Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam kitab Syarah Ta'lim al-Muta'allim Karya Syeikh Ibrahim bin Ismail

(1)

KARYA SYEKH IBRAHIM BIN ISMAIL

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh AMALIA 1110011000140

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Tarbiyatr dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif }lidayatullah Jakarta" dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada tanggal 07 November 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu" menulis berhak memperoleh gelar sarjana

Sl

(S.Pd.I) dalam Bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta" 07 November 2014

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Pgs. Ketua Jurusan PAI) (Dr.H. Abdul Majid Khon. M.Ag) NIP. 19580707 198703

I

00s

Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI) (Marhamah Saleh. Lc. MA)

NrP. 19720313 200801 2 010 Penguji

I

(Dr. Rusdi Jamil. MA) NIP. 1962123t 199503

I

005

Penguji II (Dra. Manerah)

NIP. 19680323 rgg403 2 0C',.

Tanggal

zri>

?:7

)/*:??t'

,/.:(.:.'.'...L!.(y

a/ ,. 4<tr.

J-ta- (l ... -<-a(H

t

i,

V

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Can'{gguruan

MA. Ph. D 198603 2001 NrP. 19591002


(3)

PENDIDIKAN

AKHLAK

BAGI PENUNTUT ILMU DALAM KITAB SYARAH

TA'LIM AL.MUTA'ALLIM

KARYA SYEIKH IBRAHIM BIN

ISMAIL Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana pendidikan Islam (S.pd.I)

Disusun Oleh

AMALIA

NIM: 1110011000140

Di bawah Bimbingan

JURUSAN

PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

FAKULTAS

ILMU TARBIYAH

DAN KEGURUAN

UIN SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2AMM| 1436H

NIP: 19580707 1987031 005


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama

TempaVTgl. Lahir NIM

( Jurusan

Amalia

Serang/ 19 Februari 1992

I I 1001 1000140

Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syarah Ta'lim crl-Muta'allim karya Syekh Ibrahim bin Ismail

Dosen Pembimbing : Dr. FI. Abdul Majid Khon, M.Ag

Dengan

ini

menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil kar sencliri dan saya beftang,eung jawab secara akademis atas apa yang saya

tulis.

rya

\

Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Mturaqasah

Jakarla, 26 Agustus 2014 Mahasiswa Ybs

Amalia


(5)

i

Amalia (1110011000140). Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab

Syarah Ta’lim al-Muta’alim karya Ibrahim bin Ismail.

Skripsi ini membahas tentang pendidikan akhlak bagi penuntut ilmu dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim karya Ibrahim bin Ismail. Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter/akhlak belajar bagi penuntut ilmu dalam pandangan Ibrahim bin Ismail yang terdapat dalam karyanya yaitu Syarah

Ta’lim al-Muta’alim.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan memakai teknik content analisis yakni analisis dari berbagai sumber informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan akhlak haruslah mendasarkan pada nilai religious, bukan justru anti agama. Menekankan aspek nilai adab, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah, dalam pembelajaran. Dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim ini mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan, namun paling penting adalah transfer nilai adab.


(6)

(7)

iii

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam saya sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Tidak lupa pula saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan keluargaku tercinta Ayahanda Madisa, Ibunda Nasiyah yang selalu mendoakanku dan mendidikku dengan penuh keikhlasan, keridhaan dan kesabaran serta kasih sayang hingga saat ini. Dan kepada kakak-kakak, adik-adikku yang selalu memberikan semangat dalam menuju hidup yang penuh keberkahan, semoga Allah SWT senantiasa menuntun dan menjaga mereka dalam menuju keridhaan-Nya.

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan dan menghaturkan ucapan terimakasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Marhamah Shaleh, Lc. M.A, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Dosen pembimbing skripsi yang dengan

tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Zaimuddin, M.Ag, Dosen Penasehat Akademik dan para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah


(8)

iv

dan canda, para mahasiswa PAI khususnya PAI D Angkatan 2010, segenap kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut serta membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dengan menengadahkan tangan dan mengucap syukur Alhamdulillah hanya kepada Allah SWT, penulis memohon semoga amal baik yang sudah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima disisi-Nya. Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, 26 Agustus 2014 Penulis

Amalia


(9)

v

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

TAJRIDUL BAHTSI (ثحبلا ديرجت(... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitan ... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Deskriptif Teoritik 1. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran a. Pengertian Pendidikan ... 10

b. Pengertian Pengajaran ... 11

c. Perbedaan antara Pendidikan dan Pengajaran ... 13

d. Persamaan antara Pendidikan dan Pengajaran ... 15

e. Pengertian Pembelajaran ... 15


(10)

vi

b. Perbedaan antara Karakter, Akhlak dan Etika ... 20

c. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam ... 21

d. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut Kemendiknas ... 23

e. Tujuan Pendidikan Akhlak (Karakter) ... 28

f. Manfaat Pendidikan Akhlak (Karakter) ... 29

g. Metode Pendidikan Akhlak (Karakter) ... 30

B. Penelitian Relevan ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian ... 34

B. Metode dan Jenis Penelitian ... 34

C. Sumber Data ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Teknis Pengelolaan dan Analisis Data ... 36

F. Teknik Penulisan ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Penyusunan Kitab ... 38

B. Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalamKitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim 1. Niat Belajar ... 39

2. Menghormati Ilmu dan Ahli Ilmu ... 42

3. Keseriusan, Ketentuan dan Cita-cita yang Luhur... 45

4. Tawakal ... 50


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian mengenai pendidikan Akhlak (karakter), masih banyak siswa-siswi yang tidak mempunyai Akhlak (karakter) yang baik. Oleh karena itu penting sekali pendidikan karakter tersebut.

Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam ialah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan prilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan prilaku. Kepribadian pecah ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetapi tidak sama dengan prilakunya; atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan prilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi prilakunya sering tidak jujur, ini contoh kepribadian yang pecah (spilt personality).1

Jelaslah bahwa akhlak atau karakter itu sangat penting, ia menjadi penanda bahwa seseorang itu layak atau tidak layak disebut manusia. Karena itu pendidikan akhlak atau karakter adalah bidang pendidikan yang terpenting. Karena akhlak itu adalah kepribadian, maka paradigma pendidikannya sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan bidang-bidang pengetahuan dan keterampilan. Pendekatannya adalah pendekatan untuk pendidikan kepribadian. Ada dua cara pendekatan yaitu:

Pertama, pendidikan akhlak atau karakter itu adalah tugas semua orang yang berdekatan dengan anak didik termasuk pembuatan kebijakan.

1

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) cet ke-1 h. v


(13)

Pendidikan akhlak disekolah adalah tugas kepala sekolah guru agama, semua guru yang lain, pegawai tata usaha, dan lain sebagainya. Kedua, pendidikan Akhlak atau karakter sedikit saja berupa pengisian pengetahuan kognitif. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa akhlak atau karakter itu tidak perlu diajarkan secara kognitif. Tentu ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan matematika, pendidikan biologi dan sejenisnya. Di sinilah kekeliruan pendidikan akhlak yang selama ini: pendidikan akhlak disamakan dengan pendidikan bidang ilmu. Akhlak itu bukan ilmu, akhlak itu kepribadian.2

Pakar pendidikan, Dr, Arif Rahman menilai bahwa sampai saat ini masih ada yang keliru dalam pendidikan di tanah air. Menurutnya, titik berat pendidikan masih lebih banyak pada prestasi akademik dan kurang memperhitungkan akhlak atau karakter siswa.3

Akhlak atau karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi. Teknik pendidikannya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian. Yang jelas, bukan dengan cara menerangkan atau mendiskusikan, jika pun perlu itu hanya cukup sedikit saja.

Pendidikan akhlak atau karakter itu dilakukan dengan treatment atau perlakuan-perlakuan. Berikut adalah contohnya “setiap ulangan harian atau ulangan umum di sekolah di atur dengan peraturan agar murid-murid tidak mungkin dapat melihat catatan, tidak mungkin dapat bertanya pada teman didekatnya, tidak mungkin juga dapat melihat jawaban temannya. Ini diatur dengan sangat ketat dengan pengawasan yang sangat ketat pula. Dari sinilah

akan dihasilkan murid yang jujur, mandiri, selalu melakukan persiapan”.

Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan

2

Ibid, h. v

3

Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) cet ke-1 h. xiv-2


(14)

oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “

Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri”.4

Karakter bangsa sebuah keniscayaan untuk segera dilaksanakania menjadi pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun begitu penting, ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal. Karakter bangsa merupakan salah satu amanat pendiri Negara dan telah dimulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya, pendiri Negara pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau telah wanti-wanti, jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.5

Fenomena keseharian menunjukkan, perilaku masyarakat belum sejalan dengan Akhlak (karakter) bangsa yang telah dijiwai oleh pancasila, sehingga muncul berbagai permasalahan. Banyak permasalahan berkaitan dengan karakter bangsa yang muncul di sekitar kita. Berdasarkan survey Komnas Perlindungan Anak, PKBI, BKKBN tentang perilaku remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah di perkotaan, diperoleh data sebagai berikut: 62,7% siswa SMP pernah melakukan seks pranikah, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno dan masih banyak permasalahn yang lainnya.

Melihat fenomena seperti ini, wajar jika pemerintah menjadikan pendidikan akhlak atau karakter sebagai program unggulan. Ini artinya pemerintah serius menangani persoalan bangsa. Tidak ingin bangsa ini

4

Abdul Majid dan Dian Andayani, op. cit., cet ke-1 h. iv- 2

5

Najib Sulhan, Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa. (Surabaya: Jaring Pena, 2011) h. 1-2


(15)

menjadi bangsa kuli. Tidak ingin bangsa ini semakin terpuruk nilai-nilai moral yang berkaitan rusaknya sendi-sendi tatanan bangsa.6

Apalagi orang yang sedang menuntut ilmu harus memiliki akhlak atau karakter yang baik, sehingga dapat menerima ilmu dengan baik pula. Dalam kitab syarah Ta’lim pun disebutkan bahwa penuntut ilmu itu harus memiliki akhlak/karakter yang bersungguh-sungguh, tekun dan rajin dalam menuntut ilmu. Syaikhul Islam Ustadz sadiduddin As Syairazy pernah membacakan

sya’ir imam Syafi’i:

ّك ْينّْي ّجْلا

قلْغم ب ّك حتْفي ّجْلاو عس ش رْما

bersungguh-sungguh itu dapat mendekatkan segala perkara yang jauh dan dapat membukakan segala pintu tertutup”.7

Penuntut ilmu hendaknya juga menghindari budi pekerti tercela menurut

syara’. Sebab budi pekerti/karakter tercela itu ibarat anjing, karena anjing itu

dapat menyakiti orang yang menemaninya, demikian pula budi pekerti yang tercela dapat menyakiti dirinya dan orang yang menemaninya.

Maka siapa yang memiliki akhlak atau karakter yang buruk yang digambarkan seperti anjing secara maknawi, maka para malaikat merasa sakit dan lari dari orang itu serta tidak mau memasuki rumahnya. Padahal manusia dapat sukses memperoleh ilmu dengan perantara malaikat. Maka jelaslah bahwa orang yang memiliki karakter atau akhlak yang buruk itu, ia tidak akan mendapatkan keelokan ilmu.8

6

Ibid, h.2

7

Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h.21

8

Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim al -Muta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT Karya Toha, 2000), h. 35


(16)

Oleh karena itu merujuk pada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan. Namun dalam perjalanannya, pendidikan-pendidikan akhlak atau karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari dunia pendidikan, terutama sekolah.

Sejak 2500 tahun yang lalu. Socrates telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW dalam ajaran islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan akhlak (karakter) yang baik (good character).

Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks, dan Goble seakan menggemakan kembali gaungan yang disuarakan Socrates dan Muhammad SAW bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Martin Luther King menyetujui pemikiran tersebut dengan

mengatakan,“Intelligence plus Character, that is the true aim of education”.

Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.9

Pendidikan akhlak (karakter) merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya: anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang mudah, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan

9

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) cet ke-1 h.2


(17)

proses pendidikan akhlak (karakter). Sehubung dengan itu, dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan akhlak (karakter), yakni ngerti-ngeroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan).

Pendidikan akhlak (karakter) merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement), yang di tujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa.

Sekarang, ketika masyarakat dan bangsa yang dilanda krisis moral, system pendidikan akhlak (karakter) tersebut perlu direvitalisasi, terutama dalam mewujudkan akhlak (karakter) pribadi dan karakter bangsa yang telah ada seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan dan tindakan berfikir positif, dan rela berkorban. Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah (Mendiknas) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Melalui revitalisasi dan penekanan karakter diberbagai lembaga pendidikan, baik informal, formal, maupun nonformal; diharapkan bangsa Indonesia bisa menjawab berbagai tantangan yang semakin rumit dan kompleks. Dalam rangka mempertinggi daya saing, kemampuan memahami hakikat perubahan, dan memanfaatkan peluang yang timbul, serta mengantisipasi terkikisnya rasa nasionalisme dan erosi ideology kebangsaan, serta penanaman system nilai bangsa Indonesia diperlukan pengkajian kembali terhadap pendidikan karakter, yang selama ini dipandang sudah hilang dari kehidupan bangsa Indonesia. 10 Contohnya dikota-kota bahkan dikampung-kampung banyak terjadi tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, tawuran antar kampong, korupsi hampir disemua sector, kekrasan

10

E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke- 1 h.1-3


(18)

dimana-mana, unjuk rasa dan masih banyak lagi contoh yang mengindikasikan bahwa negeri ini sedang dilanda kemerosotan karakter. Dari permasalahan di atas bahwa akhlak (karakter) manusia di bangsa Indonesia ini sudah dipandang hilang, perlu kiranya dilakukan lebih mendalam mengenai pendidikan akhlak dalam kitab Syarah Ta’lim

al-Muta’lim dengan pengarang syekh Ibrahim bin Ismail yang merupakan tokoh pendidikan islam. Yang kitab karangannya sangat popular yang wajib dipelajari dipesantren-pesantren. Apalagi kitab karangannya membahas tentang pendidikan akhlak yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu. Agar dapat merubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berakhlak. Sehubungan

dengan itu penulis tertarik untuk menulis studi tentang “Pendidikan Akhlak

Dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim bagi Penuntut Ilmu karya

Syekh Ibrahim bin Ismail ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat di identifikasikan beberapa masalah yang akan di munculkan, diantaranya: 1. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan akhlak (karakter).

Survei menunjukkan kenakalan dan tawuran semakin memprihatinkan akibat masyarakat kurang memperhatikan pendidikan karakter anak-nya. 2. Akhlak penuntut ilmu semakin menurun.

Contohnya: murid-murid berani melawan guru

3. Pendidikan lebih menitik beratkan pada aspek intelektualitas semata dari pada akhlak (karakter).


(19)

C. Pembatasan Masalah

Pemikiran Syeikh Ibrahim bin Ismail dituangkan dalam sebuah karyanya yang diberi judul Syarah Ta’lim al-Muta’alim yang memuat tentang adab atau etika dan karakter murid dalam menuntut ilmu dan di dalamnya terdapat tiga belas pasal.

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penelitian ini dibatasi hanya pada seputar pendidikan akhlak bagi penuntut ilmu menurut syeikh Ibrahim bin Ismail yang terdapat dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka

perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Pendidikan

Akhlak bagi penuntut ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim Muta’alim karya Syekh Ibrahim bin Ismail? “

E. Tujuan Penelitan

Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pendidikan Akhlak bagi penuntut ilmu dalam kitab Syarah

Ta’lim Muta’alim karya Syekh Ibrahim bin Ismail

F. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Dari hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi kepada pelajar, pemerintah, guru dan orang tua tentang pemikiran Syekh Ibrahim bin Ismail mengenai pendidikan akhlak (karakter) yang sangat penting terutama untuk penuntut ilmu sehingga masyarakat terutama penuntut ilmu dapat memiliki akhlak (karakter) yang baik agar dapat menghadapi tantangan-tantangan global sehingga dapat merubah


(20)

bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter sesuai kaidah-kaidah islam.

b. Diharapkan kepada masyarakat terutama pada penuntut ilmu untuk lebih menekankan pendidikan akhlak (karakter) dalam menuntut ilmu sehingga dengan seseorang memiliki (karakter) yang baik maka kesuksesan akan diraihnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Dalam dunia pendidikan dapat memberikan kontribusi dalam bidang pemikiran pendidikan akhlak (karakter) sehingga bisa memberikan ide bagi pemikir pemula.

b. Bagi penulis, sebagai bahan latihan dalam penulisan ilmiyah sekaligus memberikan tambahan khazanah pemikiran-pemikiran pendidikan islam.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran

a. Pengertian Pendidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kata “pendidikan”

berasal dari kata „didik’ dan mendapat imbuhan “pen” dan akhiran

“an”, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi “Pendidikan” diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1

Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.2

Secara terminologi pendidikan dapat diartikan menurut pendapat para ahli di antaranya adalah:

1) Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. 2) Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus

(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia

1

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 326

2

Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: Jakarta Press, 2006), h. 1


(22)

yang berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan.3

Selain itu, dalam pengertian yang umum, pendidikan juga diartikan dengan proses bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh manusia kepada manusia lain dalam rangka pencapaian kedewasaan.

Pengertian yang sederhana dan umum tersebut bukan berarti menyederhanakan persoalan pendidikan, karena sesungguhnya jika dilihat secara mendalam maka pendidikan adalah merupakan suatu proses yang sangat sistematis dan berkesinambungan dalam konteks pencapaian hasil yang diharapkan.4

Jadi, dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan supaya anak bisa mandiri dan pendidikan itu juga merupakan suatu proses dalam menumbuhkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia serta menjadikan manusia lebih dewasa. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting untuk menjadikan manusia lebih baik.

b. Pengertian Pengajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pengajaran” adalah

berasal dari kata “ajar” dan mendapat imbuhan “peng” dan akhiran

“an” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya

mengetahui. Menurut etimologi pengajaran adalah proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan.5

3

Haryanto, Pengertian Pendidikan Menurut Ahli, 2012, artikel diakses 16 Maret 2014 (http://www.Belajarpsikologi.com).

4

Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, op. cit., h. 1

5

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.23


(23)

Sedangkan secara terminologi Pengajaran adalah pemberian pelajaran atau informasi pengetahuan dari berbagai mata pelajaran yang di ajarkan kepada peserta didik, dan upaya menciptakan kondisi yang kondusif dalam kegiatan belajar mengajar, dengan tujuan agar peserta didik memperoleh pengetahuan, dan peserta didik pun dapat mengenal dan menguasai budaya bangsa untuk kemudian dapat memperkayanya. Kecenderungan dalam pengajaran ini dapat membuat peserta didik menjadi pasif, karena hanya menerima informasi dan pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered. Artinya gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas.6 Menurut Trianto pengajaran merupakan pendekatan yang efektif untuk memberikan informasi kepada peserta didik agar mereka dapat mengetahui dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social dan sekitarnya.7

Pengajaran dilaksanakan dalam suatu aktifitas yang kita kenal dengan istilah mengajar. Pengajaran amat dekat dengan pengertian pedagogi. Pedagogi adalah seni atau ilmu untuk menjadi guru. Istilah ini sering kali mengacu kepada strategi pengajaran atau gaya mengajar. William H. Burton, mengatakan bahwa “mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahanm dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”.8

Pengajaran juga didefinisikan dengan kegiatan, praktik, pekerjaan atau profesi seorang guru. Dewasa ini pengajaran dianggap setara dan identik dengan pembelajaran dengan siswa yang aktif. Pengajaran dipandang sebagai suatu system yang terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantung satu sama lain, dan

6

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, Persada, 2000), h. 45-46

7

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 68

8

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) h. 16


(24)

terorganisir antara kompetensi yang harus diraih siswa, materi pelajaran, pokok bahasan, metode dan pendekatan pengajaran, media pengajaran, sumber belajar, pengorganisasian kelas, dan penilaian.9 Jadi, pengajaran itu identik dengan mengajar atau profesi seorang guru. Pengajaran juga merupakan proses mentransfer ilmu pengetahuan, supaya peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan.

Mengajar juga salah satu segi dari pendidikan. Dalam mengajar guru, memberikan ilmu, pendapat dan pikiran kepada murid-murid dengan metode yang sesuai. Guru berbicara murid-murid mendengarkan, guru berbuat, murid melihat, guru aktif, murid-murid pasif.

c. Perbedaan antara Pendidikan dan Pengajaran

Pengajaran dan pendidikan atau dalam bahasa Arabnya ta’lim dan tarbiyah adalah dua perkara yang penting di dalam membina manusia. Pengajaran dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda, tetapi banyak orang yang tidak paham tentang kedua perkara ini. Ada pun perbedaan antara pendidikan dan pengajaran adalah sebagai berikut:

1) Pengajaran lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang atau program tertentu. Sedangkan pendidikan lebih menekankan pada pembentukan manusia (penanaman sikap), memakan waktu relative panjang.

2) Pengajaran hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan hanya menitik beratkan pada isi dari metode pengajaran. Sedangkan pendidikan mengajarkan tentang segala nilai kehidupan dan mengajarkan kematangan mental seseorang.

3) Pengajaran khusus ditujukan pada akal. Oleh karena itu mudah dilakukan. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang

9


(25)

tidak saja melibatkan perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah.

4) Pengajaran juga merupakan proses belajar atau proses menuntut ilmu. Ada dosen, guru, ustadz yang mengajar atau menyampaikan ilmukepada murid yang belajar. Hasilnya murid menjadi pandai,

dan berilmu pengetahuan („alim). Sedangkan pendidikan adalah

proses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Di dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk dipahami dan dihayati hingga tertanam dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut tentang akhlak.10

Jadi, pengajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Sedangkan pendidikan prosesnya tidak hanya sekedar mentransfer ilmu semata, namun ada proses penggalian potensi, pengendalian diri serta bimbingan dari seorang guru. Sehingga bukan hanya ilmu yang didapat melainkan karakter yang baik.

Namun, kita tidak bisa mendidik saja tanpa memberi ilmu, dan begitu juga sebaliknya. Pengajaran tanpa pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang pandai tetapi rusak akhlaknya. Masyarakat akan maju diberbagai bidang dan kemewahan, akan tetapi timbul rasa hasad dan dengki di mana-mana dikarenakan tidak mendapat pendidikan.

10

Laura Kristin, Makalah Kewarganegaraan, di akses 14 Januari 2014


(26)

d. Persamaan antara Pendidikan dan Pengajaran

1) Sama-sama merupakan proses utama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pendidikan ataupun pengajaran merupakan aktifitas yang paling utama.

2) Menggunakan guru sebagai pelaku dan pembimbing. Peran yang dimiliki oleh seorang guru dalam tahap ini adalah sebagai fasilitator dengan kata lain sebagai pelaku dalam pentrasferan pengetahuan sekaligus sebagai pembimbing.

3) Tujuannya sama-sama untuk perubahan sikap atau karakter. keduanya bertujuan untuk memperoleh suatu perubahan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya dan menempatkan dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu dan latihan berinteraksi dengan lingkungannya.11

Jadi, pendidikan dan pengajaran itu mempunyai kesamaan yaitu bertujuan untuk menjadikan manusia atau penuntut ilmu berkarakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pengertian Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pembelajaran” berasal

dari kata “belajar” dan mendapat imbuhan “pem” dan akhhiran “an”

yang artinya berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Secara etimologi pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan seseorang belajar.12 Menurut Smith R.M yang dikutip oleh Annisa Basleman dan Syamsu Mappa berpendapat bahwa:

11

Nur Euis Istiqomah, Persamaan dan Perbedaan Pendidikan dan Pengajaran,2011, diakses 17 Maret 2014

(http://www.secarikcatatansangpenyairkecil.blogspot.com/2011/05/Persamaan-dan-perbedaan-Pembelajaran.htm )

12

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 23


(27)

pembelajaran tidak dapat didefinisikan dengan tepat karena istilah tersebut dapat digunakan dalam banyak hal. Pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: (1) pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang telah dikuasai mengenai sesuatu, (2) penyuluhan dan penjelasan mengenai arti pengalaman seseorang, atau (3) suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. Dengan kata lain, pembelajaran digunakan untuk menjelaskan suatu hasil, proses, atau fungsi.13

Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan hasil, maka tekanannya diletakkan pada hasil pengalaman. Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu proses, biasanya proses itu untuk memenuhi kebutuhan mencapai tujuan. Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu fungsi, maka tekanannya diletakkan pada aspek-aspek penting tertentu (seperti motivasi) yang diyakini bisa membantu menghasilkan belajar.14

Pembelajaran juga merupakan suatu system atau proses yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.15

Jadi pada intinya pembelajaran itu merupakan suatu proses tempat perilaku diubah, dibentuk, atau dikendalikan. Dan membuat siswa belajar aktif.

f. Pengertian Strategi Pembelajaran

Dalam Kamus Inggris Indonesia strategy adalah ilmu siasat.16 Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal.”17

13

Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 12

14

Ibid, h. 13

15

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.3

16

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1976), h. 560

17

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kecana, 2008) h. 126


(28)

Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas.

Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.18

Secara umum strategi itu mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.19

Dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu dan penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan stategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

The term character education is often interpreted in a variety of ways, and the actual discipline, as applied in schools, is frequently misunderstood. Character education is a learning process that enables students and adults in a school community to understand, care about and act on core ethical values such as respect, justice, civic virtue and citizenship, and responsibility for self and other. Upon such core values, we form the atticudes and actions that are the

18

Ibid, h. 126

19

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 5


(29)

hallmark of safe, healthy and informed communities that serve as the foundation of our society.20

Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan

moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal- hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wynne yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa “karakter

berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan

memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari”.21 Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.22

Dari konsep pendidikan dan karakter sebagaimana disebutkan di atas, muncul konsep pendidikan karakter (character education). Menurut Ahmad Amin yang dikutip oleh suyadi mengemukakan bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Istilah pendidikan karakter mulai dikenal sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona disebut-sebut sebagai

pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul “The

Rutern of Character Education”, kemudian disusul buku berikutnya,

20

Merle J. Schwartz, Effective Character Education: A Guidebook For Future Educators, (tt.p: Beth Mejia, t.t.), h. 1-2

21

E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke- 1 h. 3

22


(30)

yakni “Education For Character”. How Our School Can Teach

Respect and Responsibility”.23

Menurut Lickona, pendidikan akhlak (karakter) mencakup tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Senada dengan Lickona, Frye mendefinisikan

pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools

that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share”.24

Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles sebagaimana yang dikutip oleh Thomas Lickona, mengatakan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles mengingatkan kepada kita tentang apa yang cenderung kita lupakan di masa sekarang ini: kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Kita perlu untuk mengendalikan diri kita sendiri-keinginan kita, hasrat kita-untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain.25

Sebagaimana yang ditunjukkan Novak, tidak ada seorang pun yang memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang memiliki beberapa kelemahan. Orang-orang dengan karakter yang sering dipuji bisa jadi sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya.26

23

Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) cet ke-1 h. 6

24

Ibid, h. 6

25

Thomas Lickona, Education For Character, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. II, h. 81

26


(31)

Dengan demikian pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran atau kebaikan, mencintainya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan karakter juga merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter yang lainnya.

b. Perbedaan antara Karakter, Akhlak dan Etika

Menurut Aristoteles karakter merupakan kehidupan berprilaku

baik dan penuh kebajikan, berprilaku terhadap Tuha yang Maha Esa, manusia, alam semesta dan diri sendiri. Webber mengatakan bahwa karakter itu selalu dihadapkan pada dilemma antara baik dan buruk, dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang. Melakukan yang baik berarti berkarakter baik dan ideal, sebaliknya melakukan yang buruk berarti berkarakter buruk.27

Menurut al-Ghazali yang dikutip oleh Sayyid Kamal al-Haidari akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Jika suatu bentuk memunculkan perbuatan-perbuatan indah dan terpuji berdasarkan akal dan syari’at, maka bentuk itu dinamakan akhlak yang baik. Namun jika darinya muncul perbuatan buruk, maka bentuk itu dinamakan akhlak buruk.28 Adapun etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia. Dan etika juga merupakan studi tentang cara-cara penerapan hal-hal yang baik bagi hidup manusia. Sedangkan Bertens mengartikan etika itu sebagai ilmu yang

27

Ali Mudlorif, Pendidikan Karakter: konsep dan Aktualisasinya dalam Sistem Pendidikan Islam, Nadwa Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7, 2013, h. 238-239

28

Sayyid Kamal al-Haidari, Jihad Akbar: Menempa Jiwa, Membina Ruhani, Terj. Dari At-Tarbiyyah ar-Ruhaniyyah: Buhuts Fi Jihad an-Nafs oleh Irwan Kurniawan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), h. 59


(32)

mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau kelompok bagi pengaturan tingkah lakunya.29

Dapat dibedakan antara karakter, akhlak dan etika sebagai berikut: Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan atau kualitas mental. Dan akhlak adalah kelakuan. Namun akhlak mempunyai makna yang lebih dari sekedar kelakuan, akhlak itu hubungan yang khusus antara makhluq dan khaliq. Sedangkan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, tindakan yang harus dilakukan manusia terhadap yang lain, tujuan yang harus dicapai dan jalan yang harus ditempuh.30

Walaupun pada pembahasan ini penulis mencantumkan perbedaaan antara karakter, akhlak dan etika. Tapi, penulis mempunyai pendapat tersendiri yaitu: karakter dan akhlak itu sama, karena keduanya merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan dapat mencirikan manusia itu baik atau buruk dengan melihat karakter atau akhlaknya. Namun, penulis setuju mengenai pembahasan etika yang dikemukakan oleh para ahli yaitu etika merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam kehidupan manusia.

c. Pendidikan Akhlak (Karakter) dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter (Akhlak) secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia; seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan Akhlak (Karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan muamalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model

29

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 22-23

30

Evi Hanifah, Istilah Nilai, Karakter, Akhlak, Moral, Budi Pekerti dan Etika, diakses 6 April 2014, (hanivie.wordpress.com)


(33)

karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fahonah (STAF).31

Akhlak (karakter) menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan dibicarakan nanti, merupakan buah pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun syari’ah. Pentingnya kedudukan akhlak (karakter), dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkata an) Rasulullah di antaranya adalah:

Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

“orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang

paling baik budi pekertinya di antara mereka, dan orang yang paling baik di antara kamu sekalian yaitu orang yang paling baik terhadap istrinya”. (H.R. At-Tirmizi)32

Dan karakter Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu, disebut akhlak Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-qur’an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam.33

Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab, dan keteladanan.

31

E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke- 1 h.5

32

Imam An-Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, Terj. Dari Riyadhus Shalihin, oleh Musclich Shabir (Semarang: Toha Putra, 1981), h. 513

33


(34)

Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagi motivasi perilaku bermoral.34

Jadi, inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. Akibatnya pendidikan akhlak dalam Islam lebih sering dilakukan secara doktrin dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis. Pendekatan semacam ini membuat pendidikan akhlak dalam Islam lebih cenderung pada teaching Right and Wrong.

d. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut KEMENDIKNAS

Dewasa ini pendidikan dituntut untuk dapat merubah para penuntut ilmu kearah yang lebih baik. Oleh karena itu Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri penuntut ilmu sebagai upaya membangun karakter bangsa. Berikut ini adalah nilai-nilai karakter menurut KEMENDIKNAS yang dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto:

1). Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Kelulusan

(SKL) SD/MI yaitu:

a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.

b) Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa

34

Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja osdakarya, 2011) cet ke-1 h. 58-59


(35)

yang benar, mengatakan apa yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.35

c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi

dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

e) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

f) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

g) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

h) Peduli social, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan.

i) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. j) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.36

35

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 27

36


(36)

2) Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP/MTS yaitu:

a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.

b) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten

terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan

tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

e) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

f) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.

g) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, suku, adat, bahasa, ras, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.

h) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.


(37)

i) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.

j) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. 37

k) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.38

3) Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) SMA/SMK/MAK

a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.

b) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten

terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan

tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

e) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga

37

Ibid, h. 29

38


(38)

selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

f) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.39

g) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, suku, adat, bahasa, ras, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.

h) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

i) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.

j) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

k) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. l) Adil dan mawas diri, yakni mengembangkan diri secara

optimal dengan memafaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya.40

39

Ibid, h. 30

40


(39)

e. Tujuan Pendidikan Akhlak

Adapun tujuan pendidikanAkhlak (karakter) menurut

Kemendiknas yang dikutip oleh Kusnaedi adalah:

1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.

2. Membangun bangsa yang berkarakter pancasila.

3. Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.41

Uraian tersebut di atas telah menggambarkan bahwa Islam menginginkan manusia yang berakhlak (berkarakter) mulia. Akhlak yang mulia demikian di tekankan karena di samping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan.42

Pendidikan Akhlak (karakter) pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.43

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Akhlak (karakter) bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan

41

Kusnaedi, Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Panduan Untuk Guru dan Orang tua, (Bekasi: Duta Media Tama, 2013), h. 26

42

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 171-172

43


(40)

karakter diharapka peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

f. Manfaat Pendidikan Akhlak (Karakter)

Al-Qur’an dan al-Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak (karakter) yang mulia itu. Allah berfirman:

                     

Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”. (Q.S. al-Kahfi: 88)44

Adapun manfaat pendidikan Akhlak adalah:

1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berprilaku baik.

2. Memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang multicultural. Dengan maksud memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga Negara .

3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Artinya memilih budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain.45

44

Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Kahfi ayat 88, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 303

45

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 30


(41)

g. Metode Pendidikan Akhlak (Karakter)

Metode dalam kamus bahasa Inggris “Method” diartikan sebagai

cara.46 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki.47 Kaitannya dengan pendidikan aklhak (karakter), maka metode itu ialah cara yang tepat untuk membina akhlak (karakter) bagi penuntut ilmu dengan tujuan agar penuntut ilmu tidak hanya memiliki penguasaan ilmu pengetahuan saja tetapi juga bertingkah laku baik dalam kehidupannya baik sebagai hamba Allah SWT maupun hubungan sosialnya dengan sesama makhluk.

Adapun metode pendidikan akhlak (karakter) yang digunakan adalah:

1. Metode bercerita seperti Cara Nabi Muhammad SAW mengajarkan akhlak adalah dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat terdahulu, supaya dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut. Orang yang taat dan patuh mengikuti Rasul Muhammad SAW mendapat kebahagiaan dan orang yang durhaka mendapat siksa. Seperti kisah Qorun yang bakhil dan kisah Nabi Musa as yang berbuat baik pada putri

syu’aib.48

Contoh penerapannya: seorang guru menceritakan kisah yang ada dalam al-Qur’an tentang indahnya surga bagi orang yang beramal sholeh dan berkarakter baik dan menceritakan keganasan neraka bagi orang yang berbuat dosa dan berkarakter buruk. Tujuan dari cerita tersebut adalah supaya penuntut ilmu atau peserta didik akan selalu berusaha untuk melakukan perbuatan yang baik dan

46

Jhon, M. Echol, Kamus Inggris-Indonesia, Terj. An English-Indonesian Dictionary, oleh Hasan Shadly, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 379

47

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 910

48


(42)

berusaha untuk menghindari perbuatan buruk, sehingga penuntut ilmu yang mempunyai karakter baik akan mudah mendapatkan ilmu.

Contoh peristiwa peperangan yang terjadi di Makkah ketika Nabi Muhammad SAW dan kaum mukmin melawan kaum kafir Quraisy, dalam peristiwa peperangan tersebut dianjurkan agar kaum mukmin sabar, tidak dendam dan menahan diri dari amarah. Dalam pendidikan, dengan adanya peristiwa tersebut dianjurkan agar para penuntut ilmu memiliki karakter yang baik seperti sabar dalam menuntut ilmu, tidak membalas dendam jika disakiti orang lain, tabah dalam menghadapi segala ujian hidup. 2. Metode Targhib dan Tarhib Qur’ani Nabawi, adapun Targhib

yakni janji atau imbalan yang diberikan oleh Allah SWT kepada seorang hamba yang berbuat baik. Sedangkan metode Tarhib yakni ancanam yang ditimpakan oleh Allah SWT kepada seorang hamba yang berbuat dosa.49

3. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), seharusnya dalam menyampaikan materi pendidikan Agama Islam menggunakan metode mengajar yang dapat mengaktifkan siswa secara mental dan social, tujuannya agar materi PAI tidak membosankan dalam proses pembelajaran dan penuntut ilmu atau peserta didik juga dapa menginternalisasi nilai-nilai yang baik dan dapat mempraktekkan dalam kehidupan.

Dengan demikian metode pendidikan Akhlak (karakter) itu harus dilakukan oleh semua pihak seperti keluarga, sekolah, guru masyarakat. Pembentukan karakter dalam keluarga itu dilakukan oleh orang tua dengan menumbuh kembangkan dasar-dasar keimanan kepada Allah SWT, terdidik untuk takut kepada-Nya, merasa diawasi oleh-Nya, menyandarkan diri kepada-Nya,

49

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Ter.

Ushul al-Tarbiyyah Islamiyyah wa aslubiha fil Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama’, oleh Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. II, h. 296


(43)

meminta tolong dan berserah diri kepada-Nya, niscaya ia akan kemampuan dan tanggapan naluri untuk menerima setiap keutamaan dan kemuliaan serta terbiasa dengan berakhlak mulia. Sedangkan pembentukan dan pendidikan karakter di sekolah dilakukan oleh guru dan lain-lain dengan menciptakan lingkungan yang bernuansa religious, seperti pembiasaan shalat berjamaah, menegakkan disiplin, memelihara kebersihan, ketertiban, kejujuran, tolong menolong, memberikan teladan yang baik dan lain sebagainya. Dan masyarkat pun juga berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter, seperti menciptakan lingkungan yang tertib, bebas peredaran narkoba, perkumpulan dan perjudian dan lain sebagainya. Jika semua pihak tersebut berperan aktif maka pendidikan karakter pun mudah untuk dilakukan, sehingga para penuntut ilmu atau peserta didik pun memiliki karakter yang baik dalam kehidupan.

B. Penelitian Relevan

Setelah penulis meneliti, ternyata judul skripsi “

Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim Muta’alim karya Ibrahim bin Ismail” belum pernah dikaji, meskipun terdapat judul skripsi yaitu:

1. Konsep Profil Guru PAI menurut Az-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim

Muta’alim, oleh Ansori (106011000073) tahun 2011.50

Skripsi tersebut sangat berbeda dengan skripsi yang dikaji oleh penulis, karena skripsi tersebut berisi tentang profesionalisme yang harus dimiliki oleh guru pendidikan agama Islam dan guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak melalui kata-kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan cerdas dalam kitab Ta’lim Muta’alim karangan Az-Zarnuji.

50

Ansori, Konsep Profil Guru PAI Menurut Az-zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)


(44)

2. Akhlak Belajar Dalam Kitab Ta’lim Al-Muta’alim oleh Alfian Haikal (106011000067) tahun 2012.51

Skripsi tersebut sedikit berbeda dengan skripsi yang dikaji oleh penulis, karena skripsi tersebut hanya menyebutkan tentang akhlak-akhlak yang ada dalam kitabTa’lim al-Muta’alim.

Sedangkan yang dikaji oleh penulis berisi tentang pendidikan Akhlak (karakter) bagi penuntut ilmu menurut syeikh Ibrahim bin Ismail dalam kitab

syarah Ta’lim al-Muta’alim, yang mengakaji tentang bagaimana Akhlak (karakter) yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu supaya mendapatkan keelokan ilmu. Karakter yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu diantaranya sungguh-sungguh dan kontinu.

51

Alfian Haikal, Akhlak Belajar dalam Kitab Ta’lim al-Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012)


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014. Dengan jadwal sebagai berikut: bulan Februari digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi buku-buku yang ada diperpustakaan, internet serta sumber lainnya yang mendukung penelitian.

B. Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositiyisme.1 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kulalitatif juga penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif juga yang menghasilakan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata.2 Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Syekh Ibrahim bin Ismail tentang Pendidikan akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 13

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 4-6


(46)

mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

Sedangkan dipilihnya metode deskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Selain itu semua yang dikumpulkan akan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah atau dokumen lainnya.

C. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.3 Adapun sumber data tersebut adalah:

1. Sumber data primer yaitu literature-literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini. Dalam hal ini sumber data primer yang digunakan adalah buku atau kitab Syarah Ta’lim

Muta’lim karangan syekh Ibrahim bin Ismail.

2. Sumber data sekunder sebagai data pendukung atau sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya, berupa data-data tertulis baik itu buku-buku maupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas.4 Dalam hal ini sumber data sekunder yang digunakan adalah buku Landasan Etika Belajar Santri

karangan Ahmad Mujib El-Shirazy dan Fahmi Arif El-Munir, buku

Manajemen Pendidikan Karakter karangan E. Mulyasa dan lain sebagainya.

3

Ibid, h. 157 4


(47)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data juga dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data yaitu:

1. Observasi. 2. Wawancara. 3. Dokumentasi.

4. Triangulasi/gabungan.5

Dan menarik kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif-induktif.

E. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari.

Tahap analisis data adalah sebagai berikut:

1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.

2. Mempelajari kata-kata kunci.

3. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan. 4. Mengumpulkan, memilah-milah, membuat ikhtisar.

5. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna.6

Sebelum data diolah, penulis terlebih dahulu memahami secara cermat isi dari kitab Syarah Ta’lim al-Muta’lim. Hal ini dikarenakan kita Syarah Ta’lim al-Muta’alim masih berbahasa Arab, akan tetapi kitab tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga lebih mempermudah bagi penulis untuk memahaminya.

5

Ibid , h. 308-309

6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248


(48)

Setelah data terkumpul kemudian diolah dan digarap dengan cara membuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku-buku, terutama yang berhubungan dengan tema pokok yang dibahas.7

Mengingat penelitian difokuskan kepada teks atau data yang diperoleh dari kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim sebagai data primernya, maka penulis menggunakan content analysis, yaitu suatu metode penelitian dengan menganalisis isi buku.

F. Teknik Penulisan

Teknis penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 278


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penyusunan Kitab

Penulisan kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim bermula dari kegundahan

pengarangnya, yaitu Syaikh Ibrahim bin Ismail, saat mengamati banyaknya penuntut ilmu dimasanya, mereka bersungguh-sungguh dalam belajar menekuni ilmu. Tetapi mereka mengalami kegagalan. Atau mereka sukses, tetapi sama sekali tidak memetik kemanfaatan buah hasil ilmunya, untuk mengamalkan, mengajarkan dan menyebarkan. Mereka sebenarnya tekun belajar, namun terhalang dari kemanfaatan ilmunya. Sebab mereka umumnya salah jalan, yakni metode belajarnya. Mereka meninggalkan berbagai macam syarat yang harus dipenuhi sebagaimana disebutkan dalam kitab ini yang harus dilaksanakan dalam belajar. Padahal siapa yang salah jalan pasti tersesat dan gagal tujuannya sedikit atau banyak, kecil maupun besar. Oleh karenanya dengan motivasi itu Syeikh Ibrahim bin Ismail terpanggil untuk mencoba memberikan bimbingan dan pedoman para pelajar penuntut ilmu, dengan menyusun kitab ini.1

Oleh karena itu kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim sebaiknya perlu kita kaji dan pelajari kembali oleh penuntut ilmu dan para guru karena isinya masih relevan untuk pendidikan masa kini. Dan kitab Syarah Ta’lim al

-Muta’alim juga bisa membantu mengarahkan para pencari ilmu mendapatkan

ilmu yang bermanfaat dengan berbagai macam petunjuk yang praktis.

1

Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim al -Muta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT Karya Toha, 2000), h.ix


(50)

B.

Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim al

-Muta’alim

Di dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim dijelaskan mengenai yang

harus dimiliki oleh penuntut ilmu di antaranya: 1. bagaimana berniat dalam belajar. 2. mengagungkan ilmu dan ulama.

3. keseriusan ketekunan dan minat dalam belajar. 4. tawakal dalam belajar.

5. wara’ dalam belajar.

Itu semua adalah karakter (akhlak) yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu yang dijelaskan dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim.

Dari batasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak (karakter) belajar adalah suatu proses dalam mendapatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari hari. Yang merupakan pola belajar yang didasarkan pada niat yang tulus dan ikhlas yang disesuaikan dengan minat dan bakatnya, yang disampaikan oleh guru yang cerdas dan professional dan teman-teman sebaya yang saling mendukung dalam proses belajar demi tercapainya tujuan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Niat dalam Belajar

Menurut Ibrahim bin Ismail dalam kitabnya menyatakan bahwa:

2


(51)

para penuntut ilmu wajib berniat untuk belajar selama mempelajari ilmu. Karena niat merupakan dasar pokok dalam segala hal. Maka sebaiknya penuntut ilmu itu berniat menuntut ilmu semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT, untuk memperoleh pahala akhirat, untuk menghilangkan kebodohan pada dirinya dan dari seluruh orang bodoh, untuk menghidupkan agama dan menegakkan agama Islam.3

Sebagaimana Rasulullah bersabda:

:

Dari Amiril mu’minin, Abu Hafs Umar bin Ibnu Khottab r.a ia berkata,

Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya tergantung pada niatnya, dan seseorang mendapat pahala sesuai dengan niatnya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).4

Dalam menuntut ilmu hendaknya juga berniat mensyukuri nikmat akal dan kesehatan tubuh. Janganlah sekali-kali kamu berniat dalam menuntut ilmu itu untuk memperoleh harta keduniaan, jangan pula berniat untuk mendapat perhatian para manusia dan dimuliakan di sisi seorang raja atau penguasaan serta karena arah yang lain. Ringkasnya jangan sekali-kali berniat selain mencari keridhaan Allah SWT.

Penuntut ilmu sebaiknya mau berpikir dalam belajar, kesulitan apa yang dihadapi dan kepayahan apa yang dihasilkan. Sebab ia telah menekuni, mempelajari ilmu dengan penuh kesungguhan, banyak mengalami kepayahan dan keduakaan. Maka setelah sukses jangan sampai semata-mata untuk memburu keduniaan yang begitu hina, sedikit dan cepat sirna.

3

Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim al -Muta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 14-15

4

Syaikh Yahya bin Syarifuddin An Nawawi, Arba’in an-Nawawi, (Jakarta: CV Wangsamerta), h. 11


(1)

63

Zurinal, Z. dan Sayuti, Wahdi.

Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar

Pelaksanaan Pendidikan

, Jakarta: Jakarta Press, 2006


(2)

DAFTAR

REFERENSI

No Referensi

Ifalaman

Skripsi

Paraf

I

AMul

Majid.

dan

Dian

Andayani. Pendtdikan Karafuer

Perspeltif

Isl am, B.andungt Re.maja Rosdakary4 20 1 1

*"\'

1,2,3,5,23,

Y

2 Abdurahman An Nahlawi. Pendidikon Islam di Rumah, Sekolah dcn Masyc'ralraf,

Ter.

Ushul al-TarbQyah Islamiyyah wa

aslubiha

fil

Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama', oleh

Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani

hess,

1995

3l

_\-3 Abudin Nata. AkhlakTasawuf,Jakarta: Rajawali Pers, 2012 28

\-4 Ibrahim bin Ismail, Petunjuk

Menjadi

Cendikiovttan

Muslim,Teq.

I

Syarah

Ta'lim

al-Muta'allim olehAli

Chasan Umar, Semarang:

pT

Karya

Toh4

2000

4, 39,

4$,

41,

43,44,46,47,

48,49, 51,54,

55

-Y

5 Ibrahim bin Ismail. Syarkhu

Ta'lim

al-Muta'aliz,

Al-Haramain: t.p.,

2006

4,39,

42, 50, 53

45,

>--6

Ali

Mudlorif.

Pendidikan Karakter: konsep dan Aktualisasinya dalam Sistem Pendidikan Islam, Nodwa

Jurnal

Pendidikon Islam,

Vol.

7, 2013

20

-\-7

Aliah B.

Purwak-ania

Hasai.

Pengantar Psikologi Kesehatan Islam, Jakartil Rajawali Pres, 2008

47,48

\-8

Al-Zamuji.

Pedoman Belajar Pelajar dan Sontri (Terjemahan

Ta'lim

al-Muta'alim)

penerjemah:

Noor

Aufa Shiddiq,

Surabaya:

AI-Hidayah,

t.t

4r,49


(3)

9 Anisah Basleman. dan Syamsu Mappa. Teori Belaiar Orang Dewasa, Jakarta: Remaja Rosdakarya" 201I

t6

V

10

An-}.{awawi. Teriemah Riyadhus

Shalihin,

Tetj. Dari

Riyadhus

Shalihin, oleh Musclich Shabir, Semarang: Toha Puha" 1981

22

>-11

Ansori. Kotuep

Pralil

Guru PAI

Menurut

Az-zarnuii

dalam

Kitab

Ta'lim Muta'alim,

Skripsi Sarjana

UIN

Syarif Hidayatuttah Jakart4 Jakarta: Perpustakaan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2Cl1

32

12 Syaiful

Bahi

DjamaraL dan Aswan Zafu- Strotegi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta

2010

t7

v

t3

E.

Mulyasa- Manajemen

Pendidilan Koraher,

Jakarta:

PT

Bumi Aksara 20l

l

6,18,22

D-l4

Evi

Hanifah.

Istilah

Nilai, KaraWer,

Afuiah

Moral, Budi Pekerti don Etika, diakses 6

April

20I 4, (hanivie.wordpress.com)

21

k

l5

Alfian

Haikal. Akhlak

Belajm

dalam

Kitob Ta'lim al-Muta'alim,

Skripsi

Sarjana

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakatta"

Jakarta: Perpustakaan

UIN

Syarif Hidayatullah I aY.afia" 2072

JJ

v

r6

Haryanto. Pengertian Pendidikan

Merurut AhIi,

2012,

artikel diak ses I 6 Maret 20 I a @B:/hvrvw.Belaj arpsikologi.com).

11

Y

t7

Heri

Grmawan.

Pendidikan KmaWer

Kon;tep

dan

Implementasi, Bandung:

Alfabet4

2012

29

v

l8

Jotrn

M.

Echols

dan Hassan Shadily, Kamus

Inggris'Indonesia,

>i

Jakarta: GramediaPustakaUtama" 1976

16,30


(4)

20

Khalil Al-Musawi.

Bagaimana

Membangun

Kepribadian

Anda:

resepresep

sederhana

dan mudah

membentuk kepribadian Islam

s ej ati, Jakarta: Lentera, 1 999

4t

V

2l

Kokom Komalasari. Pembelajaron Kontekstual Konsep

dm

Aplikasi, Bandung: PT

RefikaAditarn4

2010

16

k

22

K*naedi.

Strategi dan Implementasi Pendidilcan Kmalder Panduan UntukGuru dan Orang tr:c, Bekasi: DutaMedia Tamar2013

28

23 Laura Kristir,. Makalah Kewarganegaraan,

di

akses 14 Januari 2014

ftttp

/Aaurasimorangkir.blo gspot.conr,20 1 3/04i 1

0-perbedaan-pendidikandan-pengaj aran.hfi

nl)

t4

24 I-exy J. Ivloleong Metodologi Penelitian

Kualitatif,

Bandung: Remaja Rosdakarya,2014

34,35,36

v

25 Mahmud

Al-Misri.

Ewiklopedia

Al:hlak Muhammad SAW, Jakarta; PenaBudi

Aksara

2009

52,53

-V

26

Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan

Islam, Jakarta:

Hidakarya Agung, 1992

30,

X

27 Merle J. Schwartz.

Efective

Character Education:

A

Guidebook

For

Future Educators,tt.p: Beth

Mejia

t.t.

18

28 Mohammad

Daud

Ali.

Pendidikan Agama

Islam, Jakarta

Rajawali Pers,2008

22

29

Muchlas

Samani.

dan Hariyanto.

Konsep

dan Model

Pendidikan

Kmaher,

Bandung: Remaja Rosdakarya,

201I

24,26,27

Y

30

Najib

Sulhan.

Pengembangan

Korafuer

dan

Budaya

Bangsa, Surabaya: Jaring Pena, 201

I

3,4


(5)

3l

Nur

Euis

Istiqomah. Persamaan

dan

Perbedaan

Pendidiknn

dan Pengajaran,

20 I l,diakses I 7Maret20 I 40ttp://www.secarikcatatansangpenyairkeci

l.blo gspot.c oml20 | I /05/Persamaan-dan-perbedaan-Pembelai aran,htn

15

\---)

32 Sardiman.

Interaksi dan Motivasi Belajor Mengajm,

(Jakarta: PT. RajaGrafindo, Persad4 2000

12

33

Sayyid Kamal Al-Haidari- Jihad

Akbu:

Menempa

Jiws,

Membina Ruhani, Terj. Dari At-Tmbiyyah ar-Ruhan$yah: Buhuts

Fi

Jihad

an-.l/af'

oleh Invan Kurniawan, Bandung: Pustaka

Hidayall

2003

20

34 Sri Narwanti. PendiCikan KaraWer, Yogyakarta:

Famili4

2011 28

35 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan

Kuantitattf htalitatif,

dan R& D, Bandung: Alfabeta, 2012

34,35,36

v

36 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekotan PraHik, Jakarta: Rin€ka

Cipta

2013

37

v

37 Suyadi. Strategi Pembelajaran Pendidikan

KaroHer,

Bandung: PT Remaja Rosdakaryq 2013

l9

\-38

Suyono.

dan Hariyanto.

Belajar dan Pembelajaran

Teori

dan Konsep dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya 2011

12,13

I-39 Thomas Lickona-

Edication

For

Chmacter,Iakafia:

Bumi Aksarq

2013

l9

40

Tim

Penyusun. Kamus

Besu

Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

2008

10,

ll,

15, 30,

52

)-4t

Tim

Penyususn

AI-Qur'an dan

Terjemalmya, Jakarta: Pustaka

AI-Fatib,2009

29,42,46,49,


(6)

Trianto. Model-model Pembelajaron

Inovatif

Berorientosi Konstrufuivis tilc, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007

Ulil

Amd

Syafri. Pendidikon Karakter Berbasis

AI-Qur'an,

Jakarta: Rajawali Pers,2012

Wina

Sanjaya Strategi Pembelajaran Berorientasi

Stande

Proses Pendidiknn, Jakarta: Kecana" 2008

Yahya

bin

Syarifuddin An Nawawi.

Arba'in

an-Nawawr, Jakarta:

CV

Wangsarnerta

Zubaedi. Desain Pendidikan

KsraHer:

Konsepsi don

Aplikasi

dalam Lembaga Pendidikan, Jakartfr Kencana Prenada Media Group, 20l

l

Znrinal,

Z.

dan Wahdi

Sayuti. IImu

Pendidikan Pengantor

dan Dasar4asar P elal<sanaan Pendidilcan, Jakarta: Jakarta Presi, 2006


Dokumen yang terkait

Analisis akhlak al-karimah pada proses pembelajaran dalam persfektif ilmu pada Kitab Ta'lim al-Muta'allim

0 46 113

NILAI NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TA'LIM MUTA'ALLIM AZ-ZARNUJI DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA.

4 55 132

HURUF LAM DAN MAKNANYA DALAM KITAB TA'LIM AL-MUTA'ALLIM.

0 1 85

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB AL AKHLAK AZZAKIYYAH FI ADABI ATTHOLIB AL MARDIYYAH KARYA SYEIKH AHMAD BIN YUSUF BIN MUHAMMAD AL AHDAL DAN RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN ISL

0 0 6

ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB AL AKHLAK AZZAKIYYAH FI ADABI ATTHOLIB AL MARDIYYAH KARYA SYEIKH AHMAD BIN YUSUF BIN MUHAMMAD AL AHDAL DAN RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER). - STAIN Kudus Repository

0 0 19

33 BAB IV Kitab Al Akhlak Az Zakiyyah fi Adabi Attholib al Mardiyyah Karya Syeikh Ahmad bin Al Ahdal dan Relevansinya Bagi Pendidikan Islam Kontemporer

0 0 59

7 BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TAISIRUL KHALLAQ KARYA SYEIKH HAFIDH HASAN AL-MAS’UDI

0 0 38

i SURAT PERNYATAAN - Konsep pendidikan menurut Syeikh al-zarnuji dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim - Raden Intan Repository

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Konsep pendidikan menurut Syeikh al-zarnuji dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim - Raden Intan Repository

0 0 120

MATERI PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYEIKH UMAR BARADJA DALAM KITAB AL-AKHLAK LIL-BANAAT - Raden Intan Repository

0 0 178