ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA SERIAL HOTARU NO HIKARI 2.
ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA SERIAL HOTARU NO HIKARI 2
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang
Oleh Okti Maulani
0801206
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
Analisis Fungsi Partikel
Ka, Sa, Na,
W
a
Dalam Drama Serial Hotaru No
Hikari 2
Oleh Okti Maulani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Okti Maulani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
OKTI MAULANI
ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA HOTARU NO HIKARI 2
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Drs. Mulyana Adimihardja, M.Ed. NIP. 194906301980031001
Pembimbing II
Dr. Dedi Sutedi, M.A.,M.Ed. NIP. 196605071996011001
Mengetahui Ketua Jurusan
Dra. Neneng Sutjianti, M.Hum. NIP.196011081986012001
(4)
Hotaru no Hikari 2 マシ ア 含 さ わ
言う助詞 機能 分析
要旨
オク イ マウ ニ
0801206
研究 Hotaru no Hikari 2 マシ ア 含 さ わ 言う助詞 機能 分析 本研究 目的 Hotaru no Hikari 2 マセ ア 含
う さ わ 言う助詞 機能 知 た あ
本研究 方法 スク プ 言うメソッ 使 た ータ 集 Simak 言
うメソッ 使い Simakメッソ 含 研究 使わ た基本 クニック ー
タ 集 技法 Sadap 言う クニク あ 次 技法 Simak Bebas Libat Cakap
クニク 使い 最後 ータ 集技法 Catat クニック 使 た ータ 分析メ
ソッ Distributional 言うメソッ 使い Distributionalメソッ 含 使 た ク
ニック Lesap Ganti Sisip 言う クニック あ 本研究 結果 集ま た
ータ さ わ 言う助詞 使う文章 99文 あ 文章 含ま
た 言う助詞 59文 さ 言う助詞 11文 言う助詞 16文
あ 文章 含ま た わ 言う助詞 13文 あ . 研究問題 答え 助
詞 機能 結論 出 言う 疑問 直接 伝え い感情表現
示 助詞 機能 要点萄度合
う う あ
い く い 型 含
高 た 言う 疑問 示 機能 変わ く 疑う
紛争
ふ そう
注目
ち う く
ア バイス 勧誘
う
助言 意見
い
自分 質問 修辞的 質問
}
批判 甲高い怒 前 文 論 微妙 投 怒 非難 言う機能 研究 結果
異 結果 示 た 以上 機能 変わ た 要点萄度合い 文
章 中 置 強情 文章 中 含 高く 変わ た さ 言う
助詞 要点萄度合い く 変わ 文章 置 強情 高 た 禁止 示
言う助詞 機能 要点萄度合い 置 強情 高く 変わ た 感
情表現 示 言う助詞 機能 要点萄度合い く 変わ 置 強情
高 た わ 言う助詞 機能 要点萄度合い く 置 強情 高く 変わ
た 本研究 結果 見 筆者 さ い歩 研究 必要 考え 文章 含 助
詞 意味 助詞 意味 機能 助詞 イン ネショ―ン 研究 必要 あ 外国日
本語学習者 そ 助詞 使用 違い 減少
う
う
キ―ワ― : さ わ 言う助詞 助詞 機能 マ
(5)
ABSTRAKSI
Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa dalam Drama Serial Hotaru no Hikari 2
Okti Maulani NIM: 0801206 Penelitian ini meneliti fungsi partikel ka, sa, na dan wa dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang fungsi apa saja yang terdapat dalam penggunaan masing-masing partikel ka, sa, na dan wa dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Teknik dasar pengumpulan data adalah teknik sadap, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap, teknik akhir yaitu teknik catat. Metode pengolahan data dalam tahap analisis data adalah metode distribusional, teknik lanjutan yang digunakan teknik lesap (delasi), teknik ganti (substitusi), teknik sisip (interupsi). Dari hasil analisis, terkumpul 99 kalimat menggunakan partikel ka, sa, na dan wa, 59 kalimat menggunakan partikel ka, 11 kalimat partikel sa, 16 kalimat partikel na, dan 13 kalimat partikel wa. Kadar keintian partikel ka yang menyatakan pertanyaan serta menujukan ekspresi perasaan rendah, dalam pola “desuka” dan pola “janaidesuka” tinggi. Partikel ka yang menyatakan pertanyaan tidak bisa digantikan, fungsi lainnya dapat digantikan, tetapi nuansa kalimat berubah. Kadar keintian, ketegaran letak partikel ka di tengah kalimat tinggi, tidak dapat digantikan. Kadar keintian partikel sa dalam kalimat rendah, dapat diganti, ketegaran letak tinggi. Kadar keintian, ketegaran letak partikel na bernuansa larangan tinggi, tidak dapat diganti. Kadar keintian partikel na yang menunjukan ekspresi perasaan rendah, dapat diganti, ketegaran letaknya tinggi. Kadar keintian partikel wa dalam kalimat rendah, ketegaran letaknya tinggi serta dapat digantikan. Melihat hasil penelitian tersebut penulis berpendapat bahwa diperlukan penelitian selangkah lebih jauh lagi yaitu, meneliti tentang makna, hubungan makna dan fungsi partikel dengan intonasi partikel dalam kalimat. Agar kesalahan pembelajar asing bahasa Jepang ketika menggunakan kempat partikel tersebut dapat diminimalisir.
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Metode Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 15
F. Struktur Organisasi ... 16
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Batasan Partikel dalam Bahasa Indonesia ... 18
B. Batasan Partikel dalam Bahasa Jepang... 18
C. Batasan Shūjoshi dalam Bahasa Jepang ... 28
D. Penelitian Terdahulu mengenai Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa dalam Bahasa Jepang ... 36
E. Batasan Serial Drama ... 68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 71
B. Definisi Operasional ... 73
(7)
D. Metode Pengumpulan Data ... 77
E. Teknik Pengumpulan Data ... 78
F. Metode Pengolahan Data ... 80
G. Teknik Pengolahan Data ... 85
IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa ... 89
B. Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa ... 93
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 217
B. Saran ... 232
DAFTAR PUSTAKA ... 234
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Bahasa Jepang menjadi pusat perhatian di seluruh dunia, dengan berbagi tujuan setiap tahunnya semakin banyak yang berminat untuk mempelajari bahasa ini. Berdasarkan hasil survey The Japan Foundation terhadap lembaga pendidikan bahasa Jepang pada tahun 2009, pembelajar bahasa Jepang dari 125 negara di dunia yang berhasil didata berjumlah 3,651,761 orang. Dari jumlah tersebut, pembelajar bahasa Jepang di Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah 716,353 orang, setelah Korea sebanyak 964,014 orang dan China sebanyak 827,171 orang. Bercermin dari penelitian diatas, bila dilihat dari segi kuantitas, angka pembelajar bahasa Jepang di Indonesia begitu banyak jumlahnya.
Seperti yang kita ketahui, berbagai upaya diusahakan agar kualitas kemampuan pembelajar bahasa Jepang di Indonesia meningkat. Pada umumnya, pembelajar bahasa pasti belajar empat kemampuan berbahasa, seperti menulis, mendengarkan, membaca dan berbicara, hal seperti itu juga sama ketika mempelajari bahasa asing. Akan tetapi dari keempat kemampuan berbahasa tersebut kemampuan berbicara dan berkomunikasi dirasakan mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini dikarenakan erat sekali kaitannya dengan hubungan sosial di masyarakat, karena “...kembali lagi pada sosok asli bahasa yang merupakan suatu lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri” (KBBI, 2008:116). Oleh karena itu, hal yang dianggap penting ketika mempelajari suatu bahasa adalah kemampuan komunikasi verbal .
(9)
Hal ini sejalan dengan pendapat Verderber (Mulyana, 2009 : 5) yang memandang komunikasi sebagai faktor penting dalam hubungan sosial serta kepentingan individu itu sendiri dalam lingkungan masyarakat sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu.
Jadi sekali lagi, penggunaan bahasa berkaitan erat dengan kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang bisa mempengaruhi hubungan sosial dan kehidupan pribadi individu itu sendiri.
Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, pembelajar asing bahasa Jepang diperkenalkan pada mata kuliah kaiwa, dengan mempelajari mata kuliah ini besar harapan pembelajar asing bahasa Jepang untuk dapat berkomunikasi secara baik dengan orang Jepang. Nozomi (2011:5) memandang faktor motivasi untuk dapat berkomunikasi dengan penutur asli bahasa jepang dipandang berperan tinggi ketika mempelajari Kaiwa sebagaimana dikemukakannya bahwa:
外国語 学ぶ動機 し も 会話 学 その外国語の母語話
者 コミュ二ケ―ション したい いう希望が多い*母語話者一人が生
ま 一番最初 まわ の家族 の話 聞い 覚え 言語
Gaikokugo wo manabu dōki toshitemo, (Kaiwa) wo manande, sono gaikokugo no bogowasha to komyunike-shon wo shitai to iu kibō ga ōi. *bogowasha hitori ga umarete ichiban saishōni, mawari no kazoku nado no hanashi wo kiiteoboeru gengo.
Salah satu motivasi pelajar asing ketika mempelajari bahasa asing dalam hal ini mempelajari “Kaiwa” karena mereka mempunyai harapan yang besar agar dapat berkomunikasi dengan penutur asli bahasa asing tersebut”. (*Penutur asli adalah orang yang lahir dan besar dengan menggunakan (mengingat dan mendengar) bahasa yang di peroleh dari lingkungan sekitar, seperti keluarga).
(10)
Tapi sayangnya, dengan mempelajari mata kuliah ini tidak menjamin pembelajar asing bahasa Jepang dapat berkomunikasi secara alami dengan menggunakan bahasa Jepang yang dirasakan sangatlah sulit.
Ketika mempelajari bahasa Jepang, pembelajar asing bahasa Jepang akan dihadapkan pada aspek-aspek kebahasaan bahasa Jepang, seperti huruf, kosakata, sistem pengucapan, gramatika dan ragam bahasa. Tiap aspek dalam bahasa Jepang mempunyai ciri khas masing-masing yang menjadikannya suatu bahasa yang sangat unik. Misalnya dari aspek huruf, sistem penulisan dalam bahasa Jepang ternyata sangat kompleks, huruf yang digunakan yaitu huruf kanji, hiragana dan katakana serta romaji. Dari aspek kosakata, kosakata dalam bahasa Jepang dibagi menjadi tiga macam, wago, kango, garaigo. Kemudian dari aspek gramatika, kosakata bahasa Jepang diklasifikasikan kedalam 10 kelompok kelas, yakni dōshi „verba‟, i-keiyōshi „ajektiva-i‟,
na-keiyōshi „ajektiva-na‟, meishi „nomina‟, fukushi „adverbia‟, rentaishi „prenomina‟, setsuzokushi „konjungsi‟, kandōshi „interjeksi‟, jodōshi „verba bantu‟, dan joshi „partikel‟. Belum lagi ada onomatope (giseigo dan gitaigo) serta ragam hormat (keigo) dan berbagai macam aspek kebahasaan yang lainnya.
Ketika pembelajar asing bahasa Jepang mempelajari mata kuliah kaiwa, tidak akan terlepas juga untuk mempelajari berbagai macam aspek bahasa Jepang yang tadi disebutkan diatas. Aspek gramatika dirasakan mempunyai peranan penting pada saat belajar kaiwa, karena dalam aspek gramatika ini terdapat banyak kelas kosakata yang menjadi salah satu unsur pembentuk kalimat. Salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang yang merupakan bagian dari kosakata serta sering terdapat dalam kalimat adalah 助 詞 “Joshi” partikel atau kata bantu.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Hirai (Sudjianto, 2009:181) yang mengutarakan pendapatnya mengenai joshi bahwa “Joshi adalah kelas kata yang termasuk fuzokugo yang dipakai setelah suatu kata untuk menunjukan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain untuk menambah arti kata tersebut lebih jelas lagi‟.
(11)
Dalam bahasa Jepang terdapat hinshi atau kelas kata, secara garis besar kata (tango) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua, yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Jiritsugo adalah kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, kelompak kata yang termasuk kedalamnya adalah, meishi „nomina‟,
dōshi „verba‟, keiyōshi atau i-keiyōshi „ajektiva-i‟, keiyōdoshi atau na keiyōshi „ajektiva-na‟, fukushi „adverbia‟, rentaishi „prenomina‟, setsuzokushi „konjungsi‟, dan kandōshi „interjeksi‟. Fuzokugo adalah kelas kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu, kata yang termasuk kedalam kelompok ini adalah joshi „partikel‟ dan jōdoshi „verba‟. Bila kita lihat pengertian dari jiritsugo dan fuzokugo diatas, ada hal yang membedakan keduanya bila kita telaah dari pengertiannya. Jiritsugo adalah kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, fuzokugo adalah kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu. Inti perbedaan dari jiritsugo dan fuzokugo adalah “bunsetsu”. Tadasu (Sudjianto, 2009: 137) mengungkapkan bahwa “bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar daripada tango (kata) yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun)”. Jadi Joshi adalah kelas kata yang termasuk kedalam fuzokugo yang tidak dapat dengan sendirinya menjadi satuan kalimat yang lebih besar dari tango (kata).
Selain jumlahnya yang sangat banyak, beberapa joshi ini tidak terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia sehingga sering kurang mendapat perhatian dari pembelajar asing bahasa Jepang yang cenderung dengan cepat mencocokan joshi dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia supaya pembelajaran bahasa Jepang menjadi mudah dipahami dalam bahasa ibu.
Kembali pada joshi, joshi akan menunjukan maknanya apabila sudah dipakai setelah kelas kata lain yang dapat berdiri sendiri (jiritsugo) sehingga dapat membentuk sebuah bunsetsu atau sebuah bun “kalimat”. Kelas kata yang dapat disisipi joshi antara lain meishi, dōshi, i-keiyōshi, na-keiyōshi, joshi, dan sebagainya. Berdasarkan fungsinya, Hirai (Sudjianto 2009:181) mengemukakan bahwa jenis-jenis joshi dibagi menjadi empat macam sebagaimana dikemukakannya sebagai berikut:
(12)
a. Kakujoshi, joshi yang termasuk kakujoshi pada umumnya dipakai setelah nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lainnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ga, no, o, ni, e, to, yori, kara, de dan ya.
b. Setsuzokujoshi, joshi yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setelah
yōgen (dōshi, i-keiyōshi, na-keiyōshi) atau setelah jodōshi untuk melanjutkan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi, temo (demo), te (de), nagara, tari (dari), noni, dan node.
c. Fukujoshi, joshi yang termasuk fukujoshi dipakai setelah berbagai macam kata. Seperti kelas kata fukushi, fukujoshi berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya wa, mo, kurai (gurai), nado, nari, yara, ka, dan zutsu.
d. Shūjoshi, joshi yang termasuk partikel pada umumnya dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pernyataan, larangan seruan, rasa haru, dan sebagainya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ka, kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, nao dan sa.
Peran partikel dalam sebuah percakapan tak terlepas dari emosi kebahasaan yang ingin disampaikan oleh penutur asli bahasa Jepang, salah satunya adalah partikel ka, sa, na dan wa. Partikel ini acap kali tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Peran partikel bagi pembelajar asing bahasa Jepang dapat dikatakan mempunyai peranan penting saat mempelajari kalimat dalam bahasa Jepang, karena partikel ini banyak terdapat dalam percakapan sehari-hari penutur asli bahasa Jepang dan mempunyai arti dan makna yang sulit untuk di jelaskan. Untuk mempelajari partikel ini dirasakan tidaklah cukup bila hanya belajar di kelas, pengalaman berbicara dan belajar dengan penutur asli merupakan salah satu cara yang dirasakan sangat efektif, tapi harus diakui bahwa kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan orang Jepang di Indonesia ini bisa
(13)
dikatakan sedikit, oleh karena itu media film menjadi salah satu media yang digunakan oleh pembelajar asing bahasa Jepang untuk belajar bahasa Jepang langsung dari penutur asli.
Meskipun demikian, hal ini dirasakan tidak cukup dikarenakan pembelajaran bersifat otodidak tanpa penjelasan yang menyeluruh, selain dikarenakan pembelajaran dilakukan hanya satu arah, partikel ka, na, sa dan wa ini ternyata ini mempunyai karakteristik yang berbeda, karena pada umumnya dari keempat partikel ini ada yang memiliki kecenderungan hanya digunakan oleh laki-laki saja dan ada pula yang hanya digunakan oleh perempuan saja, dan ada pula partikel yang boleh digunakan oleh kedua gender tersebut. Misalnya partikel “ka” bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan, partikel “na” dan “sa” digunakan oleh laki-laki saja, sedangkan partikel “wa” digunakan oleh perempuan saja. Hal ini sering kali luput dari perhatian pembelajar asing bahasa Jepang, sehingga dikhawatirkan tanpa pengetahuan yang mendalam tentang keempat partikel ini pembelajar asing bahasa Jepang menggunakannya dalam percakapan.
Drama serial yang dipilih sebagai objek kajian penelitian ini adalah drama serial “Hotaru no Hikari 2”. Setting drama ini ditampilkan di sebuah kota besar yaitu Tokyo, sehingga bahasa yang digunakan dalam drama ini termasuk Kyotsugo, sebagaimana dikemukakan oleh Muthi (2009: 4) bahwa:
Kyotsugo adalah bahasa Jepang yang dipahami dan dipakai di mana saja di seluruh negeri secara luas tanpa dibatasi wilayah tertentu. Umumnya ragam bahasa ini di pelajari oleh pembelajar asing bahasa Jepang, serta termasuk dalam Hyojungo atau bahasa Jepang standar yang resmi digunkan di belahan negara manapun.”
Dengan berbagai macam keresahan yang telah penulis utarakan di atas, maka penulis bermaksud untuk meneliti fungsi penggunaan partikel ka, sa, na dan wa dari penutur asli melalui media drama “Hotaru no Hikari 2”dalam skripsi yang berjudul, “Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na, dan Wa dalam
(14)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diutarakan di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan menjadi permasalahan sebagai berikut:
1. Apa fungsi partikel ka, yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”?.
2. Apa fungsi partikel sa, yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”?.
3. Apa fungsi partikel na, yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”?.
4. Apa fungsi partikel wa, yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab seluruh permasalahan pada rumusan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh gambaran tentang fungsi apa saja yang terdapat
dalam penggunaan masing-masing partikel ka, sa, na dan wa yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”.
2. Untuk memperoleh gambaran tentang ketegaran letak, kadar keintian masing-masing partikel ka, sa, na dan wa yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”dalam kalimat, serta kesamaan kelas dengan partikel lain.
(15)
D. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian diperlukan metode untuk memecahkan masalah serta menguraikan data penelitian, sehingga tujuan dari masalah penelitian dapat dipecahkan. Sutedi (2009:53) memandang metode sebagai langkah kerja sistematis untuk menjawab masalah dalam kegiatan penelitian sebagaimana dikemukakanya bahwa:
Metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Prosedur ini merupakan langkah kerja yang bersifat sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan.
Jadi diperlukan langkah yang sitematis untuk menyelesaikan masalah penelitian supaya penelitian lebih terarah dan hasil yang diperoleh sesuai dengan masalah yang diteliti. Metode untuk menyelesaikan masalah penelitian tentu beragam tergantung dengan masalah apa yang akan diteliti. Untuk menjawab masalah dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Setelah metode penelitian ditentukan, selanjutnya adalah menentukan metode dan teknik pengumpulan data. Setelah data penelitian terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menentukan metode dan teknik pengolahan data untuk mengolah data penelitian.
1. Jenis Metode Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan, suatu fenomena yang terjadi saat ini, dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Dengan langkah kerja: a. memilih dan merumuskan masalah; b. menentukan jenis data dan prosedur pengumpulannya; c. menganalisa data; d. menyimpulkan; e. membuat laporan (Sutedi, 2009:58).
(16)
Moh. Nazir, (2003: 54) memandang metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran secara faktual dan detail mengenai berbagai macam fenomena pada masa sekarang sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti situasi sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menjabarkan dan menggambarkan objek penelitian pada masa sekarang dengan langkah-langkah ilmiah yang sistematis dan akurat didukung oleh data-data real dan faktual.
2. Sumber Data Penelitian
Sutedi (2009: 59) memandang sumber data yang diperlukan dalam penelitian yang menggunakan metode deskriptif bukanlah data usang melainkan “…..berupa data aktual yang terjadi pada masa penelitian itu berlangsung baik data kuantitatif maupun data kualitatif, bukan data masa lampau yang sudah usang.”
Data kajian dalam penelitian ini berupa kalimat-kalimat percakapan yang terdapat partikel ka, sa, na dan wa yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam drama serial Hotaru no Hikari 2. Kalimat-kalimat percakapan tersebut digolongkan terlebih dahulu berdasarkan partikel yang diteliti, sehingga jadilah data kajian atau sumber data.
(17)
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data.
Setelah data kajian tersaji, maka diperlukan suatu metode untuk mengumpulkan data kajian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto (1993: 133) bahwa “Kenapa disebut metode “simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa.”
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu teknik sadap sebagai tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir. 4. Metode dan Teknik Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam tahap analisis data penelitian ini adalah metode distribusional. Dalam metode distribusional, terdapat teknik-teknik yang digunakan untuk mengolah data. Teknik lanjutan dalam metode distribusional yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik ganti serta teknik sisip.
Tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis atau pembahasan data. Setalah tahapan pengumpulan data dilakukan dan menghasilkan data kajian yang siap untuk diolah maka harus ada metode untuk mengolah data tersebut.
Djajasudanna (Faishol, 2006: 4) memandang metode sebagai cara yang bersistem untuk memudahkan kegiatan sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Metode dalam ilmu pengetahuan adalah cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditemukan. Sistem merupakan suatu susunan yang berfungsi dan bergerak; ilmu memiliki objek yang dapat dikaji secara sistematis.
(18)
Metode dan sistem merupakan dua hal yang berbeda, tapi keduanya saling melengkapi satu sama lain. Metode merupakan cara yang bersistem, sistem merupakan rangkaian kerja dalam metode.
Sudaryanto, (1993:9) menjelasakan perbedaan teknik dan metode agar lebih jelas perbedaan antara keduanya sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Metode dan teknik digunakan dalam penelitian untuk menunjukan dua konsep yang berbeda tetapi berhubungan langsung satu sama lain. Keduanya adalah “cara” dalam suatu upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebagai cara teknik ditentukan atau identik dengan adanya alat yang dipakai. Metode berupa cara, sedangkan teknik berupa langkah-langkah atau alat untuk menjalankan.
Metode dalam kajian kebahasaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode padan dan metode agih atau metode distribusional.
1. Metode Padan
Metode padan atau metode indentitas ialah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Sudaryanto, (1993: 14) membagi metode padan atas lima macam, yaitu:
a. Metode referensial (referential [identiry] method), di mana alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa.
b. Metode fonetis artikulatoris (articulatory phonetic [identity] method), dimana alat penentunya organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa.
c. Metode translasional (translational [identity] method), dimana alat penentunya bahasa atau lingual lain.
(19)
d. Metode ortografis (ortographic [identity] method), di mana alat penentunya perekam dan pengawet bahasa atau tulisan.
e. Metode pragmatis (pragmatic [identity] method), di mana alat penentunya adalah lawan bicara.
2. Metode Distribusional
Metode agih atau metode distribusional, yaitu menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Faishol, 2006: 5) .
Alat penentu dalam metode distribusional adalah bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentu dalam rangka kerja metode distribusional itu jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat, dsb), klausa, silabe akta, titinada, dan yang lain” (Sudaryanto, 1993:15).
Metode distribusional sebagai cara untuk melakukan penelitian mempunyai teknik-teknik untuk menjalankannya. Sudaryanto menjelaskan teknik-teknik analisis yang tercakup dalam metode distribusional antara lain dapat berupa:
1. Teknik Lesap, cara kerja teknik ini adalah dengan melesapkan atau menghilangkan unsur tertentu dari satuan satuan lingual atau kalimat. Setelah pelesapan terjadi, maka yang dilihat adalah sebab-akibat perubahan struktural setelah salah satu unsur dihilangkan. Inti dari teknik ini adalah dihilangkannya salah satu unsur dari sebuah konstruksi untuk melihat kadar keintian unsur yang dihilangkan. Contoh: Ayah pergi ke Bandung.
Konstruksi: “ayah pergi ke Bandung”. Bila yang dihilangkan unsur “pergi” untuk mengetahui apakah unsur “pergi” merupakan inti kalimat atau bukan, maka konstruksi kalimat menjadi “ayah ke Bandung”. Hasil perubahan menujukan unsur “pergi” bukan inti
(20)
kalimat karena kalimat “ayah ke Bandung” gramatikal atau dapat diterima.
2. Teknik Ganti, inti dari teknik ganti ini adalah dengan menggantikan unsur tertentu dalam satuan lingual atau kalimat dengan unsur lain diluar kalimat tersebut. Teknik ini digunakan untuk mengetahui kesejajaran kesamaan kelas atau kategori unsur yang digantikan dengan unsur penggantinya. Contoh: “Budi pergi ke Jakarta” menjadi “Mereka pergi ke Jakarta”.
Kata “mereka” sejenis atau sekategori dengan unsur “Budi” dalam kalimat. Hal ini menunjukan kata “mereka” dan kata “Budi” setara atau dapat menggantikan atau saling menggantikan dalam kalimat. 3. Teknik Perluas, inti dari teknik perluas yaitu memperluas satuan
lingual tertentu (yang dikaji atau dibahas) baik perluasan ke kanan atau ke kiri, dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu. Teknik perluas berguna untuk: (a) menentukan segi-segi kemaknaan unsur tertentu atau identitas unsur. (b) mengetahui seberapa jauh satuan lingual yang dikaji itu dapat diperluas baik ke kiri maupun ke kanan. Contoh: "Rumah baru” dapat diperluas menjadi "rumah [yang] baru", "dalam rumah baru", "dalam sebuah rumah baru", "di dalam rumah yang baru", dan sejenisnya.
4. Teknik Sisip, inti dari teknik sisip ini adalah untuk mengetahui kemungkinannya menyisipkan suatu unsur atau satuan lingual tertentu terhadap suatu konstruksi yang sedang kita analisis. Serta untuk mengetahui kadar keeratan dan ketegaran kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip tersebut. Contoh: (1) Saya membaca buku di perpustakaan, unsur ”yang tebal” dapat disisipkan, sehingga menjadi ”saya membaca buku yang tebal di perpustakaan”. Atau dengan menyisipkan unsur ”yang agak tebal” dst.
5. Teknik Balik, inti dari teknik balik adalah untuk mengetahui ketegaran letak suatu unsur dalam susunan kalimat beruntun. Bila unsur tersebut dapat dipindahkan tempatnya dalam susunan
(21)
beruntun maka unsur yang bersangkutan memiliki ketegaran letak yang rendah. Contoh: (1) Sayur asam berbeda dengan „asam sayur”, atau (2) Ayah memanggil ibu berbeda dengan “ibu memanggil ayah”.
Pada kalimat 2, “ayah” sebagai pelaku dan “ibu” sebagai objek yang dikenai perbuatan, hal ini berbeda dengan kalimat hasil pembalikan, “ibu” sebagai pelaku dan “ayah” sebagai objek yang dikenai perbuatan.
6. Teknik Ubah Ujud, teknik ini dilakukan dengan mengubah wujud salah satu unsur dalam kalimat. Unsur yang diubah adalah unsur yang sedang diteliti untuk mengetahui satuan makan “peran” (pelaku (agentif), penderita (objektif)), mengetahui pola struktural serta tipe tuturan berdasarkan pola struktural. Contoh: (1) Ia memuatkan barang-barang itu ke dalam mobil yang merah. (2) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang mewah. (3) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang merah olehnya dst.
Dengan teknik ubah ujud unsur “memuatkan” di ubah menjadi “dimuatkan” dst.
7. Teknik Ulang, teknik ini dilakukan dengan mengulang unsur satuan lingual yang diteliti. Hampir sama dengan teknik perluas tetapi “unsur” yang ditambahkan atau diulang sama dengan salah satu unsur yang ada dalam kalimat. Teknik ini dilakukan untuk menentukan identitas dan jenis unsur yang diteliti. Contoh: “Ia memuatkan barang itu ke dalam mobil”menjadi kalimat “Barang -barang itu dimuatkannya ke dalam mobil” atau “Barang-barang itu dimuatkan ke dalam mobil olehnya”dst.
(22)
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak, teknik sadap sebagai teknik dasar, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan, sebagai teknik akhir digunakan teknik catat. Tahap pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode distribusional, teknik pengolahan data dengan menggunakan teknik lesap, teknik ganti dan teknik sisip. Kenapa teknik lesap, karena untuk mengetahui apakah partikel ka, sa, na dan wa merupakan unsur inti dalam kalimat. Teknik ganti digunakan untuk menjawab pertanyaan apakah partikel ka, sa, na dan wa mempunyai kesetaraan kelas dengan unsur pengganti dan bisakah saling menggantikan dengan unsur pengganti. Teknik sisip digunakan untuk mengetahui ketegaran struktur serta keeratan unsur yang diteliti
E. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian tentang partikel ka, sa,na dan wa ini maka manfaat yang ingin penulis peroleh adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat memperdalam pengetahuan penulis mengenai partikel, khususnya partikel ka, sa, na dan wa, sehingga dapat menggunakan partikel ini dengan baik dan benar.
2. Bagi pendidik, dapat menjadi masukan dan referensi bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya materi tentang partikel ka, sa, na dan wa.
3. Bagi pembelajar, dapat dijadikan masukan untuk mengurangi kesulitan dalam memahami penggunaan partikel. Khususnya partikel ka, sa, na dan wa dalam kalimat percakapan bahasa Jepang.
4. Bagi para peneliti, dapat dijadikan bahan refernsi bagi penelitian selanjutnya.
(23)
F . Struktur Organisasi
BAB I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik pengolahan data (secara garis besarnya), manfaat penelitian dan struktur organisasi penulisan.
BAB II Landasan Teoritis
Bab ini berisikan teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian, yaitu: a. batasan partikel dalam bahasa Indonesia, b. batasan partikel dalam bahasa Jepang, c. batasan shūjoshi dalam bahasa Jepang, d. Penelitian terdahulu mengenai fungsi partikel ka, sa, na dan wa dalam bahasa Jepang, e. batasan drama serial.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini membahasa tentang jenis metode yang digunakan dan alasan dipilihnya metode tersebut, definisi operasional, sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik pengolahan data.
BAB IV Analisis data dan pembahasan
Bab ini menyajikan data-data yang telah didapat, menganalisi data-data, melakukan pembahasan dengan memberikan deskripsi ataupun penjelasan mengenai partikel ka, sa, na dan wa yang meliputi fungsi-fungsi dan perubahan kalimat setelah menggunakan teknik lesap, ganti dan sisip.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini menyajiakan suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas masalah yang diteliti, dan rekomendasi atau saran sebagai implikasi dari hasil penelitian.
(24)
(25)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Suatu penelitian tidak akan terjadi apabila tidak ada permasalahan yang melatarbelakanginya. Begitu pula dengan penelitian ini, suatu masalah timbul dari rasa penasaran sifat khas alamiah yang dimiliki oleh manusia. Suatu masalah tidak dapat dipecahkan dengan baik apabila tidak ada susunan rangka kerja yang tepat. Oleh sebab itu metodologi penelitian hadir untuk memecahkan masalah penelitian.
Towsand (Mardalis, 1990:15) memandang bahwa keingintahuan manusia dirangsang oleh kejadian-kejadian disekitar sehingga implikasinya hadirlah rasa ingin bertanya dan menyelidiki untuk memenuhi rasa ingin tahunya, sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Manusia itu mempunyai sifat ingin tahu, sedangkan diluar dirinya ada kejadian-kejadian yang merangsang. Kejadian-kejadian yang merangsang itulah merupakan persoalan (masalah). Hubungan antar rangsangan– rangsangan dari luar dan hasrat ingin tahu pada diri manusia itulah penyebab kenapa manusia selalu ingin bertanya dan akhirnya menyelidiki.
Bylear (Mardalis, 1990:15) mengemukakan bahwa “ …. pada diri manusia ada suatu kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan ini hanya bisa dicapai apabila ada pengetahuan tentang penyelidikan untuk mengetahui kebutuhan itu
sendiri.”
Dengan rasa ingin tahu yang kuat, serta kebutuhan akan ilmu pengetahuan yang ada pada manusia, tentunya harus ada cara atau metode yang tepat untuk menyelidiki kejadian-kejadian diluar dirinya yang merangsang untuk diteliti. Agar penelitian ini sistematis dan menghasilkan penelitian yang jelas serta menyeluruh maka penyusun merangkum langkah-langkah penelitian dimulai dari metode penelitian, sumber data, metode dan teknik pengumpulan data sampa pada metode dan teknik pengolahan data .
(26)
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sutedi (2009:58) bahwa
“Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.”
Mardalis (1990:26) memandang bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan saat ini dengan cara mendeskripsikan termasuk didalamnya mencatat serta menganalisis sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskrispikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi – informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada,. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.
Tak hanya itu, Nazir (2003:54) memandang bahwa penelitian deskripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai sifat serta fenomena yang terjadi termasuk didalamnya sekelompok manusia, objek, kondisi sampai suatu pemikiran, sebagai mana dikemukakannya bahwa:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
(27)
Hal yang senada juga dikemukakan oleh Travels. Sebagaimana dikemukakan oleh Travels (Hikmat, 2011:44) bahwa “Tujuan utama menggunakan metode deskripsi adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.”
Lebih lengkap lagi Sevilla (Hikmat, 2011: 45) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian unttuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga berkehendak mengadakan akumulasi data dasar.
Hikmat (2011:45) menjelaskan manfaat penelitian deskriptif sebagai solusi untuk memecahkan masalah faktual sebagaimana dikemukakannya bahwa:
1). Metode ini telah digunakan secara luas dan lebih banyak segi dibandingkan metode-metode penelitian lain. 2). Metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. 3) metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu; 4) Data yang dikumpulkan melalui metode ini dianggap sangat bermanfaat dalam membantu untuk menyesuaikan diri atau dapat memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari; 5) Metode ini membantu untuk mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan yang diinginkan; 6) Metode ini dapat digunakan dalam berbagai masalah yang ada.
Lebih ringkas lagi, Whitney (Muh Nazir, 2003: 54) berpendapat
bahwa “Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.”
Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk meneliti kalimat berupa percakapan dari drama “Hotaru No Hikari 2”. Kemudian kumpulan kalimat berupa percakapan tersebut dikelompokan sesuai dengan partikel yang terdapat didalamnya. Partikel yang diklasifikasikan yaitu partikel ka, sa, na dan wa. Setelah itu data dianalisis sesuai dengan fungsi
(28)
yang terkandung dari tiap-tiap partikel. Sebagai tahap akhir hasil penelitian disajikan atau diinterpretasikan.
B. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretsikan makna dari kata-kata atau istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, penulis mendefinisikan kata-kata atau istilah tersebut sebagai berikut:
1. Analisis
Sebagaimana dikemukakan oleh KBBI (2008:58) bahwa “Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab – musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya)”
2. Fungsi
Sebagaimana dikemukakan Oxford Learner’s Pocket Dictionary 3rd edition (2000:173) bahwa “Function is a special activity or purpose of a person or thing”. Jadi fungsi adalah sebuah tindakan khusus atau suatu tujuan yang dimiliki oleh seseorang atau sesuatu.
3. Partikel
Sebagaimana dikemukakan Oxford Learner’s Pocket Dictionary 3rd edition (2000:173) bahwa “An adverb or a prepotition that can combine with a verb to make a phrasal verb”. Jadi partikel adalah sebuah kata keterangan atau kata bantu (preposisi) yang dapat digabungkan dengan kata kerja untuk membentuk kata kerja phrasal.
4. Drama serial
Drama adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “aksi”, “perbuatan”. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.
(29)
Unsur-unsur drama: naskah drama (tema) drama sript, alur, pemain (akris atau actor), tempat pertunjukan (teater), amanat, penonton.
Drama serial televisi Jepang yang disiarkan di stasiun TV Jepang. Drama memiliki berbagai macam jalan cerita, seperti kehidupan sekolah, komedi, misteri, kisah detektif dan lain-lain.
Drama televisi Jepang “terebi dorama” atau dorama adalah program drama yang ditayangkan di stasiun televisi Jepang. Jaringan televisi utama di Jepang memproduksi drama serial dalam berbagai tema, seperti kehidupan sekolah, komedi, misteri, kisah detektif. Ceritanya dapat berasal dari skenario asli, atau adaptasi novel dan manga.
Karakteristik drama serial Jepang umumnya tamat dalam satu musim tayang yang panjangnya tiga bulan. Sebagian besar drama ditayangkan malam hari pada pukul 21.00, pukul 22.00 atau pukul 23.00. Jumlah episode berkisar 9 sampai 12 episode. Di Jepang terdapat 4 musim tayang: musim dingin (Januaru - Maret), musim semi (April - Juni), musim panas (Juli - September), dan musim gugur (Oktober - Desember). Musim tayang disebut dengan kūru dari Bahasa Perancis cours. Jam tayang dorama dibagi menajdi dua: 1). Asadora (drama pagi atau siang hari), ditayangkan tiap hari, satu musim tayang tiga bulan sampai satu tahun, karakter utamanya selalu perempuan. 2). Getsuku atau Gekku, berupa drama serial yang diharapkan memiliki rating tinggi. Ditayangkan pada malam hari pukul 21.00 sampai 22.00. Pemerannya adalah aktor dan aktris yang sedang popular sehingga pembuatan drama serial ini memakan biaya yang lumayan tinggi.
5. Hotaru no Hikari 2
“Hotaru no Hikari 2” merupakan drama serial yang di adaptasi dari manga dengan judul yang sama karya Satoru Hirua. Kemudian di adaptasi menjadi sebuah drama yang bergenre komedi romatis pada tahun 2010 dengan Mizuhasi Fumie sebagai screenwriter dan diproduseri oleh Hazeyama Yuko, Mikami Eriko dan Uchiyama Masahiro. Drama ini dirilis
(30)
pada tanggal 7 Juli 2010, ditayangkan setap hari Rabu pukul 22:00 di stasiun TV NTV. Drama ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Amemiya Hotaru yang bekerja di sebuah perusahaan interior design terkenal. Pekerjaannya merupakan sebuah pekerjaan yang sangat
“Glamōr” tapi, hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan pribadinya yang jauh sekali dari kata “Glamōr”. Dia tinggal seorang diri dan pada saat tidak bekerja dia lebih memilih untuk menghabiskan waktu liburnya dengan tidur, bahkan lebih memilih untuk tidur di rumah daripada pergi berkencan dengan seorang pria. Salah satu hobinya adalah menggunkan celana olahraga semasa SMA dulu, bermalas – malasan, membaca komik dan minum bir.
Suatu hari bosnya di kantor yang bernama Takano Seichi bermaksud untuk menyewa rumah setelah berpisah dengan istrinya, pada saat yang sama Amemiya berencana menyewakan sebagian kamar di rumahnya. Betapa terkejutnya Takano Seichi ketika mengetahui bahwa rumah yang dia sewa adalah milik Amemiya seorang karyawan di kantornya. Singkat kata mereka memutuskan untuk tinggal bersama, tetapi kemudian Amemiya mendapat tugas dinas ke Hongkong dari kantornya sehingga harus menjalani Long Distance Relationship bersama bossnya. Setelah kembalinya Amemiya dari Hongkong semua keadaan berubah. Amemiyapun pun mulai memikirkan pernikahannya bersama dengan Takano. Cerita kehidupan Amemiya dan Takano setelah lama menjalani Long Distance Relationship di suguhkan dengan menarik pada sesi 2 drama “Hotaru no Hikari”.
(31)
C. Sumber Data
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk dilakukannya penelitian ini adalah menyediakan data yang benar-benar siap untuk diteliti dengan metode dan teknik-teknik analisis data.
Rahardi (2009:31) mengungkapkan bahwa “Data kajian adalah bahan jadi penulisan, bukannya bahan mentah penulisan. Sebagai bahan jadi penulisan, maka data kajian itu harus memiliki kualifikasi yang benar-benar siap untuk dikenai metode dan teknik-teknik analisis data.”
Sudaryanto (Rahardi, 2009:31) menjelaskan bahan jadi penelitian merupakan objek penelitian yang telah mengelami proses pemilihan dari bahan mentah untuk dijadikan bahan penelitian sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Data adalah bahan penelitian, dan sebagai bahan penelitian data itu merupakan bahan jadi penelitian. Bahan jadi penelitian hadir karena terjadi pemilihan yang cermat terhadap aneka macam tuturan yang merupakan bahan mentah penelitian. Jadi, bahan jadi penelitian atau data penelitian itu sesungguhnya merupakan hasil seleksi atau hasil pemilihan terhadap bahan mentah. Dengan kata lain, sesungguhnya data itu adalah objek penelitian plus konteksnya.
Data kajian dalam penelitian ini berupa kalimat-kalimat percakapan yang terdapat partikel ka, sa, na dan wa yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam drama Hotaru no Hikari 2. Kalimat-kalimat percakapan tersebut digolongkan terlebih dahulu berdasarkan partikel yang akan diteliti, sehingga jadilah data kajian atau sumber data.
(32)
D. Metode Pengumpulan Data
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam kerangka penelitian ini adalah mengumpulkan dan menyediakan data yang benar-benar siap untuk dikenai metode dan teknik analisis.
Setelah bahan mentah penelitian tersaji, untuk berlajut pada tahap selanjutnya diperlukan suatu metode untuk mengumpulkan data penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto, (1993: 133) bahwa “Kenapa disebut metode “simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa”.
Adapun teknik pengumpulan atau penyediaan data di dalam metode simak ini adalah teknik sadap sebagai teknik dasar, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan I, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan II, teknik rekam serta terakhir teknik catat.
Dalam penelitian ini, penulis dengan segenap kemampuan menyimak setiap percakapan yang mengandung partikel ka, na, sa dan wa dalam drama
“Hotaru No Hikari 2” dengan bantuan software Sony Vegas untuk memotong adegan supaya nuansa yang terkandung didalamnya lebih jelas untuk diteliti. Tahapan selanjutnya digunakan beragam teknik pengumpulan data. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi teknik dasar yaitu teknik sadap sebagai tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir.
Perlu disampaikan disini bahwa teknik rekam tidak digunakan dalam pengumpulan data, karena data sudah ada dalam bentuk percakapan di dalam dorama, langung dari penutur asli. Teknik simak libat cakap pun tidak digunakan karena peneliti tidak terlibat langsung atau tidak terlibat aktif dalam dialog atau percakapan pun tidak mendengarkan atau berhadapan langsung dengan pembicara dan mitra wicara.
(33)
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan menyimak, penulis menggunakan beragam teknik pengumpulan data yang sesuai dengan penelitian deskriptif. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap sebagai teknik dasar sekaligus tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir.
Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993: 133) bahwa “Dalam teknik sadap ini, peneliti memperoleh data dengan segenap kecerdikan dan kemampuannya harus menyadap pembicaraan (baca: menyadap penggunaan bahasa) seseorang atau beberapa orang.”
Setelah menyimak setiap percakapan yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa dalam drama “Hotaru No Hikari 2” tahap selanjutnya penulis menyadap setiap percakapan atau pembicaraan yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa dengan cara mencatat. Setiap kalimat yang terkumpul digolongkan berdasarkan jenis partikel, apakah dalam kalimat tersebut terdapat partikel ka, sa, na dan wa yang nantinya akan dilihat fungsi yang terdapat dari masing-masing partikel dalam kalimat tersebut.
Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap. Sudaryanto (1993:134) mengemukakan bahwa teknik simak bebas libat cakap mempunyai ciri khusus bahwa peneliti tidak terlibat aktif dalam percakapan, sebagaimana dikemukakanya bahwa:
Teknik simak bebas libat cakap atau “teknik SBLC” mempunyai ciri -ciri: 1). si peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara, jadi, tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara. 2). Dia tidak bertindak sebagai pembicara yang berhadapan dengan mitra wicara atau sebagai pendengar yang berhadapan dengan mitra wicara atau sebagai pendengar-yang-mitra-wicara yang perlu memperhatikan apa yang dikatakan pembicara. 3). Dia hanya sebagai peneliti yang dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan (dan bukan apa yang dibicarakan) oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog. Dalam hal ini,
(34)
konsep “dialog” digunakan dalam arti yang seluas luasnya, yang pada pokoknya melibatkan dua pihak yang berlaku sebagai pembicara dan mitra wicara, baik secara berganti-ganti maupun tidak, baik yang lebih bersifat komunikasi (dua arah dan timbal balik, sehingga bersifat imbal wicara) maupun yang lebih bersifat kontak (satu arah). 4). Alat yang digunakan adalah peneliti sendiri, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati saja-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan mucul dari peristiwa kebahasaan yang berada diluar dirinya.
Inti dari teknik simak bebas libat cakap ini adalah sebagai berikut: 1). Peneliti tidak terlibat dalam dialog, posisinya berada diluar kegiatan orang yang berdialog. 2). Posisi peneliti berada diluar pembicara, pendengar yang berhadapan dengan lawan bicara, atau pendengar dari mitra wicara. 3). Peneliti hanya mendengarkan apa yang dikatakan (bukan yang dibicarakan). 4). Peneliti sebagai alat (pemerhati), tidak terlibat dalam pembentukan dan pemunculan calon data. Sehingga keasilian data dapat dijamin karena tidak ada intervensi peneliti ketika mengumpulkan data berupa percakapan.
Teknik akhir dalam pengumpulan data adalah teknik catat. Sudaryanto (1993:135) menjelaskan bahwa “Teknik catat dilakukan dengan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan dapat dilakukan ketika teknik pertama dan kedua selesai digunakan atau sesudah perekaman dilakukan, dengan menggunakan alat tulis tertentu.”
Setelah semua tahapan dilakukan, sebagai tahap akhir pengumpulan data dilakukan dengan teknik pencatatan. Seiring perkembangan jaman, dalam penelitian ini pencatatan dilaksanakan dengan komputer selain dengan menggunakan alat tulis. Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya data kajian siap untuk diolah dengan menggunakan metode pengolahan data serta teknik pengolahan data selanjutnya. Sudaryanto (Rahardi, 2009:36) memperjelas rangka kerja dalam metode sadap beserta tekniknya bahwa data penelitian harus diklasifikasikan agar mempermudah tahap teknik analisis data sebagaimana dikemukakanya bahwa:
(35)
Sebelum dilakukan analisi data, data yang telah dikumpulkan dan disediakan dengan sungguh-sungguh baik seperti dijelaskan pada bagian sebelum ini lalu dikelompok-kelompokan terlebih dahulu. Dengan perkataan lain, data itu telah melalui tahapan klasifikasi data sebelum benar-benar dikenakan teknik analisi data. Klasifikasi data yang demikian itu dilakukan untuk mendapatkan tipe-tipe data atau melakukan penipean data yang selajutnya akan mempermudah proses analisis data pada tahapan yang berikutnya. Langkah demikian itu akan mempermudah proses analisis data karena data-data yang sudah ditipe-tipekan atau sudah dikelas-kelaskan terlebih dahulu
Setelah melalui tahapan klasifikasi dengan menggolongkan kalimat-kalimat percakapan yang terdapat partikel ka, sa, na dan wa maka selanjutnya adalah tahapan analis data atau pengolahan data,
F. Metode Pengolahan Data
Tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis atau pembahasan data. Setelah tahapan pengumpulan data dilakukan dan menghasilkan data kajian yang siap untuk diolah maka harus ada metode untuk mengolah data tersebut.
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu rasanya diketahui perbedaan antara metode dan teknik. Djajasudanna (Faishol, 2006:4) memandang metode sebagai cara yang bersistem untuk memudahkan kegiatan sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Metode dalam ilmu pengetahuan adalah cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditemukan. Sistem merupakan suatu susunan yang berfungsi dan bergerak; ilmu memiliki objek yang dapat dikaji secara sistematis. Sudaryanto (1993:9) menjelasakan perbedaan teknik dan metode agar lebih jelas perbedaan antara keduanya sebagaiamana dikemukakannya bahwa:
Metode dan teknik digunakan dalam penelitian untuk menunjukan dua konsep yang berbeda tetapi berhubungan langsung satu sama lain. Keduanya adalah “cara” dalam suatu upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebagai cara teknik ditentukan atau identik dengan adanya alat yang dipakai.. Metode berupa cara, sedangkan teknik berupa langkah-langkah atau alat untuk menjalankan.
(36)
Intinya metode dan sistem merupakan dua hal yang berbeda, tapi keduanya saling melengkapi satu sama lain. Metode merupakan cara yang bersistem, sistem merupakan rangkaian kerja dalam metode.
Metode dalam kajian kebahasaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode padan dan metode agih atau metode distribusional.
1. Metode Padan
Sudaryanto (1993:13) memandang metode padan sebagai metode penentu identitas satuan lingual tertentu sebagaimana dikemukakannya bahwa:
Metode padan atau metode indentitas ialah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan.
Sudaryanto (1993: 14) membagi metode padan atas lima macam, yaitu:
a. Metode referensial (referential [identiry] method), di mana alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa.
b. Metode fonetis artikulatoris (articulatory phonetic [identity] method), dimana alat penentunya organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa. c. Metode translasional (translational [identity] method), dimana alat
penentunya bahasa atau lingual lain.
d. Metode ortografis (ortographic [identity] method), di mana alat penentunya perekam dan pengawet bahasa atau tulisan.
e. Metode pragmatis (pragmatic [identity] method), di mana alat penentunya adalah lawan bicara.
(37)
2. Metode Distribusional
Metode agih atau metode distribusional, yaitu sustu metode untuk menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Faishol, 2006:5). Alat penentu dalam metode distribusional adalah bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentu dalam rangka kerja metode distribusional itu jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat, dsb), klausa, silabe akta, titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993:15).
Metode distribusional sebagai cara untuk melakukan penelitian mempunyai teknik-teknik untuk menjalankannya. Teknik-teknik analisis yang tercakup dalam metode distribusional antara lain dapat berupa:
a. Teknik Lesap. Cara kerja teknik ini adalah dengan melesapkan atau menghilangkan unsur tertentu dari satuan satuan lingual atau kalimat. Setelah pelesapan terjadi, maka yang dilihat adalah sebab-akibat perubahan struktural setelah salah satu unsur dihilangkan. Inti dari teknik ini adalah dihilangkannya salah satu unsur dari sebuah konstruksi untuk melihat kadar keintian unsur yang dihilangkan. Contoh: Ayah pergi ke Bandung.
Konstruksi: “ayah pergi ke Bandung”. Bila yang dihilangkan unsur
“pergi” untuk mengetahui apakah unsur “pergi” merupakan inti kalimat atau bukan, maka konstruksi kalimat menjadi “ayah ke Bandung”.
Hasil perubahan menujukan unsur “pergi” bukan inti kalimat karena kalimat “ayah ke Bandung” gramatikal atau dapat diterima.
b. Teknik Ganti. Inti dari teknik ganti ini adalah dengan menggantikan unsur tertentu dalam satuan lingual atau kalimat dengan unsur lain diluar kalimat tersebut. Teknik ini digunkaan untuk mengetahui kesejajaran kesamaan kelas atau kategori unsur yang digantikan dengan
(38)
unsur penggantinya. Contoh: “Budi pergi ke Jakarta” menjadi “Mereka
pergi ke Jakarta”.
Kata “mereka” sejenis atau sekategori dengan unsur “Budi” dalam
kalimat. Hal ini menunjukan kata “mereka” dan kata “Budi” setara atau dapat menggantikan atau saling menggantikan dalam kalimat.
c. Teknik Perluas. Inti dari teknik perluas yaitu memperluas satuan lingual tertentu (yang dikaji atau dibahas) baik perluasan ke kanan atau ke kiri,
dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu. Teknik perluas
berguna untuk: (a) menentukan segi-segi kemaknaan unsur tertentu atau identitas unsur. (b) mengetahui seberapa jauh satuan lingual yang dikaji itu dapat diperluas baik ke kiri maupun ke kanan. Contoh: "Rumah baru” dapat diperluas menjadi "rumah [yang] baru", "dalam rumah baru", "dalam sebuah rumah baru", "di dalam rumah yang baru", dan sejenisnya.
d. Teknik Sisip. Inti dari teknik sisip ini adalah untuk mengetahui kemungkinannya menyisipkan suatu unsur atau satuan lingual tertentu terhadap suatu konstruksi yang sedang kita analisis. Serta untuk mengetahui kadar keeratan dan ketegaran kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip tersebut. Contoh: (1) Saya membaca buku di
perpustakaan, unsur ”yang tebal” dapat disisipkan, sehingga
menjadi ”saya membaca buku yang tebal di perpustakaan”. Atau
dengan menyisipkan unsur ”yang agak tebal” dst.
e. Teknik Balik. Inti dari teknik balik adalah untuk mengetahui ketegaran letak suatu unsur dalam susunan kalimat beruntun. Bila unsur tersebut dapat dipindahkan tempatnya dalam susunan beruntun maka unsur yang bersangkutan memiliki ketegaran letak yang rendah. Contoh: (1) Sayur
asam berbeda dengan „asam sayur”, atau (2) Ayah memanggil ibu
berbeda dengan “ibu memanggil ayah”.
Pada kalimat 2, “ayah” sebagai pelaku dan “ibu” sebagai objek yang
dikenai perbuatan, hal ini berbeda dengan kalimat hasil pembalikan,
(39)
f. Teknik Ubah Ujud. Teknik ini dilakukan dengan mengubah wujud salah satu unsur dalam kalimat. Unsur yang diubah adalah unsur yang
sedang diteliti untuk mengetahui satuan makan “peran” (pelaku (agentif), penderita (objektif)), mengetahui pola struktural serta tipe tuturan berdasarkan pola struktural. Contoh: (1) Ia memuatkan barang-barang itu ke dalam mobil yang merah. (2) Barang-barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang mewah. (3) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang merah olehnya dst.
Dengan teknik ubah ujud unsur “memuatkan” di ubah menjadi “dimuatkan” dst.
g. Teknik Ulang. Teknik ini dilakukan dengan mengulang unsur satuan
lingual yang diteliti. Hampir sama dengan teknik perluas tetapi “unsur”
yang ditambahkan atau diulang sama dengan salah satu unsur yang ada dalam kalimat. Teknik ini dilakukan untuk menentukan identitas dan jenis unsur yang diteliti. Contoh: “Ia memuatkan barang itu ke dalam mobil” menjadi kalimat “Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam
mobil” atau “Barang-barang itu dimuatkan ke dalam mobil olehnya”dst. Metode pengolahan data yang digunakan dalam tahap analisis data penelitian ini adalah metode distribusional karena penelitian ini meneliti sistem penggunaan bahasa dengan alat penentu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri. Dalam metode distribusional, terdapat teknik-teknik yang digunakan untuk mengolah data. Teknik lanjutan dalam metode distribusional yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik ganti serta teknik sisip.
(40)
G. Teknik Pengolahan Data
Teknik lanjutan yang digunkan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik ganti serta teknik balik.
1. Teknik Lesap
Teknik analisis yang berupa penghilangan atau pelesapan unsur satuan lingual data itu menghasilkan tuturan berbentuk ABC, ABD, ACD, atau BCD bila tuturan data semula adalah berbentuk ABCD. Hal itu sepenuhnya bergantung pada unsur mana yang akan dilesapkan atau dihilangkan. Satu hal yang perlu diperhatikan: unsur manapun yang dilesapkan, unsur yang dimaksud selalulah merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Jadi, bila dalam tuturan berbentuk ABCD unsur D dilesapkan (sehingga menghasilkan ABC) maka unsur D itu unsur yang sedang menjadi pokok perhatian. Hal yang sama berlaku untuk pelesapan unsur C, B atau A. Alat yang digunakan dalam pemanfaatan teknik lesap itu adalah satuan lingual yang justru lesap. Dalam hal ini, lalu istilah yang lebih tepat bukan lesap atau terlesapkan melainkan melesapkan diri. (Sudaryanto, 1993:41)
Hasil pelesapan itu kemungkinannya ada dua, yaitu berupa tuturan yang dapat diterima oleh para penutur, dapat pula tidak. Bila diterima berarti tuturan itu gramatikal; bila tidak, berarti tidak gramatikal. Dalam hal ini,
“diterima‟ berarti dipandang ada, mungkin terjadi, dapat dipakai dalam penggunaan bahasa. (Sudaryanto, 1993:42)
Kegunaan teknik lesap adalah untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka berarti unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti: artinya, sebagai unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan. Demi keutuhan sebagai satuan lingual, unsur itu tidak boleh tidak harus ada. Hilangnya unsur berarti runtuhnya pula pola satuan lingual yang bersangkutan; dan hal ini berarti pula
(41)
hilangnya tipe satuan lingual tertentu yang termanifestasikan dalam wujud satuan lingual itu. (Sudaryanto, 1993:42)
Penerapan teknik lesap dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik lesap, partikal ka dalam kalimat (1) dilesapkan sehingga menjadi kalimat (1a).
(1). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。
Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.
(1a). 雨宮先輩もう大丈夫なんです。
Amemiya senpai mou daijyobunandesu. Kak Amemiya sudah sembuh.
Kalimat (1a) gramatikal atau dapat diterima. Hal ini menunjukan kadar keintian partikel ka dalam kalimat (1) rendah. Kalimat (1a) menujukan ungkapan pernyatan bahwa “Amemiya sudah sembuh”, hal ini menujukan keberadaan partikel ka tidak boleh dihilangkan atau mutlak diperlukan untuk mengajukan ungkapan pertanyaan.
Alat penentu dalam teknik lesap ini adalah unsur yang akan diteliti, dalam penelitian ini berupa partikel ka, sa, na dan wa. Dengan menghilangkan partikel tersebut dapat diketahui kadar keintian unsur yang dihilangkan dalam kalimat. Dengan mengetahui kadar keintian unsur yang diteliti dalam kalimat, bila kadar keintiannya rendah maka dalam pemakaian bahasa, unsur tersebut boleh dihilangkan karena inti dan maksud dari kalimat tersebut masih bisa disampaikan. Bila kadar keintiannya tinggi maka unsur tersebut tidak boleh tidak ada dalam kalimat agar tujuan, maksud serta inti kalimat dapat disampaikan dengan jelas dan menghindari kesalahpahaman dalam kegiatan berkomunikasi.
(42)
2. Teknik Ganti
Teknik ganti berupa penggantian unsur satuan lingual data akan menghasilkan tuturan berbentuk ABCS, ABSD atau SBCD, bila tuturan data semula berbentuk ABCD. Hal itu sepenuhnya bergantung pada unsur mana yang akan digantikan. Dengan teknik ganti ini, unsur mana yang diganti, unsur itu selalu merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Hasil penggunaan teknik ganti kemunginan ada dua, yaitu berupa tuturan yang dapat diterima (yang gramatikal) dan yang tidak (tidak gramatikal). Alat dalam teknik ganti ini berupa satuan lingual pengganti (Sudaryanto, 1993:48).
Kegunaan teknik ganti adalah untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti atau unsur ginanti dengan unsur pengganti, khususnya bila tataran pengganti sama dengan tataran terganti atau tataran ginanti. Bila dapat digantikan (atau saling menggantikan) berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama. Dalam hal itu, pengertian kelas atau kategori dapat meliputi juga superkelas (kelas atasan, superkategori) atau subkelas (kelas bawahan, subkategori). Makin banyak kemungkinan penggantian unsur yang sama dalam berbagai satuan lingual, makin tinggi kadar kesamaannya; dan itu berarti makin membentuk kemungkinan bahwa unsur yang saling dapat menggantikan itu dalam kelas, bahkan superkelas, yang sama (Sudaryanto, 1993:49).
Penerapan teknik ganti dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik ganti partikal ka dalam kalimat (2) diganti dengan partikel ne sehingga menjadi kalimat (2b).
(2). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。
Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.
(2b).雨宮先輩もう大丈夫なんですね。
(43)
Kak Amemiya sudah sembuh ya.
Kalimat (2b) gramatikal atau dapat diterima. Unsur partikel ka dapat digantikan dengan partikel ne tapi merubah makna kalimat. Bila dapat digantikan (atau saling menggantikan) berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama. Tapi keberadaan partikel ka tidak boleh dihilangkan atau mutlak diperlukan untuk mengajukan ungkapan pertanyaan.
Dengan teknik ganti ini, unsur mana yang diganti, unsur itu selalu merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis, dalam penelitian ini yaitu partikel ka, sa, na dan wa. Dengan dua kemungkinan hasil yang diperoleh, yaitu hasil yang gramatikal dan tidak gramatikal maka diperoleh gambaran -terlepas dari hasil apakah unusur pengganti dan ginanti berada dalam satu kelas yang sama- apakah dalam kalimat yang menggandung fungsi tertentu masing-masing partikel ka, sa, na dan wa berubah makna, inti dan tujuannya dalam kalimat. Bila berubah makna, inti dan tujuannya dalam kalimat maka unsur tersebut harus ada untuk mewakilkan fungsi yang dimilikinya supaya, tujuan berkomunikasi dapat disampaikan dan berjalan dengan baik.
3. Teknik Sisip
Teknik sisip berfungsi untuk mengetahui kadar keeratan kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip itu. Bila adanya penyisip itu dimungkinkan maka berarti kadar keeratan unsur yang dipisahkan itu rendah; dan bila tidak dimungkinkan, berarti tinggi. Unsur penyisip yang dimaksud dapat unsur yang statusnya atau derajatnya sebagai pembentuk satuan lingual sama dengan kedua unsur yang disisipi dapat pula tidak (Sudaryanto, 1993:65).
Kegunaan teknik sisip ini adalah munculnya petunjuk akan tegar tidaknya letak unsur-unsur tertentu. Biasanya yaitu unsur-unsur yanng berada di sebelah kanan penyisip. Bila penerapan teknik sisip itu
(44)
menunjukan hasil tuturan yang gramatikal maka ketegaran unsur yang bersangkutan dalam susunan beruntun adalah kurang. Dengan kata lain, unsur yang bersangkutan dapat berpindah tempat sehingga mengubah pola urutan unsur-unsur satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:65). Penerapan teknik sisip dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik sisip partikel ne disisipkan diantara partikel ka dalam kalimat (3) sehingga menjadi kalimat (3c).
(3). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。
Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.
(3c).雨宮先輩もう大丈夫なんですねか。
Amemiya senpai mou daijobunandesuneka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh.
Kalimat (3c) tidak gramatikal atau tidak dapat diterima. Hal ini menunjukan keeratan partikel ka dan partikel no tinggi. Ketegaran partikel ka dalam kalimat tinggi dalam artian posisi partikel dalam susunan beruntun tinggi atau tidak dapat di pindah.
Teknik sisip ini menghasilkan dua kemungkinan hasil yang diperoleh, gramatikal dan tidak gramatikal. Dalam penelitian ini kalimat yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa disisipi unsur lain untuk mengetahui ketegaran unsur yang diteliti dalam kalimat. Hasil yang tidak gramatikal menujukan ketegaran letak unsur yang diteliti dalam kalimat tinggi, sehingga letaknya dalam kalimat tidak dapat dipindah. Hasil yang gramatikal menujukan ketegaran letak unsur yang diteliti rendah karena unsur yang diteliti dapat disisipi unsur lain dan menghasilkan tuturan yang diterima.
(45)
(46)
(47)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
Pada bab ini, penulis akan mengambil simpulan dari hasil analisis data-data pada bab sebelumnya, yaitu hasil analisi fungsi partikel ka, sa, na dan wa yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2. Dari data yang telah terkumpul terdapat 99 kalimat yang menggunakan partikel ka, sa, na dan wa, 59 kalimat yang menggunakan partikel ka, 11 kalimat yang menggunakan partikel sa, 16 kalimat yang menggunakan partikel na, dan 13 kalimat yang menggunakan partikel wa. Selanjutnya penulis akan menyimpulkan hasil penelitian tentang fungsi yang terdapat dari masing-masing partikel sebagai jawaban atas rumusan masalah atau permasalahan yang diteliti.
1. Fungsi Partikel Ka
Berdasarkan letaknya partikel ka yang terdapat dalam drama serial
“Hotaru no Hikari 2”dibagi menjadi dua, yaitu partikel ka yang diletakan di akhir kalimat dan partikel ka yang diletakan di tengah kalimat. Pada umumnya fungsi partikel ka di akhir kalimat yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”adalah untuk menujukan ungkapan pertanyaan atas keraguan. Kalimat yang menyatakan ungkapan pertanyaan tersebut mempunyai nuansa yang beragam seperti menyatakan keraguan, pertanyaan kepada diri sendiri, menyatakan pertanyaan retoris, pertanyaan yang menyatakan saran, ajakan serta pendapat, serta terakhir menyatakan konfirmasi. Selain itu fungsi partikel ka dalam kalimat berfungsi sebagai ungkapan pertanyaan yang berhubungan dengan ekspresi atau ungkapan perasaan seperti perhatian atau nasihat, penegasan, mengkritik dan bernada kemarahan, bantahan pada kalimat sebelumnya, amarah berupa “celaan”, serta ungkapan perasaan tapi tidak diekspresikan secara langsung.
(1)
13
Menunjukan ungkapan perasaan, disertai ekspresi perasaan, ketika merasakan sesuatu tidak diekspresikan secara langsung.
O O
b. Fungsi Partikel Ka ditengah kalimat. 1
Menunjukan keraguan atau ketidakpastian, digabungkan dengan kata tanya apa, siapa dan kenapa serta
menunjukan arti “sesuatu, suatu, seorang, seseorang”. O O 2 Mewakilkan pertanyaan, digabungkan dengan kata diluar
kata tanya. O X
3 Dalam pola –ka- atau –ka-ka-. Menunjukan daftar sebuah
pilihan. O X
4 Dalam pola –kadōka- menunjukan arti ya atau tidak. O O
5
Dalam pola –ka-, -ka-nanika-. –ka dareka-, -kadōka-,
menyatakan ungkapan pertanyaan, bernuansa ada sesuatu hal yang tidak ingin diutarakan dengan jelas. Digunakan untuk menyingkat penggunaan partikel “ga” dan “o”.
O X
6 Menujukan keraguan pada topik. Menunjukan ungkapan
“apakah”, “bagaimana” . O O
7 Menunjukan dugaan yang menyiratkan keraguan,
“mungkin karena”. O X
8 Pola –ka- menujukan perkiraan jumlah angka. O X
9 Menunjukan ketidakpastian tentang suatu pernyataan
atau alasan, “saya heran”. O O
10 Pola –ka nai uchi ni- mempunyai nuansa “hampir
-hampir, tidak lama setelah”. O X
11 Bersama partikel lain menunjukan ketidakpastian atau
keraguan. O X
No Fungsi Umum
(B.Jepang) Data Fungai Partikel Na
1 Menyertai kata kerja, menyatakan larangan. O O
2 Nasihat yang lebih halus, bernuansa larangan yang tidak begitu kuat. “sebaiknya melakukan hal” digunakan pula
pola “nayo”. O O
3 Memperlembut perintah dan permohonan. “Sebaiknya melakukan hal”, biasanya mengiringi pola “nasai”,
“kudasai”,”irrashai”,“chōdai” O X
4 Pola “naa” untuk mengungkapkan perasaan sedih,
(2)
5 Pola “naa” menunjukan ungkapan harapan “surebaii”
“alangkah bainya jika”. O O
6 Pola “naa” menujukan kepastian “kitto da” “pasti” serta
mengungkapkan pemikiran diri sendiri “jibun to omou”. O X
7 Pola “naa” digunakan oleh laki-laki, memastikan ucapan kita benarserta menginginkan lawan bicara menyetujui
apa yang kita utarakan. O X
8 Digunakan oleh laki-laki ketika menginginkan lawan bicara mendengarkan dan menyimak topik pembicaraan.
Menguatkan arti kata. O O
9 Bernuansa seru, mengekspresikan emosi, digunakan oleh
laki-laki. O O
10 Memberikan penekanan pada keputusan, saran, pendapat. O O
11 Menginginkan lawan bicara menyetujui apa yang kita
utarakan “bukankah”. O O
12 Meminta pertolongan. O O
13 Menunjukan perintah dalam ragam percakapan. O X
14 Memperhalus pengaruh suatu penegasan. O O
15 Digunakan oleh perempuan sebagai penegasan.
X O
No Fungsi Umum
(B.Jepang) Data Fungsi Partikel Sa.
1 Digunakan oleh laki-laki, berfungsi sebagai penegasan, ketika kita ingin lawan bicara memperhatikan topik pembicaraan, menujukan ungkapan yang tidak begitu dalam serta memperingan ucapan.
O O
2 Digunakan bersama dengan kata-kata yang bernada pertanyaan, digunakan ketika kita tidak sependapat dengan apa yang diutarakan lawan bicara.
O X
3 Setelah frasa, memperkuat kata-kata untuk memperingati
lawan bicara. O O
4 Pada pola “tesa” dan “tosa” menandakan bahwa ucapan
tersebut berasal dari orang lain. O X
5 Menunjukan jawaban yang kritis terhadap sesuatu. O X
(3)
No Fungsi Umum
(B.Jepang) Data Fungsi Partikel Wa
1 Melembutkan suasana kalimat, memperlembut cara
berbicara oleh perempuan. O O
2 Pola “wayo” bernuansa menguatkan pemikiran diri sendiri agar lawan bicara menyetujui apa yang kita utarakan.
O O
3 Pola “wane” bernuansa sependapat dengan lawan bicara
tapi masih memastikan kebenarannya. O X
4 Perasaan seru secara spontan dan rasa kagum. O X
5 Pola “~wa~wa” menujukan urutan rasa seru secara
spontan. O X
6 Memperlembut suara dalam pernyataan. O X
7 Diakhir kalimat memperlembut penegasan atau kalimat
keputusan oleh perempuan. O O
8 Ditengah kalimat untuk memperlembut penegasan atau
kalimat keputusan oleh perempuan. X O
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini atau atas jawaban atas masalah yang diteliti, penulis berharap pada pembelajar bahasa Jepang agar menaruh perhatian lebih lagi pada partikel atau Joshi dalam bahasa Jepang khususnya partikel ka, sa, na dan wa, selain ragam partikel dalam bahasa Jepang beragam jumlahnya, penggunaan partikel dalam keseharian penutur asli bahasa Jepang pun mempunyai peranan yang penting, karena partikel berperan sebagai inti atau kata yang mewakilkan ekspresi serta maksud dan tujuan si penutur dalam kalimat serta berhubungan serta sekali dengan tindak tutur bahasa dalam keseharian komunikasi penutur asli bahasa Jepang. Penggunaan partikel yang salah akan mengakibatkan berubahnya pesan yang hendak kita ucapkan sehingga patut rasanya sebagai pembelajar asing bahasa Jepang tidak mengenyampingkan peranan partikel baik dalam ragam lisan maupun tulisan. Sehingga kesalahan-kesalahan penggunaan partikel oleh pembelajar asing bahasa Jepang dapat diminimalisir. Dalam ragam pecakapan
(4)
penyingkataan beberapa kalimat atau partikel yang sering digunakan dalam percakapan penutur asli bahasa Jepang, tanpa dilandasi pengetahuan dan kebiasaan berkomunikasi dalam bahasa Jepang, pembelajar bahasa Jepang tidak dapat dengan mudahnya menyingkat penggunaan partikel dalam percakapan karena kembali lagi, penggunaan partikel khususnya pertikel ka, sa,
na dan wa berkaitan erat sekali dengan ungkapan perasaan atau ekspresi
perasaan serta nuansa, tindak tutur dalam kalimat penutur asli bahasa Jepang. Bagi calon peneliti yang menaruh minat dan perhatian pada partikel, dengan senang hati rasanya penulis memberikan masukan agar tidak hanya meneliti fungsi partikel saja, tapi selangkah lebih jauh meneliti tentang makna, hubungan makna dan fungsi partikel dengan intonasi partikel dalam kalimat, hal ini bertujuan supaya kontribusi yang diberikan oleh peneliti yang telah mengkaji partikel dan calon peneliti yang akan mengkaji partikel tehadap kekayaan pengkajian partikel lebih maksimal. Begitupun data yang dijadikan bahan penelitian, tidak hanya pada buku teks, tetapi calon peneliti dapat mengkaji lagu, drama serial, film, iklan dan lain sebagainya
(5)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Asano, Tsuruko. (1994). Gaikokujin no tame no Kihongo Yourei Jiten. Tokyo: Agency of Cultural Affairs (Bunkatei).
Chaer Abdul. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chino Naoko.(2008). Partikel Penting Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc. Dahidi, Ahmad & Sudjianto.(2009). Pengantar Linguistik Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc.
Isao, Iori dkk. (2001). Nihongo Bunpo Handobukku. Tokyo: 3A Izu, Shimura. (1998). Koujiten. Tokyo: Kabushiki.
Sue A, Kawashima . (1999). Dictionary of Japanese Particles. Tokyo: Kodansha. Kunjana, Rahardi. (2009). Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.
Makino, Seiichi & Tsutsui Michio. (2003). A Dictionary Of Basic Japanese
Grammar. Tokyo: The Japan Times.
Mardalis. (1990). Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Matsuura, Kenji. (1994). Nihongo-Indonesiago Jiten. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press.
Moh. Nazir. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mulyana , Dedi. (2011). Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Sutedi, Dedi. (2009). Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.
Takuro, Moriyama. (2003). Koko kara Hajimaru Nihongo Bunpo. Tokyo: Hitsuji. Tim Penyusun. (2005).Oxford Learner’s Pocket Dictionary New Edition. Great
Clarendon Street, Oxford: Oxford University Press.
Tim Penyusun Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Yasuko, Ichikawa. (2008) Shokyū Nihongo Bunpo Oshiekata no Pointo.Tokyo:
(6)
B. Jurnal
Hideaki, Nakato. (2005). “ Gendai Go Joshi no Bunrui: Kankei Kousei Ginou no Kantei kara”. 11, 120-142.
Ohno, Susumu Hiroshi, Nakagawa. (1993). “Relational Semantic of Japanese Sentence Final Particles about Zo and Ze. 98. 6. 41-48.
Yonezawa, Masako (2005). “Shūjoshi no Shio Hindo to Seisa Keikō: Sinario wo Shiryōtoshite”. 5, 51-60.
C. Makalah
Nozomi, Fukazawa .(2011). “Nihon Go no Kaiwa no Tokucho to Nihongo Kyoiku”. Makalah pada seminar Shakai Gengogaku to Nihongo Kyoiku. Universitas Pendidikan Indonesia dan Kanazawa University, Bandung.
D. Sumber dari Internet.
Japan Foundation . (2009 ). Present Condition of Overseas Japanese-Language Education. Survey Report on Japanese-Language Education Abroad 2009. [Online] Tersedia:
http://www.jpf.go.jp/e/japanese/survey/result/dl/2009/2009_03.pdf http://www.jpf.go.jp/e/japanese/survey/result/index.html [ Juni 2013]
Faishol, Abdullah. (2005). Metode Penelitian Tafsir Struktural: ”Analisis Struktural Tafsir Jalalain”. [Online]. Tersedia:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:lS3rxX6DsMcJ:w ww.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%2520Abdul lah%2520Faishol.DOC+teknik+distribusional+makalah+abdullah&cd=1&h l=id&ct=clnk. [24 Juni 2013]
E. Skripsi
Muthi, Arieyani S. (2009). Analisis Pemakaian Dialek Osaka. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.