HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TENTANG PRAKTIK KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN DALAM MENGEMBANGKAN ORGANISASI PEMBELAJAR DENGAN OPTIMISME AKADEMIK GURU DI KOTA PANGKAL PINANG.

(1)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Asumsi Penelitian ... 13

F. Hipotesis Penelitian ... 14

G. Penjelasan Istilah ... 14


(2)

ii BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS ... 18

A. Optimisme Akademik Guru ... 18

B. Mutu, Sistem Mutu, dan Sistem Manajemen Mutu Persekolahan ... 41

C. Penjaminan Mutu Pendidikan ... 47

D. Kepemimpinan dan Manajemen ... 49

E. Teori Organisasi Pembelajar ... 51

F. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Optimisme Akademik Guru ... 60

G. Hubungan antara Manajemen dengan Optimisme Akademik Guru ... 63

H. Hubungan antara Konteks dengan Optimisme Akademik Guru ... 66

BAB III METODE PENELITIAN ... 71

A. Desain Lokasi dan Sampel Penelitian ... 71

B. Definisi Operasional... 73

C. Instrumen Penelitian... 75

D. Proses Pengembangan Intrumen ... 78

E. Teknik Pengumpulan Data dan Rasionalnya ... 84

F. Pendekatan yang Digunakan ... 87


(3)

iii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 91

A. Analisis Hasil Penelitian ... 91

B. Pembahasan ... 150

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 168

A. Kesimpulan ... 168

B. Implikasi ... 171


(4)

iv DAFTAR TABEL

halaman Tabel 2.1 Model Dimensi dan Karakteristik

Sistem Mutu Sekolah Cuttance ... 45

Tabel 2.2 Perbedaan Aktivitas dan Fungsi antara Manajemen dan Kepemimpinan ... 50

Tabel 3.1 Sebaran Guru Matematika dan IPA di Kota Pangkal Pinang 72

Tabel 3.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 83

Tabel 3.3 Sampel Penelitian ... 84

Tabel 4.1 Demografik Guru ... 91

Tabel 4.2 Jenis Kelamin, Sertifikasi, Usia, dan Masa Kerja Guru IPA . 93 Tabel 4.3 Jenis Kelamin, Sertifikasi, Pendidikan, Fakultas, dan Jurusan Guru IPA ... 94

Tabel 4.4 Jenis Kelamin, Sertifikasi, Usia, dan Masa Kerja Guru Matematika ... 95

Tabel 4.5 Jenis Kelamin, Sertifikasi, Pendidikan, Fakultas, dan Jurusan Guru Matematika ... 96

Tabel 4.6 Rentang dan Rata-rata Ukuran Sekolah ... 96

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Variabel Konteks Bagian I ... 97

Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Variabel Konteks Bagian II ... 98

Tabel 4.9 Weighted Means Scored Variabel X1 ... 101

Tabel 4.10 Weighted Means Scored Variabel X1 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 102

Tabel 4.11 Weighted Means Scored Variabel X1 Berdasarkan Masa Kerja ... 102


(5)

v

Tabel 4.12 Weighted Means Scored Variabel X1 Berdasarkan Usia ... 103

Tabel 4.13 Weighted Means Scored Variabel X2 ... 105

Tabel 4.14 Weighted Means Scored Variabel X2 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 106

Tabel 4.15 Weighted Means Scored Variabel X2 Berdasarkan Masa Kerja ... 107

Tabel 4.16 Weighted Means Scored Variabel X2 Berdasarkan Usia ... 108

Tabel 4.17 Weighted Means Scored Variabel Optimisme Akademik Kategori Mata Pelajaran ... 110

Tabel 4.18 Weighted Means Scored Variabel Optimisme Akademik Kategori Sertifikasi ... 110

Tabel 4.19 Weighted Means Scored Variabel Optimisme Akademik Kategori Jenis Kelamin ... 111

Tabel 4.20 Sebaran Skor Kepemimpinan ... 113

Tabel 4.21 Sebaran Skor Manajemen ... 114

Tabel 4.22 Sebaran Skor Optimisme Akademik Guru ... 116

Tabel 4.23 Uji Normalitas Varabel X1, X2, X3, dan Y ... 120

Tabel 4.24 Uji Linieritas Variabel X1, X2, X3 terhadap Y ... 122

Tabel 4.25 Rangkuman Regresi Antara Variabel X1X2 dan X3 dengan Y dengan Metode Backward ... 126

Tabel 4.26 Statistik Kollinieritas Variabel X1, X2, X3 (Umur Sekolah, Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 125

Tabel 4.27 Ringkasan Data Residual Variabel X1X2 dan X3 (Umur Sekolah, Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 129

Tabel 4.28 ANOVA dengan Metode Backward I ... 129

Tabel 4.29 Rangkuman Koefisien Antara Variabel Variabel X1, X2, X3 dengan Y ... 131 Tabel 4.30 Rangkuman Regresi Antara Variabel X1 dan X3 dengan Y


(6)

vi dengan Metode Backward ... 134 Tabel 4.31 Statistik Kollinieritas Variabel X1 dan X3 (Umur Sekolah,

Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 135 Tabel 4.32 Ringkasan Data Residual Variabel X1 dan X3 (Umur

Sekolah, Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 137 Tabel 4.33 ANOVA dengan Metode Backward II ... 137 Tabel 4.34 Rangkuman Koefisien Antara Variabel Variabel X1 dan X3

dengan Y ... 139 Tabel 4.35 Rangkuman Regresi Antara Variabel X2 dan X3 dengan Y

dengan Metode Backward ... 141 Tabel 4.36 Statistik Kollinieritas Variabel X2 dan X3 (Umur Sekolah,

Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 143 Tabel 4.37 Ringkasan Data Residual Variabel X2 dan X3 (Umur Sekolah,

Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) ... 144 Tabel 4.38 ANOVA dengan Metode Backward III ... 145 Tabel 4.39 Rangkuman Koefisien Antara Variabel Variabel X2 dan X3

dengan Y ... 147 Tabel 4.40 Perbandingan Residu Tiap Model ... 149


(7)

vii DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian ... 8

Gambar 4.1. Histogram WMA Variabel X1 ... 104

Gambar 4.2. Histogram WMA Variabel X2 ... 109

Gambar 4.3. Histogram WMA Variabel Y ... 112

Gambar 4.4. Kurva Sebaran Skor Variabel X1 ... 114

Gambar 4.5. Kurva Sebaran Skor Variabel X2 ... 115

Gambar 4.6. Kurva Sebaran Skor Variabel Y ... 116

Gambar 4.7. Linieritas Variabel X1, X2, dan X3 (Umur Sekolah, Jumlah Guru, dan Jumlah Tenaga) terhadap Optimisme Akademik Guru ... 128 Gambar 4.8. Linieritas Variabel X1 dan X3 (Umur Sekolah, Jumlah Guru,

dan Jumlah Tenaga) terhadap Optimisme Akademik Guru 136 Gambar 4.9. Linieritas Variabel X2 dan X3 (Umur Sekolah, Jumlah Guru,


(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 184

Lampiran 2. Instrumen Penelitian... 187

Lampiran 3. Validitas Instrumen ... 201

Lampiran 4. Tabulasi Data Variabel ... 207

Lampiran 5. Rata-rata Skor Variabel ... 215

Lampiran 6. Transformasi Data Ordinal ke Interval Variabel Optimisme Akademik Guru (Y) ... 229


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laporan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan Indonesia yang dilakukan oleh lembaga internasional OECD mengindikasikan rendahnya optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2009 yang dipublikasikan pada tanggal 6 Desember 2010, peserta didik Indonesia berusia 15 tahun memperoleh nilai dibawah rata-rata OECD 494, yaitu nilai literasi membaca adalah 402 poin yang naik 9 poin dari PISA 2006, nilai literasi matematika adalah 371 poin yang turun signifikan 20 poin dari PISA 2006, nilai literasi sains adalah 383 poin yang juga turun 10 poin dari PISA 2006 (OECD, 2007; OECD, 2010). Nilai-nilai ini jauh dari target Indonesia di tahun 2010, yakni: nilai 410 poin baik untuk literasi matematika dan literasi sains (Kemdiknas, 2010a).

Coleman et al. (1966:22) berpendapat bahwa sekolah hanya memiliki efek yang dapat diabaikan dalam hasil belajar peserta didik dan banyak variasi dalam pembelajaran peserta didik merupakan hasil dari perbedaan latar belakang keluarga. Faktor sosial ekonomi sangat berpengaruh dalam membentuk prestasi peserta didik. Tapi Coleman tidak seutuhnya benar. Ada beberapa karakteristik sekolah yang secara konsisten memprediksikan pencapaian hasil belajar peserta didik bahkan setelah mengontrol faktor sosial ekonomi. Setidaknya sudah ada tiga


(10)

sifat organisasi berdasarkan penelitian yang nampaknya membuat perbedaan dalam pencapaian hasil belajar peserta didik, yakni: tekanan akademik sekolah, efficacy kolektif dari staf sekolah, dan kepercayaan (trust) staf sekolah terhadap orang tua dan peserta didik (Hoy, Tarter, dan Woolfolk Hoy, 2006) yang disebut optimisme akademik guru.

Oleh karena itu, penurunan hasil pengukuran PISA merupakan dampak rendahnya optimisme akademik guru. Pastinya hal itu juga merupakan gambaran apa yang terjadi di Kota Pangkal Pinang. Memburuknya hasil PISA juga merupakan gambaran ketidakmampuan sekolah sebagai organisasi pembelajar. Sekolah-sekolah di kota Pangkal Pinang tidak berhasil untuk memperoleh, menerapkan, mendiseminasikan, dan menyimpan pengetahuan yang diperoleh oleh para gurunya. Miskinnya pengetahuan yang dimiliki sekolah membuat para guru tidak mampu untuk mengembangkan potensi mereka untuk membelajarkan peserta didik dan pada akhirnya menjadi sumber utama penurunan mutu

Kajian yang dilakukan oleh Sumintono (2007 dalam Shoraku, 2008) di Lombok menunjukkan dominasi kepala sekolah dalam informasi mengenai pengelolaan sekolah dan komunikasi dengan komite sekolah. Oleh karenanya guru tidak mempunyai pemahaman yang cukup mengenai bagaimana tanggung jawab dan peran mereka dalam hal dipimpin dan dikelola, jarang sekali menghadiri pertemuan komite, dan mempunyai sedikit informasi mengenai program sekolah. Hal itu memberikan dampak negatif pada motivasi untuk mengajar di dalam kelas dan pada akhirnya tidak mempengaruhi hasil belajar


(11)

peserta didik. Apa yang terjadi di Lombok juga merupakan apa yang peneliti amati selama bertugas di Kota Pangkal Pinang.

Peran guru dalam peningkatan sekolah mutlak diperlukan. Pengetahuan guru adalah salah satu sumber peningkatan sekolah. Kemampuan guru merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan keputusan sekolah selain peserta didik sebagai pelanggan eksternal terdekat sekolah. Keputusan terpenting yang dibuat sekolah adalah visi sekolah. Visi harus menjadi milik seluruh warga sekolah termasuk pelanggan eksternal terdekatnya. Pengembangan kapasitas (keterampilan dan pengetahuan) guru dalam mengelola kelas harus terus dikembangkan untuk menghasilkan kesempatan belajar yang sebesar-besarnya bagi peserta didik. Mereka perlu untuk saling berbagi pengetahuan dengan koleganya, akademisi, pemerhati pendidikan, administrator kependidikan dan pemangku kepentingan lainnya. Keberhasilan guru dalam pengembangan profesional menjadi pengetahuan sekolah yang melekat dalam kurikulum, program dan prosedur yang ada disekolah. Hal inilah yang harus dibangun di Kota Pangkal Pinang untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

Peran sentral kepala sekolah selaku pemimpin dan manager sekolah dapat meningkatkan optimisme akademik para guru melalui praktik kepemimpinan dan manajemen yang efektif bagi terciptanya organisasi pembelajar. Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia telah menetapkan satu dari dimensi kompetensi kepala sekolah, yaitu manajerial. Salah satu kompetensi dari dimensi kompetensi ini menghendaki kepala sekolah mengelola perubahan dan pengembangan


(12)

sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif (Kemdiknas, 2007a). Untuk menjadi organisasi pembelajar yang efektif diperlukan evaluasi kinerja pendidikan. Evaluasi internal dan eksternal merupakan jantung pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan (Pemerintah Republik Indonesia, 2005). Fungsi pemantauan dan evaluasi oleh satuan pendidikan sendiri adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pada satuan pendidikan yang bersangkutan secara berkala, yang hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja (Kemdiknas, 2010a).

Pemantauan dan evaluasi ekternal dapat dilakukan oleh pemerintah, BSNP, LPMP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten dan kota, cabang dinas pendidikan kecamatan, dan satuan pendidikan. Sementara itu, pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) adalah (1) untuk mendapatkan pemetaan capaian standar nasional yang dijadikan dasar dalam mengembangkan model intervensi, (2) untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga mencapai standar nasional serta (3) membantu BAN-SM, BAN-PNF, dan BAN-PT dalam mengakreditasi satuan pendidikan. Sebagai seorang staf LPMP, peneliti merasa terpanggil untuk dapat melaksanakan evaluasi ekternal secara profesional terkait masalah organisasi pembelajar dan optimisme akademik khususnya pada guru mata pelajaran Matematika dan IPA.

B. Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini adalah untuk memetakan pelaksanaan organisasi pembelajar pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam meningkatkan optimisme akademik guru Matematika dan IPA di Kota


(13)

Pangkal Pinang. Pemetaan ini ditujukan sebagai bagian dari evaluasi ekternal yang dibangkitkan melalui persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah beserta wakilnya.

Organisasi pembelajar didefinisikan sebagai suatu penambahan kapasitas kolektif dari anggota organisasi untuk menyelesaikan dengan lebih baik tujuan sekolah dengan berinovasi (Leithwood, Jantzi, dan Steinbach, 1999:37). Tinjauan khusus yang diberikan melalui realisasi memperlihatkan produktivitas kinerja dalam organisasi kependidikan dilakukan oleh para profesional yang sangat terlatih dengan tingkat otonomi yang tinggi pula. Organisasi pembelajar kependidikan dapat dipelajari secara spesifik dengan menganalisis proses evaluasi dan monitoring sekolah dan pembangunan staf sekolah dalam arti cara menentukan kebutuhan pembinaan dan cara sekolah mengorganisasikan pembinaan stafnya (Creemers dan Reezigt, 2005:365).

Kepala sekolah dan wakilnya memiliki peran strategis dalam melakukan perubahan di sekolah. Pada SMP/MTs setidaknya ada 1 orang wakil kepala sekolah (Kemdiknas, 2007b). Sebagian besar SMP/MTs di kota Pangkal Pinang bahkan telah memiliki lebih dari satu orang wakil kepala sekolah. Kepala sekolah beserta wakilnya melakukan praktik kepemimpinan dan manajemen secara terencana maupun secara spontan setiap harinya yang dapat menghambat, mempercepat atau menghentikan sama sekali perubahan di sekolah. Sejak 17 April 2007, kepala sekolah telah ditetapkan menjadi agen yang mengelola sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif. Praktik itu tentu saja tercakup dalam peran kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer di sekolah yang tentunya


(14)

juga dibantu oleh wakilnya (Kemdiknas, 2007a). Persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah merupakan variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini.

Praktik yang telah berjalan selama ini telah berhasil menimbulkan persepsi para guru tentang arti penting praktik tersebut dalam mengembangkan sekolah mereka menjadi organisasi pembelajar. Penelitian ini akan mengkaji sejauhmanakah persepsi pada praktik tersebut memberikan kebermanfaatan bagi pengembangan sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif. Atau malah sebaliknya, praktik yang dilakukan selama ini telah bertolak belakang dengan peran kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sebagai agen perubahan inti sekolah. Dengan kata lain mereka telah melakukan apa yang disebut oleh Argyris (1993) sebagai “defensive routine” yang menghambat perubahan sekolah. Tentu saja praktik itu tidak boleh berlanjut dan harus didentifikasikan sedini mungkin untuk menghindari terhentinya pengembangan kapasitas para guru di dalam sekolah itu.

Keberhasilan kepala sekolah dan wakilnya dalam mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar dapat dilihat dari kapasitas guru yang ada di dalam sekolah itu. Penelitian ini akan menginvestigasi sejauhmanakah persepsi tentang praktik kepemimpinan dan manjemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar di SMP/MTs pada Kota Pangkal Pinang telah berhasil meningkatkan optimisme akademik gurunya. Kapasitas para guru pada penelitian ini merupakan apa yang disebut oleh Hoy, Tarter, dan Woolfolk Hoy (2006) sebagai optimisme akademik. Optimisme akademik sendiri terdiri atas tiga bagian komponen penting


(15)

yang telah diketahui secara jelas dan konsisten dalam memprediksikan pencapaian hasil belajar peserta didik ketika status sosial ekonomi dan pencapaian hasil belajar siswa sebelumnya terkontrol. Ketiga bentuk keyakinan guru yang saling berkaitan satu sama lain adalah (1) efficacy kolektif guru, (2) kepercayaan, dan (3) penekanan akademik. Ketiga dimensi optimisme akademik ini merupakan variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini.

Efficacy guru memperlihatkan kemampuan guru untuk membawakan pembelajaran bagi peserta didik. Teori sosial kognitif yang diajukan oleh Albert Bandura pada tahun 1986 (Bandura, 1993) telah digunakan secara luas baik itu dalam dunia pendidikan untuk mengukur kemampuan seorang guru dalam mengajar. Organisasi pembelajar sendiri merupakan suatu upaya untuk meningkatkan efficacy kolektif guru di dalam suatu sekolah.

Kepercayaan merupakan inti dari peningkatan sekolah. Sekolah akan menjadi organisasi pembelajar apabila guru membuka dirinya untuk dapat dipengaruhi oleh guru lainnya, kepala sekolah dan wakilnya, orang tua, maupun oleh agen yang berasal dari luar sekolah. Praktik kepemimpinan dan manajemen dalam mengembangkan organisasi pembelajar mendorong adanya evaluasi diri dan peningkatan kemampuan profesional guru yang sejatinya hanya akan dapat terlaksana apabila guru mempercayai rekan kerjanya.

Tekanan akademik merupakan sejauh mana sekolah diarahkan oleh kepala sekolah dan wakilnya untuk mencapai hasil akademik dengan mutu terbaik. Dengan demikian, tekanan akademik merupakan suatu bentuk perilaku guru yang berhubungan dengan keinginan untuk perubahan. Untuk melihat lebih jauh


(16)

Persepsi guru tentang Praktik Kepemimpinan Pengembangan Organisasi

Pembelajar (X1)

Persepsi guru tentang Praktik Manajemen Pengembangan Organisasi

Pembelajar (X2)

Variabel Konteks (X3)

Optimisme Akademik Guru (Y)

tentang kesiapan para guru dalam mengikuti perubahan, maka penelitian ini menggunakan adaptasi optimisme akademik versi Hoy, Tarter, dan Woolfolk Hoy (2006) dengan menggantikan tekanan akademik dengan organizational citizenship behavior (OCB)/perilaku kewargaorganisasian. Penggantian ini tidak berdasarkan pada keberatan atas nilai tekanan akademik namun pada dasarnya keduanya memiliki kesamaan sebagai suatu bentuk perilaku terhadap perubahan. Alasannya adalah kesuksesan perubahan dalam sekolah tergantung pada kebersediaan guru untuk terlibat berkerja sebagai sebuah tim bersama koleganya di luar kegiatan belajar-mengajar. Pengukuran perilaku kewargaorganisasian bertujuan untuk menangkap kesediaan itu. Perilaku kewargaorganisasian dikemukakan oleh Smith, Organ, dan Near (1983 dalam Podsakoff et al., 2000) yang menyatakan kebersediaan anggota organisasi untuk melakukan sesuatu diluar dari tugas pokok mereka namun berguna bagi efektivitas organisasi.

Secara lebih sistematis, hubungan antara variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:


(17)

Dari korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat tesebut diturunkanlah beberapa pertanyaan yang diinvestigasi pada penelitian ini. Masalah yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

(1) Sejauhmanakah persepsi guru tentang praktik kepemimpinan SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar berhubungan dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang?;

(2) Sejauhmanakah persepsi guru tentang praktik manajemen SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar berhubungan dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang?;

(3) Sejauhmanakah persepsi guru tentang praktik manajemen dan kepemimpinan SMP/MTs secara bersama-sama berhubungan dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang?;

(4) Sejauhmanakah variabel konteks berhubungan dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkonseptualisasikan praktik manajemen dan kepemimpinan SMP/MTs yang efektif dalam mengembangkan organisasi pembelajar sehingga dapat menumbuhkembangkan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui hubungan antara persepsi guru mengenai praktik

kepemimpinan SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang;


(18)

(2) Untuk mengetahui hubungan antara persepsi guru mengenai praktik manajemen SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang;

(3) Untuk mengetahui hubungan antara persepsi guru mengenai praktik kepemimpinan dan manajemen SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar yang secara bersama-sama efektif dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang;

(4) Untuk mengetahui hubungan antara variabel konteks dengan optimisme akademik guru di Kota Pangkal Pinang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian organisasi pembelajar dalam dunia kependidikan Indonesia masih jarang ditemui, sementara penelitian yang mengangkat masalah optimisme akademik guru belum pernah dilakukan. Istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini masih jarang diketahui oleh pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi dan praktisi. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

a. Manfaat akademis penelitian ini adalah

• Memperkaya kajian akademis tentang organisasi pembelajar dan optimisme akademik guru di Indonesia;

• Menjadi bahan penyusunan naskah akademis bagi pembuatan kebijakan tentang organisasi pembelajar dan optimisme akademik guru di Indonesia;


(19)

• Sebagai sumber referensi bagi penelitian tentang organisasi pembelajar dan optimisme akademik guru;

• Merekomendasikan penelitian yang perlu untuk dilakukan pada masa yang akan datang tentang organisasi pembelajar dan optimisme akademik guru. b. Manfaat praktis penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai pihak, beberapa

diantaranya adalah

1. LPMP Babel, Pemerintah Provinsi Babel, Kota Pangkal Pinang, dan Penyelengara Satuan Pendidikan Formal Masyarakat di Kota Pangkal Pinang

• Sebagai evaluasi pelaksanaan kepemimpinan dan manajemen sekolah untuk mendukung organisasi pembelajar jenjang SMP/MTs;

• Sebagai evaluasi kemampuan guru Matematika dan IPA dalam melakukan tugasnya sehari-hari;

• Sebagai informasi bagi penyusunan kebijakan dan program pemberian pemberian fasilitasi, saran, arahan, bimbingan, dan/atau bantuan LPMP Babel, Pemerintah Provinsi Babel, Kota Pangkal Pinang kepada satuan pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan, dan dinas provinsi/kabupaten/kota dalam menumbuhkembangkan organisasi pembelajar;


(20)

2. Sekolah, khususnya sekolah menengah pertama

• Menjadi refleksi kinerja kepala sekolah dan wakilnya dalam mengembangkan organisasi pembelajar;

• Menjadi refleksi optimisme akademik guru Matematika dan IPA di kota Pangkal Pinang;

• Sumber informasi akademis pengembangan organisasi pembelajar;

• Membangun kesadaran sekolah akan arti pentingnya praktik manajemen dan kepemimpinan sekolah yang efektif dalam mengembangkan organisasi pembelajar untuk menuju sekolah yang optimis;

• Membangun kesadaran sekolah tentang peran masing-masing staf dalam mengembangkan organisasi pembelajar untuk menuju sekolah yang optimis;

3. Dewan Pendidikan/Komite Sekolah/Masyarakat secara Umum

• Menjadi sumber informasi tentang kemampuan SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang dalam mengembangkan kapasitasnya;

• Menjadi sumber informasi yang actual dan akurat tentang kemampuan guru SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang dalam melaksanakan tugasnya;

• Sebagai media yang membangun kesadaran stakeholder dalam mengembangkan organisasi pembelajar di sekolah;


(21)

• Sebagai naskah akademis untuk memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota/DPRD dalam mengembangkan sekolah pembelajar yang optimis;

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasari atas beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Posisi SMP/MTs sebagai objek penelitian baik itu di tengah maupun di pinggiran berada dalam satu lingkungan perkotaan;

2. Kepala SMP/MTs telah melaksanakan praktik kepemimpinan dan manajemen dalam mengembangkan organisasi pembelajar sejak pertengahan tahun 2007; 3. Pengukuran variabel praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam

mengembangkan organisasi pembelajar dilakukan atas persepsi guru dan bukanlah kenyataan yang ada dilapangan;

4. Persepsi guru telah dimunculkan oleh adanya praktik kepemimpinan dan manajemen SMP/MTs, khususnya dalam mengembangkan organisasi pembelajar;

5. Persepsi guru tentang kepemimpinan dan manajemen SMP/MTs dalam mengembangkan organisasi pembelajar merupakan bagian dari faktor yang mempengaruhi optimisme akademik guru;

6. Variabel konteks dalam kajian ini adalah usia guru, jenis kelamin, masa kerja guru, status sertifikasi, umur sekolah, jumlah guru, jumlah tenaga kerja, dan jumlah rombongan belajar;

7. Praktik kepemimpinan dan manajemen SMP/MTs dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perubahan di sekolah;


(22)

8. Statistik yang diperoleh dipergunakan sebagai deskripsi variabel-variabel penelitian guru mata pelajaran Matematika dan IPA di Kota Pangkal Pinang.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar memiliki hubungan yang kuat dengan optimisme akademik guru SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang;

2. Persepsi guru tentang praktik manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar memiliki hubungan yang kuat dengan optimisme akademik guru SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang;

3. Persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajeman sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar secara bersama-sama memiliki hubungan yang kuat dengan optimisme akdemik guru SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang;

4. Variabel konteks berhubungan erat dengan optimisme akademik guru.

G. Penjelasan Istilah

Mutu berarti output/outcomes yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan oleh karenanya menghasilkan kepuasan pelanggan. Mutu juga berarti bebas dari ketidakefisienan, bebas dari kesalahan yang mengharuskan melakukan pekerjaan berulang atau hasil yang gagal, ketidakpuasan pelanggan, keluhan pelanggan, dan sebagainya.


(23)

Mutu pendidikan diartikan sebagai tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional

Sistem mutu sebagai kapasitas dan kompetensi organisasi sekolah untuk memelihara level penyelenggaraan yang ada dan untuk membangkitkan peningkatan berkelanjutan dan pengembangan fundamental dalam mencapai penyelenggaraan yang lebih baik.

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) merupakan subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang fungsi utamanya meningkatkan mutu pendidikan. Perilaku Kewargaorganisasian (Organizational citizenship behavior) adalah perilaku individu yang bukan merupakan bagian dari tugas, tapi ditawarkan untuk membantu anggota organisasi lainnya yang dapat meningkatkan efektivitas fungsi organisasi.

Kepercayaan merupakan sifat seseorang yang mudah terpengaruh oleh orang lain dalam hal mempercayai bahwa orang lain akan bertindak sesuai dengan keinginanya.

Efficacy guru adalah suatu ekspektasi guru bahwa ia akan bisa membawa pembelajaran peserta didik dengan baik dan bagian integral dari self-efficacy yang berhubungan dengan domain tertentu pada perilaku profesional guru.


(24)

H. Sistematika Penulisan

Sehubungan dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, maka sistematika pelaporan penelitian ini terdiri dari: (1) judul; (2) pernyataan mengenai maksud penulisan karya ilmiah; (3) nama dan kedudukan tim pembimbing; (4) pernyataan tentang keaslian karya ilmiah; (5) kata pengantar; (6) abstrak; (7) daftar isi; (8) daftar tabel; (9) daftar gambar; (10) daftar lampiran; (11) bab I tentang pendahuluan; (12) bab II tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis; (13) bab III tentang metode penelitian; (14) bab IV tentang hasil penelitian dan pembahasan; (15) kesimpulan dan rekomendasi; dan (16) daftar pustaka.

Abstrak merupakan uraian singkat dan lengkap yang memuat judul, permasalahan, pendekatan terhadap masalah, landasan teoritik yang digunakan, hasil temuan dan rekomendasi. Abstrak dibuat dalam dua bahasa, yakni: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Bab I laporan penelitian ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal laporan penelitian ini. Pendahuluan berisi: latar belakang masalah dan analisis masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, asumsi, hipotesis, metode penelitian secara garis besar beserta teknik pengumpulan data dan pendekatannya, lokasi dan sample penelitian.

Bab II berisi uraian tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka mengetengahkan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Selain itu juga membahas mengenai landasan teoritik dalam analisis temuan.


(25)

Kerangka pemikiran merupakan tahapan yang harus ditempuh untuk merumuskan hipotesis dengan mengkaji hubungan teoritis antar variabel penelitian. Setelah hubungan variabel tersebut terdukung oleh teori yang dirujuk, barulah hipotesis dapat dirumuskan. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah atau submasalah yang diajukan dalam penelitian ini.

Bab III laporan penelitian ini berisi uraian metode penelitian. Metode penelitian merupakan penjabaran lebih rinci mengenai metode penelitian yang secara garis besar telah disajikan pada Bab I. Pada Bab IV berisi analisis temuan dan mendiskusikan temuan tersebut dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah dibahas dalam Bab II. Hasil pengujian hipotesis akan memperlihatkan konsekuensi temuan terhadap landasan teori yang dirujuk. Setelah itu barulah disajikan penafsiran dan pemaknaan penelitian dalam Bab V dalam bentuk kesimpulan penelitian. Implikasi dari penelitian ini ditujukan kepada LPMP, Dinas Pendidikan Kota Pangkal Pinang, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di Kota Pangkal Pinang, DPRD Tk. II Kota Pangkal Pinang, Penyelenggara Satuan Pendidikan di Kota Pangkal Pinang, Sekolah Menengah Pertama, para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, dan para pemerhati pendidikan lainnya.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Lokasi dan Sampel Penelitian

Mulford (2005:326) dalam Leadership for Organisational Learning and Student Outcomes (LOLSO) Project di Australia mempergunakan ‘suara’ guru untuk mengevaluasi kinerja pemimpin sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar. Begitu juga apa yang dilakukan oleh Pedder dan MacBeath (2008:210) di Inggris juga mempergunakan ‘suara’ guru dalam membangun konseptualisasi organisasi pembelajar. Hal itu didasarkan pada tiga elemen umum dan selaras bagi reformasi sekolah yang sukses yakni: (1) berhubungan dengan bagaimana orang diperlakukan, (2) komunitas profesional, dan (3) adanya kapasitas bagi pembelajaran (Mulford, Silins, dan Leithwood, 2004:13).

Organisasi pembelajar sendiri telah mulai diimplementasikan sejak 17 April 2007. Persepsi guru telah dimunculkan dengan adanya praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar pada guru yang telah memiliki pengalaman mengajar setidaknya tiga tahun.

Dalam menentukan sampel yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara perhitungan sampel yang didasarkan pada pendugaan proporsi populasi dengan rumus seperti yang dikemukakan oleh Taro Yamare atau Slovin dalam Riduwan dan Akdon (2007:254), yaitu:

1

2 +

= Nd

N n


(27)

Keterangan:

N = ukuran populasi, dalam kasus ini adalah N = 76 + 60 = 136, n = ukuran sampel minimal,

d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%) maka = + = 1 ) 1 , 0 ( 136 136 2 IPA

n 57,62

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Responden penelitian adalah guru pegawai negeri sipil atau guru tetap yayasan yang telah memiliki pengalaman mengajar mata pelajaran Matematika dan IPA minimal tiga tahun di SMP/MTs yang sekolahnya telah terakreditasi. Guru yang akan menjadi responden sebanyak 30 orang untuk masing-masing mata pelajaran IPA dan Matematika sehingga jumlah total guru yang akan menjadi responden adalah 60 orang guru.

Sekolah yang menjadi sasaran penelitian ini sebanyak 24 SMP/MTs dan mencakup seluruh SMP/MTs yang ada di Kota Pangkal Pinang (Tabel 3.1). Ada 3 MTs, 10 SMP Negeri dan sisanya sejumlah 11 SMP berstatus swasta.

Tabel 3.1.

Sebaran Guru Matematika dan IPA di Kota Pangkal Pinang

No. Nama Sekolah

Jumlah Guru IPA Mtk

1 SMP PGRI 3 2 0

2 SMPN 08 4 6


(28)

Lanjutan Tabel 3.1. Sebaran Guru Matematika dan IPA di Kota Pangkal Pinang

No. Nama Sekolah

Jumlah Guru IPA Mtk

4 SMPN 01 5 7

5 SMP Swadaya 1 1

6 SMPN 02 3 6

7 SMPN 03 3 3

8 SMP PGRI 2 1 1

9 SMP Pembinaan 2 2

10 SMPN 06 6 5

11 SMP Setia Utama 2 0

12 SMP Muhammadiyah 1 0

13 SMP Budi Mulia 3 1

14 SMP Yapenkos 2 1

15 SMPN 05 8 5

16 SMPN 10 3 2

17 SMP N 07 6 4

18 SMPN 04 5 3

19 SMP Santo Paulus 2 2

20 SMPN 9 5 4

21 SMP Santa Theresia 4 2

22 MTS N 4 3

23 MTs Hidayatussalikin 2 1

24 MTs Darussalam 1 1

Total 76 60

B. Definisi Operasional


(29)

1. Guru adalah pendidik profesional yang berstatus PNS atau pendidik tetap yayasan yang telah melaksanakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mata pelajaran Matematika dan IPA selama minimal tiga tahun pada jenjang pendidikan SMP/MTs.

2. Persepsi adalah tanggapan langsung guru berdasarkan pemahaman mereka mengenai arti pentingnya praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mendukung organisasi pembelajar.

3. Organisasi Pembelajar (Organisational Learning) adalah pembelajaran yang meliputi kreasi dari interpretasi konstruk secara sosial atas fakta dan pengetahuan yang memasuki sekolah baik itu dari lingkungan luar atau yang dibangkitkan dari dalam sekolah itu sendiri.

4. Kepemimpinan sekolah adalah praktik memimpin kepala sekolah dan wakilnya untuk mendukung sekolah menjadi organisasi pembelajar.

5. Manajemen sekolah adalah praktik penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk mengembangkan sekolah menjadi organisasi pembelajar.

6. Optimisme akademik merupakan kesatuan variabel yang terdiri atas tiga bentuk keyakinan guru, yakni: kepercayaan (trust) guru dengan kolega dan pemimpinnya, efficacy kolektif guru dan perilaku kewargaorganisasian.

7. Konteks adalah situasi khusus dari guru dan sekolah yang berkaitan dengan optimisme akademik.


(30)

C. Instrumen Penelitian

Pertama-tama responden akan mengisi identitas pribadi dan identitas sekolah tempat mengajar sebagai bagian dari variabel konteks. Konteks diidentifikasikan menjadi sangat diperlukan dalam semua analisis kajian kasus dan mungkin saja dipertimbangkan untuk memberikan kontribusi pokok dari kajian empiris dalam memunculkan suatu model. Pertimbangan konteks lokal sangat penting untuk dilakukan meskipun pada sistem yang sangat tersentralisasi dimana konsep sekolah tidaklah mudah untuk didefinisikan. Para peneliti menemukan adanya kebutuhan guru untuk mengadaptasikan rencana program peningkatan sekolah terhadap budaya dan situasi khusus dari sekolah dan peserta didik.

Faktor demografik yang dikaji dalam penelitian ini adalah pendidikan dan pelatihan, usia guru, jenis kelamin, masa kerja, agama, status sertifikasi, karya tulis yang pernah dibuat, penghargaan sebagai guru, keaktivan berorganisasi, dan workshop dan studi banding yang pernah diikuti. Ukuran sekolah yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah umur sekolah, jumlah guru, jumlah tenaga kerja, dan jumlah rombongan belajar.

Menurut Nazir (1998:398), Rensis Likert mengembangkan sebuah skala yang disebut Skala Likert. Skala ini mempunyai reliabilitas yang relatif tinggi dan dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa responsi alternatif, seperti: a) sangat setuju, setuju, bimbang, tidak setuju, sangat tidak setuju, dan b) berbentuk dikotomi seperti: suka dan tidak suka, atau senang dan tidak senang terhadap suatu item. Karena jangka responsi yang lebih besar, membuat skala


(31)

Likert dapat memberikan keterangan yang lebih nyata dan jelas tentang persepsi ataupun pendapat responden tentang isu yang dipertanyakan.

Atas dasar itu maka guru diminta untuk membuat persepsi mereka terhadap 27 pernyataan mengenai praktik kepemimpinan dan manajemen. Persepsi mereka sendiri menunjukkan betapa pentingnya mereka merasa setiap praktik kepemimpinan dan manajemen yang diberikan dalam menciptakan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar. Jawaban pada kategori ini adalah: tidak penting sama sekali, cukup penting, penting dan sangat penting. Pilihan kelima memungkinkan responden memberikan penilaian yang sangat negatif jika penyataan dianggap sebagai praktik yang buruk. Instrumen ini diadaptasikan dari pengukuran yang dilakukan oleh Pedder dan MacBeath (2008:210).

Pengukuran perilaku kewargaorganisasian dikombinasikan dengan 14 pernyataan berbentuk skala yang dibuat oleh Podsakoff et al. (1990:121) ditambah dengan item dari satu sub-skala survey Van Dyne dan LePine (1998:112). Van Perkiraan konsistensi internal dari rata-rata lima dimensi perilaku kewargaorganisasian yang membentang dalam 12 sampel dilaporkan oleh Podsakoff et al. sebagai berikut: sifat mementingkan kepentingan orang lain (0,88), kesopan-santunan (0,87), dan sifat mementingkan kepentingan umum (0,84). Dyne dan Le Pine (1998:108) menambahkan dimensi ke enam, menyatakan pendapat, yang mendeskripsikan kapasitas seseorang untuk membuat kesan inovatif bagi perubahan dan untuk merekomendasikan modifikasi prosedur standar meskipun ketika yang lainnya tidak setuju. Van Dyne dan LePine melaporkan bahwa dari enam kali pengambilan data terlihat skala menyatakan


(32)

pendapat ditemukan memiliki reliabilitas konsistensi internal yang tinggi dan reliabilitas tes dan tes ulang yang tinggi (Van Dyne dan LePine, 1998:111)

Keempat pernyataan saling percaya diantara guru diadaptasi dari Bryk dan Schneider (1996:21) yang berisi beberapa pertanyaan umum mengenai apakah guru mempercayai, menghargai, dan mempunyai penghargaan secara pribadi satu sama lain. Guru juga ditanya mengenai apakah para guru dalam sekolah menghargai guru yang memimpin upaya peningkatan sekolah. Pernyataan terakhir menawarkan beberapa perspektif pada ketajaman mereka mengenai integritas teman kerjanya. Reliabilitas internal dari sub skala ini adalah 0,82.

Pengukuran kepercayaan guru kepada kepala sekolah berfokus pada sejauh mana guru merasa kepala sekolah mereka menghargai dan menyokong mereka. Guru ditanyai mengenai apakah kepala sekolah mencari jalan keluar bagi kesejahteraan guru, memiliki rasa kepercayaan atas keahlian mereka, dan apakah mereka percaya kata-kata kepala sekolah. Skor pengukuran yang tinggi berarti bahwa guru merasa kepala sekolah mereka dapat dipercayai. yang memimpin upaya peningkatan sekolah. Ketujuh skala pengukuran diadaptasi dari Podsakoff et al. (1990:120) dan Bryk dan Schneider (1996:19) termasuk didalamnya seperti saya merasa sangat yakin bahwa kepala sekolah saya akan selalu mencoba untuk memperlakukan saya secara adil. Koefisien alpha awal untuk sub skala ini adalah 0,96 (Mascall et al., 2008:221).

Kelima pernyataan teacher self-efficacy diadaptasi dari Tschannen-Moran et al. (1998). Reliabilitas awal skala ini adalah 0,77. Delapan skala penyataan


(33)

collective teacher efficacy diturunkan dari Ross et al. (2004). Reliabilitas awal skala ini adalah 0,83.

D. Proses Pengembangan Instrumen 1. Pembuatan Instrumen

Angket dibuat dalam tiga macam, yaitu: angket pertama dibuat untuk mengumpulkan data tentang variabel demografik (yakni: pengalaman bekerja, usia, dan gender) dan variabel sekolah (yakni: ukuran sekolah), angket kedua dibuat untuk mengumpulkan data tentang persepsi guru mengenai praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar, dan angket ketiga dibuat untuk mengumpulkan data tentang optimisme akademik guru. Ketika angket tersebut dijadikan satu dengan pertimbangan efisiensi. Jawaban setiap pernyataan dalam instrumen menggunakan skala Likert dengan memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang terdiri dari beberapa tingkatan.

Pernyataan diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh peneliti. Proses penerjemahan dilakukan beberapa kali sehingga didapatkan pernyataan yang mudah dipahami, mengalir dengan lancar namun tidak melenceng jauh dari makna aslinya. Pernyataan ini kemudian dikonsultasikan kepada pembimbing sebagai validasi ahli-nya. Setelah ada perbaikan dari ahli barulah instrumen diujicobakan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Faktor demografik yang diadministrasikan oleh guru sendiri melalui instrumen penelitian adalah pendidikan dan pelatihan, usia guru, jenis kelamin, masa kerja,


(34)

agama, status sertifikasi, karya tulis yang pernah dibuat, penghargaan sebagai guru, keaktivan berorganisasi, dan workshop dan studi banding yang pernah diikuti. Ukuran sekolah yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah umur sekolah, jumlah guru, jumlah tenaga kerja, dan jumlah rombongan belajar.

Alternatif jawaban pada angket kedua dan ketiga penelitian diberi skor nilai 5 sampai dengan 1 untuk pernyataan positif dan 1 sampai dengan 5 untuk pernyataan negatif. Untuk mengetahui tentang persepsi guru mengenai praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar, diberikan opsi dengan kata-kata, yaitu: “berdampak negatif”, “tidak penting”, “cukup penting”, “penting”, dan ”sangat penting”. Untuk keperluan analisis data secara kuantitatif, jawaban terhadap pernyataan diberi skor sebagai berikut:

a. Jawaban “sangat penting” diberi skor 5; b. Jawaban “penting” diberi skor 4;

c. Jawaban “cukup penting” diberi skor 3; d. Jawaban “tidak penting” diberi skor 2; e. Jawaban “berdampak negatif” diberi skor 1.

Untuk mengetahui tentang optimisme akademik guru, diberikan opsi dengan kata-kata, yaitu: “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “ragu-ragu”, “setuju”, dan ”sangat setuju”. Untuk keperluan analisis data secara kuantitatif, jawaban terhadap pernyataan diberi skor sebagai berikut:

a. Jawaban “sangat setuju” diberi skor 5; b. Jawaban “setuju” diberi skor 4;


(35)

c. Jawaban “ragu-ragu” diberi skor 3; d. Jawaban “tidak setuju” diberi skor 2; e. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi skor 1.

Untuk beberapa pernyataan yang bermakna terbalik seperti pada pernyataan kelima bagian kepercayaan guru kepada pemimpin sekolah, pernyataan ketiga, keempat, kelima, dan kedelapan efficacy kolektif guru, digunakan penskoran sebagai berikut:

a. Jawaban “sangat setuju” diberi skor 5; b. Jawaban “setuju” diberi skor 4;

c. Jawaban “ragu-ragu” diberi skor 3; d. Jawaban “tidak setuju” diberi skor 2; e. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi skor 1.

2. Uji Coba Instrumen

Sebelum pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, terlebih dahulu akan dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian. Uji coba instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi sekurang-kurangnya “validitas” dan “reliabilitas” instrumen (Arikunto, 2003: 219). Selain itu, uji coba instrumen juga penting untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden untuk menjawab seluruh pertanyaan dalam instrumen dan untuk mengetahui apakah masih ada hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan penelitian yang sebenarnya di lapangan (Arikunto, 2003: 223).


(36)

Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilaksanakan di Kota Pangkal Pinang terhadap 30 guru SMP/MTs mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dipilih secara acak. Responden untuk uji instrumen itu ditetapkan dengan pertimbangan bahwa 30 orang guru tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama dengan subjek penelitian sesungguhnya dalam permasalahan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

a. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Analisis validitas ini dengan cara mengkorelasikan skor yang ada pada setiap item dengan skor total. Validitas untuk variabel persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dilakukan secara terpisah dan penggabungan kedua variabel tersebut. Formula yang digunakan untuk menguji validitas instrumen/angket dalam penelitian ini adalah Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson atau “rumus korelasi product moment”, yaitu sebagai berikut (Sugiyono; 2007:213):

[

2 2

][

2 2

]

) ( ) ( ) )( ( y y n x x n y x xy n rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = Keterangan:

rxy = besarnya koefisien korelasi n = jumlah responden


(37)

Y = skor variabel Y

Setelah nilai r diperoleh maka dihitunglah nilai t-nya dengan rumus: thitung=

2

1 2 r n r

− − ×

.

Kriteria minimum untuk dianggap memenuhi syarat berdasarkan uji t dari korelasi Product Moment: yaitu dianggap valid jika thitung ≥ t tabel dan tidak valid jika thitung < t tabel dalam instrumen tersebut. Selain itu, ada baiknya juga untuk merujuk apa yang dinyatakan oleh Kaplan dan Saccuzzo (1993:141):

Not all validity coefficient are the same value, and there are no hard fast rule about how large the coefficient must be in order to be meaningful. In practice, it is rare to see a validity coefficient larger than 0,6, and validity in the range 0,3 to 0,4 are commonly considered high.

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Setelah kriteria validitas diketahui, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen angket sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama. Relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran.

Reliabilitas untuk variabel persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dilakukan


(38)

secara terpisah dan penggabungan kedua variabel tersebut. Mengingat karakteristik data yang diambil dengan skala likert dalam rentangan skor 1-5, maka untuk mengujinya peneliti menggunakan rumus Koefisien Alpha (σ) dari Cronbach (1955), yaitu:

        Σ −       − = 2 2 1 1 i b ii k k r σ σ Keterangan:

rii = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan

2

b

σ

Σ = jumlah varians butir

2

i

σ = varians total

Ringkasan reliabilitas tiap instrumen pada Tabel 3.2 mengindikasikan tingginya reliabilitas instrumen. Reliabilitas instrumen terendah adalah efficacy guru dengan cronbach’s alpha 0,467 dan reliabilitas interumen tertinggi adalah persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan cronbach’s alpha 0,896.

Tabel 3.2.

Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items

N of Items

Kepemimpinan .874 .877 11

Manajemen .896 .904 16

Perilaku Kewargaorganisasian .885 .879 16

Kepercayaan .830 .836 11


(39)

E. Teknik Pengumpulan Data dan Rasionalnya

Untuk mengetahui makna dari data yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah:

1. Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Sampel Penelitian

No. Nama Sekolah Sampel IPA Sampel Mtk

Disebar Diolah Disebar Diolah

1 SMPN 08 2 2 3 2

2 SMPN 01 3 2 3 3

3 SMPN 02 3 3 3 3

4 SMPN 03 3 2 3 3

5 SMP Pembinaan 2 0 1 1

6 SMPN 06 3 0 3 4

7 SMPN 05 3 3 3 3

8 SMPN 10 3 4 1 0

9 SMP N 07 3 4 2 1

10 SMPN 04 3 2 3 3

11 SMP Santo Paulus 2 1 1 1

12 SMPN 9 2 1 2 1

13 SMP Santa Theresia 3 3 2 2

14 MTs Hidayatussalikin 2 0 1 0

15 MTs Darussalam 1 0 1 0

16 MTs Negeri 3 3 3 3

Total 41 30 35 30


(40)

variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Menghitung persentase skor rata-rata dari setiap variabel X1, X2, X3 dan

variabel Y. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan umum jawaban responden terhadap setiap variabel penelitian dengan menggunakan teknik Weighted Means Scored (WMS), dengan rumus sebagai berikut:

N X

X =

Keterangan:

X = Skor rata-rata yang dicari

X = Jumlah skor gabungan (hasil kali frekuensi dengan bobot nilai untuk

setiap alternatif jawaban)

N = Jumlah responden

Hasil penghitungan dijadikan pedoman untuk menentukan gambaran umum variabel di lapangan dengan cara dikonsultasikan dengan tabel kriteria dan penafsiran di bawah ini:

4,01 – 5,00= Sangat tinggi 3,01 – 4,00= Tinggi 2,01 – 3,00= Cukup 1,01 – 2,00= Rendah 0,01 – 1,00= Sangat rendah


(41)

4. Mengubah data ordinal menjadi interval dengan Method of Successive IntervalI (Hay, 1969:39). Analisis parametrik mensyaratkan data berskala interval sehingga data skala ordinal (skala Likert) setiap pernyataan pada setiap dimensi harus diubah terlebih dahulu dengan metode interval berurutan dengan tahapan sebagai berikut:

a. menentukan frekuensi setiap respon (skala pilihan jawaban);

b. menentukan proporsi setiap respon dengan membagi frekuensi dengan jumlah responden;

c. menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setipa respon sehingga diperoleh proporsi kumulatif;

d. menentukan nilai z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku;

e. menghitung scale value (SV) untuk masing-masing respon dengan rumus: SV = it lower under Area it upper under Area it upper at Density it lower at Denstity lim _ _ _ lim _ _ _ lim _ _ _ lim _ _ _ − −

f. Lakukan transformasi nilai skala dengan rumus Y = SVi + SVMin , dimana SV dengan nilai kecil atau harga negatif terbesar diubah menjadi sama dengan satu.

5. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas, digunakan untuk mengetahui apakah data yang dihubungkan berdistribusi normal, dengan menggunakan perhitungan uji Kolmogorov-Smirnov.


(42)

b. Uji Linieritas, dimaksudkan untuk menentukan kelinieran antara variabel yang dihubungkan. Pengujian menggunakan One-Way ANOVA.

6. Pengujian Hipotesis dengan Analisis Multivariat

Metode yang digunakan dalam analisis multivariat adalah Metode Enter, Metode Forward, Metode Backward, dan Metode Stepwise. Setiap model yang dihasilkan diuji melalui beberapa tahapan:

a. Pengujian Asumsi. Pengujian asumsi dilakukan dengan beberapa uji, yaitu: uji Durbin-Watson untuk menguji kollinieritas, Normal Q-Q Plot untuk menguji normalitas data, Homoscedastic untuk menguji homogenitas error, dan multikolinieritas.

b. Uji Simulatan Model Regresi. Uji-F digunakan dari data yang didapatkan melalui ANOVA. Tujuan pengujian ini adalah untuk menerima atau menolak hipotesis nol sehingga ada korelasi antara variabel prediktor dan variabel terikat dalam model tersebut.

c. Uji Parsial. Uji-t dilakukan untuk melihat kontribusi parsial setiap variabel prediktor terhadap optimisme akademik.

F. Pendekatan yang Digunakan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang berkenaan dengan organisasi pembelajar (beberapa contoh: Silins dan Mulford, 2004; Mulford, 2005; dan Pedder dan MacBeath, 2008) dan optimisme akademik (beberapa contoh: Bateman dan Organ, 1983; Ross, 2004; Hoy, Tarter, dan


(43)

Woolfolk Hoy, 2006) telah menggunakan pendekatan kuantitatif. Konseptualisasi organisasi pembelajar di Inggris dan Australia dihasilkan melalui penelitian dengan mempergunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian-penelitian itu telah secara konsisten memprediksikan optimisme akademik.

Selain itu, pemilihan pendekatan kuantitatif dengan alasan karena pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Penggunaan pendekatan kuantitatif membuat peneliti harus mengikuti suatu pola linier yang terjadi tahap demi tahap yang ada di dalam suatu proses penelitian. Selain itu, pendekatan ini digunakan oleh peneliti karena waktu penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif lebih singkat dibandingkan dengan pendekatan kualitatif. Pada akhirnya, pendekatan kuantitatif juga lebih sedikit memakan biaya dan tenaga dibandingkan dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data pada pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner yang telah terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya untuk kemudian disebarluaskan dan diisi oleh responden. Instrumen yang telah diisi kemudian dikumpulkan, diberi skor, dan dianalisis menggunakan uji statistik multivariat untuk menjelaskan hubungan antar variabel-variabel.

G. Prosedur dan Tahap Penelitian

Penelitian dimulai dengan memperbaiki pemahaman peneliti mengenai anatomi penjaminan mutu pendidikan dengan menyusun landasan teori mengenai penjaminan mutu pendidikan. Untuk dapat memahami secara jelas anatomi


(44)

penelitian di bidang penjaminan mutu pendidikan, peneliti terlebih dahulu mengkaji literatur mengenai SMM.

Setelah konstruksi konsepsi SMM dan penjaminan mutu pendidikan sudah jelas, peneliti kemudian menyusun landasan teori yang mendasari organisasi pembelajar dan optimisme akademik. Berdasarkan hasil kajian terdahulu mengenai organisasi pembelajar dan optimisme akademik dihasilkanlah hubungan antara kedua variabel tersebut. Organisasi pembelajar merupakan penyebab timbulnya optimisme akademik. Lalu terbentuklah pertanyaan mengenai hubungan kedua variabel tersebut pada SMP/MTs di Kota Pangkal Pinang yang kemudian menjadi hipotesis dalam penelitian ini.

Langkah selanjutnya adalah menyusun instrumen penelitian. Biasanya, landasan teori dijadikan kisi-kisi penyusunan dimensi, indikator, pernyataan yang diperlukan, dan makna dari pernyataan itu. Namun penelitian ini menggunakan instrumen mengenai organisasi pembelajar dan optimisme akademik yang sudah memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi pada penelitian sebelumnya. Praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah diukur menggunakan instrumen yang dipergunakan oleh Pedder dan MacBeath (2008). Optimisme akademik guru diadaptasi dari beberapa penelitian yang secara lebih detil dijabarkan pada bagian instrumen penelitian. Oleh karena itu, peneliti mengalihbahaskan instrumen yang telah ada ke dalam Bahasa Indonesia. Variabel konteks dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pendataan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).


(45)

Setelah melalui validitas ulang instrumen maka instrumen siap untuk disebarkan ke guru-guru guna menjaring data yang dibutuhkan. Instrumen yang diisi dengan lengkap oleh guru diambil datanya. Data yang diperoleh kemudian olah dengan SPSS edisi ke-16 dengan teknik analisis multivariat untuk mendapatkan model regresi linier yang tepat yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel di lapangan. Hasil pengolahan kemudian dihubungkan dengan dasar teori dan penelitian sebelumnya untuk menghasilkan informasi yang utuh mengenai data tersebut.


(46)

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Persepsi guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar diukur melalui pemahaman mereka tentang arti penting praktik kepala sekolah dan wakilnya dalam melibatkan guru dan peserta didik dalam pembuatan keputusan sekolah, mengembangkan dukungan bagi kejelasan visi, menyokong pengembangan profesional, dan menyokong jaringan kerja guru. Rata-rata skor untuk persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar berkriteria baik. Nilai ini mengindikasikan kesiapan mereka untuk dipimpin dan mengetahui tujuan tindakan yang dilakukan oleh pemimpin mereka. Mereka juga telah memahami peran dan tanggung jawab mereka sebagai warga sekolah yang belajar.

2. Persepsi guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang tentang praktik manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar diukur melalui pemahaman mereka tentang arti penting praktik kepala sekolah dan wakilnya dalam melibatkan guru dan peserta didik dalam pembuatan keputusan sekolah, mengembangkan dukungan bagi


(47)

pengetahuan guru, dan menyokong jaringan kerja guru. Rata-rata skor untuk persepsi guru tentang praktik manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar berkriteria sangat baik. Nilai ini mengindikasikan kesiapan mereka untuk dikelola dan mengetahui tujuan tindakan yang dilakukan oleh manajer mereka. Mereka juga telah memahami peran dan tanggung jawab mereka sebagai warga sekolah yang belajar.

3. Optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang diukur melalui tingkat psikologi guru yang mendorong untuk melakukan sesuatu, yakni pada dimensi-dimensi: (1) kognitif yang terdiri atas efficacy guru dan efficacy kolektif guru, (2) afektif yang terdiri atas kepercayaan relational antar guru dan guru dengan pimpinannya, dan (3) psikomotorik, yaitu perilaku kewargaorganisasian. Skor rata-rata optimisme akademik guru berkriteria baik. Nilai ini mengindikasikan adanya beberapa sub-dimensi yang harus mendapat perhatian lebih, yaitu: efficacy kolektif guru dan kebersediaan mengemukakan pendapat. Optimisme akademik guru perempuan lebih tinggi dari optimisme guru laki-laki. Guru mata pelajaran IPA lebih vokal dari guru mata pelajaran Matematika. Tidak ada perbedaan efficacy guru bersertifikat dan yang belum bersertifikat.

4. Hubungan antara persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru adalah positif dan kuat dimana variansi optimisme akademik guru yang dapat dijelaskan oleh modelnya (yakni model II) ketika persepsi guru tentang


(48)

dikeluarkan dari model dan faktor konteks berpengaruh adalah sebesar 28,6%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang adalah kuat. 5. Hubungan antara persepsi guru tentang praktik manajemen sekolah dalam

mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru adalah positif dan kuat dimana variansi optimisme akademik guru yang dapat dijelaskan oleh modelnya (yakni model III) ketika persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dikeluarkan dari model dan faktor konteks berpengaruh adalah sebesar 25,9%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara persepsi guru tentang praktik kepemimpinan sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang adalah kuat. 6. Hubungan antara persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan

manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar secara bersama-sama dengan optimisme akademik guru adalah positif dan kuat dimana variansi optimisme akademik guru yang dapat dijelaskan oleh modelnya (yakni model I) ketika faktor konteks berpengaruh adalah sebesar 27,7%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam


(49)

mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang adalah kuat.

7. Hubungan antara faktor konteks dengan optimisme akademik guru dalam setiap model yang diberikan bernilai positif dan negatif. Pada model I dimana persepsi guru tentang praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah dalam mengembangkan organisasi pembelajar digabungkan, jumlah guru berhubungan positif dan kuat dengan optimisme akademik guru, sedangkan jumlah tenaga dan umur sekolah berhubungan negatif dan sedang dengan optimisme akademik guru. Hubungan antara jumlah guru dan umur sekolah dengan optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang adalah kuat, sedangkan hubungan antara jumlah tenaga dengan optimisme akademik guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang adalah sedang. B. Implikasi

1. Penelitian ini menggunakan perasaan atau konsepsi guru tentang bagaimana mereka ingin dipimpin dan dikelola menjadi organisasi pembelajar. Perlu adanya suatu penelitian yang mengevaluasi praktik kepemimpinan dan manajemen sekolah yang terjadi sesungguhnya dilapangan.

2. Pemahaman guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang mengenai pelibatan guru dan peserta didik dalam pembuatan keputusan sekolah tidaklah buruk namun masih perlu diperbaiki.


(50)

4. Guru muda dan berusia muda memiliki potensi yang lebih baik untuk dipimpin. Administrator, LPMP, Universitas, dan pemangku kepentingan lainnya harus tanggap untuk membina mereka.

5. Guru madya dan guru senior dapat membantu kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif karena pemahaman meraka yang baik untuk itu.

6. Kesadaran para guru mata pelajaran Matematika dan IPA jenjang SMP di Kota Pangkal Pinang untuk dipimpin dan dikelola untuk mewujudkan sekolah pembelajar sudah sangat baik. Hal itu berarti adanya suatu keinginan yang besar untuk membangun sekolah, mengembangkan diri secara berkelanjutan, dan bekerja secara profesional. Itu merupakan modal utama bagi agen-agen perubahan untuk mulai mengubah sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif.

7. Perlu adanya upaya ekstra untuk meningkatkan efficacy guru bersertifikat melalui berbagai bentuk instrumen evaluasi diri termasuk secara khusus per mata pelajaran. Kepala sekolah dapat memainkan perannya disini. Instrumen evaluasi diri yang tepat akan mempermudah guru mengembangkan pengetahuannya daripada hanya mengadaptasikan pengetahuan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan mereka dan menjadi berbeda dari guru tidak bersertifikat. Evaluasi diri yang belandaskan teori sosial kognitif Bandura sendiri dapat digunakan karena telah banyak digunakan dan berhasil di berbagai negara seperti Inggris, Amerika, dan Australia.


(51)

lebih vokal menyuarakan pendapat mereka. Budaya konvensional yang menghambat mereka untuk angkat suara tidak mengembangkan kesetaraan gender.

9. Tenaga kependidikan diharapkan dapat memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan jumlah yang sedikit sehingga mempermudah terjadi komunikasi dan pemahaman warga sekolah dan pada akhirnya memperbaiki iklim sekolah. 10. Pekerjaan sebagai guru mata pelajaran Matematika dan IPA sepertinya lebih

cocok bagi perempuan. Namun perlu adanya pengukuran secara spesifik per mata pelajaran untuk melihat perbedaan efficacy guru berdasarkan gender. 11. Guru mata pelajaran Matematika harus didorong lebih berani untuk

mengungkapkan pendapat mereka di dalam dan di luar kelas. Kecenderungan tidak bersuara membuat mereka dan siswa mereka sulit untuk mengkomunikasikan dengan baik ide-ide yang ada dalam benak mereka. 12. Kepala sekolah perlu untuk diberikan pengetahuan yang komprehensif

mengenai kepemimpinan dan manajemen dalam mengembangkan organisasi pembelajar dengan baik sehingga dapat mengeksekusinya dengan sempurna.


(52)

Argyris, C. dan Schön, D. (1996). Organisational learning II: Theory, Method, and Practice. New York: Addison-Wesley.

Argyris, C. dan Schön, D. (1978). Organisational Learning: A Theory of Action Perspective. Reading, MA: Addison-Wesley.

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Attewell, P. (1992). Technology Diffusion and Organizational Learning: The Case of Business Computing. Dalam Organization Science. Vol 3. 9 halaman. Baier, A. C. (1986). Trust and Antitrust. Dalam Ethics. Vol 96. 30 halaman. Bandura, A. (2004) Cultivate Self-Efficacy for Personal and Organizational

Effectiveness. Dalam Locke, E. A. Blackwell Handbook of Principle of Organizational Behavior. USA: Blackwell Publishing Press.

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman.

Bandura, A. (1995). Exercise of Personal and Collective Efficacy in Changing Societies. Self-efficacy in Changing Societies, Cambridge University Press, New York, NY.

Bandura, A. (1993), Perceived Self-efficacy in Cognitive Development and Functioning. Dalam Educational Psychologist, Vol 28(2), 32 halaman.

Bateman, J. dan Organ, D. (1983), Job Satisfaction and The Good Soldier: The Relationship between Affect and Employee Citizenship, Academy of Management Journal, Vol 26 (4), 9 halaman.


(53)

Schools. Dalam School Effectiveness and School Improvement. Vol 13(2). 24 halaman.

Bogler, R. dan Somech, A. (2005). Organizational Citizenship Behavior in School: How does It Relate to Participation in Decision Making?. Dalam Journal of Educational Administration. Vol 43(5), 19 halaman.

Brockett, J.J., dan Le Tarte, C.E. (1993). Systems Thinking. In D.L. Hubbard (Ed.), Continuous Quality Improvement: Making the Transition to Education (pp. 305±317). Maryville, MO: Prescott.

Brown, J.S. dan Duguid, P. (1991). Organizational Learning and Communities of Practice: Towards a Unified View of Working, Learning and Innovation. Dalam Organizational Science. Vol 2. 17 halaman.

Bryk, A. S. dan Schneider, B. (2003). Trust in Schools: A Core Resource for School Reform. Dalam Educational Leadership. Vol 60(6). 5 halaman.

Bryk, A.S. dan Schneider, B. (2002). Trust in Schools: A Core Resource for Improvement. New York, NY: Russell Sage Foundation.

Bryk, A.S. dan Schneider, B. (1996). Social Trust: A Moral Resources for School Improvement. Washington, DC: U.S. Department of Education.

Coleman, J. S. (1990). Foundations of Social Theory. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press.

Coleman, J. S. (1988). Social Capital in The Creation of Human Capital. Dalam American Journal of Sociology. Vol 94(1), 25 halaman.

Coleman, J.S. et al. (1966). Equality of Educational Opportunity. Washington, DC: U.S. Government Printing Office.


(54)

Leadership and School Reform. Dalam K. Leithwood, J. Chapman, D. Carson, P. Hallinger, dan A. Hart (Eds.), International Handbook of Educational Leadership and Administration (pp. 589–652). Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Creemers, B.P.M. dan Reezigt, G.J. (2005). Linking School Effectiveness and School Improvement: The Background and Outline of the Project. Dalam School Effectiveness and School Improvement, Vol 16(4), 13 halaman.

Cummings, L. L. dan Bromily, P. (1996). The Organizational Trust Inventory (OTI): Development and Validation. Dalam Kramer, R. dan Tyler, T. (Eds.), Trust in Organizations (pp. 302-330). Thousand Oaks, CA: Sage.

Cuttance, P. (1995). Building High Performance School Systems. Keynote Address to the Eighth International Congress for School Effectiveness and Improvement. Netherlands: Leeuwarden.

Cuttance, P. (1994). Building the Future: Next Steps in The Development of Quality Assurance in The NSW School System. Sydney: Department of School Education.

Dixon, N. (1994). The Organisational Learning Cycle: How We Can Learn Collectively. New York: McGraw-Hill.

Detert, J. R. , Louis, K. S., dan Schroeder, R. G.(2001). A Culture Framework for Education: Defining Quality Values and Their Impact in U.S. High Schools. Dalam School Effectiveness and School Improvement. Vol 12(2). 30 halaman. Deutsch, M. (1960). The Effect of Motivational Orientation upon Trust and

Suspicion. Dalam Human Relations. Vol 13. 14 halaman.

DiPaola, M. and Hoy, W.K. (2005). School Characteristics that Foster Organizational Citizenship Behavior. Dalam Journal of School Leadership. Vol 15(4). 20 halaman.


(55)

Budaya Organisasi terhadap Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka. Tesis Master Pendidikan pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Greenwood, M.S. dan Gaunt, H.J. (1994). Total Quality Management for School. London: Cassell.

Gist, M.E. dan Mitchell, T.R. (1992). Self-efficacy: A Theoretical Analysis of Its Determinants and Malleability. Academy of Management Review, 17(2). 29 halaman.

Goddard, R.D., Hoy, W.K. dan Woolfolk Hoy, A. (2000). Collective Teacher Efficacy: Its Meaning, Measure, and Impact on Student Achievement. Dalam American Educational Research Journal. Vol 37(2). 12 halaman.

Goddard, R.D. (2002). A Theoretical and Empirical Analysis of the Measurement of Collective Efficacy: The Development of a Short Form. Dalam Educational Educational and Psychological Measurement. Vol 62(1). 14 halaman.

Hallinger, P. dan Heck, R. (1997). Exploring the Principal’s Contribution to School Effectiveness. Dalam School Effectiveness and School Improvement. Vol 8(4). 35 halaman.

Hart, C. dan Shoolbred, M. (1993). What's in It for Me? Organisational Culture, Rewards and Quality. Dalam Shaw, M. dan Roper, E. (Eds.). Aspects of Education and Training Technology. Vol XXVI: Quality in Education and Training (halaman 17±28). London: Kogan Page.

Hargreaves, D.H. (1999). The Knowledge-Creating School. Dalam British Journal of Educational Studies. Vol 47. 12 halaman.

Hipp, K.A. (1996). Teacher Efficacy: Influence of Principal Leadership Behaviour. Makalah pada American Educational Research Association. New York.


(56)

Evaluation and Student Achievement. Dalam School Effectiveness and School Improvement, Vol 20(1), 22 halaman.

Hosmer, L. T. (1995). Trust: The Connecting Link between Organizational Theory and Philosophical Ethics. Dalam Academy of Management Review. Vol 20. 35 halaman.

Hoy, C., Bayne-Jardine, C., dan Wood, M. (2000). Improving Quality in Education. London: Falmer Press.

Hoy, W. K. dan Tarter, C. J. (1995). Administrators Solving The Problems of Practice: Decision-making Concepts, Cases, and Consequences. Boston: Allyn & Bacon.

Hoy, W. K. dan Tschannen-Moran, M. (1999). Five Faces of Trust: An Empirical Confirmation in Urban Elementary Schools. Dalam Journal of School Leadership. Vol 9. 24 halaman.

Hoy, W.K., Tarter, C.J., dan Woolfolk Hoy, A.W. (2006). Academic Optimism of Schools: A force for Student Achievement. Dalam American Educational Research Journal, Vol. 43(3), 22 halaman.

Huber, G.P. (1991). Organizational Learning: The Contributing Processes and Literatures. Dalam Organization Science. Vol 2(1). 36 halaman.

Juran, J.M. (1999). Juran’s Quality Handbook (fifth ed.). USA: McGraw-Hill Companies,Inc.

Kaplan, R.M. dan Saccuzzo, D.P. (1993). Psychological Testing: Principles, Applications and Issues. USA, California: Brooks/Cole.

Karambayya, R. (1990). Contexts for Organizational Citizenship Behavior: Do High Performing and Satisfying Unitshave Better 'Citizens'. York University working paper.


(1)

Kotter, J.P. (1990b). A Force for Change: How Leadership Differ from Management. New York: The Free Press.

Kramer, R. M., Brewer, M. B., & Hanna, B. A. (1996). Collective Trust and Collective Action: The Decision to Trust as a Social Decision. In R. Kramer & T. Tyler (Eds.). Trust in Organizations (pp. 357-389). Thousand Oaks, CA: Sage.

LePine, J.A. dan Van Dyne, L. (1998). Predicting Voice Behavior in Work Groups. Dalam Journal of Applied Psychology. Vol 83. 16 halaman.

Lambert, L. (2000). Building Leadership Capacity in Schools. Australia: Australian Principals Centre.

Leithwood, K., Jantzi, D. dan Steinbach, R. (1999), Changing Leadership for Changing Times. Open University Press, London.

Louis, K.S. (1994). Beyond ‘Managed Change’: Rethinking how school improve. Dalam School Effectiveness and School Improvement, Vol 5(1), 23 halaman.

March, J.G. (1996). Exploration and Exploitation in Organizational Learning. Dalam Cohen, M.D. dan Sproull, L.S. (Eds.). Organizational learning (pp. 101–123). Thousand Oaks, CA: Sage.

Mascall, B., Leithwood, K., Straus, T., dan Sacks R. (2008). The Relationship between Distributed Leadership and Teachers’ Academic Optimism. Dalam Journal of Educational Administration. Vol 46(2), 15 halaman.

MacGilchrist, B., Myers, K., dan Reed, J. (2004). The Intelligent School. London: Sage.

Mishra, A. K. (1996). Organizational Responses to Crisis: The Centrality of Trust. In R. Kramer & T. Tyler (Eds.). Trust in Organizations (pp. 261-287). Thousand Oaks, CA: Sage.


(2)

Mulford, Bill. (2005). Quality evidence about leadership for Organizational and Student Learning in Schools. Dalam School Leadership & Management. Vol 25(4). 10 halaman.

Mulford, W., Halia, S., dan Leithwood, K. (2004). Educational Leadership for Organizational Learning and Improved Student Outcomes. USA: Kluwer Academic Press.

Nasir, M. (1998). Metode Penelitian (Cetakan III). Jakarta: Ghalia Indonesia.

OECD. (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science(Volume I). Canada: OECD Publishing.

OECD. (2007). PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World.

Canada: OECD Publishing. Tersedia:

http://dx.doi.org/10.1787/141844475532.

OECD. (2002). Financing Education – Investments and Returns: Analysis of the World Education Indicators. Canada: UIS.

Organ. D. W. (1990). The Motivational Basis of Organizational Citizenship Behavior. Dalam B. M. Staw dan L. L. Cummings (Eds.), Research in Organizational Behavior. Vol 12, 30 halaman.

Organ. D. W. (1988). Organizational Citizenship Behavior: The Good Soldier Syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.

Pallant, J. (2007). SPSS Survival Manual: A Step by Step Guide to Data Analysis using SPSS for Windows (3th Ed.). England: Open University Press

Pedder, D. dan MacBeath, J. (2008). Organisational Learning Approaches to School Leadership and Management: Teachers’ Values and Perceptions of Practice. Dalam School Effectiveness and School Improvement, Vol 19(2), 18 halaman.


(3)

Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tentang Guru. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000 – 2004. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Perkins, D. (2003). King Arthur’s Round Table: How Collaborative Conversations Create Smart Organizations. Hoboken, NJ: John Wiley.

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B, Paine, J.B, dan Bachrach, D.G. (2000). Organizational Citizenship Behavior: A Critical Review of the Theoretical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Dalam Journal of Management. Vol 26(3), 53 halaman.

Podsakoff, P.M., Ahearne, M., dan MacKenzie, S.B. (1997). Organizational Citizenship Behavior and the Quantity and Quality of Work Group Performance. Dalam Journal of Applied Psychology. Vol 82(2), 13 halaman.

Podsakoff, P., MacKenzie, S., Moorman, R., dan Fetter, R. (1990). Transformational Leader Behaviors and Their Effects on Followers’ Trust in Leader Satisfaction and Organizational Citizenship Behaviors. Dalam Leadership Quarterly. Vol 1(2), 36 halaman.

Pollitt, C. (1990). Doing business in the temple? Managers and Quality Assurance in The Public Services. Dalam Public Administration. Vol 68. 18 halaman.


(4)

Pragnyono, D.A. (2010). Kontribusi Komitmen dan Pemberdayaan Pegawai terhadap Mutu Informasi: Studi Implementasi ISO 9001:2000 di LPMP Babel. Tesis Master Pendidikan UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

Rawlings, J.O., Pantula, S.G., dan Dickey, D.A. (1998). Applied Regression Analysis: A Research Tool. USA: Springer.

Riduwan dan Akdon. (2007). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rousseau, D., Sitkin, S. B., Burt, R., dan Camerer, C. (1998). Not so Different after All: A Cross-Discipline View of Trust. Dalam Academy of Management Review. Vol 23. 12 halaman.

Ross, J.A. dan Gray, P. (2006). Transformational Leadership and Teacher Commitment to Organizational Values: The Mediating Effects of Collective Teacher Efficacy. Dalam School Effectiveness and School Improvement. Vol 17(2), 21 halaman.

Ross, J.A., Hogaboam-Gray, A. dan Gray, P. (2004). Prior Student Achievement, Collaborative School Processes and Collective Teacher Efficacy. Dalam Leadership and Policy in Schools. Vol 3(3). 26 halaman.

Rotter, J. B. (1967). A New Scale for the Measurement of Interpersonal Trust. Dalam Journal of Personality. Vol 35. 15 halaman.

Senge, P.M. (2006). TheFifth Discipline. New York: Doubleday.

Senge, P.M., Cambron-McCabe, N., Lucas, T., Smith, B., Dutton, J., dan Kleiner, A. (2001). The School That Learn. New York: Doubleday.

Shoraku, Ai. (2008). Educational Movement Toward School-Based Management in East Asia: Cambodia, Indonesia and Thailand. Paris: UNESCO.


(5)

Silins, H. dan Mulford, B. (2004). Schools as Learning Organisations: Effects on Teacher Leadership and Student Outcomes. Dalam School Effectiveness and School Improvement. Vol 15(4). 24 halaman.

Smith, C.A., Organ, D.W. dan Near, J.P. (1983). Organizational Citizenship Behavior: Its Nature and Antecedents. Dalam Journal of Applied Psychology. Vol 68(44). 10 halaman.

Spillane, James P. (2006). Distributed Leadership. San Francisco: John Wiley and Sons.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R and D. Bandung: Alfabeta.

Sun, H., Creemers, B.P.M. dan de Jong, R. (2007). Contextual Factors and Effective School Improvement. Dalam School Effectiveness and School Improvement, Vol 18(1). 30 halaman.

Sweetland, S., & Hoy, W. K. (2001). Varnishing the Truth: Principals and Teachers Spinning Reality. Dalam Journal of Educational Administration. Vol 39(3). 12 halaman.

Tschannen-Moran, M. dan Hoy, W.K. (2000). A Multidisiplinary Analysis of the Nature, Meaning, and Measurement of Trust. Dalam Review of Educational Research. Vol 70(4). 47 halaman.

Tabachnick, B.G. dan Fidel, L.S. (2007). Using Multivariate Statistics (Fifth Edition).USA: Pearson Education Inc.

UPI. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia 2010. Bandung: UPI.

Van Dyne, L.. Cummings, L. L., dan Parks. J. M. 1995. Extra-role Behaviors: In Pursuit of Construct and Definitional Clarity (A Bridge over Muddied Waters). Dalam L. L. Cummings dan B. M. Staw (Ed.s.), Research in Organizational Behavior (Vol. 17): 215-285. Greenwich, CT: JAI Press.


(6)

Van Dyne, L. dan LePine, J. A. (1998). Helping and Voice Extrarole Behavior: Evidence of Construct and Predictive Validity. Academy of Management Journal. Vol 41. 11 halaman.

Virany, B., Tushman, M., dan Romanelli, E. (1992). Executive Succession and Organisation Outcomes in Turbulent Environments: An Organisation Learning Approach. Dalam Organisation Science. Vol 3. 20 halaman.

Wahlstrom, K. dan Louis, K. (2008). How Teachers Experience Principal Leadership: The Roles of Professional Community, Trust, Efficacy and Shared Responsibility. Dalam Educational Administration Quarterly. Vol 44(4). 38 halaman.

Wills, F. dan Peterson, K. (1992). External Pressures for Reform and Strategy Formation at The District Level: Superintendents’ Interpretations of State Demands. Dalam Educational Evaluation and Policy Analysis. Volume 14(3). 20 halaman.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA IKLIM KERJA ORGANISASI DAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DENGAN KOMITMEN AFEKTIF GURU SMK KESEHATAN DI KOTA MEDAN.

0 5 22

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KULTUR ORGANISASI DENGAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Kultur Organisasi Dengan Kinerja Guru Sd Muhammadiyah I Surakarta.

0 2 22

HUBUNGAN BUDAYA MUTU DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN PERSEPSI KEPEMIMPINAN GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DI SMK NEGERI BISNIS MANAJEMEN MEDAN.

0 2 25

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU SMA SWASTA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG.

0 3 46

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU.

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI KOTA MEDAN.

0 0 22

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU.

0 2 13

KORELASI ANTARA PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI OLEH SUPERVISOR DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN MANAJEMEN KELAS GURU MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI (MIN) DI KOTA MEDAN.

0 1 19

KONTRIBUSI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU, IKLIM ORGANISASI DAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN Kontribusi Kompetensi Profesional Guru, Iklim Organisasi dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Motivasi Kerja Guru dan Kinerja Sek

0 1 16

KONTRIBUSI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU, IKLIM ORGANISASI DAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN Kontribusi Kompetensi Profesional Guru, Iklim Organisasi dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Motivasi Kerja Guru dan Kinerja Sek

0 1 14