Aplikasi Model Persamaan Sturktural Dalam Analisis Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Jumantik di Kecamatan Denpasar Timur.
UNIVERSITAS UDAYANA
APLIKASI MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL DALAM ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, MOTIVASI, DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA JURU PEMANTAU JENTIK (JUMANTIK)
DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
COKORDA ISTRI VERA PURLEDI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(2)
UNIVERSITAS UDAYANA
APLIKASI MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL DALAM ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, MOTIVASI, DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA JURU PEMANTAU JENTIK (JUMANTIK)
DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
COKORDA ISTRI VERA PURLEDI NIM. 1220025074
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(3)
UNIVERSITAS UDAYANA
APLIKASI MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL DALAM ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, MOTIVASI, DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA JURU PEMANTAU JENTIK (JUMANTIK)
DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
COKORDA ISTRI VERA PURLEDI NIM. 1220025074
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(4)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, 30 Juni 2016
Pembimbing
(dr. I Ketut Tangking Widarsa, MPH.) NIP. 19480120 197903 1 001
(5)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, 30 Juni 2016
Ketua (Penguji I)
(dr. I Wayan Artawan Eka Putra, M. Epid) NIP. 198104042006041005
Anggota (Penguji II)
(6)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya penyusunan skripsi yang berjudul “Aplikasi εodel Persamaan Struktural
dalam Analisis Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Jumantik di Kecamatan Denpasar Timur” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai syarat untuk tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pada skripsi ini menguraikan tentang latar belakang, tinjauan pustaka, kerangka konsep dan definisi operasional, metode yang digunakan pada penelitian, hasil penelitian, pembahasan, serta kesimpulan dan saran.
Dalam skripsi penelitian ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., PhD, selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ;
2. dr. I Ketut Tangking Widarsa, MPH., selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, pikiran serta tenaga dalam membimbing serta mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi;
3. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan rekan-rekan
mahasiswa angkat 2012 yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini;
(7)
vi
4. Kepada Orang Tua dan keluarga yang senantiasa menemani dan membantu serta
memberi dukungan kepada penulis agar tetap bersemangat;
5. Kepada Lucky Seven dan teman-teman IKM 12 yang senantiasa membantu dan
memberikan dukungankepeda penulis;
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Denpasar, Juni 2016
(8)
vii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN BIOSTATISTIK DAN KEPENDUDUKAN Skripsi, Juni 2016
Cokorda Istri Vera Purledi
APLIKASI MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL DALAM ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, MOTIVASI, DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP
KINERJA JUMANTIK DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
ABSTRAK
Hasil rekapitulasi pemantauan jentik Gertak tahun 2015 menunjukkan bahwa Kecamatan Denpasar Timur memiliki presentase ABJ paling rendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 91,01%. Rendahnya ABJ di Kecamatan Denpasar Timur mengindikasikan bahwa kinerja jumantik dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD masih belum maksimal. Oleh karena itu pada penelitian ini diteliti kinerja jumantik dan faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan crossectinal. Sebanyak 100 jumantik di Kecamatan Denpasar Timur dijadikan sebagai sampel penelitian. Data kompetensi, motivasi, kepemimpinan, dan kinerja dikumpulkan dengan metode angket menggunakan kuesioner. Data kompetensi, motivasi, kepemimpinan, dan kinerja dianalisis secara deskriptif, sedangkan hubungan kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja dianalisis dengan
menggunakan metode Model Persamaan Struktural.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil 86% jumantik mempunyai kompetensi yang baik, 66% memiliki motivasi yang kurang, dan 83% jumantik telah memiliki koordinator yang dikategorikan baik. Dilihat dari kinerja, sebesar 56% jumantik memiliki kinerja yang kurang. Berdasarkan analisis pengaruh, kompetensi memberikan pengaruh total sebesar 0,68 dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja (p<0,001). Motivasi memberikan pengaruh langsung sebesar -0,43 namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja jumantik (p=0,67) karena indikator gaji masih di bawah standar dan indikator kebutuhan penghargaan yang mendekati batas standar pengukuran. Pengaruh total kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 0,30 dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja (p=0,01).
Dapat disimpulkan bahwa kinerja jumantik dipengaruhi secara positif oleh kompetensi dan kepemimpinan, sedangkan dipengaruhi secara negatif oleh motivasi. Ketiga variabel yang mempengaruhi kinerja perlu ditingkatkan terutama motivasi. Diperlukan upaya perbaikan untuk mengubah pengaruh negatif motivasi dengan memperbaiki indikator gaji dan kebutuhan penghargaan agar dapat meningkatkan kinerja.
(9)
viii PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT
MEDICAL FACULTY OF UDAYANA UNIVERSITY Cokorda Istri Vera Purledi
The Aplication of Structural Equation Modelling To Analyze Influence of Competence, Motivation, and Leadership on Jumantik Performance in
The East Denpasar District
ABSTRACT
Recapitulation of larva monitoring snapped in 2015 showed that the East Denpasar District has the lowest percentage of ABJ compared to other districts in the amount of 91.01%. The low ABJ in East Denpasar District indicates that the performance in the implementation jumantik causes dengue mosquito eradication is still not optimal. Therefore, this study examined the performance of jumantik and the factors that affect the performance.
This research was observational analytic design crossectinal. A total of 100 jumantik in East Denpasar District serve as a sample. Data competence, motivation, leadership, and performance were collected by questionnaire method using a questionnaire. Data competence, motivation, leadership, and performance were analyzed descriptively, whereas the relationship competence, motivation, and
leadership on performance was analyzed using Structural Equation Modelling.
In this study showed 86% jumantik have a good competence, 66% have less motivation, and 83% have had coordinators jumantik categorized as either. Judging from the performance, by 56% jumantik have poor performance. Based on the analysis of the effect, the competency provides total effect of 0.68 and significant effect on performance (p <0.001). Motivation gives direct effect of -0.43, but did not significantly affect the performance of jumantik (p = 0.67) because the indicator is still below standard wages and indicators of esteem needs are approaching the limit of measurement standards. The net effect of leadership on the performance of 0.30 and significantly influence the performance (p = 0.01).
It can be concluded that the performance jumantik positively influenced by the competence and leadership, while negatively affected by motivation. These three variables that affect the performance needs to be improved especially motivation. Improvement efforts are needed to transform the negative influence of motivation to improve indicators of wages and esteem needs in order to improve performance. Keywords: Jumantik, ABJ, performance
(10)
ix DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii
KATA PENGANTAR... v
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
DAFTAR TABEL ... ixi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ... xiii
BAB I PENDAHLULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 3
1.4Tujuan ... 3
1.4.1 Tujuan Umum ... 3
1.4.2Tujuan Khusus ... 4
1.5Manfaat Penelitian ... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4
1.5.2 Manfaat Praktis ... 4
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1Jumantik ... 6
2.1.1 Pengertian Jumantik ... 6
2.1.2Peranan Jumantik ... 6
2.2 Kinerja ... 7
2.2.1 Pengertian Kinerja ... 7
2.2.2 Pengukuran Kinerja ... 7
2.2.3 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik) ... 8
2.2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 9
2.3 Kompetensi ... 10
2.3.1Pengertian Kompetensi ... 10
2.3.2Pengukuran Kompetensi ... 10
2.4Motivasi ... 12
2.4.1Pengertian Motivasi ... 12
(11)
x
2.5Kepemimpinan ... 15
2.5.1Pengertian Kepemimpinan ... 15
2.5.2Pengukuran Kepemimpinan ... 15
2.6Metode Model Persamaan Struktural ... 17
2.6.1Pengertian Model Persamaan Struktural ... 17
2.6.2Konsep Model Persamaan Struktural ... 17
2.6.3Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM) ... 19
2.6.4Menentukan Derajat Bebas (Identify Model) ... 19
2.6.5Dasar Penilaian dan Estimasi Model ... 20
2.6.6Uji Asumsi dan Persyaratan ... 21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23
3.1Kerangka Konsep ... 23
3.2 Hipotesis Penelitian ... 24
3.3Variabel Penelitian ... 24
3.4Definisi Operasional Variabel ... 24
3.5 Model Persamaan Struktural ... 33
BAB IV METODE PENELITIAN ... 34
4.1Desain Penelitian ... 34
4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.3Populasi Penelitian ... 34
4.4Sampel Penelitian ... 34
4.4.1 Sampel ... 34
4.4.2Cara Pengambilan Sampel ... 35
4.5Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35
4.5.1Pengumpulan Data ... 35
4.5.2Pengolahan Data ... 35
4.6Analisis Data ... 36
4.6.1Analsis Data Deskriptif ... 36
4.6.2Uji Asumsi dan Persyaratan ... 36
4.6.3Analisis Faktor Konfirmatori ... 37
4.6.4 Analisis Hubungan Antar Faktor ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN... 38
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian... 38
5.2 Karakteristik Sampel ... 39
5.3 Gambaran Kompetensi, Motivasi, Kepemimpinan, dan Kinerja Jumantik... 40
(12)
xi
5.3.2 Deskripsi Indikator Pengukuran Motivasi ... 43
5.3.3 Deskripsi Indikator Pengukuran Kepemimpinan ... 44
5.3.4 Deskripsi Indikator Pengukuran Kinerja ... 45
5.4 Analisis Model ... 40
5.4.1 Model Persamaan Struktural ... 40
5.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41
5.4.3 Identifikasi Model ... 42
5.4.4 Penilaian Model ... 43
5.4.5 Analisis Pengaruh ... 45
BAB VI PEMBAHASAN ... 47
6.1 Kompetensi, Motivasi, Kepemimpinan, dan Kinerja Jumantik ... 47
6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 49
6.3 Keterbatasan Penelitian ... 53
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 54
7.1 Simpulan ... 54
7.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA
(13)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics... 20
Tabel 5.1 Jumlah Anggota Jumantik di Wilayah Kerja UPT. Puskesmas I Denpasar Timur dan UPT. Puskesmas II Denpasar Timur Berdarkan Desa/Kelurahan... 38
Tabel 5.2 Karakteristik Sampel... 39
Tabel 5.4 Hasil Uji Goodness of Fit... 41
Tabel 5.3 Hasil Pengukuran Validitas dan Reliabilitas... 41
Tabel 5.5 Standardized Direct, Indirect, dan Total Effect Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Jumantik di Kecamatan Denpasar Timur... 45
(14)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja... 9
Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 23
Gambar 3.2 Bagan Model Persamaan Struktural Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Jumantik... 33
Gambar 5.1 Model Persamaan Struktural... 40
Gambar 5.2 Indikator Pengukuran Kompetensi... 43
Gambar 5.3 Indikator Pengukuran Motivasi... 44
Gambar 5.4 Indikator Pengukuran Kepemimpinan... 44
(15)
xiii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Daftar Singkatan
ABJ : Angka Bebas Jentik
CFR : Crude Fertitity Rate
IR : Incidence Rate
Jumantik : Juru Pemantau Jentik
LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
SEM : Structural Equation Modelling
Daftar Istilah
≥ : Sama dengan atau lebih besar
< : Lebih kecil
> : Lebih besar
: Epsilon
% : Persentase
db : Derajat kebebasan
p : Jumlah variabel indkator dari variabel endogen atau p value
(16)
1 BAB I PENDAHLULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue. Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti,
aedes spp, dan aedes albopictus (Kemenkes RI, 2010). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2015, DBD merupakan salah satu penyakit menular yang masih terjadi di Provinsi Bali. DBD menduduki peringkat pertama dalam 10 besar penyakit pada pasien rawat inap di RSUD di Provinsi Bali tahun 2014. Dilihat dari IR (Incidence Rate) pada tahun 2014 sebesar 210,2 per 100.000 dan lebih tinggi dibandingkan target nasional yang diharapkan kurang dari 51 per 100.000 penduduk.
CFR (Crude Fertitity Rate) tahun 2014 sebesar 0,2 per 100.000 penduduk, angka
tersebut lebih tinggi dari target nasional yang diharapkan hanya sebesar 0,01 per 100.000 penduduk.
Tingginya kasus DBD erat kaitannya dengan masalah lingkungan. Selain faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi baik buruknya derajat kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan tersebut dapat terdiri dari kepadatan hunian rumah dan densitas larva (Kemenkes RI, 2010). Semakin tinggi kepadatan penduduk suatu daerah, semakin cepat perkembangan suatu penyakit (Dinkes Provinsi Bali, 2015). Hasil penelitian Maria, dkk (2013), menemukan bahwa densitas larva berpengaruh terhadap kejadian DBD
(17)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan salah satu kebijakan yang disesuaikan dengan 8 Porgram Pokok Kepmenkes No. 581 tahun 1992 dalam upaya penanggulangan kasus DBD, yaitu melaksanakan pemantauan jentik berkala (Pratamawati, 2012). Kebijakan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui pembentukan juru pemantau jentik (jumantik). Jumantik merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD (Depkes RI, 2004a). Keberhasilan dari program jumantik dapat diukur dengan melihat kinerja jumantik. Penelitian yang dilakukan Sandhi (2014), menunjukkan sebesar 56,1% kinerja jumantik kurang baik di Kecamatan Denpasar Selatan. Kinerja jumantik dapat dilihat dari pencapaian target Angka Bebas Jentik (ABJ) pada suatu wilayah. Secara nasional ABJ ditargetkan lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI, 2005).
Dilihat dari kinerja jumantik di Kota Denpasar pada hasil pemantauan jentik Gertak, Kecamatan Denpasar Timur memiliki presentase ABJ paling rendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 91,01% (Dinkes Kota Denpasar, 2015). Rendahnya ABJ di Kecamatan Denpasar Timur mengindikasikan bahwa kinerja jumantik dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD masih belum maksimal. Oleh karena itu dipandang perlu adanya penelitian terkait kinerja jumantik sehingga, peneliti ingin melihat bagaimana kinerja jumantik dan faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
(18)
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian yang dilakukan Sandhi (2014) di Kecamatan Denpasar Selatan, menunjukan sebesar 56,1% kinerja jumantik di kecamatan tersebut kurang baik. Menurut Dinkes Provinsi Bali (2015), Kecamatan Denpasar Timur memiliki persentase ABJ paling rendah pada hasil pemantauan Gertak diantara kecamatan di Kota Denpasar lainnya yaitu sebesar 91,01%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja jumantik di Kecamatan Denpasar Timur masih belum maksimal dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD, sehingga peneliti ingin melihat bagaimana kinerja jumantik dan faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari pernyataan diatas, peneliti ingin melihat bagaimana analisis hubungan kempetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja jumantik di Kecamatan Denpasar Timur.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja jumantik di Kecamatan Denpasar Timur.
(19)
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah.
1. Untuk mengetahui kinerja jumantik.
2. Untuk mengetahui kompetensi jumantik.
3. Untuk mengetahui motivasi jumantik.
4. Untuk mengetahui kepemimpinan koordinator jumantik.
5. Menganalisis hubungan kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap
kinerja jumantik.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah yang menyangkut bidang kesehatan masyarakat mengenai pemanfaatan metode Model Persamaan Struktural untuk mengananlisis pengaruh kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja jumantik di Kecamatan Denpasar Timur.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Memberikan bukti empiris pengaruh kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan
terhadap kinerja jumantik.
2. Sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan dalam upaya perbaikan
kinerja jumantik oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
(20)
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan aplikasi Model Persamaan Struktural untuk menganalisis hubungan kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja jumantik di Kecamatan Denpasar Timur. Objek dalam penelitian ini adalah jumantik di Kecamatan Denpasar Timur.
(21)
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jumantik
2.1.1 Pengertian Jumantik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Menurut Ditjen PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
2.1.2 Peranan Jumantik
Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat
tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan
gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah warga, memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga yang positif menderita DBD.
(22)
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) menurut Prawirosentono dalam Sugianto (2011)
merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang maupun kelompok dalam sebuah organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Teori yang dikemukakan Robbins dalam Rai (2008) mendefinisikan kinerja sebagai hasil evaluasi terhadap perkerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Muljadi (2006) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur dengan cara sebagai berikut.
1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang telah direncanakan.
2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3. Membandingkan kinerja nyata dengan standar kinerja.
Menurut Mangkunegara (2009), pengukuran kinerja individu dilakukan melalui beberapa dimensi kinerja antara lain.
1. Kuantitas diartikan sebagai seberapa lama seorang bekerja dalam satu hari.
Kuantitas dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap orang dalam menyelesaikan pekerjaannya.
2. Kualitas didefinisikan sebagai seberapa baik seseorang dalam mengerjakan
pekerjaanya. Kualitas dapat dilihat dari ketepatan atau kesesuaian dengan prosedur atau aturan kerja.
(23)
3. Pelaksanaan tugas diartikan sebagai seberapa jauh seseorang mampu melaksanakan pekerjaannya dengan akurat atau tidak terdapat kesalahan.
4. Tanggung jawab terhadap pekerjaan didefinisikan sebagai kesadaran atas
kewajiban pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.
2.2.3 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Kinerja jumantik dalam penanggulangan DBD dapat diukur dari nilai ABJ yang diharapkan memenuhi target nasional yaitu lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI,2005). Target tersebut diperoleh dari rumus sebagai berikut.
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
ABJ = x 100 %
Jumlah rumah diperiksa
Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik untuk dapat memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013 yaitu.
1. Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah
kerja sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.
2. Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di
rumah atau bangunan 30 rumah/hari/orang.
3. Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN).
4. Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.
5. Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial
perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
(24)
2.2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Notoatmodjo (2007) yang mengemukakan bahwa, kinerja dipengaruhi oleh tiga variabel. Variabel yang pertama adalah variabel individu yang meliputi kompetensi, latar belakang, dan demografis. Dalam teori tersebut juga menyatakan bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh variabel psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi yang meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
VARIABEL INDIVIDU
Kompetensi
Latar Belakang
Pengalaman Demografi PERILAKU INDIVIDU (apa yang dikerjakan) Kinerja VARIABEL PSIKOLOGI Persepsi Sikap Kepribadian Belajar Motivasi VARIABEL ORGANISASI
Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain
Pekerjaan
Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Gibson (1987) dalam Notoatmodjo (2007)
(25)
2.3 Kompetensi
2.3.1 Pengertian Kompetensi
Menurut teori yang dikemukakan oleh Miller, dkk dalam Hutapea (2008) mendefinisikan kompetensi sebagai gambaran mengenai suatu hal yang harus diketahui atau dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Sedangkan menurut Emmyah (2009) menyatakan kompetensi merupakan suatu kemampuan dalam melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga diartikan sebagai keterampilan dan kemampuan dalam hubungannya dengan kinerja (Rahmawati, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012), kompetensi merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja. Dalam penelitian yang dilakukan (Safwan, dkk, 2014; Emmyah, 2009; Haskas, 2013) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) terdapat korelasi yang signifikan antara kompetensi dengan motivasi kerja.
2.3.2 Pengukuran Kompetensi
Menurut Purnadi dalam Naya (2009), kompetensi memiliki 5 karakteristik dasar yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain.
1. Motif merupakan niat dasar yang konstan dalam bertindak.
2. Pembawaan merupakan karakteristik fisik yang secara konsisten merespon
situasi atau informasi.
(26)
4. Pengetahuan merupakan informasi yang dimliki oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya.
5. Keterampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya
baik secara fisik atau mental.
Menurut Moeheriono (2009) menyebutkan terdapat 5 dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu yaitu.
1. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills) merupakan
kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang berbeda dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
2. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills) merupakan
kemampuan dalam mengambil suatu tindakan dengan cepat dan tepat saat muncul sebuah permasalahan dalam pekerjaan.
3. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills) merupakan kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas rutin dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar di tempat kerja.
4. Keterampilan beradaptasi (Transfer skills) merupakan kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan kerja yang baru.
5. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills) merupakan
kemampuan untuk bekerjasama dan memelihara kenyamanan dalam lingkungan kerja.
(27)
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi menurut teori yang dikemukakan oleh Robin dalam Brahmasari (2008) merupakan sebuah keinginan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan dengan kemampuan individu. Menurut teori yang di kemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010), motivasi didasarkan pada kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut dipaparkan dalam bentuk bertingkat-tingkat atau hierarki yang sering disebut Hierarki Kebutuhan Malow.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh (Safwan, dkk, 2014; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.4.2 Pengukuran Motivasi
Dalam teori yang dikemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan bahwa motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor kebutuhan diantaranya.
1. Kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar bagi seseorang.
2. Kebutuhan akan adanya rasa aman yang tidak hanya keamanan fisik saja, tetapi
juga keamanan secara fsiologi misalnya bebas dari tekanan atau intimidasi dari pihak lain.
3. Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang lain karena pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok dan bersosialisasi dengan orang lain.
(28)
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) seperti yang misalnya penghargaan dalam sebuah organisasi terhadap anggota atau karyawan atas prestasi kerja yang dimiliki.
5. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang muncul setelah keempat
kebutuhan diatas terpenuhi dan merupakan kebutuhan terakhir dalam teori hierarki Maslow. Aktualisasi diri didefinisikan sebagai bagian dari pertumbuhan individu, yang akan terus menerus berlangsung sejalan dengan meningkatnya jenjang karier seorang individu.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Notoatmodjo (2010) mengembangkan teori motivasi “Dua Faktor” (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory). Dalam teori ini Herzberg mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya yaitu
1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional merupakan
faktor yang menyangkut psikologis seseorang. Apabila kepuasan dicapai dalam pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi bagi seseorang untuk bekerja dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) mencakup antara lain.
a. Prestasi (achievement) diartikan sebagai keberhasilan yang diraih oleh
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Penghargaan (recognation) merupukan apresiasi yang diberikan oleh
seorang pemimpin atas keberhasilan yang diraih oleh bawahannya.
c. Tanggung jawab (responsibility) diartikan sebagai kepercayaan yang
(29)
faktor motivasi bagi seseorang. Motivasi tersebut dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.
d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth) diartikan sebagai
pengembangan yang diberikan oleh seorang pemimpin agar bahawan merasa termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan.
e. Pekerjaan itu sendiri (work) merupakan usaha yang dilakukan oleh seorang
pemimpin meyakinkan bawahannya akan pentingnya pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene yang
menyangkut faktor pemeliharaan atau maintenance. Hilangnya faktor ini akan
menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Faktor-faktor higienes yang
menyebabkan ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan antara lain.
a. Kondisi kerja fisik (physical environment), apabila kondisi lingkungan yang
baik tercipta, maka prestasi yang lebih tinggi dapat tercipta.
b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship), merupakan hubungan
yang tidak harmonis dapat mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaan.
c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and administration
policy), merupakan kebijaksanaan yang dibuat dalam sebuah organisasi.
d. Pengawasan (supervision) merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahan.
e. Gaji (salary) diartikan sebagai kompensasi yang diterima oleh seseorang
sesuai dengan jabatan.
f. Keamanan dan keselamatan kerja (job security) merupakan hal yang harus
(30)
2.5 Kepemimpinan
2.5.1 Pengertian Kepemimpinan
Menurut teori yang dikemukakan oleh Fiedler dalam Muninjaya (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan interpersonal yang memberikan kekuasaan dan pengaruh lebih besar kepada salah satu pihak dibandingkan dengan pihak lain. Besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin dipengaruhi oleh kondisi diri dari pemimpinnya. Dalam
teori Yulk dalam Usman (2006) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership
merupakan suatu proses dalam mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari (2008) menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan (Sari, 2013; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga menunjukkan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Pengaribuan (2008) menunjukkan terdapat pengaruh antar kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rizqiah,dkk (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan.
2.5.2 Pengukuran Kepemimpinan
Menurut teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Paramita (2011), gaya kepemimpinan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.
(31)
1. Charisma
Adanya karisma dalam diri seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi bawahannya untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan keinginan pemimpin tersebut.
2. Ideal influence (pengaruh ideal)
Pemimpin yang baik harus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap bawahannya.
3. Inspiration
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi bagi bawahannya, agar bawahan tersebut memiliki inisiatif untuk dapat berkembang.
4. Intellectual simulation
Kemampuan intelektual seorang pemimpin dapat menuntun bawahannya untuk lebih maju dan berkembang.
5. Individualized consideration (perhatian individu)
Perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahannya dalam mermberikan loyalita tinggi terhadap pimpinan tersebut.
Adapun indikator dalam menilai kepemimpinan menurut Warrick dalam Setyawati (2014) yaitu.
1. Memperhatikan kebutuhan bawahan, dikaitkan dengan kebutuhan bawahan
dalam melakukan pekerjaan.
2. Menciptakan suasana saling percaya, merupakan hal yang harus diperhatikan
(32)
3. Simpati terhadap bawahan dan menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan.
2.6 Metode Model Persamaan Struktural 2.6.1 Pengertian Model Persamaan Struktural
Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modeling (SEM) adalah
metode analisis multivariat generasi ke II, yang merupakan penggabungan dari dua metode analisis yaitu antara analisis faktor dan model persamaan stimulan. Dalam penelitian bidang kesehatan, model persamaan struktural banyak digunakan dalam uji validitas dan reabilitas konstruk, analisis jalur, dan analisis model persamaan struktural (Widarsa, 2015). Menurut Santoso (2007) mendeskripsikan SEM sebagai suatu teknik statistik multivariat yang merupakan penggabungan antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik antar indikator dengan konstraknya
maupun hubungan antar konstrak.
2.6.2 Konsep Model Persamaan Struktural
Menurut Widarsa (2015), variabel dalam konsep analisis SEM dibedakan
menjadi variabel laten (konstrak), variabel observed (indikator atau manifest), variable
endogen, dan variabel eksogen. Berikut adalah penjelasan dari variabel-variabel tersebut.
1. Variabel Konstruk dan Variabel Indikator
Variabel konstruk atau variabel latent merupakan variabel yang ingin dilihat hubungannya. Namun, variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung
(33)
sehingga diperlukan indikator- indikator. Variabel konstrak atau variabel laten dalam persamaan struktural digambarkan dengan sebuah elip.
2. Variabel indikator yang disebut juga obeserved variable atau variabel manifest
merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan diguankan untuk mengukur suatu konstrak. Dalam persamaan struktural, variabel indikator digambarkan dengan kotak segi empat.
3. Variabel Endogen dan Variabel Eksogen
Dalam analisis SEM, variabel laten dibedakan menjadi variabel endogen dan eksogen. Variabel endogen diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel laten juga disebut variabel tergantung atau variabel antara. Variabel eksogen atau disebut juga variabel bebas merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.
4. Kesalahan Pengukuran
Kesalahan pengukuran atau measurement error hampir dapat dipastikan akan
terjadi pada setiap pengukuran. Oleh karena itu, pada model SEM, semua variabel indikator diasumsikan memiliki kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran dalam analisis SEε dilambangkan dengan delta ( ).
5. Kesalahan Struktural
Kesalahan struktural atau structural error didefinisikan sebagai kesalahan yang
disebabkan oleh karena variasi dari variabel endogen tidak seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel eksogen. Semua variabel endogen diasumsikan mempunyai keslahan struktural. Kesalahan struktural dilambangkan dengan epsilon ( ).
(34)
2.6.3 Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM)
Adapun langkah-langkah dalam membuat model SEM yaitu sebagai berikut : Langkah 1 : Tahap Konseptualisasi Model
Dalam konseptualisasi model harus didasarkan atau mengacu kepada teori yang terkini dan relevan. Konseptualisasi model ini harus menjelaskan hubungan antara variabel laten dan juga merefleksikan pengukuran variabel latent melalui beberapa variabel indikator yang dapat diukur secara langsung. Variabel latent merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan indikator dalam pengukurannya.
Langkah 2 : Penyusunan Diagram Jalur dan Spesifikasi Model
Setelah konseptualisasi model, dari konsep tersebut dibuat diagram jalur hubungan antar variabel penelitian. Selanjutnya memberikan nama yang unik kepada semua
variabel laten, indikator, dan error. Kemudian menentukan jumlah dan sifat parameter
yang diestimasi seperti error, loading factor, pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen, dan pengaruh variabel endogen terhadap variabel eksogen lainnya.
2.6.4 Menentukan Derajat Bebas (Identify Model)
Identifikasi model ditujukan untuk menentukan apakah model yang akan dibuat
teridentifikasi atau tidak. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat degress
of freedom (derajat kebebasan). Degress of freedom pada analisis SEM dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
(p + q ) (p+ q + 1) db =
(35)
Keterangan :
db = derajat kebebasan
p = jumlah variabel indkator dari variabel endogen q = jumlah variabel indikator dari variabel eksogen
Terdapat tiga kemungkinan hasil identifikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Model under identified, dimana db < 0. Bila model tidak teridentifikasi, maka
model tersebut tidak dapat mengestimasi parameter model.
2. Model just identified, bila db = 0 dan disebuat saturated model. Bila model yang
dibuat merupakan model saturated, maka penilaian dan pengujian dari model tidak perlu dilakukan.
3. Model over identified, bila db > 0. Bila model over identified, maka penilaian
dan pengujian model dapat dilakukan. 2.6.5 Dasar Penilaian dan Estimasi Model 2.6.5.1 Penilaian Model
Penilaian model ditujukan untuk menentukan apakah model tersebut fit dengan
data. Penilaian model dilakukan dengan Uji Goodness of Fit (Goodness of Fit Test) .
Terdapat beberapa jenis Uji Goodness of Fit yang umum dipakai pada analisis SEM yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics
No. Statistiks Kriterian ‘Fit’
1. Chi-square P > 0,05
2. RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) < 0,08
3. GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) > 0,90
5. PGFI (Parsimonimus > 0,90
(36)
7. PNFI (parsimonimus Adjusted Normed Goodness of Fit Index)
> 0,90 8. CFI (Comparative Fit Index) > 0,90 9. IFI (Incremental Fit Index) > 0,90
10. RFI (Relative Fit Index) > 0,90
2.6.5.2Estimasi Model Pengukuran
Kualitas instrumen dapat diukur dengan validitas dan reliabilitas data. Validitas
dari masing-masing item pada konstrak ditentukan dengan melihat nilai loading factor
pada Standardized Regression Weight. Bila nilai loading factor dari masing-masing
item ≥ 0,5 maka dinyatakan vaild. Reliabilitas dari model pengukuran ditentukan
dengan melihat nilai covarrian error. Bila covarrian error dari masing-masing item <
0,5 maka item atau indikator pada model pengukuran sudah reliabel.
2.6.6 Uji Asumsi dan Persyaratan
Adapun uji asumsi dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam model SEM yaitu sebagai berikut.
1. Ukuran Sampel
Rumus sampel untuk analsis yang menggunakan model SEM belum ada. Ukuran besar sampel minimal yang disarankan untuk analisis SEM adalah 5 sampai 10 sampel untuk setiap parameter yang akan diestimasi.
2. Normalitas Data
Semua item data yang akan dianalisis SEM harus berdistribusi normal.
Normalitas dapat dilihat dari nilai p pada kemencengan (skewness) dan
keruncingan atau kurtosis distribusi. Apabila nilai p > 0,05 maka data tersebut disebut berdistribusi normal.
(37)
3. Outlier
Outlier ditentukan berdasarkan metode Mahalobis. Adanya data outlier dapat menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Apabila terdapat data yang outlier, maka data tersebut dihilangkan dan tidak diikutkan dalam analasis.
Apabila setelah data outlier dihilangkan, model belum juga fit, maka dilakukan
modifikasi model dengan menghubungkan variabel yang memiliki nilai covarian antar variabel yang tinggi sehingga model menjadi fit.
4. Multikolinieritas
Tidak boleh terdapat multikolinieritas antar variabel eksogen. Dua variabel eksogen dinyatakan memiliki hubungan kuat (multikolinier) bila kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang kuat (r ≥ 0,7). Bila hal ini terjadi, sebaiknya salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari model atau variabel-variabel yang
membentuk multikolinieritas tersebut digabungkan menjadi satu ‘composit
(1)
3. Simpati terhadap bawahan dan menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan.
2.6 Metode Model Persamaan Struktural 2.6.1 Pengertian Model Persamaan Struktural
Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modeling (SEM) adalah metode analisis multivariat generasi ke II, yang merupakan penggabungan dari dua metode analisis yaitu antara analisis faktor dan model persamaan stimulan. Dalam penelitian bidang kesehatan, model persamaan struktural banyak digunakan dalam uji validitas dan reabilitas konstruk, analisis jalur, dan analisis model persamaan struktural (Widarsa, 2015). Menurut Santoso (2007) mendeskripsikan SEM sebagai suatu teknik statistik multivariat yang merupakan penggabungan antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik antar indikator dengan konstraknya maupun hubungan antar konstrak.
2.6.2 Konsep Model Persamaan Struktural
Menurut Widarsa (2015), variabel dalam konsep analisis SEM dibedakan menjadi variabel laten (konstrak), variabel observed (indikator atau manifest), variable endogen, dan variabel eksogen. Berikut adalah penjelasan dari variabel-variabel tersebut.
1. Variabel Konstruk dan Variabel Indikator
Variabel konstruk atau variabel latent merupakan variabel yang ingin dilihat hubungannya. Namun, variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung
(2)
sehingga diperlukan indikator- indikator. Variabel konstrak atau variabel laten dalam persamaan struktural digambarkan dengan sebuah elip.
2. Variabel indikator yang disebut juga obeserved variable atau variabel manifest merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan diguankan untuk mengukur suatu konstrak. Dalam persamaan struktural, variabel indikator digambarkan dengan kotak segi empat.
3. Variabel Endogen dan Variabel Eksogen
Dalam analisis SEM, variabel laten dibedakan menjadi variabel endogen dan eksogen. Variabel endogen diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel laten juga disebut variabel tergantung atau variabel antara. Variabel eksogen atau disebut juga variabel bebas merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.
4. Kesalahan Pengukuran
Kesalahan pengukuran atau measurement error hampir dapat dipastikan akan terjadi pada setiap pengukuran. Oleh karena itu, pada model SEM, semua variabel indikator diasumsikan memiliki kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran dalam analisis SEε dilambangkan dengan delta ( ).
5. Kesalahan Struktural
Kesalahan struktural atau structural error didefinisikan sebagai kesalahan yang disebabkan oleh karena variasi dari variabel endogen tidak seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel eksogen. Semua variabel endogen diasumsikan mempunyai keslahan struktural. Kesalahan struktural dilambangkan dengan epsilon ( ).
(3)
2.6.3 Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM)
Adapun langkah-langkah dalam membuat model SEM yaitu sebagai berikut : Langkah 1 : Tahap Konseptualisasi Model
Dalam konseptualisasi model harus didasarkan atau mengacu kepada teori yang terkini dan relevan. Konseptualisasi model ini harus menjelaskan hubungan antara variabel laten dan juga merefleksikan pengukuran variabel latent melalui beberapa variabel indikator yang dapat diukur secara langsung. Variabel latent merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan indikator dalam pengukurannya.
Langkah 2 : Penyusunan Diagram Jalur dan Spesifikasi Model
Setelah konseptualisasi model, dari konsep tersebut dibuat diagram jalur hubungan antar variabel penelitian. Selanjutnya memberikan nama yang unik kepada semua variabel laten, indikator, dan error. Kemudian menentukan jumlah dan sifat parameter yang diestimasi seperti error, loading factor, pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, dan pengaruh variabel endogen terhadap variabel eksogen lainnya.
2.6.4 Menentukan Derajat Bebas (Identify Model)
Identifikasi model ditujukan untuk menentukan apakah model yang akan dibuat teridentifikasi atau tidak. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat degress of freedom (derajat kebebasan). Degress of freedom pada analisis SEM dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
(p + q ) (p+ q + 1) db =
(4)
Keterangan :
db = derajat kebebasan
p = jumlah variabel indkator dari variabel endogen q = jumlah variabel indikator dari variabel eksogen
Terdapat tiga kemungkinan hasil identifikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Model under identified, dimana db < 0. Bila model tidak teridentifikasi, maka model tersebut tidak dapat mengestimasi parameter model.
2. Model just identified, bila db = 0 dan disebuat saturated model. Bila model yang dibuat merupakan model saturated, maka penilaian dan pengujian dari model tidak perlu dilakukan.
3. Model over identified, bila db > 0. Bila model over identified, maka penilaian dan pengujian model dapat dilakukan.
2.6.5 Dasar Penilaian dan Estimasi Model 2.6.5.1 Penilaian Model
Penilaian model ditujukan untuk menentukan apakah model tersebut fit dengan data. Penilaian model dilakukan dengan Uji Goodness of Fit (Goodness of Fit Test) . Terdapat beberapa jenis Uji Goodness of Fit yang umum dipakai pada analisis SEM yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics
No. Statistiks Kriterian ‘Fit’
1. Chi-square P > 0,05
2. RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) < 0,08
3. GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) > 0,90
5. PGFI (Parsimonimus > 0,90
(5)
7. PNFI (parsimonimus Adjusted Normed Goodness of Fit Index)
> 0,90
8. CFI (Comparative Fit Index) > 0,90
9. IFI (Incremental Fit Index) > 0,90
10. RFI (Relative Fit Index) > 0,90
2.6.5.2Estimasi Model Pengukuran
Kualitas instrumen dapat diukur dengan validitas dan reliabilitas data. Validitas dari masing-masing item pada konstrak ditentukan dengan melihat nilai loading factor pada Standardized Regression Weight. Bila nilai loading factor dari masing-masing item ≥ 0,5 maka dinyatakan vaild. Reliabilitas dari model pengukuran ditentukan dengan melihat nilai covarrian error. Bila covarrian error dari masing-masing item < 0,5 maka item atau indikator pada model pengukuran sudah reliabel.
2.6.6 Uji Asumsi dan Persyaratan
Adapun uji asumsi dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam model SEM yaitu sebagai berikut.
1. Ukuran Sampel
Rumus sampel untuk analsis yang menggunakan model SEM belum ada. Ukuran besar sampel minimal yang disarankan untuk analisis SEM adalah 5 sampai 10 sampel untuk setiap parameter yang akan diestimasi.
2. Normalitas Data
Semua item data yang akan dianalisis SEM harus berdistribusi normal. Normalitas dapat dilihat dari nilai p pada kemencengan (skewness) dan keruncingan atau kurtosis distribusi. Apabila nilai p > 0,05 maka data tersebut disebut berdistribusi normal.
(6)
3. Outlier
Outlier ditentukan berdasarkan metode Mahalobis. Adanya data outlier dapat menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Apabila terdapat data yang outlier, maka data tersebut dihilangkan dan tidak diikutkan dalam analasis. Apabila setelah data outlier dihilangkan, model belum juga fit, maka dilakukan modifikasi model dengan menghubungkan variabel yang memiliki nilai covarian antar variabel yang tinggi sehingga model menjadi fit.
4. Multikolinieritas
Tidak boleh terdapat multikolinieritas antar variabel eksogen. Dua variabel eksogen dinyatakan memiliki hubungan kuat (multikolinier) bila kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang kuat (r ≥ 0,7). Bila hal ini terjadi, sebaiknya salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari model atau variabel-variabel yang membentuk multikolinieritas tersebut digabungkan menjadi satu ‘composit variable’.