Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB II

Du a

TINJAUAN TEORITIS

Pengambilan Keputusan
Dalam proses pengambilan keputusan unsur yang utama dan
penting yaitu adanya sebuah masalah atau problem yang harus
dihadapi, sehingga membutuhkan sebuah keputusan dari pihak yang
sedang menghadapi masalah tersebut. Dari sisi pengambilan keputusan,
masalah barulah dikatakan sebuah masalah apabila terjadi
penyimpangan yang tidak terduga dari apa yang telah kita
perhitungkan, kita kehendaki atau kita rencanakan semula, sehingga
untuk mengatasainya kita memerlukan sebuah keputusan (Atmosudirjo
1982:14&67).
Konsep atau definisi pengambilan keputusan telah banyak
dikemukakan oleh para ahli. Hasan (2002) dalam M uda (2005:13)
mengatakan bahwa keputusan adalah pemilihan di antara beberapa
alternatif. Terdapat tiga pengertian yang terkandung dalam definisi ini:
pertama, pilihan didasarkan pada logika dan pertimbangan. Kedua,
terdapat beberapa alternatif dan harus dipilih salah satu yang terbaik.
Ketiga, ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan yang diambil akan

semakin mendekatkan pada tujuan tersebut. Keputusan adalah suatu
akhir dari proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem untuk
menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi
masalah tersebut dengan menjatuhkan pilihan pada satu alternatif.
Tidak berbeda jauh dari pengertian sebelumnya, Suryadi dan
Ramdhani (2002) dalam M uda (2005:14), mengartikan keputusan
sebagai suatu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Pada umumnya
keputusan yang diambil tersebut didasarkan pada pertimbangan
situasional, bahwa keputusan tersebut adalah keputusan yang terbaik.
13

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

Nancy W illiams (1985:242) dalam Purwanto (1991:2),
menjelaskan pengambilan keputusan sebagai sebuah proses yang paling
tidak meliputi pengenalan dan penentuan pilihan-pilihan atau
alternatif-alternatif tertentu, penetapan kriteria pemilihan, dan
penilaian mengenai hal tersebut. Terdapat beberapa syarat yang
membuat proses tersebut bisa disebut sebagai suatu hal yang rasional.
Syarat-syarat tersebut adalah keinginan yang kuat untuk menentukan

satu pilihan diantara “ini” dan “itu”, informasi yang cukup mengenai
pilihan tersebut, waktu untuk mempertimbangkannya dan
kepercayaan diri yang tinggi untuk memilihnya.
M enurut Atmosudirjo (1982:68-69) Pengambilan keputusan
merupakan sebuah akhir dari proses berpikir. Jadi proses pengambilan
keputusan tersebut memerlukan sebuah pemikiran. M enurut dia, ada
beberapa cara berpikir orang yang bertindak sebagai pengambil
keputusan seperti: Berpikir jangka panjang melihat jauh kedepan,
berpikir mengenai hasil jangka pendek saja dan tidak mau berpikir
terlalu jauh kedepan (bersikap pragmatis), berpikir secara tradisional
(pola berpikir yang umum dipakai di sekitarnya atau juga yang asalnya
dari nenek moyang), berpikir secara emosional, sentimentil implusif
(mengikuti suara hati mendadak). Seorang pengambil keputusan dapat
juga berpikir secara intuisi atau ituitif yang berarti mengikuti feeling
yang diperoleh dari menjalani praktek dengan skema sistematis selama
bertahun-tahun. Cara ini hanya dapat dikembangkan oleh orang yang
bekerja secara intensif dalam jangka waktu yang cukup lama.
W alaupun menurut para ahli pengambilan keputusan dengan intuisi
paling baik, namun karena untuk mengembangkannya memerlukan
waktu yang lama sekali, maka akan menghambat dalam menghadapi

keadaan atau perkembangan yang semakin cepat seperti sekarang ini.
Selain cara-cara berpikir sebelumnya, seorang pengambil keputusan di
jaman moderen berusaha berpikir secara rasional dan sistematis.
Berpikir rasional dan sistematis berarti bisa membedakan antara
berpikir unit dengan unit, satuan demi satuan, berpikir secara utuh,
kompleks dan runtut.

14

Tinjauan Teoritis

Hampir sama dengan Atmosudirjo (1982:68-69), dasar
pengambilan keputusan M enurut George Terry dalam Arief A (2010)
yaitu sebagai berikut:
a.

Intuisi, yaitu keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari
pengambil keputusan, sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti
dan faktor kejiwaan.


b.

Pengalaman, yaitu pengambilan
keputusan
berdasarkan
pengalaman
seorang pemimpin atau menejer. Pengambil
keputusan dapat memperkirakan suatu keadaan,
dapat
memperhitungkan
untung
ruginya, dan baik-buruknya
keputusan yang akan dihasilkan.

c.

Fakta, adalah pengambilan keputusan berdasarkan fakta atau
kenyataan objektif sehingga dapat memberikan keputusan yang
lebih sehat, solid, dan baik.


d.

W ewenang, pengambilan keputusan berdasarkan wewenang
umumnya terjadi antara pimpinan terhadap bawahan atau
orang yang lebih tinggi jabatannya terhadap orang yang lebih
rendah jabatannya.

e.

Rasional, Keputusan yang dihasilkan bersifat obyektif, logis,
lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau
nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan
mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diinginkan.

Jika disimpulkan secara sederhana, pengambilan keputusan
merupakan proses berpikir dan memilih beberpa alternatif atau pilihan
yang berangkat dari sebuah masalah, kemudian mengambil keputusan
untuk memilih satu yang terbaik dari alternatif atau pilihan-pilihan
tersebut dan menggunakannya untuk mengatasi persoalan yang sedang

dihadapi.
Ada beberapa pandangan para ahli mengenai sikap petani dalam
menentukan pilihan untuk memenuhi kebutuhan melalui usaha
pertanian dan bagaimana mereka bertahan hidup dari usaha tersebut.
James C. Scott dan para penganut aliran ekonomi moral berpendapat
15

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

bahwa, umumnya petani yang merupakan petani subsisten memiliki
sikap yang tidak rasional. Hal ini dikarenakan para petani tersebut
lebih mementingkan atau mendahulukan keselamatan dari pada
memaksimalkan usahanya untuk memperoleh laba yang lebih besar.
Oleh karena sifat pertanian mereka yang subsisten, mereka enggan
untuk terlibat di dalam perkembangan ekonomi kapitalisme, yang lebih
berdasarkan rasionalitas, kepentingan pribadi, inovasi, berani
mengambil resiko dan bermotif keuntungan maksimum. Sebagai
contoh, petani takut untuk menggunakan bibit baru karena takut gagal
panen, lebih suka pendapatan sedikit tetapi pasti dari pada hasil yang
tinggi namun resikonya juga tinggi, dan lebih suka mempertahankan

pola subsisten daripada komersialisasi (Deliarnov 2006:154). Scott juga
memberi penjelasan bahwa fungsi lahan itu penting karena digunakan
untuk menjalin hubungan sosial masyarakat petani yang dilandaskan
moralitas. Dalam kehidupan petani subsisten, moralitas adalah ukuran
baik atau buruk dan benar atau salah perilaku petani. Adanya
komersialisasi pertanian akan menyebabkan perubahan hubungan
sosial pada kelompok petani tersebut (Singgih 1999:3-4). Petani
dikatakan lebih bermoral karena sesama petani saling tolong-menolong
yang tercermin lewat gotong-royong. Tuan tanah yang dianggap lebih
beruntung dapat memberikan bantuan kepada mereka yang tidak
beruntung atau sedang susah dengan memberikan sebagian tanahnya
untuk digarap, atau membagikan hasil panen, dan lain-lain (Deliarnov
2006:154).
Berbeda pendapat dan juga mengkritik pandangan Scott, Samuel
L. Pokin mengatakan bahwa untuk membantu petani yang relatif
tertinggal, bukan dengan nilai-nilai moral yang mengajarkan sikap
kompak senasib sepenanggungan, tetapi harus memperkenalkan
mereka pada pilihan individual sehingga dapat memilih alternatif yang
terbaik bagi peningkatan kesejahteraan mereka sendiri. Para individu
juga waspada atas ancaman subsistensinya, misalnya mereka berpikir

rasional dengan memperhitungkan untung rugi, atau berhati-hati
dalam menerapkan satu inovasi baru seperti menggunakan bibit unggul
sebagai pengganti bibit lokal. Dari hasil penelitiannya, Pokin
menemukan premis bahwa petani di Vietnam adalah a rational
16

Tinjauan Teoritis

problem solver dan sekaligus homo economicus rusticus yang
mengetahui kepentingannya, selalu memperhitungkan untung rugi,
dan mengevaluasi kemungkinan hasil terbaik yang akan dicapai, yang
berkaitan dengan pilihan sesuai preferensi dan nilai yang dia anut
(Deliarnov 2006:156). M enurut Pokin petani dapat bertindak rasional
dengan cara, berani memainkan lahan sebagai sumber daya yang
produktif dan berani menanggung resiko untuk melakukan investasi,
merubah kelembagaan sosial yang tidak menguntungkan, serta
melakukan perhitungan untung dan rugi di tengah kehidupan bersama
petani lain (Singgih 1999:4).
Bertani merupakan salah satu pekerjaan andalan masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat pedesaan. Dalam percakapan seharihari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam. Namun

pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian, istilah
tersebut tidak saja meliputi pertanian dalam arti yang sempit, tetapi
meliputi cabang-cabang produksi seperti peternakan, perikanan,
kehutanan, perkebunan dan sebagainya (Tohir,1969:2). Sedangkan
menurut Adiwilaga (1975:2) pertanian adalah:
“kegiatan manusia mengusahakan tanah dengan maksud untuk
memperoleh hasil tanaman atau pun hasil hewan, tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang
bersangkutan untuk mendatangkan hasil selanjutnya”.

Penjelasan M osher (1968) yang diacu oleh M ubyarto (1987:66)
mengatakan bahwa usaha tani merupakan pertanian rakyat. M osher
mendefinisikan farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari
permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang
petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penggarap atau menejer
yang digaji. Usaha tani juga merupakan himpunan dari sumber-sumber
alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan
atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di
atas tanah itu dan sebagainya.

Dari beberapa definisi pertanian, dapat disimpulkan bahwa usaha
pertanian atau sederhananya peneliti sebut dengan bertani, adalah
17

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

kegiatan manusia untuk mengusahakan atau mengolah berbagai
sumber daya pertanian (air, udara, tanah, hewan, matahari dan lainlain) yang disediakan oleh alam, dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (sekarang) dan dimasa yang akan datang. Usaha
pertanian yang dimaksud dalam tulisan ini akan peneliti batasi pada
sektor perkebunan saja.
Dalam usaha pertanian, petani selalu dihadapkan kepada
berbagai pilihan disepanjang proses pengolahan usaha pertaniannya.
Pilihan tersebut dapat berupa pemilihan lokasi pertanian yang cocok,
jenis komoditi yang akan diusahakan, pupuk dan obat hama yang akan
digunakan, tempat pemasaran komoditi pertaniannya, cara atau strategi
pengolahan, dan lain-lain. Dari begitu banyak pilihan-pilihan yang
mengiringi petani dalam usahanya, tentunya sebagai pelaku usaha akan
memilih salah satu dari beberapa pilihan tersebut dan proses tersebut
dapat dikatakan sebagai proses pengambilan keputusan. Akhir-akhir

ini, berbagai isu dimana petani mungkin karena merasa tidak puas, atau
tidak mendapat keuntungan dari satu komoditi pertanian, mereka
kemudian beralih, mengganti atau menukar komoditi pertaniannya
dengan komoditi lainnya di lahan pertanian yang sama dan kegiatan ini
peneliti sebut dengan alih komoditi.

Penelitian Terdahulu
Sebagaimana telah peneliti katakan sebelumnya bahwa
penelitian mengenai alih komoditi dan pengambilan keputusan oleh
petani memang sudah banyak dilakukan. Untuk itu, beberapa
penelitian berikut ini peneliti gunakan sebagai pendukung dalam
melakukan penelitian yang mengkaji tentang keputusan petani dalam
mempertahankan atau beralih ke komoditi pertanian lainnya.

Keputusan Petani Dalam Pengolahan Pertanian

Berikut akan peneliti paparkan beberapa penelitian yang sudah
pernah dilakukan berkaitan dengan pengambilan keputusan oleh
petani:
18

Tinjauan Teoritis

Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2008) mengenai
“Analisis Faktor-faktor Yang M empengaruhi Keputusan Petani W ortel
M emilih Sistem Pertanian Organik di Desa Tugu Selatan, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor” dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif model analisis regresi logistik, memberikan kesimpulan
bahwa terdapat beberapa variabel yang digunakan untuk menganalisis
persepsi petani terhadap pertanian organik, dan kondisi petani dalam
mempengaruhi keputusannya untuk berani mengambil resiko
mengganti sistem pertanian, terutama mengganti sistem pertanian dari
anorganik menjadi organik. Variabel tersebut adalah lama pendidikan,
luas lahan, lembaga pemasaran, penerimaan per ha per musim,
intensitas terserang hama per tahun, lama bekerja, usia, harga,
tanggungan. Namun demikian dari beberapa variabel yang signifikan
mempengaruhi keputusan petani memilih sistem pertanian organik
adalah harga. Semakin tinggi harga komoditi pertanian organik yang
diterima petani, maka petani bersedia atau berpeluang untuk
memutuskan mengusahakan pertanian secara organik.
Sebelum Santoso (2008), M uda (2005) terlebih dahulu melakukan
penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keputusan Petani Dalam M emilih Pola Agroforest "Napu" (Kasus di
Daerah Taman Nasional Kelimutu, Kabupaten Ende Provinsi Nusa
Tenggara Timur), dengan menggunakan metode wawancara, observasi,
dan studi pustaka. Keduanya sama-sama melihat keputusan petani
namun pada kasus atau objek yang berbeda. M uda yang meneliti
Agroforest “napu” 1 berkesimpulan bahwa keputusan petani dalam
memilih pola agroforest "napu" dipengaruhi oleh faktor umur,
pendidikan formal, pengalaman berusaha tani, tenaga kerja, luas
penguasaan lahan, pendapatan, jarak ke lokasi agroforest, dan topografi.
Faktor yang paling mempengaruhi keputusan petani dalam memilih
“Struktur yang dibangun oleh masyarakat setempat dalam rangka diversifikasi
produksi, melengkapi produksi bahan pangan yang dihasilkan untuk kepentingan
sendiri, namun dalam perkembangannya menjadi satu bentuk pengelolahan yang
menguntungka secara teknologi, ekonomi dan sosial. Selanjutnya, Agroforest “napu”
merupakan hasil konsepsi keputusan, investasi dan perencanaan jangka panjang petani
yang dibentuk berdasarkan sistem pengetahuan, pengalaman dan tradisi masyarakat
setempat dan dikelolah dengan menggunakan tehnik serta praktek terpadu yang
sederhana (Muda 2005:9)

1

19

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

pola agroforest "napu" adalah faktor topografi (tingkat kemiringan
lahan).
Dari kedua penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan
menyangkut faktor atau variabel yang mempengaruhi keputusan
petani. Faktor tersebut diantaranya pendidikan, luas lahan, pendapatan
atau penerimaan, dan usia. Namun demikian terdapat juga perbedaan
terutama pada faktor atau variabel yang paling mempengaruhi
keputusan petani. Dalam penelitian M uda, faktor yang mempengaruhi
keputusan petani adalah faktor topografi, sedangkan penelitian Santoso
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan
terhadap keputusan petani dalam memilih sistem pertanian adalah
harga komoditi hasil pertanian.
Penelitian yang hasilnya sedikit berbeda dari penelitian
sebelumnya, terutama dari segi faktor yang berpengaruh terhadap
keputusan petani yaitu penelitian Hasibuan (2003) mengenai “Proses
Pengambilan Keputusan Untuk M engadopsi Inovasi Intensifikasi
Tambah Pada M asyarakat Pesisir (Kasus M asyarakat Petani Tambak di
Desa Karanganyar, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survei, dan memberikan kesimpulan bahwa:
keputusan petani tambak untuk menerima dan menerapkan inovasi
itam2 terjadi setelah petani melihat keberhasilan petambak lain (seing is
beliving), di mana kepercayaan petani terbangun dari realitas empiris
kehidupan sekitarnya. Faktor-faktor internal yang berhubungan nyata
dan positif adalah tingkat kepercayaan. sedangkan faktor-faktor
eksternal yang berhubungan nyata pada tingkat pengambilan
keputusan adalah tingkat ketersediaan sarana produksi pertanian
(saprotan), keterlibatan dengan kelembagaan dan hubungan patron
klien. Tingkat pengambilan keputusan berhubungan nyata dengan
penerapan inovasi itam sedangkan konsistensi penerapan komponen-

I tam merupakan program pemerintah tahun 1984/1985 yang bertujuan
untukmeningkatkan peningkatan pendapatan petani tambak, meningkatkan
produktivitas tambak serta menunjang industri maupun ekspor udang secara nasional
(Hasibuan 2003:5).

2

20

Tinjauan Teoritis

komponen sarana produksi U2 (teknologi madya)3 tidak berhubungan
nyata.
Penelitian yang hampir sama dengan yang peneliti lakukan yaitu
penelitian yang dilakukan Arief (2003) mengenai “Konversi Kebun
Damar M ata Kucing (Shorea Javanica) (Studi Kasus Pengambilan
Keputusan Oleh Petani di Desa Lubuk Baru, Kecamatan Sosoh Buaya
Rayap, Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera
Selatan)”. Penelitian Arief menggunakan metode kuantitatif deskriptif
memberikan kesimpulan-kesimpulan penelitian: pertama, kondisi
kebun damar di desa ini hampir mengalami kepunahan karena semakin
sedikit petani damar yang mempertahankan kebun damarnya. Kedua,
pengelolaan yang dilakukan tidak intensif. Ketiga, faktor-faktor yang
menjadi
pertimbangan
petani
untuk
meninggalkan
atau
mempertahankan kebun damarnya adalah sebagai berikut: a) Tingkat
keamanan; tingkat keamanan berhubungan dengan lokasi kebun damar
itu sendiri. Semakin jauh lokasi kebun maka tingkat keamanan semakin
rendah dan kemungkinan untuk meninggalkan akan usaha perkebunan
tersebut semakin besar. b) Pendapatan rumah tangga; faktor ini erat
kaitannya dengan produktivitas kebun damar, luas total lahan garapan
dan jumlah mata pencaharian petani. c) W aktu panen pertama dan
kemudahan mendapatkan bibit. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan petani untuk mengganti damar dengan jeruk adalah: 1)
Faktor waktu panen pertama; Semakin cepat menghasilkan maka jenis
tersebut kemungkinan besar untuk dipilih. 2) Faktor kemudahan
menjual; Semakin mudah dalam penjualan maka kemungkinan jenis
komoditi itu dipilih akan semakin besar. 3) Pendapatan; pendapatan
bersih yang didapatkan dari jeruk lebih besar dari pada damar. 4)
Kemudahan mendapatkan bibit; Bibit jeruk sangat mudah didapatkan
sedangkan bibit damar sekarang sedang mengalami kelangkaan bibit
alam maupun bibit buatan.
Suharjito (2002) dalam penelitiannya mengenai “Pemilihan Jenis
Tanaman Kebun-Talun: Suatu Kajian Pengambilan Keputusan Oleh
3

Salah satu paket teknologi itam yang dianjurkan berdasarkan petunjuk intensifikasi
pembudidayaan ikan Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian Tahun
1997 (Hasibuan 2003:5)

21

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

Petani” menggunakan metode pendekatan emik, dan penjelasan
tentang pilihan didasarkan perspektif petani, dengan metode studi
kasus. Penelitian menunjukkan bahwa petani memilih satu jenis
tanaman untuk dibudidayakan karena mempunyai beberapa alasan.
Alasan yang utama adalah supaya mendapatkan hasil yang banyak atau
maksimal, dan juga agar hasilnya beragam. Alasan-alasan lainnya
adalah kemudahan dalam memelihara, mudah dalam pemasarannya,
harga stabil atau bahkan naik. Beberapa alasan tersebut menunjukkan
orientasi pada tingkatan produktivitas, kegunaan untuk konsumsi
keluarga, komoditi pasar, dan kontinuitas (harian, bulanan, tahunan).
Petani memilih jenis tanaman yang pada satu sisi dapat menghasilkan
produk yang dapat langsung dikonsumsi keluarga (kebutuhan
subsistensi), dan pada sisi yang lain dapat dipasarkan untuk
memperoleh pendapatan berupa uang (cash income). Hal ini
menunjukkan bahwa petani berada pada dua pijakan, satu kaki pada
tradisi dan kaki yang lain pada modernisasi. Oleh karena itu, komposisi
jenis tanaman kebun talun sebagian tidak berubah (petai, jengkol,
durian, kelapa) dan sebagian lain mengalami perubahan (cengkeh,
sengon) sebagai upaya penyesuaian terhadap perubahan kebutuhan
petani. Jenis tanaman yang baru diusahakan berorientasi untuk dijual
(komersial) sedangkan jenis tanaman lama diorientasikan untuk
dikonsumsi sendiri dan juga dijual.

Alih Komoditi Pertanian Beserta Faktor Yang M empengaruhinya

Hasibuan (2011) dengan penelitian “Alih Fungsi Lahan Tebu
M enjadi Lahan Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara II Unit
Kebun Tandem” dengan menggunakan metode analisis pendapatan dan
analisis finansial memperoleh hasil penelitian bahwa tingkat
pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih menguntungkan dari pada
usaha tani tebu. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tebu ke
kelapa sawit adalah tingkat pendapatan usaha tebu mengalami kerugian
sebesar Rp. 5.029.220 per ha per musim tanam sedangkan usaha tani
kelapa sawit menguntungkan sebesar Rp. 13.24.267 per ha per tahun.

22

Tinjauan Teoritis

Dari penelitian Purba (2009) mengenai “Analisis Faktor-Faktor
Yang M empengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh
M enjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun” dan
mengambilan data pada yaitu pada PT. Perkebunan Nusantara IV
dengan menggunakan pendekatan analisis ordinary least square (OLS)
menyimpulkan bahwa: pertama, harga teh dan jumlah tenaga kerja
berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan harga tandan buah segar
(TBS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi
(konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kedua, TBS dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap alih fungsi lahan teh ke kelapa sawit. Ketiga,
M enurunya tenaga kerja perkebunan teh setelah ada konvesi lahan
selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 725,67 HOK per
tahun. Keempat, produktivitas tenaga kerja perkebunan teh menurun
setelah ada konversi lahan selama periode tahun 2002-2005 dengan
rata-rata 1,09 ton per ha per tahun. Kelima, Produktivitas teh
menurun selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 61,55 ton
per ha per tahun.
Asni (2005) dalam penelitiannya “Analisis Produksi, Pendapatan
dan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Labuan Batu” dengan
menggunakan Ordinary Least Square sebagai analisis data pengaruh
luas lahan, tenaga kerja dan modal terhadap produksi pada sawah dan
kelapa sawit rakyat, serta menganalisis pengaruh faktor sosial, ekonomi
dan fisik lahan terhadap alih fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa
sawit rakyat di Kabupaten Labuan Batu. Asni berkesimpulan bahwa:
pertama luas lahan dan produksi sawah di Kabupaten Lebuan Batu
mengalami perubahan setiap tahun, sedangkan luas dan produksi
kelapa sawit rakyat mengalami peningkatan. Disebabkan sebagian
petani mengalih fungsikan lahan padi sawah menjadi perkebunan
kelapa sawit. Kedua faktor yang signifikan mempengaruhi alih fungsi
lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat adalah pendidikan,
pendapatan dan kesempatan menabung. Kecenderungan lahan sawah
yang dialih fungsikan adalah lahan sawah bukan irigasi teknis. Ketiga
usaha tani kelapa sawit lebih efisien dibandingkan dengan usaha tani
padi sawah.
23

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

Alih Fungsi Lahan Pertanian M enjadi Lahan Non Pertanian Beserta
Faktor Yang M empengaruhinya

Beberapa penelitian yang telah ditunjukkan sebelumnya
merupakan penelitian pengambilan keputusan dan alih komoditi pada
sektor pertanian. Pada bagian ini peneliti ingin menunjukkan beberapa
penelitian lain yaitu penelitian mengenai alih fungsi lahan (konversi
lahan) yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Penelitian konversi dari lahan pertanian menjadi non pertanian lebih
banyak dilakukan dibandingkan dengan penelitian alih komoditi.
Penelitian tersebut diantaranya oleh M unir (2008) mengenai
“Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga Petani (Kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan Kretek,
Kabupaten W onosobo, Propinsi Jawa Tengah)” yang menggunakan
metode penelitian survei dengan deskriptif korelasional menunjukkan
bahwa, konversi lahan pertanian menjadi pertambangan pasir dan batu
diawali oleh jatuhnya harga komoditi pertanian masyarakat dan juga
karena kelangkaan sarana produksi pertanian (SAPROTAN). Tiap
tahun lahan pertanian desa Candimulyo digali pasir dan batunya
sehingga kini tampak seperti bukit berongga. Dari penelitian ini faktor
pendorong terjadinya konversi lahan di Candimulyo berawal dari
keinginan para petani untuk mempertahankan kehidupannya karena
penghasilan dari bercocok tanam dirasa tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Ada juga hal lain seperti faktor internal yang
meliputi umur petani (30-40 tahun), tingkat pendidikan (tidak sekolah
atau berpendidikan rendah), jumlah tanggungan keluarga (lebih dari
empat orang), luas kepemilikan lahan (lahan sempit di bawah 0.25 ha).
Sedangkan faktor eksternalnya meliputi pengaruh tetangga, pengaruh
investor dan pengaruh kebijakan pemerintah (konversi lahan yang
terjadi adalah kebijakan pemerintah daerah). Dari perhitungan
statistik, konversi lahan pada kasus ini berpengaruh positif terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karena hasil pertambangan
lebih dapat dinikmati setiap hari, sedangkan untuk hasil pertanian
harus menunggu sampai musim panen tiba (tiga sampai empat bulan).
Dampak positif dari konversi lahan yang kini dirasakan masyarakat
adalah tingkat kesejahteraan yang meningkat serta berkurangnya
24

Tinjauan Teoritis

tingkat pengangguran karena kebanyakan masyarakat yang awalnya
menganggur kini ikut bekerja menjadi buruh penambangan pasir dan
batu. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan adalah perubahan
sikap masyarakat yang selalu ingin mengambil keuntungan dari orang
lain dan juga dampak lingkungan seperti kerusakan lahan pertanian
yang menyebabkan rawannya bencana banjir dan longsor.
Akhmad (2011) dengan penelitiannya mengenai “Dampak
Pengembangan Lokasi Perumahan Sederhana Sehat Terhadap Ekonomi
Petani di Pinggiran Kota Palu” menunjukkan bahwa pendapatan petani
berbeda antara sebelum dan sesudah melepaskan tanah pertaniannya
untuk dijadikan perumahan. Yang terjadi adalah berkurangnya bahkan
hilangnya mata pencaharian dan pendapatan petani juga dari lahan
pertanian hilang.
Penelitian Sihaloho et al (2004) mengenai “Konversi Lahan
Pertanian dan Perubahan Struktur Agrarian (Studi Kasus di Kelurahan
M ulyaharaja, Kecamatan Bogor Selatan, kota Bogor, Jawa Barat)”
dengan metode kualitatif, mengemukakan beberapa hal yang
merupakan kesimpulan dari penelitiannya. Pertama, faktor–faktor yang
menyebabkan konversi dibagi manjadi dua, yaitu aras makro, meliputi
kebijakan pemerintah yang memberikan iklim kondusif bagi
transformasi peruntukan suatu kawasan dan perubahan penduduk
alamiah dan non alamiah (migrasi masuk lebih besar dari migrasi
keluar). Di aras makro, terdiri dari “keterdesakan ekonomi”, investasi
pihak “pemodal”, proses alih fungsi hak milik atas tanah, dan proses
pengadaan tanah. Kedua, berdasarkan faktor-faktor penggerak utama
konversi lahan serta dilengkapi pihak pelaku, pemanfaatan konversi
dan proses konversi dilakukan, maka tipologi konversi yang terjadi di
Kelurahan Mulyaharja terdiri dari 7 tipologi yaitu:
1.

Konversi gradual-berpola sporadis; diakibatkan oleh dua faktor
penggerak utama yaitu lahan yang tidak atau kurang produktif
dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi. Sebagai petani,
warga membutuhkan lahan yang lebih produktif. Setelah
menjual tanah pertama yang dimiliki, petani membeli tanah lain.
Namun demikian ada juga petani yang tidak dapat membeli
25

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

tanah pengganti karena uang hasil penjualan digunakan keluarga
petani untuk kebutuhan yang mendesak.
2.

Konversi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang
produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk
meningkatkan nilai tambah.

3.

Konversi sebagai respon atas pertumbuhan penduduk
(population growth driven land conversion); di mana dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Pertumbuhan penduduk
tersebut yaitu baik secara alami (natural) maupun karena migrasi.

4.

Konversi disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven
land conversion); Konversi ini disebabkan oleh dua faktor utama
yaitu keterdesakan ekonomi (menjual lahan kepada pendatang)
dan perubahan kesejahteraan (menjual lahan karena ekonomi
semakin baik dan juga karena ingin menikmati fasilitas seperti
listrik, air, akses ke jalan, sekolah dekat ke tmpat pekerjaan dan
lain-lain).

5.

Konversi “tanpa beban”; Konversi yang disebabkan satu faktor
penggerak utama yaitu keinginan untuk mengubah nasib hidup
yang lebih baik dari keadaan sebelumnya dan ingin keluar dari
kampung dan atau kelurahan. Pola ini berhubungan dengan pola
konversi masalah sosial dalam hal ingin mengubah nasib. Hal
lain yang menyebabkannya adalah kondisi sarana dan prasarana
di wilayah perkampungan.

6.

Konversi adaptasi agraris; adalah konversi karena keterdesakan
ekonomi dan keinginan untuk berubah. Hal ini dilakukan
dengan menjual lahan yang kurang produktif dan kemudian
membeli lahan pertanian yang produktif dengan tujuan dapat
meningkatkan hasil pertanian.

7.

Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk atau tanpa pola;
konversi ini diakibatkan oleh berbagai faktor, khususnya faktor
peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan,

26

Tinjauan Teoritis

termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan secara spesifik dalam
konversi adaptasi demografi.
M asih menurut penelitian Sihaloho et al (2004), pola konversi
yang umum terjadi pada daerah penelitian mereka adalah konversi
sistemik berpola “enclave”, dan pola konversi yang unik atau spesifik
lokal adalah konversi masalah sosial dan konversi adaptasi agraris.
Ketiga, konversi lahan pertanian berimplikasi pada perubahan atau
struktur agraria yang menghasilkan ketimpangan struktur agraria lahan
terhadap kehidupan masyarakat, menyangkut pola penguasaan lahan,
pola nafkah dan hubungan pola produksi. Konversi lahan yang terjadi
di Kelurahan M ulyaharja umumnya merupakan kehendak PT yang
ingin menguasai lahan yang akan digunakan untuk berbagai
kepentingan. Pola nafkah, khususnya pada generasi yang muda sudah
beralih ke sektor industri dalam hal ini usaha “bengkel”. Ketimpangan
struktur agraria berimplikasi terhadap kehidupan atau kesejahteraan
masyarakat. M elalui konversi lahan, perubahan hak atas tanah jelas
telah berubah dan juga secara perlahan merubah budaya bertani
khususnya pada generasi muda yang lebih senang bekerja di luar sektor
pertanian seperti “bengkel” sandal dan sepatu.
Beberapa penelitian sebelumnya, baik pengambilan keputusan
petani, alih komoditi dan konversi lahan sudah cukup baik. Namun
demikian, penelitian yang telah dilakukan khususnya alih komoditi
masih lebih banyak pada perkebunan besar milik swasta (PT) dan
belum banyak peneliti yang berfokus pada alih komoditi petani
perkebunan rakyat. Untuk penelitian pengambilan keputusan petani,
penelitian sebelumnya telah menentukan variabel atau faktor yang
berpengaruh terhadap keputusan petani kemudian dilakukan pengujian
dari sampel yang diambil dengan cara kuantitatif. Namun pada
penelitian yang dilakukan peneliti, penentuan variabel atau faktorfaktor tersebut tidak akan ditentukan dari awal, melainkan setelah
melihat fakta dan hasil penelitian di lapangan. Secara keseluruhan,
penelitian sebelumnya lebih banyak melakukan penelitian mengenai
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Untuk itu, penelitian ini
akan berusaha untuk mengkaji lebih mendalam masalah keputusan
petani dalam mempertahankan atau beralih menjadi petani komoditi
27

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

lain. Penelitian ini juga akan menggunakan metode yang berbeda dari
beberapa peneliti sebelumnya dan akan dilakukan pada objek petani
perkebunan yang belum banyak diteliti oleh penelitian sebelumnya.
Selain tempat dan waktu yang berbeda, masalah kompleks pada
keputusan dan usaha pertanian yang terus terjadi dibeberapa wilayah,
mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini.

Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Secara sederhana, lingkup kajian yang peneliti maksud dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. yang akan menggambarkan
bagaimana perjalanan keputusan yang diambil oleh dua kelompok
petani. Dimulai dari awal petani tersebut memilih untuk bertani kakao
kemudian bagaimana mereka sekarang ini dihadapkan terhadap
pilihan-pilihan yang baru. Terdapat dua pilihan yang tersedia bagi
petani, yaitu pilihan untuk mempertahankan lahan dan usaha
28

Tinjauan Teoritis

perkebunan kakao, atau pilihan kedua yaitu beralih mengusahakan
komoditi perkebunan lain (alih komoditi). Sebagai fokus utama,
peneliti akan mengkaji secara mendalam keputusan petani untuk
memilih satu diantara kedua pilihan tersebut melalui alasan atau faktor
yang mempengaruhinya. Setelah mengetahui alasan atau faktor
tersebut, peneliti merasa perlu untuk melihat berapa sumbangan
pendapatan usaha pertanian kakao terhadap ekonomi rumah tangga
petani. Gambaran ekonomi rumah tangga petani secara umum juga
perlu dilihat melalui pendapatan dan konsumsinya sebagai pendukung
bagi permasalahan utama tulisan ini. Sebagai tambahan, peneliti akan
melihat bagaimana sistem pengolahan dan hasil atau pendapatan petani
komoditi lain (bukan kakao) yang komoditinya dijadikan petani kakao
sebagai tanaman perkebunannya yang baru.

29

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara T1 462009040 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara T1 462009040 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara

0 1 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB IV

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB V

0 0 58

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB VI

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

0 0 5