ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA’ (NU) TENTANG PERNIKAHAN DI DEPAN JENAZAH DI KELURAHAN SIMOMULYO BARU KECAMATAN SUKOMANUNGGAL KOTA SURABAYA.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH
NAHDLATUL ULAMA’ (NU) TENTANG PERNIKAHAN DI
DEPAN JENAZAH DI KELURAHAN SIMOMULYO BARU
KECAMATAN SUKOMANUNGGAL KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
Rudy Wahyu Prasetyo
NIM: C01212052

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2016

ABSTRAK
Skripsi dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Nahdlatul
Ulama’ (NU) Tentang Pernikahan Di Depan Jenazah Di Kelurahan Simomulyo Baru
Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya” ini adalah hasil penelitian lapangan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana deskripsi pelaksanaan pernikahan depan jenazah di

kelurahan Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya dan bagaimana pandangan
tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) terhadap pernikahan di depan jenazah.
Penelitian ini menggunakan penelitian jenis lapangan, menggunakan teknik
wawancara dengan metode deskriptif analitis dengan pola pikir deduktif. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa pelaksanaan pernikahan depan jenazah di kelurahan Simomulyo Baru,
kecamatan Sukomanunggal Surabaya berlangsung di depan jenazah almarhum ayah
mempelai perempuan. Latar belakang pelaksanaan pernikahan di depan jenazah ini
dilakukan sebagai bentuk penghormatan terakhir anak kepada orangtua sebelum
dikebumikan dan untuk memohon restu pada almarhum ayahnya, selain itu alasan lain
seperti agar tidak ditundanya pernikahan selama setahun ke depan, serta kepercayaan adat
tradisi masyarakat setempat agar terhindar dari bala’ atau musibah.
Hasil analisis terhadap pendapat beberapa tokoh NU terkait dengan pelaksanaan
pernikahan depan jenazah di kelurahan Simomulyo Baru, kecamatan Sukomanunggal
Surabaya adalah sah secara agama Islam karena telah memenuhi semua syarat rukun
pernikahan, seperti adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan, adanya wali, dua orang
saksi dan sighat. Begitupula dengan hukum positif di Indonesia adalah sah, sehingga dalam
hukum islam tradisi ini dapat dikualifiksikn pada ‘Urf Khas. Faktor yang melatar belakangi
terjadinya pernikahan di depan jenazah seluruh ulama’ tokoh NU sepakat bahwa alasan itu
diperbolehkan dan sah-sah saja selama tidak ada larangan secara jelas. Bagaimanapun
bentuk penghormatan anak terhadap orangtua selama hal itu tidak melanggar syari’at maka

boleh untuk dilakukan. Akan tetapi terkait kepercayaan bahwa suatu musibah atau bala’
yang disebabkan karena sebab lain tanpa meyakini datangnya dari Allah SWT merupakan
perbuatan syirik dan dilarang keras oleh agama.
Kepada tokoh agama setempat khususnya di kelurahan Simomulyo Baru, kelurahan
Sukomanunggal Surabaya untuk memberikan pengarahan, penjelasan dan pencerahan terkait
pemahaman dalam melaksanakan pernikahan depan jenazah agar tidak terjadi anggapan
negatif dalam menafsirkan tradisi tersebut serta kepada masyarakat agar meyakini bahwa
semua bala’ atau musibah, rezeki, maut semua datang karena takdir Allah, bukan karena
sesuatu yang lain.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................................................


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................

iv

ABSTRAK ............................................................................................................

v

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

v

DAFTAR ISI ........................................................................................................


x

DAFTAR TRANSLITERASI ..............................................................................

ix

BAB I

PENDAHULUAN .........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................

1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah..............................

9


C. Rumusan Masalah ....................................................................

9

D. Kajian Pustaka ..........................................................................

10

E. Tujuan Penelitian .....................................................................

11

F. Kegunaan Penelitian................................................................

12

G. Definisi Operasional .................................................................

12


H. Metode Penelitian ....................................................................

13

I. Sistematika Pembahasan ..........................................................

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM ISLAM
A. Pengertian Perkawinan .............................................................

21

B. Dasar Hukum Perkawinan ........................................................

24


C. Rukun dan Syarat Perkawinan .................................................

26

1. Rukun Perkawinan ...............................................................

27

2. Syarat Sah Perkawinan .......................................................

31

D. . Tujuan dan Hikmah Perkawinan ..............................................

37

1. Tujuan Perkawinan .............................................................

37


2. Hikmah Perkawinan ...........................................................

39

E. ‘Urf .........................................................................................

39

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III

1. Definisi ‘Urf ........................................................................

39

2. Macam-macam ‘Urf.............................................................

41


3. Syarat-syarat ‘Urf ................................................................

44

4. Kedudukan ‘Urf sebagai dalil Shara’ .................................

45

PELAKSANAAN PERNIKAHAN DI SDEPAN JENAZAH DI KELURAHAN
SIMOMULYO

BARU

KECAMATAN

SUKOMANUNGGAL

SURABAYA DAN PANDANGAN TOKOH NU .........................
A. Gambaran


Umum

Masyarakat

Kelurahan

Simomulyo

Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya ............................

KOTA

48
Baru
48

B. Pelaksanaan Pernikahan Depan Jenazah di Kelurahan Simomulyo
Baru Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya ...................

49


C. Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama’
(NU) tentang Pernikahan Depan Jenazah di Kelurahan Simomulyo
Baru Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya ...................
BAB IV

57

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH NU
TENTANG PELAKSANAAN PERNIKAHAN DI DEPAN JENAZAH
DI

KELURAHAN

SIMOMULYO

BARU

KECAMATAN

SUKOMANUNGGAL KOTA SURABAYA ...............................

71

A. Analisis Pandangan Tokoh NU terhadap Pelaksanaan Pernikahan di
Depan Jenazah ..........................................................................

71

B. Analisis Hukum Islam terhadap Pandangan Tokoh NU tentang

BAB V

Pelaksanaan Pernikahan di Depan Jenazah ..............................

77

PENUTUP .................................................................................

91

A. Kesimpulan ...............................................................................

91

B. Saran .........................................................................................

92

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Dari berbagai ayat dalam al-Quran dapat diperoleh ketentuan bahwa
hidup berpasang-pasangan merupakan pembawaan naluriah manusia dan
makhluk hidup lainnya, bahkan segala sesuatu di dunia ini diciptakan
berjodoh-jodoh. Hal ini bertujuan agar satu sama lain bisa hidup bersama
(melakukan perkawinan) guna mendapatkan keturunan dan ketenangan
hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang di antara sesamanya.
Perkawinan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya perkawinan, maka
tidak mengherankan jika agama-agama di dunia mengatur masalah
perkawinan bahkan tradisi atau adat masyarakat dan juga institusi negara
tidak ketinggalan mengatur perkawinan yang berlaku di kalangan
masyarakatnya.1
Dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa: Perkawinan
menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mi>tha>qan

ghali>z}an untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Sedangkan dalam Pasal 3 menyebutkan: Perkawinan bertujuan

1

Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), 39.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
warahmah.2
Sayyid Sa>biq dalam bukunya Fiqh as-Sunnah menuliskan bahwa
perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya setelah
masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan perkawinan.3 Allah SWT berfirman dalam surat al-

Nisa>’ ayat 1:
             
               



Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya, Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.4 (QS. Al-Nisa’ : 1)
Unsur-unsur pokok dalam suatu pekawinan adalah:
1. Calon mempelai laki-laki
2. Calon memepelai perempuan
3. Wali dari mempelai perempuan yang mengakadkan perkawinan
2

Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,

(Bandung: Citra Umbara, 2012), 112.
3
Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah, Jilid II (Al-Qa>hirah: Da>r al-Fath al-I’lam al-Arabiy, 1990), 121.
4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jilid I, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011),
114.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

4. Dua orang saksi\
5. Ija>b yang dilakukan oleh wali dan qabu>l yang dilakukan oleh suami.5
Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka pernikahan dapat
dikatakan sah secara agama Islam. Beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam melaksanakan akad nikah tersebut adalah sebagai usaha untuk
mencegah umat dari perbuatan yang dilarang oleh agama.
Berkaitan dengan rukun dan syarat perkawinan ini, Amir
Syarifudin menyatakan, kedua hal tersebut menentukan suatu perbuatan
hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan
tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang
sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
Dalam hal suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan syarat
perkawinan tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap.6
Adapun syarat-syarat wali yang harus dipenuhi dalam perkawinan
menurut imam Syafi’i adalah:
1) Atas kemauan sendiri (tidak ada paksaan dari orang lain)
2) Berjenis kelamin laki-laki
3) Masih berstatus mahram dengan mempelai perempuan
4) Baligh
5) Berakal
6) Adil
5

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), 61.
Ibid., 59.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

7) Tidak dalam kendali atau kekuasaan orang lain (mahjur ‘alaih)
8) Penglihatan masih normal
9) Homogenitas agama
10) Bukan budak
Perkawinan harus dilangsungkan berdasarkan ketentuan yang ada,
baik yang berupa ketentuan fikih, Kompilasi Hukum Islam (KHI),
undang-undang nasional yang berlaku.
Pelaksanaan akad nikah di depan jenazah menjadi wacana yang
mungkin sebagian orang merasa asing mendengarnya, bahkan terlihat
sangat aneh dan sedikit ekstrim. Akan tetapi, disini penulis menjelaskan
bahwa pelaksanaan pernikahan di depan jenazah ini banyak dilakukan
oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat adat jawa dan madura.
Bahkan, ada sebagian yang menjadikan pernikahan di depan jenazah
sebagai suatu tradisi yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
Proses terbentuknya sebuah kebudayaan, keluarga, sebagai salah
satu bentuk struktur sosial, ditandai oleh suatu stabilitas yang terjadi
berdasarkan perkawinan dan itu berarti hubungan kelamin yang direstui
masyarakat.7
Hukum menguburkan jenazah menurut para ahli fiqh adalah fardu

kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengafani, dan menshalatkan.8
Kewajiban menguburkan ini ditetapkan berdasarkan ayat al-Qur’an Surat
al-Mursalaat ayat 25-26 sebagai berikut:
7
8

T.O. Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Gramedia, 1986), 18.
Rohman Ritonga, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), 144.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

       
Bukanlah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orangorang yang hidup dan orang-orang yang mati.9 (QS. AlMursalaat :25-26)
Kemudian dalam al-Qur’an Surat ‘Abasa ayat 21 menjelaskan bahwa :
   
Kemudian Ia mematikannya dan memasukkannya ke dalam
kubur.10 (QS. ‘Abasa : 21)
Nabi Muhammad SAW., memerintahkan menguburkan jenazah
dengan sesegera mungkin, sebagaimana sabda beliau:

ِ ‫ال أَس ِرعوا بِا ْلنازةِ فَِا ْن َُص ص‬
ً‫اََة‬
َ ََ ْ ُ ْ َ َ‫ ق‬: ‫النِ صلى اه عليه وسلّم‬
َ ُ
ّ ‫عن أي ريرة اه عنه‬
ِ ِ
ِ
‫ضعُ ْو نَهُ َع ْن ِرقَا بِ ُك ْم‬
َ ‫ص َغْي َر ذَل‬
ُ َُ ‫دم ْونَ َها ألَْي ِه َوأ ْن‬
َ َُ ‫ص فَ َشر‬
ُ ‫فَ َخْي ُر ُ َق‬
Dari Abi Hurairah ra., dari Nabi SAW beliau bersabda:
“Bersegeralah di dalam (mengurus) jenazah. Jika ia orang shalih
maka kebaikanlah yang kalian persembahkan kepadanya, tetapi
jika ia tidak seperti itu maka keburukanlah yang kalian letakkan
dari atas pundak kalian.11 (HR. Muttafaqun ‘Alaih).

Hikmah dari persyariatan penguburan mayat itu adalah agar
kemuliaan dan kehormatannya sebagai manusia dapat terpelihara dan
tidak menyerupai bangkai hewan, karena Allah SWT telah menjadikan
manusia sebagai mahluk-Nya yang mulia. Selain itu, agar manusia yang

9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jilid 9..., 272.
Ibid., 345.
11
Rohman Ritonga, Fiqh Ibadah..., 144.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

hidup tidak merasa terganggu oleh bau yang tidak baik yang timbul dari
jasadnya.12
Terlepas dari penjelasan mengenai jenazah, disini penulis hendak
menjelaskan bahwa pernikahan yang dilakukan di depan jenazah ini
bertujuan salah satunya adalah sebagai bentuk penghormatan terakhir
anak kepada orangtuanya yang pada saat itu menghadapi kematian.
Ada suatu peristiwa yang terjadi pada salah satu warga
masyarakat di Kelurahan Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal
Surabaya, ketika itu orangtua laki-laki (bapak) dari calon pengantin
perempuan meninggal dunia. Pada mulanya, pernikahannya hendak
dilaksanakan sesudah hari itu, karena orangtua dari calon pengantin
perempuan meninggal dunia, maka perkawinan calon pengantin
disegerakan untuk dilaksanakan sebagai rasa menghargai kepada
almarhum orangtuanya (bapak) sebelum dimakamkan, selain itu juga
karena alasan pernikahnnya akan ditunda selama satu tahun apabila
pernikahan tersebut bertepatan dengan meninggalnya orangtua. Artinya,
jika tidak segera dilaksanakan pernikahan tersebut maka akan menunggu
selama satu tahun berikutnya untuk melaksanakan pernikahannya,
sedangkan persiapan untuk melaksanakan segala walimah pernikahan juga
sudah dilakukan. Oleh karena itu, maka calon mempelai perempuan dan
calon mempelai laki-laki menyegerakan pernikahan tersebut meskipun

12

Ibid., 144.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

belum tepat pada waktu yang telah direncanakan. Hal itu dipandang
sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orangtuanya.13
Bila dilihat dari kedudukan jenazah itu sendiri, tidak ditemukan
penyimpangan terhadap syar’i sebab jenazah dalam pelaksanaan akad
nikah tidak memiliki peran sama sekali, baik sebagai wali maupun saksi.
Dalam hal ini, penulis ingin membahas kasus pernikahan di
depan jenazah tersebut dalam pandangan tokoh Nahdlatul Ulama’.
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi massa (Ormas)
Islam terbesar di Indonesia. Nahdlatul Ulama’ memiliki tipologi
pemikiran yang berbeda. Nahdlatul Ulama’ adalah representasi dari
masyarakat tradisional dengan ciri khas tawassut}/i’tida>l (tengahtengah/tegak lurus), tawa>zun (seimbang) dan tasa>muh (toleransi) dan

amar ma’ru>f nahi> munkar (menyeru pada kebaikan dan mencegah
kemunkaran).14 Warga ormas Islam yang berlambang bola dunia dan
bintang sembilan ini mayoritas adalah masyarakat pedesaan, santri dan
petani. Organisasi Nahdlatul Ulama’ memiliki suatu lembaga fatwa dalam
merespon problematika dalam Islam yaitu Lembaga Bah{s|ul Masa>il.
Terkait pernikahan di depan jenazah, Organisasi Nahdlatul
Ulama’ ini belum pernah membahas terkait peristiwa pernikahan di depan
jenazah tersebut. Peristiwa yang masih dianut dan dilaksanakan oleh

13

Siti Nuriyati, Wawancara, Surabaya, 20 November 2015.
Tim PWNU Jatim, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah Yang Berlaku di
Lingkungan NU, (Surabaya: Khalista dan LTN NU Jatim, Cet. I, 2007), 51; Muhyiddin
Abdusshomad, Hujjah NU: Akidah-Amaliah-Tradisi, (Surabaya: Khalista dan LTN NU Jatim,
Cet. IV, 2010), 7-8.
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

sebagian masyarakat adat jawa dalam hal menikahkan calon mempelai di
depan jenazah sebelum hari yang ditentukan mengingat orangtua dari
mempelai meninggal dunia terlebih dahulu dan harus melaksanakan
pernikahan tersebut di depan jenazah orangtua sebagai bentuk
penghormatan terakhir anak kepada orangtua.
Bagaimana pandangan Organisasi Nahdlatul Ulama’ terkait
pernikahan di depan jenazah tersebut? Apakah peristiwa pelaksanaan
pernikahan di depan jenazah menyimpang dari agama Islam atau tidak?
Apa yang menjadi alasan masyarakat melaksanakan pernikahan di depan
jenazah? Disini penulis merasa ingin meneliti lebih jauh pandangan dan
argumen tokoh struktural Nahdlatul Ulama’ (NU) yang penulis
fokuskan pada tokoh-tokoh Nahlatul Ulama’ Jawa Timur yang berpusat
di Surabaya terhadap pelaksanaan pernikahan di depan jenazah yang
terjadi di kelurahan Simomulyo Baru, kecamatan Sukomanunggal
Surabaya, dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan
Tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) Tentang Pernikahan di Depan Jenazah
Di Kelurahan Simomulyo Baru Kecamatan Sukomanunggal Kota
Surabaya”

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam hukum Islam
2. Rukun dan syarat perkawinan dalam hukum Islam
3. Pelaksanaan pernikahan di depan jenazah di kelurahan Simomulyo Baru,
kecamatan Sukomanunggal, Surabaya.
4. Faktor yang melatar belakangi pernikahan depan jenazah di kelurahan
Simomulyo Baru, kecamatan Sukomanunggal, Surabaya
5. Pandangan tokoh Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur terhadap tradisi
pernikahan di depan jenazah.
Melihat luasnya pembahasan tentang tradisi pernikahan di depan
jenazah dalam identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi
masalah dalam pembahasan ini, dengan:
1. Deskripsi tentang pelaksanaan pernikahan depan jenazah di kelurahan
Simomulyo Baru, kecamatan Sukomanunggal, Surabaya.
2. Analisis hukum islam terhadap pandangan tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU)
tentang pelaksanaan pernikahan di depan jenazah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

1. Bagaimana deskripsi pelaksanaan pernikahan depan jenazah di Kelurahan
Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya?
2. Bagaimana analisis hukum islam terhadap pandangan tokoh Nahdlatul
Ulama’ (NU) tentang pernikahan di depan jenazah?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Setelah melakukan penelusuran, ada beberapa skripsi
yang membahas tentang perkawinan di depan jenazah, diantaranya yaitu:
Pertama, skripsi UIN Maliki Malang dari Siti Aminah yang berjudul
Tradisi Kawin Mayit (Studi tentang Pandangan Masyarakat di Kecamatan
Lumajang Kabupaten Lumajang). Skripsi ini membahas mengenai pernikahan
di depan jenazah menurut pandangan masyarakat setempat, apakah tradisi
pernikahan tersebut setuju atau kurang setuju dengan didasari oleh pendapat
masyarakat masing-masing.15
Kedua, skripsi IAIN Walisongo yang berjudul Hukum Pelaksanaan
Akad Nikah di hadapan Jenazah dan Implikasinya Terhadap Masyarakat.
Skripsi ini membahas mengenai pernikahan di depan jenazah yang terjadi di
desa Kawedusan Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.
Skripsi ini membahas mengenai pernikahan di depan jenazah ditinjau dari

15

Siti Aminah, “Tradisi Kawin Mayit (Studi tentang Pandangan Masyarakat di Kecamatan
Lumajang Kabupaten Lumajang)” (Skripsi -- UIN Malik Ibrahim, Malang, 2007), 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

pandangan maslahah mursalah, dengan adanya pernikahan di depan mayit ini
diharapkan dalam menentukan hukum nikahnya dapat lebih diterima oleh
masyarakat.16
Ketiga, skripsi dari UIN Maliki Malang dengan judul Perkawinan
Dekat Jenazah dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi ini membahas
mengenai pernjkahan adat kawin mayit yang ditinjau dari sudut pandang
hukum pernikahan islam untuk memastikan apakah tradisi kawin mayit layak
untuk dijadikan sebuah pertimbangan hukum.17
Sedangkan dalam skripsi penulis membahas mengenai pernikahan
depan jenazah menurut pandangan beberapa tokoh NU dengan didasarkan
pada alasan-alasan yang dikemukakan.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan pernikahan depan jenazah di kelurahan
Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya.
2. Menganalisis pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) Jawa Timur
terhadap pelaksanaan pernikahan di depan jenazah.

16

Nurul Laely, “Hukum Pelaksanaan Akad Nikah di hadapan Jenazah dan Implikasinya Terhadap
Masyarakat” (Skripsi – IAIN Walisongo, Semarang, 2004), 17.
17
Ratih Novitasari, “Perkawinan Dekat Jenazah dalam Perspektif Hukum Islam” (Skripsi – UIN
Malik Ibrahim, Malang, 2015), 19.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat, sekurangkurangnya dalam 2 (dua) hal di bawah ini:
1. Aspek teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi peneliti selanjutnya
dan dapat dijadikan bahan masukan dalam memahami tentang
pernikahan di depan jenazah oleh masyarakat kelurahan Simomulyo
Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya.
b. Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan pengetahuan
tentang pernikahan yang dilaksanakan di depan jenazah.
2. Aspek praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat khususnya masyarakat kelurahan Simomulyo Baru,
kecamatan Sukomanunggal, Surabaya yang melaksanakan pernikahan
di depan jenazah.
b. Memberikan pandangan tentang pernikahan di depan jenazah oleh
tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU).

G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan secara
gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

1. Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berkenan dengan kehidupan berdasarkan Al-quran dan As-sunnah atau
disebut juga dengan hukum syara’.18 Hukum Islam dalam penelitian ini
adalah hukum Islam yang dispesifikkan dengan menggunakan metode

‘Urf sebagai dalil dalam menetapkan hukumnya.
2. Tokoh Nahdlatul Ulama’

: Tokoh yang menjadi Pengurus Wilayah

Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur. Yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Organisasi Nahdlatul Ulama’ yang berada di Jawa Timur.
3. Pernikahan Depan Jenazah : Pernikahan yang dilakukan di depan
jenazah dengan memenuhi syarat dan rukun pernikahan.
Berdasarkan definisi operasional yang telah dipaparkan di atas, maka
penelitian dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan
Tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) Tentang Pernikahan Di Depan Jenazah Di
Kelurahan Simomulyo Baru Kecamatan Sukomanunggal Kota Surabaya”,
terbatas pada pembahasan mengenai deskripsi tradisi pernikahan di depan
jenazah, yang kemudian akan dianalisis dengan pendapat beberapa tokoh
Nahdlatul Ulama’ (NU).

H. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

research). Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang

18

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) 169.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

diperoleh dari lapangan sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini
dapat tersusun dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk
mengemukakan metode penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Data yang dihimpun
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung
jawabkan dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka penulis
membutuhkan data sebagai berikut:
a. Data tentang deskripsi pernikahan di depan jenazah yang dilakukan
oleh

masyarakat

kelurahan

Simomulyo

Baru,

kecamatan

Sukomanunggal Surabaya.
b. Data tentang pendapat beberapa tokoh-tokoh besar Nahdlatul Ulama’
(NU) yang berada di wilayah Jawa Timur tentang pernikahan di depan
jenazah.
2. Sumber Data
Berdasarkan data yang akan dihimpun di atas, maka yang menjadi
sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer di sini adalah sumber data yang diperoleh
secara langsung dari subyek penelitian. Dalam penelitian ini sumber
data primer adalah:
1) Keterangan beberapa tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) tentang
pernikahan di depan jenazah, yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

a) Ustadz Ma’ruf Khazin sebagai Pengurus PW LBM (Lembaga
Bahtsul Masa’il) NUJawa Timur.
b) KH. Abdurrahman Navis, Lc, M.Hi sebagai Wakil Ketua
Tanfidzyah PWNU Jawa Timur, Direktur Aswaja Center
PWNU Jawa Timur.
c) KH. Ahmad Asyhar sebagai Ketua PW LBM (Lembaga Bahtsul
Masa’il) NU Jawa Timur
d) Ustadz Ahmad Muntaha AM sebagai Wakil Sekretaris PW
LBM (Lembaga Bahtsul Masa’il) NU Jawa Timur, Koordinator
KISWAH Aswaja NU Center PWNU JawaTimur
e) Keterangan dari masyarakat kelurahan Simomulyo Baru
kecamatan Sukomanunggal Surabaya yang melaksanakan
pernikahan di depan jenazah.
f) Keterangan dari tokoh agama di kelurahan Simomulyo Baru
kecamatan Sukomanunggal Surabaya, Surabaya
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada peneliti, seperti literatur-literatur mengenai
perkawinan. Antara lain:
1) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara

Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.
2) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah.
3) M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

4) H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fiqh

Nikah Lengkap.
5) Rohman Ritonga, Fiqh Ibadah.
6) Pendapat Tokoh Nahdlatul Ulama’
7) Pendapat Tokoh Agama Masyarakat kelurahan Sidomulya Baru,
Surabaya.
8) Pendapat masyarakat kelurahan Sidomulya Baru, Surabaya.
3. Identifikasi Responden
Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah 4 tokoh struktural
Nahdlatul Ulama’ (NU), beberapa tokoh terebut adalah Ustadz Ma’ruf
Khazin sebagai Pengurus PW LBM (Lembaga Bahtsul Masa’il) NU Jawa
Timur, KH. Abdurrahman Navis, Lc, M.Hi sebagai Wakil Ketua
Tanfidziyah PWNU Jawa Timur, Direktur Aswaja NU Center PWNU
Jawa Timur, KH. Ahmad Asyhar sebagai Ketua PW LBM (Lembaga
Bahtsul Masa’il) NU Jawa Timur, dan Ustadz Ahmad Muntaha AM
sebagai Wakil Sekretaris PW LBM (Lembaga Bahtsul Masa’il) NU Jawa
Timur, Koordinator KISWAH Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.
Mereka dipilih karena mereka adalah tokoh representatif dari NU Jawa
Timur, memiliki kompetensi yang sesuai dengan penelitian, tingkat
pendidikan mereka relatif tinggi dan berperan aktif dalam lembaga kajian
yang membahas problematika keislaman menurut metode penetapan
hukum yang mereka gunakan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat
menentukan baik tidaknya sebuah penelitian. Maka kegiatan pengumpulan
data harus dirancang dengan baik dan sistematis, agar data yang
dikumpulkan

sesuai

dengan

permasalahan

penelitian.

Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap
muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.19

Apabila

wawancara

bertujuan

untuk

mendapat keterangan atau untuk keperluan informasi maka individu
yang menjadi sasaran wawancara adalah informan. Pada wawancara
ini yang penting adalah memilih orang-orang yang tepat dan memiliki
pengetahuan tentang hal-hal yang ingin kita ketahui. 20
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur yang
berpusat di kota Surabaya yang menjadi informan dalam hal meminta
pendapat tentang pernikahan di depan jenazah adalah beberapa tokoh
seperti Ustadz Ma’ruf Khazin sebagai Pengurus PW LBM (Lembaga
Bahtsul Masa’il) NU Jawa Timur, KH. Abdurrahman Navis, Lc, M.Hi
sebagai Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur, Direktur
19

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cetakan Kesepuluh,(Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2009), 83.
20

Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, KH. Ahmad Asyhar sebagai
Ketua PW LBM (Lembaga Bahtsul Masa’il) NU Jawa Timur, dan
Ustadz Ahmad Muntaha AM sebagai Wakil Sekretaris PW LBM
(Lembaga Bahtsul Masa’il) NU Jawa Timur, Koordinator KISWAH
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Di daerah pedesaan umumnya
yang menjadi informan mengenai pernikahan adalah tokoh agama
atau mereka yang mempunyai kedudukan formal dalam pernikahan.
Wawancara dilakukan dengan cara bersilaturahmi ke rumah tokoh
agama dan masyarakat yang melaksanakan praktek tradisi pernikahan
di depan jenazah.
b. Studi dokumen
Studi

dokumen

merupakan

salah

satu

sumber

untuk

memperoleh data dari buku dan bahan bacaan mengenai penelitian
yang pernah dilakukan.21 Studi dokumen ini adalah salah satu cara
pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian sosial.
Pengumpulan data tersebut dilakukan guna memperoleh sumber data
primer dan sekunder, baik dari kitab-kitab, buku-buku, maupun
dokumen lain yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.
5. Teknik analisis data
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap baik dari
lapangan dan dokumentasi, tahap selanjutnya adalah analisis data.

21

Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI –Press,1986),
201.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik deskriptif

analitis dengan pola pikir deduktif, yaitu menggambarkan hasil penelitian
secara sistematis dengan diawali teori atau dalil yang bersifat umum
tentang pernikahan di depan jenazah.Penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pendekatan deskriptif analitis
dipergunakan untuk menggambarkan pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama’
(NU) terhadap pelaksanaan pernikahan depan jenazah di Kelurahan
Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya. Selanjutnya,
deskripsi tersebut dianalisis menggunakan pola pikir deduktif.22

I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab
terdiri dari beberapa subbab sebagai berikut:
Bab pertama tentang pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang
Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian
Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional,
Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua tentang landasan teori, bab ini membahas tentang teori
perkawinan dalam Islam meliputi pengertian perkawinan, dasar hukum,

22

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

syarat dan rukun perkawinan, keabsahan perkawinan, hikmah perkawinan,
dan pencatatan perkawinan.
Bab ketiga memuat data yang berkenaan dengan hasil penelitian
terhadap pelaksanaan pernikahan di depan jenazah. Dalam subbab ini dibahas
tentang

gambaran

umum

Kelurahan

Simomulyo

Baru

kecamatan

Sukomanunggal Surabaya, deskripsi pelaksanaan pernikahan depan jenazah di
Kelurahan Simomulyo Baru kecamatan Sukomanunggal Surabaya, pendapat
tokoh Nahdlatul Ulama’ terhadap pelaksanaan pernikahan di depan jenazah.
Bab keempat merupakan analisis terhadap permasalahan dalam
penelitian ini. Bab ini berisi analisis terhadap pandangan tokoh Nahdlatul
Ulama’ terhadap pelaksanaan pernikahan di depan jenazah, baik analisis
terhadap dasar pelaksanaan pernikahan di depan jenazah maupun analisis
terhadap alasan terjadinya pelaksanaan pernikahan di depan jenazah.
Bab kelima penutup, bab ini merupakan bagian akhir yang berisi
kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM ISLAM
DAN ‘URF

A. Pengertian Perkawinan

Kata nikah atau kawin berasal dari bahasa Arab yaitu “‫ ”النكاح‬dan

“‫”الزواج‬, yang secara bahasa mempunyai arti “‫( ” الوطئ‬setubuh, senggama)1
dan

“‫(”الضم‬berkumpul).

Secara hakiki nikah diartikan juga dengan berarti

bersetubuh atau bersenggama, sedangkan secara majazi bermakna akad.2
Menurut istilah, pernikahan adalah akad untuk menghalalkan
hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara lakilaki dan perempuan, dimana antara keduanya bukan muhrim atau lebih
tegasnya, pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan
perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan
dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah,
penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.3

1
Ahmad Warson Al-Munawwir, Al-Munawwi>r: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997) 1461.
2
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Juz 9,(Dar El-Fikr, 1997) 6513.
3
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam (Jakarta: Rhineka Cipta, 1992), 188.

21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Menurut al-Qur’an perkawinan adalah menciptakan kehidupan
keluarga antara suami isteri dan anak-anak serta orangtua agar tercapai suatu
kehidupan yang aman dan tenteram (sakinah) pergaulan yang saling
mencintai (mawaddah) dan saling menyantuni (rahma).4
Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah, yaitu akad yang
menjadikan halalnya hubungan seksual antara kedua orang yang berakad
sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang datangnya dari syara‘. 5
Sedangkan di dalam ensiklopedi hukum Islam, disebutkan bahwa
nikah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami
istri dalam sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan
keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas
bumi. Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia pertama di atas
bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah Swt. terhadap
hamba-Nya.6
Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau

mis|a>qan gali>d{an dan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita untuk mentaati perintah Allah dan siapa yang melaksanakannya
adalah merupakan ibadah, serta untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang saki>nah, mawaddah wa rah}mah.7

4

Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (UI Press: 1974), 47.
Abu Zahrah, Al-Ahwal Al-Syakhs{iyah, (Dar El-Fikr Al-‘arabi, 1958) 18.
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996)
1329.
7
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Buku Aksara, 1996) 14.

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 disebutkan
bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.8
Kemudian Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan pengertian nikah adalah
akad yang memberikan faedah hukum kebolehan melakukan hubungan
keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong
menolong dan memberikan batasan bagi pemiliknya serta peraturan bagi
masing-masing.9
Dari beberapa pengertian pernikahan tersebut di atas dapat
dirumuskan bahwa, pernikahan adalah ikatan melakukan suatu akad atau
perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan
dasar sukarela dam keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan keluarga
yang diliputi kasih sayang dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridhai
Allah Swt.

8

Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,

(Bandung: Citra Umbara, 2012), 2.
9
Hasbi Ash-Shidieqi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) 96.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

B. Dasar Hukum Perkawinan
Diantara dasar hukum dianjurkannya perkawinan adalah sebagai
berikut:
a. Q.S. Ar-Ru>m ayat 21
            

        

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.10
b. Q.S. An-Nu>r ayat 32
          
        
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.11

10

Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006),
406.
11
Ibid., 354.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

c. Q.S. Yasi>n ayat 36
            

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.12
d. Rasulullah SAW bersabda :

ِ ‫النِ صلى اللهُ َعلَْي ِه وسلم يا م ْع َشر الشب‬
‫اع الْبَاءَ َة‬
َ َ‫ق‬: ‫َع ْن َعْب ِد الل ِه َقال‬
َ َ‫استَط‬
ْ ‫اب َم ْن‬
َ ِ ‫ال لَنَا‬
َ َ َ َ َ ََ
ِ
‫ص ُن لِْل َف ْرِج َوَم ْن ََْ يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَْي ِه بِالص ْوِم فَِإنهُ لَهُ ِو ََاء‬
ْ ‫ص ِر َوأ‬
َ ‫َح‬
َ َ‫فَ ْليَتَ َزو ْج فَِإنهُ أَ َغض ل ْلب‬
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: telah berkata kepada
kami Rasulullah SAW, : “Hai sekalian pemuda, barangsiapa
yang telah sanggup di antara kamu kawin, maka hendaklah ia
kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan
(kepada yang dilarang oleh agama) dan memelihara
kehormatan. Dan barangsiapa yang tidak sanggup, hendaklah ia
berpuasa. Maka sesungguhnya puasa itu adalah perisai
baginya.13

Perkawinan hukum asalnya adalah mubah, namun dapat berubah
menurut ah}ka>mal al-khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan
keadaan:
1. Nikah Wajib, diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan
menambah takwa. Dan juga mamou bagi orang yang telah mampu, yang
akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram.

12
13

Ibid., 442.

Abu Al-Hasan Nuruddin Muhammad bin Abd Al-Hadi Al-Sindi, Shahi>h Bukhari bi Al- Ha>siyah
Imam Al-Sindi Jilid 3 , (Beirut Lebanon : Daar Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1971) 422.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

2. Nikah Haram, nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya
tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan
kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinngal, dan
kewajiban batin seperti mencampuri isteri.
3. Nikah Sunnah, nikah disunnahkan bagi orang-orang yang sudah mampu
tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram,
dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik daripada membujang karena
membujang tidak diajarkan oleh Islam.
4. Nikah Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan
dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib
nikah dan tidak haram bila tidak nikah.14
Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan,
menurut Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah
tergantung dengan keadaan mas}lah}at atau mafsadat-nya.

C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.
Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

14

H.S.S Al-Hamdani, Risalah Nikah, ter. Agus Salim, cet. 2, (Jakarta: Pustaka Amin, 2002), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Artinya, perkawinan tidak sah
apabila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.15
1. Rukun Perkawinan
Jumhur ulama’ sepakat bahwa rukun perkawinan itu adalah
adanya mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali, dua orang saksi,
dan ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.16
a. Adapun syarat-syarat suami adalah:
1) Bukan mahram dari calon isteri
2) Tidak terpaksa atau kemauan sendiri
3) Orangnya tertentu, jelas orangnya
4) Tidak sedang ihram.
b. Syarat-syarat isteri adalah:
1) Tidak ada halangan syara’, yaitu tidak bersuami, bukan mahram,
tidak sedang dalam iddah
2) Merdeka, atau kemauan sendiri
3) Jelas orangnya, dan
4) Tidak sedang berihram.17

15

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 59.
Ibid.,61.
17
H.M.A Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat..., 13.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

c. Syarat-syarat Wali
Adapun yang dimaksud wali dalam perkawinan adalah
seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak
terhadap dan atas nama orang lain. Dapatnya dia bertindak terhadap
dan atas nama orang lain itu adalah karena orang lain itu memiliki
sesuatu kekurangan pada dirinya, yang memungkinkan dia bertindak
sendiri secara hukum, baik dalam bertindak atas harta atau atas
dirinya. Dalam perkawinan wali itu adalah seseorang yang bertindak
atas nama mempelai perempuan dalam suatu akadi nikah.18
Yang berhak menempati kedudukan wali itu ada tiga
kelompok: Pertama, wali nasab, yaitu wali berhubungan tali
kekeluargaan dengan perempuan yang akan kawin. Kedua, wali

mu’thiq yaitu orang yang menjadi wali terhadap perempuan bekas
hamba sahaya yang dimerdekakannya. Ketiga, wali hakim yaitu orang
yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau
penguasa.19
Menurut Imam Syafi’i tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi
pihak pengantin perempuan. Sedangkan menurut madzab Hanafi, wali
itu sunnah saja hukumnya. Di samping itu ada pendapat yang
menyatakan bahwa wali nikah itu sebenarnya tidak perlu apabila yang
mengucapkan ijab dalam proses akad ialah pihak laki-laki. Tetapi

18
19

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam..., 69.
Ibid., 75.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

kenapa dalam praktik selalu pihak wanita yang ditugaskan
mengucapkan ijab (penawaran), sedang pengantin laki-laki yang
diperintahkan mengucapkan ikrar qabul (penerimaan). Karena wanita
itu pada umumnya (fitrah) adalah pemalu, maka pengucapan ijab itu
perlu diwakilkan kepada walinya, jadi wali itu sebagai wakil dari
perempuan. Biasanya diwakili oleh ayahnya, bilamana tidak ada ayah,
dapat digantikikan oleh kakeknya. Wali nikah yang demikian itu
disebut wali nikah yang memaksa (mujbir).20
Bila tidak ada ayah mungin karena meninggal atau ghaib,
maka digantikan kakek yang berhak tampil menj