ANALISIS YURIDIS TENTANG PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK DALAM CERAI GUGAT : STUDI PUTUSAN NOMOR 420/PDT.G/2013/PTA.SBY.

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENERAPAN HAK EX OFFICIO
HAKIM TERHADAP HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK DALAM
CERAI GUGAT
(Studi Putusan Nomor 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby.)

SKRIPSI
OLEH:
SIDANATUL JANAH
NIM: C01211106

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syahsiyyah
Surabaya
2015

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis tentang Penerapan Hak Ex
Officio Hakim terhadap Hak Asuh dan Nafkah Anak dalam Cerai Gugat (Studi

Putusan Nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby)” ini merupakan hasil penelitian

normatif yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana analisis dasar
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tentang hak ex
officio hakim dalam memberikan hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat,
dan bagaimana kesesuaian atas putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
tentang hak ex officio hakim dalam memberikan hak asuh dan nafkah anak dalam
cerai gugat.
Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen dan wawancara.
Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif deskriptif yaitu
menggambarkan
secara
jelas
perkara
pada
putusan
nomor
420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang hak ex officio hakim terhadap hak asuh dan
nafkah anak dalam cerai gugat. Selanjutnya, terhadap pemaparan tersebut
dilakukan analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif induktif.
Hasil
penelitian

menyebutkan
bahwa
putusan
nomor
420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang pemberian hak asuh anak kepada isteri dan
mewajibkan suami untuk menanggung nafkah anaknya dengan menggunakan hak
ex officio hakim, sedangkan dasar pertimbangan majelis hakim dalam
memutuskan perkara ini adalah pasal 41 huruf (a) dan (b) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 105 huruf (a), (b) dan (c)
Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan bahwa akibat putusnya perkawinan
karena perceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak.
Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah
hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak
untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa putusan dan dasar pertimbangan
majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang menggunakan hak
exofficionya dalam mewajibkan isteri untuk mengasuh kedua anaknya dan

mewajibkan suami untuk menanggung nafkah kedua anknya adalah tepat karena
Pasal 41 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Jo. Pasal 105 huruf (a), (b) dan (c) KHI merupakan pengecualian dan
merupakan lex specialis dari asas ultrapetitumpartium.
Diharapkan kepada para hakim agar lebih bijaksana dalam menerapkan
hak ex officionya terhadap perkara-perkara perceraian yang memerlukan
pemberian hak asuh dan nafkah anak.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TRANSLITERASI .......................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................................. 7
C. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
D. Kajian Pustaka ............................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................... 12
G. Definisi Operasional .................................................................... 12
H. Metode Penelitian ........................................................................ 13
I. Sistematika Pembahasan ............................................................. 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK EX OFFICIO HAKIM
TERHADAP PEMBERIAN HAK ASUH DAN NAFKAH
ANAK
A. Hak ex Officio Hakim ................................................................... 17
B. Tugas Hakim ................................................................................ 21
C. Lex Specialis Derogat Lex Generalis ........................................... 26
D. Hak Asuh Anak ............................................................................ 28
E. Nafkah Anak Akibat Perceraian .................................................. 33

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB

III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
MOJOKERTO
NO.
1267/PDT.G/2013/PA.MR
DAN
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA
NO.420/PDT.G/2013/PTA.SBY
A. Gambaran Umum Tinggi Agama Surabaya ................................ 40
B. Deskripsi Putusan No. 1267/Pdt.G/2013/PA.Mr tentang Cerai
Gugat di Pengadilan Agama Mojokerto ...................................... 45
C. Deskripsi Putusan No. 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang Hak
Ex Officio Hakim terhadap Hak Asuh dan Nafkah Anak ........... 63

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PENERAPAN HAK EX

OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ASUH DAN NAFKAH
ANAK DALAM CERAI GUGAT (STUDI PUTUSAN
NOMOR : 420/PDT.G/2013/PTA.SBY)
A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi
Agama Surabay tentang Penerapan Hak Ex Officio Hakim
terhadap Hak Asuh dan Nafkah Anak dalam Cerai Gugat........... 74
B. Analisis Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
tentang Hak Ex Officio Hakim terhadap Hak Asuh dan Nafkah
Anak dalam Cerai Gugat. ............................................................. 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 84
B. Saran ............................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut pasal 2 ayat 1 UU No.14/1970, tugas pokok pengadilan
sebagai badan pelaksana kehakiman ialah menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya,
termasuk didalamnya menyelesaikan perkara voluntair.
Berdasarkan ketentuan UU No.7/1989 tentang peradilan agama,
khususnya pasal 1, 2, 49 dan penjelasan umum angka 2, serta peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku antara lain: UU No.1/1974, PP
No.28/1987, Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
Peraturan Mentri Agama No. 2 tahun 1987 tentang wali hakim, maka
pengadilan agama bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayanan
hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan harta perkawinan bagi
mereka yang beragama Islam, berdasarkan Hukum Islam1.
Kompilasi Hukum Islam yang berdasarkan instruksi Presiden
No.1/1991 dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah
perkawinan, kewarisan, dan perwakafan adalah menjadi tugas dan wewenang
pengadilan agama untuk menyelesaikan semua masalah dan sengketa yang


1

Mukti Arto, Praktek Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 1.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, melalui pelayanan hukum dan
keadaan dalam proses perkara.
Peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaati hukum
perdata materiil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak
agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya, aturan ini disebut dengan
Hukum Acara Peradilan Agama2.
Asas-asas yang berlaku di lingkungan peradilan umum juga berlaku di
peradilan agama sepanjang aturan tersebut tidak diatur dalam undang-undang
peradilan agama. Sebagaimana yang digariskan dalam ketentuan pasal 54 UU
No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang berbunyi:

“Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku
dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam undang-undang ini”.3
Menurut pasal di atas, Hukum Acara Peradilan Agama sekarang
bersumber pada dua aturan yang terdapat dalam undang-undang No. 7 tahun
1989, dan yang berlaku di Peradilan Umum yaitu : HIR, RBg, Rsv, BW, UU
No. 2 tahun 1986. Serta perundang-undangan tentang Acara Perdata yang
berlaku bagi lingkungan peradilan umum dan peradilan agama yaitu : UU No.
14 tahun 1970, UU No. 1 tahun 1974, PP No. 9 tahun 1975.
Untuk melaksanakan persidangan di muka Pengadilan Agama seorang
hakim harus memahami secara benar dan baik hukum acara yang termuat
dalam UU No. 7 tahun 1989 sebagai ketentuan khusus, selanjutnya orang
2

Ibid, 2.
Amandemen Undang-undang Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafik, 2010), 107.

3


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

harus memahami dan mengerti pula terhadap aturan-aturan hukum acara
perdata yang dipergunakan di muka pengadilan umum sebagai ketentuan
umumnya, padahal mempelajari hukum acara peradilan umum saja
merupakan suatu hal yang tidak mudah, selain itu setiap orang dituntut harus
memahami bagaimana cara mewujudkan hukum materiil Islam melalui proses
yang tercantum dalam Al-Qur’an dan hadis serta kitab-kitab fikih Islam.
Oleh karena itu peranan hakim sangat penting dalam proses beracara di
Pengadilan Agama. Hakim harus menguasai hukum formal disamping hukum
materiil. Menerapkan hukum materiil secara benar belum tentu menghasilkan
putusan yang adil dan benar4.
Asas penting yang digariskan dalam pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR,
pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg hakim dalam menangani perkara perdata
wajib menggali semua bagian dari gugatan5. Asas ini menghendaki bahwa
hakim dalam setiap putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa
dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. Hakim tidak boleh hanya
memeriksa dan memutuskan sebagian gugatan kemudian mengabaikan

gugatan selebihnya. Begitu pula jika dalam suatu perkara terdapat gugatan
rekonvensi, hakim wajib mempertimbangkan dan memutuskan tidak hanya
gugatan konvensi saja namun juga harus mempertimbangkan gugatan
rekonvensi.
Asas lain yang harus ditaati hakim dalam menjatuhkan putusan adalah
hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
4

Mukti Arto, Praktek Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 7.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (yogyakarta: Liberty, 1998), 186.

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

mengabulkan lebih dari apa yang dituntut. Kemudian asas ini dikenal dengan
asas Ultra Petitum Partium yang dijelaskan dalam pasal 178 ayat (3) HIR,
pasal 189 ayat (3) RBg, dan pasal 50 Rv6. Hal ini juga sesuai dengan
yurisprudensi Mahkamah Agung pada putusan MARI No. 233 PK / Pd.t /
1991 tanggal 20 Juni 1997 yang menyatakan :
“Bahwa dalam suatu putusan cerai, dimana seorang hakim tidak
boleh memutuskan apa-apa yang tidak menjadi petitum gugatan
perceraian tersebut tidak dikenakan gugatan balik rekonvensi”
Hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugatan,
dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires yakni bertindak
melampaui wewenangnya (beyond the powers of his authority). Putusan yang
mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat meskipun hal itu
dilakukan hakim dengan i’tikat baik (good faith) maupun sesuai dengan
kepentingan umum (public interest). Oleh karena itu, hakim yang melanggar
prinsip ultra petitum partium sama dengan melanggar terhadap prinsip rule of

law7.
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
yang dituntut maka seorang penggugat dapat menggunakan upaya hukum
Peninjauan Kembali (PK). Sedangkan menurut pasal 27 ayat 1 UU No.
14/1970 seorang Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat.

6

M. Yahya harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005) 134.
7
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafik, 2012), 801.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Sebagai akibat putusnya perkawinan karena talak, seorang hakim
karena jabatannya dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
penghidupan kepada mantan isteri maupun nafkah terhadap anak hasil dari
pernikahan tersebut seperti halnya dalam pasal-pasal berikut ini.
1. Pasal 41 UU No. 1 tahun 1974
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi
keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan / atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas isteri.
2. Kompilasi Hukum Islam Pasal 149
Bilamana perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib :
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas isterinya tersebut qabla al-duhul.
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada isteri selama dalam
iddah, kecuali bekas isteri telah jatuh talak ba’in atau nusyuz.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

c. Melunasi mahar yang terhutang seluruhnya dan separuh apabila

qablaal-duhul.
d. Memberikan biaya hadzanah untuk anak-anak yang belum sampai
umur 21 tahun.
Terhadap pilihan hukum tersebut dapat didekati melalui asas-asas lex

specialis drogat lex generalis. Terkandung maksud adalah bahwa untuk
undang-undang yang berlaku khusus mengenyampingkan undang-undang
yang berlaku umum8.
Dengan demikian dapat dikatakan dalam kasus cerai talak asas ultra

petitum partium dikesampingkan dengan adanya pasal-pasal khusus yang
mengenai akibat putusnya perceraian karena talak, yaitu pasal 149 KHI dan
pasal 41 UU No. 1 tahun 1974, namun dalam cerai gugat sangat jarang kita
jumpai putusan hakim yang menggunakan hak ex officionya, hal ini salah
satunya dikarenakan penggunaan hak ex officio hakim dalam cerai gugat
belum diberi ruang maksimal secara yuridis baik UU perkawinan, PP 9 tahun
1975, maupun KHI.
Pada Pengadilan agama Mojokerto terdapat sebuah kasus cerai gugat,
dimana seorang istri dalam gugatannya hanya meminta untuk bercerai, tanpa
disertai dengan gugatan mengenai hak asuh dan nafkah anak. Sehingga
dengan demikian hakim Pengadilan Agama Mojokerto dalam amar
putusannya hanya memberikan putusan sebatas apa yang diminta oleh istri
tersebut, sebagaimana putusan nomor: 1267/Pdt.G/2013/PA.Mr. Akan tetapi
8

Umar Said, Kedudukan dan Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafindo, 2001), 125.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

ketika suami merasa keberatan dan mengajukan permohonan banding ke
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya untuk membatalkan putusan Pengadilan
Agama Mojokerto, maka hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam
amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Agama Mojokerto dengan
tambahan amar putusan menunjuk istri untuk mengasuh dan memelihara anak
dan menghukum suami untuk menanggung nafkah anak, sebagaimana
putusan nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby. Disini ada perbedaan pendapat
antara hakim Pengadilan Agama Mojokerto dan hakim Pengadilan Tinggi
Agama Surabaya dalam menggunakan hak ex officio yang dimilikinya dalam
cerai gugat. Dengan menggunakan hak ex officio dalam menjatuhkan putusan
hakim sudah melanggar asas ultra petitum partium, karena hakim
memutuskan lebih dari apa yang digugat oleh istri.
Dengan munculnya permasalahan di atas penulis menganggap penting
adanya kecakapan hakim di dalam menerapkan perundang-undangan tanpa
harus melalaikan keadilan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dari uraian diatas maka penulis mengambil judul “Analisis Yuridis
tentang Penerapan Hak ex Officio Hakim terhadap Hak Asuh dan Nafkah
Anak dalam Cerai Gugat”
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah berarti mengenali berbagai masalah yang relevan
dengan topik penelitian. Dengan kata lain, pada bagian identifikasi masalah
dapat ditemukan hasil eksplorisasi berbagai masalah yang kemunginan ada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

dilokasi penelitian berkaitan dengan topik yang diteliti. Dari latar belakang
masalah di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Konsep hak ex officio hakim.
2. Kewajiban-kewajiban suami dan isteri akibat perceraian.
3. Penerapan hak ex officio hakim dalam melindungi hak anak akibat cerai
gugat.
4. Dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan hak ex oficciohakim
terhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat.
Untuk membatasi atau mempersempit ruang lingkup masalah yang
teridentifikasi dan untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini,
maka penulis membatasi hanya pada masalah-masalah berikut ini :
1. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam
menerapkan hak ex oficcio hakim terhadap hak asuh dan nafkah anak
dalam cerai gugat.
2. Kesesuaiaan hak ex officio hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
terhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat.
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penegasan tentang hal-hal spesifik
yang akan dikaji oleh peneliti. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut
di atas maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

1. Bagaimana dasar Pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi agama
Surabaya dalam menerapkan hak ex oficcio hakim terhadap hak asuh dan
nafkah anak istri dalam cerai gugat?
2. Bagaimana kesesuaian hak ex officio hakim Pengadilan Tinggi Agama
Surabaya terhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan gambaran untuk mendapatkan data tentang
topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi
peneliti.
Penelitian mengenai analisis yuridis atas putusan Pengadilan Tinggi
Agama Surabaya Nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang penerapan hak ex

officio hakim terhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat belum
pernah dibahas pada karya tulis sebelumnya. Akan tetapi mengenai hak ex

officio hakim pernah dibahas pada karya tulis sebelumnya dengan berbagai
pokok permasalahan yang berbeda-beda, diantaranya :
1. Skripsi saudara Atik Asrori yang berjudul “Penerapan Asas Ultra Petitum
Partium Kaitannya dengan Hak Ex Officio Hakim terhadap Cerai Talak di
Pengadilan Agama Gresik, Sidoarjo, dan Kota Malang”. Pada skripsi ini
menjelaskan masalah tentang bagaimana penerapan asas ultra petitum
partium dalam kaitannya dengan hak ex officio hakim terhadap perkara
cerai talak, dan bagaimana proses penyelesaian perkara cerai talak yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

menggunakan hak ex officio hakim, serta bagaimana dasar pertimbangan
hakim dalam menggunakan hak ex officionya dalam perkara cerai talak di
Pengadilan Agama Gresik, Sidoarjo dan kota Malang. Disebutkan bahwa
penerapan asas ultra petitum partium kaitannya dengan hak ex officio
hakim terhadap perkara cerai talak di Pengadilan Agama Gresik, Sidoarjo
dan kota Malang bersifat kasuistik atau tergantung kasus yang ada.
Proses penyelesaiaan perkara cerai talak yang menggunakan hak ex

officio hakim sama halnya dengan proses cerai talak pada umumnya
hanya saja hakim lebih aktif dalam mengungkap fakta-fakta di
persidangan. Dasar pertimbangan hakim dalam menggunakan hak ex

officionya demi kemaslahatan, menegakkan hukum materil dan kedua
belah pihak berkehendak9.
2. Skripsi saudara Aslikhatul Laili yang berjudul “Analisis Atas Putusan
Pengadilan Agama Jombang Nomor: 1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg tentang
Hak Ex Officio Hakim Dalam Memberikan Nafkah ‘Iddah Istri yang
Nusyuz”. Pada skripsi tersebut menjelaskan masalah tentang bagaimana
analisis terhadap dasar hukum majelis hakim Pengadilan Agama Jombang
dalam memberikan hak ex officio hakim tentang nafkah ‘iddah isteri yang
nusyuz, dan bagaimana analisis terhadap putusan Pengadilan Agama
Jombang Nomor 1540/Pdt.G/2012/Pa.Jbg tentang hak ex officio hakim
dalam memberikan nafkah ‘iddah isteri yang nusyuz. Disebutkan bahwa

9

Atik Asrori, Penerapan Asas Ultra Petitum Partium kaitannya dengan Hak Ex Officio Hakim
Terhadap Cerai Talak di Pengadilan Agama Gresik, Sidoarjo dan Kota Malang, Skripsi Fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2004.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

dasar pertimbangan hukum majelis hakim dalam menyelesaikan perkara
tersebut yaitu pasal 41 huruf (c) UU.NO. 1 tahun 1974 dan pasal 149
huruf (b) KHI serta ketentuan hukum Islam dalam kitab Muhadzab Juz II
halaman 164. Dasar pertimbangan hakim tersebut kurang tepat jika
diterapkan pada kasus tersebut karena sesuai ketentuan pada pasal 178
HIR dan pasal 152 KHI yang menyatakan bahwa seorang suami tidak
bertanggungjawab membayar nafkah ‘Iddah jika istri nusyuz10.
Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
pada landasan teori yang mana sama-sama membahas tentang hak ex officio
hakim. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah pada penelitian ini lebih menitik beratkan pada hak-hak anak akibat
terjadinya perceraian.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok masalahnya, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengeksplorasidasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi
agama Surabaya dalam menerapkan hak ex officio hakim terhadap hak
asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat.
2. Untuk mengeksplorasi kesesuaian hak ex officio hakim terhadap hak asuh
dan nafkah anak dalam cerai gugat.

10

Aslikhatul Laili, Analisis Atas Putusan Pengadilan Agama Jombang Nomor:
1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg Tentang Hak ex Officio Hakim Dalam Memberikan Nafkah ‘Iddah Istri
yang Nusyuz, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel surabaya Tahun 2013.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis berharap, hasil penelitian ini nantinya mempunyai nilai
kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan
kajian praktek peradilan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa yang ingin mempelajari hukum acara perdata.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi hakim untuk
dijadikan pertimbangan ketika memutus perkara cerai gugat yang
mungkin terjadi di kemudian hari.
G. Definisi Operasional
Untuk memahami judul sebuah penelitian perlu adanya pendefinisian
judul secara operasional agar dapat diketahui dan dipahami secara jelas
maksudnya.
Penulis memberikan definisi yang menunjukkan arah pembahasan
sesuai dengan maksud yang dikehendaki, yaitu:
1. Analisis yuridis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa hukum
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya11. Dalam hal ini mengenai
penerapan hak ex officio hakim terhadap penerapan hak asuh dan nafkah
anak di Pengadilan Tinggi Agama Surabaya apakah sudah sesuai dengan
hukum yang ada.

11

Meaty Taqdir Qadratillah, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, (Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011), 20.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2. Penerapan hak ex officio, penerapan dalam kamus bahasa Indonesia
artinya pemasang atau pengenaan perihal memperaktekan. Sedangkan hak

ex officio hakim adalah hak yang yang melekat karena jabatan
kehakimannya, dimana seorang hakim bisa memutus suatu perkara keluar
dari aturan baku selama mempunyai argument yang logis dan sesuai
aturan undang-undang.
3. Hak asuh adalah hak bagi anak-anak kecil, karena mereka membutuhkan
pengawasan, penjagaan, dan pelaksanaan urusannya setelah terjadi putus
perkawinan. Yang penulis dimaksud disini adalah hak asuh anak.
4. Nafkah anak adalah pemberian nafkah terhadap anak setelah terjadi putus
perkawinan.
5. Cerai gugat adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan
memberikan tebusan dan atau ‘iwad kepada dan atas persetujuan suami12.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih
mudah dipahami dan disimpulkan.
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data yang
telah diperoleh dengan cara mempelajari berkas perkara (putusan nomor:
420/Pdt.G/2013/PTA.Sby) dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

12

Kompilasi Hukum Islam, 38.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

terkait dengan masalah hak ex officio hakim terhadap hak asuh dan
nafkah anak dalam cerai gugat. Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Konsep hak ex officio hakim.
b. Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
dalam memutus cerai gugat dengan adanya hak ex officio hakim
terhadap hak asuh dan nafkah anak.
c. Dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama
Surabaya dalam memutus cerai gugat dengan adanya hak ex officio
hakim terhadap hak asuh dan nafkah anak.
2. Sumber Data
a. Sumber primer, terdiri dari:
1) Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang menangani
perkara Nomor 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby dalam hal ini diwakili
oleh Drs. Fakhruddin Cikman
2) Panitera

yang

menangani

perkara

Nomor

420/Pdt.G/2013/PTA.Sby
b. Sumber sekunder, yaitu sumber data dari bahan yang terkait dengan
penelitian13, mengumpulkan dan meneliti data melalui dokumendokumen resmi yang berkaitan dengan masalah dan karya ilmiah yang
mempunyai hubungan dengan penelitian seperti:
1) Salinan Putusan Nomor 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby
2) Dokumen statistik Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
13

S. Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Askara, 2008), 143.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

3) Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Edisi
Pertama
4) Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama
5) M Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan

Agama
6) Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen, yaitu dengan cara mempelajari berkas perkara dan
mengambil data yang diperoleh melalui dokumen atau data tertulis
tersebut. Dalam hal ini dokumen terkait putusan Pengadilan Tinggi
Agama Surabaya nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang hak ex

officio hakim terrhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat.
b. Wawancara/interview, yaitu dilakukan dengan cara dialog dengan
hakim-hakim yang terlibat dalam permasalahan penelitian putusan
nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby.
4. Teknik Analisis Data
Untuk mempermudah penulisan dalam skripsi ini, maka penulis
menggunakan teknik deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir
campuran(deduktif induktif). Langkah pertama, menggambarkan secara
jelas perkara pada putusan nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang hak

ex officio hakim terhadap hak asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat.
Selanjutnya, terhadap pemaparan tersebut dilakukan analisis dengan
menggunakan pola pikir induktif, yaitu menggambarkan perkara putusan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

nomor: 420/Pdt.G/2013/PTA.Sby, kemudian dianalisis secara teori atau
dalil yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mengarahkan pada skripsi ini perlu dijelaskan sistematika
pembahasan sebagai berikut :
Bab I merupakan pendahuluan

yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II landasan teori tentang konsep umum hak ex officio hakim yang
meliputi pengertian dan dasar hukum, landasan teori tentang hak dan
kewajiban istri dan suami setelah terjadi perceraian, serta hak-hak anak
dalam perceraian.
Bab III merupakan uraian tentang laporan hasil penelitian yang
meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan penerapan hak ex officio
hakim terhadap hak asuh dan nafkah anak tanpa dalam cerai gugat.
Bab IV analisis yuridis penerapan hak ex officio hakim terhadap hak
asuh dan nafkah anak dalam cerai gugat. Apakah hakim selalu menerapkan
hak ex officionya pada semua kasus cerai gugat. Apa parameter yang
digunakan oleh hakim ketika hakim menggunakan hak ex officionya dalam
cerai gugat.
Bab V penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP
PEMBERIAN HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK
A. Hak Ex Officio Hakim
1. Pengertian Ex Officio Hakim
Menurut Yan Pramadya Puspa dalam kamus hukum ex officio
berarti karena jabatannya.1 Dimana hakim boleh memutus suatu perkara
meskipun tidak diminta selama yang ditentukan itu suatu kewajiban yang
melekat bagi penggugat maupun tergugat.

Ex officio hakim dapat didefinisikan hakim karena jabatannya
dapat menentukan kewajiban yang harus dipenuhi dalam suatu perkara.2
Selanjutnya menurut Subekti pengertian hak ex officio berasal
dari Bahasa latin yang berarti karena jabatannya, tidak berdasarkan surat
penetapan atau pengangkatan, juga tidak berdasarkan suatu permohonan.3
Hakim sendiri adalah pejabat peradilan Negara yang diberi
wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Pengertian hak ex

officio hakim adalah hak untuk kewenangan yang dimiliki oleh hakim
karena jabatannya, dan salah satunya adalah untuk memutus atau
memberikan sesuatu yang tidak ada dalam tuntutan. Hak ex officio hakim
merupakan hak yang dimiliki oleh hakim karena jabatannya untuk

1

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: Aneka,1977), 366.
Fakhruddin Cikman, Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya, Wawancara, Surabaya 22 Januari
2015.
3
Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, cet. Ke-4, (Jakarta: Pradnya Pramita, 1979), 43.
2

17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

memberikan hak yang dimiliki oleh mantan istri dan anak walaupun hak
tersebut tidak ada dalam tuntutan atau permohonan dari istri dalam
perceraian.4
Hakim dapat memutus lebih dari yang diminta karen jabatannya
dalam perkara perceraian, hal ini berdasarkan pasal 41 huruf c UndangUndang perkawinan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan
suami untuk memberi biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi mantan isterinya.5
Selain dalam pasal tersebut, Mahkamah Agung dalam beberapa
putusannya berpendapat bahwa mengabulkan lebih dari yang dituntut,
memutuskan sebagian saja dari semua tuntutan yang diajukan atau
memutuskan hal-hal yang tidak dituntut bertentangan dengan asas ultra

petitum partium pasal 178 ayat 3 HIR. Sebaliknya dalam putusannya
tanggal 23 Mei 1970 Mahkamah Agung berpendapat, bahwa meskipun
tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas sedang
penggugat mutlak menuntut sejumlah itu, hakim berwenang untuk
menetapkan berapa sepantasnya harus dibayar dalam hal itu tidak
melanggar Pasal 178 ayat 3 HIR. Kemudian dalam putusannya tanggal 4
Februari 1970 Mahkamah Agung berpendapat, bahwa Pengadilan Negeri
boleh memberi putusan yang melebihi apa yang diminta dalam hal adanya
hubungan yang erat satu sama lainnya, dalam hal ini pasal 178 ayat 3 HIR
4

Fakhruddin Cikman, Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya, Wawancara, Surabaya 22 Januari
2015.
5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet. Ke-6, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), 11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

tidak berlaku mutlak, sebab hakim Pengadilan Negeri dalam menjalankan
tugasnya harus bertindak secara aktif dan selalu harus berusaha agar
memberikan putusan yang benar-benar menyelesaikan perkara.
Sedangkan dalam putusannya tanggal 8 Januari 1972 Mahkamah
Agung berpendapat bahwa mengabulkan hal yang lebih daripada yang
digugat tetapi yang masih sesuai dengan kejadian materiil diizinkan.6
2. Dasar Hukum Hak Ex officio Hakim
Hakim

dalam

memutus

suatu

perkara

juga

harus

mempertimbangkan hukum yang ada pada masyarakat. Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diamandemen dengan
pasal 5 ayat 1 nomor 48 tahun 1989 tentang kekuasaan kehakiman
dijelaskan tentang kewajiban hakim dalam menggali suatu perkara harus
memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat. Pasal itu berbunyi
“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.7
Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Hakim dalam
menyelesaikan

perkara-perkara

yang

diajukan

kepadanya,

wajib

memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan”8.
Dalam hal ini hakim dituntut untuk melakukan ijtihat dan menggali
6

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet.ke-8, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), 120.
7
Zainal Arifin, Himpunan Undang-undang kekuasaan kehakiman, (Jakarta: Kencana, 2010), 190.
8
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademia Presindo, 1992)73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

hukum yang ada pada masyarakat, guna menemukan putusan yang
mencerminkan perasaan hukum dan rasa keadilan bagi pihak-pihak yang
berperkara serta dapat mendamaikan kedua belah pihak, dari pasal ini
hakim karena jabatannya harus mengadili sesuai perkara dengan rasa
keadilan dan sesuai dengan hukum yang berlaku pada masyarakat.
Sedangkan perkara cerai yang berkaitan dengan penuntutan nafkah anak
dan nafkah isteri sebagai akibat dari perceraian adalah pasal 41 Undangundang nomor 1 tahun 1974 dan pasal 105, 149, 152, dan 156 KHI.9
Dasar dilaksanakan hak ex officio hakim ialah pada pasal 41 c UU
No 1 tahun 1974 yang berbunyi pengadilan dapat mewajibkan pada bekas
suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu
kewajiban bagi bekas isteri. Pada pasal ini yang menjadi pertimbangan
dalam memberikan hak-hak perempuan akibat perceraian dapat dilihat
pada kalimat “pengadilan” dan “dapat”. Pengadilan agama sebagai salah
satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang mencari keadilan mempunyai
tugas pokok dalam penyelesaian perkara mulai dari pengajuan sampai
putusan ditetapkan. Maka dalam kata pengadilan tersirat makna bahwa
hakim karena jabatannya tersebut dapat menjalnkan fungsi dari
pengadilan. Sedangkan kalimat dapat dalam hukum mengandung arti
bahwa hakim dapat memilih antara menjalankan atau tidak menjalankan
yang sering juga disebut hak opsi hakim.

9

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 35.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Berdasarkan keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
hakim pengadilan agama selaku pejabat yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman

karena

undang-undang

mempunyai

wewenang

untuk

memutuskan suatu perkara berdasarkan ijtihad dan nilai-nilai hukum yang
hidup pada masyarakat.
B. Tugas Hakim
Pengadilan agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
mempunyai tugas pokok untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasrkan pancasila guna terselenggaranya negara
hukum Republik Indonesia (pasal 1 dan 2 UU No 14 tahun 1970). Tugastugas pokok hakim dipengadilan agam adapat dirinci sebagai berikut:10
1. Tugas Yustisial
Hakim peradilan agama mempunyai tugas untuk menegakkan
hukum perdata Islam yang menjadi wewenangnya dengan cara-cara yang
diatur dalam hukum peradilan agama. Tugas-tugas pokok hakim di
pengadilan agama dapat dirinci sebagai berikut:
a. Membantu mencari keadilan.
Dalam perkara perdata pengadilan membantu para pencari
keadilan untuk dapat tercapainya keadilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan. Hal ini sesuai dengan pasal 4 ayat 2 Undang-undang
nomor 48 tahun 2009. Mengenai bantuan yang diberikan pengadilan
10

Ibid, 31.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

tersebut harus dalam hal-hal yang dianjurkan dan/atau diijinkan oleh
hukum perdata.
b. Mengatasi segala hambatan dan rintangan
Hakim wajib mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, baik
yang berupa teknis maupun yuridis. Hambatan teknis diatasi dengan
kebijaksanaan hakim sesuai dengan kewenangannya, sedangkan
hambatan yuridis maka hakim karena jabatannya wajib menerapkan
hukum acara yang berlaku dan menghindari hal-hal yang dilarang
dalam hukum acara, karena dinilai akan menghambat atau
menghalangi objektifitas hakim atau jalannya peradilan.11
c. Mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa
Pada penyelesaian perkara perdata khususnya di peradilan
agama, hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara dengan
melakukan upaya mediasi.
Mengenai ketentuan uapaya perdamaian yang harus dilakukan
oleh hakim berdasarkan pada peraturan mahkamah agung RI No. 1
tahin 2008.12

11
12

Ibid 32
Ibid, 33.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

d. Memimpin persidangan
Dalam memimpin jalannya persidagan hakim juga harus
memerintahkan untuk memanggil para pihak, mengatur mekanisme
persidangan, melakukan pembuktian dan mengakhiri sengketa.
e. Memeriksa dan mengadili perkara
Dalam memeriksa dan mengadili perkara maka hakim wajib
untuk:
1) Mengkonstatir benar tidaknya peristiwa yang diajukan para pihak
dengan pembuktiannya melalui alat bukti yang sah, yang
kemudian diuraikan dalam duduknya perkara dan berita acara
persidangan.
2) Mengkualifisir fakta yang telah terbukti, yaitu menilai perkara
tersebut termasuk hubungan hukum apa atau yang mana,
menemukan hukumnya kemudian dituangkan dalam pertimbangan
hukumnya.
3) Mengkonstituir, yaitu menetapkan hukumnya yang kemudian
dituangkan dalam amar putusan.13
f. Meminutir berkas perkara
Minutering merupakan suatu tindakan yang menjadikan suatu
dokumen perkara menjadi dokumen resmi dan sah. Minutasi
dilakukan oleh petugas pengadilan sesuai dengan bidangnya masing-

13

Ibid, 33.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

masing, namun secara keseluruhan menjadi tanggung jawab hakim
secara bersangkutan.14
g. Mengawasi pelaksanaan putusan
Pelaksanaan putusan pengadilan agama dilakukan oleh panitera
dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan, hal ini digariskan pada
pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970. Sedangkan
hakim wajib mengawasi pelaksanaan putusan agar putusan dapat
dilaksanakan dengan baik.15
h. Memberi pengayoman pada pencari keadilan.
Pengadilan agama bukan saja merupakan lembaga kekuasaan
kehakiman yang harus menerapkan hukum acara dengan baik tetapi
juga merupakan lembaga sosial yang menyelesaikan masalah sengketa
perdata dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan kepada
keluarga pencari keadilan.16
Hakim wajib memberi rasa aman dan pengayoman kepada
pencari keadilan, dengan pendekatan secara menusiawi, sosiologi,
psikologi dan filosofis yang religius dapat memberikan rasa aman dan
pengayoman kepada para pihak sehingga putusan hakim akan semakin
menyentuh kepada rasa keadilan yang didambakan.

14

Ibid, 33.
Ibid, 34.
16
Ibid 34.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

i. Menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Hal serupa juga diterangkan dalam pasal 229 KHI, yaitu
“Hakim dalam menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya,
wajib memperhatikan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup
dalam

masyarakat,

sehingga

putusannya

sesuai

dengan

rasa

keadilan”17.
j. Mengawasi penasehat hukum.
Hakim wajib mengawasi penasehat hukum yang berpraktek di
pengadilan agama. Tugas pengawasan ini bersifat membantu
pengadilan negeri. Apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran
kode etik dan hukum profesi yang dilakukan oleh penasehat hukum
maka dilaporkan ke pengadilan negeri dimana ia terdaftar sebagai
penasehat hukum.
2. Tugas Non Yustisial
Selain tugastugas pokok sebagai tugas yustisial tersebut, hakim
juga mempunyai tugas-tugas non yustisial, yaitu:18
a. Tugas pengawasan sebagai hakim pengawas bidang.
b. Tugas melaksanakan hisab, rukyat, dan mengadakan kesaksian hilal.
c. Sebagai rohaniawan sumpah jabatan.
d. Memberikan penyuluhan hukum.
17
18

Ibid, 35.
Ibid, 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

e. Melayani riset untuk kepentingan ilmiah.
f. Tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

C. Lex Specialis Derogat Lex Generalis
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang
mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya
beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama.
Maka ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal,
diantaranya:
a. Asas lex superior derogat lex inferior
b. Asas lex specialis derogat legi generalis
c. Asas lex posterior derogat lex priori
Asas undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif).
Pengertian lex specialis derogat lex generalis adalah salah satu asas hukum,
yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan
mengesampingkan aturan hukum yang umum. Lex specialis derogat legi

generalis adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang
bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum
(lex generalis).
Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis merupakan pengetahuan
hukum yang melihat persoalan hukum dalam berbagai peraturan perundangundangan. Didalam literatur makna ini kemudian diterjemahkan, bahwa
peraturan khusus mengenyampingkan peraturan umum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia
ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat

lex generalis, yaitu:
a. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap
berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut.
b. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuanketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);
c. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum
(rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk
lingkungan hukum keperdataan.
Sebagai contoh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
asas lex specialis derogat lex generalis:
Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.”
Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang:
“Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang
Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undangundang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
Kitab Undang-undang ini.”

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Dari Contoh di atas, menunjukkan bahwa Ketentuan-ketentuan lex specialis
harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang
dengan undang-undang). Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada
dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.
D. Hak Asuh Anak
1. Pengertian Hak Asuh Anak
Hak asuh anak menurut mahmud yunus dalam kamus arab
indonesia berarti mengasuh anak, memeluk anak.19 selain itu, bermakna
mendekap, memeluk, mengasuh dan merawat.20
Hak asuh menurut penjelasan Muhammad Talib, merupakan hak
bagi anak-anak kecil, karena mereka membutuhkan pengawasan,
penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang yang mendidiknya, ibulah
yang berkewajiban melakukan hak asuh ini karena Rosulullah bersabda:
“engkau (ibu) lebih berhak kepadanya (anak)”. Hal ini dimaksudkan
jangan sampai hak anak atas pemeliharaan dan pendidikannya tersiasiakan, juga ternyata hak asuhnya ditangani orang lain, umpama nenek
perempuannya dan ia rela melakukannya sedang ibunya tidak mau maka
hak ibu untuk mengasuh gugur dengan sebab nenek perempuan

19
20

Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia,\ (Jakarta : PT Hida Karya Agung, 1989), 105.
Ahmad Warson Munawir. Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), 295.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

mengasuhnya karena nenek perempuan juga mempunyai hak asuh atas
anak tersebut.21
Istilah hak asuh anak dapat di jumpai dalam pasal 156 KHI.
Namun jika dilihat dari pengertian bahwa hak asuh adalah memelihara
dan mendidik anak, maka hal ini diatur juga dalam pasal 45 UndangUndang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Hak asuh anak erat hubungannya dengan nafkah anak. Hak asuh
berarti pemeliharaan anak laki-laki atau perempuan yang masih kecil atau
anak dungu yang tidak dapat membedakan sesuatu dan belum dapat
berdiri sendiri, menjaga kepentingan anak, melindunginya dari segala
membahayakan dirinya, mendidik jasmani dan rohani serta akalnya,
supaya sianak dapat berkembang dan mengatasi persoalan yang
dihadapinya.22
Dari berbagai keterangan diatas, dapat diambil definisi yang
pokok bahwa hak asuh anak ialah:
a. Pemeliharaan terhadap anak-anak yang belum dewasa, dengan
meliputi biaya dan pendidikannya.
b. Hak asuh anak dilakukan oleh orang tua.
2. Dasar Hukum Hak Asuh Anak
Kewajiban orang tua terhadap anaknya meliputi berbagai aspek,
namun juga disederhanakan aspek tersebut terdiri atas dua yaitu

21

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiya, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar
Grafika,20013), 361.
22
Hamdani, Al-Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,2002),318.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

kewajiban moril dan materil.23 Dalam Islam kewajiban tersebut
merupakan kewajiban bersama, jadi tidak hanya diajukan kepada ayah,
namun ibu juga harus membantu dalam memikul dan berusaha melakukan
yang terbaik bagi anaknya.
Dalam Und