Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan gereja Pantekosta di Desa Telagabiru Kec. Tanjungbumi Bangkalan.

(1)

TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN

GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU,

KEC. TANJUNGBUMI, BANGKALAN

Skripsi:

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MOHAMMAD IMRON NIM: E82213065

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Pluralisme merupakan faham tentang kemajemukan yang mana terdapat beraneka ragam ras dan agama yang hidup berdampingan dalam suatu lokasi. Skripsi ini merupakan penelitian lapangan yang berjudul “Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua persoalan yaitu: Pertama, bagaimana sejarah berdirinya gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Disini akan dipaparkan latar belakang berdirinya, tujuan berdirinya, dan perkembangannya. Kedua, Bagaimana toleransi masyarakat islam terhadap keberadaan gereja pantekosta di Desa Telagabiru. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan metode kualitatif. Metode ini menjadi langkah awal bagi penulis untuk melihat, mengamati dan menyelidiki fakta-fakta yang terjadi, setelah penulis melakukan wawancara, observasi,dan dokumentasi. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari orang-orang yang dijadikan informan yaitu pemeluk agama tersebut dan tokoh masyarakat Desa Telagabiru. Landasan teori yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi peneliti menggunakan teori tentang pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, dan teori yang berkaitan. Hasil penelitian (kesimpulan) yang dapat diambil menunjukkan bahwa: Pertama, Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru berdiri sejak tahun 1987an perintisnya adalah Bapak Tambunan selaku tokoh agama Kristen yang datang ke Desa Telagabiru pada tahun 1957 dengan membawa ajaran Kristen dan menyebarkannya dengan cara mendatangi rumah ke rumah sebelum Gereja Pantekosta Berdiri. Pada saat pendirian Gereja Pantekosta juga melibatkan tokoh agama Islam sebanyak 30an karena di Desa Telagabiru mayoritas beragama Islam, dan juga meminta izin kepada pihak Pemerintahan di Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Kedua, Toleransi masyarakat Islam terhadap Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru terjalin secara rukun, dan damai, Hal ini karena masayarakat telah menyadari toleransi beragama. Keanekaragaman agama akan menjunjung tinggi kerukunan beragama di Desa Telagabiru dengan cara saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong antar umat beragama. Akan tetapi toleransi di Desa Telagabiru ini juga berbentuk toleransi pasif yang mana toleransi tersebut hanya bersifat apatis atau tidak tahu menahu terhadap keberadaan Gereja Pantekosta serta toleransinya hanya juga bisa dikatakan apatis.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Kajian Teoritik ... 11

G. Sumber Penelitian ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II: TERORI TENTANG PLURALISME A. Pluralisme ... 21

1. Pengertian Pluralisme ... 21

2. Faktor-faktor Penyebab Pluralisme... 24

3. Dasar-dasar Pluralisme ... 26

4. Dampak Pluralisme dalam kehidupan Bermasyarakat ... 28

B. Pluralisme Perspektif Islam ... 31

1. Islam ... 31

2. Ayat Al-Qur’an tentang Pluralisme dalam Islam... 35

C. Pandangan Nurcholish Madjid tentang Plutalisme ... 42

BAB III: DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU A. Gambaran Umum Desa Telagabiru ... 46

1. Sejarah Desa Telagabiru ... 46

2. Letak Geografis ... 47

3. Kondisi Umum dan Keadaan Penduduk ... 48

4. Keadaan Pendidikan ... 50


(8)

6. Kondisi Keagamaan Masyarakat ... 52

7. Keadaan Sosial Budaya ... 53

B. Sejarah Berdirinya Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 55

1. Selayang pandang Gereja Pantekosta di Indonesia ... 55

2. Latar Belakang Berdirinya Gereja Pantekosta ... 56

3. Tujuan Berdirinya ... 56

4. Aktivitas Gereja Pantekosta ... 57

5. Perkembangan Gereja Pantekosta ... 58

C. Toleransi Masyarakat Islam Terhadap Keberadaan Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru ... 60

BAB IV: ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU A. Kerukunan Umat Beragama di Desa Telagabiru ... 65

B. Sikap Toleransi Masyarakat Islam terhadap Kegiatan Keagamaan Gereja Pantekosta ... 68

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

C. Penutup ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan bagian dari kehidupan Bangsa yang turut serta membentuk jiwa dan pandangan hidup manusia. Secara filosofis sesungguhnya Agama di turunkan melalui para utusan dan Nabi sebagai kritik dan pembawa kebaikan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di kehidupan masyarakat. Agama dengan keyakinannya dapat mengisi kekosongan batin serta mengatur seluruh aspek kehidupan. Bagi pemeluk agama, manusia manusia dapat memahami makna tujuan hidupnya. Dengan kata lain, manusia tanpa agama tidak dapat memahami makna dan tujuan hidupnya.

Manusia adalah makhluk sosial yang secara fitrah tidak dapat hidup sendirian, melainkan selalu ingin hidup menjalin hubungan dengan sesamanya, yang kemudian membentuk kelompok untuk mempertahankan eksistensinya, secara fitrah pula manusia menerima Agama sebagai pedoman hidupnya guna untuk menjaga keharmonisan hubungan sesamanya dan dengan Tuhannya.1

1 Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1978), 167.


(10)

2

Indonesia merupakan Negara yang multikultural, dimana berbagai ragam agama, budaya, dan ras menyatu di Bhinneka Tunggal Ika, yang mana dapat hidup berdampingan secara damai hal ini di dapat di buktikan dengan tumbuh suburnya berbagai Agama yakni Islam, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghucu.

Kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat beragam merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Keragaman Indonesia tidak saja tercermin dari banyaknya pulau yang dipersatukan di bawah satu kekuasaan satu negara, melainkan juga keragaman warna kulit, bahasa, etnis agama dan budaya. Karena itu yang menjadi persoalan bukanlah kenyataan bahwa bangsa ini adalah amat beragam, melainkan cara kita memandang dan mengelola keragaman tersebut. Disinilah letak pentingnya pluralisme untuk dikaji.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XI yaitu pasal 29 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut Agama dan kepercayaannya.2

Sudah sejak lama seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar selalu hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat yang berbeda suku bangsa, agama, ras, dan golongan. Ajakan agar selalu hidup


(11)

3

berdampingan dengan damai ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang terkandung dalam pluralisme.

Agama sebagai suatu sistem sosial di dalamnya merangkum suatu kompleks pola kalakuan batin yang diataati penganutnya. Dengan cara itu pemeluk Agama baik secara pribadi maupun bersama-sama berkontak pada yang Maha Suci, mereka mengungkapkan pemikirannya, isi hatinya dan perasaannya kepada Tuhan menurut pola tertentu dan lembaga tertentu.3

Ketika mengenai kebebasan beragama, Joachim Wach Menjelaskan bahwa memilih dan memeluk suatu Agama atau sistem kepercayaan yang dianut dan dipercayai, seseorang hendaknya tidak dikarenakan adanya lantaran determinasi kultural melainkan atas kebebasannya sendiri. Misalnya memilih Agama Kristen, Islam, Hindu,maupun Budha. Karena merupakan pilihan universal.4

Sebagaimana telah dijabarkan dalam uraian diatas, Pluralisme telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan akhir-akhir abad 20, khususnya di Indonesia. Wacana ini sebenarnya ingin menjembatani hubungan antar beragam perbedaan (khususnya agama) yang seringkali terjadi disharmonis dengan mengatasnamakan, diantaranya kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antar umat beragama.

3 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta, Kanisius, 1983), 111.

4 Joachim wach, Ilmu Perbandingan Agama, Terj. Djamanhuri (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),XLII.


(12)

4

Pluralitas (keberagaman) dalam sebuah daerah tidak dengan sendirinya menjadikan daerah tersebut serta merta disebut sebagai sebuah masyarakat multikultural. Pluralitas tersebut didasari pada keanekaragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Untuk menggambarkan keanekaragaman tersebut munculah istilah Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity) yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.

Oleh karena itu sebagai penganut dari ajaran Agama dan keyakinan yang berbeda serta hidup dalam satu bangsa maka, kehidupannya dituntut untuk menciptakan lingkungan bermasyarakat yang tentram, damai, dan rukun sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa semua Agama mempunyai ajaran tentang kebersamaan dan keselarasan hidup bermasyarakat.5

Terkait isu pendirian rumah ibadah, pada hakikatnya pendirian rumah ibadah merupakan hak setiap umat beragama. Rumah ibadah merupakan sarana keagamaan yang dianggap memiliki peran penting bagi pemeluk Agama di suatu tempat. Hal ini dikarenakan fungsinya yang beragam, pendirian rumah ibadah di suatu wilayah dapat berfungsi sebagai simbol “keberadaan” pemeluk agama. Rumah ibadah juga dapat digunakan sebagai tempat menyiarkan Agama dan tempat melakukan


(13)

5

ibadah. Karena perannya yang penting tersebut, maka setiap umat beragama berkeinginan untuk mendirikan tempat beribadah.6

Namun di beberapa wilayah lainnya tidak menutup kemungkinan terdapat kondisi yang berbeda. Dimana masyarakat mau menerima dan menghargai kehadiran golongan agama-agama lain, sehingga persoalan seperti penolakan dan penghancuran dalam membangun tempat ibadah tidak ada kendala dan berjalan lancar ataupun tidak adanya bentrok antar umat beragama.

Agama Islam dan Kristen yang menjadi Agama mayoritas yang pengikutnya sangat banyak. Kedua agama ini adalah agama monoteisme. Dasar ajaran monoteismen adalah Tuhan yang satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta. Penduduk indonesia mayoritas menganut Agama Islam, dari Agama-agama lainnya akan tetapi yang menganut Agama kristen juga sangat banyak.

Terlepas dari uraian di atas, seperti halnya di Desa Telagabiru Kecamatan Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan, disana terdapat sebuah bangunan tempat beribadat umat Kristen yaitu Gereja satu-satunya yang ada di Desa tersebut. Desa yang sangat kecil ini mayoritas penduduknya beragama Islam akan tetapi juga ada yang menganut agama Kristen, seperti halnya di negara indonesia.

6 Bashori A. Hakim dan Moh Saleh Isre, Fungsi sosial rumah ibadah dari Berbagai Agama dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: Proyek peningkatan pengkajian kerukunan hidup umat beragama Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Departeman Agama RI, 2004), 10.


(14)

6

Gereja di Desa Telagabiru ini sudah lama berdiri walaupun di Desa tersebut mayoritas Muslim, gereja ini terletak di Dusun Pecenan tepatnya di pinggir kiri jalan raya jalur dari kabupaten Bangkalan menuju kabupaten Sampang. maka dari itu, ini merupakan suatu fenomena yang menurut peneliti sangat menarik untuk dikaji.

Dan yang lebih menarik bagi peneliti, bahwasanya ketika pada hari minggu peneliti pergi ke gereja dan pada saat peneliti keluar dari gereja tersebut, salah satu masyarakat desa Telagabiru menghampiri peneliti dan berkata “sedang apa kamu di gereja”. Dari kejadian ini peneliti berfikir bahwasanya masyarakat Desa Telagabiru masih ada yang antusias terhadap tindakan saya pada saat masuk ke dalam Gereja tersebut. Maka dari itu Sangat menarik untuk kemudian peneliti untuk mengetahui atas landasan apa seseorang yang menegur peneliti di depan Gereja

Oleh karena itu pluralisme dalam masyarakat Islam. Dan memahami pluralisme dalam pandangan Nurcholish madjid perlu mepraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari hal ini perlu dikarenakan banyak sekali orang yang belum memahami pentingnya pluralisme untuk dijadikan sebagai landasan untuk bertindak dan berkomunikasi dengan orang yang berbeda pemahamannya, berbeda kepercayaan dan keyakinan, serta yang berbeda agama dengan kita.


(15)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut untuk memperjelas dan membatasi agar pembahasan tidak keluar dari judul penelitian ini, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru?

2. Bagaimana Toleransi masyarakat Islam terhadap keberadaan Gereja di Desa Telagabiru?

C. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti gunakan, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Gereja di Desa Telagabiru. 2. Untuk mengetahui bagaimana toleransi masyarakat Islam terhadap

keberadaan Gereja di Desa Telagabiru.

D. Kegunaan Penelitian

Setelah mengetahui tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan oleh peneliti sebagai berikut :


(16)

8

Secara Teoritis.

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu Studi Agama-agama.

Secara Praktis.

1. Bagi masyarakat Desa Telagabiru, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sarana untuk mempererat kerukunan, ketentraman, umat beragama.

2. Dapat memberikan kontribusi perkembangan keilmuan dan memperluas cakrawala berfikir secara ilmiah tentang pluralisme masyarakat beragama, sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya.

3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, serta mempertajam daya kritis dan daya nalar serta melatih kepekaan terhadap fenomena-fenomena keagamaan yang timbul di tengah masyarakat.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, sehingga terlihat jelas bahwa kajian ini bukanlah pengulangan atau duplikasi dari kajian terdahulu. Sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan penulis akan memaparkan


(17)

9

beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan penulis teliti. Hal ini digunakan sebagai rujukan bagi peneliti untuk melengkapi tulisan, disini ada beberapa tulisan yang menurut peneliti ada kaitannya dengan apa yang di tulis oleh peneliti.

Pertama Penelitian oleh Robi’atul Maulidah, berjudul “Studi

Tentang Keberadaan Gereja Pantekosta dan Dampaknya Terhadap

Kerukunan antar Umat Beragama di Kandangan”.7penelitian ini mengkaji

tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan antar umat beragama di kandangan. Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah berdirinya gereja pantekosta pusat Surabaya yang ada di kelurahan Kandangan, kecamatan Benowo, Kota Surabaya. Disertai dengan Respon masyarakat muslim kandangan dari keberadaan gereja tersebut.

Kedua penelitian oleh Mike Fithriyah Yuliati, berjudul “Studi

Keberadaan dan Tanggapan Masyarakat Terhadap Klenteng Tjoe Tik

Kiung di Trajeng Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan”.8 Penelitian ini menjelaskan tentang seperti apa tanggapan masyarakat mengenai keberadaan Klenteng Tjoe Tik Kiung di kota pasuruan. Serta bagaimana sejarah berdirinya bangunan tempat beribadah umat Khonghucu tersebut.

7 Robi’atul Maulidah, “Studi tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap kerukunan antar umat beragama di Kandangan” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

8 Mike Fithriyah Yuliati, “studi keberadaan dan tanggapan masyarakat terhadap Klenteng Tjoe Tik Kiung di Trajeng Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006).


(18)

10

Ketiga penelitian oleh Fatkhatun Nikmah, berjudul “Persepsi Umat

Islam Terhadap Gereja Kristen Jawi Wetan Pesamuwan Desa Walikukun

Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi”.9Dalam Penelitian ini

dijelaskan bahwasanya umat islam di desa walikukun kecamatan widodaren kabupaten ngawi mempunyai persepsi terhadap gereja jawi wetan, dan di dalam penelitian ini terdapat pula latar belakang sejarah berdirinya gereja jawi wetan dan aktivitas apa saja yang dilakukan.

Keempat penelitian oleh Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam

Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang”.10 Penelitian ini bertujuan

untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana bentuk hubungan sosio-kultural antara masyarakat islam dan kristen dalam mewujudkan keukunan hidup antar umat beragama di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang.

Kelima artikel jurnal yang di tulis oleh Ibnu Hasan Muchtar, berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah terhadap Pertumbuhan Temoat Ibadat (Studi Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Tempat Ibadat Umat Kristen di Cianjur

Jawa Barat) “.11artikel ini bertujuan menemukan fakta mengenai

9 Fatkhatun Nikmah, “Persepsi umat islam terhadap gereja kristen jawi wetan pesamuwan Desa Walikukun kecamatan widodaren Kabupaten Ngawi” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2000).

10 Zulfatul Laili, berjudul “Hubungan Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006).

11 Ibnu Hasan Muchtar, berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah terhadap Pertumbuhan Temoat Ibadat (Studi Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal


(19)

11

penutupan tujuh gereja umat kristen oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur yang mendapat Reaksi dari Badan Kerjasana Antar Kota Cianjur (BKSAG) dengan melaporkan ke Komnas HAM. Bahwasanya gereja yang dimaksud bukanlah gereja berbentuk bangunan melainkan rumah toko dan rumah tinggal yang dijadikan sebagai tempat beribadat.

F. Kajian Teoritik

Dalam pengumpulan data ini di lihat dari Fenomena yang terjadi peneliti menggunakan pendekatan Sosiologi, serta nantinya juga akan dikaitkan dengan teori tentang pluralisme, pluralisme dalam Islam serta tempat beribadat yaitu tempat dimana umat beragama melakukan suatu keyakinan atau ritual menurut agamanya sendiri. Dan berbagai teori yang berkaitan.

Pluralisme paham yang menjelaskan keadaan sosial yang beraneka ragam, karena sebuah paham berangkat dari sebuah keadaan realitas. Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia.

yang digunakan sebagai Tempat Ibadat Umat Kristen di Cianjur Jawa Barat)”,HARMONI Jurnal Multikultural dan Multi religius. Vol. 14, No. 3, September-Desember 2015, 41.


(20)

12

Maka dari itu peneliti menggunakan pendekatan sosiologi, yang lebih menekankan tentang pluralisme agama, nilai-nilai pluralisme dalam islam serta menggunakan teori atau pemikiran tokoh pluralisme di Indonesia yaitu Nurcholish Madjid, dia mengatakan bahwa salah satu persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.12

Nurcholis Madjid, mengemukakan definisi pluralisme agama adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa begitulah faktanya mengenai kebenaran.

peneliti juga memakai teori Bapak sosiologi yaitu Emile Durkheim sosiologi agama, dengan pendekatan sosioligis ini, yaitu pendekatan tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka menurut pendekatan sosiologi bahwa dorongan, gagasan, dan lembaga agama mempengaruhi. Agama adalah sarana ungkapan simbolis kehidupan kolektif total. Durkheim

12 Nurcholish Madjid , Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata Pengantar, ixviii


(21)

13

mengidentifikasikan agama dengan masyarakat semakin erat dan kuat ikatan sosial suatu masyarakat, semakin dalamlah perasaan religiusnya.13

Sehinggga dari sumber diatas yang menyatakan bahwasannya dengan adanya fenomena tersebut peneliti dapat memberikan intterprestasi dari interaksi sosial dengan menggunakan pengamatan, pendekatan individual dengan beberapa aktor masyarakat yang bersangkutan untuk mendapatkan data penelitian yang bersifat subyektif.

G. Sumber Penelitian

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan dua sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer

Sumber primer dalam penelitian ini merupakan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan beberapa tokoh penting yang mempunyai keterkaitan dengan kajian penelitian. Sumber penelitian ini di dapat dari tokoh agama Islam dan beberapa masyarakat Islam. Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan oleh peneliti berkisar tentang pluralisme masyarakat Islam, sejarah Gereja Pantekosta, dan sikap masyarakat Islam di Desa Telagabiru.

13 Dr. H. Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006), 90.


(22)

14

2. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data pustaka yang relevan dengan kajian yang diteliti serta wawancara dengan masyarakat diluar Islam. Hal ini dilakukan karena Gereja Pantekosta berada di lingkungan masyarakat Islam di Desa Telagabiru.

H. Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah harus menggunakan metode penelitian hal ini untuk memperoleh data valid dan mempermudah peneliti dalam penelitian ini. Adapun jenis data yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, maka penulis memberikan informasi data sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini data yang di gunakan berupa data kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak langsung terwujud dalam angka, tetapi dalam bentuk kategori-kategori diatas.14 Penelitian ini dalam penelitiannya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi literatur. Dimana teknik observasi yaitu peneliti dapat menjalin hubungan baik dengan orang-orang yang ada di tempat penelitian guna mendapatkan kemudahan dalam proses penelitian dan juga mendapatkan informasi yang valid. Dan yang terahir dokumentasi. dalam hal in Peneliti mengumpulkan


(23)

15

data-data dengan cara mengumpulkan berbagai macam dokumen-dokumen seperti gambar atau audio visual yang mempunyai kaitan dengan fokus penelitian.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti memilihnya karena jenis penelitian ini dianggap sebagai penelitian mendalam yang umumnya menghasilkan data Deskriptif dalam bentuk kata-kata dan catatan-catatan yang berkaitan dengan nilai, makna dan pengertian. Karakteristik penelitian ini terletak pada objek sebagai focus penelitian sesuai dengan fenomena yang ada.

2. Sumber Data

Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek di mana data diperoleh.15 Sedangkan menurut Lofland sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.16

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam sebagai berikut:

a. Data Primer

Data Primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.17Atau data yang langsung dikimpulkan peneliti

15 Suharsimi Arikunto,ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 107.

16Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 ), 112.


(24)

16

dari sumber pertamanya.18 Data primer yang menjadi sumber penelitian adalah beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat, dan persepsi masyarakat mengenai Gereja di Desa Telagabiru..

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumntasi dan arsip-arsip resmi.19 Pendapat lain mengatakan bahwa data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu perguruan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah dan sebagainya.Data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dan berbagai literature yang relevan dengan pembahasan.

3. Metode Pegumpulan data

Metode dalam pengumpulan data merupakan langkah atau upaya peneliti dalam mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, cukup atau tidaknya suatu data tidak dinilai dari jumlah. Meskipun banyak data yang telah terkumpul namun jika belum mampu memenuhi jawaban dari masalah penelitian maka data dianggap belum cukup.

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

18Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: CV Rajawali, 2008), 93. 19Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 36.


(25)

17

a. Metode Observasi (Pengamatan)

Observasi secara terminologisbermakna pengamatan atau peninjauan secara cermat. Selain itu observasi juga dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Observasi dalam penelitian ini bererti peneliti langsung datang ke objek penelitian untuk melakukan pengamatan. Sehingga dapat melihat kondisi yang sesungguhnya, dan mendapatkan data yang valid.

b. Wawancara

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara atau Tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan tentang masalah yang diteliti kepada Responden. Wawancara sianggap sebagai sumber bukti yang sangat penting dalam studi kasus.

Dengan melakukan wawancara peneliti dapat menggali data tentang sejarah berdirinya gereja ataupun kondisi yang selama ini terjalin disana. Narasumber yang dipilih peneliti untuk memberikan informasi ialah : pertama, pengurus Gereja, kedua, Tokoh Agama, ketiga Tokoh masyarakat dan masyrakat yang bermukin di dekat gereja.

c. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu. Sehingga yang dimaksud dengan metode Dokumentasi yaitu sebuah proses


(26)

18

pencarian data yang berupa catatan, transkip, buku-buku dan majalah yang berkaitan dengan penelitian. Khususnya bagi studi kasus penggunaan dokumen sebagai sumber bukti dalam pengumpulan data menjadi penting saat digunakan untuk mendukung dan menambahkan bukti dari sumber lain.

4. Metode Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini digunakan metode:

a. Deskriptif, yaitu mengumpulkan data tentang bagaimana bentuk pluralisme masyarakat islam terhadap keberadaan Gereja pantekosta di Desa Telagabiru dan selanjutnya dianalisis, setelah itu ditarik kesimpulan.

b. Induktif yaitu merupakan metode yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitan di Desa Telagabiru dilihat dari perspektif Ilmu Fenomenologi dan Sosiologi Agama dengan memakai teori pluralisme.


(27)

19

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran, pemahaman, dan kesimpulan, dalam penelitian ini, maka sistematika dalam penelitian skripsi ini di bagi dalam beberapa Bab, dan masing-masing Bab terdiri dari sub-sub bab, untuk lebih jelasnya, dapat di perinci sebagai berikut:

BAB I : Pendahuuan, yang mana pada bab ini mengawali seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, penegasan judul, manfaat penelitian, sumber yang digunakan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : berisikan tentang landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul dari serangkaian penelitian di lapangan. Meliputi teori pluralisme pandangan Nurcholish Madjid, disertai dengan beberapa teori pendukung.

BAB III : Memuat tentang gambaran umum obyek penelitian, bab ini berisikan study lapangan. Data-data tersebut berupa gambaran umum Gereja di Desa Telagabiru. Pembahasan di dalamnya meliputi sejarah berdirinya gereja, aktifitas dalam gereja, kondisi lingkungan sosial Gereja.


(28)

20

BAB IV : Pembahasan tentang analisa data yang berisikan antara penelitian dengan teori, dimana analisa ini berfokus pada toleransi yang ditunjukkan masyarakat Islam terhadap keberadaan Gereja pantekosta di Desa Telagabiru dan kerukunan umat beragama di Desa Telagabiru.

BAB V : Pada Bab ini mambahas tentang Penutup, yang terdiri dariserangkaian pembahasan sebelum-sebelumnya berisi Kesimpulan, dan Saran.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI PLURALISME

A. Pluralisme

1. Pengertian Pluralisme

Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi.1

Dalam pengertian semacam ini ada sesuatu yang mendasar dari pluralisme, yaitu “ketulusan hati” pada diri setiap manusia untuk menerima keanekaragaman yang ada. “Ketulusan hati” bukanlah hal yang mudah untuk ditumbuhkembangkan dalam diri seseorang, atau dalam komunitas secara luas, sebab “ketulusan hati” ini berkaitan dengan kesadaran, latihan, kebesaran jiwa, dan kematangan diri.

Pluralisme adalah upaya membangun tidak saja kesadaran bersifat teologis tetapi juga kesadaran sosial. Hal itu berimplikasi pada kesadaran bahwa manusia hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama, budaya, etnis, dan berbagai keragaman sosial lainnya. Karena dalam pluralisme mengandung konsep teologis dan konsep sosiologis.2

1 Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), 604.

2 Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agam-agama, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), 48.


(30)

22

Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Pluralisme adalah keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman.

Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme” adalah terdapat banyaknya ragam latar belakang (agama) dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan bersama.3

Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia. Pengakuan terhadap kemajemukan agama tersebut adalah menerima dan meyakini bahwa agama yang kita peluk adalah jalan keselamatan yang paling benar, tetapi bagi penganut agama lain sesuai dengan keyakinan mereka agama mereka pulalah yang paling

3 Ibid., 52


(31)

23

benar. Dari kesadaran inlah akan lahir sikap toleran, inklusif, saling menghormati dan menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Hal tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”, dan UUD’45 pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah sesuai menurut agama dan kepercayaan masing-masing.4 Pasal 29 ayat (2) UUD’ 45, di samping jaminan kebebasan beragama, keputusan yang fundamental ini juga merupakaan jaminan tidak ada diskriminasi agama di Indonesia. Mukti Ali, secara filosofis mengistilahkan dengan agree in disagreement (setuju dalam perbedaan).

Setiap agama tidak terpisah dari yang lainnya dalam kemanusiaan. Keterpisahan mereka dalam kemanusiaan bertentangan dengan prinsip pluralisme yang merupakan watak dasar masyarakat manusia yang tidak bisa dihindari. Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama, budaya, dan sebagainya, Indonesia termasuk satu negara yang paling majemuk di dunia. Indonesia juga merupakan salah satu Negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini disadari oleh para founding father kita, sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Dalam konteks kekinian, wacana pluralisme semakin diminati oleh banyak kalangan seiring dengan semakin banyaknya konflik yang timbul saat ini. Sebagian besar konflik tersebut di tenggarai sebagai akibat dari


(32)

24

perbedaan agama. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah solusi ilmiah bernama “Pluralisme agama”.

Menanggapi konsep pluralisme agama, memang tidak semua orang sependapat karena disamping ada yang setuju dan menaruh harapan padanya, ada yang pula berbagai kekhawatiran ataupun kecurigaan terhadapnya. Seperti apa yang dikatakan oleh M. Amin Abdullah bahwa kekhawatiran umat beragama pada pluralitas adalah pada akibat yang ditimbulkan dan konsekuensi dari wujud praktis dari wujud pengakuan

formal tersebut terhadap faham “Relativitas” keberadaan relativitas adalah

salah satu akibat dan bahkan bisa dianggap sebagai saudara kembar pluralitas.5

2. Faktor-faktor penyebab dalam Pluralisme

Secara umum dapat di klasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu faktor dan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan erat. Faktor internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntunan akan kebenaran yang mutlak (absolute truthclaims) dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun dalam masalah keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor


(33)

25

ideologis. Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu faktor sosio-politis dan faktor ilmiah.6

a. Faktor ideologis (internal).

Faktor internal di sini yaitu mengenai masalah teologi. Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di imaninnya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang mempertentangkannya hingga muncul teori tentang relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme terhadap agama. Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis).7

b. Faktor Eksternal

Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga dua faktor eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh berkembangnya teori pluralisme. Kedua faktor tersebut adalah faktor sosio-politis dan faktor ilmiah:

6 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif, 2006), 24.


(34)

26

1). Faktor Sosio-Politis

Dimana faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio politis, demokratis dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem negara-bangsa dan kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di kenal dengan globalisasi, yang merupakan hasil praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad.

2). Faktor Keilmuan atau Ilmiah

Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang memiliki kaitan langsung dengan timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering juga di kenal dengan studi perbandingan agama.8

3. Dasar-dasar Pluralisme

Terkait dengan dasar-dasar pluralisme terdapat tiga pokok yaitu: a. Dasar Filosofis Kemanusiaan, b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan Budaya, c. Dasar Teologi. Dari tiga pokok ini akan di perjelas di bawah ini:

8 Ibid., Anis Malik Thoha, 41-42.


(35)

27

a. Dasar Filosofis Kemanusiaan

Penerimaan kemajemukan dalam faham pluralisme adalah sesuatu yang mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekwensi dari kemanusiaan. Manusia pada dasarnya makhluk sosial yang mempunyai harkat dan martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur essensial (inti sari) serta tujuan atau cita-cita hidup terdalam yang sama, yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun dari lain sisi, manusia berbeda satu sama lain, baik secara individual atau perorangan maupun komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atau perwujudan diri, tata hidup dan tujuan hidup.9

Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang saling berbeda dan mengikatkan dirinya antara satu dengan yang lainnya. Suatu bangsa terdiri dari suku-suku yang beraneka ragam.10

b. Dasar Sosial Kemasyarakatan dan Budaya

Pengakuan akan adanya penerimaan akan kemajemukan merupakan konsekwensi dan konsistensi komitmen sosial maupun konstitusional sebagai suatu masyarakat (suku, bangsa, bahkan dunia), yang berbudaya. Karena kemajemukan merupakan konsekwensi dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial.

9 Susurin, Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam:Bingkai Gagasan yang Berserak, (Bandung: Nuansa, 2005), 94.

10 Budhy Munawar Rahman, Argument Islam untuk Pluralis, (Jakarta: Grasindo, 2009), 27.


(36)

28

Jadi kemajemukan merupakan unsur penentu bagi adanya dan kekhasan dari suatu masyarakat.oleh sebab itu dalam sejarah pembentukan dan kehidupan setiap kelompok masyarakat senantiasa ada kesadaran dan pengakuan akan adanya kemajemukan, serta ada komitmen untuk menerima dan dan tetap mempertahankan kemajemukan secara konsekwensi dan konsisten.11

c. Dasar Teologis

Dalam suatu masyarakat agamawi seperti masyarakat Indonesia, ada berbagai macam agama yang berbeda dalam berbagai aspek atau unsur-unsurnya, dan kemajemukan harus diterima sebagai konsekwensi dari nilai-nilai luhur dan gambaran “sang Ilahi” (Allah) yang maha baik serta cita-cita atau tujuan mulia dari setiap agama dan para penganutnya.12

4. Dampak Pluralisme dalam Kehidupan Bermasyarakat

Dalam kehidupan masyarakat, Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut, diperlukan adanya toleransi antar sesama umat beragama. Agar kehidupan masyarakat terjalin secara damai tentram dan tidak ada konflik antar umat beragama. Oleh karena itu pluralisme dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai dampak yang bermanfaat seperti:

11 Muhammad fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta selatan: PSIK Universitas Paramadina, 2006), 124.

12Abd. A’la, Ahmad Baso, Azyumardi Azra dkk, Nilai-nilai Pluralism Dalam Islam, (Bandung: Nuansa, 2005), 68.


(37)

29

a. Toleransi beragama.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal

dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang

(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi perlu difahami dan di praktikkan karena dengan toleransi salah satunya dapat menghargai, menerima keanekaragaman yang berada di Indonesia, budaya, bahasa, suku, agama dan ras adalah sebuah kekayaan dan keindahan bangsa.13

Perbedaan itu merupakan rahmat, kekuatan, dan karunia yang diwujudkan melalui sikap saling menghormati. Jadi Toleransi adalah suatu sikap atau tingkah laku dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain dan memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Menghormati keanekaragaman akan menumbuhkan sikap toleran. Salah satu wujud dari toleransi melakukan kerjasama dengan orang lain, walaupun berdeda agama dan ras.

b. Kerukunan antar umat bergama

Kata “Rukun” dari Bahasa Arab “ruknun” artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau

13 Sukiman, Seri Pendidikan Orang Tua Menumbuhkan Sikap Toleransi Pada Anak, ( Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), 4-5.


(38)

30

damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama, semua warga negara Republik Indonesia.

Berdasarkan Permen No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 ayat, kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerukunan antar umat beragama agama adalah asas-asas atau dasar yang dijadikan untuk menciptakan suasana damai, tentram, harmonis dalam masyarakat yang dilandasi sikap toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaram agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.14

14 Bihim BM, Kerukunan Antar Umat Beragama,

http://josephabednego.blogspot.co.id/2014/01/kerukunan-antar-umat-beragama.html, Senin 24 Juli 2017.


(39)

31

B. Pluralisme dalam Perspektif Islam 1. Islam

Kata Islam secara etimologi memiliki pengertian penyerahan diri dan masuk kedalam kedamaia. Pengertian pertama sangat banyak dipakai dalam Al-Qur’an, seperti pada ayat yang menyebutkan bahwa agama yang benar bagi Allah adalah Islam. Maksudnya adalah bahwa agama yang benar adalah agama yang prinsip utamanya adalah penyerahan diri kepada Tuhan.15

Dari segi bahasa, Islam berarti damai, tunduk. Patuh pasrah, dan berserah diri. Sebagai agama, Islam diyakini oleh para pemeluknya sebagai seperangkat ajaran dan doktrin yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk. Sebagai doktrin, Islam menggariskan tata hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dan lingkungannya (lingkungan sosial dan lingkungan alam).

Komponen-komponen dasar dalam agama Islam terdiri dari tiga Komponen yaitu:

a. Iman, yang berupa prinsip kepercayaan yang ada dalam hati, sehingga yang tau ada tidaknya hanyalah orang yang bersangkutan dengan Allah. Orang lain hanya bisa melihat tanda-tandanya.

15 Dr. H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, (Yogyakarta: DIAN/INTERFIDEI, 2005), 147.


(40)

32

b. Islam, yang berupa aturan formal yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta lingkungan.

c. Ihsan, yang berupa perwujudan keberagamaan dalam tingkah laku sehari-hari yang bertumpu pada pengontrolan diri.

Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, keimanan mesti mendasari perbutan dan perbuatan tidak hanya dilakukan sesuai dengan aturan-aturan lahiriah, melainkan berangkat dari rasa tanggungjawab sebagai pemegang mandat dari Tuhan.16

Dalam sejarah keislaman, pluralisme memiliki sejarah panjang sejak awal kelahiran Nabi sampai periode sesudah Nabi dan di era sahabat. Islam dalam segala dimensinya mengakui pluralitas suku, bangsa, etnis, ras bahkan agama.

Agama islam berpedoman pada kitab suci al-Qur’an dalam keyakinan umat islam, Nabi Muhammad adalah pembawa risalah terakhir dan penyebar rahmad bagi seluruh alam. Oleh karena itu umat islam selalu merujuk pada pedoman hidupnya yang dibawa dan diturunkan melalui Nabi Muhammad saw, yaitu al-Qur’an dan Hadits (As-Sunnah) yang berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an.17

Berbicara tentang al-Qur’an ada pertanyaan yang selalu mengusik kita, apakah al-Qur’an itu sesuai prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Apakah al-Qur’an itu mendukung upaya-upaya yang manusiawi

16 Ibid., Dr. H. Moch. Qasim Mathar, M.A, 150. 17 Ibid., 85.


(41)

33

dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia secaraplural, mandiri dan bebas.

Dalam konteks kehidupan sosial saat ini, kita berhadapan dengan isu keadilan, pluralisme, humanisme, hak asasi manusia, dan demokrasi. Ayat-ayat yang relevan terhadap isu atau kejadian tersebut adalah ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah. Karena ayat-ayat inilah yang relevan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan secara universal, sementara ayat-ayat madaniyah bersifat parsial dan tidak berlaku secara umum dan universal.18

Al-Qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri

dari beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing. Komunitas- komunitas terseebut harus menerima kenyataan akan keraggaman sehinggga mampu memberkan toleransi. Tuhan memberikan umatnya beragam karena keragaman merupakan bagian dari sunntullah. Hal ini terbukti dengan diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil oleh manusia apakah akan mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan QS. Al-Kafh ayat 29:

18 Dr. Moeslim Abdurrahman, ISLAM PRIBUMI Mendialogkan Agama Membaca Realitas, (Jakarta: Erlangga, 2003), 2-3.


(42)

34

Artinya : “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” ( QS. Al-Kafh : 29).19

QS. Al-Maidah ayat 118:

Artinya : “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah : 118).20

Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah. Islam mengajarkan prinsip-prinsip kemanusiaan atau mengatur hubungan antar-manusia. Prinsip-prinsip itu antara lain:

a. Islam pada esensinya memandang manusia dan kemanusiaan secara sangat positif dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu

19 Prof. R.H.A. soenarjo S.H, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: YAYASAN PENYELENGGARA PENTERJEMAH/PENTAFSIR AL-QUR’AN, 1971), 448. 20 Ibid., 183.


(43)

35

asal yang sama; keturunan Adam dan Hawa, tetapi kemudian manusia menjadi bersuku-suku, berbangsa-bangsa lengkap dengan kebudayaan dan peradaban khas masing-masing. Semua perbedaan ini mendorong manusia untuk saling mengenal dan menumbuhkan apresiasi dan kepedulian satu sama lain.

b. Dalam perspektif Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Dengan fithrahnya, setiap manusia dianugrahi kemampuan dan kecenderungan bawaan untuk mencari, mempertimbangkan, dan memahami kebenaran, yang pada gilirannya akan membuatnya mampu mengakui Tuhan sebagai sumber kebenaran tersebut. Lebih jauh lagi bahwa agama (Islam) tidak menghambat untuk terciptanya sebuah perdamaian dalam kepluralitasan.21

2. Ayat Pluralisme dalam Islam

Maka untuk mengetahui lebih jauh, perlu dicarikan konsep yang mampu menjaga eksistensi islam ditengah pluralitas tersebut, dan dalam kandungan Al-Qur’an itu sendiri. Terdapat dua pokok yang menjadi pembahasan pandangan Al-Qur’an tentang pluralisme, yaitu:

a. Tidak adanya paksaan dalam beragama Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256:

21 Ibid., M. Amin Abdullah, 90-91.


(44)

36

Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut22 dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).23

Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memeluk agama Islam, karena telah jelas yang mana petunjuk dan yang mana kesesatan, dan dari firman Allah ini juga menjelaskan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk memaksa seseorang memeluk agama islam. as-Sunnah telah menjelaskan tentang cara bermuamalah dengan orang-orang kafir, yaitu dengan medakwahkan Islam kepada mereka, jika mereka enggan maka wajib atas mereka untuk membayar jiziyah, dan jika mereka tidak mau kita perangi mereka. Selain Ayat diatas juga terdapat QS. Asy-Syura ayat 48:

Artinya : “Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada

22 Thaghut, ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt. 23 Ibid.,


(45)

37

manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).“ (QS. Asy-Syura : 48).24

Pada ayat tersebut Allah menerangkan bahwa apabila Nabi Muhammad SAW telah menunaikan tugas menyampaikan risalah menyeru orang-orang musyrik kepada kebenaran dan jalan lurus, tetapi mereka itu tidak memberikan respon yang baik dan tidak mau menerimanya bahkan mereka itu menolak dan berpaling dari kebenaran, maka hendaklah Rasul membiarkan sikap mereka tanpa perlu gusar dan cemas. Hal ini dikarenakan Rasul tidak diberi tugas untuk mengawasi dan meneliti amal perbuatan orang-orang musyrik itu, tetapi dia hanya diberi tugas menyampaikan apa yang diturunkan dan diperintahkan Allah kepadanya

Sehingga Al-Qur’an secara eksplisit mengajarkan bahwa dalam hal memilih agama, manusia diberi kebebasan untuk memahami dan mempertimbangkannya sendiri. Sesungguhnya perbedaan antara manusia dalam agama terjadi karena kehendak Allah SWT. Seperti dalam firmannya QS. An-Nahl ayat 93:

Artinya : “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu

satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan


(46)

38

sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 93 ).25

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: yaitu : di antara Sunnah Ilahi adalah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihan dan mereka juga bebas memilih jalan hidupnya masing-masing. Dan semua perbuatan dan tingkah laku manusia baik itu kecil atau besar akan dimintai pertanggungjawaban di Hari Kiamat.

Dari ayat-ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan memilih suatu agama untuk dianutnya adalah hak yang di anugerahkan Tuhan kepada semua insan manusia semenjak manusia lahir di dunia.

b. Pengakuan eksistensi atas agama-agama.

Seiap agama mempunyai jalan tersendiri untuk melestarikan dan menjaga nilai-nilai agamanya. Namun demikian, islam datang tidak hanya bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga mengakui adanya eksistensi agama-agama lain, dan memberinya hak untuk berdampingan sambil menghormati pemeluk agama-agama lain.26 seperti firman Allah SWT. QS. Al-Kafirun ayat 6.

25 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H, 416. 26 Quraish Shihab, wawasan Al-Qur’an, 379.


(47)

39

Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS.

Al-Kafirun : 6).27

Surat Al-Kafirun mengisyafatkan tentang habisnya semua harapan orang-orang kafir dalam usaha mereka agar Nabi Muhammad saw meninggalkan da wahnya. Dan di ayat ke 6 ini menereangkan bahwa Rasulullah saw. Tidak akan mengikuti agama-agama orang kafir. Pengakuan Al-Qur’an terhadap para pemeluk agama-agama lain juga tercantun dalam QS. Al-Baqarah ayat 62:

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin28, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih

hati”. (QS. Al-Baqarah ayat 62).29

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa orang-orang non Muslim yang mereka beriman kepada Allah, percaya kepada hari berbangkit dan beramal baik, maka mereka juga akan mendapatkan pahala, artinya kedudukan mereka sama dengan seorang Muslim yang bertauhid.

27 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H, 1112.

28 Shabiin, orang-orang yang menyembah bintang. 29 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H, 19.


(48)

40

Pengakuan Allah terhadap eksistensi agama-agama yang ada di muka bumi dengan tidak membedakan kelompok, ras dan bangsa sangat jelas. Dalam QS. Al-Hajj ayat 40.

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman

mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj : 40).30

QS. Al-Baqarah ayat 148.

Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia

menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan

30 Ibid., Prof. R.H.A. soenarjo S.H , 518.


(49)

41

kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 148).31

Maka yang perlu kita ketahui dan perlu diperhatikan justru aktivitas umat beragama yang harus ada dalam kategori amal saleh. Berarti pula agama ditantang untuk berlomba-lomba menciptakan kebaikan dalam bentuk nyata.

QS. Al-Maidah ayat 16

Artinya : “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang

mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan

yang lurus.” (QS. Al-Maidah : 16).32

Al-qur’an melihat kemajemukan agama sebagai misteri ilahi yang harus diterima untuk memungkinkan hubungan antar kelompok dalam wilayah publik. Namun, Al-quran mengakui ekspresi keberagamaan manusia yang berbeda memiliki nilai spiritual interinsik atau nilai perennial. ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi.

31 Ibid., 38.


(50)

42

Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi, Kristen dan Islam adalah bersudara.

C. Pandangan Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme

Nurcholish Madjid termasuk salah satu tokoh intelektual muslim termuka di Indonesia yang pemikirannya banyak dikenal dan mampu melahirkan pengaruh terhadap perubahan-perubahan tertentu didalam masyarakat indonesia. Abdurrahman menjuluki Nurcholish Madjid sebagai pendekar Islam dari jombang. Sementara majalah tempo menyebutnya sebagai penarik gerbong pembaharuan.33

Pada masa belakangan ini, pola pikir Nurcholis Madjid lebih mengarah terhadap usaha menampilkan Islam secara inklusif, dalam rangka untuk lebih mengaktualkan nilai-nilai keislaman masa modern. Adapun yang menjadi pemikirannya islam itu agama terbuka, dan paradigma terpenting yang menjadi landasan adalah komitmen pluralisme. Menurutnya, umat Islam di Indonesia dituntut mampu mengembangkan dimensi pluralitas sehingga menerima faham pluralisme itu, yaitu sistem nilai yang menerima kemajemukan sebagai kenyataan.34

Pluralisme Nurkhalish Madjid, mengatakan bahwa salah satu persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah

33 Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi; Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta: Republika, 2004), 1.


(51)

43

terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.35

Nurcholis Madjid mengemukakan definisi pluralisme agama adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya sekedar realitas social, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya dipandang sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa begitulah faktanya mengenai kebenaran. Menurut Nurcholis Madjid, pluralisme agama dapat diambil melalui tiga sikap agama:

a. Sikap eksklusif : Dalam melihat agama lain Sikap ini memandang agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan umat. b. Sikap inklusif : Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk

implisit agama kita.36

c. Sikap pluralis : Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam-macam

rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama

sah untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama-agama lain

berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah”, atau “setiap agama mengekspresikan bagian penting bagi sebuah kebenaran”.

35 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), Kata Pengantar, ixviii.

36 Nurcholis Madjid, Mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn: Pengalaman Indonesia. Dalam Jalan Baru, editor Mark R. Woodward, (Bandung: Mizan, 1998), 56.


(52)

44

Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis, buktinya dalam QS. Ali ‘Imran: 85

Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka

sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”37

Yang diterjemahkan oleh Abdurrahman Wahid bahwa ayat tersebut jelas menunjuk kepada masalah keyakinan Islam yang berbeda dengan keyakinan lainnya, dengan tidak menolak kerjasama antara Islam dengan berbagai agama lainnya.38

Selanjutnya menurut Nurcholis Madjid yang dikutip Rachman, mengatakan bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme agama harus dipahami sebagai

37 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar Surabaya, 2002), 76.

38 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute, 2002), 133.


(53)

45

pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bond of civility).39

Oleh karena itu, dasar pandangan Nurcholish madjid mengenai hubungan Islam dan pluralisme agama sebenarnya berpijak pada semagat humanitas disini, bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan dengan kata lain cita-cita islam sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada umumnya.

Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan seorang muslim ialah bahwa agama Islam adalah sebuah agama yang universal, untuk sekalian umat manusia. Pokok pangkal kebenaran yang universal itu menurut Nurcholish Madjid, ialah faham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid (secaraharfiah) berarti ‘Memahaesakan’, yakni memahaesakan Tuhan.40

Nurcholish Madjid juga mengatakan, memaknai pluralisme sebagai gagasan yang menganggap semua agama sama, seperti anggapan orang awam. Pluralisme baginya adalah suatu landasan sikap politik untuk menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial, budaya, dan termasuk agama. Yang dimaksud sikap positif adalah sikap aktif dan bijaksana, yaitu sikap terbuka untuk berdialog dan menerima perbedaan secara adil.

39 Moh. Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), 54. 40 Ibid., 55.


(54)

BAB III

DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA TELAGABIRU

A. Profil Desa

1. Sejarah Singkat Desa Telaga Biru

Adanya suatu kampung yang bernama Tlaga, dan di kampung itu terdapat tlaga, yang yang airnya berwarna biru (maksudnya adalah air tersebut berwarna hijau, namun karena orang Madura menyebut warna hijau itu adalah warna biru), oleh karena itu masyarakat daerah setempat menyebutnya dengan Tlaga Biru. Tlaga tersebut berbentuk seperti cincin (Melingkar), memiliki luas sekitar 6^2 m dan airnya sangat dalam sekitar 17 m. Dan pada tahun 1910 Kepala Desa pertama juga berada di kampung Tlaga tersebut. Sehingga terbentuklah nama Tlagabiru.1

Lambat laun, air itu tinggal sejengkal. Hingga air tersebut tidak ada dan menjadi tanah lapang. Ada juga yang mengatakan terdapat suatu sumber di dusun gerongan yang terbentuk secara alami yang biasa disebut sumur tantoh, yaitu sumur yang tidak dibangun oleh tangan manusia, melainkan terbentuk secara alami. Karena kekuasaan Allah, air yang


(55)

47

dalam bisa hilang dengan sendirinya sehingga terbentuklah nama Telaga Biru.2

2. Letak Geografis

Desa Telaga Biru terletak di kecamatan Tanjung Bumi, kabupaten Bangkalan. Desa ini terletak di sebelah utara kabupaten Bangkalan, jaraknya sekitar 44 km dari kabupaten Bangkalan. Desa Telaga Biru memiliki empat perbatasan dengan desa yang terdapat pada kecamatan Tanjung Bumi. Lebih jelasnya terdapat pada tabel berikut.3

Tabel 3.1

Batas-batas Desa

A Sebelah Barat Kelurahan Tanjung Bumi

b. Sebelah Timur Desa Paseseh

c. Sebelah Selatan Jalan raya Tanjung Bumi

d. Sebelah Utara Laut Jawa

Luas daerahnya 3339,441 ha. Dengan rincian sebagai berikut. Luas pemukiman penduduk 5.51 ha, luas ladang pertanian sawah sekitar 0.24 ha, luas perkebunan milik rakyat 0.1 ha, luas bangunan 1007.7 ha, luas tambak perikanan 1000 ha, dan luas lain-lain 1325.9 ha. (sumber: Kantor Kecamatan Tanjung Bumi). Jumlah dusun di desa Telaga Biru terdiri atas delapan dusun. Diantaranya adalah dusun Karang Barat, Pramboyan,

2 Tong Hapet, Wawancara, Telagabiru 5 Juli 2017.


(56)

48

Karang Laok, Pacenan, Bandaran, Karang Tenga, Bates, dan Ragung Jarpesa.

3. Kondisi Umum dan Keadaan Penduduk

Desa Telaga Biru merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tanjung Bumi. Desa yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.361 jiwa, yang terbagi menjadi penduduk Laki-laki sebanyak 2.156 jiwa dan penduduk perempuan 2.205 jiwa, kemudian jika jumlah penduduk di uraikan berdasarkan usia maka sebagai berikut klasifikasinya. Pembagian ini berdasarkan data monografi tahun 2016 Desa Telagabiru Kecamatan Tanjung bumi Kabupaten Bangkalan.

Tabel 3.2:

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

No Status Keterangan

1. Laki-laki 2.156 orang

2. Perempuan 2.205 orang

Total 4.361 orang

Tabel diatas merupakan hasil dari sensus penduduk pada tahun 2015, yang mana pada tahun tahun selanjutnya penduduk Desa Telagabiru akan berkurang maupun bertambah.


(57)

49

Tabel 3.3:

Jumlah penduduk berdasakan umur

No. Usia Jumlah

1. 00-05 tahun 128 orang

2. 06-10 tahun 366 orang

3. 11-15 tahun 183 orang

4. 16-20 tahun 225 orang

5. 21-25 tahun 348 orang

6. 26-30 tahun 484 orang

7. 31-35 tahun 473 orang

8. 36-40 tahun 460 orang

9. 41-45 tahun 469 orang

10. 46-50 tahun 468 orang

11. 51-55 tahun 414 orang

12. 56-keatas 243 orang

Jumlah 4.361 orang

dari penduduk sebanyak 4.361 jiwa dipimpin oleh satu kepala desa dan dibantu dengan perangkat desa lainnya.4

Tabel 3.4

Aparat Pemerintahan Desa Telaga Biru

No Aparat Ket.

1. Kepala Desa 1 Orang

2. Sekretaris Desa 1 Orang

3. Kepala Seksi 5 Orang

4. Kepala Urusan 5 Orang

5. Kepala Dusun 8 Orang

6. Staf 1 Orang

Jumlah aparat desa Telaga Biru 21 Orang

4


(58)

50

4. Keadaan Pendidikan

Pendidikan sangat penting sekali bagi manusia untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), dengan pendidikan juga menentukan maju mundurnya, berkembang tidaknya suatu masyarakat. Untuk bisa menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dapat ditempuh melalui pendidikan yang formal maupun non-formal. Penduduk Desa Telagabiru Rata-rata tamatan SD,SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat. Dan ada juga sebagian yang lususan D3,D4, S1.

Dari segi prasarana Pendidikan di Desa Telagabiru terdapat dua Sekolah Dasar, Tiga Sekolah Madrasah, dan sekitar 3 tahun sebelumnya ada pendidikan Tingkat TK.

5. Keadaan Sosial Ekonomi

Melihat kondisi sosial ekonomi desa Telaga Biru memiliki ciri yang sangat menonjol. Kehidupan masyarakat di desa ini pada umumnya bergantung pada mata pencaharian masyarakat desa Telaga Biru yang banyak digeluti oleh masyarakat setempat yaitu sebagai transporter hewan ternak (sapi dan kambing) dan di sektor industri (membatik). Awal mula perekonomian di desa Telaga Biru ini sebatas membatik. Namun semakin berkembang pesatnya sistem perekonomian di Indonesia, maka desa Telaga Biru menjadi salah satu tempat yang digunakan sebagai sandaran kapal untuk mengirim ternak berupa kambing dan sapi karena dekat


(59)

51

dengan laut Jawa. Pengiriman hewan ternak ini ditujukan ke daerah Kalimantan. Misalnya ke kota Banjarmasin dan sebagainya.5

Awal pengiriman hewan ternak menggunakan perahu layar sampai ke Kalimantan yang membutuhkan waktu sekitar 1 bulan, sampai sekarang desa Telaga Biru menjadi jasa pengiriman hewan ternak ke luar pulau (transporter). Dahulu hanya sekali pengiriman hewan ternak kemudian mendapatkan upah atau uang, tapi sekarang membutuhkan waktu 3-4 kali pengiriman untuk mendapatkan uang, maka dari itu sebagian orang memutuskan untuk membantu istri membatik di rumah dan menjadi anak buah kapal, sedangkan sebagian yang lain masih memutuskan untuk tetap mengirim hewan ternak mereka. Namun ada juga mata pencaharian lainnya di bidang jasa pemerintahan/non pemerintahan, jasa perdagangan, dan jasa keterampilan. Berikut adalah tabel status mata pencaharian atau profesi penduduk desa Telaga Biru.

Tabel 3.5

Status mata pencaharian penduduk

No Status Jumlah

1. Pekerja di sektor jasa 316 orang 2. Pekerja di sektor industri 15 orang 3. Jasa Pemerintahan/non

pemerintahan

46 orang 5. Jasa Perdagangan 19 Orang 6. Jasa Keterampilan 8 Orang


(60)

52

6. Kondisi Keagamaan Masyarakat

Desa Telagabiru mayoritas penduduknya menganut agama islam, dengan jumlah sebesar ± 4.300 jiwa, sedangkan di bawah agama Islam, terdapat ± 40. Jiwa, dan untuk agama yang lain seperti Hindu, budha, Kristen Katolik, Khonghucu dan kepercayaan lainnya di Desa Telagabiru belum menemukan umat selain Islam dan Kristen. Pembagian ini berdasarkan data monografi tahun 2015 Desa Telagabiru Kecamatan Tanjung bumi Kabupaten Bangkalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3.6

Jumlah penduduk menurut Agama yang dianut

No Agama Jumlah

Pemeluk

1. Islam ± 4.300

2. Kristen ± 40

3. Katolik ±10

4. Hindu -

5. Budha -

6. Khonghucu dan kepercayaan

±15

Setelah melihat tabel di atas, meskipun di Desa Telagabiru mayoritas penduduknya menganut agama Islam dibandingkan dengan


(61)

53

agama lainnya. Namun dalam kehidupan beragama tidak pernah terjadi antar agama sehingga keadaan masyarakat terjalin harmonis dan damai.6

Mengenai sarana peribadatan yang ada di Desa Telagabiru terdapat Masjid, Musholla (langgar), dan Gereja. Untuk vihara, Klenteng dan laiinya di Desa Telagabiru tidak ada, Seperti tabel di bawah ini :

Tabel 3.7

Sarana Peribadatan

No Nama Jumlah

1. Masjid 1

2. Musholla (Langgar) 7

3. Gereja 1

7. Keadaan Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya masyarakat desa Telaga Biru mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan budaya yang terdapat pada masyarakat setempat, yaitu sebagai pengrajin batik. Sehingga tidak sedikit yang ditemukan di daerah ini terdapat banyak pembatik serta industri batik. Dengan demikian, batik dilestarikan oleh penduduk setempat sebagai icon daerah tersebut.


(62)

54

Selain budaya membatik, di Desa Telagabiru ini terdapat kegiatan sosial, kesenian dan olahraga.

a. Gotong royong/kerja bakti

Sebagaimana halnya masyarakat pedesaan yang hidup akrab antar sesamanya maka begitu juga masyarakat Desa Telagabiru terlihat saling mengenal dengan satu sama lainnya. Dengan saling mengenal tersebut memudahkan untuk mengadakan pertolongan atau bantuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Kegiatan gotong royong di Desa Telagabiru diadakan setiap satu minggu sekali dengan secara bergiliran, didalam satu minggu itu melingkupi dua dusun.7

b. Seni dan Olahraga

Kesenian yang ada di Desa Telagabiru antara lain adalah belajar Hadra atau Banjari, yang setiap malam jum’at digunakan sebagai pengiring sholawatan di Masjid Al-Mubarok Telagabiru. Serta pernah ikut serta dalam perlombaan.

Berdasarkan hasil observasi, di Desa Telagabiru dalam bidang olahraga cukup baik hal ini bisa dilihat dari adanya cabang-cabang olahraga antara lain adalah: olahraga Volli ball, Sepak bola pantai, yang dilakukan oleh para pemuda dan bapak-bapak, setiap sore hari.8

7 Ahmad Suhdi (Kepala Desa), Wawancara, Telagabiru 4 Juli 2017 8 H. Suraji (Ketua karang Taruna), Wawancara, Telagabiru, 4 Juli 2017.


(63)

55

B. Sejarah berdirinya Gereja Pantekosta Desa Telagabiru 1. Selayang pandang berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia.

William Henry Offiler lahir pada tahun 1875 di Nottingham, Inggris. Beliau adalah pendiri gereja Bethel Temple, Seattle yang sekarang dikenal dengan nama Bethel Christian Ministries. Pelayanan ini dimulai dari Pine Street Pentecostal Mission yang terletak di pusat kota Seattle antara Second dan Pine pada sekitar tahun 1910 an. Disinilah tempat cikal bakal missi Pantekosta ke Indonesia.

Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia tidak terlepas dari kedatangan dua keluarga missionaris dari Gereja Bethel Temple Seattle, USA ke Indonesia pada tahun 1921 yaitu Rev. Cornelius Groesbeek dan Rev. Richard Van Klaveren keturunan Belanda yang berimigrasi ke Amerika. Dari Bali maka pelayanan beralih ke Surabaya di pulau Jawa tahun 1922, kemudian ke kota minyak Cepu pada tahun 1923.

Karena kemajuan yang pesat, maka pada tanggal 4 Juni 1924 Pemerintah Hindia Belanda mengakui eksistensi “De Pinkster Gemeente in Nederlansch Indie” sebagai sebuah “Vereeniging” (perkumpulan) yang sah. Dan oleh kuasa Roh Kudus serta semangat pelayanan yang tinggi, maka jemaat-jemaat baru mulai bertumbuh dimana-mana.9

9 GpdI Plered Pamengkang, Sejarah Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia, https://gpdipleredcirebon.blogspot.co.id/2014/07/sejarah-berdirinya-gereja-pantekosta-di.html, (Senin 10 Juli 2017).


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

pada tahun setelah gereja baru berdiri. Akan tetapi konflik itu terselesaikan kembali pada saat itu juga dan sampai sekarang tidak ada konflik yang terjadi lagi, justru terjalin hubungan yang lebih baik antar umat beragama.

2. Toleransi masyarakat Islam terhadap Gereja Pantekosta di Desa Telagabiru terjalin secara rukun, dan damai, Hal ini karena masayarakat telah menyadari toleransi beragama. Keanekaragaman agama akan menjunjung tinggi kerukunan beragama di Desa Telagabiru dengan cara saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong antar umat beragama. Akan tetapi toleransi di Desa Telagabiru ini juga berbentuk toleransi pasif yang mana toleransi tersebut hanya bersifat apatis atau tidak tahu menahu terhadap keberadaan Gereja Pantekosta serta toleransinya hanya juga bisa dikatakan apatis.

B. Saran

1. Kepada seluruh masyarakat di Desa Telagabiru khusunya umat Islam agar selalu dapat menerima suatu perbedaan agama dan adanya Gereja Pantekosta, karena Gereja merupakan suatu tempat yang digunakan untuk kegiatan ibadah keagamaan umat kristen.

2. Kepada pihak Gereja Pantekosta khususnya, kami mohon agar tidak melakukan aktivitas keagamaan yang sekiranya dapat mengganggu umat Islam khususnya di Desa Telagabiru. Seperti tidak melakukan


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

aktivitas keagamaan diluar Gereja, sehingga masyarakat Islam bisa menerima keberadaan Gereja Pantekosta tersebut dan kerukunan anatar umat beragama berjalan dengan baik, damai, aman dan tentram.

3. Kepada tokoh-tokoh agama Islam dan Kristen, agar mangingatkan masyarakat akan pentingnya pluralisme dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tidak akan terjadi adanya suatu konflik.

4. Bagi kalangan akademisi khususnya Fkultas Ushuluddi Jurusan Studi Agama-agama, kiranya perlu mengembangkan kajian pluralisme dan toleransi dalam konteks relasi antar umat beragama. Untuk itu sahabat-sahabat Mahasiswa, studi semacam ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi terwujudnya kehidupan masyarakat beragama.

C. Penutup

Dengan mengucapkan segala puji syukur, Alahamdulillahi Rabbil Alamin, berkat rahmat, taufik dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan perbuatan skripsi ini. Harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini akan dapat memberikan faedah dan manfaat pada diri penulis sendiri khususnya dan pada para pembaca umumnya.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu besar harapan penulis atas perhatian, perbaikan serta saran-saran maupun kritik dari pembaca, guna menyempurnakan dan perbaikan dalam pembuatan karya-karya ilmiah selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada Allah penulis senantiasa memohon do’a agar semua nikmat dan hidayahnya selalu tercurahkan kepada kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Abdullah, M. Amin. Dinamika Islam Kultural. Bandung: Mizan, 2000.

A’la, Abd. Ahmad Baso, Azyumardi Azra dkk. Nilai-nilai Pluralism Dalam Islam. Bandung: Nuansa, 2005.

Abdurrahman, Moeslim. ISLAM PRIBUMI Mendialogkan Agama Membaca Realitas. Jakarta: Erlangga, 2003.

Aziz, Ahmad Amir. Neo-Modernisme Islam di Indonesia.

Bihim BM, Kerukunan Antar Umat Beragama, ,

http://josephabednego.blogspot.co.id/2014/01/kerukunan-antar-umat-beragama.html, Senin 24 Juli 2017.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Mekar Surabaya, 2002. Dokumen resmi kantor desa Telagabiru, Kecamatan Tanjung bumi, Kota Bangkalan.

GpdI Plered Pamengkang, Sejarah Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia,

https://gpdipleredcirebon.blogspot.co.id/2014/07/sejarah-berdirinya-gereja-pantekosta-di.html, Senin 10 Juli 2017.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1991.

Hakim, Bashori A. dan Moh Saleh Isre, Fungsi sosial rumah ibadah dari Berbagai Agama

dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: Proyek peningkatan

pengkajian kerukunan hidup umat beragama Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Departeman Agama RI, 2004.

Johnstone, Ronald L. Religion in Society a Sociology of Religion. America: the United State of America, 1983.

Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1978.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Laili, Zulfatul. “Hubungan Sosio-Kultural antara Masyarakat Islam dan Kristen di Desa

Catak-Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang”. Skripsi IAIN Sunan

Ampel Surabaya, 2006.

Maulidah, Robi’atul. “Studi tentang keberadaan gereja pantekosta dan dampaknya terhadap

kerukunan antar umat beragama di Kandangan”. Skripsi UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2015.

Muchtar, Ibnu Hasan. berjudul “ Respon Masyarakat dan Pemerintahan Daerah terhadap Pertumbuhan Temoat Ibadat (Studi Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal yang

digunakan sebagai Tempat Ibadat Umat Kristen di Cianjur Jawa Barat)”.

HARMONI Jurnal Multikultural dan Multi religius. Vol. 14, No. 3, September-Desember 2015.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Mathar, Moch. Qasim. Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama. Yogyakarta: DIAN/INTERFIDEI, 2005.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.

Madjid, Nurcholis. Mencari Akar-Akar Islam bagi Pluralisme Modrn: Pengalaman Indonesia. Dalam Jalan Baru, editor Mark R. Woodward, Bandung: Mizan, 1998. Markijar, Toleransi Antar Umat Beragama,

http://www.markijar.com/2015/11/toleransi-antar-umat-beragama-lengkap.html, Senin 24 Juli 2017.

Nadroh, Siti. Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Nikmah, Fatkhatun. “Persepsi umat islam terhadap gereja kristen jawi wetan pesamuwan Desa Walikukun kecamatan widodaren Kabupaten Ngawi”. Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2000.

Nasution, Harun. Islam Rasionalitas dan Pemikiran. Bandung: Mizan, 1995.

Osman, Muhammad fathi. Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Jakarta selatan: PSIK Universitas Paramadina, 2006.

Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Arkola, 1994. Puspito, Hendro. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1983.

Rahman, Budhy Munawar. Argument Islam untuk Pluralis. Jakarta: Grasindo, 2009. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatf, Bandung: Alfabeta, 2005.


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Shofan, Moh. Pluralisme Menyelamatkan Agam-agama. Yogyakarta: Samudra Biru, 2011. Susurin, Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam:Bingkai Gagasan yang Berserak. Bandung:

Nuansa, 2005.

Sukiman. Seri Pendidikan Orang Tua Menumbuhkan Sikap Toleransi Pada Anak. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

Soenarjo. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: YAYASAN PENYELENGGARA PENTERJEMAH/PENTAFSIR AL-QUR’AN, 1971.

Shihab, Quraish. wawasan Al-Qur’an. 2004.

Shofan, Moh. Jalan Ketiga Pemikiran Islam. Yogyakarta: IRCiSoD, 2006.

Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif, 2006. Undang-Undang Dasar 1945, PN Setioaji 1997

Urbaningrum, Anas. Islamo-Demokrasi; Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta: Republika, Victor, Y.T. Panja. Pluralisme Agama dan Problem Sosial. Jakarta: Pustaka Cide Sindo, 1998.

Victor, Y.T. Panja. Pluralisme Agama dan Problem Sosial. Jakarta: Pustaka Cide Sindo, 1998.

Wach, Joachim. Ilmu Perbandingan Agama, Terj. Djamanhuri. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita. Jakarta: The Wahid Institute, 2002. Yuliati, Mike Fithriyah. “studi keberadaan dan tanggapan masyarakat terhadap Klenteng

Tjoe Tik Kiung di Trajeng Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan”. Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006.