Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB I

Sa t u

PENDAHULUAN

Pentingnya Pertanian
Pertanian merupakan salah satu sektor yang penting bagi
masyarakat dan negara. Nurmala et al (2012:96) dalam konteks mikro
mengatakan bahwa pentingnya sektor pertanian bagi masyarakat yang
tinggal di desa adalah: pertama, M erupakan sumber mata pencaharian
pokok dari sebagian besar penduduk di pedesaan. Yang kedua,
merupakan lapangan kerja utama bagi keluarga pedesaan terutama di
desa-desa terpencil. Ketiga, sektor pertanian sebagai lapangan kerja
buruh tani dan petani yang memiliki lahan sempit. Keempat, sebagai
sumber karbohidrat, protein nabati dan hewani, vitamin dan mineral
dari tumbuhan bagi keluarga tani. Kelima, sebagai tempat menyalurkan
atau mengembangkan hobi dan kesenangan hidup orang tertentu,
bahkan dapat menjadi tempat rekreasi penduduk kota jika ke desa. Dan
yang keenam, yaitu sebagai penghasil bahan-bahan ritual keagamaan
dan upacara-upacara tradisional penduduk di desa atau kota.
M asih menurut Nurmala et al (2012), bagi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, sektor pertanian ini mempunyai peran yang besar

yaitu sebagai penghasil bahan makanan, tempat wisata dalam bentuk
agrowisata, sumber obat-obat tradisional dan lain-lain. Sedangkan
dalam konteks perekonomian makro suatu negara, peran sektor
pertanian adalah sebagai penghasil produk-produk ekspor yang
biasanya dinyatakan dalam nilai devisa sektor pertanian, penghasil
bahan baku industri, penghasil sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Peran sektor pertanian pada perekonomian Indonesia, dapat kita
lihat dari cukup besarnya sumbangan sektor ini terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) dan juga pada jumlah penyerapan tenaga
kerjanya. Dari data berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS)
1

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

nasional, sektor pertanian menyumbang sebesar Rp. 1.190,4 triliun
(14,44 persen) pada PDB nasional tahun 2012 atau berada dibawah
sektor industri pengolahan yang menyumbang Rp. 1.972,9 triliun
(23,94 persen). Untuk penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian
(dalam arti luas; tanaman pangan, perkebunan, holtikultura,
peternakan dan perikanan) di bulan Agustus 2011 menurut data

Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian 2012-2014 Kementerian
Pertanian (2012:36) adalah sebesar 36.541.927 jiwa.
Salah satu komponen penting di sektor pertanian adalah
ketersediaan lahan. Lahan berarti lingkungan fisik yang meliputi relief,
iklim, tanah, air, udara, dan juga vegetasi sehingga dapat disimpulkan
bahwa lahan adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup
semua komponen yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut
(Putri 2008:25). Sumber daya lahan tersebut tentu dimiliki juga oleh
Indonesia yang dapat dilihat dari luas daratan mencapai 188,20 juta
hektar (ha) yang terdiri atas 148 juta ha lahan kering dan 40,20 juta ha
lahan basah, dengan jenis tanah, iklim, fisiografi, bahan induk (volkan
yang subur), dan elevasi yang beragam (M ulyani & Las, 2008:31). Ada
beberapa jenis lahan menurut Notohadiprawiro dalam Yuwono et al
(2011:176-177), yaitu lahan kering yang merupakan lahan yang tidak
memiliki irigasi atau lahan tadah hujan sehingga lahan garapan
tersebut tidak tergenang air. Sedangkan lahan yang berikut adalah
lahan basah. Lahan ini terdiri dari dua jenis yaitu lahan basah alami
yang bersifat basah sepanjang waktu atau selama bagian terbesar waktu
dan lahan basah buatan yaitu lahan yang sengaja untuk dapat
menampung air yang banyak untuk membuat permukaan tanah

tergenang selama waktu tertentu.
Lahan pertanian memberikan manfaat yang sangat luas secara
ekonomi, sosial dan lingkungan (M unir 2008). Dengan potensi lahan
yang dimiliki Indonesia, memungkinkan untuk usaha pertanian dapat
terus dikembangkan dan dikelolah dengan berbagai komoditi pertanian
sehingga Indonesia tetap dikenal sebagai salah satu negara agraris.
Berbagai komoditi pertanian dapat terus dikembangkan diberbagai sub
sektor seperti pertanian bahan pangan, peternakan, perikanan dan
perkebunan. Di Indonesia sekarang ini, sektor pertanian yang masih
2

Pendahuluan

menjadi unggulan diantaranya adalah sub sektor perkebunan yang
merupakan kategori pertanian lahan kering. Sub sektor ini menjadi sub
sektor yang cukup berperan dalam pembangunan nasional, terutama
dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, melalui
penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan, pemenuhan konsumsi
dalam negeri, sumber bahan baku industri serta pemberi kontribusi
bagi pendapatan asli daerah (Tim Penulis Penabur Swadaya 2001:5).

Namun demikian, pengembangan lahan dan komoditi pertanian
di Indonesia sekarang ini terus menghadapi berbagai dinamika
khususnya di tingkat petani. Dinamika atau perubahan-perubahan
dalam sektor pertanian disebabkan oleh berbagai hal seperti
bertambahnya jumlah penduduk, lancarnya mobilisasi manusia,
sumber daya lahan yang terbatas, dikenalnya teknologi dan komoditas
pertanian baru oleh masyarakat, berkembangnya sistem ekonomi pasar
di sektor pertanian, sehingga membuat sistem pertanian juga
mengalami pergeseran (Sumarsono 2009:15). Dinamika yang peneliti
maksudkan disini adalah bagaimana petani sebagai pelaku usaha
berperilaku terhadap usaha yang dikelolanya, seperti pemanfaatan,
pengolahan lahan serta penentuan komoditi yang akan diusahakan.
Secara khusus dalam tulisan ini peneliti akan mengangkat dinamika
dalam usaha tani perkebunan.

M engapa Petani Perkebunan Kakao?
Keunggulan sektor perkebunan Indonesia ditunjukkan oleh
beberapa komoditi seperti minyak kelapa sawit (CPO) yang menduduki
peringkat satu dunia sejak tahun 2006, produksi karet alam peringkat
dua, produksi kakao peringkat ketiga di dunia, dan komoditi kopi

menduduki peringkat keempat di dunia (Suswono 2010:27).
W alaupun ada beberapa komoditi perkebunan unggulan
Indonesia, peneliti tertarik untuk mengambil kajian pada usaha
pertanian perkebunan kakao. Hal ini dikarenakan dalam beberapa
dekade, usaha pertanian kakao Indonesia masih cukup bagus. Dari
sejarahnya, menurut Hall dalam Roesmanto (1991:25), kakao sendiri
3

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

diduga sudah masuk ke Indonesia pada tahun 1560 yang dibawa oleh
orang-orang Spanyol ke pulau Sulawesi dan kemudian menyebar di
M inahasa. Pada tahun 1970 barulah budidaya kakao mendapat
perhatian lebih luas dihampir seluruh Nusantara karena pada waktu itu
telah berkembang budidaya dan perkebunan-perkebunan besar kakao.
Kakao sebagai komoditi pertanian memiliki banyak manfaat,
diantaranya sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan.
Pertanian kakao ini diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat yang
hasilnya berupa biji kakao kering, kemudian dijual kepada pedagang
pengumpul sehingga memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari rumah tangga petani. Selain itu, oleh sektor industri
kakao diproduksi sebagai bahan makanan yang kita kenal dengan
sebutan “Coklat”. Coklat adalah hasil yang diperoleh dari serangkaian
proses produksi biji kakao menjadi bubuk coklat (cocoa powder) yang
sering digunakan sebagai bahan pembuat kue, permen coklat (cocoa
candy), dan dapat juga dipakai sebagai bahan pembuat kosmetik (lemak
coklat/ cocoa butter) dan lain-lain (Rahmanto dalam Ernah, 2010:2).
Dalam usaha pertanian, kakao terdiri dari beberapa jenis: a)
Criollo, (fine cocoa atau kakao mulia) berasal dari Criollo Amerika
Tengah dan Amerika Selatan. Jenis ini merupakan kakao yang bermutu
tinggi sehingga disebut sebagai kakao mulia. b) Forastero, berasal dari
Bahai (Brazil), Amelonado (Afrika Barat) dan Ecuador. Kakao jenis ini
memiliki mutu sedang (bulk or ordinary cocoa ) yang diusahakan atau
ditanami dibanyak negara penghasil kakao. c) Trinitario (hibrida),
adalah jenis kakao campuran atau persilangan dari Criollo dengan
Forastero yang terjadi secara alami (Ernah, 2010:8).
Usaha pertanian perkebunan kakao yang diusahakan oleh petani
sampai menghasilkan biji kakao melalui proses yang cukup panjang.
Dimulai dari penanaman (penyiapan lahan, pembibitan, dan
pemindahan bibit) dilanjutkan dengan pemeliharaan (pemberantasan

gulma, penyemprotan hama, pemupukan, dan pemangkasan). Setelah
itu, ketika pohon kakao sudah berproduksi atau menghasilkan buah
yang matang, dilakukan pemanenan buah (pemetikan, pemecahan

4

Pendahuluan

buah, fermentasi, dan penjemuran) dan barulah proses pemasaran
(pengepakan dan penjualan).
Secara nasional, data dari Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa pada tahun 2011 luas
perkebunan kakao Indonesia adalah 1,732.641 ha dengan produksi
712.231 ton. Dari total luas perkebunan kakao tersebut sekitar 95%
adalah perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan kakao, keempat
terbesar di Indonesia setelah kelapa sawit 8.992.824 ha dengan
produksi 23.096.541 ton, kelapa 3.767.704 ha dengan produksi
3.174.379 ton dan karet seluas 3.456.128 ha dengan produksi 2.990.184
ton. Kakao Indonesia juga dikenal sampai ke tingkat dunia melalui
produksinya. Frans Hero (2011 dan 2012) mengatakan bahwa pada

tahun 2010 Indonesia telah menduduki peringkat dua dunia untuk
negara produsen kakao dengan produksi kurang lebih 800.000 ton per
tahun, setelah Pantai Gading diperingkat pertama dengan produksi 1,1
hingga 1,2 juta ton. Indonesia berhasil menggeser Ghana yang telah
sekian lama menduduki peringkat kedua dunia. Selain itu, harapan
yang besar dikemukakan oleh Kementerian Pertanian dimana melalui
program gerakan nasional kakao (GERNAS kakao) dengan upaya
menggenjot produksi kakao, Indonesia akan menjadi produsen biji
kakao terbesar di dunia dengan produksi 1,5 juta ton di tahun 2014.
Beberapa daerah di Indonesia masih berusaha mengembangkan
sektor perkebunan kakao dan menjadikannya sebagai komoditi
unggulan. Salah satu sentra perkebunan kakao terbesar khususnya di
kawasan Indonesia bagian timur adalah pulau Sulawesi yang terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi yang
memiliki produksi kakao terbesar di Indonesia dan merupakan
komoditas penyumbang devisa ekspor non migas terbesar di Sulawesi
Tengah (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009:12). Basis
perkebunan kakao di Provinsi Sulawesi Tengah antara lain adalah
Kabupaten M orowali. M enurut Komisi Persaingan Usaha (2009:15),

luas lahan perkebunan kakao yang sudah berproduksi di Kabupaten
M orowali pada tahun 2006 mencapai 16.245 ha dengan produksi
10.390 ton per tahun. Selanjutnya dari data yang diperoleh tahun 2012,
5

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

di Kabupaten M orowali, hampir semua kecamatan merupakan
penghasil kakao yang diantaranya adalah Kecamatan M ori Utara.1 Luas
perkebunan kakao di Kecamatan M ori Utara yang tersebar didelapan
desa pada tahun 2011 mencapai 589,75 ha dengan produktivitas lebih
tinggi dari rata-rata kabupaten dan provinsi yaitu 800 kg per ha atau
sama dengan 471,8 ton per tahun (Data Badan Penyuluh Kecamatan
M ori Utara 2011).
Namun sekarang ini usaha pertanian perkebunan kakao bukan
tanpa masalah. M enurut ketua umum Asosiasi Kakao Indonesia
(Askindo) Zulhefi Sikumbang, pada tahun 2012 lahan perkebunan
kakao terus mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan.
Sebelumnya, lahan perkebunan kakao berjumlah 1,5 juta ha, kini turun
sekitar 1,3 juta ha atau menyusut 200.000 ha. Selanjutnya menurut

Zulhefi, pada tahun 2014 Indonesia diperkirakan akan mengimpor
sekitar 100.000 ton kakao. Salah satu penyebab menyusutnya lahan
perkebunan kakao ini adalah karena banyak petani yang kini beralih ke
komoditi
agrobisnis
lain
selain
kakao
(http://kominfo.jatimprov.go.id/watch/34530). Fenomena yang cukup
menarik ini, terjadi juga di Kecamatan M ori Utara dan sekitarnya yang
akan dijadikan tempat penelitian. Dari pengamatan awal peneliti, sejak
tahun 2011 sampai tahun 2012 silam, di Kecamatan M ori Utara ada dua
kelompok petani. Kelompok pertama, petani yang tetap
mempertahankan lahan dan mengolah komoditi perkebunan yang
sama selama bertahun-tahun. Kedua, petani yang beralih
mengusahakan komoditi perkebunan lain dengan mengganti (peralihan
komoditi) tanaman komoditi sebelumnya menjadi komoditi baru di
lahan yang sama. M engolah dan mempertahankan lahan perkebunan
dengan komoditi yang sama, atau beralih mengusahakan komoditi yang


1

Saat ini, Kecamatan Mori Utara telah masuk di wilayah Kabupaten Morowali Utara
yang baru saja dimekarkan dari Kabupaten Morowali. Kabupaten Morowali Utara
disetujui menjadi Daerah Otonomi Baru, pada 11 April 2013. Sumber diperoleh dari
berita “Paripurna DPR Sahkan Pembentukan Kabupaten Morowali Utara Dan
Kabupaten
Konawe
Kepulauan.”
http://www.dpr.go.id/id/berita/komisi2/2013/apr/12/5657/paripurna-dpr-sahkanpembentukan-kabupaten-morowali-utara-dan-kabupaten-konawe-kepulauan. diunduh
Mei 2013.

6

Pendahuluan

lain, tentunya akan tergantung dari pilihan dan keputusan petani
sebagai pelaku usaha tersebut.
Penelitian tentang pertanian seperti alih komoditi telah banyak
dilakukan, seperti: Penelitian yang dilakukan Santoso (2008) mengenai
“Analisis Faktor-faktor Yang M empengaruhi Keputusan Petani W ortel
M emilih Sistem Pertanian Organik di Desa Tugu Selatan, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor” dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif model analisis regresi logistik; M uda (2005) melakukan
penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keputusan Petani Dalam M emilih Pola Agroforest "Napu" (Kasus di
Daerah Taman Nasional Kelimutu, Kabupaten Ende-Provinsi Nusa
Tenggara Timur), dengan menggunakan metode wawancara, observasi,
dan studi pustaka; penelitian yang dilakukan Arief (2003) mengenai
“Konversi Kebun Damar M ata Kucing (Shorea Javanica) (Studi Kasus
Pengambilan Keputusan Oleh Petani di Desa Lubuk Baru, Kecamatan
Sosoh Buaya Rayap, Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi
Sumatera Selatan)”; penelitian Hasibuan (2003) mengenai “Proses
Pengambilan Keputusan Untuk M engadopsi Inovasi Intensifikasi
Tambah Pada M asyarakat Pesisir (Kasus M asyarakat Petani Tambak di
Desa Karanganyar, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survei; Hasibuan (2011) meneliti “Alih
Fungsi Lahan Tebu M enjadi Lahan Kelapa Sawit di PT. Perkebunan
Nusantara II Unit Kebun Tandem” dengan menggunakan metode
analisis pendapatan dan analisis finansial; Purba (2009) dalam
penelitiannya mengenai “Analisis Faktor-Faktor Yang M empengaruhi
Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh M enjadi Perkebunan
Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun” dan pengambilan data yaitu
pada PT perkebunan Nusantara IV dengan menggunakan pendekatan
analisis ordinary least square (OLS); Asni (2005) dalam penelitiannya
“Analisis Produksi, Pendapatan dan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten
Labuan Batu” dengan menggunakan Ordinary Least Square sebagai
analisis data pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan modal terhadap
produksi pada sawah dan kelapa sawit rakyat, serta menganalisis
pengaruh faktor sosial, ekonomi dan fisik lahan terhadap alih fungsi
7

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat di kabupaten Labuan
Batu; M unir (2008) mengenai “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian
Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Kasus: Desa
Candimulyo, Kecamatan Kretek, Kabupaten W onosobo, Provinsi Jawa
Tengah)” yang menggunakan metode penelitian survei dengan
deskriptif korelasional; Penelitian Sihaloho et al (2004) mengenai
“Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agrarian (Studi
Kasus di Kelurahan M ulyaharaja, Kecamatan Bogor Selatan, kota
Bogor, Jawa Barat)” dengan metode kualitatif.
Penelitian-penelitian tersebut secara umum telah membahas
mengenai keputusan-keputusan petani dalam usaha pertanian seperti
sistem dan pola pertanian, alih fungsi lahan atau konversi lahan. Salah
satu yang menjadi sorotan peneliti terhadap beberapa penelitian
tersebut adalah penggunaan definisi alih fungsi lahan atau juga disebut
konversi lahan. Ada beberapa definisi mengenai alih fungsi lahan
(konversi lahan) diantaranya; Utomo et al (1992) dalam Julianti (2012)
mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazim disebut dengan konversi
lahan sebagai perubahan penggunaan atau fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan)
menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Sedangkan menurut
Kustiawan (1997) dalam M unir (2008), konversi atau alih fungsi lahan
secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber
daya lahan dari satu penggunaan kepenggunaan lainnya. Atau menurut
Nugroho, I. dan Rokhmin Dahuri (2004) dalam Akhmad (2011) yang
mendefinisikan alih fungsi lahan sebagai sebuah mekanisme yang
mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan
menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem
produksi yang berbeda.
Jika disederhanakan, pengertian alih fungsi lahan tidak berbeda
jauh dari pengertian umum yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu
bahwa alih fungsi lahan adalah perubahan pengalokasian dari
penggunaan lahan dari fungsinya semula menjadi penggunaan atau
fungsi lainnya berdasarkan permintaan dan penawaran lahan tersebut.
Dari beberapa penelitian sebelumnya, ada yang menggunakan definisi
8

Pendahuluan

alih fungsi lahan ini sebagai penggantian komoditi pertanian satu
dengan komoditi lainnya di lahan yang sama. M enurut peneliti, dalam
kondisi tersebut definisi alih fungsi lahan tidak tepat untuk digunakan,
karena dengan mengganti satu komoditi pertanian dengan komoditi
lainnya di lahan yang sama, tidak mengubah fungsi lahan tersebut
sebagai lahan pertanian. Sehingga menurut peneliti, kasus atau kondisi
tersebut akan lebih tepat jika disebut sabagai alih komoditi atau
pergeseran komoditi usaha tani, yang berarti mengganti satu komoditi
dengan komoditi lain di lahan yang sama. Pengertian inilah yang juga
peneliti maksud dalam tulisan ini.
Selain pengunaan definisi tersebut, peneliti merasa topik ini
menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan begitu banyak faktor yang
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kasus alih
komoditi pertanian. Selain menggunakan pendekatan penelitian yang
berbeda, peneliti juga melakukan penelitian di lokasi dengan jenis
komoditi yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.

M asalah, Tujuan dan M anfaat Penelitian
Fokus utama penelitian ini adalah tentang petani dalam usaha
perkebunan; terkait dengan keputusan petani kakao dalam
mempertahankan usaha tani kakao atau beralih ke usaha komoditi
perkebunan lain. M elalui penelitian ini peneliti ingin menggali
informasi dan mengetahui kondisi ekonomi petani dan menganalisa
keputusan petani yang sudah sekian lama bertani kakao kini beralih
mengembangkan komoditi agribisnis lainnya. Keputusan petani
tersebut akan dibandingkan dengan keputusan petani kakao lain yang
tetap bertahan dan mengolah lahan perkebunan kakaonya. Oleh
karena itu, dari latar belakang penelitian, maka rumusan pertanyaan
penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) M engapa
ada petani yang tetap bertahan dengan usaha tani kakao sementara
petani yang lain mengganti lahan kakaonya dengan komoditi lain di
Kecamatan M ori Utara Kabupaten M orowali Utara?, (2) Faktor-faktor
apa yang membuat petani kakao lainnya mengganti kakao dengan
tanaman selain kakao di Kecamatan M ori Utara Kabupaten M orowali
9

Dinamika Usaha Tani Perkebunan

Utara?. Untuk menjawab dua pertanyaan utama tersebut, maka

pertanyaan pendukung untuk mengarahkan dalam menjawab
pertanyaan utama tersebut adalah: a) Bagaimana usaha tani perkebunan
kakao di Kecamatan M ori Utara Kabupaten M orowali Utara?. b)
Bagaimana kondisi ekonomi rumah tangga petani di Kecamatan M ori
Utara Kabupaten M orowali Utara?.
Penulis mengharapkan pertanyaan di atas dapat menjawab dan
menunjukkan alasan pengambilan keputusan oleh petani kakao. Alasan
tersebut tentang mengapa petani kakao tetap bertahan dengan usaha
tani kakao serta menunjukkan faktor-faktor yang membuat petani lain
mengganti kakao dengan komoditi perkebunan lainnya.
Penelitian ini juga diharapkan akan banyak memberikan
kontribusi pada literatur yang masih baru tentang pengambilan
keputusan petani dan alih komoditi khususnya pada lahan perkebunan
kakao rakyat. Kepada pemerintah dan dinas terkait sebagai pengambil
kebijakan untuk bagaimana pengembangan komoditi-komoditi
perkebunan unggulan daerah dan bagaimana meningkatkan
kesejahteraan hidup petani.

Sistematika Tulisan
Setelah bagian Satu yang merupakan pendahuluan tulisan ini,
selanjutnya adalah bagian Dua yang berisi tinjauan teoritis mengenai
pengambilan keputusan, penelitian terdahulu dan kerangka berpikir.
Pada bagian penelitian terdahulu terdiri dari beberapa poin yaitu
keputusan petani dalam pengolahan pertanian, alih komoditi pertanian
beserta faktor yang mempengaruhinya, serta poin yang melengkapi
bagian ini yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian beserta faktor yang mempengaruhinya.
Bagian Tiga adalah metode penelitian yang peneliti gunakan.
Pada awal bagian ini peneliti memulai tulisan dengan menceritakan
pengalaman penelitian sebagai gambaran proses pengambilan data dan
juga suka duka proses penelitian yang peneliti rasakan. Setelah poin
10

Pendahuluan

tersebut tentulah yang menjadi inti dari bagian ini adalah pendekatan
penelitian yang digunakan.
Selanjutnya adalah bagian Empat yang membahas tentang usaha
pertanian kakao dan juga usaha pertanian non kakao. Bagian ini
disajikan sebagai gambaran sistem usaha pertanian ketiga komoditi
tersebut dan juga sebagai pengantar untuk menyusun hasil penelitian
lapangan. Point usaha pertanian kakao merupakan hasil penelitian
terdahulu peneliti yang berjudul “Produksi, Pemasaran dan Pendapatan
Petani Kakao: Studi di Desa Peleru Kecamatan M ori Utara Kabupaten
M orowali Provinsi Sulawesi Tengah” tahun 2011-2012. Sedangkan
untuk poin sistem usaha pertanian non kakao (kelapa sawit dan karet)
diperoleh melalui studi literatur.
Bagian Lima sebagai inti dari tulisan ini, merupakan bagian
empirik atau pembahasan hasil temuan lapangan. Pembahasan memuat
cerita atau uraian deskriptif mengenai dinamika usaha tani perkebunan
di Kecamatan M ori Utara Kabupaten M orowali Utara. Dimulai dengan
gambaran umum Kecamatan M ori Utara, dilanjutkan dengan
keputusan petani yang berangkat dari pilihan. Pada bagian keputusan
yang berangkat dari pilihan, ada beberapa point, namun yang utama
adalah pembahasan mengenai petani yang tetap bertahan dengan usaha
tani kakao dan faktor-faktor yang membuat petani kakao lainnya
mengganti kakao dengan komoditi lain. Point selanjutnya pada bagian
lima ini yaitu tanggapan pemerintah kecamatan terhadap fenomena
alih komoditi yang sedang terjadi. Kemudian adalah gambaran
ekonomi rumah tangga petani yang menunjukkan perbandingan
pendapatan dan konsumsi rumah tangga antara petani yang tetap
dengan usaha tani kakao dengan petani alih komoditi. Pada akhir
bagian lima, disajikan juga sistem pertanian kelapa sawit dan karet
sebagai pelengkap.
Akhir tulisan ini yaitu bagian Enam atau bagian penutup, terdiri
dari rangkuman tulisan, kesimpulan penelitian, serta implikasi teoritis
dan implikasi kebijakan.

11

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara T1 462009040 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara T1 462009040 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara

0 1 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB II

0 1 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB IV

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB V

0 0 58

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara T2 092012009 BAB VI

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Usaha Tani Perkebunan : Studi Pada Petani Perkebunan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

0 0 5