak lebih dari 6 kali dalam sebulan, tergolong sedang apabila rata-rata meminum tuak antara 4- 6 kali dalam sebulan dan rendah apabila rata-rata meminum tuak kurang dari 4 kali dalam sebulan.

  9     3.

  Ciri-ciri peminum antara lain adalah kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, pemarah, tidak bisa menghentikan kebiasan minum tuak, dan mulai jauh dari keluarga. Intensitas atau frekuensi minum tuak rata-rata 4- 6 kali dalam sebulan.

4. Ciri-ciri non peminum antara lain adalah optimis, tidak cepat putus asa, harmonis dengan keluarga, berat badan normal.

  5. Siswa pendatang adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang berasal dari daerah di luar kabupaten Sendawar, yaitu suku yang non Dayak, misalnya suku Jawa, suku Bugis dan lain-lain.

  6. Siswa asli adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang berasal dari dalam daerah kabupaten Sendawar, dimana kedua orangtuanya merupakan penduduk asli daerah tersebut, yaitu suku Dayak Penihing, suku Dayak Bahau, suku Dayak Kayan, dan suku Dayak Seputan.

     

BAB II LANDASAN TEORI Bab II memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan landasan

  teori. Teori-teori yang dibahas dalam bab II antara lain pengertian konsep diri, aspek-aspek konsep diri, pengertian budaya, karakteristik budaya, pengertian remaja dan tugas perkembangan remaja. Teori-teori tersebut digunakan sebagai bahan rujukan dalam membahas hasil penelitian.

A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri

  James (1890) dalam Hutagalung (2007: 21), mengemukakan diri (self) adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri, melainkan juga tentang anak, istri/suami, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik, uang dan lain-lain. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya yang melekat pada seseorang. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan seseorang, makin mampu orang tersebut menggambarkan dirinya sendiri, makin baik konsep dirinya.

  Lebih lanjut dijelaskan oleh James bahwa ada dua jenis diri, yaitu ‘diri’ dan ‘aku’. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang

  11  

   

  lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan Aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self: 1).

  Dalam perkembangan baik praktik maupun penelitian-penelitian sulit untuk membedakan kedua diri ini. Oleh karena itu, kedua konsep digabung ke dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian (Hutagalung, 2007: 21). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa diri merupakan suatu persepsi orang lain tentang diri seseorang yang meliputi semua aspek, baik dalam dirinya, atau keluarganya dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya.

  Calhaoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.

  Hurlock (1979) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Lebih lanjut, Hurclock (1990) dalam Hutagalung (2007: 22), mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri sebenarnya merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, sedangkan konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya.

  12  

   

  Burn (1993) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.

  Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut citra diri. Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri individu. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkat lakunya di kemudian hari (Ghufron dan Risnawita, 2010: 13).

  Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 138) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

  13  

   

  berinteraksi dengan lingkungan. Ia menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu memper-sepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal (Snygg & Combs, 1949, dalam Agustiani, 2006: 139). Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia sadari. Keseluruhan kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh seseorang mengenai dirinya sendiri.

  Lebih lanjut, Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut (Agustiani, 2006: 138).

  14  

    Setiap macam konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis.

  Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya dimata orang lain. Aspek psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya dengan orang lain.

2. Jenis-Jenis Konsep Diri

  Rogers dalam Boeree (2009: 293), membagi konsep diri menjadi dua, yaitu diri riil (real self) dan diri ideal (ideal self). Diri riil adalah “Anda” sebagaimana adanya jika segala sesuatunya berjalan dengan baik, sedangkan diri ideal adalah sesuatu yang tidak riil, sesuatu yang tidak akan pernah dicapai, standar-standar yang tidak akan pernah kita penuhi. Dengan kata lain diri riil adalah apa yang dirasakan oleh seseorang tentang dirinya, sedangkan diri ideal adalah apa yang seharusnya dirasakan oleh seseorang tentang dirinya.

  Konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 19), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri negatif dibagi dua jenis. Pertama, yaitu pandangan terhadap seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini acapkali terjadi pada remaja. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa.

  15  

   

  Pada orang dewasa hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan menyesuaikan diri. Kedua, kebalikan yang pertama, yaitu konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur alias kaku. Hal ini karena pola asuh dan didikan yang sangat keras.

  Konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi, orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekurangan maupun kelebihan.

3. Aspek-Aspek Konsep Diri

  Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 17), mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek, yaitu: a.

  Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya.

  Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasian diri terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang dimasukkan ke dalam potret dari mental individu.

  16  

    b.

  Harapan Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai aspek pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. Seseorang mungkin akan lebih ideal jika dia berdiri di atas podium berorasi dengan penuh semangat. Dihadapannya banyak orang antusiasi mendengarkan setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali meneriakkan semacam yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa sebagai diri yang ideal jika dia merenung dan menulis di rumah dengan menghasilkan suatu karya tulis yang dapat dibaca setiap orang.

  c.

  Penilaian Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan “siapakah saya”, pengharapan bagi individu; “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri terdiri atas pengetahuan, harapan dan penilaian.

  17  

    4.

   Dimensi-Dimensi Konsep Diri

  Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 139), membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut: a.

  Dimensi Internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan kondisi dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

  1) Diri Identitas (identity self)

  Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “Saya Ita”. Kemudian dengan bertambahnya usai dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya.

  Pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan

  18  

   

  hal-hal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya.

  2) Diri Perilaku (behavioral self)

  Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri perilakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai perilaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

  3) Diri Penilai (judging self)

  Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri perilaku.

  Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.

  Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang

  19  

   

  rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.

  Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda- beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh.

  b.

  Dimensi Ekternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:

  1) Diri Fisik (physical self)

  Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuh (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

  20  

   

  2) Diri etika-moral (moral-ethical self)

  Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. 3)

  Diri Pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 4)

  Diri Keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. 5)

  Diri Sosial (social self)

  Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

  21  

   

  Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ie memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.

  Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan hubungan antara dimensi internal dan dimensi eksternal, Fitts dalam Agustiani (2006: 142), mengemukakan suatu analogi dengan mengumpamakan diri secara keseluruhan sebagai sebuah jeruk, yang dapat dipotong secara horizontal maupun vertikal. Potongan yang diperoleh dengan cara horizontal akan tampak berbeda dari yang dipotong secara vertikal, walaupun keduanya merupakan bagian dari suatu keseluruhan yang sama. Jika bagian-bagian internal dianggap sebagai lapisan-lapisan yang membentuk jeruk tersebut, maka diri identitas merupakan bagian yang paling dalam, diri tingkah laku merupakan kulit luar, dan diri penerimaan diri eksternal dapat diumpamakan sebagai bagian-bagian vertikal dari jeruk itu. Masing-masing merupakan bagian lain, dan semua bagian ini turut menentukan bentuk dan struktur jeruk tersebut secara keseluruhan.

  22  

   

  Bagian-bagian internal dan eksternal tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Sehingga tiga dimensi internal dan lima dimensi eksternal akan diperoleh lima belas kombinasi yaitu identitas fisik, identitas moral-etik, identitas pribadi, identitas keluarga, identitas sosial, tingkah laku fisik, tingkah laku moral-etik, tingkah laku pribadi, tingkah laku keluarga, tingkah laku sosial, penerimaan fisik, penerimaan moral-etik, penerimaan pribadi, penerimaan keluarga, dan penerimaan sosial.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, adalah sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 27): a.

  Orang lain Seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Konsep diri seorang individu terbentuk dari bagaimana penilaian orang lain mengenai dirinya. Tidak semua orang berpengaruh pada diri seseorang. Yang paling berpengaruh adalah orang-orang yang disebut significant others, yakni orang-orang yang sangat penting bagi diri seseorang. Ketika kecil, significant others adalah orang tua dan saudara. Dari merekalah seseorang membentuk konsep dirinya. Seorang individu akan menilai dirinya positif ketika yang bersangkutan mendapatkan senyuman, penghargaan, pelukan ataupun pujian. Sebaliknya seorang akan menilai dirinya negatif jika memperoleh kecaman, cemoohan ataupun makian. Dalam

  23  

   

  perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang.

  Jika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan mencoba untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized others, yaitu pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya.

  b.

  Kelompok acuan (reference group) Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki norma-norma sendiri. Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut kelompok acuan, yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu. Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seorang.

  Menurut psikologi budaya, suatu kelompok masyarakat dan kebudayaan merupakan tayangan besar dari kehidupan bersama antara individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku yang berbeda dan kadangkala bertentangan. Perkembangan kepribadian individu pada masyarakat ini sering dihadapkan pada model-model perilaku yang suatu saat diambil saat yang lain disetujui oleh beberapa kelompok individu, namun dicela oleh kelompok yang lain. Dengan demikian seorang anak seorang anak yang sedang

  24  

   

  berkembang akan belajar dari kondisi yang ada, dalam hal ini kebudayaan yang ada di lingkungan masyarakat tersebut. Misalnya, seorang anak lahir di daerah yang memiliki kebudayaan minum tuak, maka dalam perkembangan kepribadiannya, anak tersebut akan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat setempat, yaitu kesukaannya terhadap minuman jenis tuak.

  Menurut psikologi sosial dalam mempelajari diri sendiri, dapat melalui proses perbandingan sosial dengan orang-orang lain yang berada di sekitarnya. Bagaimana cara orang-orang dalam menggambarkan dirinya membuktikan bahwa diri ada suatu konstruksi sosial dan bahwa kita mendefinisikan diri sendiri sebagian melalui perbandingan dengan orang lain (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 56).

  Dengan demikian, keberadaan orang lain mampu mempengaruhi seorang individu dalam menggambarkan dirinya.