ANALISIS KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENGGAMBAR REPRESENTASI SUBMIKROSKOPIK SISWA SMA PADA TOPIK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT.

(1)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

LAMPIRAN... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... ... 5

1.3 BatasanMasalah... ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian... ... 7

1.6 Penjelasan Istilah... ... 7

BAB 2 PEMAHAMAN KONSEP, REPRESENTASI KIMIA, KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENGGAMBAR REPRESENTASI SUBMIKROSKOPIK (RSM) ... 9

2.1 Pemahaman Konsep...………..………… ... 9

2.2 Representasi Kimia...……… ... 10

2.3 Kemampuan Membaca dan Menggambar RMS...…….………... 12

2.3.1 Membaca RSM . ..….………....……... 13

2.3.2 Menggambar RSM ... 14

2.4 Tinjauan Materi Larutan Elektrolit dan nonelektrolit ... ... 15


(2)

3.2Jenis Instrumen...…... ... ... 22

3.3Subyek Penelitian…... 26

3.4Prosedur Pengumpulan Data ... ………... 26

3.5Alur Penelitian... ... 28

3.6Prosedur Pengolahan Data ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1Kemampuan Membaca RSM Siswa SMA ... 31

4.1.1 Kemampuan Membaca RSM per indikator ... 31

4.1.2 Rerata Nilai Kemampuan Membaca RSM Siswa ... 52

4.2Kemampuan Menggambar RSM Siswa SMA ... 53

4.2.1 Kemampuan Menggambar RSM per indikator ... 54

4.2.2 Rerata Nilai Kemampuan Menggambar RSM Siswa ... 78

4.3Hubungan Kemampuan RSM dengan Pemahaman Konsep Siswa ... 79

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran... ... 88


(3)

Tabel Halaman

3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Membaca RSM ... 23

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Menggambar RSM... 23

3.3 Pengelompokkan Soal berdasar Indikator ... 24

3.4 Statistika Deskriptif Sebaran Soal ... 25

3.5 Prosedur Pengumpulan Data ... 27

3.6 Interpretasi Nilai r ... 30

4.1 SebaranJawabanSiswaSoal No.4 ... 33

4.2 PersentasejawabansiswadalammembacaRSM ... 34

4.3 SebaranJawabanSiswaSoal No.5 ... 36

4.4 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 36

4.5 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.12 ... 39

4.6 PersentasejawabansiswadalammembacaRSM ... 39

4.7 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.13 ... 41

4.8 PersentasejawabansiswadalammembacaRSM ... 41

4.9 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.14 ... 43

4.10 PersentasejawabansiswadalammembacaRSM ... 43

4.11 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.9 ... 46

4.12 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 46

4.13 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.1 ... 49

4.14 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 49

4.15 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.2 ... 56

4.16 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 56

4.17 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.3 ... 58

4.18 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 58

4.19 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.11 ... 61

4.20 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 61

4.21 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.7 ... 65


(4)

4.25 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.6 ... 73

4.26 PersentasejawabansiswadalammenggambarRSM ... 73

4.27 Sebaran Jawaban Siswa Soal No.8 ... 75


(5)

Gambar Halaman

2.1 Model Representasi ITLS ... 10

2.2 Alat Pengukur Konduktivitas Listrik ... 18

2.3 Submikroskopik Larutan Elektrolit Lemah ... 19

2.4 Submikroskopik Larutan Nonelektrolit ... 19

3.1 Alur Penelitian ... 28

3.2 Korelasi Antar Variabel ... 30

4.1 Grafik Perolehan Skor Membaca RSM Siswa ... 32

4.2 Grafik Perkembangan Kemampuan Membaca RSM ... 52

4.3Grafik Perolehan Skor Menggambar RSM Siswa ... 54

4.4 Grafik Perkembangan Kemampuan Menggambar RSM ... 78


(6)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia adalah ilmu yang termasuk ke dalam rumpun IPA yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat (Depdiknas, 2006). Lebih lanjut, Gabel (Jansoon et al., 2009) berpendapat bahwa kimia merupakan ilmu yang tersusun dari banyak topik dan konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, tampak bahwa konsep kimia begitu luas, dari yang sederhana sampai yang kompleks, dari konkrit sampai ke yang abstrak.

Ruang lingkup mata pelajaran kimia di Sekolah Menengah ditekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak (Depdiknas, 2006). Penekanan tersebut diharapkan tidak hanya pada tahapan mengetahui saja, namun siswa dapat memahami fenomena tersebut secara utuh. Johnstone (dalam Treagust et al, 2003) berpendapat agar pemahaman kimia dapat dijelaskan secara utuh, maka para ilmuwan kimia mengarahkan penjelasan fenomena kimia pada tiga representasi kimia yang meliputi representasi makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Farida (2010) berpendapat bahwa pemahaman seseorang terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya dalam mentransfer dan menghubungkan antara ketiga representasi fenomena tersebut.


(8)

Kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran kimia yaitu pembelajaran kimia hanya dibatasi pada representasi makroskopik dan simbolik saja, tanpa menyentuh representasi submikroskopiknya. Siswa dibiarkan mengembangkan sendiri pemahaman submikroskopiknya sebagaimana terlihat pada studi kasus yang dilakukan penulis di sebuah RSBI di kota Subang, bahwa pembelajaran hanya dilakukan pada level makroskopik dan simbolik. Sebagai akibatnya kemampuan siswa pada level submikroskopik masih relatif rendah. Hal yang sama diungkapkan oleh Devetak et all, (2007) pada hasil penelitiannya yang memperoleh kesimpulan bahwa siswa memperoleh nilai yang rendah pada soal yang berkaitan dengan menggambar representasi submikroskopik dalam larutan ionik. Lebih lanjut, penelitian pada dua dekade (Chittleborough, Treagust, & Mocerino, 2002; Johnsons, 1998; Kelly & Jones, 2008; Papageorgioua & Johnson, 2005; Solsona, Izquierdo, & DeJong, 2003; Stains &Talanquer, 2007; Tiens et al., 2007; Williamson & Abraham, 1995; Devetak et al., 2009) dalam Devetak et al., 2010 juga menunjukkan kesimpulan bahwa siswa mempunyai banyak kesulitan dalam memahami level submikroskopik dan simbolik pada konsep kimia, serta pengetahuan awal dari suatu topik tertentu mempengaruhi saat pengintegrasian konsep pengetahuan yang baru dalam struktur mental siswa.

Sirhan (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hal penting yang harus diperhatikan guru sebelum memberikan pengajaran adalah guru harus mengetahui terlebih dahulu pengetahuan awal siswa dan bagaimana cara siswa memperoleh pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya suatu informasi bagi guru mengenai kemampuan siswa pada level submikroskopik yang bisa


(9)

menjadi bahan masukan dalam merancang strategi pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian diharapkan hasil akhir pembelajaran dapat mencakup ketiga level representasi dalam kimia.

Perlunya penekanan pada level submikroskopik ini karena pada umumnya soal-soal atau tes yang diberikan guru hanya mencakup fenomena yang terepresentasikan pada level makroskopik dan simbolik saja, sehingga kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep terutama pada level submikroskopik belum dapat diketahui dengan pasti. Pada umumnya siswa berhasil memecahkan soal pada level simbolik, tetapi tidak memahami konsep kimianya. Siswa cenderung menghafal representasi abstrak dalam bentuk deskriptif kata-kata saja, yang berakibat siswa tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan fenomena partikulat yang terjadi. Berpikir pada level submikroskopik merupakan hal yang tidak mudah. Diperlukan pemahaman dan kemampuan berimajinasi yang tepat. Sejalan dengan Lowe (1993); Reed (1993a); Shah & Carpenter (1995) dalam Matlin (2008) yang menyatakan bahwa Imajinasi berguna ketika kita mencoba untuk memecahkan masalah matematika, memahami grafik, atau mengkonstruksi representasi mental dari teknis sebuah diagram.

Tidak semua konsep kimia mempunyai karakteristik yang dapat direpresentasikan pada level submikroskopik, namun hampir semua fenomena makroskopik dapat dijelaskan pada tingkat partikulat melalui representasi pada level submikroskopiknya. Representasi ini memberikan penjelasan mengenai suatu fenomena pada level partikulat, yang bersifat abstrak menjadi lebih nyata untuk divisualisasikan. Kemampuan membaca dan menggambar diperlukan untuk


(10)

merepresentasikan fenomena yang terjadi. Melalui gambar maka suatu konsep yang abstrak dapat divisualisasikan sehingga memudahkan siswa dalam memahaminya. Dalam ilmu psikologi pendidikan diketahui adanya penggunaan imageri, untuk memudahkan siswa dalam memvisualisasikan suatu konsep yang abstrak menjadi nyata. Matlin (2008), menyatakan bahwa kemampuan menghadirkan objek-objek abstrak yang sebenarnya tidak ada secara fisik disebut imagery. Pembelajaran menggunakan mental imagery secara kognitif dapat meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran yang ada. Seseorang berinteraksi dengan objek atau benda melalui panca inderanya, kemudian mengkonstruksi sendiri gambaran dari pengalamannya terhadap objek tersebut, hal tersebut dikemukan oleh Bruner dalam Suwarsono (2002). Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai analisis terhadap kemampuan membaca dan menggambar siswa pada level submikroskopik.

Perbedaan gender merupakan salah satu faktor memberikan pengaruh terhadap pemahaman konsep siswa. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam pencapaian prestasi belajar siswa terjadi perbedaan berdasarkan perbedaan gender. Martono et al (2009) melakukan penelitian di Unsoed mengenai perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa laki-laki dan perempuan berdasarkan nilai IPK dan masa studi, diperoleh kesimpulan bahwa perempuan lebih berprestasi daripada laki-laki, yang ditunjukkan dengan siswa perempuan memiliki rentang IPK 3,0-4 dan masa studi lebih pendek. Bertentangan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan Devetak (2010)


(11)

memberikan kesimpulan bahwa nilai kemampuan menggambar siswa laki-laki lebih tinggi daripada nilai siswa perempuan pada level submikroskopik mata pelajaran kimia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka peneliti juga tertarik untuk mengkaji bagaimana perbedaan gender dapat mempengaruhi kemampuan membaca dan menggambar pada level submikroskopik.

Larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan topik kimia yang dipelajari siswa SMA kelas X/II. Topik larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan topik yang bersifat multirepresentasi, konsep pada topik ini dapat direpresentasikan dalam tiga level representasi kimia menurut Johnstone. Guru dapat melakukan pembelajaran mengenai topik ini pada ketiga level representasinya sehingga akan memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsepnya secara komprehensif.

Materi ini merupakan salah satu konsep dasar bagi konsep kimia larutan selanjutnya dikelas XI dan XII, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kemampuan siswa dalam memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit terutama pada level submikroskopiknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran kemampuan membaca representasi submikroskopik siswa kelas X dan XI pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit?


(12)

2. Bagaimanakah gambaran kemampuan menggambar representasi submikroskopik siswa kelas X dan XI pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit?

3. Bagaimanakah hubungan kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik terhadap pemahaman konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit?

4. Bagaimanakah perbedaan kemampuan mambaca dan menggambar representasi submikroskopik pada siswa laki-laki dan perempuan?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Materi pelajaran kimia yang dibahas dalam penelitian ini adalah larutan elektrolit dan nonelektrolit.

2. Siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa-siswa SMA kelas X/II dan siswa kelas XI yang telah mempelajari materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik siswa SMA, hubungan kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik terhadap pemahaman konsep siswa, serta perbedaan kemampuan mambaca dan menggambar representasi submikroskopik pada siswa laki-laki dan perempuan.


(13)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang gambaran kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik siswa, hubungan kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik terhadap pemahaman konsep siswa, serta perbedaan kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik pada siswa laki-laki dan perempuan, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.

1.6 Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan penjelasan istilah sebagai berikut:

1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya (sebab-musabab, duduk perkara dan sebagainya); penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Adapun dalam penelitian ini analisis didefinisikan sebagai proses atau kegiatan mengamati, mengkategorikan, mengolah dan mendeskripsikan jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal kimia antara laki-laki dan perempuan siswa SMA. 2. Representasi submikroskopik didefinisikan sebagai representasi kimia yang

menjelaskan suatu konsep kimia pada tingkatan partikel penyusunnya (molekuler) terhadap fenomena makroskopik yang diamati (Devetak, 2010).


(14)

Dalam penelitian ini representasi submikroskopik yang dimaksud adalah gambaran suatu fenomena pada level partikulat.

3. Kemampuan membaca representasi submikroskopik didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam menafsirkan suatu representasi yang terdapat pada soal kimia baik berupa kata-kata maupun gambar, yang mendeskripsikan suatu fenomena kimia sebagai langkah siswa dalam menyelesaikan soal-soal tersebut.

4. Kemampuan menggambar representasi submikroskopik didefinisikan sebagai kemampuan menuangkan atau merepresentasikan ulang suatu fenomena kimia yang terjadi, pada level submikroskopik (tingkat partikulat) dalam bentuk gambar dua dimensi.


(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia (Sukmadinata, 2011). Secara lebih rinci, penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain. Penelitian deskriptif dapat juga ditujukan untuk mengadakan kajian yang bersifat kualitatif. Pada penelitian ini peneliti tidak memberikan perlakuan, manipulasi, atau pengubahan terhadap variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

3.2 Jenis Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik; dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006). Sebelum alat pengumpulan data yang berupa tes obyektif digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah memenuhi syarat sebagai alat pengambil data atau tidak. Instrumen yang dibuat dalam penelitian ini yaitu:


(16)

1. Tes Konsepsi Siswa

Tes ini digunakan untuk memperoleh gambaran pemahaman konsep siswa pada level submikroskopik pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Tes ini berbentuk pilihan ganda beralasan yang terdiri dari 14 soal. Tes ini mengandung dua jenis soal, antara lain:

a) Soal untuk menganalisis kemampuan membaca representasi pada level submikroskopik (RSM) siswa dan

b) Soal untuk menganalisis kemampuan menggambar RSM siswa.

Kriteria penilaian kemampuan siswa dalam membaca dan menggambar representasi submikroskopik dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Membaca

No Kriteria Penilaian Nilai

1 Alasan salah 0

2 Alasan benar tidak berhubungan 1

3 Alasan benar dan saling berhubungan. 2

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Menggambar

No Kriteria Penilaian Nilai

1 Tidak digambarkan atau digambar tetapi salah 0 2 Digambar, benar secara konsep, tapi tidak berhubungan 1 3 Digambar, benar secara konsep, dan berhubungan 2


(17)

Berdasar hasil uji coba soal pada siswa, diperoleh hasil bahwa terdapat lima soal yang memiliki validitas (dua soal bervaliditas sangat signifikan dan tiga soal bervaliditas signifikan). Berdasarkan tingkat kesukaran diperoleh hasil bahwa terdapat lima soal dengan kategori sangat sukar, enam soal dengan kategori sukar, dan dua buah soal dengan kategori sedang. Semua soal tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik siswa pada topik larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Soal-soal tersebut dikelompokkan berdasarkan indikator pembelajaran sebagaimana tercantum dalam tabel 3.4.

Tabel 3.3 Pengelompokan Soal berdasar Indikator

No Indikator Pembelajaran

Indikator kemampuan submikroskopik

No Soal Jumlah Soal

1 Mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit melalui percobaan

Membaca 4, 5

4 Menggambar 2, 3

2 Mengelompokkan larutan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit.

Membaca 12, 13, 14

4 Menggambar 11

3 Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan arus listrik.

Membaca 9

3 Menggambar 7, 10

4 Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar

Membaca 1

3 Menggambar 6, 8

Soal yang sudah diujicoba kemudian diujikan kepada siswa kelas X-3 dan XI IPA 2 SMAN X Subang. Hasil dari sebaran soal-soal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.4.


(18)

Tabel 3.4. Statistika Deskriptif Sebaran Soal Skor Min Skor Maks Skor Maks perolehan Siswa Rata-rata Nilai Siswa

SD Kurtosis Skewness

PG (pilihan ganda) 2 14 13 7 14,49 -0,46 -0,31

Membaca (B) 0 14 12 5 20,74 0,25 -0,87

Menggambar (G) 0 14 6 1 10,30 0,51 -0,80

2. Angket

Angket ini digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa tentang pelajaran kimia dan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang telah dipelajari siswa. Data yang berhasil dikumpulkan dari angket tersebut selanjutnya dianalisis untuk melengkapi dan memperkuat analisis data yang diperoleh dari jawaban soal-soal tes konsepsi dan wawancara.

Angket siswa ini terdiri atas enam belas pertanyaan yang terdiri atas 7 indikator. Indikator pertama yaitu ketertarikan dan kesungguhan serta motivasi siswa dalam mempelajari kimia. Indikator kedua menunjukkan ketertarikan siswa terhadap materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Indikator ketiga menunjukkan pemahaman siswa atas pembelajaran yang telah diberikan guru di kelas. Kemudian indikator selanjutnya untuk mengetahui apakah representasi submikroskopik telah diketahui oleh siswa.

3. Pedoman Wawancara

Lembar wawancara digunakan untuk menjaring informasi secara langsung mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami siswa-siswa kimia dalam memahami level mikroskopik dalam materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Selain itu juga


(19)

untuk melakukan cross check terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa (perwakilan siswa) dari kelompok siswa tinggi, sedang dan rendah.

Wawancara juga dilakukan terhadap guru mata pelajaran kimia. Wawancara guru ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengajaran yang diberikan oleh guru tersebut pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Data dari wawancara guru dianalisis untuk memperkuat hasil dari perolehan skor siswa pada tes.

Penulis menggunakan metode wawancara langsung karena menurut Sukmadinata (2011), wawancara langsung merupakan cara yang cukup efektif, sebab data akan diperoleh secara lengkap, pertanyaan yang kurang jelas atau meragukan dapat dijelaskan dan hasilnya dapat diperoleh saat itu juga.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah sebanyak 62 orang siswa SMA, terdiri dari 34 siswa kelas X 3 (laki-laki 12 orang; perempuan 22 orang) dan siswa kelas XI IPA 2 sebanyak 28 (laki-laki 8 orang; perempuan 20 orang). Subjek adalah siswa SMAN X Subang, yang merupakan salah satu RSBI.

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tes tertulis, angket dan wawancara. Keseluruhan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 3.5.


(20)

Tabel 3.5 Prosedur Pengumpulan Data No Pengumpulan

Data

Jenis Data Sumber

Data

Keterangan 1 Tes Tertulis  pemahaman konsep

siswa

 kemampuan representasi

submikroskopik siswa (membaca & menggambar

representasi submikroskopik)

Siswa Dilakukan

setelah mempelajari materi elektrolit dan

non-elektrolit

2 Angket Tanggapan siswa terhadap mata pelajaran kimia dan pengetahuan siswa mengenai level submikroskopik.

Siswa Dilakukan

setelah tes tertulis

3 Wawancara Tanggapan Guru dan Siswa terhadap level submikroskopik Guru dan Siswa Dilakukan setelah tes tertulis .


(21)

3.5 Alur Penelitian


(22)

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Tahap Perencanaan

a. Kajian Pustaka mengenai representasi submikroskopik dari jurnal-jurnal ilmiah dan penelitian-penelitian sebelumnya.

b. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit untuk merumuskan indikator dan konsep yang bisa direpresentasikan pada level submikroskopik.

c. Melakukan revisi terhadap instrumen.

Tahap 2: Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Membuat instrumen utama penelitian yaitu tes model representasi submikroskopik yang didasarkan pada hasil kajian mengenai submikroskopik siswa dan juga instrumen pendukung meliputi pedoman wawancara dan angket.

b. Mengkonsultasikan instrumen kepada dosen pembimbing.

c. Menguji validitas instrumen (tes tertulis) yang telah disusun kepada dosen ahli atau pakar. Validitas yang dimaksud adalah validitas isi. d. Pelaksanaan tes tertulis pada siswa SMA kelas X dan XI yang telah

mempelajari materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

e. Penyebaran angket pada siswa yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tes tertulis.

f. Pelaksanaan wawancara terhadap sampel acak siswa yang telah melaksanakan tes tertulis.


(23)

Tahap 3: Tahap Analisis Data Hasil Penelitian

a. Menganalisis jawaban tes tertulis siswa laki-laki dan perempuan untuk kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik yang terdapat pada tes tertulis.

b. Menganalisis hasil jawaban angket siswa. c. Menarik kesimpulan.

3.6 Prosedur Pengolahan Data

Data dikumpulkan dan diberi skor sesuai dengan skor penilaiannya (tabel 3.1 dan 3.2). Kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan korelasi linier sederhana.

Gambar 3.2 Korelasi Antar Variabel

Nilai r yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menurut tabel 3.6. tabel interpretasi nilai r menurut Arikunto (2006).

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai r

Nilai r Keterangan

0,00 – 0,19 Sangat Rendah 0,20 – 0,39 Rendah

0,40 – 0,59 Cukup 0,60 – 0,79 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat kuat

Nilai Pilihan Ganda (K)

Nilai Menggambar RSM (G)

Nilai Membaca RSM (B)


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pertanyaan penelitian diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam membaca representasi submikroskopik pada topik larutan elektrolit dan nonelektrolit menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas XI lebih baik daripada siswa kelas X.

2. Kemampuan siswa SMA dalam menggambar representasi submikroskopik pada larutan elektrolit dan nonelektolit menunjukkan bahwa rata-rata siswa kelas XI memiliki kemampuan menggambar representasi submikroskopik yang lebih baik daripada siswa kelas X.

3. Kemampuan membaca representasi submikroskopik memberikan kontribusi sebesar 30% dalam pemahaman konsep; 8,3% kemampuan menggambar berkontribusi dalam pemahaman konsep; sedangkan kontribusi kedua kemampuan representasi submikroskopik tersebut terhadap pemahaman konsep sebesar 35,64%. Hubungan yang diperlihatkan menunjukkan hubungan yang positif (searah).

4. Pembelajaran belum mencakup aspek submikroskopik sehingga kemampuan siswa belum terasah dengan baik sesuai dengan kecenderungan kecerdasan pria dan wanita. Siswa pria dan wanita memiliki kesulitan yang sama pada saat merepresentasikan suatu


(25)

fenomena pada level ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan membaca dan menggambar RSM diantara mereka.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka diajukan saran sebagai berikut:

1. Guru sebaiknya mulai menggunakan soal pada level submikroskopik untuk mengevaluasi pemahaman siswa untuk lebih mengetahui konsepsi yang sudah terbangun dalam kognitif siswa.

2. Kemampuan siswa pada level submikroskopik (baik kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik) membuat siswa lebih memahami suatu konsep. Kemampuan tersebut hendaknya lebih dikembangkan melalui pembelajaran yang tepat. Berdasarkan informasi pemahaman siswa pada level submikroskopik dalam topik larutan elektrolit dan nonelektrolit ini, dapat dibuat suatu modul pembelajaran yang penekanan materinya pada level submikroskopik. 3. Sebaiknya dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai miskonsepsi

atau penelitian mengenai konflik kognitif yang terjadi pada siswa dengan menggunakan instrumen representasi submikroskopik yang lebih baik pada materi kimia lain.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aksela, M. (2005). Supporting Meaningful Chemistry Learning and. Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A design research approach. Disertasi Univ. Helskinki:Fac.Science University of Helskinski.

Bloom, B.S., (Ed.), et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook I: Cognitive Domain. New York: David McKay.

Brady, E. James. (1999). Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Edisi kelima Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.

Brady, E.J., Senece, F., dan Jesperson N. (2009). Chemistry International Student Version. 5Th Edition. New York: John willey.

Burn, Paul C., Betty D Roe., & Elinor P Ross. (1984). Teaching Reading in Today’s Elementary schools. Boston: Houghton Mifflin Company. Chandrasegaran A.L., Treagust F. David dan Mocerino Mauro. (2007). The development of a two-tier multiple-choice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels of representation. Journal of Chemistry Educ. Res. And Practice,8(3),293-307. Australia.

Chang, Raymond (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 1. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Ching, Francis. (2002). Alih bahasa: Ir. Paulus H.A. Menggambar, Suatu Proses Kreatif. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Chittleborough, Gail and Treagust, D.F. (2007). The modelling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Journal of Chemistry Educ. Res. And Practice,8(3),274-292. Australia.

Dahar, R.W. (1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Davidowitz Bette, Gail Chittleborough, Eileen M. (2010). Student-generated submicro diagrams: a useful tool for teaching & learning


(27)

chemical equations & stoichiometry. www.rsc.org/crp. chemistry Education Research and Practise, 11, 154-164.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Devetak Iztok, Janez Vogrinc, Sasa Aleksij Glazar. (2007). Assessing 16-Year-Old Students’ Understanding of Aqueous Solution at Submicroscopic Level. Res.Sci.Educ DOI 10.1007/s11165-007-9077-2

Devetak Iztok and Sasa Aleksij Glazar. (2010). The influence of 16-year-old students’ Gender, Mental abilities, and Motivation on their Reading and Drawing Subimicrorepresentation achievements. International Journal of science Education: Vol.32,No.12,pp. 1561-1593. Slovenia

Farida, Ida (2010). The Importance of Development of Representational competence in chemical problem solving using interactive

multimedia.

http://faridach.wordpress.com/2010/10/13/the- importance-of-development-of-representational-competence-in-chemical-problem-solving-using-interactive-multimedia/

Jansoon Ninna, Richard K. Coll, Ekasith Somsook. (2009). Understanding Mental Models of Dilution in Thai Student Model Mental. IJESE Vol.4, No.2 April 2009, 147-168.

Juntika, Achmad dan Agustin M . (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.

Johnstone, A. H. (1991). Why is science difficult to learn? Things are seldom what they seem. Journal of Computer Assisted Learning, 7, 75-83.

KBBI Pusat Bahasa. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. (1984). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Martono, Nanang. (2009). Perbedaan Gender dalam Prestasi Belajar


(28)

Miladi, David. S. (2010). Larutan Elektrolit dan nonelektrolit. Tersedia

online:http://sahri.ohlog.com/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.cat3416.html

Matlin W. Margaret. (2008). COGNITION. Seven edition. State University of New York, Geneseo. New York: Harcout Brace Publishers.

Pasiak T. (2006). Manajemen Kecerdasan-Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup. Jakarta: Gramedia.

Sirhan, Ghassan. (2007), Learning difficulties in chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education.

Slameto (2005). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suhendrayatna dan Balia A. (2004). Menggambar Teknik untuk Mahasiswa Teknik Kimia. Univ. Syiah Kuala. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/34050067/Buku-Menggambar-Teknik-2008

Sukmadinata, Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ketujuh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dengan Program Pascasarjana UPI.

Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.

Suwarsono, (2002). Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses

Pembelajaran yang Relevan Untuk Pembelajaran

Matematika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional

(DEPDIKNAS).

Taufik, Agus dan Purawisastra. (2007). Kimia untuk SMA dan MA kelas X. Jakarta. Widya Utama.

Tarigan, Henry G. (1985). Membaca: sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Treagust. D.F., Chittleborough, G., & Mamiala, T.L. (2003). The Role of submicroscopic representations in chemical explanation. International Journal of Science Education 25(11), 1353-1368. Uno, H.B., dan Kuadrat M. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam


(1)

Hafsari, 2012

Analisis Kemampuan Membaca Dan Menggambar Representasi Submikroskopik Siswa SMA Pada Topik Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit

Tahap 3: Tahap Analisis Data Hasil Penelitian

a. Menganalisis jawaban tes tertulis siswa laki-laki dan perempuan untuk kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik yang terdapat pada tes tertulis.

b. Menganalisis hasil jawaban angket siswa. c. Menarik kesimpulan.

3.6 Prosedur Pengolahan Data

Data dikumpulkan dan diberi skor sesuai dengan skor penilaiannya (tabel 3.1 dan 3.2). Kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan korelasi linier sederhana.

Gambar 3.2 Korelasi Antar Variabel

Nilai r yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menurut tabel 3.6. tabel interpretasi nilai r menurut Arikunto (2006).

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai r

Nilai r Keterangan

0,00 – 0,19 Sangat Rendah 0,20 – 0,39 Rendah

0,40 – 0,59 Cukup 0,60 – 0,79 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat kuat

Nilai Pilihan Ganda (K)

Nilai Menggambar RSM (G)

Nilai Membaca RSM (B)


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pertanyaan penelitian diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam membaca representasi submikroskopik pada topik larutan elektrolit dan nonelektrolit menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas XI lebih baik daripada siswa kelas X.

2. Kemampuan siswa SMA dalam menggambar representasi submikroskopik pada larutan elektrolit dan nonelektolit menunjukkan bahwa rata-rata siswa kelas XI memiliki kemampuan menggambar representasi submikroskopik yang lebih baik daripada siswa kelas X.

3. Kemampuan membaca representasi submikroskopik memberikan kontribusi sebesar 30% dalam pemahaman konsep; 8,3% kemampuan menggambar berkontribusi dalam pemahaman konsep; sedangkan kontribusi kedua kemampuan representasi submikroskopik tersebut terhadap pemahaman konsep sebesar 35,64%. Hubungan yang diperlihatkan menunjukkan hubungan yang positif (searah).

4. Pembelajaran belum mencakup aspek submikroskopik sehingga kemampuan siswa belum terasah dengan baik sesuai dengan kecenderungan kecerdasan pria dan wanita. Siswa pria dan wanita memiliki kesulitan yang sama pada saat merepresentasikan suatu


(3)

Hafsari, 2012

Analisis Kemampuan Membaca Dan Menggambar Representasi Submikroskopik Siswa SMA Pada Topik Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit

fenomena pada level ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan membaca dan menggambar RSM diantara mereka.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka diajukan saran sebagai berikut:

1. Guru sebaiknya mulai menggunakan soal pada level submikroskopik untuk mengevaluasi pemahaman siswa untuk lebih mengetahui konsepsi yang sudah terbangun dalam kognitif siswa.

2. Kemampuan siswa pada level submikroskopik (baik kemampuan membaca dan menggambar representasi submikroskopik) membuat siswa lebih memahami suatu konsep. Kemampuan tersebut hendaknya lebih dikembangkan melalui pembelajaran yang tepat. Berdasarkan informasi pemahaman siswa pada level submikroskopik dalam topik larutan elektrolit dan nonelektrolit ini, dapat dibuat suatu modul pembelajaran yang penekanan materinya pada level submikroskopik. 3. Sebaiknya dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai miskonsepsi

atau penelitian mengenai konflik kognitif yang terjadi pada siswa dengan menggunakan instrumen representasi submikroskopik yang lebih baik pada materi kimia lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aksela, M. (2005). Supporting Meaningful Chemistry Learning and.

Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A

design research approach. Disertasi Univ. Helskinki:Fac.Science University of Helskinski.

Bloom, B.S., (Ed.), et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives:

Handbook I: Cognitive Domain. New York: David McKay.

Brady, E. James. (1999). Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Edisi kelima Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara.

Brady, E.J., Senece, F., dan Jesperson N. (2009). Chemistry International

Student Version. 5Th Edition. New York: John willey.

Burn, Paul C., Betty D Roe., & Elinor P Ross. (1984). Teaching Reading in Today’s Elementary schools. Boston: Houghton Mifflin Company. Chandrasegaran A.L., Treagust F. David dan Mocerino Mauro. (2007). The development of a two-tier multiple-choice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels of representation.

Journal of Chemistry Educ. Res. And Practice,8(3),293-307.

Australia.

Chang, Raymond (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 1. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Ching, Francis. (2002). Alih bahasa: Ir. Paulus H.A. Menggambar, Suatu

Proses Kreatif. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Chittleborough, Gail and Treagust, D.F. (2007). The modelling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Journal of Chemistry Educ. Res. And

Practice,8(3),274-292. Australia.

Dahar, R.W. (1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dalyono, M. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta


(5)

Student-Hafsari, 2012

Analisis Kemampuan Membaca Dan Menggambar Representasi Submikroskopik Siswa SMA Pada Topik Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit

chemical equations & stoichiometry. www.rsc.org/crp. chemistry

Education Research and Practise, 11, 154-164.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah. Jakarta: Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia.

Devetak Iztok, Janez Vogrinc, Sasa Aleksij Glazar. (2007). Assessing 16-Year-Old Students’ Understanding of Aqueous Solution at Submicroscopic Level. Res.Sci.Educ DOI 10.1007/s11165-007-9077-2

Devetak Iztok and Sasa Aleksij Glazar. (2010). The influence of 16-year-old students’ Gender, Mental abilities, and Motivation on their Reading and Drawing Subimicrorepresentation achievements.

International Journal of science Education: Vol.32,No.12,pp.

1561-1593. Slovenia

Farida, Ida (2010). The Importance of Development of Representational

competence in chemical problem solving using interactive multimedia. http://faridach.wordpress.com/2010/10/13/the- importance-of-development-of-representational-competence-in-chemical-problem-solving-using-interactive-multimedia/

Jansoon Ninna, Richard K. Coll, Ekasith Somsook. (2009). Understanding Mental Models of Dilution in Thai Student Model Mental. IJESE Vol.4, No.2 April 2009, 147-168.

Juntika, Achmad dan Agustin M . (2011). Dinamika Perkembangan Anak

dan Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.

Johnstone, A. H. (1991). Why is science difficult to learn? Things are seldom what they seem. Journal of Computer Assisted Learning, 7, 75-83.

KBBI Pusat Bahasa. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. (1984). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Martono, Nanang. (2009). Perbedaan Gender dalam Prestasi Belajar


(6)

Miladi, David. S. (2010). Larutan Elektrolit dan nonelektrolit. Tersedia

online:http://sahri.ohlog.com/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.cat3416.html

Matlin W. Margaret. (2008). COGNITION. Seven edition. State University of New York, Geneseo. New York: Harcout Brace Publishers.

Pasiak T. (2006). Manajemen Kecerdasan-Memberdayakan IQ, EQ dan

SQ untuk Kesuksesan Hidup. Jakarta: Gramedia.

Sirhan, Ghassan. (2007), Learning difficulties in chemistry: An Overview.

Journal of Turkish Science Education.

Slameto (2005). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suhendrayatna dan Balia A. (2004). Menggambar Teknik untuk

Mahasiswa Teknik Kimia. Univ. Syiah Kuala. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/34050067/Buku-Menggambar-Teknik-2008

Sukmadinata, Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ketujuh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dengan Program Pascasarjana UPI.

Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.

Suwarsono, (2002). Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses

Pembelajaran yang Relevan Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).

Taufik, Agus dan Purawisastra. (2007). Kimia untuk SMA dan MA kelas X. Jakarta. Widya Utama.

Tarigan, Henry G. (1985). Membaca: sebagai Suatu Ketrampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Treagust. D.F., Chittleborough, G., & Mamiala, T.L. (2003). The Role of submicroscopic representations in chemical explanation.

International Journal of Science Education 25(11), 1353-1368.

Uno, H.B., dan Kuadrat M. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam