PROFIL CAPAIAN LITERASI SAINS SISWA SMP DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN SCIENTIFIC LITERACY ASSESSMENTS (SLA).

(1)

PROFIL CAPAIAN LITERASI SAINS SISWA SMP DI KABUPATEN

SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN SCIENTIFIC LITERACY

ASSESSMENTS (SLA)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Arif Rachmatullah 1102750

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

LEMBAR HAK CIPTA

PROFIL CAPAIAN LITERASI SAINS SISWA SMP DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN SCIENTIFIC LITERACY

ASSESSMENTS (SLA)

Oleh: Arif Rachmatullah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Arif Rachmatullah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi atau cara lainnya tanpa izin dari penulis


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PROFIL CAPAIAN LITERASI SAINS SISWA SMP DI

KABUPATEN SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN

SCIENTIFIC LITERACY ASSESSMENTS (SLA)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: PEMBIMBING:

PEMBIMBING I

Prof. Dr. Nuryani Y. Rustaman, M.Pd. NIP. 195012311979032029

PEMBIMBING II

Dr. Sariwulan Diana, M.Si. NIP. 196202111987032003

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Riandi, M.Si. NIP. 196305011988031002


(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang dengan menggunakan instrumen Scientific Literacy Assessments (SLA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang dengan menggunakan instrumen SLA dan membandingkan capaian antar gender serta akreditasi sekolah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif-school survey. Partisipan berjumlah 223 siswa SMP Negeri di Kabupaten Sumedang, dengan jumlah siswa perempuan 159 orang dan siswa laki-laki 64 orang. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang adalah 45,21 dan tergolong ke dalam kategori rendah. Dari lima komponen literasi sains, hanya satu komponen yang berada pada ketegori sedang yaitu science motivation and beliefs dan sisanya berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Siswa laki-laki mempunyai capaian literasi sains yang lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan, akan tetapi secara statistik tidak berbeda secara signifikan. Capaian literasi sains siswa di sekolah berakreditasi A lebih tinggi dibandingkan dengan siswa di sekolah berakreditasi B dan secara statistik pun capaiannya berbeda secara signifikan.


(5)

ABSTRACT

A study on the achievements of scientific literacy junior high school students in Sumedang using Scientific Literacy Assessments (SLA) was conducted to investigate the profile scientific literacy achievement junior high school students in Sumedang using SLA, and compare the outcomes between genders and school accreditation. A quantitative method with descriptive research-school survey with the involvement of 223 Junior High School students as research subject, with 159 girls and 64 boys. Based on the results of the study, the average achievement of scientific literacy Sumedang junior high school students is 45.21 and classified into the low category. From the five components of scientific literacy, which is only one component in the medium category, namely science motivation and beliefs and the four other components are in low and very low category. Boys have higher scientific literacy, but the differences is not statistically significant. Students scientific literacy in accredited school A is higher than B and the differences is statistically significant.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Ucapan Terima Kasih... ii

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar... viii

Daftar Lampiran ... x

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

Bab II Kajian Pustaka A. Pengertian Literasi Sains ... 7

B. Komponen Literasi Sains ... 10

C. Tes Literasi Sains ... 19

D. Faktor yang Mempengaruhi Capaian Literasi Sains ... 21

E. Penelitian yang Relevan ... 23

Bab III Metode Penelitian A. Desain Penelitian ... 25

B. Partisipan ... 25

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

D. Definisi Operasional ... 27

E. Instrumen Penelitian, Proses Adaptasi Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 27

F. Prosedur Penelitian ... 29


(7)

Bab IV Temuan dan Pembahasan

A. Hasil Analisis Pengelompokan Soal-soal SLA ... 38

B. Profil Capaian Literasi Sains Siswa SMP di Kabupaten Sumedang ... 40

C. Capaian Komponen Role of Science ... 50

D. Capaian Komponen Scientific Thinking and Doing ... 56

E. Capaian Komponen Science and Society... 66

F. Capaian Komponen Mathematics in Science... 74

G. Capaian Komponen Science Motivation and Beliefs ... 80

Bab V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi A. Simpulan ... 91

B. Implikasi dan Rekomendasi ... 91

Daftar Pustaka ... 93

Lampiran ... 98


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Cara Pengambilan Sampel ... 26

Tabel 3.2 Scoring Untuk Komponen Science Motivation and Beliefs ... 33

Tabel 3.3 Interpretasi Skor Komponen, Indikator dan Total Literasi Sains ... 34

Tabel 4.1 Hasil Analisis Persebaran Komponen Literasi Sains pada SLA-D ... 38

Tabel 4.2 Hasil Analisis Sikap Komponen Literasi Sains pada SLA-MB ... 39

Tabel 4.3 Hasil Capaian Literasi Sains ... 40

Tabel 4.4 Perbandingan Capaian Literasi Sains Berdasarkan Gender ... 45

Tabel 4.5 Hasil Capaian Literasi Sains Berdasarkan Akreditasi Sekolah... 48

Tabel 4.6 Capaian Setiap Indikator Komponen Role of Science ... 51

Tabel 4.7 Capaian Setiap Indikator Komponen Scientific Thinking and Doing ... 57

Tabel 4.8 Capaian Setiap Indikator Komponen Science and Society ... 66

Tabel 4.9 Capaian Setiap Indikator Komponen Mathematics in Science ... 75 Tabel 4.10 Capaian Setiap Indikator Komponen Science Motivation and Beliefs 82


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Literasi Sains Gräber ...12 Gambar 3.1 Alur Penelitian ...31 Gambar 4.1 Perbandingan Setiap Capaian Komponen Literasi Sains ...41 Gambar 4.2 Penyebaran Kategori Literasi Sains Siswa SMP di Sumedang .. 42

Gambar 4.3 Perbandingan Komponen Literasi Sains Berdasarkan Gender ...46 Gambar 4.4 Persentase Penyebaran Setiap kategori Capaian Literasi

Sains (L) Siswa Laki-laki dan (P) Siswa Perempuan ...47 Gambar 4.5 Perbandingan Capaian Komponen Literasi Sains

Berdasarkan Akreditasi ...49 Gambar 4.6 Persentase Penyebaran Setiap Kategori Capaian Literasi

Sains Berdasarkan Akreditasi ...50 Gambar 4.7 Penyebaran Capaian Literasi Sains Komponen Role of

Science ...53 Gambar 4.8 Perbandingan Capaian Indikator Komponen Role of Science

Berdasarkan Gender ...54 Gambar 4.9 Perbandingan Capaian Indikator Komponen Role of Science

Berdasarkan Akreditasi Sekolah ...56 Gambar 4.10 Persentase Sebaran Kategori Siswa Pada Komponen

Scientific Thinking and Doing ...63 Gambar 4.11 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Scientific Thinking and Doing Berdasarkan Gender ...64 Gambar 4.12 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Scientific Thinking and Doing Berdasarkan Akreditasi

Sekolah ...65 Gambar 4.13 Persentase Sebaran Kategori Siswa Pada Komponen Science

and Society ...71 Gambar 4.14 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Science and Society Berdasarkan Gender ...72 Gambar 4.15 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen


(10)

Gambar 4.16 Persentase Sebaran Kategori Siswa Pada Komponen

Mathematics in Science ...78 Gambar 4.17 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Mathematics in Science Berdasarkan Gender ...79 Gambar 4.18 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Mathematics in Science Berdasarkan Akreditasi Sekolah ...80 Gambar 4.19 Persentase Sebaran Kategori Siswa Pada Komponen Science

Motivation and Beliefs ...81 Gambar 4.20 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Science Motivation and Beliefs Berdasarkan Gender ...88 Gambar 4.21 Perbandingan Setiap Capaian Indikator Pada Komponen

Science Motivation and Beliefs Berdasarkan Akreditasi


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Scientific Literacy Assesment (SLA) Awal ... 98

Lampiran 2. Hasil Analisis Uji Keterbacaan Instumen SLA ... 107

Lampiran 3. Instrumen SLA yang Digunakan dan Instrumen Wawancara ... 114

Lampiran 4. Soal-soal yang Digunakan Oleh Guru ... 129

Lampiran 5. Data Mentah, Hasil Wawancara dan Capaian Tiap Soal SLA ... 180

Lampiran 6. Analisis Data Berdasarkan Statistika... 221

Lampiran 7. Surat-surat Perizinan Penelitian ... 225


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini menjadi salah satu perbincangan hangat di seluruh pelosok dunia termasuk Indonesia (Amri et al., 2013). Perkembangan sains dan teknologi yang pesat ini merupakan salah satu imbas dari semakin tingginya arus globalisasi, sehingga menyebabkan pola pikir masyarakat yang semakin kritis akan kebutuhan hidupnya. Sains dan teknologi yang berkembang ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan keberadaan sains dan teknologi dapat menyediakan kehidupan manusia yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kemampuan akan pengembangan sains dan teknologi ini dipelajari sedini mungkin oleh manusia untuk dapat bertahan hidup dalam pesatnya arus globalisasi. Salah satu aspek dalam kehidupan yang berhubungan langsung dengan kemampuan pengembangan sains dan teknologi ini adalah aspek pendidikan terutama pendidikan sains (Amri

et al., 2013). Semakin dini manusia mempelajari sains, diprediksi akan semakin

dapat berkompetisi di pesatnya arus globalisasi.

Dalam pendidikan sains, manusia dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap suatu masalah dan mampu mencari solusi terhadap masalah tersebut dengan akal dan logikanya. Kemampuan mengidentifikasi masalah merupakan salah satu kemampuan dasar yang menjadikan manusia lebih maju dan kompeten di era globalisasi. Seseorang yang sudah dapat mengidentifikasi masalah di lingkungannya dapat dikatakan orang tersebut mempunyai kemampuan dasar literasi sains (Toharudin et al., 2011). Dengan demikian kemampuan dasar manusia yang hanya dapat membaca, menulis dan berhitung (CaLisTung) harus ditambahkan dengan kemampuan-kemampuan yang termuat dalam literasi sains, agar dapat sintas di era globalisasi.

Literasi sains (scientific literacy) merupakan salah satu tujuan dari pendidikan dasar sains (Holbrook, 2011). Literasi sains secara singkat dapat didefinisikan sebagai „melek sains‟ (Liliasari, 2005; Toharudin et al., 2011). Arti lebih luasnya


(13)

2

dari literasi sains menurut PISA sebagai salah satu kiblat literasi sains adalah “scientific knowledge and use of that knowledge to identify questions, acquire new knowledge, explain scientific phenomena and draw evidence-based conclusions about science-related issues” (OECD, 2013). Jelas pada salah satu pengertian literasi sains menurut PISA tersebut dinyatakan bahwa kemampuan mengidentifikasi masalah di lingkungan sekitar merupakan salah satu kunci dari literasi sains seseorang, sehingga kegiatan pembelajaran yang mengutamakan identifikasi masalah menjadi salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan capaian literasi sains siswa (Toharudin et al., 2011).

Literasi sains menjadi topik yang sangat diperhatikan di Indonesia setelah munculnya hasil PISA (The Programme for International Student Assesment) pada tahun 2006 yang mengusung literasi sains sebagai fokus utama dalam penilaiannya. PISA sendiri merupakan suatu bentuk asesmen untuk siswa berumur 15 tahun (sekitar siswa kelas IX SMP) yang dikoordinir oleh OECD (The

Organization for Economic Cooperation and Development) dan diselenggarakan

setiap tiga tahun sekali di negara-negara yang tergabung dalam OECD (OECD, 2013). Siswa berumur 15 tahun dipilih sebagai subjek pengujian karena merupakan tahap awal untuk menuju tahap perkembangan selanjutnya yaitu tahap dewasa yang mulai ikut berkontribusi dalam pengambilan keputusan akan kebijakan yang ada di masyarakat (OECD, 2013).

Sebenarnya literasi sains telah digunakan dan dibahas sejak akhir tahun 1950-an (DeBoer, 2000) tetapi mulai gempar setelah masuk dalam penguji1950-an PISA dari tahun 2000. Pada tahun 2006 PISA difokuskan untuk menguji literasi sains, karena setiap pengujian PISA mempunyai fokus yang berbeda-beda. Hasil yang mencengangkan Kemendikbud RI (Kementrian Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia) dan mungkin seluruh rakyat Indonesia, bahwa Indonesia selalu berada di peringkat 10 besar terbawah terutama dalam bidang sains (Lukman, 2013; Toharudin et al., 2011). Pada tahun 2000 capaian literasi sains siswa di Indonesia berada di peringkat 38 dari 41 negara, pada tahun 2003 di peringkat 38 dari 40 negara dan pada tahun PISA memfokuskan literasi sains pada pengujiannya yaitu tahun 2006, Indonesia berada di peringkat 50 dari 57 negara (Balitbang Kemendikbud, 2011). Pada PISA terbaru yaitu pada tahun 2012, Indonesia


(14)

3

bahkan hampir menjadi juru kunci yaitu berada pada peringkat 67 dari 68 negara yang mengikuti PISA (OECD, 2013).

Baru-baru ini telah dikembangkan suatu asesmen literasi sains oleh Fives et al. (2014) yang disebut dengan Scientific Literacy Assessments (SLA). Menurut Fives

et al. (2014) asesmen literasi sains yang banyak digunakan merupakan asesmen

yang terfokus pada materi-materi spesifik dari ilmu-ilmu sains, terutama PISA. SLA ini lebih memfokuskan pada pemahaman sains terutama metode ilmiah sebagai suatu pendekatan bukan hanya terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan sains, juga masalah-masalah non-sains dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, SLA ini lebih terfokus pada kemampuan proses sains yang kontekstual dengan konten-konten umum yang termuat di dalamnya. Fives et al. menyusun instrumen SLA tersebut berdasarkan hasil meta-analisis dari beberapa dokumen peneliti literasi dari tahun 1974 sampai 2010. Berdasarkan dokumen-dokumen literasi sains tersbeut, Fives et al. (2014) merangkum komponen yang terdapat dalam literasi sains dan sebagai acuan dalam menyusun SLA menjadi lima poin yaitu peran sains (role of science), berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing), sains dan masyarakat (science and

society), matematika dalam sains (mathematics in science) serta aspek afektif

yang dimuat dalam komponen motivasi dan kepercayaan terhadap sains (sains

motivation and beliefs). Setiap komponen tersebut mempunyai indikatornya

masing-masing.

Dengan adanya pengembangan asesmen yang baru tersebut dan berbeda dengan PISA yang selama ini telah banyak digunakan, penelitian ini berusaha mengungkap apakah capaian literasi sains dengan menggunakan SLA akan mendekati capaian literasi sains berdasarkan PISA. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian survei pada daerah dengan lingkup yang lebih kecil sebelum pada lingkup yang lebih luas yaitu tingkat nasional. Dipilih kabupaten Sumedang sebagai area penelitian karena merupakan kabupaten yang beberapa sekolahnya pernah terkena imbas lesson study Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dengan demikian, secara tidak langsung penelitian ini juga mengungkapkan profil capaian literasi sains siswa (khususnya SMP) di Sumedang berdasarkan SLA dan juga apakah imbas lesson study meningkatkan kualitas guru-guru terutama dalam


(15)

4

hal asesmen yang digunakan. Selain itu, menurut OECD (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi capaian literasi sains adalah faktor gender dan kualitas sekolah. Oleh karena itu penelitian ini juga mengungkapkan perbandingan capaian literasi sains berdasarkan gender dan kualitas sekolah (akreditasi sekolah).

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang dengan menggunakan Scientific Literacy Assesment (SLA)?”.

Untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah tersebut, dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah capaian literasi sains siswa di kabupaten Sumedang dengan menggunakan SLA mendekati capaian literasi sains PISA?

2. Apa saja komponen dari literasi sains (role of science, scientific thinking and

doing, science and society, mathematics in science dan science motivation and beliefs) siswa SMP di kabupaten Sumedang yang termasuk ke dalam kategori

tinggi?

3. Apa saja komponen dari literasi sains (role of science, scientific thinking and

doing, science and society, mathematics in science dan science motivation and beliefs) siswa SMP di kabupaten Sumedang yang termasuk ke dalam kategori

sedang?

4. Apa saja komponen dari literasi sains (role of science, scientific thinking and

doing, science and society, mathematics in science dan science motivation and beliefs) siswa SMP di kabupaten Sumedang yang termasuk ke dalam kategori

rendah?

5. Apakah ada perbedaan capaian literasi sains serta komponennya pada siswa SMP di kabupaten Sumedang berdasarkan gender/jenis kelamin?

6. Apakah ada perbedaan capaian literasi sains serta komponennya siswa SMP di kabupaten Sumedang pada sekolah berakreditasi A dengan sekolah berakreditasi B?


(16)

5

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Siswa SMP yang diuji adalah siswa kelas IX (sembilan) yang diperkirakan berumur 15 tahun;

2. Sekolah yang digunakan sebagai objek penelitian adalah SMP Negeri di kabupaten Sumedang yang terakreditasi A dan B;

3. Instrumen Scientific Literacy Assesment (SLA) yang digunakan merupakan hasil adaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Fives et al. (2014).

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi profil capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Scientific

Literacy Assessments (SLA);

2. Mengidentifikasi perbedaan capaian literasi sains dan capaian setiap komponenya antara siswa laki-laki dan siswa perempuan;

3. Mengidentifikasi perbedaan capaian literasi sains dan capaian setiap komponenya antara siswa yang bersekolah di sekolah berakreditasi A dengan yang bersekolah di sekolah berakreditasi B.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memperkaya dokumen hasil penelitian terkait capaian literasi sains siswa Indonesia;

2. Memberikan informasi spesifik mengenai capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang sehingga dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran yang berbasis dalam peningkatan komponen spesifik literasi sains.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab, dimana setiap bab saling berhubungan satu sama lain. Pada bab I yang merupakan bab pendahuluan,


(17)

6

dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat dari hasil penelitian serta sistematika penulisan skripsi. Bab II merupakan kajian pustaka berisi teori-teori serta prinsip mengenai literasi sains, faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi sains, tes literasi sains dan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan literasi sains yang dikemukakan oleh para ahli serta berisi beberapa penelitian yang relevan dengan literasi sains. Teori-teori yang ada pada bab II ini digunakan sebagai bahan dasar untuk membahas hasil penelitian pada bab IV.

Bab III berisi metode penelitian yang peneliti gunakan untuk mendapatkan data dan menginterpretasi serta mengolah data yang ditemukan. Selain itu, pada bab III ini berisi penjelasan populasi, sampel, desain penelitian, instrumen yang digunakan serta alur penelitian yang dilalui peneliti. Bab IV berisi temuan atau hasil penelitian yang dibahas dengan menggunakan teori-teori dasar yang tercantum pada bab II. Bab V berisi simpulan akhir dari penelitian serta implikasi dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian mengenai capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang dengan menggunakan SLA ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode kuantitatif digunakan karena penelitian ini diberlakukan pada suatu populasi (Arikunto, 2010) yaitu siswa SMP Negeri di kabupaten Sumedang, sedangkan jenis penelitian deskriptif dipilih karena penelitian ini mendeskripsikan hasil analisis capaian literasi sains siswa SMP Negeri di kabupaten Sumedang. Penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian survei karena mengumpulkan banyak data dengan cakupan meluas untuk mendapatkan gambaran keadaan literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang. Berdasarkan penjelasan tersebut, menurut Van Dalen (dalam Arikunto, 2010) menyatakan bahwa penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-school

survey.

B. Partisipan

Partisipan atau siswa yang digunakan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa SMP Negeri kelas IX di kabupaten Sumedang. Partisipan berjumlah 223 siswa dengan jumlah siswa perempuan 159 orang dan jumlah siswa laki-laki 64 orang. Pemilihan siswa berdasar pada penyebaran sekolah di empat sub-rayon dengan masing-masing sub-rayon diwakili oleh dua sekolah. Dari dua sekolah pada masing-masing sub-rayon tersebut salah satu sekolah merupakan sekolah terakteditasi A dan satu sekolah lagi terakreditasi B sesuai dengan data yang diterima dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang (2014), sehingga karakteristik siswa yang digunakan merupakan karakteristik siswa SMP Negeri di kabupaten Sumedang. Selain itu, berdasarkan temuan dari setiap sekolah yang terpilih sebagai tempat penelitian, tidak ada pengelompokkan kelas (tidak ada kelas unggul atau reguler). Dengan demikian dalam satu sekolah


(19)

26

hanya dipilih satu kelas.

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Populasinya adalah siswa SMP Negeri kelas IX (sembilan). Kelas IX dipilih karena pada penelitian ini mengacu pada PISA yang menggunakan siswa umur 15 tahun sebagai subjek penelitiannya dan pada umur 15 tahun kebanyakan siswa sedang duduk di kelas IX SMP. Berdasarkan data dari yang diambil dari website Departemen Pendidikan dan Budaya (2014) jumlah siswa SMP Negeri kelas IX di kabupaten Sumedang adalah 11.551 siswa. Untuk pemilihan sampel digunakan pertimbangan pemerataan sekolah berdasarkan sub-rayon (pembagian sekolah berdasarkan daerah), pemilihan sekolah berdasarkan sub rayon tersebut diasumsikan di setiap wilayah di kabupaten Sumedang memiliki wakil sebagai sampel. Pada masing-masing sub rayon dipilih satu sekolah terakreditasi A dan satu sekolah terakreditasi B sesuai data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang (2014).

Tabel 3.1. Cara Pengambilan Sampel

No Subrayon Jumlah Sekolah

Jumlah Sekolah Sampel per-Akreditasi Jumlah Kelas Jumlah siswa (orang)

1 Sub-rayon I 18

Sekolah A1 1 1 30

Sekolah B1 1 1 31

2 Sub-rayon II 10 Sekolah A2 1 1 26

Sekolah B2 1 1 27

3 Sub-rayon III 23 Sekolah A3 1 1 33

Sekolah B3 1 1 23

4 Sub-rayon IV 19 Sekolah A4 1 1 31

Sekolah B4 1 1 22

Jumlah 70 8 8 223

Keterangan: Sekolah A1  Sekolah terakreditasi A pada sub rayon 1 Sekolah A2 Sekolah terakreditasi A pada sub rayon 2 Sekolah A3  Sekolah terakreditasi A pada sub rayon 3 Sekolah A4 Sekolah terakreditasi A pada sub rayon 4 Sekolah B1  Sekolah terakreditasi B pada sub rayon 1 Sekolah B2  Sekolah terakreditasi B pada sub rayon 2 Sekolah B3  Sekolah terakreditasi B pada sub rayon 3 Sekolah B4  Sekolah terakreditasi B pada sub rayon 4

Di kabupaten Sumedang terdapat empat sub-rayon, sehingga jumlah sampel sekolah adalah delapan sekolah, dengan masing-masing empat sekolah akreditasi A (merupakan sekolah yang menjadi pusat lesson study dengan UPI) dan empat


(20)

27

sekolah akreditasi B. Setiap sekolah, hanya digunakan satu kelas sebagai sampel penelitian karena setiap sekolah yang dipilih tidak ada pengelompokkan kelas (tidak ada kelas unggul dan reguler). Dengan pertimbangan tersebut (berdasarkan wilayah, akreditasi, jenis kelas, tenaga dan waktu), maka pada penelitian ini digunakan teknik sampling purposive sampling atau sampling bertujuan (Arikunto, 2010). Gambaran cara pengambilan sampel dapat dilihat ada Tabel 3.1.

D. Definisi Operasional

Istilah yang digunakan sebagai variabel pada penelitian ini didefinisikan menjadi lebih operasional agar tidak terjadi multitafsir terhadap variabel-variabel tersebut. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Capaian literasi sains merupakan hasil siswa dalam menjawab soal-soal pada instrumen SLA. SLA tersebut terdiri dari dua bagian yaitu SLA-Demonstrated (SLA-D) dan SLA-Motivation and Beliefs (SLA-MB). SLA-D mengukur empat komponen literasi sains yaitu role of science, scientific thinking and

doing, science and society dan mathematics in science. SLA-MB mengukur

pandangan dan kepercayaan siswa terhadap sains.

2. Scientific Literacy Assesment (SLA) merupakan instrumen yang diadaptasi

dari instrumen SLA Fives et al. dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta telah diuji keterbacaan dan kebermaknaan oleh ahli dan siswa. SLA dikerjakan oleh siswa selama 50 menit.

E. Instrumen Penelitian, Proses Adaptasi Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Data primer didapatkan dari hasil siswa mengerjakan instrumen SLA selama 50 menit. Selain itu data tambahan (sekunder) didapatkan dengan cara melakukan wawancara kepada perwakilan siswa pada kategori tinggi, sedang dan rendah setelah data primer dianalisis. Sebagai bahan pembahasan juga dikumpulkan soal-soal yang biasa digunakan oleh guru di sekolah tempat dilakukannya penelitian. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data diantaranya:


(21)

28

1. Soal Tes SLA atau Scientific Literacy Assesment

Soal tes SLA ini merupakan soal tes yang diadaptasi dari instrumen SLA (Lampiran 1) yang dikembangkan, diuji validasi dan dihitung reliabilitasnya (α = 0,83 untuk SLA-D dan α = 0,80 untuk SLA-MB) oleh Fives et al. (2014) dengan tidak mengubah isi atau konten soalnya, hanya dilakukan penerjemahan dan penyesuaian kata. Hasil penerjemahan soal kemudian diuji keterbacaannya oleh ahli (Lampiran 2) yaitu satu orang Dosen Pendidikan Biologi UPI, satu orang Guru Biologi di Bilingual School, satu orang Mahasiswa dari AIESEC (International Association of Students in Economic and Commercial Science), IPSE (International Program on Science Education) UPI dan Mahasiswa Sastra Inggris UNPAD. Setelah diuji keterbacaan oleh ahli, kemudian diuji keterbacaan dan kebermaknaannya pada 22 siswa SMP kelas IX di salah satu SMP Negeri di kabupaten Sumedang. Kata-kata yang tidak dimengerti oleh siswa, diubah ke dalam kata atau kalimat yang lebih mudah dimengerti. Soal SLA (Lampiran 3) ini terbagi ke dalam dua jenis soal yaitu:

a. Soal Tes Multiple Choice/Pilihan Ganda

Soal tes pilihan ganda ini merupakan salah satu bagian dari SLA yaitu SLA-D (Scientific Literacy Assesment-Demonstrated) yang menguji empat komponen literasi sains. Ke-empat komponen tersebut adalah peran sains (role of science), berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing), sains dan masyarakat (science and society), matematika dalam sains (mathematics in

science). Soal tes pilihan ganda ini terdiri dari 26 butir soal dengan

masing-masing soal mempunyai empat pilihan (A sampai D). b. Skala Sikap Likert (Likert Scale)

Skala sikap Likert digunakan pada bagian kedua dari instrumen SLA yaitu

Scientific Literacy Assesment-Motivation and Beliefs (SLA-MB). SLA-MB berisi

25 pernyataan mengenai sikap siswa terhadap sains dan pembelajaran sains. Setiap pernyataan terdiri dari lima sikap dengan skala 1-5. SLA-MB ini merupakan instrumen yang menguji kemampuan afektif atau sikap siswa terhadap sains yang terdiri dari tiga indikator yaitu sikap sains (value of science),


(22)

29

2. Naskah Wawancara (Lampiran 3)

Naskah wawancara ini digunakan setelah data primer berupa hasil jawaban SLA siswa telah dipetakan dan dianalisis. Naskah wawancara digunakan dengan tujuan mengidentifikasi atau mengungkap faktor-faktor yang melatar-belakangi frekuensi jawaban siswa yang salah pada SLA yang mempengaruhi capaian literasi sains siswa tersebut sehingga wawancara hanya dilakukan kepada siswa saja. Naskah wawancara yang digunakan telah diperiksa dan divalidasi oleh dua dosen yang ahli dalam bidang asesmen.

3. Soal-soal yang digunakan oleh Guru (Lampiran 4)

Soal-soal yang digunakan oleh guru ini merupakan instrumen pendukung dan sebagai bukti hasil wawancara siswa mengenai asesmen atau soal tes yang biasa digunakan oleh guru.

F. Prosedur Penelitian

Secara skematis, prosedur penelitian yang dilalui pada penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Studi Pendahuluan

Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan studi pendahuluan dengan mengumpulkan dan mempelajari artikel-artikel penelitian serta buku-buku yang berhubungan dengan literasi sains. Artikel-artikel penelitian yang dikumpulkan adalah artikel yang dijadikan sumber oleh Fives et al. dalam pengembangan instrumen SLA.

2. Tahap Persiapan

Setelah melakukan studi pendahuluan, proposal penelitian disusun dan kemudian diseminarkan di depan rekan-rekan serta dosen-dosen pendidikan Biologi untuk mendapatkan masukan. Setelah dilakukan seminar dan proposal penelitian telah direvisi, instrumen SLA disusun mulai dari penerjemahan, uji keterbacaan oleh ahli serta uji keterbacaan oleh siswa. Bersamaan dengan dilakukannya uji keterbacaan oleh ahli, juga disiapkan instrumen lain sebagai instrumen pendukung, yaitu naskah wawancara yang di judgement oleh pembimbing skripsi. Setelah semua instrumen telah siap dan layak digunakan, disiapkan surat-surat penelitian yang dibutuhkan. Setelah semua surat penelitian


(23)

30

terkumpul, dilakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian untuk meminta izin melakukan penelitian.

3. Tahap Pelaksanaan

Setelah semua sekolah memberikan izin untuk penelitian dapat dilakukan dengan hari dan tanggal yang telah disepakati, penelitian dilakukan selama 50 menit untuk siswa di masing-masing sekolah dengan mengerjakan soal-soal pada intrumen SLA. Setelah semua data hasil jawaban siswa dari setiap sekolah didapatkan, jawaban siswa diolah dan siswa dikelompokkan berdasarkan kategori capaian literasi sainsnya. Setelah didapatkan siswa-siswa pada masing-masing kategori capaian, dipilih dua sampai tiga siswa dari setiap kategori untuk diwawancara untuk mengidentifikasi penyebab capaian yang diraihnya. Setelah wawancara selesai, beberapa soal yang dibuat oleh guru IPA di sekolah tempat penelitian dikumpulkan sebagai salah satu data pendukung.

4. Tahap Penyusunan dan Pelaporan Laporan

Setelah semua data didapatkan, laporan disusun dengan bimbingan dan bantuan dari para dosen pembimbing. Dilakukan beberapa kali revisi laporan sebelum laporan tersebut resmi dilaporkan dan diseminarkan.


(24)

31

Gambar 3.1 Alur Penelitian

G. Analisis Data

Data yang di dapat berupa hasil pengisian instrumen SLA oleh siswa, data wawancara dan soal-soal yang dipakai oleh guru-guru di sekolah. Berikut cara menganalisis data yang didapat:

 Analisis data

 Pembahasan & Penarikan Kesimpulan

TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN

TAHAP PELAPORAN HASIL STUDI PENDAHULUAN

 Studi artikel-artikel literasi sains

 Studi buku-buka literasi sains T A H A P P E L A K S A N A A N Pengambilan data dengan instrumen SLA Pengumpulan soal-soal

yang digunakan Guru

Input Data

Pelaksanaan wawancara Pemilihan siswa yang akan di wawancara

Pengelompokkan siswa berdasarkan kategori

skor

Penyusunan Proposal Penelitian

Seminar Proposal Penelitian

Penerjemahan instrumen SLA

Uji Keterbacaan Ahli dan Siswa

Revisi Instrumen SLA Pembuatan naskah wawancara Judgement naskah wawancara Pembuatan Surat Izin Penelitian Penyebaran Surat Izin Penelitian

Sekolah Dinas Pendidikan T A H A P P E R S I A P A N


(25)

32

1. Instrumen SLA

Instrumen SLA yang terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu SLA-D yang berupa soal pilihan ganda dan SLA-MB yang berupa soal skala sikap dianalisis secara berbeda. Keduanya dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor yang didapat dari perhitungan. Analisis kedua jenis soal tersebut adalah sebagai berikut: a. Analisis Soal SLA-D (Pilihan Ganda)

Analisis soal bagian pertama ini menggunakan teknik pemberian skor tanpa hukuman yang kemudian dikonversi menjadi skor dalam skala 100. Setiap komponen dan indikator literasi sains dihitung skornya secara berbeda, karena jumlah soal yang menguji setiap komponen dan indikatornya juga berbeda. Berikut rumus mendapatkan skor dari setiap komponen dan indikator literasi sains berdasarkan perhitungan skor dari Arikunto (2012):

Keterangan: S = Skor

T = Jumlah total soal setiap komponen atau indikator sesuai dengan jumlah soal pada Tabel 3.2.

W = Jumlah jawaban yang salah dari setiap komponen atau indikator.

Skor yang didapat dari rumus di atas akan diinterpretasi ke dalam beberapa kategori sesuai dengan adaptasi pengategorian oleh Arikunto (2012) pada Tabel 3.3.

b. Analisis Soal SLA-MB (Skala Sikap)

Analisis soal skala sikap Likert dengan pemberian skor numerikal 1, 2, 3, 4 dan 5 pada setiap nomor sesuai sikapnya (pada Tabel 3.2), kemudian skor tersebut dijumlahkan untuk setiap indikatornya.

Skor setiap komponen atau indikator (N) = Skor yang didapat (S) x 100 Skor maksimal tiap indikator Skor setiap komponen atau indikator (S) = T – W


(26)

33

Tabel 3.2 Scoring Untuk Komponen Science Motivation and Beliefs

Sikap Pilihan

1 2 3 4 5

Positif 1 2 3 4 5

Negatif 5 4 3 2 1

Sumber: Purwanto (2007)

Karena untuk jenis soal ini hanya mengukur kemampuan afektif berupa motivasi dan kepercayaan partisipan terhadap sains (Science Motivation and Beliefs) sehingga penskoran hanya dilakukan pada setiap indikatornya yaitu value of

science, self efficacy dan personal epistemologis sains. Setelah mendapatkan skor

dari setiap indikator, kemudian dikonversi ke dalam skor dalam skala 100 (dipersenkan). Berikut pemberian skor Likert-scale Sugiyono (2012):

Untuk skor komponen literasi sains berupa motivasi dan kepercayaan partisipan terhadap sains didapat dengan menjumlahkan value of science,

self-efficacy dan personal epistemologis sains kemudian dibagi tiga. Berikut

perhitungannya:

Skor-skor yang didapat dari rumus diatas kemudian diinterpretasi secara deksriptif ke dalam beberapa kategori sesuai dengan adaptasi pengategorian oleh Arikunto (2012) pada Tabel 3.3. Dikarenakan skor untuk Likert-scale setiap soal tidak ada yang 0 (nol) dan skor paling rendah adalah 1 (satu) maka untuk skor akhir batas paling bawahnya adalah skor 20.

Setelah mendapatkan skor dari setiap komponen literasi sains dengan perhitungan yang telah dijelaskan di atas, untuk mendapatkan skor capaian literasi Skor Motivation and Beliefs = Skor value of science + Skor self efficacy + Skor

personal epistemologis sains 3

Skor setiap indikator (N) = Skor yang didapat (S) x 100 Skor maksimal tiap indikator Skor per-indikator (S) = Jumlah skor untuk satu indikator


(27)

34

sains setiap partisipan dan sekolah adalah dengan cara menjumlahkan setiap komponen (role of science, scientific thinking and doing, science society and

media literacy, mathematics in science dan motivation and beliefs) kemudian

dibagi dengan jumlah komponen (yaitu lima). Setelah mendapatkan skor capaian literasi sains kemudian skor diinterpretasi secara deskriptif sesuai dengan interpretasi pada Tabel 3.3. Karena berupa rata-rata, dan penskoran komponen literasi sains pada SLA-D mempunyai skor paling rendah 0 (nol) sedangkan pada SLA-MB skor paling rendahnya adalah 20 maka batas paling bawah dari skor capaian literasi sainsnya adalah empat (4,00). Berikut perhitungan capaian literasi sains dan Interpretasi skor secara deskriptif:

Tabel 3.3 Interpretasi Skor Komponen, Indikator dan Total Literasi Sains

Interpretasi Skor SLA-D Skor SLA-MB

Skor Total Capaian Literasi

Sains

Sangat Tinggi 80,01 – 100,00 80,01 – 100,00 80,01 – 100,00 Tinggi 65,01 – 80,00 65,01 – 80,00 65,01 – 80,00 Sedang 55,01 – 65,00 55,01 – 65,00 55,01 – 65,00 Rendah 40,01 – 55,00 40,01 – 55,00 40,01 – 55,00 Sangat Rendah 0,00 – 40,00 20,00 – 40,00 4,00 – 40,00

Sumber: Adaptasi dari Arikunto (2012). 2. Analisis Statistika Uji Perbedaan Rata-rata

Analisis statistika digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan pada capaian literasi sains siswa laki-laki dan perempuan serta perbedaan capaian literasi sains siswa di sekolah berakreditasi A dengan sekolah berakreditasi B. Dikarenakan hanya membandingkan dua rata-rata yaitu capaian literasi sains siswa laki-laki dan perempuan, juga perbandingan rata-rata sekolah berakreditasi A dan B maka uji statistika yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata. Untuk menentukan rumus dan uji yang digunakan apakah parametrik Skor Motivation and Beliefs = Skor role of science + Skor scientific thinking and

doing + Skor science society and media literacy +

Skor mathematics in science + Skor motivation

and beliefs


(28)

35

dan non parametrik, sebelumnya dilakukan uji nomalitas dan homogenitas data. Berikut penjelasan uji normalitas dan uji homogenitas:

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data yang kita gunakan apakah normal atau tidak. Rumus yang digunakan untuk menguji normalitas adalah (Sudjana, 2005):

Keterangan:

x = batas kelas

̅ = Rata-rata

s = Simpangan baku

χ2

= Normalitas

Oi = Frekuensi pengamatan Ei = Frekuensi yang diharapkan

Setelah χ2 ditemukan kemudian menentukan dk = (k - 3) dengan k adalah banyak

kelasnya. Kemudian melihat ke tabel distribusi normal dengan dk dan α = 0,05,

dengan hipotesis:

H0= data berdistribusi normal dengan ketentuan χ2hitung< χ2tabel (sig.> 0,05) H1= data distribusi tidak normal dengan ketentuan χ2hitung ≥ χ2tabel (sig.< 0,05) Uji normalitas ini diuji dengan menggunakan SPSS dan hasilnya terdapat pada Lampiran 6. Jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal langsung dilanjutkan dengan uji dua rata-rata non parametrik Kruskal-wallis.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan uji yang digunakan untuk menguji kesamaan dua varians atau lebih. Hanya data yang berdistribusi normal yang diuji Homogenitas. Uji homogenitas ini mempunyai hipotesis dan rumus (Sudjana, 2005):

Hipotesis: H0 : H1 :

Rumus:

Uji I  Uji Z= ̅ Uji II χ2 = ∑


(29)

36

Keterangan:

= varians sampel populasi I = varians sampel populasi II F = Homogenitas

Untuk menguji apakah H0 diterima atau datanya homogen adalah dengan persamaan F(1-α)(n1-1) < F < F½α(n1 - 1, n2 - 1). Digunakan SPSS untuk menguji homogenitas dengan hipotesis:

H0 = data berdistribusi normal dengan ketentuan sig.> 0,05 H1= data distribusi tidak normal dengan ketentuan sig.< 0,05

Hasil uji homogenitas terdapat pada Lampiran 6. Data yang homogen kemudian dilanjutkan dengan uji dua rata-rata one way ANOVA.

3. Uji Dua Rata-rata (Parametrik dan Non Parametrik)

Berdasarkan hasil pengujian nomalitas dan homogenitas, data yang berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji dua rata-rata yaitu One

Way ANOVA sedangkan data yang tidak berdistribusi normal dilanjutkan pada uji

non-parametrik Kruskal-Willis. Uji Independen T (One Way ANOVA) mempunyai hipotesis dan rumus (Sudjana, 2005):

Hipotesis: H0 : µ1 = µ2 (tidak ada perbedaan yang signifikan/tidak nyata) H1 : µ1 µ1 (ada perbedaan yang signifikan)

Keterangan:

s2 = simpangan baku s = simpangan

= simpangan baku data populasi I = simpangan baku data populasi II t = Uji Independen T

n1 = jumlah data populasi I n2 = jumlah data populasi II

= rata-rata data populasi I = rata-rata data populasi II

Rumus:

Uji I  s2 =

Uji II 


(30)

37

H0 diterima atau tidak ada perbedaan yang nyata/signifikan antara kedua populasi data yang diuji jika – t1-½α < t < t1-½α dimana t1-½α didapat dari tabel distribusi t dengan dk = (n1 + n2 - 2) dan α = 0,05.

Pada penelitian ini untuk mendapatkan akurasi data yang tepat, pengujian-pengujian di atas diuji dengan menggunakna program SPSS 16.0. Untuk mempermudah interpretasi data dari SPSS untuk uji one way ANOVA dan Kruskal-Wallis hanya dilihat dari nilai sig, dimana H0 diterima jika sig > α dan α = 0,05.

4. Data Hasil Wawancara

Analisis data hasil wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi atau mengungkap faktor-faktor yang melatar-belakangi frekuensi jawaban siswa yang salah pada SLA yang mempengaruhi capaian literasi sains siswa tersebut sehingga wawancara hanya dilakukan kepada siswa saja. Naskah wawancara yang digunakan telah di judgement oleh dua dosen yang ahli dalam bidang asesmen. Sehingga analisis data hasil wawancara berupa deskripsi kecenderungan siswa pada kategori rendah, sedang dan tinggi terhadap pertanyaan yang ditanyakan sebagai bahan pembahasan.

5. Soal yang Dipakai Guru

Data berupa soal-soal yang dipakai guru merupakan data pendukung sebagai bahan pembahasan. Soal-soal tersebut digunakan untuk mencek apakah siswa terbiasa dan sering mengerjakan soal-soal seperti soal-soal yang terdapat pada SLA.


(31)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Capaian literasi sains siswa SMP di kabupaten Sumedang dengan menggunakan instrumen SLA tergolong ke dalam kategori rendah. Capaian rata-rata komponen literasi sains yang tergolong ke dalam kategori tinggi hanya

science motivation and beliefs. Komponen role of science dan science and society

masuk ke dalam capaian kategori rendah dan rata-rata capaian komponen

scientific thinking and doing dan mathematics in science tergolong ke dalam

kategori sangat rendah.

Siswa laki-laki mempunyai capaian literasi sains yang lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan tetapi secara statistik tidak berbeda secara signifikan. Pada tiga komponen literasi sains (role of science, scientific thinking

and doing dan mathematics in science) siswa laki-laki mendapat capaian yang

lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Dua komponen lainnya (science and

society dan science motivation and beliefs) dicapai lebih tinggi oleh siswa

perempuan dibandingkan siswa laki-laki.

Capaian literasi sains siswa di sekolah berakreditasi A lebih tinggi secara signifikan dibandingkan sekolah berakreditasi B. Perbedaan capaian berdasarkan akreditasi sekolah pada setiap komponen juga memperlihatkan bahwa siswa dari sekolah berakreditasi A mempunyai capaian yang lebih besar di empat komponen literasi sains yaitu role of science, science and society, mathematics in science dan

science motivation and beliefs. Komponen scientific thinking and doing

merupakan satu-satunya komponen literasi sains yang capaiannya diungguli oleh sekolah berakreditasi B.

B. Implikasi dan Rekomendasi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan data awal oleh beberapa kalangan terutama pendidik dan orang-orang pembuat kebijakan pendidikan (pemerintah), peneliti dan pengguna hasil penelitian lainnya.


(32)

92

Implikasi dan rekomendasi dari peneliti untuk kalangan-kalangan yang telah disebutkan di atas adalah sebgai berikut:

1. Bagi Pendidik dan Pembuat Kebijakan

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk merancang suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan beberapa indikator literasi sains; b. Sesuai yang telah dibahas pada Bab IV, pembelajaran yang kemungkinan

cocok untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada beberapa indikator adalah pembelajaran IPA yang berbasis pada keterampilan proses sains (KPS); c. Pembelajaran lain yang menyangkut dan berhubungan langsung dengan peningkatan capaian literasi sains adalah pembelajaran yang sifatnya kontekstual atau pembelajaran yang menghadirkan isu-isu sains terkini dan sedang dalam perbincangan dalam masyarakat;

d. Kegiatan pembelajaran IPA sebaiknya tidak meninggalkan pembelajaran yang berbasis laboratorium atau praktikum;

e. Pembuat kebijakan yaitu khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, sebaiknya lebih sadar bahwa kemampuan literasi sains dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan dan visi pembelajaran IPA di sekolah sebagai usaha untuk dapat membentuk generasi “melek sains” yang dapat survive di masa yang

akan datang.

2. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan literasi sains maupun penelitian kegiatan pembelajaran;

b. Instrumen dapat cukup mengukur kemampuan literasi sains yang hasilnya tidak jauh dari tes PISA, sehingga dapat digunakan di daerah lain untuk dapat mendiagnosis kemampuan literasi sains siswanya;

c. Untuk penelitian selanjutnya atau pada tingkatan partisipan yang berbeda, indikator-indikator literasi sains dapat digunakan sebagai bahan acuan membuat dan mengembangkan instrumen tes literasi sains;

d. Untuk mempersempit cakupan, sebaiknya dilakukan penelitian pada topik-topik sains spesifik (misal peredaran darah, gaya, dan lain sebagainya) dan mengukur hanya satu atau dua komponen literasi sainsnya.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y. H. (2010). Analisis Buku Ajar Biologi SMA kelas X di kota Bandung berdasarkan Literasi Sains. [Online]. Diakses dari http://yusuf-hilmi. blogspot.com.

Amri, U., Yennita & Ma’aruf, Z. (2013) Pengembangan instrumen penilaian

literasi sains fisika siswa pada aspek konten, proses dan konteks. Jurusan Pendidikan Fisika: Universitas Riau.

American Association for the Advancement of Science (AAAS). (1989). Science

for All Americans. Washington, D.C.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Bumi Aksara: Jakarta.

Balitbang Kemendikbud. (2011). PISA (Programme for International Students

Assesment). [Online]. Diakses dari

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa.

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The Excercies of Control. New York: Freeman. BAN SMP. (2014). Pedoman Akreditasi: Akreditasi Bermutu Untuk Pendidikan

Bermutu Sekolah/Madrasah. Jakarta: BAN SMP.

Britner, S. L. (2002). Science self-efficacy of African American middle school students: relationship to motivation self-Beliefs, achievement, gender, and gender orientation. (Disertasi). Emory University: Afrika Selatan.

Bybee, R.W. (1997). Achieving Scientific Literacy: From Purposes to Practices. Heinemann: Westport.

Chang, Y., & Yuan, C. (2008). Gender differences in Science achievement, Science self-concept, and Science values. Proceedings of the IRC-2008 TIMSS,

Taiwan.

Dearing, E., Kreider, H., Simpkins, S., & Weiss, H. B. (2006). Family involvement in school and low-income children's literacy: Longitudinal associations between and within families. Journal of Educational Psychology, 98(4), hlm. 653.

DeBoer, G.E. (2000). Scientific literacy: another look at its historical and contemporary meanings and its relationship to science education reform.


(34)

94

Dewi, S.P. (2014). Analisis Pengambilan Keputusan Siswa Kelas VIII SMP dalam

Menyelesaikan Soal-soal Biologi TIMSS di Kota Palembang. (Tesis).

Universitas Pendidikan Indonesia.

Duit, R., & Treagust, D. F. (2003). Conceptual change: a powerful framework for improving science teaching and learning. International Journal of Science

Education, 25(6), hlm. 671-688.

Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A.S. & Nicolich, M. (2014) Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), hlm. 549-580.

Gaffney, J. (2005). The Importance of Scientific Literacy in Modern Culture. [Online]. Diakses dari www4.ncsu.edu/~jdgaffne/scilit.pdf.

Ghufron, M. N. (2009). Hubungan antara Kepercayaan Epistemologi dan Pendekatan Belajar: Studi Metaanalisis. Jurnal Psikologi, 36(2), hlm. 130-143. Hadi, S. & Mulyatingsi, E. (2009). Laporan Penelitian: Model Trend Prestasi

Siswa Berdasarkan Data PISA Tahun 2000, 2003 dan 2006. Balitbang

Depdiknas: Jakarta.

Halpern, D. F. (2004). A cognitive-process taxonomy for sex differences in cognitive abilities. Current Directions in Psychological Science, 13(4), hlm. 135-139.

Holbrook & Rannikmae. (2009) The meaning of scientific literacy. International

Journal of Enviromental and Science Education, 4(3), hlm.275-288.

Holbrook, J. (2011). Enhancing scientific and technological literacy (STL): a major focus for science teaching at school. Journal of Science and

Technological Association. 46(1), hlm. 9-34.

Hofer, B. K. (2008). Personal epistemology and culture (hlm. 3-22). Springer Netherlands.

Hofer, B.K. & Pintrich, P. R. (1997). The development of epistemological theories: Beliefs about knowledge and knowing and their relation to learning.

Review of Educational Research, 67(1), hlm. 88-140.

Hurd, P.D. (1958). Science literacy: Its meaning for American schools.

Educational Leadership, 16(1), hlm. 13-16.

Hyde, J.S. & Linn, M.C. (2006). Gender similarites in mathematics and science.

Education Forum, 324(1), hlm. 599-600.

Jarman, R., & McClune, B. (2007). Developing Scientific Literacy: Using News

Media In The Classroom: Using News Media in the Classroom. McGraw-Hill


(35)

95

Kıran, D., &Sungur, S. (2012). Middle school students’ science self-efficacy and

its sources: Examination of gender difference. Journal of Science Education

and Technology, 21(5), hlm. 619-630.

Laugksch, R. (1999). Scientific literacy: a conceptual overview. Science

Education, 84(1), hlm. 71-94.

Liliasari. (2011). Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa

Melalui Pembelajaran, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional

UNNES 2011. [Online]. Diakses dari

liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Semnas-UNNES-2011.Liliasari. pdf.

Lin, Hong & Huang. (2011) The role of emotional factors in building public scientific literacy and engagement with science. International Journal of

Science Education, 34(1), hlm.1-18.

Lukman. (2013). (2013, 5 Desember). Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci.

Kompas, hlm.6.

Magolda, M. B. (2004). Evolution of a constructivist conceptualization of epistemological reflection. Educational Psychologist, 39(1), hlm. 31-42. Marsh, H. W. (1987). Students' evaluations of university teaching: Research

findings, methodological issues, and directions for future research.

International journal of educational research, 11(3), hlm. 253-388.

Miller, J.D. (1998). The measurement of civic scientific literacy. Public

Understanding of Science, 7(3), hlm. 203-223.

Mudzakir, A. (2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovasi Pembelajaran Kimia di Jerman). Makalah pada Seminar Pendidikan Kimia II Jurdik Kimia UPI: Bandung.

Munger, F. (2009). Student Achievement on International Assesments:

Perspektives on Indonesian Student’s Performance. Makalah Seminar Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Puspendik Depdiknas: Jakarta.

National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

National Science Teachers Association (NSTA). (1991). Position Statement. Author: Washington DC.

Norris, S.P. & Phillips, L.M. (2003). How literacy in its fundamental sense is central to scientific literacy. Science Education, 87(2), hlm. 224-240.

OECD. (2007). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow World: Volume I


(36)

96

OECD. (2010). PISA 2009 Results: Overcoming Social Background. Equality in

Learning Opportunites and Outcomes. OECD Publishing.

OECD. (2013). PISA 2012 Assesment and Analytical Framework: Mathematics,

Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. OECD Publishing.

OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-Years-Old and What They

Can Do With What They Know. OECD Publishing.

Osborne, J., Simon, S., & Tytler, R. (2009, April). Attitudes towards science: An update. Pada Annual Meeting of the American Educational Research

Association, San Diego, California, April. 13(-), hlm. 17.

Ozgelen, S. (2012). Students’ science process skills within a cognitive domain

framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology

Education, 8(4), hlm. 283-292.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran

Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantutatif: Untuk Psikologi dan

Pendidikan. Surakarta: Pustaka Pelajar.

Ravitch, D. (1983). The troubled crusade: American education, 1945-1980. Basic Books: Google.

Rohayati, T. (2013). Pengaruh pembelajaran interactive demonstration terhadap

peningkatan literasi sains dan sikap ilmiah siswa smp pada materi transfortasi pada tumbuhan. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung.

Rustaman, N.Y. (2003). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003. [Online].

Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/SPS/

PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032-NURYANI_RUSTAMAN/ MAKALAH_LITSAINS_2003_sep,06.pdf.

Shamos, M.H. (1995). The Myth of Scientific Literacy. Rutgers University Press. Suciati, Resty, Ita, Itang, Nanang, E., Melkha, Prima & Reni. (2011). Identifikasi

kemampuan siswa dalam pembelajaran biologi ditinjau dari aspek-aspek literasi sains. Program Studi Magister Pendidikan Sains: FKIP UNS.

Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi 6. Penerbit Tarsito: Bandung.

Supari, S.F. (2014). Pengaruh AEC Terhadap Kondisi Pendidikan Indonesia.

Seminar Pendidikan Nasional. Bandung: UPI.

Sukarno, A. P., & Hamidah, I. (2013). Science Teacher Understanding to Science Process Skills and Implications for Science Learning at Junior High School (Case Study in Jambi).


(37)

97

Toharudin, U., Hendrawati, S. & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Humaniora: Bandung.

Turner, S. (2008). School science and its controversies; or, whatever happened to scientific literacy?. Public Understanding of Science, 17(1), hlm. 55-72.


(1)

92

Implikasi dan rekomendasi dari peneliti untuk kalangan-kalangan yang telah disebutkan di atas adalah sebgai berikut:

1. Bagi Pendidik dan Pembuat Kebijakan

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk merancang suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan beberapa indikator literasi sains; b. Sesuai yang telah dibahas pada Bab IV, pembelajaran yang kemungkinan

cocok untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada beberapa indikator adalah pembelajaran IPA yang berbasis pada keterampilan proses sains (KPS); c. Pembelajaran lain yang menyangkut dan berhubungan langsung dengan peningkatan capaian literasi sains adalah pembelajaran yang sifatnya kontekstual atau pembelajaran yang menghadirkan isu-isu sains terkini dan sedang dalam perbincangan dalam masyarakat;

d. Kegiatan pembelajaran IPA sebaiknya tidak meninggalkan pembelajaran yang berbasis laboratorium atau praktikum;

e. Pembuat kebijakan yaitu khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, sebaiknya lebih sadar bahwa kemampuan literasi sains dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan dan visi pembelajaran IPA di sekolah sebagai usaha untuk dapat membentuk generasi “melek sains” yang dapat survive di masa yang

akan datang. 2. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan literasi sains maupun penelitian kegiatan pembelajaran;

b. Instrumen dapat cukup mengukur kemampuan literasi sains yang hasilnya tidak jauh dari tes PISA, sehingga dapat digunakan di daerah lain untuk dapat mendiagnosis kemampuan literasi sains siswanya;

c. Untuk penelitian selanjutnya atau pada tingkatan partisipan yang berbeda, indikator-indikator literasi sains dapat digunakan sebagai bahan acuan membuat dan mengembangkan instrumen tes literasi sains;

d. Untuk mempersempit cakupan, sebaiknya dilakukan penelitian pada topik-topik sains spesifik (misal peredaran darah, gaya, dan lain sebagainya) dan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y. H. (2010). Analisis Buku Ajar Biologi SMA kelas X di kota Bandung berdasarkan Literasi Sains. [Online]. Diakses dari http://yusuf-hilmi. blogspot.com.

Amri, U., Yennita & Ma’aruf, Z. (2013) Pengembangan instrumen penilaian literasi sains fisika siswa pada aspek konten, proses dan konteks. Jurusan Pendidikan Fisika: Universitas Riau.

American Association for the Advancement of Science (AAAS). (1989). Science

for All Americans. Washington, D.C.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Bumi Aksara: Jakarta.

Balitbang Kemendikbud. (2011). PISA (Programme for International Students

Assesment). [Online]. Diakses dari

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa.

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The Excercies of Control. New York: Freeman. BAN SMP. (2014). Pedoman Akreditasi: Akreditasi Bermutu Untuk Pendidikan

Bermutu Sekolah/Madrasah. Jakarta: BAN SMP.

Britner, S. L. (2002). Science self-efficacy of African American middle school students: relationship to motivation self-Beliefs, achievement, gender, and gender orientation. (Disertasi). Emory University: Afrika Selatan.

Bybee, R.W. (1997). Achieving Scientific Literacy: From Purposes to Practices. Heinemann: Westport.

Chang, Y., & Yuan, C. (2008). Gender differences in Science achievement, Science self-concept, and Science values. Proceedings of the IRC-2008 TIMSS,

Taiwan.

Dearing, E., Kreider, H., Simpkins, S., & Weiss, H. B. (2006). Family involvement in school and low-income children's literacy: Longitudinal associations between and within families. Journal of Educational Psychology, 98(4), hlm. 653.

DeBoer, G.E. (2000). Scientific literacy: another look at its historical and contemporary meanings and its relationship to science education reform.


(3)

94

Dewi, S.P. (2014). Analisis Pengambilan Keputusan Siswa Kelas VIII SMP dalam

Menyelesaikan Soal-soal Biologi TIMSS di Kota Palembang. (Tesis).

Universitas Pendidikan Indonesia.

Duit, R., & Treagust, D. F. (2003). Conceptual change: a powerful framework for improving science teaching and learning. International Journal of Science

Education, 25(6), hlm. 671-688.

Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A.S. & Nicolich, M. (2014) Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), hlm. 549-580.

Gaffney, J. (2005). The Importance of Scientific Literacy in Modern Culture. [Online]. Diakses dari www4.ncsu.edu/~jdgaffne/scilit.pdf.

Ghufron, M. N. (2009). Hubungan antara Kepercayaan Epistemologi dan Pendekatan Belajar: Studi Metaanalisis. Jurnal Psikologi, 36(2), hlm. 130-143. Hadi, S. & Mulyatingsi, E. (2009). Laporan Penelitian: Model Trend Prestasi

Siswa Berdasarkan Data PISA Tahun 2000, 2003 dan 2006. Balitbang

Depdiknas: Jakarta.

Halpern, D. F. (2004). A cognitive-process taxonomy for sex differences in cognitive abilities. Current Directions in Psychological Science, 13(4), hlm. 135-139.

Holbrook & Rannikmae. (2009) The meaning of scientific literacy. International

Journal of Enviromental and Science Education, 4(3), hlm.275-288.

Holbrook, J. (2011). Enhancing scientific and technological literacy (STL): a major focus for science teaching at school. Journal of Science and

Technological Association. 46(1), hlm. 9-34.

Hofer, B. K. (2008). Personal epistemology and culture (hlm. 3-22). Springer Netherlands.

Hofer, B.K. & Pintrich, P. R. (1997). The development of epistemological theories: Beliefs about knowledge and knowing and their relation to learning.

Review of Educational Research, 67(1), hlm. 88-140.

Hurd, P.D. (1958). Science literacy: Its meaning for American schools.

Educational Leadership, 16(1), hlm. 13-16.

Hyde, J.S. & Linn, M.C. (2006). Gender similarites in mathematics and science.

Education Forum, 324(1), hlm. 599-600.

Jarman, R., & McClune, B. (2007). Developing Scientific Literacy: Using News

Media In The Classroom: Using News Media in the Classroom. McGraw-Hill


(4)

Kıran, D., &Sungur, S. (2012). Middle school students’ science self-efficacy and its sources: Examination of gender difference. Journal of Science Education

and Technology, 21(5), hlm. 619-630.

Laugksch, R. (1999). Scientific literacy: a conceptual overview. Science

Education, 84(1), hlm. 71-94.

Liliasari. (2011). Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa

Melalui Pembelajaran, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional

UNNES 2011. [Online]. Diakses dari

liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Semnas-UNNES-2011.Liliasari. pdf.

Lin, Hong & Huang. (2011) The role of emotional factors in building public scientific literacy and engagement with science. International Journal of

Science Education, 34(1), hlm.1-18.

Lukman. (2013). (2013, 5 Desember). Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci.

Kompas, hlm.6.

Magolda, M. B. (2004). Evolution of a constructivist conceptualization of epistemological reflection. Educational Psychologist, 39(1), hlm. 31-42. Marsh, H. W. (1987). Students' evaluations of university teaching: Research

findings, methodological issues, and directions for future research.

International journal of educational research, 11(3), hlm. 253-388.

Miller, J.D. (1998). The measurement of civic scientific literacy. Public

Understanding of Science, 7(3), hlm. 203-223.

Mudzakir, A. (2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovasi Pembelajaran Kimia di Jerman). Makalah pada Seminar Pendidikan Kimia II Jurdik Kimia UPI: Bandung.

Munger, F. (2009). Student Achievement on International Assesments:

Perspektives on Indonesian Student’s Performance. Makalah Seminar Mutu

Pendidikan Dasar dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik. Puspendik Depdiknas: Jakarta.

National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.

National Science Teachers Association (NSTA). (1991). Position Statement. Author: Washington DC.

Norris, S.P. & Phillips, L.M. (2003). How literacy in its fundamental sense is central to scientific literacy. Science Education, 87(2), hlm. 224-240.

OECD. (2007). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow World: Volume I


(5)

96

OECD. (2010). PISA 2009 Results: Overcoming Social Background. Equality in

Learning Opportunites and Outcomes. OECD Publishing.

OECD. (2013). PISA 2012 Assesment and Analytical Framework: Mathematics,

Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. OECD Publishing.

OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-Years-Old and What They

Can Do With What They Know. OECD Publishing.

Osborne, J., Simon, S., & Tytler, R. (2009, April). Attitudes towards science: An update. Pada Annual Meeting of the American Educational Research

Association, San Diego, California, April. 13(-), hlm. 17.

Ozgelen, S. (2012). Students’ science process skills within a cognitive domain framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology

Education, 8(4), hlm. 283-292.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran

Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantutatif: Untuk Psikologi dan

Pendidikan. Surakarta: Pustaka Pelajar.

Ravitch, D. (1983). The troubled crusade: American education, 1945-1980. Basic Books: Google.

Rohayati, T. (2013). Pengaruh pembelajaran interactive demonstration terhadap

peningkatan literasi sains dan sikap ilmiah siswa smp pada materi transfortasi pada tumbuhan. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung.

Rustaman, N.Y. (2003). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003. [Online].

Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/SPS/

PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032-NURYANI_RUSTAMAN/ MAKALAH_LITSAINS_2003_sep,06.pdf.

Shamos, M.H. (1995). The Myth of Scientific Literacy. Rutgers University Press. Suciati, Resty, Ita, Itang, Nanang, E., Melkha, Prima & Reni. (2011). Identifikasi

kemampuan siswa dalam pembelajaran biologi ditinjau dari aspek-aspek literasi sains. Program Studi Magister Pendidikan Sains: FKIP UNS.

Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi 6. Penerbit Tarsito: Bandung.

Supari, S.F. (2014). Pengaruh AEC Terhadap Kondisi Pendidikan Indonesia.

Seminar Pendidikan Nasional. Bandung: UPI.

Sukarno, A. P., & Hamidah, I. (2013). Science Teacher Understanding to Science Process Skills and Implications for Science Learning at Junior High School (Case Study in Jambi).


(6)

Toharudin, U., Hendrawati, S. & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Humaniora: Bandung.

Turner, S. (2008). School science and its controversies; or, whatever happened to scientific literacy?. Public Understanding of Science, 17(1), hlm. 55-72.