PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH (Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali No.886Pdt.G2010PA.Bi) SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam

  

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HAMIL

DI LUAR NIKAH

(Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali

No.886/Pdt.G/2010/PA.Bi)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum Islam

  

Oleh

ASTUTI NUR HALIMAH

212 08 019

  

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

  

2012

  KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA Jl. Nakula Sadewa VA No. 09 Kode Pos 50721 Salatiga Website :e-mail :

  Drs. Mubasirun, M.Ag DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi

  Saudara Astuti Nur Halimah

  Assalamu’alaikum Wr. Wb

  Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Astuti Nur Halimah NIM : 22108019 Jurusan / Progdi :

  Syari‟ah S1 – AHWAL AL SYAKHSHIYYAH Judul : PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA

  HAMIL DI LUAR NIKAH (Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali No. 0886/Pdt.G/2010/PA.Bi)

  Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

  Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

  Salatiga, 28 Juni 2012 Pembimbing

  Drs. Mubasirun, M.Ag

  NIP 19590202 199003 1 001

  KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA Jl. Nakula Sadewa VA No. 09 telp. ( 0298 ) 3419400,323706 Fax 323433 Kode Pos 50721 Salatiga Website :e-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id

DEKLARASI

      Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan dalam skripsi-skripsi sebelumnya. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

  Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang penulis cantumkan, maka penulis sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosyah skripsi.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 04 Agustus 2012 Penulis Astuti Nur Halimah NIM 21208019

  

MOTTO

“Hidup bagaikan air mengalir yang akan terus berjalan mengikuti arus air, ada saatnya arus air itu mengalir pelan dan ada saatnya arus air itu mengalir deras dan ada pula saatnya arus air itu mengikuti celah lubang- lubang yang ada”

  “Bagaimana orang tua bersikap kepada anaknya maka begitulah anaknya akan bersikap kepada orangtuanya”

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1.

  Ayahanda Sumarno yang selalu mendukung anaknya untuk selalu belajar dan terus belajar sampai akhir hayat.

  2. Ibunda Sudarsi yang selalu memberikan do‟anya untukku.

  3. Suamiku tercinta Mas Mustakim, yang rela berkorban demi cita-cita isterinya.

  4. Kakakku Ida Mardiana Nur Arif, S.E, yang selalu memberikan semangat untuk maju.

  5. Adikku Adin, yang selalu memberikan dukungannya.

  6. Seluruh keluarga besar mertua yang selalu memberikan do‟a dan dukungannya.

  7. Saudara-saudara ipar yang selalu memberikan dukungannya.

  8. Keponakan-keponakan yang lucu yang selalu memberikan inspirasi Seluruh keluarga besar penulis yang berbahagia.

KATA PENGANTAR

     

  Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang

  tidak henti-hentinya melimpahkan Rahmat dan Anugerah-Nya dan Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan yang baik bagi kita umatnya.

  Dengan Rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebagai skripsi dan atas bantuan banyak pihak yang telah mendukung serta memberikan sumbang sih saran dan kritik. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebagai Skripsi pada Program Studi Al-ahwal Al-syakhshiyyah yang berjudul PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH (Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali No. 0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi) dan penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu:

  1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang kami hormati 2. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag. selaku dosen pembimbing 3. Bapak Illya Muhsin,M.Si. selaku ketua program studi 4. Ibu Dra.Hj.A.Muliany Hasyim,S.H.,M.H.,S.H. selaku ketua Pengadilan

  Agama Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di Pengadilan Agama Boyolali

  5. Bapak Drs.Romadhon,S.H. selaku hakim pembimbing

6. Bapak dan Ibu seluruh pegawai Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

  (STAIN) Salatiga 7. Bapak dan Ibu seluruh pegawai Pengadilan Agama Boyolali

  Penulis tidak dapat memberikan balasan atas kebaikan jasa-jasa bapak dan ibu, kecuali sebuah do‟a semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin.

  Dalam menyusun skripsi ini pengetahuan penulis belum sempurna, sehingga dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam penulisan maupun materinya, oleh sebab itu demi sempurnanya skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pembaca atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

  Salatiga, 04 Agustus 2012 Penulis Astuti Nur Halimah NIM 21208019

  

ABSTRAK

Halimah, Astuti Nur. 2012. PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA

HAMIL DI LUAR NIKAH(Studi Putusan Pengadilan Agama Boyolali No. 0886/Pdt.G/2010/PA.Bi)

  . Skripsi Jurusan Syari’ah. Progdi Ahwal Al Sakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Mubasirun, M.Ag Kata Kunci : Pembatalan Perkawinan, Hamil, Di luar Nikah

  Perkawinan merupakan suatu hal yang bersifat religius dan tidak boleh dipermainkan. Perkawinan tidak hanya mengikat hubungan satu laki-laki dengan satu perempuan, tetapi mengikat semua keluarga besar yang ada dalam nasab keluarga. Perkawinan juga tidak hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia (hablun min annaas), melainkan melibatkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT (hablun min Allah), sehingga perkawinan tidak mudah dibatalkan namun pada kenyataannya perkawinan dapat diajukan pembatalan ke pengadilan.

  Untuk mengetahui permasalahan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode yuridis sosiologis. Tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan tema, mengumpulkan informasi, menentukan lokasi penelitian dan mengumpulkan data serta menganalisis data.

  Melalui putusan ini dihasilkan suatu kesimpulan bahwa dalam perkara pembatalan perkawinan Nomor 0886/Pdt.G/2010/PA.Bi telah terjadi hal yang dapat dijadikan alasan untuk dilakukannya pembatalan perkawinan, karena telah terjadi penipuan yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon mengenai status dirinya sehingga mengkibatkan adanya salah sangka pihak suami (pemohon) terhadap isteri (termohon) yang disengaja oleh isteri dengan tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepada suaminya bahwa ia telah hamil sebelum menikah. Hal ini sesuai dengan maksud dari undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 27 ayat (2).

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING .......................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN DEKLARASI ......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

  

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ......................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 4 E. Penegasan Istilah ........................................................................ 4 F. Metode Penelitian ....................................................................... 6 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 10

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERKAWINAN ............... 13

A. Perkawinan Menurut Hukum Islam ............................................. 13 1. Pengertian perkawinan ........................................................... 13 2. Syarat dan rukun perkawinan ................................................. .. 14

  3. Hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. ........................ .. 17 B. Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam ............................ 21 1.

  Pengertian perkawinan ........................................................... 21 2. Syarat dan rukun perkawinan ................................................. 21 3. Hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. ........................ 22 C. Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan .................................................................... 24

  1. Pengertian perkawinan ........................................................... 24 2.

  Syarat dan rukun perkawinan ................................................. 25 3. Hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. ........................ 26

  BAB III : PENGADILAN AGAMA BOYOLALI DAN KASUS PEMBATALAN PERKAWINAN ........................................... 26 A. Gambaran umum tentang Pengadilan Agama Boyolali ................ 28 1. Profil Pengadilan Agama Boyolali ......................................... 28 2. Sejarah Pengadilan Agama Boyolali ....................................... 29 3. Kewenangan Pengadilan Agama Boyolali .............................. 36 4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Boyolali .................... 41 5. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Boyolali ............ 42 B. Prosedur beracara di Pengadilan Agama Boyolali ....................... C. Kasus Pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Boyolali ....

D. Pengadilan Agama Boyolali No.

Putusan

  0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi tentang Pembatalan Perkawinan Karena Hamil Di Luar Nikah ..................................................................

  BAB IV : DASAR DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH ....................................

A. Putusan Pengadilan Agama Boyolali

Analisis No.0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi Tentang Pembatalan Perkawinan Karena Hamil Di Luar Nikah ...................................................... B. Analisis dasar dan pertimbangan hakim dalam menetapkan

  putusan terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah...........................................................................................

  BAB V : PENUTUP ................................................................................. A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan

  perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami isteri yang dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat Islam. (Chafidh dan Asrori, 2008:88). Perkawinan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia bagi yang mampu untuk berkeluarga.

  Selain sunatullah yang telah digariskan ketentuannya, perkawinan juga dapat membuat kehidupan seseorang menjadi lebih terarah, tenteram, dan bahagia.

  Perkawinan sebagai perantara untuk menyatukan dua hati yang berbeda, memberikan kasih sayang, perhatian dan kepedulian antara laki-laki dan Perempuan. (BP4, 2011:1).

  Perkawinan merupakan ibadah karena dengan perkawinan dilakukan untuk menyempurnakan separoh agama sebagaimana Rasulullah SAW.

  Bersabda: “Disaat seseorang telah menikah berarti ia telah menyempurnakan separoh agamanya”. Perkawinan mempunyai tujuan untuk memperoleh ketenangan hidup, untuk menjaga kehormatan, untuk menjaga pandangan mata dan untuk mendapat keturunan. (BP4, 2011:1).

  Istilah pambatalan nikah tidak dikenal dalam Islam akan tetapi hukum Islam hanya mengenal fasakh nikah yang mempunyai arti batal. (Mahsun, 2005:6). Pembatalan perkawinan tidak seharusnya dilaksanakan karena pembatalan perkawinan sama dengan perceraian dimana memisahkan ikatan perkawinan yang telah sah menurut agama dan negara.

  Sebagaimana Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dalam buku tarjamah Sunan Abu Dawud jilid III, halaman 87, yang berbunyi:

  “Sesungguhnya perkara yang halal yang amat dibenci Allah adalah talak .” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

  Tidak seharusnya suatu perkawinan itu dibatalkan karena suatu perkawinan merupakan suatu hal yang bersifat religius dan tidak boleh dipermainkan. Dalam suatu perkawinan tidak hanya mengikat hubungan satu laki-laki dengan satu perempuan, melainkan mengikat semua keluarga besar yang ada dalam nasab keluarga. Perkawinan yang terjadi tidak hanya hubungan antara manusia dengan manusia (hablu min annas), melainkan melibatkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT (hablu min Allah), sehingga perkawinan tidak mudah dibatalkan.

  Namun pada kenyataannya perkawinan dapat diajukan pembatalan ke Pengadilan. Dengan adanya pengajuan pembatalan ini mempengaruhi hakikat dari perkawinan. Dimana seseorang menganggap bahwa perkawinan dapat dengan mudah dibatalkan, hal ini tentu menjadikan suatu pertentangan dengan makna perkawinan yang ada.

B. Fokus Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat menimbulkan suatu pertanyaan yang disini penulis akan mencoba menelusuri jawabannya.

  Pertanyaan tersebut sebagai berikut : 1.

  Bagaimanakah pembatalan perkawinan ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974? 2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah?

  3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Agama Boyolali No. 0886/Pdt.G/2010/PA.Bi? C.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah:

  1. Untuk mengetahui tentang pembatalan perkawinan berdasarkan undang- undang perkawinan No.1 Tahun 1974.

  2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah.

  3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan putusan terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Agama Boyolali No. 0886/Pdt.G/2010/PA.Bi.

D. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah: 1.

  Kegunaan Teoritis a.

2. Kegunaan Praktis a.

  Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami

  Agar tidak menimbulkan salah pemahaman terhadap judul penelitian ini, maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah tersebut:

  Memberikan masukan kepada masyarakat luar untuk lebih mendalami lagi arti perkawinan sesuai agama Islam.

  d.

  Sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan pelaksanaan hukum perkawinan.

  c.

  Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum Islam kontemporer.

  b.

  Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang membutuhkannya.

  Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan baru yang belum banyak diketahui.

  b.

  Menambah pengetahuan penulis di bidang hukum Islam khususnya yang menyangkut perkawinan.

E. Penegasan Istilah

1. Perkawinan

  isteri yang dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat Islam. (Chafidh dan Asrori, 2008:88).

  2. Pembatalan Nikah Istilah pambatalan nikah tidak dikenal dalam Islam akan tetapi hukum Islam hanya mengenal fasakh nikah yang mempunyai arti batal. (Mahsun, 2005:6) 3. Nikah

  Nikah menurut bahasa: al- jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna nikah atau zawaj bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan (

  wath’u al-zaujah) bermakna meyetubuhi

  isteri. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan Kabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki). (Tihami dan Sahrani, 2009:7).

  Nikah menurut syarakh: nikah adalah akad serah terima antara laki- laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. (Tihami dan Sahrani, 2009:8).

  4. Wanita Wanita adalah (orang) perempuan (lebih halus). Kaum, kaum putri.

  (Khalim , 2005:4).

  5. Hamil Hamil adalah orang yang mengandung. (Khalim, 2005:4).

6. Pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah

  Pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah merupakan batalnya suatu perkawinan dikarenakan adanya keadaan mengandung atau hamil oleh pihak perempuan sebelum terjadinya perkawinan.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandangan teoritis maupun praktis. (Nawawi dan Hadari, 1992:208). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian langsung terhadap nara sumber yang dibutuhkan dalam penelitian dan tidak dengan penyebaran angket.

  Berangkat dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan. (Soekanto, 2001: 26)

2. Kehadiran Peneliti

  Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpulan data yang mana penulis langsung datang dan mewancarai salah satu hakim Pengadilan Agama Boyolali yang telah membatalkan perkawinan berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Boyolali No.0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi Tentang Pembatalan Perkawinan Karena Hamil Di Luar Nikah.

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Boyolali yang beralamat di Jl.Pandanaran Nomor 167 Telp. (0276) 321014 Fax. (0276)

  321599 http: // email: pa-byl@yahoo.co.id. Boyolali 57311, Jawa Tengah, Indonesia.

  4. Sumber Data Yang menjadi sumber data dalam penulisan ini ada dua sumber, yaitu : a.

  Sumber Primer Sumber Primer adalah sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama dari suatu kejadian. (Nazir,t.t:58). Dalam penelitian ini sumber primer yang digunakan adalah hakim dan putusan.

  b.

  Sumber sekunder Sumber sekunder adalah data yang materinya tidak langsung mengenai masalah yang diungkapkan. (Sofwan, 2011:11). Pada umumnya terdiri dari data penunjang, di antaranya adalah buku-buku yang mengulas masalah perkawinan, buku-buku yang mengulas masalah pembatalan nikah, buku-buku yang mengulas masalah perceraian dan suatu lembaga pemerintahan yaitu Pengadilan Agama Boyolali.

  4. Prosedur Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a.

  Studi kepustakaan (library reasearch)

  Teknik pengumpulan data dengan menggunakan studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik yang berupa buku-buku literatur dokumen-dokumen (arsip kegiatan, kertas kerja dan lain sebagainya). (Nazir,t.t:111).

  b.

   Wawancara (interview)

  Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interviewee). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang populer, karena itu banyak digunakan (Bungin, 2011:155). Namun disini penulis lebih memfokuskan lagi pada wawancara mendalam yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara intensif dan berulang- ulang. (Bungin, 2011:156).

  c.

  Pengamatan (observasi) Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Tujuan pengamatan adalah terutama, membuat catatan atau deskriptif mengenai perilaku dan kenyataan, serta memahami perilaku tersebut. (Nawawi, 1990:100). d.

  Dokumentasi Yaitu usaha untuk mendapatkan data dengan mengambil dokumen- dokumen, catatan-catatan dan arsip-arsip dari berbagai kegiatan.

  Teknik dokumenter ini akan penulis gunakan untuk memperoleh data tentang putusan Pengadilan. (Nawawi, 1990:133).

5. Analisis Data Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif.

  Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan langkah abstraksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan mempertimbangkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran atau informasi tentang peristiwa atas objek yang dikaji tetap mempertimbangkan derajad koherensi internal, masuk akal, dan berhubungan dengan peristiwa faktual dan realistik. Dengan cara melakukan komparasi hasil temuan observasi dan pendalaman makna, diperoleh suatu analisis data yang terus-menerus secara simultan sepanjang proses penelitian. (Bungin, 2011:154). Metode berpikir yang digunakan dalam menganalisis adalah berdasarkan pada dasar-dasar yang bersifat umum kemudian meneliti persoalan-persoalan yang bersifat khusus. Dari analisis tersebut kemudian ditarik, kesimpulan yang pada hakikatnya merupakan jawaban atas permasalahan. (Nawawi dan Hadari, 1992:213).

  6. Pengecekan Keabsahan Data Dilakukan pengechekkan sumber data terhadap sumber data yang lain.

  Dengan demikian data atau informasi tentang suatu keadaan atau aspek tertentu yang sama, dapat dibanding-bandingkan. Usaha itu akan memungkinkan data yang terhimpun dapat lebih dipercaya kebenarannya. (Nawawi dan Hadari, 1992:211).

  7. Tahap-tahap Penelitian Tahapan penelitian yang penulis lakukan adalah: menentukan atau memilih tema penelitian, pencarian informasi, penentuan lokasi penelitian yang akan ditelitin pencarian dan pengumpulan sumber-sumber datan serta menganalisisi data yang telah diperoleh berkaitan dengan masalah yang penulis teliti dan bahas.

I. Sistematika Penulisan

  Dalam melakukan menyelesaikan penelitian ini, maka penulis mencoba memberikan gambaran seluruh penelitian dengan sistematika penulisan, yakni:

  BAB I : PENDAHULUAN Terdiri atas Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Telaah Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

  BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERKAWINAN Pembahasan tentang tinjauan umum mengenai perkawinan meliputi: bagian pertama, yaitu perkawinan menurut hukum Islam, yang terdiri dari: pengertian perkawinan, syarat dan rukun perkawinan serta hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. bagian kedua, yaitu perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam, yang terdiri dari: pengertian perkawinan, syarat dan rukun perkawinan serta hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. Bagian ketiga, yaitu perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang terdiri dari: pengertian perkawinan, syarat dan rukun perkawinan serta hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan.

  BAB III : PENGADILAN AGAMA BOYOLALI DAN KASUS PEMBATALAN PERKAWINAN Dalam bab ini membahas mengenai: bagian pertama, Gambaran umum tentang Pengadilan Agama Boyolali, yang meliputi: Profil Pengadilan Agama Boyolali, Sejarah Pengadilan Agama Boyolali, Kewenangan Pengadilan Agama Boyolali, Struktur Organisasi Pengadilan Agama Boyolali, Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Boyolali, bagian kedua, Prosedur beracara di Pengadilan Agama Boyolali, bagian ketiga, Kasus Pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Boyolali, bagian ke empat, Putusan Pengadilan Agama Boyolali No.0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi Tentang Pembatalan Perkawinan Karena Hamil Di Luar Nikah.

  BAB IV : DASAR DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKSANAAN PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH Dalam bab ini membahas mengenai: bagian pertama, analisis Putusan Pengadilan Agama Boyolali No.0886/Pdt.G/2010/Pa.Bi tentang pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah. Bagian kedua, analisis dasar dan pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan terhadap pembatalan perkawinan karena hamil di luar nikah.

  BAB V : PENUTUP Dalam penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERKAWINAN A. Perkawinan Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Secara etimologis, perkawinan adalah pencampuran, penyelarasan,

  atau ikatan. Adapun secara terminologis para fukaha sepakat bahwa perkawinan dan pernikahan itu sama. Maksud dari keduanya adalah suatu akad demi kenikmatan secara sengaja atau suatu akad yang memberi keluasan pada setiap laki-laki dan perempuan untuk saling menikmati sepanjang hidupnya, sesuai dengan ketentuan syariat. (Mathlub, 2005:3).

  Perkawinan merupakan cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia untuk melakukan hubungan seksual secara sah antara laki- laki dan perempuan untuk mempertahankan keterunannya. (Chafid dan Asrori, 2008:88).

  Sebagaimana Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam buku Sunan Ibnu Majah, halaman 592 tentang bab nikah yang berbunyi:

  ( وجام هبا هاور ) ىًِنَم َسْيَلَف ىِتًَنُسِب ْلَمْعَي ْمَل ْهَمَف ىِتًَنُس ْهِم ُحاَكًِنلَا

  Artinya: Perkawinan adalah sunahku, barang siapa yang tidak melaksanakan sunahku, maka bukanlah termasuk bagian golonganku. (H.R. Ibnu Majah). Menurut sebagian fukaha pengertian perkawinan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: pertama, pengertian perkawinan dilihat dari segi kebolehan hukumnya: Pengertian ini dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum, dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.

  Kedua , pengertian perkawinan dilihat dari segi akibat hukumnya,

  Dari pengertian yang kedua ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum melangsungkan perkawinan, seperti saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong- menolong.

  Tegasnya perkawinan adalah akad atau perikatan yang menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang didirikan Allah SWT.

  (Depag, 1985:49).

2. Syarat dan Rukun Perkawinan

  Menurut syariat Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur, yaitu: rukun dan syarat. Rukun adalah unsur pokok (tiang) dalam setiap perbuatan hukum dan syarat adalah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.

  Apabila kedua unsur ini tidak dipenuhi maka perbuatan itu dianggap tidak sah menurut hukum. Demikian pula untuk sahnya suatu perkawinan harus dipenuhi rukun dan syarat. Rukun nikah terdiri dari: a.

  Calon mempelai laki-laki dan perempuan Calon mempelai laki-laki dan perempuan biasanya hadir dalam upacara pernikahan. Calon mempelai perempuan selalu ada dalam upacara tersebut, tetapi calon mempelai laki-laki, mungkin karena sesuatu keadaan, dapat mewakilkan kepada orang lain dalam ijab kabul. (Saleh, 2008:300).

  b.

  Wali dari calon mempelai perempuan Wali yang menjadi rukun nikah adalah wali nasab, yaitu wali yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai perempuan.

  Dalam keadaan luar biasa, wali nasab dapat digantikan oleh wali hakim, yaitu petugas pencatat nikah jika wali nasab tersebut tidak ada atau tidak ditemukan. Demikian pula, jika wali nasab tidak mau tau tidak bersedia menikahkan calon mempelai perempuan, maka wali hakimlah yang bertindak untuk menikahkannya.

  c.

  Dua orang saksi (laki-laki) Saksi dalam perkawinan harus terdiri dari dua orang yang memenuhi syarat. Perkawinan yang tidak dihadiri saksi, walaupun rukun (1), (2), dan (3) sudah dipenuhi, menurut pendapat umum adalah tidak sah.

  d.

  Ijab dan kabul Tentang pelaksanaan ijab kabul atau akad, perkawinan harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan kabul. Menurut pengertian hukum perkawinan, ijab adalah penegasan kehendak untuk mengikatkan diri dalam ikatan perkawinan dari (wali) pihak perempuan kepada calon mempelai laki-laki.

  Kabul adalah penegasan untuk menerima ikatan perkawinan tersebut, yang diucapkan oleh mempelai laki-laki. Penegasan penerimaan itu harus diucapkan oleh mempelai laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan penawaran yang dilakukan oleh wali pihak mempelai perempuan. Tidak boleh ada tenggang waktu yang mengesankan adanya keraguan. (Saleh, 2008:300).

  Syarat nikah ada dua, yaitu syarat nikah untuk calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. Dimana syarat nikah untuk calon mempelai laki-laki, sebagai berikut: a.

  Beragama Islam b.

  Terang prianya (bukan banci) c. Tidak dipaksa d.

  Tidak beristeri empat orang e. Bukan mahram calon isteri f. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu g.

  Mengetahui calon isteri tidak haram dinikahinya h. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

  Dan syarat nikah untuk calon mempelai perempuan, sebagai berikut: a.

  Beragama Islam b.

  Terang wanitanya (bukan banci) c. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya d.

  Tidak bersuami dan tidak dalam iddah e. Bukan mahram calon suami f. Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh calon suami g.

  Terang orangnya h. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah. (BKM, 1992:22).

3. Hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan

  Fasakh berarti pembatalan perkawinan. Hal ini terjadi akibat pertengkaran antara suami isteri yang tidak mungkin didamaikan. Dalam istilah Al- Qur‟an hal ini disebut Syiqaq. (Saleh, 2008:324). Sebagaimana dalam firman Allah Surat An-Nisa ayat 35:

              

             

  Artinya: dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

  (Departemen Agama R.I, 2011:124)

  Fasakh atau pembatalan perkawinan terjadi ketika:

  a) Akad nikah diketahui bahwa di antara calon suami dan isteri punya hubungan atau nasab atau sepersusuan b)

  Ketika mereka nikah keduanya masih kecil

  c) Walaupun ketika akad nikah berlangsung wajar, tetapi ada suatu saat diketahui adanya penipuan, baik dari segi mas kawin maupun dari pihak yang melangsungkan perkawinan d) Setelah akad nikah, salah satu pihak murtad dan tidak mau kembali kepada Islam e)

  Salah satu pihak mengalami cacat fisik, yang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungn suami-isteri f)

  Kehidupan ekonomi keluarga krisis, sedangkan istteri tidak sabar menunggu pulihnya kembali.

  Fasakh pada dasarnya merupakan bentuk perceraian yang di lakukan oleh Hakim atas permintaan suami atau isteri. Namun, ada juga fasakh yang terjadi secara otomatis, yaitu jika kemudian diketahui di antara suami-isteri itu punya hubungan nasab atau sepersusuan. (Saleh, 2008:325). Bentuk perkawinan yang dibatalkan Islam, yaitu: a.

  Pergundikan Pergundikan selama dilakukan secara tersembunyi, masyarakat menganggap tidak apa-apa, tetapi kalau dilakukan terang-terangan dianggap tercela. Perkawinan semacam ini tersebut dalam firman Allah: ...

  ٍن ا َدْخَ ا ِت اَذِخًَتُم لآَو

  Dan bukan perempuan-perempuan yang mengambil upah (gundik).

  b.

  Tukar menukar isteri Seorang laki-laki mengatakan kepada temannya: Ambillah isteriku dan kuambil isterimu dengan kutambah sekian.

  Daruthny meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah dengan sanad yang sangat lemah menerangkan bahwa „Aisyah menyebutkan bentuk perkawinan lain, selain dari dua macam tersebut di atas. Katanya: perkawinan di zaman Jahiliyah itu ada empat macam: Pertama, perkawinan pinang, yaitu seorang laki-laki meminang melalui seseorang laki-laki yang menjadi wali atas anak perempuannya sendiri, lalu ia berikan maharnya, kemudian menikahinya. Kedua, perkawinan pinjam, yaitu seorang suami berkata kepada isterinya sesudah ia bersih dari haidnya: ”Pergilah kepada polan untuk berkumpul dengannya”. Sedang suaminya sendiri berpisah darinya sampai ternyata isterinya hamil.

  Sesudah ternyata hamil, suaminya dapat pula mengumpulinya, jika ia suka. Perkawinan seperti ini dilakukan untuk mendapatkan keturunan yang pandai. Perkawinan ini disebut “mencari keturunan yang baik (bibit unggul)”. Ketiga, sejumlah laki-laki (di bawah 10 orang) secara bersama- sama mengumpuli seorang perempuan, yaitu jika nantinya ia hamil dan melahirkan setelah berlalu berapa malam ia kirimkan anak itu kepada salah seorang diantara mereka, dan ia tidak dapat menolaknya, sampai nanti mereka berkumpul di rumah wanita tersebut, dan wanita itu lalu berkata kepada mereka: ”kalian telah tahu masalahnya saya telah melahirkan anak ini adalah anakmu,” ia sebut nama laki-laki yang ia cintai, lalu anaknya ini dinisbatkan kepadanya. Dan laki-laki yang disebutnya itu tidak dapat menolaknya. Keempat, perempuan-perempuan yang tidak menolak untuk digauli oleh banyak laki-laki, yaitu mereka ini disebut wanita tuna susila. Di depan rumah-rumah mereka dipasang bendera. Siapa yang mau boleh masuk. Bila salah seorang diantaranya ada yang hamil, semua laki-laki yang pernah datang padanya berkumpul dan memanggil seorang dukun ahli firasat untuk meneliti anak siapa dia, lalu diberikanlah kepada laki-laki yang serupa dengannya dan tidak boleh menolak.

  Sesudah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul, semua bentuk perkawinan tersebut dihapuskan, kecuali kawin pinang saja. Perkawinan yang masih tetap dilaksanakan oleh Islam ini hanya sah, bilamana rukun- rukunnya, seperti ijab kabul dan kehadiran para saksi dipenuhi. Dengan terpenuhinya rukun-rukunnya, maka akad yang menghalalkan suami isteri hidup bersenang-senang sebagaimana ditentukan Islam menjadi sah. Dan selanjutnya masing-masing isteri punya tanggung jawab dan hak-hak yang lazim. (Sabiq, 1980:9).

  Dalam hukum Islam juga dikenal dengan adanya larangan perkawinan. Adapun larangan tersebut yaitu seorang laki-laki dilarang menikah dengan seorang perempuan dalam arti jika terjadi hal tersebut, maka nikahnya batal apabila: karena adanya hubungan mahram antara laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh: kerabat dekat, hubungan sesusuan, hubungan persemendaan, tidak terpenuhinya rukun nikah, terjadinya murtad bagi yang beragama Islam. (Depag, 2005:17).

B. Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam 1.

  Pengertian Perkawinan Sebagaimana disebutkan pada bab II tentang dasar-dasar perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam tentang pengertian perkawinan, yaitu sebagai berikut:

  Pasal 2 Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

  Pasal 3 Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Pasal 4 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukkan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

2. Syarat dan Rukun Perkawinan

  Adapun syarat dan rukun perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana tertera dalam bab IV tentang rukun dan syarat perkawinan, bagian kesatu, sebagai berikut:

  Pasal 14 Untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon suami; b. Calon isteri; c. Wali Nikah; d. Dua orang saksi dan; e. Ijab dan Kabul; Bagian kedua tentang calon mempelai Pasal 15 (1)

  Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang N0. 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun (2)

  Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.

  Pasal 16 (1)

  Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai, (2)

  Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

  Pasal 17 (1)

  Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Peencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah. (2)

  Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan. Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.

  Pasal 18 Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam bab VI.

3. Hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan

  Adapun tentang batalnya perkawinan diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pada bab XI tentang batalnya perkawinan, yaitu:

  Pasal 70 Perkawinan batal apabila: a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri sekalipun salah satu dari keempat isterinya dalam iddah tala k raj‟i; b. Seseorang menikahi bekas isterinya yang telah dili‟annya; c. Seseorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga talak olehnya, kecuali bila bekas isteri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba‟da al dukhul dan pria tersebut dan telah habis masa iddahnya; d.

  Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai sederajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:

  1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas,

  2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

  3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri,

  4) Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesususan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.

  e.

  Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri atau isteri-isterinya.

  Pasal 71 Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud, c.

  Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah suami lain; d.

  Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974; e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; f.

  Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

  Pasal 72 (1)

  Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum. (2)

  Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri. (3)

  Apabila ancaman telah berhenti, atau bersalah sangka itu menyadari keadannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami atau isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

  Pasal 73 Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah: a.

  Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau isteri; b.

Dokumen yang terkait

KONFLIK REMAJA YANG MENIKAH KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH

0 4 2

KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN PENETAPAN ITSBAT NIKAH (Studi Putusan Pengadilan Agama Lumajang Nomor 2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj)

0 3 17

KAJIAN YURIDIS TENTANG PERMOHONAN PENETAPAN DISPENSASI PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR KARENA HUBUNGAN DI LUAR NIKAH (Studi Putusan Nomor 0072/Pdt.P/2008/PA.Bwi)

0 11 16

SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Komputer

0 0 93

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

0 1 174

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

0 0 146

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA KAWIN PAKSA (Studi Analisis Putusan No.1465Pdt.G2014PA.Bi) SKRIPSI Diajukan untuk Memenui Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 82

PERKAWINAN SAUDARA SEPERSUSUAN DI DUSUN DAWUNGDESA CANDIREJO KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 94

MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF FAZLUR RAHMAN SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

0 0 89

DISPENSASI NIKAH BAGI ANAK DIBAWAH UMUR (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2013-2016) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Keluarga Islam

1 1 119