PROBLEMATIKA DAN SOLUSI PELAKSANAAN PROGRAM TA’LIM AL-QUR'AN DI SMP KHADIJAH SURABAYA.
SKRIPSI
Oleh:
Alaika Muhammad Bagus Kurnia PS
D31211077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2015
(2)
ii
Nama : Alaika Muhammad Bagus Kurnia PS
Nim : D31211077
Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Problematika dan Solusi Pelaksanaan Program Ta’li>m
Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya
Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Surabaya, 08 Januari 2015 Yang membuat pernyataan,
Alaika Muhammad Bagus Kurnia PS D31211077
(3)
iii Skripsi oleh:
Nama : Alaika Muhammad Bagus Kurnia PS
NIM : D31211077
Judul : Problematika dan Solusi Pelaksanaan Program Ta’li>m Al -Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 08 Januari 2015 Pembimbing,
Dr. Ahmad Yusam Thobroni, M.Ag NIP: 197107221996031001
(4)
iv
Surabaya, 27 Januari 2015 Mengesahkan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Dekan,
Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M. Ag NIP. 196311161989031003
Ketua,
Dr. Ahmad Yusam Thobroni, M.Ag NIP: 197107221996031001
Sekretaris,
Agus Prasetyo Kurniawan, M.Pd NIP. 198308212011011009
Penguji I,
Dr. H. Abd. Kadir, MA NIP. 195308031989031001
Penguji II,
Dra. Hj. Fauti Subhan, M.Pdi NIP. 195410101983122001
(5)
v
ABSTRAK
Di SMP Khadijah Surabaya, terdapat pembelajaran baca al-Qur’a>n yang termasuk dalam kategori pengembangan diri yang dikenal dengan TQ (Ta’li>m al-Qur’a>n) atau biasa disebut oleh kalangan umum adalah tarti>l al-Qur’a>n. Adapun tujuan dari kegiatan ta’li>m al-Qur’a>n ini adalah sebagai upaya untuk menyamakan dan meningkat kemampuan baca al-Qur’a>n siswa-siswi di SMP Khadijah serta membentuk siswa yang berakhak qurani yang sesuai dengan visi dari SMP Khadijah itu sendiri. Program ini dinilai sudah menjadi program unggulan dan banyak dikenal di kalangan masyarakat umum tidak hanya dari dalam kota, akan tetapi dari luar kota juga. Oleh sebab itu penulis ingin mengadakan penelitian tentang pelaksanaannya, problematika yang muncul pada prosesnya dan juga upaya sekolah dan guru dalam mengatasinya. Berdasarkan alasan tersebut penulis mengangkat judul “Problematika dan Solusi Pelaksanaan Program Ta’li>m Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya” sebagaipenelitian dalam tugas skripsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan program TQ ini serta upaya sekolah dan guru dalam mengatasi hambatan itu. Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif lapangan (field qualitative research) dengan pendekatan kurikulum sekolah. Dan metode yang digunakan dalam menganalisis datanya adalah content Analysis (Analisis Isi).
Oleh karena itu, guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan, peneliti mengambil data yang berhubungan dengan judul skripsi ini lalu menganalisisnya sehingga mendapatkan apa yang dimaksud dalam tujuan penelitian ini. Berdasarkan penelitian ini, maka kami menyimpulkan bahwa: pertama, faktor-faktor pendukung dalam program ta’li>m al-Qur’a>n adalah guru yang professional dan berpengalaman, adanya evaluasi harian, bulanan dan tiap semester, adanya ujian terbuka dan wisuda al-Qur’an, adanya tashi>h (koreksi dan perbaikan) bacaan, dan kegiatan khotmil Qur’a>n. Sedangkan faktor penghambat dalam program ta’li>m al-Qur’a>n di antaranya adalah yang berhubungan dengan siswa misalnya perbedaan karakter dan tingkat intelegensi anak, yang berhubungan dengan guru misalnya Standar Kompetensi guru (ustadz dan ustadzah) belum maksimal, cara mengajar guru di kelas yang monoton dan kurang menarik, sarana dan prasarana kurang ideal, dan lain sebagainya. Kedua, upaya sekolah dan guru untuk mengatasi hambatan atau problem tersebut diantaranya adalah penyediaan guru yang bersertifikat tilawati, guru berinisiatif mengadakan MMQ untuk peningkatan kualitas pembelajaran guru TQ, guru bersikap tegas kepada siswa yang malas, guru mengadakan kegiatan tas}hi>h (koreksi dan perbaikan) bacaan
.
(6)
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 6
E. Penelitian Terdahulu ... 8
F. Definisi Operasional ... 9
G.Metode Penelitian ... 10
H.Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II KAJIAN TEORI ... 18
A.Pembelajaran al-Qur’a>n ... 18
1. Pengertian al-Qur’a>n ... 18
2. Komponen ... 19
B.Problematika Pembelajaran al-Qur’a>n ... 33
1. Mutu Pendidikan ... 39
(7)
3. Lama Waktu Belajar Tidak Pasti ... 41
4. Metode Pembelajaran yang dipakai kurang / tidak dikuasai ... 41
C.Komponen-Komponen Pendukung dan Penghambatan dalam Proses Pembelajaran atau Pendidikan ... 41
1. Komponen pendukung ... 41
2. Komponen Penghambat ... 44
D.Problematika Program Ta’li>m al-Qur’a>n (TQ) ... 48
E.Hubungan antara Problematika Pembelajaran al-Qur’an dan Program TQ 50 BAB III GAMBARAN UMUM SMP KHADIJAH SURABAYA ... 53
A. Gambaran Umum SMP Khadijah ... 53
1. Letak Geografis ... 53
2. Sejarah Singkat Berdiri dan Perkembangannya ... 53
3. Visi, Misi dan Tujuan ... 54
4. Ciri Khas SMP Khadijah Sebagai Pesantren Kota ... 56
5. Struktur Organisasi ... 59
6. Keadaan guru, Karyawan dan Siswa ... 60
7. Sarana dan Prasarana ... 62
8. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 62
9. Program Unggulan ... 63
B. Deskripsi Program Ta’lim al-Qur’an di SMP Khadijah ... 64
1. Deskripsi Umum ... 64
2. Tujuan ... 65
3. Target Kualitas Program TQ ... 65
4. Kualifikasi Pembagian Kelas TQ ... 65
5. Output SMP Khadijah ... 65
6. Program Pendukung TQ ... 66
7. Pelaksanaan ... 66
(8)
9. Kurikulum ... 67
C. Penyajian Data ... 67
1. Data Wawancara ... 67
2. Data Observasi ... 73
BAB IV ANALISIS DATA TENTANG PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PROGRAM TA’LI>M AL-QUR’A>N DI SMP KHADIJAH ... 79
A. INSTRUMEN ANALISIS ... 79
B. ANALISIS DATA ... 84
1.Analisis Data tentang Latar Belakang dan Tujuan Penyelenggaraan Program Ta’li>m Al-Qur’a>n ... 84
2.Analisis Data tentang Pelaksanaan Program Ta’li>m Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya ... 87
3.Analisis Data tentang Problematika Program Ta’li>m Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya ... 95
4.Analisis Data tentang Upaya Sekolah dan Guru untuk Mengatasi Problematika Program Ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya ... 115
BAB V PENUTUP ... 128
A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 129 DAFTAR PUSTAKA
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia diilhami oleh tujuan Negara Republik Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan salah satunya dalam tujuan tersebut adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Maksud dari kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa adalah mencerdaskan kehidupan setiap manusia baik dalam segi jasmani maupun rohani.
Mengasuh, membesarkan serta mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari halangan dan rintangan. Banyak usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan.1 Pendidikan merupakan suatu aspek yang mendasar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi serta mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritiual keagamaan, pengnedalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
1
Yulia Singgih D.Gunarsah, Psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 3.
(10)
Sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 Sistem pendidikan Nasional :
“Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. 2
Untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, maka pendidikan di Indonesia membuat sistem yang mana di dalam kurikulum pendidikan formal terdapat bidang studi Pendidikan Agama. Misalnya Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu dari perwujudannya berperan untuk membentuk manusia yang religius serta berakhlak baik terhadap sesama manusia maupun terhadap Allah swt yang berpedoman pada Al-Qur’a>n sebagai sumber hukumnya.
Al-Qur’a>n adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril as., yang ditulis dalam suhuf-suhuf dan disampaikan secara mutawatir, dan membacanya dianggap sebagai suatu ibadah, serta mempelajarinya di samping sunnah.3
Al-Qur’a>n sendiri adalah sumber hukum Islam yang tak pernah usang dan dipakai dalam penataan kehidupan manusia sampai hari kiamat. Maka dari itu, manusia diwajibkan untuk mempelajarinya. Disini mempelajari Al-Qur’a>n dibagi menjadi 2, yaitu:
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, 2003, 3.
3
(11)
1. Mempelajari untuk membaca al-Qur’a>n secara tartil, sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Ilmu tajwid sendiri adalah suatu ilmu pengetahuan cara membaca al-Qur’a>n dengan baik dan tertib menurut makhrojnya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung atau tidaknya, irama dan nadanya, serta titik komanya yang sudah dilakukan oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya.4
Karena hukum mempelajari al-Qur’a>n adalah fardu kifayah, sedangkan mengamalkannya adalah fardhu „ain. Hal ini mengacu pada landasan firman Allah swt dalam QS. Al-Muzammil (73) : 4
“Artinya: Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al-Qur’a>n itu dengan perlahan-lahan”.5
2. Mempelajari untuk memahami maknanya baik secara tersurat maupun tersirat. Hal ini sudah barang tentu karena sebab fungsi Al-Qur’a>n itu sendiri, yaitu sebagai pedoman hidup manusia di seluruh dunia ini. Karena
Al-Qur’a>n turunnya di negeri Arab, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab, dan orang non-Arab juga perlu untuk mempelajarinya lazimnya manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan
4
Syaikh H. Dt. Tombak Alam, Ilmu Tajwid Populer 17 kali Pandai, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 15.
5
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Gema Risalah Press, 1993), 1658.
(12)
hidupnya. Al-Qur’a>n lah sebagai suplemen manusia untuk kebutuhan rohaniahnya.
Di SMP Khadijah Surabaya, terdapat pembelajaran baca al-Qur’a>n yang termasuk dalam kategori pengembangan diri yang dikenal dengan TQ (Ta’li>m al-Qur’a>n) atau biasa disebut oleh kalangan umum adalah tarti>l al-Qur’a>n. Adapun tujuan dari kegiatan ta’li>m al-Qur’a>n ini adalah sebagai upaya untuk menyamakan dan meningkat kemampuan baca al-Qur’a>n siswa-siswi di SMP Khadijah serta membentuk siswa yang berakhak qurani yang sesuai dengan visi dari SMP Khadijah itu sendiri adalah,“Terwujudnya SDM Indonesia yang Kompetitif dan Berbudaya Unggul”.
Untuk mencapai visi tersebut, program TQ (Ta’li>mal-Qur’a>n) di SMP Khadijah adalah salah satu bentuk indikator dari visi tersebut yaitu, memiliki pengetahuan dan pemahaman agama. Dengan adanya pengembangan kemampuan baca al-Qur’a>n diharapkan salah satu pemahaman agama di bidang ilmu qira>at al-Qur’a>n dapat menuai hasil seperti apa yang diharapkan dan diakui standar baca al-Qur’a>noleh kalangan masyarakat.
Namun, ketika program tersebut dijalankan untuk mencapai sebuah tujuan yang diharapkan, ternyata program tersebut masih belum berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Komponen-komponen yang ada dalam program ini mulai dari sumber daya pendidiknya, tempat pelaksanaan (kelas), waktu, metode yang dipakai, jumlah siswa perkelas hingga sub program yang
(13)
menjadi pendukung program ta’li>m al-Qur’a>n tersebut tentunya masih menghadapi berbagai macam problem. Dan problem-problem tersebut harus mendapatkan penanganan segera agar dapat terminimalisir atau bahkan dapat diselesaikan secara baik, sehingga program ta’li>m al-Qur’a>n tersebut dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan sekolah untuk mewujudkan visinya.
Penulis mengutip perkataan Oemar Hamalik, ia menyatakan bahwa proses pengajaran dapat terselenggara secara lancar, efisien dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut.6
Berdasarkan pada pernyataan Oemar Hamalik di atas, program ta’li>m
al-Qur’>an sudah barang tentu harus diperhatikan proses pelaksanaannya dan diberikan pembenahan yang solutif agar berjalan secara efektif dan efisien serta menjadi bahan perbaikan sebagai salah satu upaya akuntabilitas program unggulan di SMP Khadijah Surabaya serta dengan harapan dapat membentuk pribadi yang mempunyai pemahaman agama secara lebih, kemampuan baca
Al-Qur’a>n dengan tartil serta mempunyai bekal manusia yang berkarakter qurani. Dari fenomena permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti judul :“Problematika dan Solusi Pelaksanaan Program Ta’li>m Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya”
6
(14)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh sekolah dan guru untuk mengatasi masalah dalam pelakasanaan program ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penilitian tersebut diharapkan :
1. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya.
2. Untuk mengetahui alternatif upaya solutif oleh sekolah dan guru untuk mengatasi masalah dalam program ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
(15)
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu pada umumnya dan pengajaran al-Qur’a>n pada khususnya.
b. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur atau bacaan tentang problematika program pembelajaran al-Qur’a>n yang dalam hal ini disebutkan dengan istilah ta’li>m al-Qur’a>n.
c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi yang bersangkutan khususnya penulis untuk mengetahui dan mendalami pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>nsehingga mampu menyelasaikan problematika yang dihadapai di dalamnya dan untuk kepentingan penelitian skripsi penulis.
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikirdan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut:
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi para calon pendidik agar lebih bersemangat dalam mengajarkan
al-Qur’a>n dan mengetahui cara menyelesaikan problem yang dihadapinya saat mengajar.
(16)
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan khususnya bagi sekolah dan para tenaga pendidik yang bersangkutan agar dapat mengaplikasikan mengembangkan program pengajaran al-Qur’a>n (ta’li>m al-Qur’a>n) yang telah diadakan sehingga hasilnya benar-benar maksimal.
c. Dengan skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khusunya penulis sendiri. Amin.
E. Penelitian Terdahulu
Siti Qoyyimah, Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UINSA, telah melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Program Unggulan terhadap Kualitas Baca Tulis Al-Qur’a>n Siswa Kelas 8 ICP di MTs YPM 1 Wonoayu Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang MTs YPM 1 Wonoayu sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas Baca Tulis Al-Qur’a>n di kecamatan Wonoayu. Masalah yang diteliti adalah 1) Bagaimana gambaran programunggulan di MTs YPM 1 Wonoayu-Sidoarjo, 2) Bagaimana kondisi kualitas BacaTulis Al-Qur’a>n siswa kelas 8 ICP di MTs YPM 1 Wonoayu sidoarjo, 3)Bagaimana pengaruh program unggulan terhadap kualitas Baca Tulis Al-Qur’a>n siswa kelas 8 ICP di MTs YPM 1 Wonoayu-Sidoarjo.
(17)
Penilitian seperti itu saja yang penulis temukan dalam pembahasan pengajaran Al-Qur’a>n, sehingga penulis berhasrat untuk melakukan penelitian dengan judul “ Problematika dan Solusi Program Ta’li>m al-Qur’a>n (TQ) di SMP Khadijah”.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan pada judul penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain :
1. Problematika
Disebutkan dalam Kamus Ilmiah Populer karya Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, problematika artinya berbagai problem. Sedangkan problem adalah soal, masalah, perkara sulit, atau persoalan. 7 maksudnya adalah suatu permasalahan yang dihadapi dalam melakukan sesuatu, dan problematika yang akan dijelaskan di sini adalah tentang pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>ndi SMP Khadijah.
2. Program Ta’li>m al-Qur’a>n
Disebutkan pula dalam Kamus Ilmiah Populer karya Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, program adalah acara, rencana,
7
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), 626.
(18)
rancangan kegiatan.8 Adapun kata ta’li>m itu berasal dari bahasa Arab yang merupakan masdar dari kata ‘allama - yu’allimu, berarti pembelajaran, pendidikan, mendidik, memberikan pembelajaran.9 Sedangkan pengertian pembelajaran sendiri menurut Winarno Surahmad adalah suatu usaha yang bersifat sadar, dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku, menuju kedewasaan anak didik. Perubahan yang dimaksud menunjuk pada suatu proses yang harus dilalui. Proses yang dimaksudkan di sini adalah proses pendidikan.10 Kata “al-Qur’a>n” menurut bahasa artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dan petunjuk bagi seluruh alam.
Jadi, yang dimaksud ta’li>m al-Qur’a>n di sini adalah mengajarkan/membelajarkan al-Qur’a>n, dari segi cara menulis, dan membacanya kepada para siswa dengan sistematis sesuai jenjang usianya. Dan yang menjadi bahan penelitian di sini adalah program ta’li>m al-Qur’a>n yang diadakan di SMP Khadijah tempat penulis mengajar.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan langkah-langkah operasional dan ilmiah yang dilakukan dalam rangka mencari jawaban atas
8Ibid…., 628. 9
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir; Arab-Indo, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 967.
10
(19)
rumusan masalah penelitian.11 Metode penilitian ini merupakan rencana pemecahan bagi persoalan yang diselidiki.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan (field research). Karena semua yang digali adalah bersumber langsung dari objek yang bersangkutan. Dimana data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data, keterangan dari komponen-komponen sekolah yang bersangkutan terutama yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
2. Sumber data
Maksud dari sumber data dalam penelitian ini adalah subjek di mana data diperoleh.12 Adapun yang menjadi sumber dalam penelitian ini adalah :
a. Waka Kurikulum SMP Khadijah Surabaya
b. Guru yang mengajar program ta’li>m al-Qur’a>n. c. Kepala/Koordinator program ta’li>m al-Qur’a>n.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis juga menggunakan beberapa metode yang dikira sesuai dengan masalah yang
11
Pedoman Penulisan Skripsi Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UINSA, 11.
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Bina Angkasa, 2006), 107.
(20)
diteliti. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah sebagai berikut :
a. Observasi
Obseravasi adalah pengamatan atau pencatatan dengan sistematik terhadap objek penelitian.13 Dalam metode ini, penulis menggunakan observasi partisipan, yakni penulis mengadakan pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung, dan turut ambil bagian dalam pelaksanaan proses program ta’li>m Al-Qur’a>n di SMP Khadijah Surabaya.
Metode ini digunakan untuk mengamati langsung proses pembelajaran di kelas, kemampuan guru dalam menggunakan metode, juga aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.
b. Wawancara
Wawancara yaitu cara atau metode yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Adapun jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara bebas terpimpin. Maksudnya, dalam melaksanakan wawancara, penulis membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan digunakan. Wawancara ini ditujukan kepada guru sebagai pengampuh program ta’li>m Al-Qur’a>n.
13
(21)
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui informasi mengenai sejarah berdirinya SMP Khadijah, usaha pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>n, dukungan dan hambatan yang dihadapi dalam pelakasanaan program tersebut.
c. Dokumentasi
Metode Dokumentasi yaitu usaha memperoleh data mengenai hal-hal yang bersifat variable yaitu berupa catatan, transkip, buku dan lain-lain.14 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang angka-angka dan catatan penting, seperti berdirinya SMP Khadijah, dan pengadaan program ta’li>m Al-Qur’a>n di dalamnya, data tentang pengelolahan guru dan siswa, fasilitas yang digunkan, struktur organisasi, serta dokumen lain yang relevan dengan penyusunan skripsi ini.
4. Pendekatan dan analisis yang digunakan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pengembangan kurikulum sekolah. Karena masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan pengembangan kurikulum.
Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah Analisis SWOT. Analisis SWOT menurut Freddy adalah identifikasi berbagai faktor
14
Winarno Surahman, Pengantar Ilmiah Dasar Metode dan Teknik, (Bandung: Tarsito, 1982), 124.
(22)
secara sistematif untuk merumuskan strategi perusahan atau instansi tertentu. Dan analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Dan metode ini dianggap sebagai metode analisa yang paling dasar, berguna untuk melihat topic atau permasalahan dari 4 (empat) sisi yang berbeda tersebut.15
Penulis juga menggunakan Analisis Isi (Content Analysis). Metode Analisis Isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.16 Analisis Isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Dan logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik verbal maupun nonverbal. Noeng Muhadjir menuliskan bahwa deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis, Barelson sampai Lindzey dan Aronson tentang Content Analysis ini, selalu menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi.17 Metode ini digunakan untuk menganalisis data tentang problematika pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>n berdasarkan data-data, indikasi serta keterangan
15
Sasli Rais dan Wakhyuddin, Pengembangan Pegadaian Syari’ah di Indonesia dengan Analisis SWOT. Jurnal Pengembangan Bisnis dan Manajemen STIE PBM, vol. IX, 2009, 4.
16
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 163.
17
(23)
yang telah ditemukan. Michael H. Walizer menuliskan bahwa Content Analysis adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji informasi yang terekam, dengan pendekatan bahasa, normatif, sejarah, sosial dan komparatif.18 Caranya adalah dengan menemukan simbol-simbol data dalam problematika yang dibahas, lalu melakukan klasifikasi data berdasarkan simbol-simbol tersebut, dan terakhir melakukan analisis data tersebut.
Dalam penelitian ini penulis juga menerapkan dua macam teknik:
a. Analisis deskriptif kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif nonstatistik adalah menganalisa data yang tidak berwujud angka, seperti hasil dokumentasi, angket, obseravsi, dan wawancara. Adapun penarikan kesimpulan yang penulis gunakan adalah :
1) Metode induktif
Metode induktif adalah cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya khusus, kemudian digeneralisasikan ke dalam kesimpulan yang bersifat umum.
18
Michael H. Walizer, Metode dan Analisis Penelitian, terj. Arief Sadiman, (Erlangga, Jakarta, 1991), Jilid II, 48.
(24)
2) Metode deduktif
Metode deduktif yaitu cara berpikir yang bernagkat dari masalah dalil-dalil yang umum, kemudian untuk menilai peristiwa-peristiwa yang khsusus.
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa analisis data meliputi tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.19 Adapun langkah-langkah yang diambil peneliti dalam menentukan langkah analisis data adalah sebagai berikut:
a. Reduksi data : yaitu proses pemilihan data, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan, finalnya dapat ditarik kesimpulan dan verifikasi.
b. Penyajian data: dalam penyajian data ini, seluruh data-data di lapangan yang berupa dokumen hasil wawancara dan hasil observasi akan dianalisis sehingga dapat memunculkan deskripsi tentang problematika program ta’li>m al-Qur’a>n dan cara mengatasinya.
c. Penarikan kesimpulan: adalah kegiatan penggambaran secara utuh dari obyek yang diteliti pada proses penarikan kesimpulan
19
Matthew B Miles, dan Michael A. Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Terjemah: Tjejep Rohendi Rohidi), (Jakarta: UI Press, 1992), 16.
(25)
berdasarkan pada gabungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang pada penyajian data melalui informasi tersebut, peneliti dapat melihat segala sesuatu yang diteliti dan menarik kesimpulan mengenai obyek penelitian.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan skripsi ini, secara umum penulis sajikan sistematika pembahasan yang meliputi empat bab, yaitu :
Bab pertama adalah Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah kajian teori, meliputi tinjauan tentang Pembelajaran
al-Qur’a>n, problematika pembelajaran al-Qur’a>n, komponen-komponen pendukung dan penghambatan dalam proses pembelajaran, problematika TQ, dan hubungan antara problematika pembelajaran al-Qur’a>n dengan problematika TQ.
Bab ketiga adalah gambaran umum SMP Khadijah yang meliputi gambaran umum SMP Khadijah, dan deskripsi program ta’li>m al-Qur’a>n di SMP Khadijah, serta penyajian data.
Bab keempat adalah analisis tentang analisis data tentang problematika pelaksanaan program
ta’li>m al
-
Qur’a>n
di SMP Khadijah(26)
Surabaya yang meliputi Instrumen Analisis dan Analisis Data. Analisis sta berisi tentang latar belakang penyelenggaraan program ta’li>m al-Qur’a>n, pelaksanaan program ta’li>m al-Qur’a>n, problematika program ta’li>m al -Qur’a>n, dan upaya sekolah dan guru untuk mengatasi problematika program ta’li>m al-Qur’a>n
(27)
19 BAB II
KAJIAN TEORI
Sebelum masuk pada pembahasan, peneliti akan membahas berbagai pandangan dari para ahli tentang pembelajaran al-Qur’a>n beserta problematika yang timbul di sana dan dikaitkan dengan program ta’li>m al-Qur’a>n yang menjadi bahan utama dalam penelitian ini sehingga memiliki landasan teori yang kokoh. Uraiannya akan dijelaskan sebagaimana berikut ini:
A. Pembelajaran al-Qur’a>n 1. Pengertian
Pembelajaran merupakan suatu aktifitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri atas banyak komponen yang saling berkaitan.1 Sedangkan menurut SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.2 Dalam kegiatan pembelajaran al-Qur’>an. pembelajaran mencakup kegiatan pembelajaran antara guru dan murid yang didukung pula beberapa komponen pembelajaran dan berada pada lingkungan tertentu.
Dalam kegiatan pembelajaran, terjadi interaksi antara dua pihak, yaitu antara peserta didik yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik yang melakukan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran juga berarti membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 242. 2
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Depag RI, 2006), 7.
(28)
penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran dapat juga diartikan sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material pasits, perlengkapan dan prosedur untuk mencapai tujuan pembelajaran.4 2. Komponen
Demi terselenggaranya pembelajaran al-Qur’>an dengan baik, tidak akan terlepas dari peranan komponen-komponen pembelajaran yang harus diperhatikan di dalamnya, di antaranya adalah :
a. Tujuan
Tujuan dalam pembelajaran al-Qur’>an adalah sebagai berikut : 1) mengkaji dan membaca al-Qur’>an dengan bacaan yang benar,
sekaligus memahami kata-kata dan kandungan makna-maknanya, serta menyempurnakan cara membaca al-Qur’>an yang benar.
2) memberikan pemahaman kepada anak tentang makna ayat-ayat
al-Qur’an dan bagaimana cara merenungkannya dengan baik.
3) menjelaskan kepada anak tentang berbagai hal yang terkandung di dalam al-Qur’an, seperti petunjuk-petunjuk dan pengarahan-pengarahan yang mengarah kepada kemaslahatan seorang muslim 4) menjelaskan kepada anak tentang hukum-hukum yang ada di dalam
al-Qur’an dan memberi kesempatan kepada mereka untuk menyimpulkan suatu hokum dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan caranya sendrii
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 200), 61. 4
(29)
5) agar seorang anak berprilaku dengan mengedepankan etika-etika
al-Qur’an dan menjadikannya sebagai pijakan dalam bertatakrama dalam
kehidupan sehari-hari
6) memantapkan akidah Islam di dalam hati nurani anak, sehingga ia selalu mensucikan dirinya dan mengikuti perintah-perintah Allah SWT
7) agar seorang anak beriman dan penh keteguhan terhadap segala hal yang ada di dalam al-Qur’>an. Di samping dari segala nalar, ia juga akan merasa puas terhadap kandungan makna-maknanya, setelah mengetahui kebenaran bukti-bukti yang dibawanya.
8) menjadikan anak senang membaca al-Qur’>an dan memahami nilai-nilai keagamaan yang dikandungnya.
9) mengkaitkan hukum-hukum dan petunjuk-petunjuk al-Qur’an dengan realitas kehidupan seorang muslim, sehingga seorang anak mampu mencari jalan keluar dari segala persoalan yang dialaminya.5
b. Materi
Materi pelajaran berada di dalam ruang lingkung isi kurikulum. Karena itu, pemilihan materi pelajaran tentu saja harus sejalan dengan ukuran-ukran (kriteria) yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang studi yang bersangkutan.
5
Asy-Syeikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, (Jakarta: Mustaqim, 2001), 38.
(30)
Kriteria pemilihan materi pelajaran yang akan dikembangkan diantaranya:
1) Kriteria tujuan instruksional
Suatu mata pelajaran yang terpilih dimaksudkan untuk mencapai tujuan intsruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku. Karena itu, materi tersebut harus sejalan dengan tujuan-tujuan materi yang telah dirumuskan.
2) Materi pelajaran supaya terjabar
Perincian materi pelajaran berdasarkan pada tuntutan di mana setiap TIK (Tujuan Instruksional Khusus) telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati dan dapat diukur. Ini berarti ada ketertarikan yang erat antara spesifikasi tujuan dan spesifikasi materi pelajaran.
3) Relevan dengan kebutuhan siswa
Kebutuhan siswa yang pokok adalah bahwa mereka ingin berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya. Karena untuk setiap materi pelajaran yang akan disajikan hendaknya sesuai dengan usaha untuk mengembangkan pribadi siswa secara bulat dan utuh. 4) Kesesuaian dengan kondisi masyarakat
Siswa disiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri. Dalam hal ini materi pelajaran yang dipilih hendaknya turut membantu mereka memberikan
(31)
pengalaman edukatif yang bermakna bagi perkembangan mereka menjadi manusia yang mudah menyesuaikan diri.
5) Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematis dan logis
Setiap materi pelajaran disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya dan terpusat pada satu topic masalah tertentu. Materi disusun secara berurutan dengan mempertimbangkan factor perkembangan psikologis siswa. Dengan cara ini, diharapkan isi materi tersebut akan lebih mudah terserap oleh siswa dan segera dapat dilihat keberhasilannya.6
c. Siswa
Siswa atau murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di samping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen, maka dapat dikatakan bahwa siswa adalah komponen terpenting di antara yang lainnya. Pada dasarnya, ia adalah unsur penentu dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya siswa, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pembelajaran. Sebab siswa yang membutuhkan pembelajaran dan bukan guru. Guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada siswa. Siswa lah yang belajar. Karena itu maka siswa lah yang membutuhkan bimbingan. Tanpa adanya siswa, guru tidak mungkin mengajar. Sehingga siswa adalah komponen terpenting dalam hubungan proses pembelajaran.
6
(32)
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam :
1) faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan jasamani dan rohani siswa.
Faktor yang berasal dari dalam siswa sendiri meliputi dua aspek, yaitu:
a) Aspek Fisiologis
Kondisi umum dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
b) Aspek Psikologis
Di antara faktor psikologis siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah tingkat kecerdasan, sikap, bakat dan motivasi siswa.
2) Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni keadaan/ kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3) Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Dan yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar
(33)
perkampungan siswa dan juga lingkungan sosial yang paling banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga siswa. 4) Faktor Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya,rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa belajar.
5) Faktor Pendekatan Belajar
Di samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut. Pendekatan belajar dapat dibagi menjadi tiga macam tingktan, yaitu pendekatan tinggi, pendekatan sedang, dan pendekatan rendah.7
d. Guru pengajar
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pembelajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu prajabatan.8
7
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 132-139.
8
(34)
Secara terperinci, bentuk-bentuk kompetensi dan profesionalisme seorang guru adalah :
1) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum maupun bahan pengayaan/penunjang bidang studi
2) mengelolah program pembelajaran 3) mengelolah kelas
4) penggunaan media atau sumber
5) menguasai landasan-landasan pendidikan 6) mengelolah interaksi-interaksi pembelajaran 7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
8) mengenal dan menyelenggarakan fungsi layanan dan program
bimbingan dan penuluhan
9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pembelajaran.9
Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru memegang peranan yang sangat penting. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada peran seorang guru. Peran guru dalam proses pembelajaran ialah meliputi :
1) Guru sebagai demonstrator 2) guru sebagai pengelola
9
(35)
3) Guru sebagai mediator 4) Guru sebagai evaluator.10
e. Metode pembelajaran al-Qur’>an
Prinsip pembelajaran membaca al-Qur’>an pada dasarnya dilakukan dengan bermacam-macam metode. Metode itu adalah sebagai berikut : 1) guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul murid. Dengan
metide ini guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. sedangkan anak akan dapat menyaksikan dan mendengarkan langusng praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya. Metode ini diterapkan oleh Nabi kepada sahabatnya. 2) murid membaca di depan guru, sedangkan guru menyimaknya.
Metode ini dikenal dengan istilah “sorogan” (bahasa Jawa) atau
“’ardul qira’ah” atau setoran bacaan. Metode ini dipraktikkan oleh
Rasulullah SAW bersama dengan malaikat Jibril as ketika dites bacaan al-Qur’an di bulan Ramadhan.
3) guru mengulang-ulang bacaan, sedang murid menirukan kata-perkata dan perkalimat juga secara berulang-ulang hingga terampil dan benar.11
10
Moh. Uzer, Menjadi Guru…, 9-11. 11
Ahmad Syarifuddin, Mendidikan Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai al-Qur’an, (Jakarta: Bina Insani, 2004), 81.
(36)
Selain metode di atas dalam mengajarkan membaca dan menulis huruf arab terutama al-Qur’>an, menurut Syeikh Mustafa seorang guru hendaknya mengikuti metode-metode berikut :
1) mendengarkan bacaan anak dan memperhatikan cara membacanya secara seksama
2) mengulang-ulang bacaan lebih dari satu kali
3) menerapkan metode memberi ganjaran dan sanksi terhadap anak 4) memperhatikan kemampuan anak dan kesiapannya untuk membaca
dan atau menghafal al-Qur’>an
5) mendorong anak untuk membaca al-Qur’>an dengan tujuan ibadah dan tadabbur (merenung), menghayati kandungan makna-maknanya, perintah-perintahnya, larangan-laranganya, janji-janjinya, dan ancaman-ancamannya.12
Di antara metode khusus yang dapat digunakan untuk mempermudah siswa dalam membaca al-Qur’an antara lain:
1) Metode Talaqqi (musyafahah/meniru)
Yaitu metode pembelajaran al-Qur’>an dimana guru dan murid berhadap-hadapan secara langsung. Pembelajaran membaca al-Qur’>an dengan cara guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul siswa. Dengan penyampaian seperti ini guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. Sedangkan anak dapat melihat dan menyaksikan langsung praktek keluarnya huruf
12
(37)
dari lidah guru untuk ditirukannya, yang disebut musyafahah.13 Metode ini cocok digunakan untuk tahap awal, proses pengenalan kepada anak-anak pemula, sehingga siswa mampu mengekspresikan bacaan-bacaan huruf hijaiyah secara tepat dan benar.
2) Metode Iqra’
Cara belajar dengan model Iqra’ ini pernah dijadikan proyek
oleh Departemen Agama RI sebagai upaya untuk mengembangkan mint abaca terhadap al-Qur’an. Secara umum pembelajaran dengan
metode Iqra’ adalah sebagai berikut :
a) adanya buku yang mudah dibawa dan dilengkapi dengan beberapa petunjuk teknis pembelajaran bagi guru.
b) cara belajar siswa Aktif (CBSA) c) Bersifat privat (individual).
d) Guru mengajar dengan pendekatan yang komunikatif.
e) penggunaan system pembelajaran yang variatif dengan cerita dan nyanyian religious.
f) menggunakan bacaan secara langsung sehingga lebih mudah diingat
g) sistematis dan mudah diikuti: pembelajaran dilakukan dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sering didengar dan mudah diingat ke yang sulit didengar dan diingat.
13
(38)
h) buku Iqra’ bersifat fleksibel untuk segala umur. 3) Metode Tilawati
Metode Tilawati disusun pada tahun 2002 oleh Tim terdiri dari Drs.H. Hasan Sadzili, Drs H. Ali Muaffa dkk. Kemudian dikembangkan oleh Pesantren Virtual Nurul Falah Surabaya. Metode Tilawati dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang berkembang di TK-TPA, antara lain :
Mutu Pendidikan Kualitas santri lulusan TK/TP Al Qur’an
belum sesuai dengan target.
Kualitas santri lulusan TK/TP Al Qur’an
belum sesuai dengan target.
Metode Pembelajaran Metode pembelajaran masih belum
menciptakan suasana belajar yang
kondusif. Sehingga proses belajar tidak efektif.
Pendanaan Tidak adanya keseimbangan keuangan
antara pemasukan dan pengeluaran.
Waktu pendidikan Waktu pendidikan masih terlalu lama
sehingga banyak santri drop out sebelum khatam al-Qur’>an.
14
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Maysarakat, (Yogyakarta: LKIS, 2009), 104-105.
(39)
Kelas TQA Pasca TPA TQA belum bisa terlaksana.
Metode Tilawati memberikan jaminan kualitas bagi santri-santrinya, antara lain :
a) Santri mampu membaca Al-Qur'an dengan tartil.
b) Santri mampu membenarkan bacaan Al-Qur'an yang salah. c) Ketuntasan belajar santri secara individu 70 % dan secara
kelompok 80%.
Prinsip-prinsip pembelajaran Tilawati : a) Disampaikan dengan praktis.
b) Menggunakan lagu Rost.
c) Menggunakan pendekatan klasikal dan individu secara seimbang.15
4) Metode Qiro’ati
Metode Qira’ati ditemukan oleh K.H. Dahlan Salim
Zarkasyi. Qira’ati disusun dengan sistem modul/paket, artinya paket
pengajaran yang memuat satu unit konsep dari materi pelajaran. Dalam hal ini murid dituntut harus menguasai satu unit pelajaran sebelum ia beralih pada unit berikutnya.
Tujuan system pengajaran Qira’ati adalah agar siswa dapat
membaca al-Qur’a>n dengan tartil. Secara umum pengajaran Qira’ati adalah sebagai berikut :
15
Abdurrohmim Hasan, Muhammad Arif dan Abdur Rouf, Strategi Pembelajaran al-Qur’an Metode Tilawati, (Surabaya: Pesantren al-Qur’an Nurul Falah Surabaya, 2010), 13-20
(40)
a) klasikal dan privat
b) guru menjelaskan dengan memberi contoh materi pokok
bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri (CBSA)
c) Siswa membaca tanpa mengeja
d) Sejak awal belajar, siswa ditekankan untuk membaca dengan tepat dan cepat
5) Metode al-Barqi
Metode al-Barqi dapat dinilai sebagai metode paling cepat membaca al-Qur’an yang paling awal. Metode ini ditemukan oleh dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya dulunya yang sekarang sudah menjadi UIN Sunan Ampel, Muhajir pada tahun 1965.
Metode ini disebut juga metode ANTI LUPA karena mempunyai struktur yang apabila pada saat siswa lupa dengan huruf-huruf/ suku kata yang telah dipelajari, maka ia akan dengan mudah dapat mengingat kemabli tanpa bantuan guru. Penyebutan anti lupa itu sendiri adalah hasil penelitian yang dilakukan oelh Departemen Agama RI.
Keuntungan yang didapat dengan menggunakan metode ini adalah :
a) bagi guru (guru mempunyai keahlian tambahan sehingga dapat mengajar dengan lebih baik)
(41)
b) bagi murid (murid merasa cepat belajar sehingga tidak merasa bosan dan menambah kepercayaan dirinya karena sudah bisa belajar dan menguasainya dalam waktu singkat hanya satu level sehingga biayanya lebih murah)
c) bagi sekolah (sekolah menjadi lebih terkenal karena murid-muridnya mempunyai kemampuan untuk menguasai pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan sekolah lain).16
6) Metode Jibril
Secara terminology, Metode Jibril adalah metode yang dilatarbelakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan al-Qur’>an yang telah diwahyukan melalui malaikat Jibril. Menurut KH. M. Bashori Alwi (dalam Taufiq
ar-Rohma>n) sebagai pencetus metode Jibril, bahwa teknik dasar metode Jibril bermula dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqaf. Lalu ditirukan oleh seluruh murid yang mengaji. Sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas dan tepat. Metode Jibril terdapat 2 tahap yaitu Tahqiq dan Tartil.17
16
Komari, Metode Pengajaran Baca Tulis al-Qur’an, dari www.wahdah.or.od, 03 Nopember 2014.
17
M. Saidy Budairy dan Hadi Rahman, Biografi KHM Basori Alwi;Sang Guru Quran, (Jakarta: Yayasan Ali Murtadho, 2007), 96-99
(42)
B. Problematika Pembelajaran al-Qur’a>n
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, problematika diartikan sama
dengan permasalahan, yang berasal dari bahasa inggris “problem” yaitu
something that is difficult to deal with or understand. Maksudnya problem adalah suatu perkara yang membutuhkan pemikiran untuk menentukan penyelesaiannya. Sedangkan, problematik merupakan kata sifat dari problem yang berarti masalah yang merupakan sebuah persoalan.18 Problematika yang dimaksud penulis di sini adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah maupun guru yang menyelenggarakan program TQ di SMP Khadijah.
Bahasa al-Qur’>an adalah bahasa Arab, yakni bahasa yang asing bagi orang Indonesia, maka dalam mempelajari al-Qur’>an akan menemui kesulitan atau problem yang harus diatasi, baik yang bersifat linguistic maupun non linguistik.
a. Hambatan yang bersifat Linguistik
1) Problem Membaca
Belajar membaca al-Qur’>an artinya belajar mengucapkan lambang-lambang bunyi (huruf) tertulis. Walaupun kegiatan ini nampaknya sederhana, tetapi bagi siswa pemula merupakan kegiatan yang cukup kompleks, karena harus melibatkan berbagai hal yaitu pendengaran, penglihatan, pengucapan di samping akal pikiran. Kedua hal terakhir ini bekerja secara mekanik dan simultan untuk melahirkan perilaku membaca. Ditambah lagi materi yang dibaca adalah rangkaian
18
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka, 1989), 701.
(43)
kata-kata Arab yang banyak ebrbeda system bunyi dan penulisannya dengan yang mereka kenal dalam bahasa ibu dan bahasa Indonesia.19Dan belajar membaca huruf latin Arab jelas berbeda, selain bentuk dan susunan hurufnya berbeda, suku kata dan fonetiknya pun berbeda.
2) Problem Menulis
Tulisan yang dimaksud adalah tulisan Arab yang berbeda dengan tulisan bahasa siswa. Hal ini bagi siswa yang belum mengenal sama sekali tulisan Arab akan mengalami kesulitan, juga dalam belajar menulis al-Qur’>an.20
Belajar menulis huruf latin dengan huruf Arab jelas berbeda, selain bentuk dan susunan hurufnya berbeda, suku kata dan fonetiknya pun berbeda. Kesulitan yang sering dialami yaitu menulis latin dimulai dari kiri sedangkan menulis Arab dari kanan, menggabungkan huruf yang satu dengan yang lainnya dalam kalimat, serta dalam memberi harakat.
3) Problem Menghafal
Menghafal al-Qur’>an boleh sebagai langkah awal untuk memahami kandungan al-Qur’>an. Hal itu tidaklah terlepas dari berbagai macam problema. Adapun problema yang dihadapi oleh para penghafal al-Qur’an itu secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
19
Depag RI, Metode-Metode al-Qur’an di Sekolah Umum, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997), 24.
20
Depag RI, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1985), 83.
(44)
a) menghafal itu susah
b) ayat-ayat yang sudah dihafal cenderung lupa lagi c) banyaknya ayat-ayat yang serupa
d) gangguan kejiwaan e) gangguan lingkungan
f) banyaknya kesibukan dan lain-lain.21
4) Problem Menerjemahkan
Penerjemah harus menguasai bahasa sumber secara integral dalam bidang kebahasaan dari bahsa yang diterjemahkan yaitu dia harus menguasai gramatikalnya, morfologinya, fonetiknya dan fonologinya.
Dalam menerjemahkan al-Qur’>an sering dijumpai problem tentang perbendaharaan kata, karena dalam al-Qur’>an banyak kata yang mempunyai banyak arti sehingga sulit untuk menentukan kata yang tepat yang sesuai dengan konteks kalimatnya, menyusun subyek, predikat, dan obyeknya. Hal itu dikarenakan al-Qur’>an susunannya berbeda dengan bahasa Indonesia.
5) Problem Memahami
Dalam al-Qur’>an untuk memahami dan memperoleh pengertian yang jelas tentang arti dan nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’>an perlu mempekerjakan akal. Dan cara mempekerjakan akal ialah tafaqquh dan tadabbur sangat dianjurkan. Terutama jika membaca al-Qur’>an hendaknya memakai pikiran, lalu berusaha berbuat menurut
21
Ahsin W. al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 41.
(45)
petunjuknya sehingga mencapai tujuan. Petunjuk Ilahi bagaimana cara berpikir yang baik sehingga ia bisa memahami dan menafsirkan al-Qur’>an secara benar.22
b. Hambatan yang bersifat Non Linguistik
Menurut Kartini Kartono, sebab-sebab kesulitan belajar itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Sebab-sebab endogen (dari dalam diri anak) Sebab-sebab ini terdapat dua macam:
a) sebab-sebab yang bersifat biologis, yaitu yang berhubungan dengan jasmaniah
b) sebab-sebab yang bersifat psikologis, yaitu sebab yang berhubungan dengan kejiwaan anak.
2) Sebab-sebab eksogen (dari luar diri anak)
Sebab-sebab ini ada tiga macam, yaitu faktor sekolah, faktor keluarga, faktor masyarakat23
Pada hakikatnya masalah adalah apabila ada kesenjangan (kekurangan sesuatu) antara yang diharapkan dengan kenyataan, atau ungkapan antara teori dan praktek tidak cocok. Apabila hal ini dibiarkan akan menjadi suatu kerugian, menuntut berbagai kemungkinan jawaban untuk memecahkannya atau memerlukan penelitian. Sedangkan yang dimaksud program adalah kegiatan yang direncanakan dengan bersama-sama dalam sebuah wadah atau institusi.
22
Ali Yasir, Metode Tafsir al-Qur’an Praktis, (Yogyakarta: Yayasan PIRI, t.t), 53. 23
Kartini Kartono, Pskilogi Anak; Psikologi Perkembangan, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 164.
(46)
Dalam pembahasan tentang problematika pembelajaran al-Qur’>an. telah diketahui bahwa al-Qur’>an diturunkan dalam bahasa Arab, namun tidak ada halangan dan alasan bagi umat Islam untuk tidak mengakuinya sebagai kitab suci, dan Allah SWT memberikan jaminan kemudahan untuk mempelajarinya, sebagaimana tercantum dalam QS. Az Zukhruf dan Al Qomar sebagai berikut :
QS. Az Zukhruf 3 :
َلَعَل اًيِبَرَع اًنآْرُ ق ُاَْلَعَج اَنِإ
َنوُلِقْعَ ت ْمُك
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).24
QS. Al Qomar 17 :
ذلِل َنآْرُقْلا اَنْرَسَي ْدَقَلَو
ْك
َدُم ْنِم ْلَهَ ف ِر
رِك
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?25
Dari hal tersebut, jika diungkapkan dalam bentuk lain seakan-akan Allah SWT berkata : "Wahai orang-orang beriman, Sungguh…sungguh….sungguh
…sungguh…. telah Kami mudahkan Al Qurán untuk pelajaran (dipelajari)".
Apabila kita berbicara kepada seseorang dengan membuat penegasan seperti itu, tentu dalam rangka meyakinkan dan menunjukkan bahwa ucapan kita itu memang betul-betul seperti apa yang kita ucapkan. Jaminan inilah yang
24
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Gema Risalah Press, 1993), 794
25
(47)
semoga membuat kita menjadi optimis untuk semakin giat mempelajarinya, termasuk didalamnya mempelajari tata bahasa Arab.
Kondisi riil di masyarakat kita, masih kita temukan kendala dalam pembelajaran al-Qur’>an ini. Ada kecenderungan saat ini bahwa sebagian banyak umat Islam, menempatkan pembelajaran al-Qur’>an sebagai sesuatu yang tidak prioritas, sehingga terkesan asal anak-anak sudah diikutkan ngaji di lingkungan, TPQ atau masjid sekitar, sudah dianggap cukup. Padahal belajar al-Qur’>an memerlukan kesungguhan, baik dalam hal waktu, metode dengan didukung sarana dan prasarana yang baik. Rasulullah SAW mengingatkan kita semua dengan sabdanya :
ُسُرْدَي اَمَك ُمَاْسِاْا ُسُرْدَي
َ ثلا ُىْثَو
ّٰتَح . ِبْو
ماَيِِ اَم َرْدُيَا
َاَو
َاَِ
َاَو ة
ُسُن
ٰرْسُيَلَو ، ةَقَدَِ َاَو ك
ٰلَع
ِبَتِك ى
َزَع ِها
َو
ٰقْ بَ ي َاَف ةَلْ يَل ِِ َلَج
ِِ ى
ٰا ُِْم ِضْرَاْا
ٰقْ بَ يَو ةَي
ِئاَوَط ى
َشَا : ِساَلا َنِم ُف
َو ُرْ يِبَكْلا ُخْي
ا
: َنْوُلاُقَ ي ، ُزْوُجَعْل
ٰا اَْكَرْدَا
ٰلَع اََعاَب
ٰ ى
ٰلِاَا ،، : ِةَمِلَكْلا ِِذ
َاِا َ
ْوُقَ ن ُنْحََ ف ُها
. اَُُ
“(Kelak) Islam akan mengalami kelunturan seperti lunturnya batik baju,
sehingga tidak diketahui lagi apa itu shalat, puasa, ibadah dan sedekah. Dan
Al-Qur’an sungguh akan dibawa pergi, sehingga tak ada satupun yang tersisa di
muka bumi ini. Golongan manusia yang tersisa adalah Kakek dan Nenek.
Mereka berkata: “Kami mendapatkan kalimat seperti ini dari nenek moyang
kami : Laa Ilaaha Illallah, oleh karena itu kami mengucapkannya.”
Peringatan Rasulullah ini sangat tegas dan jelas, kalau kita tidak menyiapkan diri untuk membina diri pribadi, keluarga dan masyarakat untuk
(48)
senantiasa belajar dan mengajarkan al-Qur’>an, maka pasti akan datang masa, saat
al-Qur’>an menjadi tinggal namanya.
Dalam upaya memasyarakatkan al-Qur’>an, saat ini muncul berbagai macam metode yang cukup membantu mempermudah proses belajar membaca
al-Qur’>an. Namun problem secara umum yang ditemui dalam pembelajaran al-Qur’>an saat ini adalah :
1. Mutu Pendidikan
Sebagai suatu konsep, mutu seringkali ditafsirkan dengan beragam definisi, bergantung kepada pihak dan sudut pandang mana konsep itu dipersepsikan. Dengan demikian, arti mutu pendidikan ini berkenaan denagn apa yang dihasilkan dan siapa pemakai pendidikan tersebut. Ini akan merujuk kepada nilai tambah yang diberikan oleh pendidikan, dan pihak-pihak yang memproses serta menikmati hasil-hasil pendidikan.26
Dalam Pendidikan al-Qur’>an, Standar kualitas hasil belajar santri/siwa tidak sama. Dalam satu lembaga yang diajar oleh ustad (guru ngaji) yang sama, kualitas hasil belajar santri berbeda secara ekstrim, semestinya memang tidak bisa seragam 100%, namun jenjang yang terlalu jauh menunjukkan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam proses pembelajaran, baik itu dari unsur santri (siswa), ustadz, sarana, ataupun metode yang dipakai.
26
Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan;Teori, Konsep, dan Isu, (Bandung: Alfabeta, 2003), 40.
(49)
2. Kualifikasi Pengajar
Dalam proses pembelajaran, guru memegang peranan yang penting. Guru adalah creator prose pembelajaran. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk megkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas norma yang ditegakkan secara konsisten. Guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangannya akan mengantarkan para siswa menciptakan masa depan yang lebih baik.27
Banyak dijumpai di lingkungan masyarakat kita, bahwa ratio guru ngaji dengan jumlah santri tidak seimbang. Jumlah guru ngaji lebih sedikit dibandingkan santri yang siap diajar, itupun dengan kualitas guru yang tidak merata, bahkan ditemukan ustadz yang bermodalkan nekat karena tidak adanya guru ngaji yang siap ngajar. Tidak jarang juga kita jumpai, orang yang bagus bacaan al-Qur’>an -nya, tapi tidak bisa atau tidak mau atau tidak sempat mengajar al-Qur’>an, sementara ada yang semangat mengajar, tapi kemampuannya sangat terbatas.
3. Lama Waktu Belajar Tidak Pasti
Model pembelajaran al-Qur’>an di lingkungan kita, belum memiliki standar waktu yang jelas dalam mencapai target yang diinginkan. Seandainya ada orang tua santri yang bertanya kepada guru ngaji atau kepala TPA/TPQ, berapa lama yang dibutuhkan anak sejak belajar dari nol sampai
27
(50)
dengan khatam Al quran, maka jawaban yang diberikan adalah tidak pasti tergantung kemampuan anak. Padahal bukan itu jawaban yang diinginkan, orang tua santri ingin jawaban pasti, sehingga bisa membuat rencana jadwal bagi anaknya, kapan saatnya hatam al-Qur’>an, kapan harus ikut kursus pengayaan, kapan harus ikut les tambahan / kegiatan ekstra.
Tidak jarang kita temukan, seorang anak yang rajin tiap hari belajar ngaji ke masjid, mushola atau TPQ sampai terbilang hitungan tahun, tapi hasilnya juga tidak jelas, dan problem terbanyak saat ini adalah banyak santri Drop Out, belum tuntas belajar baca al-Qur’>an, belum lancar membaca, bahkan jauh dari hatam 30 juz, karena tuntutan sekolah untuk les tambahan atau ekstra, sehingga aktivitas belajar al-Qur’>an dinomor-sekiankan.
4. Metode Pembelajaran yang dipakai kurang / tidak dikuasai
Berkembangnya berbagi metode membaca al-Qur’>an saat ini, memang memperkaya variasi proses belajar, namun apabila penggunaan metode yang dipilih oleh guru ngaji maupun lembaga, tidak mentaati standar yang disyaratkan oleh pembuat metode, maka sejak proses pembelajaran sampai dengan produk santri yang dihasilkan tidak standar.28
Kita juga temukan dalam satu lembaga Taman Pendidikan al-Qur’>an, semua guru menggunakan metode yang sama, tapi dalam pengajarannya tidak seragam, masing-masing guru mempunyai pola sendiri-sendiri, sehingga ketika ada guru yang berhalangan (tidak hadir) dan santrinya
28
(51)
dilimpahkan kepada guru lainnya, akan dijumpai ketidaknyamanan belajar akibat tidak adanya standararisasi guru terhadap metode yang dipakai.
Di hampir sebagian besar lembaga, metode yang dipilih saat ini belum bisa mendisiplinkan santri, sehingga terkesan suasana belajar santri menjadi gaduh, tidak teratur dan bahkan seperti liar, karena saat guru menyimak satu orang santri, santri lainnya yang jumlahnya belasan, tidak mendapatkan porsi
perhatian yang sepadan, sehingga mereka melakukan aktivitas “sekedarnya”,
seperti menggambar, menulis, dan tidak jarang yang bermain-main bahkan meninggalkan ruang belajar.
C. Komponen-komponen Pendukung dan Penghambatan dalam Proses Pembelajaran atau pendidikan
1. Komponen pendukung
Komponen adalah bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan system. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari system proses pendidikan yang menentukan berhasil dan tidak. Pertama, komponen perangkat keras (hardware), yang meliputi ruangan belajar, peralatan praktik, laboratorium, perpustakaan; kedua, komponen perangkat lunak
(software) yaitu meliputi kurikulum, program pengajaran,
manajemen sekolah, system pembelajaran; ketiga, apa yang disebut dengan perangkat pikir (brainware) yaitu menyangkut keberadaan guru, kepala sekolah, anak didik dan orang-orang yang terkait dalam proses pendidikan itu sendiri.
(52)
Dari tiga kelompok komponen di atas, maka yang menjadi penentu terlaksananya proses pendidikan. Bahwa dapat diartikan untuk berlangsungnya proses pendidikan yang sukses dan berhasil diperlukan beberapa komponen-komponen pendukung.
Ada beberapa komponen yang menentukan kesuksesan dan
keberhasilan dalam pendidikan. Komponen-komponen itu dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Suksesnya belajar dan berhasilnya
suatu pendidikan sangat (dominan) ditentukan oleh komponen
tenaga pendidik, dalam hal ini guru di sekolah. Meskipun di suatu sekolah fasilitasnya memadai, bangunannya bertingkat; meskipun kurikulumnya lengkap, program pengajarannya hebat, manajemennya ketat, sistem pembelajarannya oke, tapi para tenaga pengajarnya (guru) sebagai aplikator di lapangan tidak memiliki kemampuan (kualitas) dalam penyampaian materi, cakap menggunakan alat-alat tekhnologi yang mendukung pembelajaran, maka tujuan pendidikan akan sulit dicapai sebagaimana mestinya. Disini hendaknya setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-hari dikelas dan di masyarakat. Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik professional, selalu terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidikan. Persiapan yang harus diikuti, hendaknya sejalan dengan ilmu pengetahuan dan
(53)
teknologi.29 Mantan Mendikbud, Fuad Hassan juga pernah mengingatkan,bahwa tanpa guru yang menguasai materinya mustahil suatu sistem pendidikan berikut kurikulum serta muatan kurikulernya dapat mencapai hasil sebagaimana yang diidealkan.
2. Komponen Penghambat
Selain komponen pendukung, tentu juga ada komponen
penghambatnya. Hambatan itu bisa datang dari guru sendiri, dari peserta didik, lingkungan keluarga ataupun karena factor fasilitas30.
a. Guru
Guru sebagai seorang pendidik, tentunya ia juga mempunyai banyak kekurangan. Kekurangan-kekurangan itu bisa menjadi penyebab terhambatnya kreatifitas pada diri guru tersebut. Diantaranya ialah:
1) Tipe kepemimpinan guru
Tipe kepemimpinan guru dalam proses belajar mengajar yang otoriter dan kurang demokratis akan menimbulkan sikap pasif peserta didik. Sikap peserta didik ini merupakan sumber masalah pengelolaan kelas31.
Siswa hanya duduk rapi mendengarkan dan berusaha memahami kaidah-kaidah pelajaran yang diberikan guru tanpa diberikan kesempatan untuk berinisiatif dan mengembangkan
29
H. Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Haji Masagung,1989), 121.
30
Ibid,…. 130. 31
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),151.
(54)
kreativitas dan daya nalarnya. Sebagai pemimpin, guru sebaiknya tidak hanya tahu dan mengerti materi pembelajaran, tetapi harus dapat melaksanakan.33
2) Gaya guru yang monoton
Gaya guru yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi peserta didik, baik berupa ucapan ketika menerangkan pelajaran ataupun tindakan. Ucapan guru dapat mempengaruhi motivasi siswa.34
3) Kepribadian guru
Seorang guru yang berhasil, dituntut untuk bersifat hangat, adil, obyektif dan bersifat fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Artinya guru menciptakan suasana akrab dengan anak didik dengan selalu menunjukan antusias pada tugas serta pada kreativitas semua anak didik tanpa pandang bulu.35
4) Pengetahuan guru
Terbatasnya pengetahuan guru terutama masalah
pengelolaan dan pendekatan pengelolaan, baik yang sifatnya teoritis maupun pengalaman praktis, sudah barang tentu akan menghambat
32
Masnur dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen, 1987),109.
33
Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994).46
34
Masnur dkk, Strategi Belajar,….110. 35
(55)
perwujudan pengelolaan kelas dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pengetahuan guru tentang pengelolaan kelas sangat diperlukan.36 5) Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta
didik dan latar belakangnya
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya. Karena pengelolaan pusat belajar harus disesuaikan dengan minat, perhatian dan bakat para siswa, maka siswa yang memahami pelajaran secara cepat, rata-rata dan lamban memerlukan pengelolaan secara khusus menurut kemampuannya. Semua hal diatas member petunjuk kepada guru bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan pemahaman awal tentang perbedaan siswa satu sama lain37.
b. Peserta didik
Peserta didik dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang individu dalam suatu masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Mereka harus tahu hak-haknya sebagai bagian dari suatu kesatuan masyarakat disamping mereka juga harus tahu akan kewajibannya dan keharusan menghormati hak-hak orang lain dan teman-teman sekelasnya.38
36
Cece Wijaya dan A Thabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 3, 136.
37Ibid…..
38
(56)
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari peserta didik akan hak serta kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
c. Keluarga
Tingkah laku peserta didik didalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter dari orang tua akan tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif dan apatis. Problem klasik yang dihadapi guru memang banyak yang berasal dari lingkungan keluarga. Kebiasaan yang kurang baik dari lingkungan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau terlampau terkekang merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar di kelas.39
d. Fasilitas
Fasilitas yang ada merupakan faktor penting upaya guru memaksimalkan programnya. Fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi kendala yang berarti bagi seorang guru dalam beraktifitas. Kendala tersebut ialah:
1) Jumlah peserta didik didalam kelas yang sangat banyak
2) Besar atau kecilnya suatu ruangan kelas yang tidak sebanding dengan jumlah siwa
3) Keterbatasan alat penunjang mata pelajaran40.
39
Ibid, …. 137. 40
(57)
D. Problematika Program Ta’li>m al-Qur’a>n (TQ)
Dalam perkembangan program TQ ini, masih ada juga ditemukan kendala-kendala yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Di antara kendala-kendala tersebut adalah kondisi siswa yang heterogen, dan karakternya pun berbeda-beda. Maka kemampuan mereka juga pastinya berbeda-beda. Sehingga dalam menangkap materi pembelajaran ada yang cepat paham dan ada juga yang masih saja belum dapat. Dalam satu kelas, siswa yang bacaannya bagus jumlahnya lebih sedikit daripada yang tidak. Sehingga dalam test akhir, banyak di antara mereka yang mengulang lagi. Ini kendala yang datang dari siswa.
Selanjutnya dari guru pengajar TQ. Kompetensi guru atau yang biasa disebut ustadz atau ustadzah belum memenuhi standar maksimal. Ada yang cara mengajarnya sudah baik akan tetapi suara dan bacaannya belum. Bahkan malah bacaan siswanya lebih baik dari sebagian mereka. Ada juga yang bacaannya sudah baik, lebih-lebih punya suara yang bagus, akan tetapi masih kerepotan dalam mengajarkan membaca al-Qur’an kepada siswa. Disamping itu, guru pengganti bila guru kelas berhalangan banyak yang belum bersertifikat tilawati. Hal ini berbeda dengan tugas dan tanggung jawab guru pengajar al-Qur’an yang sesungguhnya. Telah diketahui bersama bahwa peranan guru dalam proses pembelajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, recorder, ataupun oleh computer yang modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pembelajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru, dari alat-alat
(58)
atau teknologi yang diciptakan mansuia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.41 Sehingga menurut Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan bahwa peran guru itu sebagai korektor, inspiratory, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator.42
Bila ditinjau dari segi sarana dan prasarana, ada kendala lagi pada kelasnya. Jumlah ruangan kelas kurang. Sehingga kelas pembelajaran TQ ada yang belum memenuhi standar ideal menurut metode pembelajaran Tilawati. Idealnya satu guru atau ustadz membimbing 20 siswa dalam satu kelas. Kenyataanya ada beberapa kelas yang jumlah siswanya lebih dari 20, misalnya 23, 25 atau bahkan ada yang mencapai 30 siswa.
Bila ditinjau dari programnya, program TQ ini terkendala pada kemampuan yang siswa yang masih lemah. Sehingga yang masih berjalan adalah program tartil saja. Sedangkan masih ada dua program lagi, yaitu tahfidz dan tarjim. Dan keduanya ini tidak ada bila kemampuan siswa dinilai sudah cukup atau baik untuk melanjutkan ke jenjang kedua program tersebut.
E. Hubungan antara Problematika Pembelajaran al-Qur’an dan Program TQ Kebanyakan problematika yang dihadapi dalam program TQ adalah berkaitan dengan kualitas dan mutu pembelajaran atau pendidikan. Bagaimana seorang guru bisa memberikan kontribusi besar terhadap kesuksesan siswa dalam
41
Nana Sudjana, Dasar-Dasar ProsesBelajar Mengakar, (Bandung: Sinar Baru, 2009), 12. 42
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), 47.
(59)
mempelajari membaca al-Qur’an. Seorang guru tidak hanya cukup mengerti tentang cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
tajwid dan ilmu qira’at, akan tetapi lebih jauh lagi ia harus paham akan cara
memahamkan peserta didiknya dan melatihnya agar bisa membaca al-Qur’an dan mempelajarinya dengan lancar dan baik sesuai dengan tujuan yang dicapai. Di sisi lain, siswa juga harus siap mengikuti pembelajaran al-Qur’an di kelas bersama guru. Siswa harus berusaha dengan maksimal untuk mengakses ilmu, wawasan dan keterampilan membaca al-Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh guru. Menurut Masnur dalam bukunya, seorang guru dengan gaya mengajar yang monton akan dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa, sehingga siswa kurang motivasi dalam belajarnya. Guru yang berwawasan sempit pun bisa juga menjadi penghambat bagi keberhasilan pembelajaran siswa dan mereka akan condong pada sikap tidak memperhatikan gurunya ketika menerangkan.43
Seorang guru pengajar al-Qur’an seharusnya memperhatikan tugasnya sebagai guru al-Qur’an yang meliputi tugas profesi, tugas keagamaan, tugas kemanusiaan, dan tugas kemasyarakatan.44
Sekolah juga berperan penting dalam mewujudkan kesuksesan pelaksanaan program TQ ini. Penyediaan sarana dan prasaranan yang memadai, perekrutan guru TQ yang selektif dan bermutu merupakan sarana untuk mewujudkan output peserta didik TQ yang baik dan berkualitas. Perhatian mereka
43
Masnur dkk, Strategi Belajar Mengajar. . .,109-110. 44
(1)
perwujudan pengelolaan kelas dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itu, pengetahuan guru tentang pengelolaan kelas sangat diperlukan.36
5) Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta
didik dan latar belakangnya
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku
peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena
kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik
dan latar belakangnya. Karena pengelolaan pusat belajar harus
disesuaikan dengan minat, perhatian dan bakat para siswa, maka
siswa yang memahami pelajaran secara cepat, rata-rata dan lamban
memerlukan pengelolaan secara khusus menurut kemampuannya.
Semua hal diatas member petunjuk kepada guru bahwa dalam proses
belajar mengajar diperlukan pemahaman awal tentang perbedaan
siswa satu sama lain37.
b. Peserta didik
Peserta didik dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang
individu dalam suatu masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Mereka
harus tahu hak-haknya sebagai bagian dari suatu kesatuan masyarakat
disamping mereka juga harus tahu akan kewajibannya dan keharusan
menghormati hak-hak orang lain dan teman-teman sekelasnya.38
36
Cece Wijaya dan A Thabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 3, 136.
37Ibid….. 38
(2)
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari peserta
didik akan hak serta kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
c. Keluarga
Tingkah laku peserta didik didalam kelas merupakan
pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter dari orang tua akan
tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif dan apatis. Problem
klasik yang dihadapi guru memang banyak yang berasal dari lingkungan
keluarga. Kebiasaan yang kurang baik dari lingkungan keluarga seperti
tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau
terlampau terkekang merupakan latar belakang yang menyebabkan
peserta didik melanggar di kelas.39
d. Fasilitas
Fasilitas yang ada merupakan faktor penting upaya guru
memaksimalkan programnya. Fasilitas yang kurang lengkap akan
menjadi kendala yang berarti bagi seorang guru dalam beraktifitas.
Kendala tersebut ialah:
1) Jumlah peserta didik didalam kelas yang sangat banyak
2) Besar atau kecilnya suatu ruangan kelas yang tidak sebanding dengan
jumlah siwa
3) Keterbatasan alat penunjang mata pelajaran40.
39
Ibid, …. 137.
40
(3)
D. Problematika Program Ta’li>m al-Qur’a>n (TQ)
Dalam perkembangan program TQ ini, masih ada juga ditemukan
kendala-kendala yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Di antara kendala-kendala
tersebut adalah kondisi siswa yang heterogen, dan karakternya pun berbeda-beda.
Maka kemampuan mereka juga pastinya berbeda-beda. Sehingga dalam
menangkap materi pembelajaran ada yang cepat paham dan ada juga yang masih
saja belum dapat. Dalam satu kelas, siswa yang bacaannya bagus jumlahnya lebih
sedikit daripada yang tidak. Sehingga dalam test akhir, banyak di antara mereka
yang mengulang lagi. Ini kendala yang datang dari siswa.
Selanjutnya dari guru pengajar TQ. Kompetensi guru atau yang biasa
disebut ustadz atau ustadzah belum memenuhi standar maksimal. Ada yang cara
mengajarnya sudah baik akan tetapi suara dan bacaannya belum. Bahkan malah
bacaan siswanya lebih baik dari sebagian mereka. Ada juga yang bacaannya
sudah baik, lebih-lebih punya suara yang bagus, akan tetapi masih kerepotan
dalam mengajarkan membaca al-Qur’an kepada siswa. Disamping itu, guru
pengganti bila guru kelas berhalangan banyak yang belum bersertifikat tilawati.
Hal ini berbeda dengan tugas dan tanggung jawab guru pengajar al-Qur’an yang
sesungguhnya. Telah diketahui bersama bahwa peranan guru dalam proses
pembelajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, recorder, ataupun oleh
computer yang modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi
seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan lain-lain yang
diharapkan merupakan hasil dari proses pembelajaran, tidak dapat dicapai melalui
(4)
atau teknologi yang diciptakan mansuia untuk membantu dan mempermudah
kehidupannya.41 Sehingga menurut Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan
bahwa peran guru itu sebagai korektor, inspiratory, informator, organisator,
motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas,
mediator, supervisor, dan evaluator.42
Bila ditinjau dari segi sarana dan prasarana, ada kendala lagi pada
kelasnya. Jumlah ruangan kelas kurang. Sehingga kelas pembelajaran TQ ada
yang belum memenuhi standar ideal menurut metode pembelajaran Tilawati.
Idealnya satu guru atau ustadz membimbing 20 siswa dalam satu kelas.
Kenyataanya ada beberapa kelas yang jumlah siswanya lebih dari 20, misalnya
23, 25 atau bahkan ada yang mencapai 30 siswa.
Bila ditinjau dari programnya, program TQ ini terkendala pada
kemampuan yang siswa yang masih lemah. Sehingga yang masih berjalan adalah
program tartil saja. Sedangkan masih ada dua program lagi, yaitu tahfidz dan
tarjim. Dan keduanya ini tidak ada bila kemampuan siswa dinilai sudah cukup
atau baik untuk melanjutkan ke jenjang kedua program tersebut.
E. Hubungan antara Problematika Pembelajaran al-Qur’an dan Program TQ Kebanyakan problematika yang dihadapi dalam program TQ adalah
berkaitan dengan kualitas dan mutu pembelajaran atau pendidikan. Bagaimana
seorang guru bisa memberikan kontribusi besar terhadap kesuksesan siswa dalam
41
Nana Sudjana, Dasar-Dasar ProsesBelajar Mengakar, (Bandung: Sinar Baru, 2009), 12. 42
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005),47.
(5)
mempelajari membaca al-Qur’an. Seorang guru tidak hanya cukup mengerti
tentang cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
tajwid dan ilmu qira’at, akan tetapi lebih jauh lagi ia harus paham akan cara
memahamkan peserta didiknya dan melatihnya agar bisa membaca al-Qur’an dan
mempelajarinya dengan lancar dan baik sesuai dengan tujuan yang dicapai. Di sisi
lain, siswa juga harus siap mengikuti pembelajaran al-Qur’an di kelas bersama
guru. Siswa harus berusaha dengan maksimal untuk mengakses ilmu, wawasan
dan keterampilan membaca al-Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh guru.
Menurut Masnur dalam bukunya, seorang guru dengan gaya mengajar yang
monton akan dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa, sehingga siswa kurang
motivasi dalam belajarnya. Guru yang berwawasan sempit pun bisa juga menjadi
penghambat bagi keberhasilan pembelajaran siswa dan mereka akan condong
pada sikap tidak memperhatikan gurunya ketika menerangkan.43
Seorang guru pengajar al-Qur’an seharusnya memperhatikan tugasnya
sebagai guru al-Qur’an yang meliputi tugas profesi, tugas keagamaan, tugas
kemanusiaan, dan tugas kemasyarakatan.44
Sekolah juga berperan penting dalam mewujudkan kesuksesan
pelaksanaan program TQ ini. Penyediaan sarana dan prasaranan yang memadai,
perekrutan guru TQ yang selektif dan bermutu merupakan sarana untuk
mewujudkan output peserta didik TQ yang baik dan berkualitas. Perhatian mereka
43
Masnur dkk, Strategi Belajar Mengajar. . .,109-110. 44
(6)
yang diberikan kepada pelaksanaan program ini akan mampu menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi dalam program ini.
Persoalan jumlah kelas sedikit sehingga kurang idealnya jumlah siswa
dalam satu kelas di program TQ ini akan menghambat pelaksanaan TQ untuk
mewujudkan tujuan dan pencapaiannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani di atas bahwa fasilitas yang ada dapat
menjadi faktor penting upaya guru memaksimalkan program pembelajarannya.
Fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi kendala yang berarti bagi seorang
guru dalam beraktifitas. Misalnya jumlah peserta didik didalam kelas yang sangat
banyak, besar atau kecilnya suatu ruangan kelas yang tidak sebanding dengan
jumlah siwa, keterbatasan alat penunjang mata pelajaran45.
45