PEMBENTUKAN BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) PARTENOKARPI MELALUI APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI GIBERELIN | Zainal | JSTT 6942 23169 1 PB
PEMBENTUKAN BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) PARTENOKARPI
MELALUI APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI GIBERELIN
Abdullah Rahman Zain1, Zainuddin Basri dan Iskandar Lapanjang2
[email protected]
(Mahasiswa Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Staf Pengajar Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
1
Abstract
Parthenocarpy on plant can be produced through a number of approaches, for example via
application of gibberellin on the flowers of plant. The aim of this experiment was to investigate the
production of parthenocarpy on the eggplant via application of various gibberellin concentrations.
This experiment was conducted on the farmer’s land in Lasoani village, Palu city, Central
Sulawesi,from December 2014 to April 2015. This experiment used Randomized Block Design with
treatments tested namely concentration of gibberellin consisted of four levels, including without
gibberellin application, application of gibberellin with 0.1%; 0.2% and 0.3% per flower. Each
treatment used five replications, and therefore there were 20 experimental units used.Furthermore,
each experimental unit utilized two flowers and there were 40 flowers used as experimental object.
Variables observed consisted of weight, length and diameter of eggplant fruits as well as the
number of seeds formed. Results of this experiment indicated that the application of gibberellin had
a significant effect on the parthenocarpy of eggplants. Eggplants applied with gibberellin at the
concentrations of 0.1% - 0.3% resulted in parthenocarpy, but weight, length and diameter per
eggplant only ranged from 32.76 g to 53.60 g; 6.94 cm to 9.30 cm; and 3.30 cm to 4.60 cm,
respectively; whilst eggplants formed without application of gibberellin produced up to 221 seeds
with weight, length and diameter per eggplant reached 162.32 g; 21.20 cm; and 5.12 cm,
respectively.
Keywords: eggplant, parthenocarpy, gibberellin.
Terung (Solanum melongena L.)
merupakan jenis tanaman sayuran yang
termasuk famili Solanaceae. Tanaman terung
menghasilkan buah yang disukai dan diminati
oleh banyak orang(Jumini danMarliah, 2009).
Menurut Sunarjono dkk. (2009), setiap 100 g
daging buah terung mengandung 26 kalori, 1
g protein, 0,2 g hidrat arang, 25 IU vitamin A,
0,04 g vitamin B dan 5 g vitamin C. Selain
itu, buah terung juga berkhasiat sebagai obat
karena mengandung alkaloid, solanin dan
solasodin yang berfungsi sebagai bahan baku
kontrasepsi.
Berdasarkan badan pusat statistik
(BPS) provinsi sulawesi tengah (2014),
jumlah rumah tangga yang menanam tanaman
terung sebanyak 5.727 dengan luas tanam
4.383.382 m2 dengan rata-rata luas tanam
yang dikelola per rumah tangga 765 m2. Pada
tahun 2011 hasil panen perhektar t2. 14 kw/ha
dan pada tahun 2013 hasil panen perhektar 36
kw/ha. Hal ini menunjukka adanya
peningkatan kebutuhan tanaman terung.
Selain tuntutan terhadap peningkatan
produksi, permintaan terhadap buah terung
berkualitas seharusnya diadakan. Aspek
kualitas buah yang sering menjadi perhatian
para konsumen antara lain warna, rasa, aroma
atau pun keberadaan biji pada buah.
Konsumen biasanya lebih menyukai buah
yang kurang atau tidak memiliki biji
(partenokarpi) dibanding buah berbiji banyak.
Mezzetti et al. dalam Purnamaningsih et al
(2010) menyatakan bahwa keuntungan dari
buah partenokarpi yaitu: 1) produksi buah
lebih stabil, 2) produktivitas lebih meningkat,
dan 3) kualitas buah lebih baik.
Menurut Pardal (2001), buah yang
memiliki jumlah biji sedikit atau pun buah
tanpa biji (partenokarpi) sesungguhnya
60
61 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
kurang menguntungkan dalam aspek program
produksi biji/benih, tetapi sangat bermanfaat
bagi peningkatan kualitas dan produktivitas
buah, khususnya pada jenis tanaman
komersial (hortikultura). Partenokarpi dapat
menghambat program pengembangan atau
perbanyakan tanaman yang penyebaran serta
kualitas tumbuhnya sangat baik jika
menggunakan biji. Dalam hal peningkatan
kualitas
dan
produktivitas,
usaha
memproduksi buah partenokarpi cukup baik
karena dapat memperlambat kematangan pada
buah sehingga menambah waktu simpan
(Pandolfini, 2009).
Penghambatan pembentukan biji
(partenokarpi) pada buah biasanya dilakukan
dengan cara mengaplikasi zat pengatur
tumbuh, seperti giberelin pada bunga tanaman
(Purnamaningsih et al., 2010). Rolistyo et al.,
(2014).
Dalam penelitiannya, Annisa (2009)
menguji empat taraf konsentrasi giberelin
yaitu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm
yang diaplikasikan pada bunga semangka dan
diamati bahwa giberelin berpengaruh nyata
terhadap pembentukan biji.
Jumlah biji
paling banyak terdapat pada perlakuan tanpa
giberelin (330,50 biji) dan paling sedikit pada
perlakuan giberelin dengan konsentrasi 150
ppm (257,83 biji).
Wulandari et al., (2014) telah
mencoba penggunaan giberelin pada tanaman
mentimundengan konsentrasi 0 ppm, 150
ppm, 175 ppm dan 200 ppm dan diperoleh
hasil bahwa jumlah biji buah mentimun
(varietas Mercy) paling sedikit terbentuk pada
konsentrasi 200 ppm (rata-rata 208 biji per
buah), sedangkan perlakuan kontrol memiliki
jumlah biji paling banyak (rata-rata 373 biji
per buah).
Aplikasi giberelin dengan
konsentrasi 1000 ppm (0,1%) pada tanaman
Spothiphyllum Mauna loa menunjukkan
pengaruh nyata terhadap pembungaan dan
pembentukan buah dan aplikasi giberelin
hingga 2000 ppm (0,2%) pada tanaman
anggur menghasilkan buah tanpa biji.
ISSN: 2089-8630
Meskipun giberelin telah diaplikasikan
pada beberapa jenis tanaman, saat ini
informasi tentang pengaruh giberelin terhadap
pembentukan buah terung partenokarpi belum
diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh dari berbagai
konsentrasi giberelin terhadap pembentukan
buah terung partenokarpi?
METODE
Penelitian
ini
didesain
dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan
perlakuankonsentrasi giberelin (G) yaitu:
G0
= tanpa aplikasi giberelin
G1
= 0,1% giberelin per kuncup
G2
= 0,2% giberelin per kuncup
G3
= 0,3% giberelin per kuncup.
Setiap perlakuan diulang lima kali,
sehingga diperoleh 20 satuan percobaan.
Selanjutnya,
tiap
satuan
percobaan
menggunakan dua kuncup bunga, dengan
demikian terdapat 40 kuncup bunga terung
yang dipakai sebagai objek penelitian.
Alat
Alat yang digunakan terdiri dari gelas
ukur (kapasitas 1 L),pingset,spoit injeksi
(jarum bersama spoit injeksi kapasitas 10
mL), timbangan digital (FEJ), jangka sorong,
pisau dan alat tulis menulis.
Bahan
Bahan yang digunakan terdiri dari
benih terung hibrida F1 (terung ungu cap
rusa), giberelin( K, Biotech Agro Indonesia),
pot dan tanah.
Cara dan Waktu Aplikasi
Kuncup bunga yang telah dipilih dan
disiapkan, selanjutnya diaplikasi dengan
larutan giberelin sesuai konsentrasi yang
dicobakan. Aplikasi giberelin dilakukan
dengan cara menginjeksi larutan giberelin
sebanyak dua tetes (dari spoit injeksi
kapasilatas 10 mL) pada setiap kuncup bunga
terung.
Injeksi dilakukan pada bagian
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………62
mahkota bunga, tepat di atas kepala putik
dengan maksud agar larutan giberelin dapat
masuk (berpenetrasi) ke dalam tangkai putik
(ovule tube).
Setelah diinjeksi, larutan
giberelin dibiarkan berada di dalam mahkota
sekitar 5 menit, dan selanjutnyasemua benang
sari ditanggalkan (dikeluarkan) dengan
menggunakan pinset. Kuncup bunga yang
telah diinjeksi kemudian dibiarkan tumbuh
dan berkembang hingga membentuk buah
yang siap panen.
Peubah Pengamatan
Peubah yang diamati terdiri dari:
1. Bobot buah; dilakukan dengan cara
menimbang setiap buah terung saat panen.
Buah terung dipanen saat matang
fisiologisyang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna kulit buah dari ungu
menjadi ungu muda.
2. Panjang buah; dilakukan dengan cara
mengukur panjang buah terung dari
pangkal hingga ujung buah.
3. Diameter buah; dilakukan dengan
caramengukur pada lingkar tengah buah.
4. Jumlah biji; dilakukan dengan cara
menghitung jumlah biji yang terbentuk
pada buah. Biji diperoleh dari daging buah
pada bagian tengah (sepanjang 2 cm).
Bagian tengah dari buah dibelah guna
mendapatkan biji yang terbentuk.
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian
ini ditabulasi kemudian dianalisis dengan
menggunakan
analisis
ragam
guna
mengetahui pengaruh dari perlakuan yang
dicobakan. Data yang dianalisis melalui sidik
ragam adalah data yang memenuhi asumsi
kehomogenan ragam. Guna mendapatkan
kehomogenan ragam dari sebaran data kecil
(kurang dari 10), maka ditransformasi ke √x +
0,5 (transformasi akar kuadrat atau square
root) (Hidayat, 2013). Hasil analisis ragam
yang menunjukkan pengaruh nyata atau
sangat nyata selanjutnya diuji lanjut dengan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
guna mengetahui perbedaan dari perlakuan
yang dicobakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot Buah
Hasil analisis ragam menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot buah terung.
Rataan bobot buah terung dari berbagai
konsentrasi giberelin yang dicobakan
ditampilkan pada Tabel 1.
Table 1. Rataan Bobot Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak transformasi
Transformasi
0,0
162.32
12,8b
0,1
53.60
7,1 a
0,2
32.76
5,4 a
0,3
34.40
5,6 a
BNT 1%
2,4
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 1 menunjukkan buah terung
paling berat diperoleh pada perlakuan tanpa
giberelin (0,0% giberelin) yang mencapai
rata-rata 162,32 g per buah, sedangkan buah
yang terbentuk dari aplikasi giberelin hanya
berkisar 32,76 g -53,60 g per buah. Dengan
demikian, terdapat penurunan bobot buah
antara tiga sampai lima kali lipat akibat
aplikasi giberelin pada terung.
Aplikasi
giberelin sesuai konsentrasi yang dicobakan
63 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
tidak mampu mendorong pembelahan dan
pembesaran sel seperti pada buah terung yang
tidak diaplikasikan giberelin.
ISSN: 2089-8630
Panjang Buah
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap panjang buah. Rataan
panjang buah terung dari setiap konsentrasi
giberelin yang dicobakan ditampilkan pada
Tabel 2.
Table 2. Rataan Panjang Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak transformasi
Transformasi
0,0
21.2
4,6 b
0,1
9.3
3,1a
0,2
6.94
2,7a
0,3
6.98
2,7a
BNT 1%
0,7
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 2 menunjukkan buah terung
paling panjang (rata-rata 21,2 cm per buah)
diperoleh pada perlakuan tanpa giberelin
(0,0%
giberelin).
Ukuran
buahterung
menyusut dua kali lipat dengan aplikasi
giberelin pada konsentrasi 0,1% dan
menyusut hingga tiga kali lipat pada
konsentrasi giberelin yang lebih tinggi (0,2%
dan 0,3%).
Diameter Buah
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap diameter buah. Rataan
diameter buah terung dari setiap konsentrasi
giberelin yang dicobakan ditampilkan pada
Tabel 3.
Table 3. Rataan Diameter Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak Transformasi
Transformasi
0,0
5.12
2,4b
0,1
4.06
2,1a
0,2
3.3
1,9a
0,3
3.86
2,1a
BNT 1%
0,2
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 3 menunjukkan diameter buah
terung paling besar diperoleh pada perlakuan
tanpa giberelin (0,0% giberelin), yaitu ratarata 5,12 cm per buah. Diameter
buahmengecil setelah diaplikasi dengan 0,2%
giberelin dan bertambah kecil (3,30 cm – 3,86
cm) dengan aplikasi giberelin dengan
konsentrasi yang lebih tinggi (0,2% - 0,3%).
Jumlah Biji
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap jumlah biji terung.
Rataan jumlah biji terung dari setiap
konsentrasi giberelin yang dicobakan
ditampilkan pada Tabel 4.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………64
Table 4. Rataan Jumlah Biji Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rata-rata
Rata-rata
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak Transformasi
Transformasi
0,0
221
14,4 b
0,1
0
0,7a
0,2
0
0,7a
0,3
0
0,7a
BNT 1%
2,8
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 4 menunjukkan biji terung
hanya terbentuk pada perlakuan tanpa
giberelin (0,0% giberelin). Biji tidak
terbentuk padabuah yang di beri perlakukan
giberelin (0,1%; 0,2% dan 0,3% giberelin).
Aplikasi giberelin pada konsentrasi 0,1%0,3% mampu menekan pembentukan biji dan
menghasilkan buah partenokarpi pada terung,
Pembahasan
Upaya
menghasilkan
buah
partenokarpi
dapat
ditempuh
melalui
beberapa
cara,
diantaranya
dengan
mengaplikasikan giberelin pada bunga
tanaman. Hasil penelitian ini dengan jelas
menunjukkan bahwa aplikasi (injeksi)
giberelin mampu menghambat pembentukan
biji pada buah terung.
Sebagaimana diketahui bahwa bunga
yang terbentuk pada kebanyakan jenis
tanaman mengalami penyerbukan yang
disertai
dengan
pembuahan
sehingga
terbentuk biji dan daging buah. Biji dihasilkan
dari pembuahan sel gamet betina (ovule) oleh
sel gamet jantan (sperma ), yaitu sel inti
generatif 1 (n), sedangkan daging buah
terbentuk dari peleburan sel inti kandung
lembaga sekunder (2n) dan sel inti generatif 2
(n) (Pandolfini, 2009). Pada tahap awal
pembuahan, sel inti generatif 1 yang
membuahi sel ovule menghasilkan zigot,
sedangkan sel inti generatif 2 yang melebur
bersama sel inti kandung lembaga sekunder
menghasilkan
endosperm.
Aktifitas
metabolisme pada sel-sel yang mengalami
pembuahan, terutama pada sel-sel zigot
(embrio) akan meningkat, termasuk aktifitas
sintesis fitohormon (seperti giberelin dan
auksin) (Gillaspy et al., 1993). Meningkatnya
aktifitas sintesis fitohormon (terutama sintesis
giberelin dan auksin) pada buah-buah (yang
mengalami
fertlisasi)
disertai
dengan
meningkatnya translokasi zat-zat metabolit ke
buah yang sedang terbentuk (Pandolfini,
2009). Bagian tanaman (termasuk buah) yang
memiliki aktivitas sintesis fitohormon yang
tinggi akan menjadi”penerima yang kuat”
(sink) zat-zat metabolit yang dihasilkan dari
bagian tanaman lainnya (source). Keberadaan
fitohormon dalam jumlah yang cukup pada
buah (sejak fase pembentukan buah hingga
fase matang fisiologis) akan menjamin
keberlangsungan
pertumbuhan
dan
perkembangan serta pembentukan buah yang
sempurna.
Bunga pada tanaman umumnya gagal
membentuk buah bila bunga tersebut tidak
mengalami pembuahan (peleburan sel ovule
dan sperma ). Penelitian ini menunjukkan
bahwa bunga-bunga terung yang belum
mengalami pembuahan mampu membentuk
buah bila bunga-bunga tersebut diaplikasikan
(diinjeksi) dengan giberelin. Bunga terung
yang diaplikasikan (diinjeksi) dengan
giberelin (konsentrasi 0,1% - 0,3%)
menghasilkan buah tanpa biji (Tabel 4).
Gagalnya pembentukan biji pada buah-buah
terung yang dihasilkan disebabkan karena
tidak terjadinya pembuahan pada bungabunga (yang diaplikasikan giberelin).
Giberelin yang diaplikasikan pada bungabunga yang belum dibuahi mampu
mendorong pembelahan sel ovary (bakal
65 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
buah) menghasilkan buah-buah tanpa biji
(Vriezen et al., 2008; Pascual, et al., 2009;
Wang et al., 2009). Tidak terbentuknya biji
pada buah yang dihasilkan disebabkan karena
sel-sel gamet betina (ovule atau bakal biji)
tidak terbuahi oleh sel kelamin jantan
(sperma ), sehingga sel-sel ovary (bakal buah)
dengan
pengaruh
giberelin
(yang
diaplikasikan)
mengalami
pembelahan,
diferensiasi, spesialisasi, pertumbuhan dan
perkembangan (Serrani et al., 2008) hingga
membentuk buah-buah terung.
Meskipun aplikasi giberelin pada
bunga-bunga yang belum diserbuki mampu
menghasilkan buah, namun buah-buah yang
dihasilkan memiliki bobot yang ringan serta
ukuran buah (panjang dan diameter) yang
relatif kecil (Tabel 1-3). Pembentukan buah
yang lebih ringan dan kecil tersebut diduga
disebabkan oleh tidak terbentuknya biji pada
buah yang dihasilkan. Sebagaimana diuraikan
sebelumnya bahwa pembentukan biji pada
buah akan disertai dengan aktifnya sintesis
fotohormon (seperti auksin dan giberelin)
sehingga translokasi metabolit ke buah yang
aktif mensintesis fitohormon tersebut menjadi
lebih intensif (Pandolfini, 2009) yang
akhirnya menyebabkan ukuran buah menjadi
lebih besar. Dengan tanpa keberadaan biji
pada buah-buah terung yang terbentuk
menyebabkan sintesis fitohormon dan
aktivitas metabolisme pada buah menjadi
kurang (atau tidak) intensif sehingga
translokasi fotosintat dan zat-zat metabolit
lainnya ke buah menjadi berkurang (Serrani et
al., 2007) yang menyebabkan ukuran buah
menjadi kecil. Meskipun berdampak terhadap
ukuran buah, Pandolfini (2009) melaporkan
bahwa buah terung tanpa biji memiliki
kelebihan, yaitu mempunyai waktu simpan
lebih lama, karena dengan tanpa keberadaan
biji dalam daging buah menyebabkan sintesis
metabolit sekunder (seperti fenolik) akan
berkurang (terhambat) sehingga proses
browning (pencoklatan atau kerusakan) pada
daging buah menjadi lebih lama (Maestrelli et
al., 2003).
ISSN: 2089-8630
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Aplikasi giberelin sangat berpengaruh
terhadap
pembentukan
buah
terung
partenokarpi.
Buah terung partenokarpi
terbentuk dengan aplikasi giberelin pada
konsentrasi 0,1%-0,3%, namun bobot,
panjang dan diameter per buah secara
berurutan hanya berkisar 32,76 g – 53,60 g;
6,94 cm – 9,30 cm; dan 3,30 cm - 4,60 cm,
sedangkan buah terung yang terbentuk tanpa
aplikasi giberelin menghasilkan jumlah biji
hingga 221 biji dengan bobot, panjang dan
diameter per buah berturut-turut mencapai
162,32 g; 21,20 cm; dan 5,12 cm.
Rekomendasi
1. Untuk
menghasilkan
buah
terung
partenokarpi dapat diaplikasikangiberelin
dengan konsentrasi 0,1%.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
menghasilkan buah terung partenokarpi
dengan mengaplikasikan giberelin lebih
dari sekali dengan interval waktu tertentu
guna mendapatkan bobot dan ukuran buah
terung partenokarpi yang lebih besar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih dan rasa hormat
yang setinggi-tingginya kepada yang amat
terpelajar Prof. Ir. Zainuddin Basri, Ph.D.,
sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir.
Iskandar
Lapanjang,
M.P.,
sebagai
pembimbing
anggota
yang
selalu
berkomunikasi, memberi perhatian dengan
penuh kesabaran, serta melakukan bimbingan
dengan penuh disiplin baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, walaupun di tengahtengah kesibukan beliau.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………66
DAFTAR RUJUKAN
Annisa. 2009. Pengaruh Induksi Giberelin
Terhadap
Pembentukan
Buah
Partenokarpi pada Tanaman Semangka
(Citrullus vulgaris Schard). Skripsi.
Fakultas
Pertanian.
Universitas
Sumatera Utara. Medan.
BPS, 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Tengah.
Gillaspy, G., Ben-David, H., Gruissem, W.,
1993. Fruits: a developmental
perspective. Plant Cell, 5 : 1439–1451.
Hidayat, A. 2013. Uji Statistik. Transformasi
Data.
Jumini dan Marliah, A. 2009. Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Terung Akibat
Pemberian Pupuk Daun Gandasil D
dan Zat Pengatur Tumbuh Harmonik.
Fakultas
Pertanian
Unsyiah.
Darussalam Banda Aceh. Jurnal
Floratek, 4: 73–80.
Maestrelli A., Lo Scalzo R., Rotino G.L.,
Acciarri N., Spena A., Vitelli G.,
Bertolo G. 2003. Freezing effect on
some quality parameters of transgenic
parthenocarpic eggplants. J. Food
Eng., 56 : 285–287.
Pandolfini, T., 2009.
Seedless Fruit
Production by Hormonal Regulation
of Fruit Set. Nutrients, 1(2): 168–177.
Pardal. S.J. 2001. Pembentukan Buah
Partenokarpi
Melalui
Rekayasa
Genetika. Buletin Agro Bio. Balai
Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan Bogor, 4(2):45-49.
Pascual, L., Blanca, J.M., Caňizares, J. and
Nuez, F., 2009.
Transcriptomic
analysis of tomato carpel development
reveals alterations in ethylene and
gibberellin synthesis during pat3/pat4
parthenocarpic fruit set. BMC Plant
Biol., 9 : 1–18.
Purnamaningsih. R., Kosmiatin, M. dan
Apriana,
A.
2010.
Perakitan
Transgenik Mangga Varietas Gedong
Gincu dan Transgenik Duku Varietas
Kupeh Bersifat Seedless Dengan
Efisiensi Regenerasi 50% dan
Transformasi 40%. Laporan Akhir
Program Riset Insentif (RIPP). Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya
Genetik
Pertanian.
Kampus
Penelitian
Pertanian
Cimanggu. Bogor.
Rolistyo. A., Sunaryo dan Tatik. W. 2014.
Pengaruh
Pemberian
Giberelin
Terhadap Produktivitas Dua Varietas
Tanaman
Tomat
(Lycopersicum
Esculentum Mill). Jurusan Budidaya
Pertanian.
Fakultas
Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal
Produksi Tanaman, 2(6): 457-463.
Serrani, J.C., Fos, M., Atarés, A. and GarcíaMartínez J.L., 2007.
Effect of
gibberellin
and
auxin
on
parthenocarpic fruit growth induction
in the cv. Micro-Tom of tomato. J.
Plant Growth Regul., 26 : 211–221.
Vriezen, W.H., Feron, R., Maretto, F.,
Keijman, J. and Mariani, C., 2008.
Changes
in
tomato
ovary
transcriptome demonstrate complex
hormonal regulation of fruit set. New
Phytol., 177 : 60–76.
Wang, H., Schauer, N., Usadel, B., Frasse, P.,
Zouine, M., Hernould, M., Latché, A.,
Pech, J.C., Fernie, A.R. and
Bouzayen, M., 2009.
Regulatory
features
underlying
pollination–
dependent and-independent tomato
fruit set revealed by transcript and
primary metabolite profiling. Plant
Cell, 21 : 1428–1452.
67 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
Wulandari. D.C., Yuni, S.R., dan Evie, R.
2014. Pengaruh Pemberian Hormon
Giberelin terhadap Pembentukan Buah
Secara Partenokarpi pada Tanaman
Mentimun Varietas Mercy. Jurusan
ISSN: 2089-8630
Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Surabaya. Jurnal Lentera Bio
3(1): 27–32.
LAMPIRAN
Buah Berbiji
Buah Tidak Berbiji
Potongan Buah Berbiji
Potongan Buah Tidak Berbiji
MELALUI APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI GIBERELIN
Abdullah Rahman Zain1, Zainuddin Basri dan Iskandar Lapanjang2
[email protected]
(Mahasiswa Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Staf Pengajar Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako)
1
Abstract
Parthenocarpy on plant can be produced through a number of approaches, for example via
application of gibberellin on the flowers of plant. The aim of this experiment was to investigate the
production of parthenocarpy on the eggplant via application of various gibberellin concentrations.
This experiment was conducted on the farmer’s land in Lasoani village, Palu city, Central
Sulawesi,from December 2014 to April 2015. This experiment used Randomized Block Design with
treatments tested namely concentration of gibberellin consisted of four levels, including without
gibberellin application, application of gibberellin with 0.1%; 0.2% and 0.3% per flower. Each
treatment used five replications, and therefore there were 20 experimental units used.Furthermore,
each experimental unit utilized two flowers and there were 40 flowers used as experimental object.
Variables observed consisted of weight, length and diameter of eggplant fruits as well as the
number of seeds formed. Results of this experiment indicated that the application of gibberellin had
a significant effect on the parthenocarpy of eggplants. Eggplants applied with gibberellin at the
concentrations of 0.1% - 0.3% resulted in parthenocarpy, but weight, length and diameter per
eggplant only ranged from 32.76 g to 53.60 g; 6.94 cm to 9.30 cm; and 3.30 cm to 4.60 cm,
respectively; whilst eggplants formed without application of gibberellin produced up to 221 seeds
with weight, length and diameter per eggplant reached 162.32 g; 21.20 cm; and 5.12 cm,
respectively.
Keywords: eggplant, parthenocarpy, gibberellin.
Terung (Solanum melongena L.)
merupakan jenis tanaman sayuran yang
termasuk famili Solanaceae. Tanaman terung
menghasilkan buah yang disukai dan diminati
oleh banyak orang(Jumini danMarliah, 2009).
Menurut Sunarjono dkk. (2009), setiap 100 g
daging buah terung mengandung 26 kalori, 1
g protein, 0,2 g hidrat arang, 25 IU vitamin A,
0,04 g vitamin B dan 5 g vitamin C. Selain
itu, buah terung juga berkhasiat sebagai obat
karena mengandung alkaloid, solanin dan
solasodin yang berfungsi sebagai bahan baku
kontrasepsi.
Berdasarkan badan pusat statistik
(BPS) provinsi sulawesi tengah (2014),
jumlah rumah tangga yang menanam tanaman
terung sebanyak 5.727 dengan luas tanam
4.383.382 m2 dengan rata-rata luas tanam
yang dikelola per rumah tangga 765 m2. Pada
tahun 2011 hasil panen perhektar t2. 14 kw/ha
dan pada tahun 2013 hasil panen perhektar 36
kw/ha. Hal ini menunjukka adanya
peningkatan kebutuhan tanaman terung.
Selain tuntutan terhadap peningkatan
produksi, permintaan terhadap buah terung
berkualitas seharusnya diadakan. Aspek
kualitas buah yang sering menjadi perhatian
para konsumen antara lain warna, rasa, aroma
atau pun keberadaan biji pada buah.
Konsumen biasanya lebih menyukai buah
yang kurang atau tidak memiliki biji
(partenokarpi) dibanding buah berbiji banyak.
Mezzetti et al. dalam Purnamaningsih et al
(2010) menyatakan bahwa keuntungan dari
buah partenokarpi yaitu: 1) produksi buah
lebih stabil, 2) produktivitas lebih meningkat,
dan 3) kualitas buah lebih baik.
Menurut Pardal (2001), buah yang
memiliki jumlah biji sedikit atau pun buah
tanpa biji (partenokarpi) sesungguhnya
60
61 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
kurang menguntungkan dalam aspek program
produksi biji/benih, tetapi sangat bermanfaat
bagi peningkatan kualitas dan produktivitas
buah, khususnya pada jenis tanaman
komersial (hortikultura). Partenokarpi dapat
menghambat program pengembangan atau
perbanyakan tanaman yang penyebaran serta
kualitas tumbuhnya sangat baik jika
menggunakan biji. Dalam hal peningkatan
kualitas
dan
produktivitas,
usaha
memproduksi buah partenokarpi cukup baik
karena dapat memperlambat kematangan pada
buah sehingga menambah waktu simpan
(Pandolfini, 2009).
Penghambatan pembentukan biji
(partenokarpi) pada buah biasanya dilakukan
dengan cara mengaplikasi zat pengatur
tumbuh, seperti giberelin pada bunga tanaman
(Purnamaningsih et al., 2010). Rolistyo et al.,
(2014).
Dalam penelitiannya, Annisa (2009)
menguji empat taraf konsentrasi giberelin
yaitu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm
yang diaplikasikan pada bunga semangka dan
diamati bahwa giberelin berpengaruh nyata
terhadap pembentukan biji.
Jumlah biji
paling banyak terdapat pada perlakuan tanpa
giberelin (330,50 biji) dan paling sedikit pada
perlakuan giberelin dengan konsentrasi 150
ppm (257,83 biji).
Wulandari et al., (2014) telah
mencoba penggunaan giberelin pada tanaman
mentimundengan konsentrasi 0 ppm, 150
ppm, 175 ppm dan 200 ppm dan diperoleh
hasil bahwa jumlah biji buah mentimun
(varietas Mercy) paling sedikit terbentuk pada
konsentrasi 200 ppm (rata-rata 208 biji per
buah), sedangkan perlakuan kontrol memiliki
jumlah biji paling banyak (rata-rata 373 biji
per buah).
Aplikasi giberelin dengan
konsentrasi 1000 ppm (0,1%) pada tanaman
Spothiphyllum Mauna loa menunjukkan
pengaruh nyata terhadap pembungaan dan
pembentukan buah dan aplikasi giberelin
hingga 2000 ppm (0,2%) pada tanaman
anggur menghasilkan buah tanpa biji.
ISSN: 2089-8630
Meskipun giberelin telah diaplikasikan
pada beberapa jenis tanaman, saat ini
informasi tentang pengaruh giberelin terhadap
pembentukan buah terung partenokarpi belum
diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh dari berbagai
konsentrasi giberelin terhadap pembentukan
buah terung partenokarpi?
METODE
Penelitian
ini
didesain
dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan
perlakuankonsentrasi giberelin (G) yaitu:
G0
= tanpa aplikasi giberelin
G1
= 0,1% giberelin per kuncup
G2
= 0,2% giberelin per kuncup
G3
= 0,3% giberelin per kuncup.
Setiap perlakuan diulang lima kali,
sehingga diperoleh 20 satuan percobaan.
Selanjutnya,
tiap
satuan
percobaan
menggunakan dua kuncup bunga, dengan
demikian terdapat 40 kuncup bunga terung
yang dipakai sebagai objek penelitian.
Alat
Alat yang digunakan terdiri dari gelas
ukur (kapasitas 1 L),pingset,spoit injeksi
(jarum bersama spoit injeksi kapasitas 10
mL), timbangan digital (FEJ), jangka sorong,
pisau dan alat tulis menulis.
Bahan
Bahan yang digunakan terdiri dari
benih terung hibrida F1 (terung ungu cap
rusa), giberelin( K, Biotech Agro Indonesia),
pot dan tanah.
Cara dan Waktu Aplikasi
Kuncup bunga yang telah dipilih dan
disiapkan, selanjutnya diaplikasi dengan
larutan giberelin sesuai konsentrasi yang
dicobakan. Aplikasi giberelin dilakukan
dengan cara menginjeksi larutan giberelin
sebanyak dua tetes (dari spoit injeksi
kapasilatas 10 mL) pada setiap kuncup bunga
terung.
Injeksi dilakukan pada bagian
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………62
mahkota bunga, tepat di atas kepala putik
dengan maksud agar larutan giberelin dapat
masuk (berpenetrasi) ke dalam tangkai putik
(ovule tube).
Setelah diinjeksi, larutan
giberelin dibiarkan berada di dalam mahkota
sekitar 5 menit, dan selanjutnyasemua benang
sari ditanggalkan (dikeluarkan) dengan
menggunakan pinset. Kuncup bunga yang
telah diinjeksi kemudian dibiarkan tumbuh
dan berkembang hingga membentuk buah
yang siap panen.
Peubah Pengamatan
Peubah yang diamati terdiri dari:
1. Bobot buah; dilakukan dengan cara
menimbang setiap buah terung saat panen.
Buah terung dipanen saat matang
fisiologisyang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna kulit buah dari ungu
menjadi ungu muda.
2. Panjang buah; dilakukan dengan cara
mengukur panjang buah terung dari
pangkal hingga ujung buah.
3. Diameter buah; dilakukan dengan
caramengukur pada lingkar tengah buah.
4. Jumlah biji; dilakukan dengan cara
menghitung jumlah biji yang terbentuk
pada buah. Biji diperoleh dari daging buah
pada bagian tengah (sepanjang 2 cm).
Bagian tengah dari buah dibelah guna
mendapatkan biji yang terbentuk.
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian
ini ditabulasi kemudian dianalisis dengan
menggunakan
analisis
ragam
guna
mengetahui pengaruh dari perlakuan yang
dicobakan. Data yang dianalisis melalui sidik
ragam adalah data yang memenuhi asumsi
kehomogenan ragam. Guna mendapatkan
kehomogenan ragam dari sebaran data kecil
(kurang dari 10), maka ditransformasi ke √x +
0,5 (transformasi akar kuadrat atau square
root) (Hidayat, 2013). Hasil analisis ragam
yang menunjukkan pengaruh nyata atau
sangat nyata selanjutnya diuji lanjut dengan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
guna mengetahui perbedaan dari perlakuan
yang dicobakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot Buah
Hasil analisis ragam menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot buah terung.
Rataan bobot buah terung dari berbagai
konsentrasi giberelin yang dicobakan
ditampilkan pada Tabel 1.
Table 1. Rataan Bobot Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak transformasi
Transformasi
0,0
162.32
12,8b
0,1
53.60
7,1 a
0,2
32.76
5,4 a
0,3
34.40
5,6 a
BNT 1%
2,4
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 1 menunjukkan buah terung
paling berat diperoleh pada perlakuan tanpa
giberelin (0,0% giberelin) yang mencapai
rata-rata 162,32 g per buah, sedangkan buah
yang terbentuk dari aplikasi giberelin hanya
berkisar 32,76 g -53,60 g per buah. Dengan
demikian, terdapat penurunan bobot buah
antara tiga sampai lima kali lipat akibat
aplikasi giberelin pada terung.
Aplikasi
giberelin sesuai konsentrasi yang dicobakan
63 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
tidak mampu mendorong pembelahan dan
pembesaran sel seperti pada buah terung yang
tidak diaplikasikan giberelin.
ISSN: 2089-8630
Panjang Buah
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap panjang buah. Rataan
panjang buah terung dari setiap konsentrasi
giberelin yang dicobakan ditampilkan pada
Tabel 2.
Table 2. Rataan Panjang Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak transformasi
Transformasi
0,0
21.2
4,6 b
0,1
9.3
3,1a
0,2
6.94
2,7a
0,3
6.98
2,7a
BNT 1%
0,7
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 2 menunjukkan buah terung
paling panjang (rata-rata 21,2 cm per buah)
diperoleh pada perlakuan tanpa giberelin
(0,0%
giberelin).
Ukuran
buahterung
menyusut dua kali lipat dengan aplikasi
giberelin pada konsentrasi 0,1% dan
menyusut hingga tiga kali lipat pada
konsentrasi giberelin yang lebih tinggi (0,2%
dan 0,3%).
Diameter Buah
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap diameter buah. Rataan
diameter buah terung dari setiap konsentrasi
giberelin yang dicobakan ditampilkan pada
Tabel 3.
Table 3. Rataan Diameter Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rataan
Rataan
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak Transformasi
Transformasi
0,0
5.12
2,4b
0,1
4.06
2,1a
0,2
3.3
1,9a
0,3
3.86
2,1a
BNT 1%
0,2
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 3 menunjukkan diameter buah
terung paling besar diperoleh pada perlakuan
tanpa giberelin (0,0% giberelin), yaitu ratarata 5,12 cm per buah. Diameter
buahmengecil setelah diaplikasi dengan 0,2%
giberelin dan bertambah kecil (3,30 cm – 3,86
cm) dengan aplikasi giberelin dengan
konsentrasi yang lebih tinggi (0,2% - 0,3%).
Jumlah Biji
Analisis
ragam
menunjukkan
perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh
sangat nyata terhadap jumlah biji terung.
Rataan jumlah biji terung dari setiap
konsentrasi giberelin yang dicobakan
ditampilkan pada Tabel 4.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………64
Table 4. Rataan Jumlah Biji Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan.
Rata-rata
Rata-rata
Konsentrasi Giberelin (%)
Tidak Transformasi
Transformasi
0,0
221
14,4 b
0,1
0
0,7a
0,2
0
0,7a
0,3
0
0,7a
BNT 1%
2,8
Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%.
Tabel 4 menunjukkan biji terung
hanya terbentuk pada perlakuan tanpa
giberelin (0,0% giberelin). Biji tidak
terbentuk padabuah yang di beri perlakukan
giberelin (0,1%; 0,2% dan 0,3% giberelin).
Aplikasi giberelin pada konsentrasi 0,1%0,3% mampu menekan pembentukan biji dan
menghasilkan buah partenokarpi pada terung,
Pembahasan
Upaya
menghasilkan
buah
partenokarpi
dapat
ditempuh
melalui
beberapa
cara,
diantaranya
dengan
mengaplikasikan giberelin pada bunga
tanaman. Hasil penelitian ini dengan jelas
menunjukkan bahwa aplikasi (injeksi)
giberelin mampu menghambat pembentukan
biji pada buah terung.
Sebagaimana diketahui bahwa bunga
yang terbentuk pada kebanyakan jenis
tanaman mengalami penyerbukan yang
disertai
dengan
pembuahan
sehingga
terbentuk biji dan daging buah. Biji dihasilkan
dari pembuahan sel gamet betina (ovule) oleh
sel gamet jantan (sperma ), yaitu sel inti
generatif 1 (n), sedangkan daging buah
terbentuk dari peleburan sel inti kandung
lembaga sekunder (2n) dan sel inti generatif 2
(n) (Pandolfini, 2009). Pada tahap awal
pembuahan, sel inti generatif 1 yang
membuahi sel ovule menghasilkan zigot,
sedangkan sel inti generatif 2 yang melebur
bersama sel inti kandung lembaga sekunder
menghasilkan
endosperm.
Aktifitas
metabolisme pada sel-sel yang mengalami
pembuahan, terutama pada sel-sel zigot
(embrio) akan meningkat, termasuk aktifitas
sintesis fitohormon (seperti giberelin dan
auksin) (Gillaspy et al., 1993). Meningkatnya
aktifitas sintesis fitohormon (terutama sintesis
giberelin dan auksin) pada buah-buah (yang
mengalami
fertlisasi)
disertai
dengan
meningkatnya translokasi zat-zat metabolit ke
buah yang sedang terbentuk (Pandolfini,
2009). Bagian tanaman (termasuk buah) yang
memiliki aktivitas sintesis fitohormon yang
tinggi akan menjadi”penerima yang kuat”
(sink) zat-zat metabolit yang dihasilkan dari
bagian tanaman lainnya (source). Keberadaan
fitohormon dalam jumlah yang cukup pada
buah (sejak fase pembentukan buah hingga
fase matang fisiologis) akan menjamin
keberlangsungan
pertumbuhan
dan
perkembangan serta pembentukan buah yang
sempurna.
Bunga pada tanaman umumnya gagal
membentuk buah bila bunga tersebut tidak
mengalami pembuahan (peleburan sel ovule
dan sperma ). Penelitian ini menunjukkan
bahwa bunga-bunga terung yang belum
mengalami pembuahan mampu membentuk
buah bila bunga-bunga tersebut diaplikasikan
(diinjeksi) dengan giberelin. Bunga terung
yang diaplikasikan (diinjeksi) dengan
giberelin (konsentrasi 0,1% - 0,3%)
menghasilkan buah tanpa biji (Tabel 4).
Gagalnya pembentukan biji pada buah-buah
terung yang dihasilkan disebabkan karena
tidak terjadinya pembuahan pada bungabunga (yang diaplikasikan giberelin).
Giberelin yang diaplikasikan pada bungabunga yang belum dibuahi mampu
mendorong pembelahan sel ovary (bakal
65 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
buah) menghasilkan buah-buah tanpa biji
(Vriezen et al., 2008; Pascual, et al., 2009;
Wang et al., 2009). Tidak terbentuknya biji
pada buah yang dihasilkan disebabkan karena
sel-sel gamet betina (ovule atau bakal biji)
tidak terbuahi oleh sel kelamin jantan
(sperma ), sehingga sel-sel ovary (bakal buah)
dengan
pengaruh
giberelin
(yang
diaplikasikan)
mengalami
pembelahan,
diferensiasi, spesialisasi, pertumbuhan dan
perkembangan (Serrani et al., 2008) hingga
membentuk buah-buah terung.
Meskipun aplikasi giberelin pada
bunga-bunga yang belum diserbuki mampu
menghasilkan buah, namun buah-buah yang
dihasilkan memiliki bobot yang ringan serta
ukuran buah (panjang dan diameter) yang
relatif kecil (Tabel 1-3). Pembentukan buah
yang lebih ringan dan kecil tersebut diduga
disebabkan oleh tidak terbentuknya biji pada
buah yang dihasilkan. Sebagaimana diuraikan
sebelumnya bahwa pembentukan biji pada
buah akan disertai dengan aktifnya sintesis
fotohormon (seperti auksin dan giberelin)
sehingga translokasi metabolit ke buah yang
aktif mensintesis fitohormon tersebut menjadi
lebih intensif (Pandolfini, 2009) yang
akhirnya menyebabkan ukuran buah menjadi
lebih besar. Dengan tanpa keberadaan biji
pada buah-buah terung yang terbentuk
menyebabkan sintesis fitohormon dan
aktivitas metabolisme pada buah menjadi
kurang (atau tidak) intensif sehingga
translokasi fotosintat dan zat-zat metabolit
lainnya ke buah menjadi berkurang (Serrani et
al., 2007) yang menyebabkan ukuran buah
menjadi kecil. Meskipun berdampak terhadap
ukuran buah, Pandolfini (2009) melaporkan
bahwa buah terung tanpa biji memiliki
kelebihan, yaitu mempunyai waktu simpan
lebih lama, karena dengan tanpa keberadaan
biji dalam daging buah menyebabkan sintesis
metabolit sekunder (seperti fenolik) akan
berkurang (terhambat) sehingga proses
browning (pencoklatan atau kerusakan) pada
daging buah menjadi lebih lama (Maestrelli et
al., 2003).
ISSN: 2089-8630
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Aplikasi giberelin sangat berpengaruh
terhadap
pembentukan
buah
terung
partenokarpi.
Buah terung partenokarpi
terbentuk dengan aplikasi giberelin pada
konsentrasi 0,1%-0,3%, namun bobot,
panjang dan diameter per buah secara
berurutan hanya berkisar 32,76 g – 53,60 g;
6,94 cm – 9,30 cm; dan 3,30 cm - 4,60 cm,
sedangkan buah terung yang terbentuk tanpa
aplikasi giberelin menghasilkan jumlah biji
hingga 221 biji dengan bobot, panjang dan
diameter per buah berturut-turut mencapai
162,32 g; 21,20 cm; dan 5,12 cm.
Rekomendasi
1. Untuk
menghasilkan
buah
terung
partenokarpi dapat diaplikasikangiberelin
dengan konsentrasi 0,1%.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
menghasilkan buah terung partenokarpi
dengan mengaplikasikan giberelin lebih
dari sekali dengan interval waktu tertentu
guna mendapatkan bobot dan ukuran buah
terung partenokarpi yang lebih besar.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih dan rasa hormat
yang setinggi-tingginya kepada yang amat
terpelajar Prof. Ir. Zainuddin Basri, Ph.D.,
sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir.
Iskandar
Lapanjang,
M.P.,
sebagai
pembimbing
anggota
yang
selalu
berkomunikasi, memberi perhatian dengan
penuh kesabaran, serta melakukan bimbingan
dengan penuh disiplin baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, walaupun di tengahtengah kesibukan beliau.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………66
DAFTAR RUJUKAN
Annisa. 2009. Pengaruh Induksi Giberelin
Terhadap
Pembentukan
Buah
Partenokarpi pada Tanaman Semangka
(Citrullus vulgaris Schard). Skripsi.
Fakultas
Pertanian.
Universitas
Sumatera Utara. Medan.
BPS, 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Tengah.
Gillaspy, G., Ben-David, H., Gruissem, W.,
1993. Fruits: a developmental
perspective. Plant Cell, 5 : 1439–1451.
Hidayat, A. 2013. Uji Statistik. Transformasi
Data.
Jumini dan Marliah, A. 2009. Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Terung Akibat
Pemberian Pupuk Daun Gandasil D
dan Zat Pengatur Tumbuh Harmonik.
Fakultas
Pertanian
Unsyiah.
Darussalam Banda Aceh. Jurnal
Floratek, 4: 73–80.
Maestrelli A., Lo Scalzo R., Rotino G.L.,
Acciarri N., Spena A., Vitelli G.,
Bertolo G. 2003. Freezing effect on
some quality parameters of transgenic
parthenocarpic eggplants. J. Food
Eng., 56 : 285–287.
Pandolfini, T., 2009.
Seedless Fruit
Production by Hormonal Regulation
of Fruit Set. Nutrients, 1(2): 168–177.
Pardal. S.J. 2001. Pembentukan Buah
Partenokarpi
Melalui
Rekayasa
Genetika. Buletin Agro Bio. Balai
Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan Bogor, 4(2):45-49.
Pascual, L., Blanca, J.M., Caňizares, J. and
Nuez, F., 2009.
Transcriptomic
analysis of tomato carpel development
reveals alterations in ethylene and
gibberellin synthesis during pat3/pat4
parthenocarpic fruit set. BMC Plant
Biol., 9 : 1–18.
Purnamaningsih. R., Kosmiatin, M. dan
Apriana,
A.
2010.
Perakitan
Transgenik Mangga Varietas Gedong
Gincu dan Transgenik Duku Varietas
Kupeh Bersifat Seedless Dengan
Efisiensi Regenerasi 50% dan
Transformasi 40%. Laporan Akhir
Program Riset Insentif (RIPP). Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya
Genetik
Pertanian.
Kampus
Penelitian
Pertanian
Cimanggu. Bogor.
Rolistyo. A., Sunaryo dan Tatik. W. 2014.
Pengaruh
Pemberian
Giberelin
Terhadap Produktivitas Dua Varietas
Tanaman
Tomat
(Lycopersicum
Esculentum Mill). Jurusan Budidaya
Pertanian.
Fakultas
Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal
Produksi Tanaman, 2(6): 457-463.
Serrani, J.C., Fos, M., Atarés, A. and GarcíaMartínez J.L., 2007.
Effect of
gibberellin
and
auxin
on
parthenocarpic fruit growth induction
in the cv. Micro-Tom of tomato. J.
Plant Growth Regul., 26 : 211–221.
Vriezen, W.H., Feron, R., Maretto, F.,
Keijman, J. and Mariani, C., 2008.
Changes
in
tomato
ovary
transcriptome demonstrate complex
hormonal regulation of fruit set. New
Phytol., 177 : 60–76.
Wang, H., Schauer, N., Usadel, B., Frasse, P.,
Zouine, M., Hernould, M., Latché, A.,
Pech, J.C., Fernie, A.R. and
Bouzayen, M., 2009.
Regulatory
features
underlying
pollination–
dependent and-independent tomato
fruit set revealed by transcript and
primary metabolite profiling. Plant
Cell, 21 : 1428–1452.
67 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
Wulandari. D.C., Yuni, S.R., dan Evie, R.
2014. Pengaruh Pemberian Hormon
Giberelin terhadap Pembentukan Buah
Secara Partenokarpi pada Tanaman
Mentimun Varietas Mercy. Jurusan
ISSN: 2089-8630
Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Surabaya. Jurnal Lentera Bio
3(1): 27–32.
LAMPIRAN
Buah Berbiji
Buah Tidak Berbiji
Potongan Buah Berbiji
Potongan Buah Tidak Berbiji