Topik 8b.Privatization

Dr. ir. Ahyar Ismail, M.Agr
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Definisi Privatisasi
 Privatisasi adalah transfer aset publik ke privat

atau kebijakan peningkatan peran privat dalam
ekonomi (Gray, 1998)
 Privatisasi adalah transfer suatu fungsi, aktivitas
atau organisasi dari publik ke privat atau
pengurangan peran publik atau peningkatan
peran privat dalam aktivitas atau pemilikan aset
(Rais, 2002)
 Privatisasi air adalah berpindahnya pengelolaan
air baik sebagian maupun seluruhnya dari sektor
publik kepada sektor swasta.

 Bagi para pendukungnya privatisasi air dipandang


sbg cara yg paling pantas utk mengatasi persoalan
keteraksesan masyarakat terutama masyarakat
miskin utk memperoleh air bersih. Selain itu
privatisasi air jg dipandang akan membantu
meningkatkan efektifitas dan efisiensi layanan air yg
selama ini dikelola oleh sektor publik.
 Sedangkan bagi penentangnya air merupakan
kebutuhan dasar manusia dan tidak pantas utk
dijadikan barang dagangan termasuk dgn
melibatkan sektor swasta dlm pengelolaan dan
penyediaannya. Sektor swasta akan lebih
memprioritaskan keuntungan drpd peningkatan
layanan kpd masyarakat.

 Prinsip awal privatisasi adalah sebagai upaya

memperpanjang tangan pemerintah
memperbaiki layanan distribusi air bersih bagi
rakyat.
 Di Indonesia yang terjadi (2004-2010) : utk Jkt

saja masih sekitar 35 % penduduk tak terlayani
pipa PAM
 Sebagian sisanya hrs bergulat dgn air yg kotor
(YLKI), Sementara tarif justru naik 10 kali lipat
 Disisi lain munculnya kerusuhan sosial akibat
mata air masyarakat lokal “dipagari” perusahaan
air minum internasional.

Latar Belakang Perlunya Privatisasi
1. Defisit anggaran akibat akumulasi biaya subsidi
2. Sumber penghasilan tambahan dari penjualan aset
perusahaan negara
3. Menghindari atau setidaknya mereduksi kenaikan
rasio pajak
4.Reduksi tekanan eksternal atas sektor publik
5. Ketidakpuasan menyeluruh terhadap kinerja
perusahaan negara

Tujuan Swastanisasi
 Tujuan Swastanisasi biasanya untuk meningkatkan efisiensi


ekonomi, tetapi terkadang (seringkali) juga mempertimbangkan
aspek keuangan, politik dan sosial.

 Tujuan swastanisasi [Guislain, 1997] adalah:

efisiensi dan pembangunan ekonomi,

efisiensi dan pengembangan perusahaan,

perbaikan budget dan keuangan,

distribusi dan re-distribusi,

pertimbangan politik.
 Tujuan-tujuan seperti di atas seringkali menimbulkan konflik.

Misalnya untuk menutup masalah defisit anggaran dalam jangka
pendek, namun akhirnya mengorbankan kepentingan yang lebih
besar dalam jangka panjang  merugikan ekonomi nasional


PRIVATISASI AIR DI INDONESIA
 1997 terjadi krisis ekonomi di Asia. World Bank, ADB

dan IMF dianggap mulai masuk berperan memarakkan
privatisasi air di Indonesia lewat pinjaman lunak
bersyarat.
 Juni 1998 Bank Dunia memberi pinjaman (US $ I miliar
+ 500 juta)
 Salah satu pasal perjanjian “Matrix of Policy Actions”
yaitu memaparkan rencana memperbaiki pengelolaan
SDA
 Thn 2004 pemerintah mengeluarkan UU baru yaitu UU
Sumberdaya Air No.7 thn 2004

“UU No.7 thn 2004 ini
secara jelas mengubah
paradigma Pemerintah
Indonesia yang menjadikan
air sebagai komoditas

ekonomi dan bukan
sebagai hak asasi manusia
penduduk Indonesia”

Berdasarkan UU tsb privatisasi air di Indonesia di
legalkan
UU ini mengubah peran pemerintah dari penyedia
air bagi rakyat menjadi sekedar fasilitator, yg berarti
tak ada lagi keharusan pemerintah utk menyediakan
air bersih langsung ke rakyat.
Fasilitator juga berarti Pemerintah Indonesia dapat
menjual hak layanan air bersih itu ke perusahaanperusahaan swasta sebagai penyedia air
UU ini juga menegaskan adanya desentralisasi
kewenangan yakni bagi perusahaan utk
berhubungan langsung dengan Pemerintan Daerah








Saat ini Indonesia telah mempunyai lebih
dari 30 proyek privatisasi air di seluruh
Indonesia yang sebagian besar ada di
Jakarta dan Batam
Bentuk privatisasi air juga telah merambah
ke komoditas air mineral botol utk
perusahaan asing raksasa dunia seperti
Suez, Thames, Danone.
Kondisi tersebut telah menimbulkan
gerakan-gerakan sosial menolak privatisasi
air  kembali ke UUD 45 bahwa hak akses
air adalah bagian dari hak asasi manusia

PRIVATISASI AIR DI ASIA TENGGARA







Privatisasi air di Asia tenggara marak di
Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Diprediksi thn 2015 hanya 78% penduduk
Asia Tenggara yang akan bisa menikmati
air bersih, 22% sisanya harus terjebak
dengan sanitasi air yang buruk
Di Malaysia maraknya privatisasi air sejak
1990an telah menaikkan tarif air publik 15%
Di Filipina privatisasi telah menyebabkan
waduk2 kekeringan dan menimbulkan
masalah sosial

Bentuk Privatisasi Air
Dalam perkembangannya, terdapat dua model
privatisasi air.
 Pertama berupa model UK yang diterapkan di Inggris
dan Wales dimana kepemilikan dan pengelolaan
utilitas air dilakukan oleh sektor swasta.

 Kedua adalah model Perancis, dimana kepemilikan
di tangan publik sedangkan pengelolaannya
dilakukan oleh publik atau private.
 Perbedaan lain dari kedua model tersebut adalah di
UK dibentuk Office of Water Services (OFWAT)
sebagai badan pengatur independen, sedangkan di
Perancis “economic regulator” diperankan oleh
pemerintah daerah.

(i)

Kontrak Jasa (service contracts).
Aspek individual dari penyediaan infrastruktur
(pemasangan dan pembacaan meteran air,
operasi stasiun pompa dan sebagainya)
diserahkan kepada swasta untuk periode waktu
tertentu (6 bulan sampai 2 tahun). Kategori ini
kurang memberi manfaat bagi penduduk
miskin. Kontrak jasa dipergunakan di banyak
tempat seperti di Madras (India), dan Santiago

(Chile).

(ii) Kontrak Manajemen (Management Contract).
Manajemen swasta mengoperasikan
perusahaan dengan memperoleh jasa
manajemen baik seluruh maupun sebagian
operasi. Kontrak bersifat jangka pendek (3
sampai 5 tahun) dan tidak terkait langsung
dengan penyediaan jasa sehingga lebih fokus
pada peningkatan mutu layanan daripada
peningkatan akses penduduk miskin. Kontrak
manajemen dilaksanakan di Mexico City,
Trinidad, dan Tobago.

(iii) Kontrak Sewa-Beli (lease contracts).
Perusahaan swasta melakukan lease terhadap aset
perusahaan pemerintah dan bertanggung jawab thdp
operasi dan pemeliharaannya. Biasanya kontrak sewa
berjangka 10-15 tahun. Perusahaan swasta mendpt hak dr
penerimaan dikurangi biaya sewa beli yg dibayarkan kpada

pemerintah. Menurut Panos (1998), perusahaan swasta
tersebut memperoleh bagian dari pengumuman
pendapatan yang berasal dari tagihan pembayaran.
Konsep ‘enhanced lease’ diperkenalkan karena di negara
berkembang dibutuhkan investasi pengembangan sistem
distribusi, pengurangan kebocoran, dan peningkatan
cakupan layanan. Perbaikan kecil menjadi tanggungjawab
operator dan investasi besar untuk fasilitas pengolahan
menjadi tanggungjawab pemerintah. Kontrak sewa-beli
banyak digunakan di Perancis, Spanyol, Ceko, Guinea,
dan Senegal.

(iv) Bangun-Operasi-Alih (Build-Operate-Transfer/BOT).

BOT dan beragam variasinya biasanya berjangka
waktu lama tergantung masa amortisasi (25-30
tahun). Operator menanggung risiko dalam
mendesain, membangun dan mengoperasikan
aset. Imbalannya adalah berupa jaminan aliran
dana tunai.

Pada akhir masa perjanjian, pihak swasta
mengembalikan seluruh aset ke pemerintah. Terdpt
beragam bentuk BOT. Pelaksanaan BOT terdapat
di Australia, Malaysia, dan Cina.

Di bawah prinsip BOT, pendanaan pihak swasta akan
digunakan utk membangun dan mengoperasikan
fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan
standar-standar performance yg disusun oleh
pemerintah. Masa periode yang diberikan memiliki
waktu yang cukup panjang untuk perusahaan swasta
guna mendapatkan kembali biaya yang telah
dikeluarkan dalam membangun konstruksi beserta
keuntungan yg akan didpt yaitu sekitar 10-20 thn.
Pemerintah tetap menguasai kepemilikan fasilitas
infrastruktur dan memiliki dua peran sebagai
pengguna dan regulator pelayanan infrastruktur
tersebut.

(v) Konsesi.
Konsesi biasanya berjangka waktu 25 thn yg berupa
pengalihan seluruh tanggung jawab investasi modal dan
pemeliharaan serta pengoperasian ke operator swasta. Aset
tetap milik pemerintah dan operator swasta membayar jasa
penggunaannya. Tarif mungkin dibuat rendah dgn
mengurangi jumlah modal yg diamortisasi, yg dpt
menguntungkan penduduk miskin jika mereka menjadi
pelanggan.
Konsesi dgn target cakupan yg jelas mengarah pd layanan
bagi seluruh penduduk dpt menjadi alat yg tepat dlm
memanfaatkan kemampuan swasta meningkatkan investasi,
memberikan layanan yg baik, dan menetapkan tarif yg
memadai. Melalui cara ini, pemerintah tetap mengatur tarif
melalui sistem regulasi dan memantau kualitas layanan.
Konsesi mempunyai sejarah panjang di Perancis, kemudian
berkembang di Buenos Aires (Argentina), Macao, Manila
(Pilipina), Malaysia, dan Jakarta.

Dalam konsesi, Pemerintah memberikan tanggung
jawab dan pengelolaan penuh kepada kontraktor
(konsesioner) swasta untuk menyediakan pelayanan
infrastruktur dalam sesuatu area tertentu, termasuk
dalam hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan
dan manajemennya.
Konsesioner bertanggung jawab atas sebagian besar
investasi yang digunakan untuk membangun,
meningkatkan kapasitas, atau memperluas sistem
jaringan, dimana konsesioner mendapatkan pendanaan
atas investasi yang dikeluarkan berasal dari tarif yang
dibayar oleh konsumen. Sedangkan peran pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan standar kinerja
dan jaminan kepada konsesioner.

(vi) Divestiture.

Kategori ini merupakan bentuk paling ekstrim dari
privatisasi, yang berupa pengalihan aset dan
operasi ke swasta, baik keseluruhan maupun
sebagian aset. Pemerintah hanya bertanggung
jawab terhadap regulasi. Tidak banyak contoh dari
divestiture, hanya Inggris dan Wales melakukan
dalam skala besar (Weitz, 2002; Stottmann, 2000).

Metode Penentuan Perusahaan yang akan
Diswastakan
Perusahaan yang akan diswastakan biasanya dilihat berdasarkan:
• Tingkat keuntungan
• Tingkat kompetisi di dalam industri
Competitive

Monopolistic

Profitable

Competitive &
Profitable

Monopolistic &
Profitable

Un-profitable

Competitive &
Un-profitable

Monopolistic &
Un-Profitable

• Perusahaan mana yang paling menarik investor? Tentu perusahaan
yang ada di Kuadran I – competitive & profitable
• Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Kuadran III: Kompetitif tetapi
menderita kerugian?
• Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Kuadran IV: Monopoli tetapi
menderita kerugian?

Metode Swastanisasi
 Metode swastanisasi secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi dua:
 Divestiture – proses pengalihan kepemilikan dari milik

negara menjadi milik swasta
 Public-private partnerships atau private sector
participation.

Metode Divestiture
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Direct sale
Public Stock Offering
Joint Venture
Liquidation and Asset Sale
Voucher Privatization
Management/Employment Buy-out

Direct Sale
 Direct sales menjadi cara swastanisasi yang paling

umum, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecilmenengah
 Merupakan cara swastanisasi yang paling mudah bagi
investor
 Pemerintah juga bisa menentukan “future owner”,
yakni perusahaan yang memiliki komitmen terbesar
dalam mengembangkan perusahaan
 The most effective way of finding the best suited
investor and to maximize government revenues from
the sale is through competitive tender.

Public Stock Offering
 A public offering dari SOE merupakan cara penjualan

seluruh atau sebagian saham negara kepada publik melalui
domestic or international stock markets
 Harga saham bisa fixed dan diback-up oleh underwriter
atau pemerintah secara langsung
 Tiga persyaratan yang harus dipenuhi agar sukses:
 Perusahaan harus dikenal oleh publik dan memiliki kondisi

keuangan yang bagus
 Terdapat sistem/jaringan distribusi aset, diiringi dengan
adanya strategi pemasaran yang bagus sehingga mampu
membangkitkan keinginan masyarakat untuk membeli
saham
 Harga saham harus menggambarkan nilai pasar dari
perusahaan

Joint Venture
 Dalam suatu joint venture, sebagian/seluruh SOE

membentuk perusahaan baru bersama dengan
investor luar (yang memiliki track record bagus)
 Investor luar biasanya membawa kapital dan teknologi
baru, sementara SOE menyertakan aset fisik yang
telah ada (existing physical assets).
 Pemerintah lebih menyukai tipe swastanisasi ini
karena ia bisa mempertahankan kontrol (pengaruh)
terhadap perusahaan, sementara perusahaan
mendapatkan dana dan expertise yang dibutuhkan
untuk modernisasi.

Liquidation and Asset Sale
 Ketika SOE memiliki kondisi finansial yang buruk,

memiliki hutang banyak, penjualan perusahan secara
langsung tidaklah mungkin
 Dalam kondisi tersebut, negara dapat melakukan
likuidasi perusahaan dan menjual asset-nya
 Opsi ini memberikan keuntungan bagi investor,
karena ia tidak lagi dibebani dengan hutang-hutang
perusahaan
 Namun, harus hati-hati karena bisa terjadi, ada
sebagian aset perusahaan yang tidak laku dijual
setelah komponen-komponen yang bernilai
dilikuidasi

Voucher Privatization
 Voucher privatization banyak terjadi di Negara-negara Eropa Timur (ex








socialist countries) dimana privatisasi dilakukan dengan membagi
saham perusahaan kepada masyarakat (atau kepada pegawai
perusahaan) secara gratis
Vouchers ini kemudian dapat diperjual-belikan di special auctions
(suatu pelelangan khusus).
Keuntungan utama dari sistem ini adalah: proses swastanisasi berjalan
cepat dengan melakukan penyederhanaan sistem penglepasan saham,
dapat meningkatkan equity dalam pemilikan saham, dan mendorong
tumbuhnya pasar modal lokal (local capital markets).
Namun, sistem ini tidak menghasilkan penerimaan negara sama sekali,
dan ditengarai akan memperlambat pencapaian efisiensi dan
profitability perusahaan karena kepemilikan saham oleh pemilikpemilik kecil (masyarakat) tidak akan banyak merubah sistem
operasionalisasi dan manajemen perusahaan
It is irony since this mode of privatization provides a way of
implementing the socialist ideal of ownership of major industry by the
people.

Management/Employment Buy-out
 Management/employment buy-out scheme merupakan suatu situasi






dimana management and employees perusahaan memiliki hak untuk
melakukan penawaran (make an offer) terhadap perusahaan sebelum
dilakukan swastanisasi
Ini merupakan sistem penjualan khusus, karena pemenangnya adalah
perusahaan penawar yang sebagian besar sahamnya dikuasi oleh
management and employees.
Sebagian negara melakukan hal ini, karena untuk mendukung
investasi publik dan menghindari kritik atas penjualan saham ke pihak
asing (“selling out” assets to foreign interests).
Namun, sistem ini terkadang counterproductive karena management
and workers biasanya meminta potongan harga atau dihutang karena
ketiadaan dana
Ketika hal ini terjadi, kembali perusahaan dihadapkan kepada masalah
karena restrukturisasi dan investasi tidak terjadi, sehingga tidak ada
perubahan yang signifikan pada efisiensi perusahaan

Public-private partnerships atau
Private sector participation
Metode:
1) Service and Management Contracts
2) Concession and Lease Contracts
3) Build, Own, Operate and Transfer

Service and Management Contracts
 Service contract (or contracting-out service) merupakan








metode private sector participation (PSP) paling sederhana
di dalam bisnis air minum perpipaan, but this is not really
privatization.
Dalam skema ini, PDAM membayar biaya layanan yang
dilakukan oleh pihak ketiga, misalnya: pencatatan meter
air, pencetakan dan penagihan tagihan air, perawatan dan
operasionalisasi instalasi/jaringan, dsb
Kontrak semacam ini tidak menghasilkan perbaikan yang
signifikan kepada operasionalisasi PDAM.
Dalam sistem ini, kontraktor harus menyediakan assets
yang diperlukan dan kontrak berlaku untuk suatu periode
jangka pendek (1-5 tahun)
Kontrak dilakukan dengan cara lelang terbuka kepada
perusahaan-perusahaan yang memiliki kualifikasi

Concession and Lease Contracts
Concession
 Pemberian konsesi kepada operator swasta telah banyak
dilakukan di sektor air minum dan sanitasi
 Operator (concessionaire) memiliki tanggung jawab penuh
dalam mengoperasikan, perawatan dan penggantian dari
fasilitas yang ada (existing facilities), pembiayaan dan
pembangunan fasilitas baru, serta pencetakan dan
penagihan tagihan kepada pelanggan
 Konsesi umumnya diberikan selama 20-40 tahun. Setelah
konsesi berakhir, seluruh asset perusahaan (baik asset lama
maupun baru) harus dikembalikan kepada negara
 Penerimaan concessionaire berasal dari penerimaan
tagihan air dari para pelanggan
 Skema kerjasama seperti ini disebut contract full-utility
concession.

Concession and Lease Contracts
Lease contract
 Lease contract (kontrak sewa) merupakan suatu konsesi dimana the granting
public authority (negara) masih bertanggungjawab atas pembiayaan
perusahaan untuk peningkatan kapasitas produksi dan distribusi air
 Dalam hal ini, kontraktor menyewa fasilitas produksi dan distribusi air serta
mengoperasikannya sesuai dengan kesepakatan
 Penyewa (lessee) bertanggungjawab penuh atas pekerjaan yang telah
diserahkan kepadanya (sesuai kontrak)
 Pada akhir periode kontrak, seluruh asset perusahaan harus dikembalikan
kepada negara (PDAM) dalam kondisi baik
 Sistem seperti ini telah banyak dilakukan di Perancis, dimana pemerintah
masih bertanggung jawab atas pembiayaan dan pembangunan fasilitas baru,
dan lessee bertanggung jawa untuk menjalankan, mengelola, dan
mendapatkan fees atas jasa yang diberikan
 Tarif air (water rates) menggambarkan biaya produksi plus pendapatan serta
biaya program investasi , yang kesemuanya ditransfer (dikelola) oleh
perusahaan utilitas (PDAM)
 Opsi ini mungkin tidak menarik di LDCs dimana negara umumnya mencari
PSP untuk mendanai program investasi yang dibutuhkan (perusahaan yang
menyediakan dana untuk investasi)

Build, Own, Operate and Transfer
 BOOT contract merupakan konsesi yang diberikan untuk

membangun suatu fasilitas baru, bukan rehabilitasi fasilitas yang
ada
 Sistem kontrak ini memiliki dua variasi:
 build, operation and transfer (BOT) contract, dimana kepemilikan

fasilitas langsung ditransfer ketika pembangunan fasilitas selesai
 build, own and operate (BOO) contract, dimana kepemilikan
fasilitas tetap dipegang oleh perusahaan swasta yang
membangunkan fasilitas tersebut

 Dengan BOOT contracts tanggung jawab untuk membiayai,

membangun dan mengoperasionalkan fasilitas (misalnya
instalasi penjernihan air) beralih dari pemerintah ke perusahaan
swasta.
 Kontrak semacam ini menarik bagi negara yang sedang
membutuhkan pasokan air bersih namun ketiadaan modal
untuk membangun fasilitas tersebut.

Six advantages of the BOOT approach
1)
2)
3)
4)

5)
6)

new source of capital – pemerintah tidak lagi harus membiayai
pembangunan fasilitas baru, namun kontraktor lah yang mendanai.
Kontraktor ini dapat memperoleh dana dari berbagai sumber
reduced risks of bad investments – kontraktor swasta sangat cermat
dalam menganalisis kelayakan proyek. Hal ini akan meningkatkan
keamanan dana yang diinvestasikan
time saving – Kontraktor swasta sangat cermat dalam pelaksanaan
proyek, sehingga pembangunan fasilitas dapat lebih singkat
cost savings – suatu perusahaan yang melakukan desain dan
membangun suatu fasilitas untuk dimiliki dan dioperasikan sendiri
memiliki insentif untuk mendesain fasilitas tsb agar bisa
diooperasikan dengan biaya rendah
innovation – suatu organisasi yang berorientasi profit memiliki
insentif kuat untuk menemukan efficiency-enhancing and userfriendly innovations;
new tax revenues – di beberapa negara SOE tidak dikenakan pajak.
Ketika kepemilikan perusahaan oleh swasta, maka akan ada
kewajiban untuk membayar pajak.